Cari Kategori

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARASI DENGAN MENGGUNAKAN METODE KONSTRUKTIVISME

Suatu bangsa dikatakan telah memiliki kebudayaan yang maju jika masyarakatnya telah membiasakan diri dalam kegiatan literasi (baca-tulis). Sejalan dengan pernyataan tersebut, Alwasilah (2003) mengungkapkan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menulis. Menulis dapat dipersepsi sebagai bagian literasi yang dapat dijadikan media pengembangan diri. Namun, kondisi objektif yang terjadi pada masyarakat Indonesia hingga saat ini adalah masih membudayanya aliterasi yaitu masyarakat yang dapat membaca dan menulis, tetapi tidak suka membaca dan menulis. Oleh karena itu, keterampilan menulis tampaknya masih sangat sedikit mendapat perhatian. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kegiatan menulis merupakan kegiatan yang paling sedikit dilakukan jika dibandingkan dengan kegiatan menyimak, berbicara, dan mambaca. Sebagaimana hasil penelitian Rankin (dalam Cahyani, 2002:84) terhadap keterampilan berbahasa, memperlihatkan perbandingan yang cukup signifikan yaitu keterampilan menyimak 45%, berbicara 30%, membaca 16%, dan menulis 9%.

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap siswa kelas VII SMPN X, siswa pada umumnya kurang menguasai bahkan tidak tahu sama sekali tentang karangan narasi. Siswa masih bingung membedakan berbagai jenis karangan. Untuk memulai menulis pun siswa masih kesulitan. Banyak alasan yang muncul mulai dari sulit menemukan ide sampai bingung harus memulai tulisan dari mana.

Memang disadari bahwa keterampilan menulis sangat diperlukan dalam kehidupan modern, tetapi pada kenyataannya masih banyak siswa yang belum menguasai keterampilan menulis. Hal ini dikemukakan pula oleh Iis Handayani (2007:2) dalam skripsinya yang berjudul Pembelajaran Menulis Karangan Narasi Sugestif dengan Strategi Field-Trip (karyawisata) Berdasarkan Pengalaman Pribadi Siswa Kelas VII SMP Negeri Z menunjukkan berdasarkan pengamatan di SMPN tersebut, masih banyak siswa yang belum menguasai keempat keterampilan berbahasa terutama keterampilam menulis. Siswa merasakan kesulitan menuangkan ide-ide karena keterbatasan penguasaan kosakata, siswa juga merasakan situasi pembelajaran menulis yang membosankan. Pembelajaran menulis yang sering diterapkan pada siswa sekadar teori saja dan selalu terfokus di dalam kelas. Hal ini mengakibatkan siswa tidak mau berlatih dan malas menulis.

Berdasarkan hasil angket awal observasi yang dilakukan oleh Iis Handayani kepada siswa kelas VII SMP, pada umumnya mereka lebih menyukai jenis karangan narasi, tetapi setelah diberikan tes awal mengenai pengertian karangan serta unsur-unsur karangan narasi diperoleh data yaitu hanya 13% siswa yang mengetahui pengertian karangan, jenis-jenis karangan serta unsur-unsur karangan narasi selebihnya yaitu 87% mereka masih belum mengetahui pengertian karangan, jenis-jenis karangan, serta unsur-unsur karangan narasi. Keterampilan menulis memang tidak mudah, untuk itu minat menulis pada siswa hams selalu ditanamkan. Kondisi ini secara jujur diakui oleh para guru dan sekaligus merupakan tantangan baginya.

Novel Linda H.P. (2007:2) dalam skripsinya yang berjudul Pembelajaran Menulis Karangan Narasi dengan Menggunakan Media Flash Card (Penelitian pada Siswa Kelas XI SMK Y) menunjukkan bahwa banyak siswa yang menganggap keterampilan menulis itu sulit. Masalah yang sekarang dilontarkan dalam pembelajaran mengarang adalah siswa menggunakan diksi yang tepat dan judul yang sejalan dengan tema dan jalan cerita, terutama untuk menulis karangan narasi. Adapun hambatan yang berhubungan dengan kurangnya minat siswa dalam hal tulis-menulis, yaitu sebagai berikut.

1) Mereka kesulitan mengungkapkan pendapatnya ke dalam sebuah bentuk tulisan.
2) Pada umumnya mereka sangat miskin dengan bahan yang akan mereka tulis.
3) Kurang memadainya kemampuan kebahasaan yang mereka miliki.
4) Kurang pengetahuan tentang kaidah-kaidah menulis.
5) Kurang kesadaran akan pentingnya latihan menulis.

Dalam kenyataannya, siswa selalu disibukkan dengan struktur kalimat yang baik dan benar. Hal ini menyebabkan siswa mengalami hambatan dalam menulis. Tulisan siswa menjadi kaku dan kurang santai untuk sebuah tulisan. Jarangnya melakukan latihanpun dapat mengakibatkan siswa kurang terampil dalam menulis. Padahal, menulis merupakan suatu proses yang tidak langsung menghasilkan sebuah produk yang bagus.

Selain itu juga, menurut Leni Mariana Kartiwi (2008:3) dalam skripsinya yang berjudul Penggunaan Teknik Wawancara dalam Pembelajaran Menulis Karangan Narasi pada Siswa Kelas XII SMPN W menjelaskan di dalam KTSP 2006 tujuan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis. Ini berarti bahwa keterampilam bahasa Indonesia harus menghasilkan siswa-siswa yang terampil menggunakan bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi. Terampil berbahasa berarti terampil menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Untuk mewujudkan hal itu, keempat aspek keterampilan berbahasa perlu diajarkan secara terpadu.

Dalam dunia pengajaran bahasa ada suatu ungkapan yang patut diperhatikan oleh seorang guru bahasa. Ungkapan itu berbunyi: "Teach not about the language." Semboyan ini cocok dan relevan dengan pengajaran keterampilan berbahasa. Mengajarkan bahasa atau berbahasa sangat berbeda dengan mengajarkan tentang bahasa. Mengajarkan berbahasa cocok untuk tujuan keterampilan berbahasa sedang mengajarkan tentang bahasa sesuai dengan tujuan pengajaran yang bersifat pengetahuan.

Menurut Beeby yang dituliskan oleh Tarigan (1986:98), salah satu kelemahan pengajar dalam kelas di Indonesia terletak pada komponen metode. Guru-guru cenderung mengajar secara rutin. Kurang variasi dalam penyampaian materi.

Cara guru mengajar mempengaruhi cara siswa belajar. Bila guru mengajar hanya dengan metode ceramah maka siswa pun belajar dengan cara mengahafal. Bila guru mengajar dengan memberikan banyak latihan maka siswa belajar melalui pengalaman. "Inti dari seluruh proses pendidikan dan hasil akhir dari seluruh rencana pendidikan letaknya dekat dengan hal ini jika bukan pada metode mengajar sendiri maka pada cara belajar yang lahir mengikutinya". (Beeby, 1979:85). Guru keterampilan berbahasa hendaknya jangan sampai tenggelam dalam penyakit lama, yakni, mengajar secara rutin, monoton, tanpa variasi.

Guru keterampilan yang mengetahui aneka ragam teknik pengajaran keterampilan berbahasa dan dapat mempraktikkannya sangat membantu yang bersangkutan dalam mengajarkan keterampilan berbahasa. Pendek kata, pemilihan dan penggunaan teknik pengajaran yang tepat, termasuk pengajaran keterampilan berbahasa, memberikan keuntungan bagi pelaksanaan proses belajar mengajar. Suasana yang menarik, merangsang, menimbulkan gairah belajar yang tinggi. Gairah belajar yang tinggi dapat menimbulkan prestasi belajar yang tinggi pula.

Pembelajaran dengan menggunakan teknik yang menarik memang lebih efektif. Seperti pada penelitian yang telah dilakukan oleh Dini Guswati pada tahun 2006 dengan judul Pembelajaran Menulis Karangan Narasi dengan menggunakan teknik Reka Cerita Gambar. Pada penelitiannya dihasilkan sebuah simpulan bahwa pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan teknik reka cerita gambar cukup efektif meningkatkan kemampuan siswa menulis karangan narasi.

Bertolak dari permasalahan di atas peneliti bermaksud mengadakan penelitian dengan judul Peningkatan Keterampilan Menulis Karangan Narasi dengan Menggunakan Metode Konstruktivisme (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas VII SMPN X).

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:43:00

SKRIPSI PTK THE USE OF TEXT BASED TASK TO IMPROVE STUDENTS LISTENING ABILITY

(KODE PTK-0054) : SKRIPSI PTK THE USE OF TEXT BASED TASK TO IMPROVE STUDENTS LISTENING ABILITY (MATA PELAJARAN : BAHASA INGGRIS) – (SMP KELAS VIII)




