Cari Kategori

Showing posts with label keterampilan membaca. Show all posts
Showing posts with label keterampilan membaca. Show all posts

APLIKASI MODEL PEMBELAJARAN TERPADU DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA SISWA

APLIKASI MODEL PEMBELAJARAN TERPADU DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA SISWA (BAHASA INDONESIA KELAS I)



BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan isi yang tertuang dalam pasal 1 dan 2 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 24 tahun 2006 dalam Muslich (2009 : 15) tentang pelaksanaan peraturan menteri pendidikan nasional tentang Standar isi dan standar kompetensi, mulai tahun 2006 semua tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah harus mengembangkan dan menerapkan kurikulum berbasis kompetensi yang telah ditetapkan pemerintah secara kreatif dan sesuai dengan kebutuhan dengan memperhatikan panduan yang disusun Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Chasmijatin 2008 : 6-8). Dalam kurikulum 2006, terdapat tugas guru sebagai pembuat tujuan pembelajaran. Tugas guru dalam membuat tujuan pembelajaran adalah menjabarkan kompetensi yang ada dalam kurikulum ke dalam indikator, yang diperkirakan dapat membawa siswa mencapai kompetensi dasar tersebut. Hal ini tidaklah mudah karena setiap mata pelajaran memiliki karakteristik yang berbeda. Karakteristik mata pelajaran merupakan pertimbangan dalam penentuan tujuan pembelajaran, karena masing-masing mata pelajaran memiliki ciri-ciri yang berbeda satu sama lain (Chasmijatin 2008 : 7-9).
Karakteristik bahasa Indonesia adalah mata pelajaran yang menekankan pada keterampilan berbahasa dan belajar sastra. Belajar berbahasa adalah berkomunikasi. Sedangkan belajar sastra adalah belajar menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaan. Berdasarkan fungsi dan tujuannya maka pembelajaran bahasa diarahkan dalam ruang lingkup mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis (Chasmijatin 2008 : 7-9).
Menurut Zuchdhi dan Budiasih (2001 : 56) membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa tulis yang reseptif. Disebut reseptif karena dengan membaca, seseorang akan dapat memperoleh informasi, memperoleh ilmu pengetahuan dan pengalaman-pengalaman baru. Pembelajaran membaca mempunyai peranan penting dalam meningkatkan diri. Pembelajaran membaca di kelas I dan II merupakan pembelajaran membaca tahap awal. Keterampilan membaca ini disebut membaca permulaan. Keterampilan membaca yang diperoleh pada membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap keterampilan membaca selanjutnya dan juga sangat berpengaruh dalam keberhasilan pembelajaran.
Keberhasilan pembelajaran selain ditentukan oleh faktor kemampuan, motivasi dan keaktifan peserta didik serta fasilitas belajar juga sangat tergantung dari keterampilan-keterampilan yang dimiliki oleh seorang guru sebagai fasilitator bagi siswa. Keterampilan mengajar yang dimaksud meliputi keterampilan menjelaskan, bertanya, menggunakan variasi, memberi penguatan, membentuk kelompok kecil dan besar, membuka dan menutup pelajaran, mengelola kelas dan keterampilan memimpin diskusi (Sumantri dan Permana 2001 : 229).
Salah satu keterampilan guru adalah keterampilan penggunaan variasi. Keterampilan penggunaan variasi adalah kemampuan guru menggunakan bermacam kemampuan untuk mewujudkan tujuan belajar peserta didik sehingga mengatasi kebosanan dan menimbulkan minat, gairah serta aktivitas belajar yang efektif. Salah satu contoh keterampilan penggunaan variasi adalah variasi dalam penggunaan media dan penggunaan model pembelajaran yang sesuai dengan siswa (Sumantri dan Permana 2001 : 237).
Dalam proses belajar mengajar di kelas terdapat keterkaitan yang erat antara guru, siswa, sarana dan prasarana. Guru mempunyai tugas untuk memilih model dan media yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan (Muslich 2009 : 221). Menurut Rifa'i dan Anni (2010 : 238) menyatakan bahwa salah satu landasan pemikiran dari pendekatan kontekstual adalah pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta yang tak terpisah, namun menerapkan keterampilan yang dapat diterapkan.
Menurut Joys (dalam Trianto 2007 : 5) setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Dengan menguasai berbagai model pembelajaran maka seorang guru mendapat kemudahan dalam pelaksanaan pembelajaran sehingga tujuan yang akan dicapai sesuai dengan yang diharapkan (Trianto 2007 : 10).
Adanya keterbatasan-keterbatasan seperti keterbatasan fisik, psikologis, kultural maupun lingkungan dapat menyebabkan proses pembelajaran menjadi tidak maksimal. Untuk meredam, memperkecil, mengatasi atau menghilangkan beragam keterbatasan tersebut dapat digunakan alat perantara yang disebut media pengajaran (Sumantri dan Permana 2001 : 156).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dantes, dkk. tahun 2004 (dalam Muslich 2009 : 6) menunjukkan bahwa pemahaman guru tentang kurikulum berbasis kompetensi masih rendah. Hanya 1,2 % sekolah yang menyatakan bahwa guru sudah sangat paham dengan kurikulum berbasis kompetensi. Hal tersebut berdampak pada tataran operasional. Selain itu ada penelitian dari Drost (2005) yang menyatakan bahwa di berbagai sekolah guru tidak siap dengan penerapan KBK. Dalam praktiknya, guru masih bingung mengajar dengan model KBK. Salah satu kesalahan adalah guru hanya mengartikan dengan apa adanya isi materi dari standar isi. Padahal seharusnya guru tersebut mengkaji terlebih dahulu isi materi dari standar isi mata pelajaran bahasa Indonesia. 
