PROBABILITAS KEBERHASILAN PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI UNTUK RUMAH TANGGA SASARAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan dari waktu ke waktu. Sejak Januari sampai Oktober 2007 harga minyak mentah dunia tidak pernah mengalami penurunan dalam pergerakan bulanan. Bahkan hingga pertengahan tahun 2008 harga minyak mentah dunia cenderung mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Kenaikan harga minyak mentah dunia diduga oleh beberapa faktor, diantaranya adalah ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran, ketegangan di perbatasan Turki dan Irak karena kebijakan Turki yang akan menggunakan seluruh kekuatan militernya guna menghadapi separatis Kurdi di Irak, laju konsumsi di China dan India yang terus meroket dan melemahnya dolar AS ikut memicu kenaikan harga (Kuncoro, 2007).
Sebagaimana negara-negara penghasil minyak lainnya seharusnya Indonesia juga mendulang keuntungan karena kenaikan minyak mentah dunia. Dengan keadaan seperti ini justru APBN Indonesia terbebani semakin berat yang harus menanggung kenaikan beban subsidi BBM yang terus meningkat. Hal ini dikarenakan produksi minyak Indonesia mengalami penurunan namun tidak diimbangi penurunan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bahkan selalu meningkat dari tahun ke tahun. Selain itu produksi minyak di Indonesia kini banyak dikuasai oleh pihak asing. Selama tiga tahun terakhir Chevron Pacific Indonesia merupakan produsen minyak terbesar di Indonesia dengan menguasai 44% dari total produksi minyak Indonesia. Sedangkan Pertamina hanya duduk di peringkat kedua dengan pangsa produksi hanya 12%. Suatu hal yang sangat memprihatinkan, SDA yang seharusnya dikuasai dan dikelola oleh negara serta digunakan untuk kemakmuran rakyat justru sebagian besar dikuasai oleh pihak asing.
Perbandingan harga BBM dalam negeri dengan negara tetangga mengalami ketimpangan yang cukup signifikan. Harga BBM di dalam negeri jauh lebih murah daripada harga BBM di negara-negara tetangga. Pada Maret tahun 2008 harga BBM tertinggi terdapat di Singapura, harga premium di Singapura mencapai Rp. 13.857,- per liter, sedangkan harga premium di Indonesia hanya Rp. 4.557 per liter. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Harga BBM di Indonesia sangat murah bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Dengan perbedaan harga yang sangat tajam ini ditakutkan akan terjadi penyelundupan ke negara lain. oleh oknum-oknum yang tak bertanggung jawab. BBM yang seharusnya untuk konsumsi dalam negeri justru diselundupkan ke negara lain untuk memperoleh keuntungan pribadi karena harga di luar negeri yang jauh lebih mahal daripada di dalam negeri. Dan bila hal itu terjadi dan terus berlanjut maka yang terjadi adalah kelangkaan BBM di dalam negeri. Untuk mencegah hal itu terjadi maka pemerintah segera menyesuaikan harga BBM dalam negeri dengan harga BBM di luar negeri.
Selain hal di atas kenaikan harga BBM di Indonesia juga dikarenakan distribusi penggunaan subsidi BBM terbesar dinikmati oleh kalangan menengah ke atas. Sekitar 70% distribusi penggunaan subsidi BBM dinikmati oleh 40% masyarakat terkaya. Sedangkan 40% masyarakat miskin hanya menikmati tidak mencapai 15% dari distribusi penggunaan subsidi BBM dan sisanya dinikmati oleh kalangan menengah. Sehingga pemerintah mengambil kebijakan pengurangan subsidi BBM dengan mengalihkan ke hal lain yang lebih dapat dinikmati oleh masyarakat miskin.
Kenaikan harga BBM di Indonesia memberikan tekanan sosial dan ekonomi yang berat terhadap masyarakat. Karena dengan kenaikan harga BBM berdampak pada kenaikan dari harga barang-barang pokok sehari-hari (Sembako). Hal seperti ini memang wajar terjadi sama juga yang terjadi pada saat kenaikan harga BBM pada tahun 2005 yang diikuti juga dengan kenaikan harga sembako. Harga sembako yang terus naik sangat berdampak bagi masyarakat, khususnya masyarakat miskin. Dengan kenaikan harga kebutuhan pokok namun tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan masyarakat sehingga memperlemah daya beli masyarakat, khususnya masyarakat miskin akan mengalami kesulitan beradaptasi dengan perkembangan harga pasar. Sehingga masyarakat miskin akan mengalami penurunan taraf kesejahteraannya atau menjadi semakin miskin.
