KONTRIBUSI PERILAKU KEPEMIMPINAN PENGAWAS SEKOLAH DAN IKLIM KERJA TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU SMK
(PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)
(PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kualitas proses pembelajaran sangat ditentukan oleh faktor kinerja guru dalam memberikan pelayanan pembelajaran atau dengan kata lain, Kinerja Mengajar Guru. Pernyataan ini sesuai dengan apa yang disampaikan Zamroni (2007 : 113), bahwa "kualitas proses belajar mengajar terutama ditentukan oleh kualitas guru, yakni kemampuan dan kemauan guru." Istilah kemampuan dan kemauan yang dikemukakan Zamroni tersebut dapat diartikan sebagai kinerja bila merujuk pada pendapat Keith Davis (1964 : 484) : "Human performance consists of ability and motivation." Artinya, kinerja seseorang meliputi kemampuan dan motivasi (kemauan). Jadi kinerja mengajar guru merupakan hasil persilangan antara kemampuan dan motivasi yang dimiliki guru dalam melaksanakan tugas pengajarannya di sekolah.
Menurut Zamroni kemampuan atau kompetensi guru merupakan penguasaan materi yang akan diajarkan dan penguasaan metodologi pembelajaran, sedangkan kemauan guru merupakan sifat positif guru terhadap tugas-tugas profesional mengajar yang tercermin pada dedikasi pada tugas-tugas tersebut.
Sejalan dengan pendapat Zamroni, Stephen P. Robbins (2006 : 52) mendefinisikan kemampuan sebagai kapasitas individu untuk melaksanakan berbagai tugas dalam pekerjaan tertentu, sebagaimana dikemukakannya : "Ability is an individual capacity to do tasks in a certain job." Sedangkan Razik dan Swanson (1995 : 275), mendefinisikan kemauan atau motivasi sebagai upaya mewujudkan kemampuan menjadi tindakan atau tugas sebagaimana disampaikan mereka : "Motivation is the effort with which ability is applied to a task." Pendapat kedua pakar tersebut memperkuat pengertian kinerja sebagaimana juga dikemukakan oleh Zamroni di atas.
Dari pemaparan tentang kinerja tersebut dapatlah disimpulkan bahwa kinerja mengajar guru sangatlah penting karena menentukan kualitas pembelajaran di sekolah. Kinerja mengajar guru merupakan faktor yang bisa mencerminkan sikap dan karakter seorang guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya di sekolah. Kinerja mengajar guru merupakan nilai-nilai luhur yang perlu diinternalisasikan ke dalam diri setiap guru agar ia bekerja dengan penuh gairah dalam memberikan pelayanan pembelajaran dan bertanggung jawab terhadap apa yang telah, sedang, dan akan dilakukannya kepada seluruh peserta didiknya.
Kinerja mengajar guru dalam perkembangannya telah menjadi sosok penting dan menjadi objek pembahasan yang menarik. Para pakar pendidikan maupun pakar manajemen dan administrasi pendidikan tidak henti-hentinya membicarakannya dan melakukan penelitian-penelitian yang berguna yang berhubungan dengan objek tersebut, begitu pula pihak pemerintah selalu menyinggungnya untuk menentukan kebijaksanaan yang tepat yang berhubungan dengan hal itu.
Pakar manajemen atau administrasi pendidikan, Sedarmayanti (2001 : 50) menyukai pendapat August W. Smith tentang definisi kinerja, bahwa kinerja didefinisikan sebagai hasil dari suatu proses yang dilakukan manusia sebagaimana disampaikan melalui kutipannya : "performance is output derives from processes, human otherwise."
Pakar manajemen lainnya, Wibowo (2007) dalam buku "Manajemen Kinerja" mengemukakan pendapatnya, bahwa :
"Kinerja mempunyai makna lebih luas, bukan hanya menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga proses kerja berlangsung. Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya" (Wibowo, 2007 : 2).
Dari pihak pemerintah, sebuah lembaga pemerintah, LAN (Lembaga Administrasi Negara, 1992) menjelaskan bahwa "kinerja dapat diartikan sebagai prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau hasil unjuk kerja." Dengan kata lain kinerja adalah wujud perilaku seseorang atau organisasi dengan orientasi prestasi.