Guru melaksanakan materi dari standar isi tanpa mengembangkannya berdasarkan pembelajaran dan standar kompetensi selanjutnya. Pada akhirnya pula guru hanya menggunakan model yang menekankan keaktifan guru, sehingga pembelajaran tersebut menjadi kurang variatif, kreatif, dan inovatif. Pembelajaran yang dilakukan guru juga terkotak-kotak dalam mata pelajaran, padahal anak pada usia 7-11 yang masih belum bisa memisah-misahkan suatu mata pelajaran. Siswa menjadi kurang tertarik materi pada membaca, sehingga murid tidak tertarik pada pembelajaran secara keseluruhan.
Contoh pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia di atas, merupakan gambaran yang sedang terjadi di SDN X. Berdasarkan refleksi awal yaitu dari observasi peneliti tentang keterampilan guru di SDN X, guru masih belum menggunakan 8 keterampilan mengajar dengan maksimal. Keterampilan yang sudah mereka terapkan adalah keterampilan menjelaskan berupa ceramah yang menuntut siswa diam dan mendengarkan penjelasan dari guru. Guru juga kurang dalam keterampilan menggunakan variasi dalam pembelajaran. Terlihat saat pembelajaran, siswa menjadi cepat bosan karena guru tersebut tidak menggunakan media atau model pembelajaran lain selain ceramah. Selain itu guru juga kurang dalam menggunakan keterampilan memberi penguatan, baik verbal maupun nonverbal. Lebih banyak memberikan hukuman terhadap siswa.
Ketidakmaksimalan penggunaan 8 keterampilan guru tersebut membuat aktivitas siswa menjadi tidak maksimal pula. Lebih dari 50% siswa melakukan aktivitas yang tidak sesuai dengan pembelajaran. Ada siswa yang berbicara dengan temannya dengan topik yang tidak sesuai pelajaran, ada siswa yang bermain sendiri di bangku belakang, ada siswa yang memperhatikan pada hal-hal yang di luar pembelajaran, ada siswa yang mengganggu siswa lain sehingga memecah konsentrasi siswa lainnya. Selain itu terdapat siswa yang memperhatikan namun saat diberikan pertanyaan yang sesuai pembelajaran tidak bisa menjawab.
Hal di atas yang akhirnya membuat nilai pembelajaran pada umumnya dan nilai pembelajaran bahasa Indonesia pada khususnya terutama keterampilan membaca menjadi kurang. Berdasarkan pengambilan nilai awal dari 39 siswa terdapat 57% siswa yaitu 22 siswa mendapat nilai di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum). Yang dapat dirinci 33,6% yaitu 17 siswa nilainya di bawah 50, 6 siswa yaitu 15,4% mendapat nilai 50-64. Terdapat 5% yaitu 2 siswa yang mendapat nilai 65-85. Dan siswa yang mendapat nilai 86-100 ada 36% yaitu 16 siswa. Selain nilai awal juga terdapat data-data dokumen yang dimiliki guru sebelum dilakukan penelitian. Setelah dianalisis dari hasil penilaian membaca tersebut siswa sulit mengucapkan r, q, j, y, v, z. Ada pula yang tidak bisa membedakan huruf n dan m, huruf b, p, d,. Serta sering salah mengucapkan f, p, v.
Melalui diskusi serta pembahasan bersama bahwa keterampilan membaca siswa sangatlah kurang hal ini disebabkan media yang menarik serta kurang inovatifnya guru, sehingga siswa kurang aktif dan malas mendengarkan. Hal ini didukung dari data pencapaian hasil observasi dan evaluasi keterampilan membaca siswa kelas 1 masih di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) yang ditetapkan sekolah yaitu 65. Dengan melihat data hasil belajar dan pelaksanaan mata pelajaran bahasa Indonesia serta pembelajaran lainnya yang diadakan secara terpisah-pisah dan terkotak-kotak, maka perlu diadakan peningkatan kualitas proses pembelajarannya, agar siswa sekolah dasar dapat meningkatkan keterampilan membaca, sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi pembelajaran bahasa Indonesia sebelumnya dari SDN X yang lebih dari 50% siswanya belum memenuhi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum). Untuk memecahkan masalah pembelajaran tersebut, tim kolaboratif menetapkan alternatif tindakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, yang dapat mendorong keterlibatan siswa dalam pembelajaran dan meningkatkan kreativitas guru. Maka tim kolaboratif menetapkan salah satu model pembelajaran yang holistik. Yaitu dengan model pembelajaran terpadu dengan media audio visual. Pada pendekatan ini menekankan bahwa pembelajaran harus disajikan secara utuh atau tidak terpisah-pisah. Pembelajaran terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang memperhatikan dan menyesuaikan pemberian konsep sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Pendekatan ini menolak teori drill system sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak (Depdikbud dalam Trianto 2009 : 7). Pembelajaran terpadu dapat dilaksanakan dengan cara mengajarkan beberapa materi pelajaran disajikan tiap pertemuan. Pembelajaran terpadu sebagai suatu konsep dapat dikatakan sebagai suatu pendekatan yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman bermakna kepada anak didik. Anak akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengamatan langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang mereka pahami (Trianto 2009 : 7).
Selain model pembelajaran yang sesuai harus pula memilih media yang dapat mengaktifkan siswa. Media Audio Visual adalah media yang bukan hanya dapat dipandang ataupun diamati namun juga dapat didengar (Sumantri dan Permana 2001 : 161). Media ini memberikan pengalaman belajar secara visual dan audio sehingga daya tangkap siswa menjadi lebih tinggi.