CHAPTER I
INTRODUCTION

A. Background of the Study
In the process of teaching and learning English, students' ability in mastering the four language skills becomes an important goal. These will involve receptive skills; listening skill (understanding the spoken language), reading skill (understanding written language) and productive skills; speaking skill (producing spoken language) and writing skill (producing written language). Unfortunately, most of Indonesia education institutions in which English is one of first foreign languages have concerned with the teaching of written language. In fact, mastering spoken language is very important in communication. In order to master the spoken language, we must be able to speak and we must be able to listen to spoken language.
In language classroom, listening tends to be neglected; many language educators assume that listening is automatically acquired while the learners learn to speak a language. Rost states that unlike speaking, however, through which we can record a child's first words and even measure the fluency of a person's contribution to a conversation, listening is less directly observed and less noticeable in both its development and its everyday use (1994:1). However, students need to learn how to listen to improve their listening ability.
Listening is very important in language learning, students understand the content of spoken language by listening. The relationship between listening and language learning is that language learning depends on listening. Listening provides the aural input that serves as the basis for language acquisition and enables learners to interact in spoken language. Rost (1994: 148) states that teaching listening is an important part of second language teaching. Most teaching methodologies emphasize the role of listening in language learning.
Listening is not a simple process. In order to understand the content of spoken language, students require some of listening skills. Nunan describes listening as follows:
In relation to listening, learners need skills in segmenting the stream of speech into meaningful words and phrases: the ability to recognise words, phrases and words classes: ways of relating incoming message to one's own background knowledge, and identifying the rhetorical and functional intent of an utterance or parts of an aural text: skills in interpreting rhythm, stress and intonation to identify information focus and emotional/attitudinal tone: the ability to extract the gist/or essential information from longer aural texts without necessarily understanding every word (1998:6).
In line with Rost (1994:136-137) states that understanding how listening ability develops requires a comprehensive view of what it means to improve. Listening involves psychological skills, such as recognizing between sounds, parsing speech into constituent parts and processing the discourse in term of cohesion, logic and relevant underlying schemas. Rost (1994:148) also says that listening can be taught as component skills. Specific learning activities can be designed which target specific skills. Furthermore, students' listening ability can be improved by developing their listening skill.
Teaching listening of foreign language is the most difficult one. Foreign language students do not have native speakers' competence in using their background knowledge and for recognizing words or grammatical characteristic of spoken language easily. Listening is also more difficult than reading, a reader can cast an eye back over misunderstood phrase, but the listener gets no second time. English is a compulsory subject in Indonesia, which must be taught starting from Junior High School level until University level involving the teaching of listening. The problems which are faced by students in learning listening may be caused by many factors, such as teacher, students, teaching technique and teaching material.
This research focuses on the listening problems as experienced by the eighth grade students of SMPN X. Based on Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) in teaching listening at the eighth grade students of SMP, the students are expected to be able to: 1) understand the meaning of a simple transactional and interpersonal dialogue, 2) understand the meaning of a functional and short simple monologue spoken text in the form of descriptive, narrative, recount, procedure, and report text related to surrounding environment.
In the real condition, the students have lack of listening ability in understanding the content of spoken text. This problem is indicated as follows: 1) the students are difficult to recognize the words and grammatical characteristic of spoken text, 2) the students are difficult to catch the clues information of spoken text, 3) the students are difficult to infer the speaker's intention or meaning, 4) the students are difficult to do the listening task and 5) Most of the students are still confused with the purpose of their listening activity. In addition, the classroom situation is not live during the teaching and learning process, it is shown as follows: 1) Most of the students do not active in answering the teacher's questions, 2) most of the students do not try to ask the teacher about their difficulties in listening, 3) Some of the students just listen to the teacher without doing the listening task, 4) Some of the students are busy in talking to their friends and 5) the students seem to be bored in doing the listening activity.
Those problems are caused by: the lack of the students' vocabularies and grammar, the low of the students' listening strategy; they try to understand the content of spoken language word by word, rather than try to link what they hear with their previous knowledge or try to find clue information, and the difficulties of the listening tasks. Besides, the teaching technique and teaching material are the main factors causing the lack of the students' listening ability. The technique which is used by the teacher is reading the text twice or three times and followed by several questions, rather than gives specific task to the students before listening. It makes the students confused with their listening purpose. The teacher hardly ever uses recorded material in listening that makes the students bored and very difficult to listen to the English of native speakers.
To overcome these problems, the English teacher and I would like to conduct an action research study by using text-based task (TBT). In TBT, students process the text based on the listening task given. Willis gives the term 'text-based task' to design communicative tasks based on reading and listening text or video extracts (1998:67).Text-based tasks also bring efficient listening strategies, strategies to comprehend the content from detail linguistic components and from students' background knowledge. This is argued by Willis (1998:75) who states:
All text based-tasks aim to encourage natural and efficient reading/listening/viewing strategies, focusing initially on retrieval of sufficient relevant meaning for the purpose of the task. This will entail both holistic processing, i.e. gaining an overall impression, and picking up detailed linguistics clues: a combination of what are commonly called 'top-down' and 'bottom-up' processes.
Task is used as a means of delivering teaching materials to students and to create enjoyable classroom environment by engaging students in the learning process through the use of task. According to Willis (1998:40), states that language learners need variety and security. A wide range of topics, texts and task types gives learners variety. A framework with three distinction phases; pre-task, task cycle and language focus also gives them a sense of security. Language focus phase after the task cycle makes students to begin to worry less about new language they meet during the task cycle because they know they will have a chance to explore it later. Willis (1998:83) also explains that the aims of text-based tasks are to provide a wide repertoire of task types and designs based on written and spoken texts and require learners to apply their real-world knowledge and experience to assign meaning to what they see, hear or read.
The research uses recorded text by fluent or native speakers to give variety in teaching listening and to introduce the natural characteristics of spoken text to students. Cross (1995:250) argues that through recording, the class can be offered the chance to hear naturally spoken English, with elisions, linked consonants, weakened vowels and all the hesitations, false starts and imperfections of unplanned speech. In line with Rost (1996:160) states that many language educators, (e.g. Besse, et al) point out that there is a great advantage in using pre-recorded texts of native speaker conversations and native speakers oriented programmes in the classroom because of the genuiness they provide.
Moreover Morton (1999:177) states that the use of authentic texts enable students to study 'real' English instead of the English contrived by teachers. Authentic texts are thought to motivate students because they are derived from the ultimate goal of students' studies-English as used by native speakers. Therefore, recorded text can motivate students and they get a challenge to attempt to understand language as it as actually used by native speakers.
Based on the descriptions above, I am inspired to conduct an action research study at the 8th grade students of SMPN X. Through action research, the teacher and I can observe the students' problems, monitor the students' listening ability improvement by the action research's cycle, and make some reflections to be implemented for further practice. Wallace states that action research involves the collection and analysis of data related to some aspect of our professional practice. This is done so we can reflect on what we have discovered and apply it to our professional action (1999: 16-17). This study aimed at the improvement of the students' listening ability and at the improvement of the classroom listening situation using Text-Based Task.

B. The Problem Statements
The problems of this research can be formulated as follows:
1. Does and to what extent the use of Text-Based Task improve the students' listening ability at the 8th grade students of SMPN X?
2. How is the classroom situation when Text-Based Task is implemented in the listening class?

C. The Objectives of the Study
This study has some objectives which include:
1. To identify the improvement of the students' listening ability during and after implementing Text-Based Task at the 8th grade students of SMPN X.
2. To identify the classroom situation when Text-Based Task is implemented in the listening class.

D. The Benefits of the Study
This research is expected to be able to give some benefits for the students, the teacher, the school and me myself.
Through Text-Based Task, students become more purposeful in their listening activity, they know what they have to do because of the task appearance before listening. The function of integrated bottom-up and top-down strategies in TBT to process the text helps students to link what they heard and what they have known in listening text. The use of text recorded by the native speakers introduces the natural characteristic of English speech and to motivate students in listening as it as actually used by native speakers.
By this research, it is expected that the teacher can choose appropriate listening technique in improving students' listening ability. Moreover, the school where the research is conducted get the beneficial contribution of the use of Text-Based Task to overcome the students' problems in learning listening. The result of the study will also give a great experience to me myself to increase my knowledge about TBT and about listening. For English Department of X University and other researchers, the result of the study provides information to lead further study about listening and about action research.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:42:00

SKRIPSI PTK IMPROVING STUDENTS READING COMPREHENSION ON NARRATIVE TEXT USING NARRATIVE VIDEO

(KODE PTK-0053) : SKRIPSI PTK IMPROVING STUDENTS READING COMPREHENSION ON NARRATIVE TEXT USING NARRATIVE VIDEO (MATA PELAJARAN : BAHASA INGGRIS) – (SMA KELAS X)




CHAPTER I
INTRODUCTION


A. Background of the Study
As an International language, English is very important in our daily life. Most electronic tools use English in their instructions, such as computer, rice cooker, washing machine, et cetera. It is very dangerous if those tools are used without its instruction being read. If someone wants to communicate with people from other countries, he should master English well. It is because English is the language used in international communication. So, it is very important for people to learn English.
Nowadays, English is one of the subjects that is taught since in the elementary school until university and examined in the national examination to determine the students' graduation. The provision that English is examined in the final examination is stated in Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Tahun XXXX pasal 7 ayat 1, 2, dan 3 as follow:
(1) Mata pelajaran UN SMA/MA Program IP A, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi.
(2) Mata pelajaran UN SMA/MA Program IPS, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Ekonomi, Sosiologi, dan Geografi
(3) Mata pelajaran UN SMA/MA Program Bahasa, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Bahasa Asing lain yang diambil, Sejarah Budaya/Antropologi, dan Sastra Indonesia.
There are four main skills in English: those are reading, listening, speaking, and writing. Reading and listening are called receptive skill, in which people need the ability to receive written or spoken language when they do it.
While speaking and writing are called productive skill because when people do it, they need the ability to produce written or spoken language (Harmer, 1998: 44).
Reading, which belongs to receptive skill, can be defined as a process whereby one looks at and understands what has been written (Williams, 1999: 2). It means that, when someone reads, he looks at something written and tries to get the meaning to understand it. Reading can also be described as a mental or cognitive process which involves a reader in trying to follow and respond to a message from a writer, who is in distant space and time (Davies, 1995: 1). It means that reading activity connects the reader and the writer although they are in different time and place; for example reading an ancient book, reading personal letter, et cetera.
The reason for teaching reading to the students is because it belongs to the basic language skills in English, just as important as speaking, listening, and writing. Besides, reading is closely related with other subjects. Most of the materials given by the teacher (in English or other subjects) are presented in written form, for example in handbook, handout, et cetera. It means that to understand the materials, the students must have the ability to look at and get the meaning of written text, that is called reading skill. Because of that, reading is very important to be taught to the students.
According to the researcher's observation, the students' reading skill of SMAN X was still low. They still had difficulties in understanding the text. The texts which were taught in the first grade of Senior High School were descriptive, news item, and narrative. Based on the observation in the classroom and the interview with the teacher and the students, the researcher found that they had difficulties in narrative text. They had difficulties in understanding the characteristics of the text including the social function, generic structure, and language feature. The generic structure includes finding detail information and determining the parts of the text. While, the language feature includes vocabulary, finding references, and understanding the tenses.
The students' difficulties in reading were caused by some factors that might come from the students and the teacher. Most of the students admitted that they often felt bored when they had to read a text, especially a long and uninteresting topic text. In the class, some students were sometimes seemed to lean over their head on the table and talk each other. They just paid attention to the teacher when they did exercises but if the time given to do it was too long, they began to be noisy again. When they read a long text, they were not so interested because they often did not understand the meaning of the words used in the text. It was difficult for them to understand the content of the text. However, they were reluctant to bring the dictionary. They just waited until the teacher explained it for them or asked them about the difficult words. Besides, there were some problems that came from the teacher. Actually, the teacher's way in explaining the materials was clear enough but she was too rivet on the textbook. She usually taught using conventional way by staying in class and doing the exercises on the handbook. She used various techniques and media in teaching rarely. So, the students felt that English lesson was boring. All of those factors made the students to have low motivation in learning English, especially reading.
To improve the students' motivation in learning, the teacher must use interesting teaching strategy. Sudiardjo and Siregar, in their article entitled "Media Pembelajaran Sebagai Pilihan dalam Strategi Pembelajaran" define learning strategy as:
"...suatu kondisi yang diciptakan oleh instruktur dengan sengaja (seperti metode, sarana, prasarana, materi, media dan sebagainya), agar siswa difasilitasi (dipermudah) dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan" (Prawiradilaga and Siregar 2004: 4). If the teacher can make the condition that stimulates the students to learn, it will make easier for them to receive the material, so the goal of the teaching will be achieved. As stated in the teaching strategy's definition above, media is one of the ways to facilitate the students to learn. Related to the use of media in teaching, Arsyad states that "Media pembelajaran secara umum adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar " (2005: 4). Teaching media is a concrete thing that can be used by the teacher to convey the material, for example picture, cassette, video, tape recorder, television, computer, internet, et cetera. Media can be used as AVA (Audio Visual Aids) to give concrete experiences to the students, so the teacher's explanation will not be abstract. It can also be used as communication tools to connect the students with the material, so they can receive the material easier (Prawiradilaga and Siregar, 2004: 6).
Related to video, Sadiman states that the message presented in the video can be a fact or fictitious, can be informative, educative, or instructive (1993: 76). Video can catch the students' attention easily. It is informative, it means that much information from many experts in this world can be recorded in video tape, so it can be received by the students everywhere they are. Video is also educative and instructive; it means that the message of the video can give concrete experiences to the students, so they can apply it in their daily life. By video, the teacher can prepare the difficult demonstrations before, so she/he is able to concern on his presentation. The teacher can also present the dangerous object that cannot be brought into the class (Sadiman, dkk, 1993: 76-77).
Based on the benefits of video in learning, it is expected that through video, the students can be interested and motivated in learning English, especially reading. In this case, the researcher intends to use narrative video because this research is focused on reading narrative text. The writer hopes that by using narrative video, it will give the visualization to the students about the contents of the narrative text, so they can understand it easier.
Based on the problems and the proposed solution above, the writer is interested in conducting an action research entitled "Improving Students' Reading Comprehension on Narrative Text Using Narrative Video (An Action Research at Tenth-Year of SMAN X in Academic Year XXXX/XXXX)".

B. Problem Formulation
Considering the background of the study above, the writer can formulate the problems as follows:
1. Can the use of narrative video improve the students' comprehension on narrative texts of tenth year students of SMAN X?
2. What happens when narrative video is applied in teaching narrative for reading?

C. Objective of the Study
Based on the problem formulations above, the objectives of this research are:
1. To know whether the use of narrative video can improve the students' narrative text mastery of the tenth year of SMAN X.
2. To describe what happen when narrative video is applied in teaching narrative reading.