Kemudian untuk mengetahui tingkat kinerja seseorang, T.R. Mitchell (1989 : 327) menentukan ukurannya. Menurutnya kinerja seseorang bisa diukur berdasarkan kriteria atau standar berikut : (1) Kualitas hasil kerja (Quality of work); (2) Prakarsa dalam menyelesaikan pekerjaan (Promptness-Initiative); (3) Kemampuan menyelesaikan pekerjaan (Capability); dan (4) Kemampuan membina kerjasama dengan pihak lain (Comunication).
Sedangkan standar kinerja mengajar guru pengukurannya menurut Piet A. Sahertian dalam Kusmianto (1997 : 49) harus mencakup : (1) Kualitas guru dalam melaksanakan tugasnya; (2) Bekerja dengan siswa secara individual; (3) Persiapan dan perencanaan pembelajaran; (4) Pendayagunaan media pembelajaran; (5) Melibatkan siswa dalam berbagai pengalaman belajar; dan (6) Kepemimpinan yang aktif dari guru.
Selanjutnya Menteri Pendidikan Nasional membuat kebijaksanaan untuk mengukur kinerja guru dengan istilah standar kompetensi guru sebagaimana disampaikannya dalam Permendiknas RI (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia) Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, bahwa Standar Kompetensi Guru dikembangkan secara utuh dari 4 kompetensi utama, yaitu : (1) kompetensi pedagogik, (2) kepribadian, (3) sosial, dan (4) profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.
Kinerja guru yang sebenarnya diwujudkan dalam bentuk perilaku guru dalam memberikan pelayanan pembelajaran kepada peserta didiknya, atau dengan kata lain kinerja mengajar guru meliputi : (1) Merencanakan pembelajaran; (2) Melaksanakan kegiatan/proses pembelajaran; dan (3) Menilai hasil belajar.
Pengukuran atau standarisasi terhadap kinerja mengajar guru tersebut diperlukan guna memberi kesempatan bagi para guru untuk mengetahui tingkat kinerja mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat Sedarmayanti (2001 : 54), bahwa "untuk dapat mengevaluasi kinerja pegawai secara obyektif dan akurat, maka perlu ada tolok ukur tingkat kinerja. Pengukuran tersebut berarti memberi kesempatan bagi para pegawai untuk mengetahui tingkat kinerja mereka."
Disamping itu hasil pengukuran terhadap kinerja guru dapat memberikan masukan kepada sekolah untuk mengetahui seberapa besar kontribusi para pegawainya (guru-gurunya) terhadap keberhasilan pendidikan dan pembelajaran yang dicapai sekolah tersebut. Kemudian informasi yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut oleh sekolah dapat dipergunakan untuk memperhitungkan upaya apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas guru-gurunya sesuai dengan tingkat kesulitan mereka agar gairah kerja mereka di sekolahnya tetap meningkat.
Namun fenomena yang terjadi di lapangan sungguh berbeda, karena kinerja mengajar guru di beberapa sekolah di daerah tertentu masih belum menunjukkan kenaikan yang berarti dalam memberikan pelayanan pendidikan dan pembelajaran, meskipun ada diantara mereka telah berulang kali mendapat pendidikan dan pelatihan dari lembaga-lembaga, pusat-pusat pelatihan atau asosiasi-asosiasi profesi tersebut. Pendidikan dan pelatihan yang telah diprogramkan dan dilaksanakan oleh lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi pelatihan yang dimaksud diperkirakan belum dapat mengusik hati nurani dan perilaku sebagian guru untuk berubah agar meningkatkan kinerjanya lebih tinggi dari kebiasaannya semula.