B. Rumusan Masalah dan Pemecahan Masalah
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimanakah cara meningkatkan keterampilan membaca siswa kelas 1 SDN X ?
Adapun rumusan masalah tersebut dapat dirinci sebagai berikut : 
a. Apakah aplikasi model pembelajaran terpadu dengan media audio visual dapat meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran ?
b. Apakah aplikasi model pembelajaran terpadu dengan media audio visual dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran ?
c. Apakah aplikasi model pembelajaran terpadu dengan media audio visual dapat meningkatkan keterampilan membaca siswa kelas 1 SDN X ?
2. Pemecahan Masalah
Untuk memecahkan masalah pembelajaran pada siswa kelas 1 SDN X maka dapat diterapkan model pembelajaran terpadu dengan media audio visual. Karena dalam merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran, guru sekolah dasar perlu menekankan pada prinsip keterpaduan atau integrasi. Hal ini disebabkan anak-anak lebih mudah menguasai keseluruhan lebih dulu, baru kemudian memahami detail atau rincian. Keterpaduan tersebut meliputi keterpaduan dalam bidang studi itu sendiri ataupun keterpaduan antara bidang studi satu dengan yang lain (Sumantri dan Permana 2001 : 161).
Pada dasarnya langkah-langkah (sintaks) pembelajaran terpadu mengikuti tahap-tahap yang dilalui dalam setiap model pembelajaran yang meliputi tiga tahap yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, tahap evaluasi (Prabowo dalam Trianto 2009 : 15). Menurut Prabowo (Trianto 2009 : 17), langkah-langkah (sintaks) pembelajaran terpadu secara khusus dapat dibuat tersendiri berupa langkah-langkah baru dengan ada sedikit perbedaan sebagai berikut : 
a. Tahap Perencanaan
1) Menentukan Kompetensi Dasar
2) Menentukan Indikator dan Hasil Belajar
b. Langkah yang ditempuh Guru
1) Menyampaikan konsep pendukung yang harus dikuasai siswa.
2) Menyampaikan konsep-konsep pokok yang akan dikuasai oleh siswa.
3) Menyampaikan keterampilan proses yang akan dikembangkan.
4) Menyampaikan alat dan bahan yang dibutuhkan
5) Menyampaikan pertanyaan kunci
c. Tahap Pelaksanaan
1) Pengelolaan kelas
2) Kegiatan proses
3) Kegiatan pencatatan data
4) Diskusi
d. Evaluasi
1) Evaluasi proses
2) Evaluasi hasil
3) Evaluasi psikomotorik