D. Benefit of the Study
If this research gives positive result, it is expected that the result is able to give some benefits for students, teachers, and other researchers.
1. For the students, it is expected that this technique will help them improve their reading skill. The students will be able to:
- Understand the vocabularies used in the text by looking at its context
- Understand the main idea of the text by skimming
- Understand the detail information of the text by scanning
- Understand the goal, the parts, and the language features of narrative text
2. For the teachers, it is expected that the result of this research will give them a reference in their teaching so they can apply video in improving the students' reading skill.
3. For other researcher, it is expected that the result of this research will help them in finding references or resources for further research.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:41:00

SKRIPSI PERANCANGAN KENDALI PID UNTUK MOTOR DC MENGGUNAKAN MIKROKONTROLER H8/3052

(KODE T-ELEKTRO-0002) : SKRIPSI PERANCANGAN KENDALI PID UNTUK MOTOR DC MENGGUNAKAN MIKROKONTROLER H8/3052


BAB 1
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Motor DC merupakan aktuator yang sangat lazim digunakan. Ada berbagai macam alasan mengapa motor DC sangat populer digunakan. Salahsatunya adalah sistem tenaga listrik DC masih umum digunakan pada industri, automobil, dan robotika. Dan meskipun tidak ada sumber tenaga listrik DC, rangkaian penyearah dan chopper dapat digunakan untuk menghasilkan sumber listrik DC yang diinginkan. Motor DC juga digunakan karena kebutuhan akan variasi kecepatan motor yang lebar.
Dalam dunia industri, pengendalian posisi dan kecepatan motor DC sangat penting. Misalnya pada industri plastik. Pada proses penggulungan plastik, kecepatan penggulungan plastik harus disesuaikan dengan kecepatan mesin pengirim plastik dan juga disesuaikan dengan jari-jari gulungan. Jika tidak maka hasil gulungan plastik tidak rapi atau kusut.
Pada robotika pengendalian posisi dan kecepatan motor DC juga sangat penting misalnya dalam Kontes Robot Indonesia (KRI) dan Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI). Robot harus dapat bergerak cepat dan tepat, meskipun terdapat berbagai halangan ataupun gangguan. Karena itu pergerakan robot memerlukan pengaturan posisi dan kecepatan motor yang baik agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai.
Karena itulah kendali PID diperlukan disini yaitu untuk mengendalikan posisi dan kecepatan motor DC. Pengendali PID merupakan pengendali yang umum digunakan dalam berbagai macam proses industri. Popularitas pengendali PID disebabkan khususnya karena performansinya yang baik dalam jangkauan yang lebar dari berbagai kondisi operasi dan khususnya dalam kesederhanaan fungsi PID, yang memungkinkan engineer untuk mengoperasikannya secara simpel dan langsung. Untuk mengimplementasikan pengendali PID, tiga parameter harus ditentukan pada proses yang dikendalikan yang meliputi proportional gain, integral gain, dan derivative gain.

1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan skripsi ini yaitu untuk merancang suatu pengendali motor DC dengan kendali PID berbasis mikrokontroler H8/3052 dengan PC sebagai pemberi set point, pengukur data, dan penyimpan data.

1.3 Pembatasan Masalah
Penulisan skripsi ini dibatasi pada pengendalian posisi dan kecepatan motor DC menggunakan feedback encoder dengan hasil yang didapatkan memenuhi kriteria yang diinginkan. Pengendalian dilakukan dengan sistem pengendali PID. Pengendali tersebut diharapkan dapat diaplikasikan untuk semua range posisi atau kecepatan. Pengendalian tersebut diharapkan menghasilkan sebuah sistem yang mempunyai persen overshoot kecil, settling time yang cepat, dan nilai steady-state error mendekati nol.

1.4 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini meliputi:
1. Pendekatan studi pustaka, yaitu dengan melakukan studi literatur dari buku-buku pustaka, referensi yang ada di internet, dan manual book atau datasheet dari suatu piranti.
2. Pendekatan diskusi dengan pembimbing skripsi.
3. Perancangan perangkat keras dan perangkat lunak.
4. Pengujicobaan.

1.5 Sistematika Penulisan
Agar pembahasan masalah pada skripsi lebih sistematis, maka skripsi ini dibagi menjadi beberapa bab.
Bab Pertama, Pendahuluan, meliputi latar belakang, tujuan penulisan, pembatasan masalah, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab Kedua, membahas mengenai mikrokontroler H8/3052, dan fitur-fitur pendukung mikrokontroler meliputi ITU, port I/O, SCI, dan Interrupt Controller.
Bab Ketiga, menjelaskan tentang perancangan kendali PID motor DC yang terdiri atas perancangan motor DC, perancangan blok kendali, perancangan kendali PID, perancangan perangkat lunak, serta perancangan perangkat keras.
Bab Keempat menuliskan pengujian dan analisa dari percobaan yang dilakukan.
Bab Kelima adalah kesimpulan dari skripsi.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 14:12:00

SKRIPSI APLIKASI PERMAINAN VIRTUAL ANIMAL PADA MOBILE DEVICE

(KODE T-ELEKTRO-0001) : SKRIPSI APLIKASI PERMAINAN VIRTUAL ANIMAL PADA MOBILE DEVICE




BAB I
PENDAHULUAN

Pada Bab Pendahuluan ini akan dijelaskan tentang latar belakang mengapa tugas akhir ini dibuat, perumusan masalah cara dan bagaimana tugas akhir ini dibuat, tujuan dari tugas akhir ini, batasan masalah yang membatasi tugas akhir ini agar tidak melebar ke permasalahan lain, metoda-metoda penelitian dari tugas akhir ini, dan sistematika penulisan tugas akhir ini bab per bab.

1.1 Latar Belakang
Kegiatan memelihara binatang peliharaan masih digemari oleh banyak orang. Namun untuk memelihara binatang, pasti ada pengorbanan yang harus dilakukan. Pengorbanan yang pertama adalah masalah tempat, dimana tempat binatang peliharaan itu tinggal harus disediakan dan dirawat. Masalah yang kedua adalah adanya biaya tambahan untuk membelikan pakan dan kebutuhan lain untuk perawatan binatang peliharaan tersebut. Masalah yang ketiga adalah di tempat-tempat tertentu, seperti apartemen, dilarang untuk memelihara binatang peliharaan, karena kebijakan dari lingkungan setempat. Masalah yang keempat adalah resiko akan penyebaran ancaman penyakit yang disebarkan melalui binatang peliharaan tersebut, serta resiko akan ancaman serangan dari binatang peliharaan tersebut.
Penanaman sifat kasih sayang dapat juga dilakukan dengan cara memelihara binatang. Dengan memelihara binatang, maka sang pemelihara akan mencurahkan rasa cinta kasihnya kepada binatangnya tersebut, hal ini akan meningkatkan nilai moral bagi sang pemelihara. Sifat kasih sayang yang biasa dicurahkan sang pemelihara kepada binatang peliharaannya, akan dapat diimplementasikan pada orang lain. Namun jika ada batasan dan perlunya beberapa pengorbanan untuk memelihara binatang, hal ini akan mengurangi minat orang-orang yang ingin memelihara binatang. Penanaman sifat kasih sayang baik ditanamkan ketika usia anak masih kecil, sekitar 8-15 tahun. Hal ini agar perkembangan jiwa si anak dapat berjalan dengan baik. Penanaman sifat kasih sayang ini dapat menjadikan anak tersebut menjadi individu yang baik.
Oleh karena itu, dibuatlah aplikasi Virtual Animal ini. Agar anak-anak atau orang-orang yang ingin memelihara binatang peliharaan dapat memelihara binatang tanpa perlu banyak berkorban seperti layaknya memelihara binatang sebenarnya. Pemain atau pemelihara binatang virtual hanya membutuhkan mobile device dan/atau Personal Computer (PC) yang dapat menjalankan aplikasi ini.

1.2 Perumusan Masalah
Proses pemeliharaan binatang dalam dunia nyata dapat dibuatkan aplikasi perangkat lunak, yang berprilaku seperti pemeliharaan binatang pada umumnya. Proses pemberian makan pada binatang peliharaan, memerintahkan binatang peliharaan tersebut untuk beristirahat atau tidur, dan melatih berbagai keterampilan kepada binatang peliharaan tersebut. Dengan kemajuan industri perangkat keras dan perangkat lunak pada dunia mobile device, sehingga pembuatan aplikasi Virtual Animal dapat dilakukan pada mobile device. Salah satu bahasa pemrograman yang sudah didukung pada mobile device secara umum adalah J2ME. Spesifikasi bahasa J2ME yang diperlukan dalam sisi perangkat lunak untuk pembuatan aplikasi Virtual Animal adalah MIDP 2.0 dan CLDC 1.1. Namun dengan segala keterbatasan dalam perangkat mobile device yang memiliki kemampuan komputasi yang relatif kecil dibandingkan dengan perangkat PC, sehingga diperlukan pembuatan aplikasi yang efektif dan efisien agar tidak melampau resource atau sumber daya yang tersedia dalam mobile device. Hal ini akan menimbulkan pertanyaan, bagaimana cara membuat aplikasi Virtual Animal pada mobile device menggunakan bahasa J2ME dengan spesifikasi MIDP 2.0 dan CLDC 1.1 dengan efektif serta efisien?
Perkembangan dunia jaringan (network) juga sudah mencapai tingkat yang maju, sehingga perkembangan jaringan dalam mobile device juga mengalami kemajuan. Salah satu teknologi jaringan yang banyak digunakan dalam dunia mobile device adalah teknologi Bluetooth. Komunikasi antara perangkat dapat didukung oleh teknologi Bluetooth ini, salah satu contohnya adalah komunikasi antara mobile device dengan PC. Hal ini memungkinkan untuk dibuatnya komunikasi aplikasi Virtual Animal, yang dimainkan dalam mobile device, dengan aplikasi lainnya yang berada dalam PC. Misalnya, pembuatan toko (item mall) pada PC yang menyediakan barang-barang kebutuhan untuk binatang peliharaan yang dimainkan dalam aplikasi Virtual Animal. Hal ini akan menimbulkan pertanyaan, bagaimana cara membuat koneksi antara aplikasi Virtual Animal dalam mobile device dengan aplikasi pendukung dalam PC dengan menggunakan teknologi Bluetooth?

1.3 Tujuan
Tujuan dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
a) membuat aplikasi Virtual Animal yang berupa MIDlet menggunakan bahasa pemrograman J2ME dengan spesifikasi MIDP 2.0 dan CLDC 1.1 yang dapat dijalankan pada mobile device;
b) memperhatikan efektifitas dan efisiensi penggunaan resource yang tersedia dalam mobile device agar aplikasi Virtual Animal dapat berjalan dengan baik;
c) membuat aplikasi pendukung seperti item mall pada perangkat PC yang berlaku sebagai toko untuk mendukung aplikasi Virtual Animal;
d) membangun hubungan komunikasi jaringan antara mobile device dengan perangkat PC menggunakan teknologi Bluetooth sebagai penghubung aplikasi Virtual Animal dengan aplikasi pendukung lainnya.

1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
- aplikasi Virtual Animal hanya memiliki satu tokoh binatang peliharan untuk mewakili varian tokoh binatang yang dapat dibuat dalam aplikasi tersebut;
- tokoh binatang dalam aplikasi Virtual Animal dapat melakukan aksi makan, tidur, dan berlatih lari;
- tokoh binatang dalam aplikasi Virtual Animal memiliki atribut power (kekuataPi), flexibility (kelenturan), dan self-confidence (percaya diri);
- pemain dapat memiliki beberapa tokoh binatang dalam sebuah aplikasi yang dibedakan dengan identitas nama, jenis kelamin, dan umur;
- nilai atribut dari tokoh binatang dalam aplikasi Virtual Animal dapat diubah dengan melakukan aksi tertentu serta dipengaruhi oleh waktu;
- pembelian barang kebutuhan dari binatang dalam aplikasi Virtual Animal dapat dilakukan pada item mall atau toko yang tersedia dalam perangkat PC menggunakan koneksi Bluetooth;
- toko atau item mall yang merupakan aplikasi tambahan untuk mendukung aplikasi Virtual Animal menyediakan persediaan barang yang tak hingga, harga yang sudah diatur sejak awal, dan tidak memiliki GUI;

1.5 Metoda Penelitian
Tahapan-tahapan dalam pelaksanaan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
a) studi pustaka dan literatur;
b) Perancangan aplikasi Virtual Animal pada perangkat mobile device serta aplikasi pendukungnya berupa item mall;
c) Pembangunan aplikasi Virtual Animal menggunakan bahasa pemrograman J2ME dengan spesifikasi MIDP 2.0 CLDC 1.1, serta aplikasi pendukung item mall menggunakan bahasa pemrograman J2SE 1.6;
d) Pengujian aplikasi Virtual Animal pada perangkat mobile device dan pengaksesan item mall menggunakan koneksi Bluetooth.