Rendahnya kinerja guru SMK dalam memberikan pelayanan pengajaran dapat berdampak pada rendahnya kualitas proses/hasil pembelajaran dan juga mutu lulusan yang dihasilkan sekolah tersebut, sehingga hal ini menimbulkan banyak masalah, seperti peserta didik yang hasil belajarnya tidak mencapai SKBM (Standar Ketuntasan Belajar Minimal) atau peserta didik memiliki pengetahuan dan keterampilan di bawah standar tersebut, juga lulusan sekolah yang tidak cakap, tidak terampil, dan tidak memiliki keahlian yang cukup untuk bekal hidupnya sehingga tidak siap pakai di dunia kerja, karena lulusan tersebut tidak mencapai standar kompetensi yang memadai sesuai SKL (Standar Kompetensi Lulusan). Inilah hal-hal yang telah mengganjal dan menjadi keprihatinan dari para orang tua pemakai jasa pendidikan tersebut.
Rendahnya hasil UN/UAS di Kabupaten Z tidak berarti tidak ada upaya untuk meningkatkannya. Dinas Pendidikan Kabupaten Z telah berupaya untuk meningkatkan hasil ujian tersebut. Beberapa cara telah ditempuh oleh Dinas ini, diantaranya dengan cara memerintahkan para kepala SMK untuk mengawasi dan membina para guru dengan serius, namun hasilnya belum menggembirakan. Upaya lainnya dilakukan dengan pemberlakuan tindakan Sidak (sistem tindakan di tempat atau inspection) dengan tujuan membuat jera para pelanggar disiplin dan memberikan sanksi administratif kepada mereka. Contoh : guru atau pegawai selain guru yang melanggar disiplin pegawai seperti datang terlambat atau meninggalkan tugas pada jam-jam kerja, terkena sanksi administrasi.
Namun cara ini tetap kurang efektif, karena pelaksanaannya tidak terkoordinasi dengan baik dan tidak ada tindak lanjutnya. Bahkan pelaksanaannya sering kali mengalami kegagalan atau kebocoran karena ada sebagian pejabat dan masyarakat yang berkepentingan dengan kebijaksanaan pendidikan di daerah ini tidak mendukung tindakan sidak karena mereka menganggap tindakan ini tidak manusiawi dan tidak realistis. Surat-surat perintah atau penugasan yang berhubungan dengan kegiatan pembinaan dan tindakan sidak ini telah diarsipkan dalam dokumen Dinas Pendidikan tersebut (Disdikab Z, 2006-2008).
Menyadari akan pengalaman kegagalan tersebut, maka diperlukan upaya lain yang lebih realistis dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu menurut perkiraan penulis saat ini ada upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu yang pertama adalah melalui pendekatan perilaku kepemimpinan yang tepat dan efektif, yang dapat dilakukan pengawas sekolah atau pengawas satuan pendidikan dalam membina guru di sekolah binaan dan yang kedua adalah dengan penciptaan iklim kerja di sekolah yang baik, sehat dan kondusif atau iklim sekolah yang terbuka bagi kepentingan semua warga sekolah dan jalinan hubungan yang terbaik diantara mereka.
Sejalan dengan hal itu Sagala (2006 : 242) mengemukakan bahwa kegiatan pengawas ini dituntut untuk dapat memberikan perhatian khusus terhadap profesionalisme guru guna memperbaiki pengajaran sehingga tercipta kualitas yang baik.
Hal itu dapat terjadi bila kegiatan pengawasan berjalan dengan efektif. Neagley dan Evans (1980 : 1) mengatakan : "Effective supervision of instruction can improve the quality of teaching and learning in the classroom." Artinya pengawasan pembelajaran yang efektif dapat memperbaiki kualitas belajar mengajar di kelas.
Pendapat dan hasil-hasil penemuan penelitian yang dikemukakan di atas, semuanya memberikan dukungan yang kuat bahwa untuk meningkatkan kinerja mengajar guru SMK diperlukan perilaku kepemimpinan yang baik dan tepat (efektif) dari seorang pemimpin pengajaran yang dapat memahami perilaku dan kebutuhan dasar guru SMK dan mampu membimbing dan mengarahkan mereka ke arah peningkatan kemampuan profesional dan motivasi berprestasi mereka, yaitu pengawas sekolah dengan perilaku kepemimpinannya yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya melakukan pembinaan dan perbaikan pengajaran di sekolah binaan. Juga diperlukan adanya iklim kerja yang terbuka yang dapat menjaga perasaan dan hubungan satu sama lain serta saling menghargai pekerjaan masing-masing dari seluruh warga sekolah. Dengan demikian cara-cara yang telah diuraikan tersebut dapat meningkatkan kualitas kinerja mengajar guru di SMK sesuai dengan harapan.