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penelitian ini adalah : 
- Untuk meningkatkan keterampilan berbahasa siswa kelas I SDN X.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah : 
a. Meningkatkan keterampilan guru dengan aplikasi model pembelajaran terpadu dengan media audio visual dalam pembelajaran
b. Meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan aplikasi model pembelajaran terpadu dengan media audio visual
c. Meningkatkan keterampilan membaca melalui aplikasi model pembelajaran terpadu dengan media audio visual

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan
b. Dijadikan sebagai salah satu acuan dalam kegiatan pembelajaran membaca permulaan
2. Manfaat Praktis
a. Siswa
Dengan penerapan model pembelajaran terpadu dengan media audio visual siswa dapat menerima pembelajaran bahasa yang utuh. Serta menerima pembelajaran yang bervariasi sehingga dapat meningkatkan keterampilan membaca siswa, meningkatkan aktivitas belajar siswa, meningkatkan hasil belajar siswa.
b. Guru
Dengan menerapkan model pembelajaran terpadu dan media audio visual adalah meningkatkan kreativitas guru, meningkatkan kemampuan guru dalam merancang pembelajaran dan meminimalisasi hambatan dalam pembelajaran, serta memberikan acuan terhadap masalah yang sama dengan yang dihadapi.
c. Lembaga
Dengan menerapkan model pembelajaran terpadu dengan media audio visual maka keterampilan membaca permulaan siswa meningkat dan juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Maka lembaga tersebut akan meningkat pula kredibilitasnya.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:00:00

PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA UNTUK MENEMUKAN GAGASAN UTAMA DALAM ARTIKEL DENGAN METODE CIRC DAN TEKNIK PERMAINAN MEDIA TEMPEL