1.6 Sistematika Penulisan
Penulisan tugas akhir ini terbagi menjadi lima bab. Kelima bab tersebut adalah
sebagai berikut.
BAB I. PENDAHULUAN
Bab I berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, metodologi penulisan, serta sistematika penulisan.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab II berisi tentang tinjauan pustaka dari pemrograman dengan J2ME, J2SE, dan teknologi bluetooth.
BAB III. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM
Bab III berisi tentang perancangan dan implementasi aplikasi yang akan dibangun dalam pelaksanaan tugas akhir ini, yaitu aplikasi permain Virtual Animal dan rancangan modul pendukung aplikasi tersebut.
BAB IV. PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM
Bab IV berisi tentang pengujian dan analisis aplikasi permainan Virtual Animal dalam suatu skenario alur cerita permainan, dan mengamati penggunaan memori dengan fasilitas memori monitor yang diberikan oleh emulator WTK 2.5.1.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
Bab V berisi kesimpulan akhir dan saran pengembangan selanjutnya.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 14:11:00

TESIS KORELASI HITUNGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KONDISI KEMISKINAN

(KODE : PASCSARJ-0097) : TESIS KORELASI HITUNGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KONDISI KEMISKINAN (PRODI : STUDI PEMBANGUNAN)




Bab I
Pendahuluan


I.l Latar Belakang
Hakekat pembangunan dalam suatu wilayah adalah proses multidimensional yang mencakup perubahan yang mendasar meliputi struktur-struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional dengan tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan. Pembangunan juga merupakan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan tanpa mengabaikan kerjasama, kebutuhan dasar, dan keinginan mayoritas individu maupun kelompok sosial yang ada untuk bergerak maju menuju suatu kondisi yang lebih baik (SULASDI, 2006).
Dapat dikatakan bahwa pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian proses sosial, ekonomi dan institusional demi mencapai kehidupan yang lebih baik. Apapun komponen spesifik atas "kehidupan yang lebih baik" itu, pembangunan di semua masyarakat paling tidak memiliki tiga tujuan inti yaitu peningkatan ketersediaan kebutuhan pokok, peningkatan standar hidup, dan perluasan pilihan ekonomis dan sosial setiap individu.
Sejalan dengan hal tersebut di atas dan dengan semangat otonomi daerah yang dituangkan pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah disempurnakan lagi oleh Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004, sistem pemerintahan di Indonesia berubah dari sistem sentralistis menjadi desentralistis sehingga untuk setiap daerah diberi kewenangan yang seluas-luasnya di dalam menyelenggarakan otonomi daerah dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya sendiri. Tetapi sebenarnya desentralisasi mengandung resiko, salah satunya adalah masalah pemerataan. Untuk melaksanakan pembangunan yang secara adil dan merata, isu strategis yang menjadi tantangan pembangunan nasional adalah tingkat kemiskinan yang masih tinggi dan semakin bertambahnya penduduk miskin.
Adanya kemiskinan di dalam suatu wilayah merupakan potret bahwa pembangunan itu secara umum kurang berhasil sehingga pada dasarnya keberhasilan pembangunan suatu wilayah tergantung pada kegiatan pembangunan dan pemerataan hasil-hasilnya.
Kunci desentralisasi yang sukses adalah sikap dan perilaku pemerintah pusat yang menjamin desentralisasi berjalan sesuai dengan kepentingan masyarakat sehingga kesepakatan sosial harus dibuat. Kesepakatan itu adalah bahwa sebagai warga negara Indonesia berhak atas pembangunan baik pembangunan ekonomi maupun pembangunan manusia. Standar pembangunan manusia yang menjadi kesepakatan antara lain berhak untuk bisa membaca dan menulis, untuk hidup sehat, untuk bisa mendapatkan penghasilan yang layak, untuk mendapat rumah yang memadai, dan untuk hidup sebagai satu bangsa dengan damai dan aman. Diharapkan dengan desentralisasi atau yang lebih populer disebut otonomi daerah dapat memotivasi daerah-daerah tingkat propinsi maupun kabupaten/kota untuk lebih memprioritaskan mengurangi kemiskinan dan mempersiapkan diri dalam sumberdaya manusia yang handal.
Pada tahun 1996, untuk pertama kalinya Badan Pusat Statistik (BPS) dan United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia mempublikasikan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai alat tolok ukur pembangunan manusia. IPM mengukur aspek-aspek yang relevan dengan pembangunan manusia melalui indeks komposit yang terdiri dari tiga komponen utama yaitu kesehatan, pendidikan, dan pendapatan (daya beli). Pada saat ini IPM dianggap lebih mencerminkan hasil-hasil pembangunan yang berfokus pada pembangunan manusia.
Sejak diterbitkan dan dipublikasikan IPM menjadi suatu perbincangan yang hangat sebagai alat ukur tunggal dan sederhana. IPM sangat cocok sebagai alat ukur kinerja pembangunan khususnya pembangunan manusia yang dilakukan di suatu wilayah pada waktu tertentu atau secara spesifik IPM merupakan alat ukur kinerja dari pemerintahan suatu wilayah.
Publikasi tentang IPM memberikan semangat terhadap propinsi-propinsi bahkan kabupaten/kota dengan melakukan hitungan IPM untuk kepentingan daerahnya. Upaya untuk menghitung IPM sampai ke tingkat kabupaten/kota sangat penting karena proses desentralisasi yang berjalan di Indonesia memindahkan sebagian besar proses pembangunan ke tangan pemerintah daerah dan masyarakat lokal. Untuk itu, tentu dibutuhkan pemahaman yang lebih baik tentang kondisi setempat dengan dukungan data yang lebih memadai bagi semua kabupaten/kota di Indonesia.
Seperti daerah pada umumnya, dengan adanya desentralisasi pembangunan di Kota X tidak hanya tertuju pada pembangunan ekonomi saja tetapi pembangunan manusia juga merupakan prioritas utama, penduduk ditempatkan sebagai objek dan sekaligus subjek pembangunan. Konsep ini menempatkan manusia sebagai titik pusat dan sekaligus modal dasar kekuatan, menjadi faktor yang dominan dan menjadi sasaran utama bagi pembangunan itu sendiri. Pemerintah Kota X melalui misi dan agenda-agenda pembangunannya secara eksplisit telah melaksanakan pembangunan manusia. Upaya-upaya peningkatan kualitas penduduk sebagai sumberdaya dapat dilihat dari berbagai aspek yaitu pendidikan, kesehatan, kesejahteraan ekonomi maupun aspek non fisik dalam hal ini agama dan budaya.
IPM yang merupakan tolok ukur pembangunan suatu wilayah sebaiknya berkorelasi positif terhadap kondisi kemiskinan di wilayah tersebut karena diharapkan suatu daerah yang memiliki nilai IPM tinggi, idealnya kualitas hidup masyarakat juga tinggi atau dapat dikatakan pula bahwa jika nilai IPM tinggi, maka seharusnya tingkat kemiskinan masyarakat rendah. Kemiskinan dapat ditinjau dari berbagai macam sudut pandang baik dari aspek ekonomi maupun dari aspek sosial. Aspek ekonomi antara lain adalah kepemilikan lahan, kualitas rumah, pendapatan keluarga, pengeluaran kesehatan sedangkan aspek sosial dapat dilihat dari hal-hal seperti fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, kesehatan ibu dan balita dan lain-lain.
Pada kenyataannya, besaran nilai IPM tidak menjamin tingkat kesejahteraan masyarakat akan tinggi atau tidak menjamin tingkat kemiskinan masyarakat akan rendah, sebagai contoh hal ini tercermin dari tabel sebagai berikut.

* tabel sengaja tidak ditampilkan *

Tabel I.1 menunjukkan bahwa kenaikan nilai IPM yang merupakan hasil pengukuran keberhasilan pembangunan manusia tidak serta merta diikuti dengan pengurangan jumlah penduduk miskin. Salah satu penyebabnya adalah hitungan nilai IPM didasari oleh nilai agregat yang menggunakan prinsip nilai rata-rata sehingga terjadi ketidakakuratan hitungan nilai IPM tersebut.
Hitungan dan publikasi IPM di X yang telah dilakukan sejak XXXX sampai dengan sekarang menunjukkan peningkatan. IPM tersebut di X digunakan sebagai patokan dasar dalam perencanaan pembangunan. Sedemikian penting IPM tersebut, sehingga sudah seharusnya hitungan IPM dilakukan dengan data yang selalu diperbaharui dan akurat. Peran IPM sebagai alat ukur pembangunan akan lebih terlihat bila dilengkapi dengan data basis dan hitungan yang benar sampai ke wilayah terkecil dan tidak mengabaikan kondisi kemiskinan, sehingga diharapkan perencanaan pembangunan akan benar-benar memihak masyarakat tanpa terkecuali.

I.2 Rumusan Permasalahan Penelitian
Pembangunan merupakan realisasi dan aspirasi suatu bangsa. Tujuan pembangunan yang dimaksudkan adalah untuk melakukan perubahan secara struktural melalui upaya sistematis dan terencana. Proses perencanaan meliputi pemantauan dan evaluasi terhadap berbagai program yang telah diimplementasikan pada periode sebelumnya. Dalam konteks pembangunan daerah, IPM ditetapkan sebagai salah satu ukuran utama yang dicantumkan dalam Pola Dasar Pembangunan Daerah. Hal ini menandakan bahwa IPM menduduki satu posisi penting dalam manajemen pembangunan daerah. Fungsi IPM dan indikator pembangunan manusia lainnya akan menjadi kunci bagi terlaksananya perencanaan dan pembangunan yang terarah.
Kedudukan dan peran IPM dalam pembangunan akan lebih terlihat kalau dilengkapi dengan suatu data yang berisikan indikator yang relevan dengan IPM dan disusun sebagai suatu sistem data yang lengkap. Sistem data yang lengkap dan akurat akan lebih dapat mengkaji berbagai kendala dan implementasi program pembangunan pada periode sebelumnya, dan potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah untuk dimasukkan sebagai masukan dalam perencanaan pembangunan periode berikutnya, sehingga diharapkan nilai IPM sebagai tolok ukur pembangunan dapat mencerminkan kondisi kemiskinan masyarakat yang sesungguhnya.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, dilakukan penelitian untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan:
(1) Bagaimana implementasi hitungan IPM riil di Kota X?
(2) Bagaimana kondisi IPM riil di X?
(3) Bagaimana korelasi antara hitungan IPM dan kondisi kemiskinan di X?

