Pendidikan pada hakikatnya merupakan kebutuhan dan tuntutan yang signifikan untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa dan Negara demi tercapainya sumber daya manusia yang berintelektualitas dan berkualitas tinggi. Intelektualitas dan kualitas tersebut sangat bergantung dari keberhasilan penyelenggaraan sistem pendidikan.
Setiap bangsa akan maju karena pendidikannya. Pendidikan yang maju merupakan jantung dan denyut nadi bangsa. Dimana pendidikan nasional mempunyai fungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, yaitu :
"Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa , bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab."
Dengan demikian, dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional terutama dalam meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, maka pendidikan agama mempunyai peranan yang sangat penting. Hal ini sebagaimana pendapat Dr. Zakiah Darajat yang Mengungkapkan, bahwasanya pendidikan agama Islam itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan, memelihara, dan mempertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai, yaitu Insan kamil dengan pola takwa.
Akan tetapi kenyataan yang ada sebaliknya, meskipun siswa telah diberikan pendidikan agama Islam mereka tetap saja ada yang melakukan perbuatan tidak terpuji. Dalam surat kabar Jawa Pos disebutkan, bahwa banyak pelajar yang otaki tindak kriminalitas. Mereka melakukan kasus kejahatan mulai dari pencurian, kekerasan fisik, hingga pencabulan dan pemerkosaan.
Berdasarkan perihal demikian, pendidikan agama Islam bisa dikatakan belum dapat menjadikan siswa mencapai tujuan pendidikannya, yaitu bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Menanggapi hal ini, penulis sependapat dengan pendapat Muhaimin yang mengemukakan bahwa untuk dapat mencapai tahapan psikomotor siswa harus terlebih dahulu melalui tahapan kognitif dengan baik. Yang dimaksud dengan tahapan kognitif adalah pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam Islam. Setelah melalui tahapan kognitif tersebut siswa dapat menuju ke tahapan afeksi, yakni terjadinya proses internalisasi ajaran dan nilai agama ke dalam diri siswa, dalam arti menghayati dan meyakininya. Tahapan afeksi ini terkait erat dengan kognitif. Ini dikarenakan penghayatan dan keyakinan siswa menjadi kokoh apabila dilandasi dengan pengetahuan dan pemahamannya terhadap ajaran agama islam. Dan baru kemudian, setelah melalui tahapan afeksi tersebut diharapkan dapat tumbuh motivasi dalam diri siswa tergerak untuk mengamalkan dan mentaati ajaran Islam (tahapan psikomotorik).
Oleh karena itu, penyelenggaraan pendidikan agama Islam di sekolah perlu dilaksanakan secara efektif sehingga siswa dapat mencapai keberhasilan sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional. Strategi pembelajaran sebagai suatu rencana yang berisi rangkaian kegiatan pembelajaran yang didesain untuk mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien, ini sangat penting sekali diterapkan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam agar tercapai tujuan pendidikan agama Islam yang diharapkan.
Post a Comment