SKRIPSI PTK PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA UNTUK MENEMUKAN GAGASAN UTAMA DALAM ARTIKEL DENGAN METODE CIRC DAN TEKNIK PERMAINAN MEDIA TEMPEL (BHS INDO KELAS IX)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Keterampilan berbahasa meliputi keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan berbahasa tersebut saling berkaitan satu dengan yang lain. Semua keterampilan berbahasa sangat penting, tak terkecuali keterampilan membaca. Membaca merupakan salah satu fungsi tertinggi otak manusia. Membaca adalah salah satu fungsi penting dalam hidup bahkan dapat dikatakan bahwa semua proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca. Berdasarkan hasil survei lembaga internasional yang bergerak dalam bidang pendidikan, United Nation Education Society and Cultural Organization (UNESCO), minat baca penduduk Indonesia jauh di bawah negara-negara Asia. Indonesia tampaknya harus banyak belajar dari negara-negara maju yang memiliki tradisi membaca cukup tinggi.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah, khususnya bahasa Indonesia pembelajaran membaca telah mendapatkan tempat yang cukup, namun pemahaman dan minat baca siswa sangat minim diperhatikan. Guru kesulitan menumbuhkan minat baca siswa, apalagi jika bacaan terlalu banyak dan membosankan. Hal ini juga terjadi di SMPN X Kabupaten X pada siswa kelas IX. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan penulis, diperoleh informasi dari pihak guru bahwa hampir keseluruhan siswa di Kabupaten X mengalami kesulitan membaca khususnya dalam menentukan gagasan utama dalam artikel ataupun tajuk. Hal tersebut disampaikan guru mata pelajaran bahasa Indonesia berdasarkan pertemuan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang rutin dilaksanakan semua guru bahasa Indonesia se-Kabupaten X.
Selain itu, minat belajar siswa yang kurang mengakibatkan hasil belajar yang dicapai masih rendah. Pembelajaran yang dilakukan guru bersifat drill dan monoton. Contohnya, siswa diperintahkan membaca artikel dan menuliskan gagasan tiap paragraf di papan tulis dan selalu begitu. Media yang digunakan pun hanya berkutat dengan artikel dari koran, belum ada inovasi baru dari guru.
Dari tuturan tiga orang peserta didik kelas IX yang diwawancarai, pembelajaran membaca untuk menemukan gagasan utama dari artikel diajarkan dengan cara guru menjelaskan tentang gagasan utama kemudian siswa diperintahkan secara individu membaca artikel dan menemukan gagasan utama, jika belum bisa menemukan gagasan utama guru menyuruh mengulanginya hingga menemukan gagasan utama dari artikel.
Berdasarkan informasi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran membaca untuk menemukan gagasan utama dalam artikel yang dilakukan di SMPN X Kabupaten X pada siswa kelas IX, sudah cukup mendapatkan perhatian dari guru mata pelajaran. Namun dalam kenyataannya minat baca siswa sangat minim dan pembelajaran yang disampaikan guru monoton, sehingga siswa kurang bersemangat mengikuti pembelajaran. Secara umum, dapat dikatakan bahwa pembelajaran membaca untuk menemukan gagasan utama dalam artikel pada siswa kelas IX SMPN X Kabupaten X masih rendah. Untuk mencapai kompetensi yang diharapkan siswa dituntut untuk mencapai indikator dalam pembelajaran membaca untuk menemukan gagasan utama dalam artikel.
Indikator yang pertama adalah siswa mampu menemukan gagasan pokok dari artikel. Indikator kedua, siswa mampu mengembangkan gagasan pokok dengan kalimat sendiri. Indikator ketiga, siswa mampu menyebutkan kalimat utama dalam paragraf, dan indikator keempat adalah siswa mampu menyebutkan kalimat penjelas dalam paragraf.
Indikator pertama yang harus dicapai siswa dalam kompetensi dasar menemukan gagasan dalam artikel, yaitu siswa mampu menemukan gagasan utama dalam artikel. Berdasarkan wawancara pada guru mata pelajaran bahasa Indonesia kelas IX SMPN X, lebih kurang 20,58 % siswa mampu menemukan gagasan utama dalam artikel. Jadi dapat diketahui indikator pertama belum dapat tercapai secara maksimal.
Indikator yang kedua, yaitu siswa mampu menuliskan kembali isi artikel. Pada indikator kedua ini siswa cukup mampu mengembangkan gagasan utama dengan kalimat sendiri, namun karena gagasan utama yang mereka temukan kurang sesuai maka hasil pencapaian indikator kedua ini juga kurang tepat. Sebagian siswa sudah terbiasa untuk mencurahkan gagasan, yang perlu ditingkatkan adalah kepaduan gagasan yang mereka tulis.
Indikator pertama, dan kedua sesuai dengan kebutuhan pencapaian kompetensi. Namun indikator ketiga dan keempat seharusnya tidak diperlukan karena secara otomatis apabila siswa telah mampu menemukan gagasan utama, maka kalimat utama dan kalimat penjelas dalam artikel telah diketahui siswa. Hal tersebut tidak fokus pada kompetensi menemukan gagasan dalam artikel. Kegiatan pembelajaran seharusnya lebih ditekankan pada bagaimana siswa dapat dengan mudah memahami bacaan artikel dan menemukan gagasan dalam artikel tersebut.
Dengan kondisi seperti itu dapat diketahui bahwa pembelajaran yang monoton dan bersifat drill dalam kegiatan membaca sangat berpengaruh pada minat baca siswa dan hasil pemahaman siswa yang kurang maksimal. Indikator juga berpengaruh pada kemampuan siswa yang dipaksa untuk mencapai indikator-indikator yang ditetapkan, tetapi indikator tersebut kurang sesuai dan terkesan berlebihan. Padahal dalam kenyataannya membaca merupakan kegiatan yang dapat mendukung semua ilmu pengetahuan, karena dari membaca siswa dapat mengetahui pengetahuan yang lebih luas.
Meskipun dengan kesadaran seperti itu, tetap saja dalam pembelajaran membaca masih kurang maksimal karena beberapa faktor. Pertama, pembelajaran membaca khususnya membaca untuk menemukan gagasan utama dalam artikel diajarkan dengan cara yang membosankan. Kedua, pembelajaran membaca khususnya membaca untuk menemukan gagasan utama dalam artikel kurang mendapat minat dari siswa karena bacaan yang terlalu banyak dan tidak menarik. Ketiga, faktor guru yang kurang memberikan selingan berupa kegiatan kelompok atau sekedar permainan kecil agar siswa tidak bosan dan lebih tertarik untuk membaca.
Keempat, guru juga kurang memanfaatkan media pembelajaran, dan hanya menggunakan bahan ajar utama yakni artikel dari surat kabar Keadaan tersebut menyebabkan keterampilan membaca khususnya membaca untuk menemukan gagasan utama dalam artikel siswa kelas IX masih rendah. 
Dalam metodologi pengajaran ada dua aspek yang menonjol yakni metode mengajar dan media pengajaran sebagai alat bantu mengajar (Sudjana 2009 : 1). Oleh sebab itu, untuk mengatasi masalah ini peneliti menggunakan metode Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dengan teknik permainan media tempel sehingga keterampilan membaca khususnya membaca untuk menemukan gagasan utama dalam artikel siswa kelas IX dapat meningkat.
Metode CIRC adalah metode yang mengelompokkan siswa secara heterogen agar siswa mampu saling membantu satu dengan yang lain. CIRC terdiri atas tiga unsur penting, yaitu kegiatan-kegiatan dasar terkait, pengajaran langsung, pengajaran memahami bacaan, dan seni berbahasa dan menulis terpadu (Slavin 2008 : 204). Dengan menggunakan metode ini, diharapkan siswa dapat meningkatkan kemampuan menemukan gagasan utama dari artikel dengan mengkaitkan kemampuan dasar dan pengalaman yang telah dimiliki. Pengajaran langsung dalam memahami bacaan juga membantu siswa untuk berpikir kritis menemukan gagasan dalam artikel secara langsung. Selain itu, seni berbahasa dan menulis terpadu dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam keterampilan membaca dan menulis. 
Ketika kegiatan membaca berlangsung siswa diharapkan bukan hanya sekedar membaca dan menemukan gagasan utama, tetapi juga mampu menuliskan kembali secara singkat artikel tersebut. Metode ini sangat bermanfaat bagi siswa, siswa bukan hanya diajarkan untuk mampu membaca dan menemukan gagasan utama, tetapi juga diharapkan dapat mengembangkan keterampilan berbahasa lain yakni menulis. Dengan demikian, diharapkan akan mempermudah siswa mencapai kompetensi dasar menemukan gagasan utama dalam artikel.
Aspek lain yang mendukung pembelajaran ini adalah penggunaan media pembelajaran khususnya media tempel. Dengan menggunakan media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar peserta didik dan akan memberikan selingan permainan bagi peserta didik agar bersemangat belajar yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar. Media ini sangat bermanfaat untuk memberikan motivasi belajar bagi siswa. Keberhasilan dalam belajar banyak bergantung pada usaha guru membangkitkan motivasi siswa (Hamalik 2009 : 161). Motivasi yang diciptakan guru adalah motivasi untuk menjadi yang terbaik dengan tetap menjunjung nilai sportifitas ketika pembelajaran menggunakan media tempel. Selain itu, pengembangan aspek psikologi juga diperhatikan dalam pembelajaran ini. Pengembangan aspek psikologi ini meliputi kerjasama dan saling mengerti antar siswa.
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai “UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBACA UNTUK MENEMUKAN GAGASAN UTAMA DALAM ARTIKEL MENGGUNAKAN METODE CIRC DAN TEKNIK PERMAINAN MEDIA TEMPEL PADA SISWA KELAS IX SMPN X”.