I.3 Tujuan, Sasaran, dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji korelasi antara hitungan IPM dan kondisi kemiskinan di Kota X.
Sasaran yang dicapai dari penelitian ini adalah:
(1) Mengkaji hitungan IPM di Kota X.
(2) Mengkaji kondisi kemiskinan di X berdasarkan peningkatan IPM.
Penelitian ini merupakan salah satu syarat kelulusan dari pendidikan program Magister Studi Pembangunan dan diharapkan penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:
(1) Sebagai bahan masukan bagi proses perencanaan pembangunan di Kota X. Bahan masukan yang tepat dapat membawa kearah perubahan yang diinginkan yaitu pembangunan yang tepat sasaran, merata, berhasil dinikmati masyarakat dan berkelanjutan adalah yang diharapkan oleh masyarakat.
(2) Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kota X untuk menentukan kebijakan pembangunan yang berkaitan kepada capaian IPM yang sebenarnya.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini sebagai berikut:
(1) Ruang Lingkup Wilayah
Wilayah penelitian meliputi wilayah administrasi Kota X.
(2) Ruang Lingkup Materi
Materi penelitian meliputi:
(i) Hitungan IPM berdasarkan indikator-indikatornya yaitu pendidikan, kesehatan, pendapatan (daya beli). (ii) Pembangunan yang terkait dengan pencapaian IPM yaitu pembangunan pendidikan, pembangunan kesehatan, dan pembangunan ekonomi. (iii) Keterkaitan pencapaian IPM terhadap kondisi kemiskinan di wilayah X.
(3) Waktu Penelitian dilaksanakan pada Bulan Mei XXXX

1.5 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk menghitung ulang nilai IPM dengan menggunakan metode hitungan IPM yang lazim digunakan oleh BPS. Metode kualitatif digunakan sebagai penunjang data dari metode kuantitatif.
Metode kualitatif dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif eksploratif. Pendekatan deskriptif eksploratif dilakukan dengan cara studi dokumen dan wawancara.

I.6 Sistematika Penulisan Penelitian
Untuk memperoleh gambaran tentang penulisan tesis ini, sistematika penulisan tesis dapat diuraikan sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang dilakukannya penelitian yang meliputi perumusan permasalahan, tujuan, sasaran dan manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan tesis secara umum.
Bab II Konsep Pembangunan, Konsep Tolok Ukur Pembangunan, dan Konsep Kemiskinan
Bab ini berisi uraian tentang alur pikir dan perkembangan keilmuan topik kajian, konsep-konsep dan definisi-definisi yang menunjang penelitian dan menjadi literatur dasar dalam melaksanakan penelitian, meliputi konsep pembangunan, konsep tentang IPM, dan konsep kemiskinan.
Bab III Pelaksanaan Penelitian
Bab ini menguraikan secara rinci cara dan pelaksanaan penelitian dengan menggunakan metode yang dianggap mampu membantu menjawab pertanyaan penelitian.
Bab IV Gambaran Umum Kota X
Bab ini menguraikan secara jelas gambaran umum Kota X secara administratif dan geografis, kondisi pemerintahan dan kinerja pemerintahan, kondisi sosial ekonomi serta kondisi kecamatan yang ada di wilayah X.
Bab V Identifikasi dan Analisis Korelasi Hitungan Indeks
Pembangunan Manusia dan Kondisi Kemiskinan Kota X
Bab ini menguraikan analisis dan pembahasan tentang implementasi hitungan IPM sebenarnya di Kota X, keterkaitan pencapaian IPM terhadap kondisi kemiskinan di X dan program-program pemerintah yang mendukung pembangunan manusia dan pengentasan kemiskinan.
Bab VI Kesimpulan dan Saran
Bab ini menguraikan tentang ringkasan hasil analisis implementasi hitungan IPM di Kota X dan memberikan bahan masukan bagi perencanaan pembangunan di Kota X dengan memperhatikan keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki dalam penelitian ini.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 13:59:00

SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL

(KODE FISIP-AN-0011) : SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Adanya perkembangan teknologi yang semakin maju dari masa ke masa, membuat persaingan dalam dunia pekerjaan meningkat. Hal ini dikarenakan adanya globalisasi dan modernisasi. Jika suatu organisasi atau instansi tidak bisa menyikapi hal tersebut, maka kelangsungan kegiatan atau pekerjaan di dalam organisasi atau instansi tersebut akan terhambat. Untuk itu, diperlukan adanya sistem yang baik yang harus dimiliki oleh setiap organisasi. Sebuah instansi harus didukung sumber daya manusia yang cakap karena sumber daya manusia sangat berperan dalam menjalankan usaha atau kegiatan di dalam instansi tersebut (Soekidjo Notoatmodjo, 2003 : 2).
Perlu disadari, bahwa untuk mengimbangi perubahan-perubahan dan kemajuan dalam berbagai aspek yang mempengaruhi beban kerja pimpinan dituntut tersedianya tenaga kerja yang setiap saat dapat memenuhi kebutuhan. Untuk itu, seorang pimpinan harus dapat mengelola sumber daya-sumber daya secara efektif dan efisien terutama dalam pengelolaan sumber daya manusia. Dalam kondisi seperti ini, bagian kepegawaian juga dituntut harus selalu mempunyai strategi baru untuk dapat mengembangkan dan mempertahankan pegawai yang cakap yang diperlukan oleh suatu instansi. Untuk mendapatkan pegawai yang profesional dan berintegritas memang harus dimulai dari seleksi penerimaan, penempatan, promosi sampai dengan pengembangan pegawai tersebut.
Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam upaya meningkatan kinerja pegawai adalah dengan melalui pengembangan pegawai yaitu dengan melakukan pendidikan dan pelatihan (Ambar T.S dan Rosidah, 2003: 175). Untuk mencapai kinerja yang diharapkan dalam suatu organisasi atau instansi, para pegawai harus mendapatkan program pendidikan dan pelatihan yang memadai untuk jabatannya sehingga pegawai terampil dalam melaksanakan pekerjaannya (Anwar, 2005:67). Untuk meningkatkan mutu atau kinerja pegawai melalui pendidikan dan pelatihan harus dipersiapkan dengan baik untuk mencapai hasil yang memuaskan. Peningkatan mutu atau kinerja harus diarahkan untuk mempertinggi keterampilan dan kecakapan pegawai dalam menjalankan tugasnya (Widjadja, 1995:73).
Untuk menciptakan sumber daya manusia aparatur yang memiliki kompetensi tersebut diperlukan peningkatan mutu profesionalisme, sikap pengabdian dan kesetiaan pada perjuangan bangsa dan negara, semangat kesatuan dan persatuan, dan pengembangan wawasan Pegawai Negeri Sipil. Oleh sebab itu, suatu instansi harus dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Untuk meningkatkan kualitas atau kemampuan-kemampuan pegawainya tersebut, dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan. Karena pendidikan dan pelatihan merupakan bagian tidak terpisahkan dari usaha pembinaan Pegawai Negeri Sipil secara menyeluruh.
Pengembangan pegawai sangat diperlukan dalam sebuah instansi, karena dengan adanya program tersebut dapat membantu meningkatkan kemampuan dan keterampilan pegawai. Pengembangan pegawai juga dirancang untuk memperoleh pegawai-pegawai yang mampu berprestasi dan fleksibel untuk suatu instansi dalam geraknya ke rnasa depan. Pentingnya pendidikan dan pelatihan bukanlah semata-mata bagi pegawai yang bersangkutan, tetapi juga keuntungan organisasi. Karena dengan meningkatnya kemampuan atau keterampilan para pegawai, dapat meningkatkan produktivitas kerja para pegawai. Produktivitas kerja meningkat berarti organisasi yang bersangkutan akan memperoleh keuntungan (Soekidjo Notoadmodjo, 2003:31). Pendidikan dan pelatihan juga merupakan upaya untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian pegawai. Oleh karena itu setiap organisasi atau instansi yang ingin berkembang, pendidikan dan pelatihan pegawainya harus memperoleh perhatian yang lebih besar sehingga dapat meningkatkan kinerja pegawainya tersebut (Soekidjo Notoatmodjo, 2003 : 30).
Dengan adanya kesadaran akan pentingnya pendidikan dan pelatihan bagi karyawan, maka hendaknya pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dapat dilakukan secara kontinue atau berkelanjutan. Dan dengan adanya pemberian pendidikan dan pelatihan bagi pegawai negeri sipil, maka diharapkan para birokrat dapat mempersembahkan kinerja yang maksimal bagi instansinya. Melihat pentingnya sumber daya manusia dalam suatu organisasi atau instansi, maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa manusia adalah aset yang paling penting dan berdampak langsung pada organisasi atau instansi tersebut dibandingkan dengan sumber daya-sumber daya lainnya. Karena manusia memberikan tenaga, bakat, kreativitas, dan usaha mereka kepada organisasi atau instansi tersebut.
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja sebagai suatu instansi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat secara langsung dalam bidang ketenagakerjaan juga harusnya mampu mempersembahkan kinerja yang terbaik kepada masyarakat. Dalam hal ini, dinas tenaga kerja juga telah memberikan program diklat setiap tahunnya kepada pegawainya demi meningkatkan kinerja dan menunujukkan eksistensinya kepada masyarakat. Hal ini terbukti dengan pemberian program diklat baik diklat prajabatan maupun diklat jabatan yang terdiri dari diklat fungsional, dan diklat pimpinan yang diselenggarakan tiap tahun bagi para pegawai Dinas Tenaga Kerja Kota X.
Pada tahun 2009 ada sekitar 8 orang pegawai negeri sipil Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota X yang mengikuti program diklat baik di tingkat diklat prajabatan, diklat fungsional maupun diklat struktural. Pengadaan Diklat ini ditujukan agar PNS memiliki kemampuan administrasi dasar terutama dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Berkaitan dengan peranan Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota X dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, Dinas Tenaga Kerja Kota X dipandang cukup responsive dan memiliki kinerja yang cukup baik kepada masyarakat.
Namun, sampai saat ini masih banyak kendala-kendala yang dihadapi Dinas tenaga Kerja Kota X dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tersebut. Adapun kendala-kendala tersebut misalnya seperti belum adanya indikator pengukur kinerja para pegawai, sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang yang masih kurang, sistem aplikasi komputer yang belum stabil dan masih belum mencukupi, serta prosedur dan peraturan yang belum mapan yang disebabkan karena adanya penggabungan Kantor Sosial ke dalam Dinas Tenaga Kerja berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 3 tahun 2010.
Untuk tahun 2010 ini, Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja telah merencanakan untuk mengirim 24 orang pegawainya untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan. Dengan adanya pelaksanaan pendidikan dan pelatihan kepada para PNS Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota X diharapkan dapat meningkatkan kinerja pegawai yang dilihat dari kuantitas kerja, kuantitas kerja dan prestasi kerja dalam melaksanakan pekerjaannya.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merasa tertarik dalam melakukan penelitian mengenai "Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil Dinas Tenaga Kerja Kota X"

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan dari latar belakang di atas, maka penulis di dalam melakukan penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut:
"Seberapa Besar Pengaruh Pendidikan Dan Pelatihan Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota X"

C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian ilmiah dimaksudkan untuk mengembangkan hasil penelitian tersebut untuk kemajuan ilmu pengetahuan. Tujuan penelitian harus sejalan atau konsisten terhadap judul dan permasalahan penelitian. Dalam rumusan penelitian harus tercantum jawaban dan permasalahan penelitian (Amirin, 1987 : 86).
Berdasarkan uraian diatas, tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui Pengaruh Pelatihan terhadap Kinerja Pegawai Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota X.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah, berdasarkan kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.
2. Bagi Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas X, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai referensi bagi mahasiswa yang tertarik dalam bidang ini demi terciptanya suatu karya ilmiah.
3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumbangan pemikiran dan masukan bagi instansi terkait dalam meningkatkan kinerja Pegawai Negeri Sipil Dinas Sosial dan tenaga Kerja Kota X.

E. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,dimana rumusan maalah penelitian telah dirumuskan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang elevan, belum berdasarkan fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.(Sugiyono, 2005:70).
Berdasarkan uraian pada kerangka teori dan pengertian-pengertian yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan penulis adalah sebagai berikut:
Hipotesis nol (Ho) : Tidak ada pengaruh pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja PNS Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota X.
Hipotesis Kerja (Ha) : Ada pengaruh pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja PNS Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota X.

F. Definisi Konsep
Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial. Menurut Singarimbun (1995 : 33), konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi.
Untuk mendapatkan batasan-batasan yang lebih jelas mengenai variabel-variabel yang akan diteliti, maka defenisi konsep yang digunakan dalam pengertian ini adalah :
1. Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan Pelatihan adalah merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian manusia
2. Kinerja PNS
Kinerja PNS adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) yang dicapai oleh pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab atau beban kerja yang diberikan padanya.

G. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara menyusun suatu variabel sehingga dalam pengukuran ini dapat diketahui indikator-indikator pendukung apa saja yang dianalisa dari variabel tersebut. Suatu definisi operasional merupakan spesialisasi kegiatan penelitian dalam mengukur suatu variabel.
Adapun indikator-indikator yang dapat mengukur variabel-variabel tersebut diatas meliputi :
1. Pendidikan dan Pelatihan (Variabel X), indikatornya :
1.1 Waktu pelaksanaan DIKLAT, yang mencakup :
a. Frekuensi Peserta Mengikuti Diklat
b. Kesesuaian Pelaksanaan Diklat dengan waktu yang ditetapkan
1.2 Peserta DIKLAT, yang mencakup :
a. Intensitas kehadiran peserta
b. Latar Belakang Pendidikan
1.3 Metode Penyampaian materi DIKLAT, yang mencakup :
a. Mekanisme Penyampaian materi DIKLAT oleh instruktur
b. Peran/partisipasi aktif peserta dalam kegiatan DIKLAT
c. Komunikasi antara instruktur dan peserta DIKLAT
1.4 Instruktur, yang mencakup
a. Kemampuan/penguasaan instruktur terhadap materi DIKLAT
1.5 Sarana dan Prasarana DIKLAT, yang mencakup :
a. Kesesuaian antara tempat pelaksanaan dengan jumlahpeserta DIKLAT
b. Ketersediaan peralatan, perlengkapan dan kebutuhan DIKLAT
1.6 Materi DIKLAT, yang mencakup :
a. Kesesuaian materi DIKLAT dengan tugas dan pekerjaan peserta.
b. Penerapan/aplikasi materi diklat dalam pelaksanaan tugas
2. Variabel Y (Variabel terikat) yaitu Kinerja PNS, indikatornya :
2.1 Kualitas Pelayanan yang meliputi:
a. tingkat penyelesaian terhadap pelaksanaan tugas
b. tingkat kesalahan dalam pelaksanaan tugas
2.2 Kuantitas Pekerjaan
a. tingkat kecepatan dalam penyelesaian tugas
b. tingkat produktivitas pegawai
2.3 Prestasi kerja
a. tingkat keaktifan dalam bekerja
b. tingkat pencapaian prestasi

H. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, definisi operasional dan sistematika penulisan.
BAB II : METODE PENELITIAN
Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, teknik analisa data.
BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan gambaran umum mengenai lokasi penelitian, berupa sejarah, visi dan misi.
BAB IV : PENYAJIAN DATA
Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi yang dianalisis.
BAB V : ANALISA DATA
Bab ini memuat kajian dan analisa data yang diperoleh dari lokasi penelitian
BAB VI : PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 13:42:00

SKRIPSI PENGARUH MUTASI TERHADAP SEMANGAT KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL

(KODE FISIP-AN-0010) : SKRIPSI PENGARUH MUTASI TERHADAP SEMANGAT KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan pada hakekatnya adalah kesadaran atau keinsyafan untuk melakukan kegiatan memperbaiki, mendirikan bahkan menumbuhkan serta meningkatkan daya upaya yang mengarah kepada keadaan yang lebih baik dengan dilandasi oleh semangat, kemauan dan tekad yang tinggi yang bertujuan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia pada umumnya.
Tujuan tersebut baru dapat dicapai apabila pembangunan nasional dilaksanakan secara menyeluruh dengan pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya bukan manusia, serta pelaksanaan pembangunan disegala bidang, terencana, terarah, bertahap dan berkesinambungan. Salah satu bidang tersebut adalah pembangunan manusia seutuhnya. Dalam hal ini keberhasilan pembangunan tergantung pada aspek manusianya yakni sebagai pemimpin, pelaksana dan pengelola sumber daya yang ada dalam nagara, yang dalam hal ini adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS), terutama Pada Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi Dan Sosial Daerah Kabupaten X.
Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi Dan Sosial Daerah Kabupaten X yang merupakan aparatur negara yang menyelenggarakan pemerintahan dalam melaksanakan pembangunan nasional merupakan tulang punggung pemerintah. Kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional terutama tergantung pada kesempurnaan apratur negara baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah. Dalam ragka mencapai tujuan nasional sebagaimana dikemukakan di atas, diperlukan adanya pegawai negeri sipil yang penuh kesediaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, negara dan pemerintah serta bersatu padu, bermental baik, berwibawa, kuat berdaya guna, bersih, berkualitas tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur Negara, abdi Negara dan abdi masyarakat.
Dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1999 tentang pokok-pokok kepegawaian, dan tentang wewenang pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian pegawai negeri sipil diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000. Kedua Peraturan perundang-undangan tersebut merupakan pedoman pelaksanaan mutasi kepegawaian di setiap instansi pemerintah umum dan daerah terutama pada Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi Dan Sosial Daerah Kabupaten X.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1999, bahwa yang termasuk pegawai pegawai negeri sipil adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas Negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan satu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sempurna sebagaimana diamksudkan di atas, maka pegawai negeri sipil perlu dibina dengan sebaik-baiknya dan diadakan pengembangan.
Tujuan pembinaan dan pengembangan (Fathoni, 2006:194) tersebut diharapkan agar setiap pegawai yang ada dalam organisasi yang bersangkutan dapat memberikan prestasi kerja yang sebaik-baiknya sehingga benar-benar dapat berfungsi sebagai penghasil kerja yang tepat guna sesuai dengan sasaran organisasi yang hendak dicapai, terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan dan terwujudnya pegawai-pegawai yang setia dan taat kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah, sehingga pegawai hanya mengabdi kepada kepentingan negara dan masyarakat, demi terwujudnya aparatur yang bersih dan berwibawa.
Salah satu bentuk dari pengembangan terhadap pegawai negeri sipil adalah mutasi sebagai penjelmaan/perwujudan dari dianamika organisasi yang dijadikan sebagai salah satu cara untuk mencapai tujuan organisasi.
Mutasi tidak terlepas dari alasan untuk mengurangi rasa bosan pegawai kepada pekerjaan serta meningkatkan motivasi dan semangat kerja pegawai, selain itu untuk memenuhi keinginan pegawai sesuai dengan minat dan bidang tugasnya masing-masing dimana dalam kegiatan pelaksanaan mutasi kerja sering disalah tafsirkan orang yaitu sebagai hukuman jabatan atau didasarkan atas hubungan baik antara atasan dengan bawahan.
Dalam pelaksanaan mutasi harus benar-benar berdasarkan penilaian yang objektif dan didasarkan atas indeks prestasi yang dicapai oleh karyawan mengingat sistem pemberian mutasi dimaksudkan untuk memberikan peluang bagi para pegawai negeri sipil untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Semangat kerja pegawai juga dapat menurun apabila pihak atasan tidak memperhatikan kepentingan para bawahan. Hal ini akan menurunkan semangat kerja para pegawai. Indikator dari turunnya semangat kerja antara lain rendahnya produktivitas, tingkat absensi pegawai tinggi, gaji rendah, dan Iain-lain. Dengan demikian pastilah akan mempengaruhi semangat kerja pegawai dalam suatu organisasi.
Hal inilah yang mendorong penulis untuk meneliti masalah mutasi yang dikaitkan dengan semangat kerja pegawai dengan pemikiran bagaimana upaya untuk menumbuhkan semangat kerja dikalangan pegawai sehingga semangat kerja pegawai dapat meningkat, khususnya pegawai pada Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi Dan Sosial Daerah Kabupaten X.
Berdasarkan uraian singkat di atas, penulis tertarik untuk meneliti dan membahas hal ini menjadi sebuah objek penelitian, adapun judul yang penulis ajukan adalah :
"Pengaruh Mutasi Terhadap Semangat Kerja Pegawai Negeri Sipil Pada Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi Dan Sosial Daerah Kabupaten X".

B. Perumusan Masalah
Sebagaimana lazimnya suatu penelitian adalah suatu kegiatan atau pemecahan masalah, sehingga dalam suatu penelitian untuk mendapatkan hasil yang baik harus dirumuskan permasalahan secara baik pula.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, yaitu adanya hubungan antara mutasi kerja dengan semangat kerja, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
"Bagaimana pengaruh mutasi di dalam semangat kerja seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi Dan Sosial Daerah Kabupaten X”.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dapat dicapai melalui penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh mutasi di dalam peningkatan semangat kerja Pegawai Negeri Sipil pada Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial Daerah Kabupaten X.
2. Untuk mengetahui semangat kerja para Pegawai Negeri Sipil pada Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial Daerah Kabupaten X.
3. Untuk mengetahui frekwensi mutasi pada Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial Daerah Kabupaten X.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial Daerah Kabupaten X, sebagai bahan masukan terhadap pelaksanaan mutasi secara efektif
dan efisien.
2. Bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas X, sebagai pelengkap referensi penelitian dalam bidang Ilmu Administrasi Negara.
3. Bagi penulis sendiri, untuk menambah ilmu pengetahuan di dalam pelaksanaan mutasi di lapangan.
4. Bagi para pegawai, sebagai salah satu pengukur untuk mengatasi kejenuhan kerja.

E. Hipotesis
Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut: "Pelaksanaan mutasi pegawai negeri sipil dilakukan dengan baik dan benar akan berpengamh terhadap semangat kerja pegawai di lingkungan Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial Daerah Kabupaten X".

F. Defenisi Konsep
Untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang akan diteliti, maka perlu ditetapkan defenisi konsep yaitu :
1. Mutasi adalah segala sesuatu perubahan mengenai seorang pegawai negeri sipil seperti pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, pemensiunan, perubahan susunan keluarga dan Iain-lain. Namun mengingat banyaknya jenis mutasi pegawai, maka dalam hal ini dibatasi hanya mengenai mutasi dalam hal perubahan jabatan kerja saja.
2. Semangat kerja adalah kesediaan seorang pegawai atau kemauan aparatur pemerintah untuk melaksanakan pekerjaan secara giat dan konsekwen sesuai dengan kedudukan dan fiingsinya di dalam organisasi demi mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.
3. Pengaruh Mutasi terhadap semangat kerja pegawai yaitu dengan dilaksanakannya mutasi secara tepat dan sesuai dengan peraturan yang berlaku maka mutasi tersebut akan berdampak positif terhadap pegawai seperti meningkatnya semangat kerja pegawai.

G. Definisi Operasional
Menurut Singarimbun (1999 : 46), defenisi operasional merupakan petunjuk bagaimana suatu variabel dapat diukur. Defenisi operasional dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Bebas (Mutasi), indikatornya sebagai berikut:
a. Frekwensi mutasi
Frekwensi mutasi adalah tingkat keseringan pelaksanaan mutasi atau pemindahan jabatan dalam organisasi.
b. Alasan mutasi
Alasan mutasi adalah alasan-alasan atau motivasi yang mendorong dilaksanakannya perpindahan atau mutasi tersebut. c. Ketepatan dalam melaksanakan mutasi yang disesuaikan dengan :
- Kemampuan kerja pegawai
- Tingkat pendidikan
- Lamanya masa menjabat
- Tanggung jawab atau beban kerja
- Kesenangan atau keinginan pegawai
- Kebijaksanaan atau peraturan yang berlaku
- Kesesuaian antara yang lama dan jabatan yang baru
2. Variabel Terikat (semangat kerja), dapat diukur melalui indikator-indikatornya:
a. Produktivitas Kerja
Produktivitas kerja adalah hasil dari suatu pekerjaan yang dilakukan pegawai.
b. Kepuasan terhadap tugas
Kepuasan terhadap tugas adalah kepuasan para pegawai terhadap tugas dan pekerjaannya karena memperoleh tugas yang disukainya.
c. Tingkat kehadiran, yakni persentase kehadiran dalam tugas setiap hari.
d. Rasa keamanan
Rasa keamanan adalah adanya rasa keamanan dan ketenangan jiwa, atas jaminan kepastian serta perlindungan terhadap segala sesuatu yang dapat membahayakan diri pribadi dan karir dalam pekerjaan.
e. Gaji
Gaji adalah hasil yang diterima pegawai atas hasil kerjanya.

H. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, hipotesis, defenisi konsep, defenisi operasional dan sistematika penulisan.
BAB II METODE PENELITIAN
Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, teknik penentuan skor dan teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian.
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian berupa sejarah singkat dan struktur organisasi Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten X.
BAB IV PENYAJIAN DATA
Bab ini memuat penyajian data yang dilakukan dengan menguraikan hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan menganalisanya berdasarkan metode yang digunakan.
BAB V ANALISA DATA
Bab ini memuat pembahasan atau interpretasi dari data-data yang disajikan pada bab-bab sebelumnya atau bab IV.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini memuat kesimpulan dan saran dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 13:40:00

SKRIPSI PENGARUH KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI PT. X

(KODE FISIP-AN-0009) : SKRIPSI PENGARUH KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI PT. X




BAB I
PENDAHULUAN 


1.1. Latar Belakang
Dalam era globalisasi, masalah sumber daya manusia menjadi sorotan maupun tumpuan bagi perusahaan untuk tetap dapat bertahan. Sumber daya manusia mempakan peran utama dalam setiap kegiatan perusahaan. Walaupun banyaknya sarana dan prasarana serta sumber daya, tanpa dukungan sumber daya manusia kegiatan perusahaan tidak akan berjalan dengan baik. Dengan demikian sumber daya manusia mempakan kunci pokok yang harus diperhatikan dalam segala kebutuhannya. Sumber daya manusia akan menentukan keberhasilan pelaksanaan kegiatan perusahaan. Untuk itu dalam mencapai tujuan organisasi dibutuhkan kompetensi sumber daya manusia yang memadai dalam mendorong kinerja karyawan.
Setiap perusahaan dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu, dan apabila tercapai bamlah dapat dikatakan berhasil. Untuk mencapai keberhasilan, diperlukan landasan yang kuat bempa kompetensi. Dengan demikian, kompetensi menjadi sangat berguna untuk membantu organisasi meningkatkan kinerjanya. Kompetensi sangat diperlukan dalam setiap proses sumber daya manusia. Semakin banyak kompetensi dipertimbangkan, maka semakin meningkat pula kinerjanya.
Perusahaan akan berkembang dan mampu bertahan dalam lingkungan persaingan yang kompetitif apabila didukung oleh pegawai-pegawai yang berkompeten di bidangnya. Kompetensi pegawai yang terdiri dari pengetahuan {knowledge), kemampuan/keterampilan {skill), sikap {attitude) disesuaikan dengan bidang pekerjaan yang dibutuhkan oleh organisasi, sehingga dapat menghasilkan kinerja pegawai yang berprestasi.
Kompetensi merupakan suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Dengan demikian, kompetensi menunjukkan keterampilan dan pengetahuan yang dicirikan oleh profesionalisme dalam suatu bidang tertentu sebagai sesuatu yang terpenting atau sebagai unggulan bidang tersebut.
Sedangkan kinerja merupakan tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Kinerja juga dapat dipandang sebagai proses tentang bagaimana pekerjaan berlangsung untuk mencapai hasil kerja. Namun, hasil pekerjaan itu sendiri menunjukkan kinerja. Kinerja di dalam organisasi dilakukan oleh segenap sumber daya manusia dalam organisasi, baik unsur pimpinan maupun pekerja. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi sumber daya manusia dalam menjalankankan kinerjanya. Terdapat faktor yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya.
Perusahaan membutuhkan tim solid untuk menjawab tantangan dunia. Namun sayangnya banyak perusahaan tidak memiliki karyawan andal untuk berkompetisi. Ironisnya, mereka yang telah bekerja dalam waktu lama bukannya semakin pintar, sebaliknya malah semakin tidak sanggup menerima tantangan baru. Selain itu masalah lain yang muncul yaitu banyak karyawan yang pintar tapi jika tidak menerjemahkan kepandaiannya ke dalam perilaku di tempat kerja yang efektif, kepandaian itu tidak berguna. Jadi, kompetensi tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan, namun dapat mengerjakannya secara baik.
PT. X adalah salah satu perusahaan perkebunan yang memiliki kegiatan pembudidayaan, pengelolaan dan pemasaran terhadap komoditi utama karet dan kelapa sawit disamping komoditi perkebunan lain. Perusahaan ini dituntut untuk lebih profesional dan mampu bersaing bersaing secara global. Untuk itu, perusahaan ini membutuhkan SDM yang memiliki kompetensi yang memadai. Namun, yang menjadi permasalahan kompetensi di perusahaan ini yaitu karyawan kurang memiliki keterampilan dalam mengoperasikan program-program yang ada pada komputer. Beberapa karyawan sering melimpahkan wewenang kepada karyawan lain yang lebih memiliki keterampilan sehingga butuh waktu lama untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Kemudian informasi-informasi pekerjaan yang diterima lebih sering menggunakan bahasa Inggris sehingga sulit bagi karyawan untuk mengerti maksud dari pada tugas-tugas yang diberikan. Keadaan demikian membuat karyawan salah menerima informasi tugas. Hal tersebut juga membutuhkan waktu yang lama. Terakhir masalah kompetensi terletak pada kemampuan karyawan untuk mempertahankan budaya perusahaan. Karyawan sering tidak mematuhi peraturan-peraturan. Keterlambatan sering kali menjadi pemicu tidak selesainya pekerjaan dengan tepat waktu sehingga karyawan tidak dapat pulang tepat waktu/lembur.
Latar belakang PT. X menerapkan Model Kompetensi ini antara lain mengingat pola pengembangan SDM yang belum terintegrasi, belum adanya persyaratan standar untuk menempati suatu posisi, serta penentuan pelatihan bagi pegawai belum sistematis. Pada tahap awalnya, aplikasi kompetensi di PT. X terutama di prioritaskan untuk program pengembangan dahulu.
Setiap perusahaan perlu mengembangkan apa yang dinamakan Model Kompetensi, yaitu referensi yang disusun secara sistematis untuk pedoman pengelolaan sumber daya manusia. PT. X mengklasifikasikan kompetensi menjadi empat kelompok yaitu kompetensi inti, kompetensi manajerial, kompetensi teknis dan kompetensi pribadi. Kompetensi inti adalah pemahaman terhadap visi, misi, dan nilai-nilai perusahaan seperti kerjasama, tim, orientasi kepuasan pelanggan. Kompetensi manajerial adalah kemampuan untuk mengelola sumber daya dan mengatur pelaksanaan tugas, seperti pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, kepemimpinan, dan Iain-lain. Kompetensi teknis adalah pengetahuan dan keterampilan yang sangat spesifik dan berhubungan erat dengan jenis pekerjaan seperti perencanaan tambang, analisis finansial, aplikasi komputer, dan Iain-lain.
Teknis pelaksanaan model kompetensi ini dijabarkan dalam Katalog Kompetensi, Profil Jabatan, dan Profil Pegawai. Berdasarkan pengalaman PT. X, yang membutuhkan waktu adalah penyusunan Profil Jabatan dan Profil Pegawai. Untuk menghasilkan Profil Pegawai (Profil Individu) digunakan Metode Uji Kompetensi melalui assesmen 3600 (oleh atasan, bawahan, rekan selevel, dan pelanggan). Metode tersebut umumnya digunakan untuk level yang tinggi sedangkan level yang lebih rendah assesmen dilakukan oleh atasan saja. Dengan semakin banyaknya jumlah karyawan maka untuk memelihara database kompetensi harus ditunjang dengan aplikasi sistem informasi SDM yang terintegrasi (komputerisasi). Beberapa kendala yang perlu diperhatikan dalam implementasi model kompetensi ini antara lain dibutuhkannya waktu, resources, serta perlunya standarisasi kompetensi untuk pekerjaan yang hampir sama di beberapa departemen.
Penerapan model kompetensi didasari pertimbangan diperlukannya alat ukur untuk membedakan kompetensi serta karena kurang efektifnya training dan pengembangan karyawan. Proses implementasi Model Kompetensi di PT. X diawali dengan minta dukungan dari manajemen perusahaan, training kepada HC {human capital) dan para Manajer, penyusunan interfunctional competency, dan dilanjutkan dengan penyusunan functional competency oleh masing-masing departemen, serta penyusunan formulir untuk teknis pelaksanaannya. Model Kompetensi ini juga diintegrasikan dengan penilaian kinerja tahunan dan dijadikan dasar untuk menyusun program pengembangan. Mengingat bahwa dalam penerapan model kompetensi ini perlu diantisipasi kemungkinan hambatan, dimana beberapa diantaranya adalah butuh waktu lama, butuh pemahaman oleh para Manajer, manajer enggan melaksanakan karena merasa tak butuh, terlalu rinci dan sulit untuk dilaksanakan, serta karyawan mengira ada kaitannya dengan penggajian dan hirarki kepangkatan.
Dari penjelasan di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul "Pengaruh Kompetensi SDM terhadap Kinerja Karyawan di Kantor Besar PT. X, Tbk)".

1.2. Perumusan Masalah
Untuk dapat mempermudah penelitian ini nantinya, dan agar penelitian ini memilki arah yang yang jelas maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahan yang akan diteliti.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dijelaskan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah "Apakah Kompetensi SDM berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan di PT. X"?

1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
"Untuk mengetahui apakah kompetensi sumber daya manusia berpengaruh terhadap kinerja karyawan di PT. X".

1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi penulis, bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan menulis karya ilmiah dan menjadi masukan pengetahuan bagi penulis tentang pengaruh kompetensi sumber daya manusia terhadap kinerja karyawan.
2. Bagi instansi, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan ataupun informasi tentang pengaruh kompetensi SDM terhadap kinerja karyawan khususnya di PT. X, Tbk.
3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu menyumbang khazanah ilmiah dan kepustakaan baru dalam penelitian sosial.
4. Bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, penelitian sebagai bahan masukan bagi fakultas dan menjadi referensi tambahan bagi mahasiswa-mahasiswi di masa mendatang.

1.5 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang dikumpulakan melalui pengumpulan data. (Sugiyono, 2005: 70)
Adapun hipotesis penelitian yang dikemukakan penulis yaitu:
"Terdapat pengaruh yang positif antara Kompetensi Sumber Daya Manusia Terhadap Kinerja Karyawan P.T X".

1.6 Definisi Konsep
Berdasarkan pengertian di atas maka penulis mengemukakan beberapa konsep yaitu:
a. Kompetensi Sumber Daya Manusia adalah kemampuan karyawan untuk melaksanakan satu tugas, peran atau tugas, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi, dan kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan.
b. Kinerja Karyawan adalah tingkat pencapaian hasil oleh karyawan dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan.