Untuk meningkatkan atau setidak-tidaknya mempertahankan daya beli masyarakat miskin pemerintah Indonesia melaksanakan program Bantuan Langsung Tunai untuk Rumah Tangga Sasaran (BLT-RTS). Program BLT-RTS merupakan salah satu program kompensasi jangka pendek selain Program Raskin dan Program Operasi Pasar Beras dan Subsidi Harga Beras TNI/Polri. Program BLT-RTS adalah sebuah program pemberian bantuan sejumlah uang tunai sebesar Rp. 100.000,- per bulan selama 7 bulan dengan rincian diberikan Rp. 300.000,- per 3 bulan (Juni-Agustus) dan Rp. 400.000,- per 4 bulan (September-Desember). Sasarannya rumah tangga sasaran sejumlah 19,1 juta sesuai hasil pendataan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik dan DIPA Departemen Sosial yang diterbitkan oleh Departemen Keuangan. Hal serupa juga telah dilaksanakan Pemerintah Indonesia ketika terjadi kenaikan harga BBM pada tahun 2005 dan 2006 dengan melaksanakan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM).
BLT merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengantisipasi pengaruh kenaikan BBM terhadap rumah tangga miskin. Program BLT merupakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dalam kurun waktu 2004-2009 untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, yang diantaranya adalah target penurunan angka kemiskinan dari 16,7% pada tahun 2004 menjadi 8,2% pada tahun 2009. Dengan demikian diharapkan dengan adanya program BLT ini mampu mengurangi angka kemiskinan di Indonesia.
Penerima dana BLT adalah dikhususkan untuk Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang dikategorikan miskin menurut data BPS. Untuk mendapatkan data rumah tangga sasaran yang berhak menerima BLT, pendataan dilakukan oleh BPS. Kriteria yang berhak menerima dana BLT ini meliputi rumah tangga sangat miskin (poorest), miskin (poor) dan mendekati miskin (near poor) berdasarkan definisi konsumsi kalori atau pengeluaran. Adapun yang termasuk kriteria penerima dana BLT yang digunakan oleh BPS untuk rumah tangga sasaran adalah sebagai berikut (www.kompensasibbm.com) :
1. Penduduk dikatakan sangat miskin apabila kemampuan untuk memenuhi konsumsi makanan hanya mencapai 1900 kalori per orang per hari plus kebutuhan dasar non makanan, atau setara dengan Rp. 120.000,- per orang per bulan.
2. Penduduk dikatakan miskin apabila kemampuan untuk memenuhi konsumsi makanan hanya mencapai antara 1900 sampai 2100 kalori per orang per hari plus kebutuhan dasar non-makanan, atau setara dengan Rp. 150.000,- per orang per bulan.
3. Penduduk dikatakan mendekati miskin apabila kemampuan untuk memenuhi konsumsi makanan hanya mencapai antara 2100 sampai 2300 kalori per orang per hari plus kebutuhan dasar non-makanan, atau setara dengan Rp. 175.000,- per orang per bulan.
Program BLT dianggap kurang efektif untuk mengatasi permasalahan akibat kenaikan harga BBM. Di mata sebagian besar publik, kebijakan pemerintah mengenai BLT ini sangatlah tidak memadai dan tidak masuk akal dengan kondisi riil saat ini.
Dari uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengambil penelitian yang berjudul "ANALISIS PROBABILITAS KEBERHASILAN PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI UNTUK RUMAH TANGGA SASARAN (BLT-RTS)".
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut di atas maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaruh pendapatan terhadap probabilitas keberhasilan program BLT-RTS di Kabupaten X dan pada pendapatan berapakah RTS mempunyai probabilitas mempertahankan atau meningkatkan daya beli lebih besar dari 50% ?
2. Bagaimanakah pengaruh harga beras terhadap probabilitas keberhasilan program BLT-RTS di Kabupaten X dan pada harga beras berapakah RTS mempunyai probabilitas mempertahankan atau meningkatkan daya beli lebih besar dari 50% ?
3. Bagaimanakah pengaruh gaya hidup terhadap probabilitas keberhasilan program BLT-RTS di Kabupaten X ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk :
1. Untuk mengetahui pengaruh pendapatan terhadap probabilitas keberhasilan program BLT-RTS di Kabupaten X dan besarnya pendapatan RTS agar mempunyai probabilitas mempertahankan atau meningkatkan daya beli lebih besar dari 50%.
2. Untuk mengetahui pengaruh harga beras terhadap probabilitas keberhasilan program BLT-RTS di Kabupaten X dan besarnya harga beras untuk dikonsumsi RTS agar mempunyai probabilitas mempertahankan atau meningkatkan daya beli lebih besar dari 50%.
3. Untuk mengetahui pengaruh gaya hidup terhadap probabilitas keberhasilan program BLT-RTS di Kabupaten X.
D. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan, khususnya dalam program BLT-RTS.
2. Sebagai aplikasi dari teori secara umum dan Ilmu Ekonomi Pembangunan secara khususnya, serta diharapkan dapat memperkaya khasanah keilmuan yang ada.
3. Sebagai referensi/pedoman bagi pengembangan peneliti selanjutnya.