B. Identifikasi Masalah
Uraian di atas menegaskan bahwa keterampilan membaca sangat penting dalam kehidupan khususnya dalam pembelajaran bahasa. Keterampilan membaca dapat dikatakan sebagai dasar dari semua proses belajar. Karena dari membacalah seseorang dapat memperoleh informasi.
Namun, pada kenyataan pembelajaran membaca, minat baca siswa kurang diperhatikan. Pembelajaran masih menggunakan metode yang kurang variatif dan membosankan, sehingga mengakibatkan peserta didik enggan, malas, bosan, jenuh, dan tidak termotivasi dalam membaca. Akibatnya peserta didik kesulitan dalam menemukan informasi yang menjadi gagasan utama dari bacaan yang dibaca.
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti mengidentifikasi masalah-masalah yang menjadi penghambat keberhasilan pembelajaran membaca yaitu : (1) guru menggunakan metode pembelajaran yang kurang variatif yakni dengan metode drill yang hanya menuntut siswa untuk membaca dan selalu membaca. Dengan metode yang monoton demikian dapat menimbulkan kejenuhan pada peserta didik yang mengakibatkan mereka tidak bersemangat mengikuti pembelajaran membaca. Guru tidak memperhatikan hal tersebut, sehingga menjadi kebiasaan yang buruk dalam pembelajaran. (2) Masih rendahnya minat baca peserta didik dalam pembelajaran membaca. Mereka tidak terbiasa membaca dalam jumlah kalimat atau paragraf yang banyak dan cepat, sehingga menimbulkan kemalasan yang luar biasa ketika dihadapkan dengan bacaan yang kompleks. Dengan rendahnya minat baca peserta didik pada pembelajaran membaca maka mereka akan merasa enggan dalam membaca dan hasil yang mereka peroleh pun tidak maksimal. (3) Guru kurang memperhatikan kejenuhan dan keinginan siswa untuk memperoleh pembelajaran yang lebih variatif. Guru kurang memanfaatkan media pembelajaran yang dapat memotivasi siswa agar lebih bersemangat mengikuti pembelajaran membaca.