1.7 Definisi Operasional
Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Dengan kata lain defenisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. (Singarimbun, 1995: 46)
1. Variabel bebas (X) Kompetensi Sumber Daya Manusia, dengan indikator (Hutapea danNurianna, 2008: 28):
a. Pengetahuan yang berkaitan dengan pekerjaan yang meliputi:
1. Mengetahui dan memahami pengetahuan di bidangnya masing-masing yang menyangkut tugas dan tanggung jawabnyaaq dalam bekerja.
2. Mengetahui pengetahuan yang berhubungan dengan peraturan, prosedur, teknik yang baru dalam perusahaan.
b. Mengetahui bagaimana menggunakan informasi, peralatan, dan taknik yang tepat dan benar.
c. Keterampilan individu meliputi
1. Kemampuan dalam berkomunikasi dengan baik secara tulisan.
2. Kemampuan dalam berkomunikasi dengan jelas secara lisan.
d. Sikap kerja
1. Memiliki kemampuan dalam berkreativitas dalam bekerja.
2. Adanya semangat kerja yang tinggi.
3. Memiliki kemampuan dalam perencanaan/ pengorganisasian.
2. Variable bebas (Y) Kinerja, dengan indikatornya yaitu Hasibuan (2002: 56):
a. Kesetiaan
Kinerja dapat diukur dari kesetiaan karyawan terhadap tugas-tugas dan tanggung jawabnya dalam organisasi.
b. Prestasi Kerja
Hasil prestasi kerja karyawan, baik kualitas maupun kuantitas dapat menjadi tolak ukur kinerja.
c. Kedisiplinan
Kedisiplinan pegawai dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada dan melaksanakan instruksi yang diberikan kepadanya dapat menjadi tolak ukur kinerja.
d. Kreativitas
Kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreativitas dan mengeluarkan potensi yang dimiliki dalam menyelesaikan pekerjaannya sehingga pekerjaan lebih berdaya guna dan berhasil guna.
e. Kerjasama
Diukur dari kesediaan karyawan dalam berpartisipasi dan bekerja sama dengan karyawan lain sehingga hasil pekerjaannya akan semakin baik.
f. Kecakapan
Kecakapan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan yang telah dibebankan kepadanya juga menjadi tolak ukur dalam meningkatkan kinerja.
g. Tanggung Jawab
Kinerja pegawai juga dapat diukur dari kesediaan karyawan dalam mempertanggungjawabkan pekerjaan dan hasil kerjanya.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 13:38:00

SKRIPSI PENGARUH SISTEM REKRUTMEN TERHADAP PENEMPATAN KERJA

(KODE EKONMANJ-0054) : SKRIPSI PENGARUH SISTEM REKRUTMEN TERHADAP PENEMPATAN KERJA




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Sumber daya manusia merupakan hal yang sangat penting dalam pencapaian tujuan perusahaan. Kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada sejauh mana perusahaan mampu memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman dari lingkungan eksternal dengan segala potensi dari sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Sumber daya berkualitas yang tersedia merupakan kekayaan {asset) yang tidak ternilai bagi perusahaan. Perusahaan berusaha memperoleh dan menempatkan karyawan yang tepat sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing agar tujuan perusahaan dapat tercapai. Sistem rekrutmen dan penempatan kerja karyawan lakukan sesuai dengan potensi sumber daya manusia.
Pelaksanaan rekrutmen terhadap calon karyawan dimaksudkan agar perusahaan dapat memperoleh karyawan yang berkualitas dan mampu merealisasikan tujuan perusahaan. Prinsip the right man on the right place harus merupakan pegangan bagi manajer personalia dalam menempatkan karyawan dalam perusahaan.
Kegagalan dalam melakukan rekrutmen dan penempatan kerja akan mempengaruhi kinerja karyawan yang selanjutnya menjadi penghambat bagi proses pencapaian tujuan perusahaan. Sistem rekrutmen dan penempatan kerja yang dilakukan dengan tepat dan sesuai dengan kebutuhan bertujuan agar tercapainya tujuan perusahaan serta kesulitan dalam mencari dan melatih karyawan dapat dihindari.
Menurut Sastrohadiwiryo (2002:162), penempatan (placement) merupakan salah satu aspek yang penting dalam proses perencanaan sumber daya manusia, karena mempunyai hubungan yang erat dengan efesiensi dan keadilan (setiap karyawan diberikan peluang yang sama untuk berkembang).
Menurut Sastrohadiwiryo (2002:162), penempatan kerja adalah proses pemberian tugas dan pekerjaan kepada karyawan yang lulus seleksi untuk dilaksanakan sesuai ruang lingkup yang telah ditetapkan, serta mampu mempertanggungjawabkan segala resiko dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi atas tugas dan pekerjaan, wewenang serta tanggung jawab. Penempatan ini harus didasarkan pada deskripsi pekerjaan dan sfesipikasi pekerjaan yang telah ditentukan, serta berpedoman kepada prinsip "Penempatan orang yang tepat pada tempat yang tepat dan penempatan orang yang tepat untuk jabatan yang tepat". Penempatan yang tepat yang terdiri dari kesesuaian kemampuan akademis, kesesuaian pengalaman, kesesuaian kesehatan fisik dan mental, dan kesesuaian status perkawinan juga merupakan suatu cara untuk mendapatkan orang-orang yang tepat, sehingga tujuan perusahaan yang telah direncanakan akan berhasil. Dengan penempatan yang tepat, gairah kerja, mental kerja, dan kinerja karyawan akan mencapai hasil yang optimal bahkan kreativitas karyawan dapat berkembang.
Perusahaan akan mengalami kesulitan di masa yang akan datang apabila perusahaan tersebut tidak menempatkan karyawan sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Salah satu dari kesulitan itu dapat berupa turunnya semangat kerja karyawan serta tingginya labour turn over (tingkat keluar masuknya karyawan). Sistem rekrutmen yang efektif mungkin agar memperoleh karyawan yang sesuai dengan potensi sumber daya manusia dan sesuai pada tempatnya (the right man on the right place).
Menurut Mathis (2006:227), perekrutan adalah sebagai proses penarikan sejumlah calon yang berpotensi untuk diseleksi menjadi karyawan atau dapat juga diartikan, penarikan {recruitment) adalah masalah penting dalam pengadaan tenaga kerja. Penarikan berhasil jika banyak pelamar yang memasukkan lamarannya ke perusahaan sehingga peluang untuk mendapatkan karyawan yang baik terbuka lebar dan perusahaan dapat memilih terbaik dari yang baik.
Pelaksanaan sistem rekrutmen yang efektif yang dilakukan sesuai dengan tujuan, sesuai dengan peraturan dan dengan cara yang benar terhadap calon karyawan dimaksudkan agar perusahaan memperoleh karyawan yang berkualitas dan mampu merealisasikan tujuan perusahaan sehingga diharapkan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan perusahaan. Kegagalan dalam melakukan sistem rekrutmen dapat mempengaruhi penempatan kerja karyawan pada suatu perusahaan.
PT. X merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dibidang perkebunan dan mempunyai komitmen untuk mengembangkan usahanya dengan maksimal dan menciptakan lingkungan yang mendorong karyawan mengembangkan potensinya. Visi PT. X, yakni menjadikan perusahaan agro-industri berbasis perkebunan yang tangguh dan kompepetitif di pasar global dapat diwujudkan dengan dilakukannya sistem rekrutmen dan penempatan kerja karyawan yang sesuai dengan prinsip the right man on the right place dan ditempatkan sesuai diskripsi pekerjaan dan sfesipikasi pekerjaan melalui program-program yang telah dirancang untuk mendapatkan karyawan yang tepat dan berkualitas.
Sistem rekrutmen karyawan di PT. X dilakukan sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Sumber rekrutmen yang dilakukan pada PT. X berasal dari dalam dan luar perusahan yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Karyawan yang direkrut dari dalam perusahaan merupakan karyawan yang sedang promosi jabatan dan transfer jabatan sedangkan karyawan yang direkrut dari luar adalah karyawan yang direkrut dari luar perusahaan karena alasan tertentu seperti ada posisi yang kosong dikarenakan pensiun dan dengan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh pihak PT. X. Karyawan yang direkrut dari luar perusahaan mengikuti on the job training yang tujuannya untuk menyesuaikan diri karyawan dengan pekerjaan.
Survey awal yang dilakukan oleh peneliti, metode rekrutmen yang dilakukan PT. X menggunakan metode terbuka dan tertutup. Metode rekrutmen terbuka dipublikasikan ke masyarakat umum melalui media cetak dan eletronik, diharapkan lamaran banyak masuk sehingga kesempatan untuk mendapatkan karyawan yang berkualitas lebih besar. PT. X juga menggunakan sistem rekrutmen yang tertutup yang hanya diketahui oleh orang-orang yang tertentu saja. Sistem rekrutmen tertutup sifatnya terlalu pribadi atau kekeluargaan. Metode tertutup hanya diinformasikan kepada para karyawan atau orang-orang tertentu saja, akibatnya lamaran yang masuk relatif sedikit sehingga kesempatan untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan sulit dan proses penempatan yang dilakukan tidak sesuai dengan spesifikasi keahlian dalam melakukan pekerjaan pada perusahaan tersebut.

* tabel sengaja tidak ditampilkan *

Tabel 1.1 memperlihatkan bahwa banyak pelamar yang memasukkan lamarannya sehingga peluang PT. X untuk mendapatkan karyawan yang baik terbuka lebar, karena perusahaan dapat memilih terbaik dari yang baik, berkualitas, dan dapat ditempatkan pada jabatan yang tepat.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian pada Kantor Direksi PT. X dengan judul "Pengaruh Sistem Rekrutmen Terhadap Penempatan Kerja Pada Kantor Direksi PT. X".

B. Perumusan Masalah
Setiap perusahaan pada umumnya tidak terlepas dari masalah dalam upaya untuk merealisasikan tujuannya. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut: "Apakah sistem rekrutmen berpengaruh positif dan signifikan terhadap penempatan kerja pada Kantor Direksi PT. X ?".

C. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual bertujuan untuk mengemukakan secara umum menge nai objek penelitian yang dilakukan dalam kerangka dari variabel yang akan diteliti. Kerangka dalam penelitian ini mengemukakan variabel yang akan diteliti yaitu sistem rekrutmen sebagai variabel bebas (X) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap penempatan kerja sebagai variabel terikat (Y) pada Kantor Direksi PT. X agar the right man on the right place dapat terpenuhi.
Menurut Mathis (2006 : 227), perekrutan adalah sebagai proses penarikan sejumlah calon yang berpotensi untuk diseleksi menjadi pegawai atau dapat juga diartikan, yaitu penarikan (recruitment) adalah masalah penting dalam pengadaan tenaga kerja. Setelah rekrutmen dilaksanakan maka proses selanjutnya adalah pelaksanaan seleksi. Seleksi ini didasarkan kepada spesifikasi tertentu dari setiap perusahaan yang bersangkutan.
Menurut Sastrohadiwiryo (2002:162), penempatan kerja adalah proses pemberian tugas dan pekerjaan kepada karyawan yang lulus seleksi untuk dilaksanakan sesuai ruang lingkup yang telah ditetapkan, serta mampu mempertanggungjawabkan segala resiko dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi atas tugas dan pekerjaan, wewenang, serta tanggung jawabnya.
Sitem rekrutmen yang tepat akan menemukan" the rigth man on the right place". Kegagalan dalam melakukan penempatan dapat menjadi penghambat bagi proses pencapaian tujuan perusahaan. Sistem rekrutmen harus benar-benar dilakukan karena menyangkut proses jangka panjang dari karyawan sehingga orang yang tepat akan diperoleh. program rekrutmen dan penempatan kerja yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan maka tujuan perusahaan dapat tercapai.
Berdasarkan definisi di atas dapat diketahui bahwa sistem rekrutmen yang yang baik, maka akan mempengaruhi penempatan kerja dalam suatu perusahaan. Berdasarkan teori pendukung tersebut, kerangka konseptual pada penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

* gambar sengaja tidak ditampilkan *

D. Hipotesis
Menurut Sugiyono (2006:168), hipotesis adalah suatu perumusan atau kesimpulan sementara mengenai suatu penelitian yang dibuat untuk menjelaskan penelitian itu, menuntun dan mengarahkan penelitian selanjutnya. Sesuai dengan permasalahan, maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : "Sistem rekrutmen mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap penempatan kerja pada Kantor Direksi PT. X".

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh sistem rekrutmen yang dilakukan terhadap penempatan kerja pada Kantor Direksi PT. X.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi Perusahaan
Diharapkan dalam penelitian ini dapat memberikan masukan pada Kantor Direksi PT. X untuk mengetahui pengaruh sistem rekrutmen terhadap penempatan kerja.
b. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dan wawasan dengan menghubungkan teori yang didapat dalam perkuliahan dengan kenyataannya serta dapat memperdalam pengetahuan penulis dalam bidang manajemen sumber daya manusia.
c. Bagi Peneliti Lanjutan
Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan informasi yang diperlukan dan perbandingan bagi penelitian dimasa yang akan datang, yang berkaitan dengan masalah rekrutmen, dan penempatan kerja karyawan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 12:48:00