Melihat kenyataan ini penulis tergugah untuk mengangkat masalah kepemimpinan pengawas sekolah dan iklim kerja terhadap kinerja mengajar guru di SMK dalam suatu penelitian, maka penulis ingin meneliti dengan judul "Kontribusi Perilaku Kepemimpinan Pengawas Sekolah dan Iklim Kerja terhadap Kinerja Mengajar Guru SMK di Kabupaten Z".
B. Identifikasi dan Batasan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah penelitian dapat diidentifikasikan dan dibatasi sebagai berikut :
1. Identifikasi masalah
Masalah utama dalam penelitian ini adalah : "Kinerja Mengajar Guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Z masih rendah atau belum optimal dilaksanakan sehingga kualitas proses pembelajaran di sekolah-sekolah tersebut kurang bermutu."
2. Batasan masalah
Dari hasil analisis teridentifikasi 8 (delapan) faktor yang mempengaruhi kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z, yaitu : pelatihan dan pengembangan, kesejahteraan/insentif, fasilitas pembelajaran atau alat bantu mengajar, perilaku kepemimpinan pengawas sekolah, iklim kerja di sekolah, latar belakang pendidikan, kepuasan kerja, dan keuangan sekolah.
Hasil tersebut dikonfirmasikan dengan pengamatan langsung di lapangan. Ternyata dari sekian banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja mengajar guru sekolah tersebut yang paling utama terlihat dengan kasat mata penulis adalah perilaku kepemimpinan pengawas sekolah dan iklim kerja di sekolah.
Berdasarkan pernyataan masalah tersebut, maka masalah tersebut perlu dibatasi yaitu seberapa besar kontribusi perilaku kepemimpinan pengawas sekolah dan iklim kerja terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang, identifikasi dan batasan masalah, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran empiris tentang perilaku kepemimpinan pengawas sekolah, iklim kerja, dan kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z ?
2. Seberapa besar kontribusi perilaku kepemimpinan pengawas terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z ?
3. Seberapa besar kontribusi iklim kerja terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z ?
4. Seberapa besar kontribusi perilaku kepemimpinan pengawas dan iklim kerja terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z ?
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis :
1. Gambaran empiris tentang perilaku kepemimpinan pengawas sekolah, iklim kerja dan kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z.
2. Kontribusi perilaku kepemimpinan pengawas sekolah terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z.
3. Kontribusi iklim kerja terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z.
4. Kontribusi perilaku kepemimpinan pengawas sekolah dan iklim kerja terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian tentang kontribusi perilaku kepemimpinan pengawas sekolah dan iklim kerja terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z, yaitu :
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah perkembangan keilmuan di bidang administrasi pendidikan, khususnya pemahaman terhadap pengembangan aspek sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas yaitu perilaku kepemimpinan pengawas sekolah yang tepat dan efektif, iklim kerja di sekolah yang terbuka, dan kinerja mengajar guru SMK yang optimal dan profesional dalam bekerja sebagai komponen input/proses dan prestasi peserta didik/siswa yang memuaskan dan kualitas lulusan/tamatan yang bermutu sebagai komponen output serta permintaan masyarakat pemakai jasa pendidikan dan tenaga kerja oleh dunia usaha (DU) dan dunia industri (DI) sebagai komponen outcome.
2. Manfaat praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan dan pemikiran bagi guru dalam rangka meningkatkan mutu proses pembelajaran dan hasil belajar peserta didiknya dengan cara merefleksi diri atas perilaku kerjanya selama ini dan berupaya memperbaiki kemampuan profesionalnya dan motivasi kerjanya di tempat manapun ia bertugas.