C. Pembatasan Masalah
Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah peningkatan keterampilan membaca untuk menemukan gagasan utama, peneliti berupaya mengatasi segala hambatan yang dialami oleh peserta didik dalam pembelajaran membaca. Peneliti membatasi permasalahan karena peneliti memfokuskan pada peningkatan keterampilan membaca untuk menemukan gagasan utama yang terdapat dalam beberapa artikel yang memiliki topik yang berbeda. Untuk mengatasi masalah tersebut peneliti menggunakan metode Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) yang mengajarkan kerjasama dalam belajar. Peneliti juga menggunakan teknik permainan media tempel yang dapat memberi variasi pembelajaran dan mengembangkan kreativitas siswa.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah diatas, dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut : 
1) Bagaimanakah proses pembelajaran menggunakan metode Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dan teknik permainan media tempel yang berorientasi pada peningkatan kompetensi membaca untuk menemukan gagasan utama dalam artikel pada siswa kelas IX SMPN X ?
2) Bagaimanakah peningkatan keterampilan membaca untuk menemukan gagasan utama dalam artikel dengan metode Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dan teknik permainan media tempel pada siswa kelas IX SMPN X ?
3) Bagaimanakah perubahan perilaku belajar siswa kelas IX SMPN X setelah dilakukan pembelajaran keterampilan membaca untuk menemukan gagasan utama dalam artikel dengan metode Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dan teknik permainan media tempel ?

E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 
1) Mendeskripsikan proses pembelajaran menggunakan metode Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dan teknik permainan media tempel yang berorientasi pada peningkatan kompetensi membaca untuk menemukan gagasan utama dalam artikel pada siswa kelas IX SMPN X.
2) Mendeskripsikan peningkatan keterampilan membaca untuk menemukan gagasan utama dalam artikel dengan metode Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dan teknik permainan media tempel pada siswa kelas IX SMPN X.
3) Mendeskripsikan perubahan perilaku belajar siswa kelas IX SMP X setelah dilakukan pembelajaran keterampilan membaca untuk menemukan gagasan utama dalam artikel dengan metode Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dan teknik permainan media tempel.

F. Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini ada dua yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan manfaat bagi pengembangan materi pembelajaran bahasa pada umumnya dan khususnya pembelajaran keterampilan membaca untuk menemukan gagasan utama dari artikel dengan metode Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dengan teknik permainan media tempel.
Selain manfaat teoretis, manfaat lain yang juga diharapkan adalah manfaat praktis. Penelitian ini bermanfaat bagi guru dan peserta didik. Bagi guru, penelitian ini dapat meningkatkan proses belajar mengajar keterampilan membaca. Selain itu guru dapat memanfaatkan penggunaan metode-metode dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang lebih variatif dan terkini. Bagi peserta didik dapat mempermudah pembelajaran membaca sehingga siswa senang, termotivasi, dan bersemangat pada pembelajaran membaca khususnya membaca untuk menemukan gagasan utama dalam artikel.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 13:42:00