HUBUNGAN ANTARA KUALIFIKASI AKADEMIK GURU DENGAN POLA MANAJEMEN KESISWAAN DI TAMAN KANAK-KANAK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan yang bermutu merupakan salah satu dari indikator keberhasilan dalam pembangunan sumber daya manusia. Untuk mewujudkan hal tersebut guru memegang peran sangat strategis. Sebagai agen pembelajaran guru dituntut untuk dapat menyelenggarakan pembelajaran dengan baik. Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 4 mengisyaratkan bahwa guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Pernyataan yang tertuang pada pasal tersebut membawa konsekuensi bahwa "setiap guru" (tanpa memandang tempat tugas) dituntut untuk dapat menyalurkan wawasan pengetahuan dan ilmunya kepada siswanya sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan jati dirinya masing-masing. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka diperlukan keahlian khusus agar para guru dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, dan lancar sehingga tujuan pendidikan dapat segera tercapai. Ali (2005 : 629) menyebutkan keahlian yang dimiliki seseorang dengan istilah kualifikasi.
Kualifikasi adalah keahlian yang diperlukan untuk melakukan sesuatu, atau menduduki jabatan tertentu. Jadi kualifikasi mendorong seseorang untuk memiliki suatu "keahlian atau kecakapan khusus". Kualifikasi guru dapat dipandang sebagai pekerjaan yang membutuhkan kemampuan yang mumpuni. Bahkan kualifikasi dapat dilihat dari segi derajat lulusannya.
Menurut Yasin (2006 : 78) untuk mengukur kualifikasi guru dapat ditilik dari tiga hal. Pertama memiliki kemampuan dasar sebagai pendidik. Kualitas seperti ini tercermin dari pendidik. Kedua, memiliki kemampuan umum sebagai pengajar. Ketiga, mempunyai kemampuan khusus sebagai pelatih.
Dari sudut pandang kualifikasi akademik, indikator kompetensi diukur berdasarkan sertifikat/ijazah yang dimiliki oleh guru yang bersangkutan. Dalam kompetensi pedagogik tersebut dapat ditunjukkan secara fungsional, yaitu kemampuannya mengelola kegiatan pembelajaran. Keterangan ini mengandung arti bahwa kualifikasi pendidikan seorang guru harus berbanding lurus dengan kemampuannya mengelola kegiatan belajar dan pembelajaran.
Secara historis, peningkatan kualifikasi akademik guru di Indonesia dilakukan secara bertahap. Tahun 1950, persyaratan bagi guru Sekolah Dasar (SD) adalah berijazah Sekolah Guru B (SGB), yaitu jenjang pendidikan setara SLTP plus (empat tahun setelah SD), sedangkan bagi guru SMP (SLTP) dipersyaratkan berijazah Sekolah Guru A (SPG) yaitu jenjang pendidikan setara SLTA. Tahun 1960 persyaratan kualifikasi ini meningkat. Guru SD dipersyaratkan berijazah Sekolah Pendidikan Guru (SPG), yang setingkat dengan SLTA, sedangkan guru SMP dipersyaratkan berijazah Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLTP). Tahun 1989, dengan dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Mendikbud Nomor 0854/U/1989, persyaratan untuk guru SD ditingkatkan menjadi setara Diploma II, sementara itu tuntutan kualifikasi guru SLTP dan guru SLTA juga meningkat, meskipun peraturan resmi tidak ada.
Sedangkan Standar kualifikasi pendidikan untuk guru di Indonesia secara tegas dituangkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pasal 29 ayat 1 pada PP tersebut menyatakan bahwa Pendidik pada pendidikan anak usia dini memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-4) atau sarjana (S1), latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan anak usia dini, kependidikan lain atau psikologi, dan sertifikat profesi guru untuk PAUD.
Upaya pemerintah dalam meningkatkan kualifikasi pendidikan bagi guru tujuannya tidak hanya terbatas pada gelar kesarjanaannya saja, melainkan untuk meningkatkan wawasan, pengetahuan dan ilmu yang terdapat pada diri guru, sehingga yang bersangkutan dapat mengelola kelas dengan baik. Pengelolaan kelas yang baik meliputi manajemen siswa, kurikulum, dan sarana prasarana pendidikan. Hal demikian juga berlaku secara umum mulai dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Perbedaannya terletak pada kebijakannya yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswanya.
Sebagaimana yang disebutkan di atas bahwa salah satu unsur yang dapat mempengaruhi keberhasilan dalam mengelola kelas adalah manajemen kesiswaan. Hal ini diketahui dari beberapa sub yang terdapat dalam manajemen kesiswaan yang berhubungan dengan pengelolaan kelas di antaranya adalah : pengelompokan siswa, catatan kehadiran siswa, mutasi siswa dan layanan khusus siswa. Khusus pada Taman Kanak-kanak, pola manajemen kesiswaan yang dilakukan berorientasi kepada perencanaan kesiswaan, pola penerimaan siswa baru, pengelompokan siswa, catatan kehadiran siswa, mutasi siswa dan layanan khusus siswa. Bafadal (2006 : 30) menyebutkan secara rinci tujuan manajemen kesiswaan adalah untuk mengatur semua penyelesaian tugas-tugas yang berkenaan dengan siswa agar dapat berjalan dengan efektif, sehingga memperlancar pencapaian tujuan lembaga pendidikan.
Seperti diketahui bahwa pola manajemen kesiswaan yang diterapkan oleh para guru/kepala sekolah TK di Kecamatan X dapat dikatakan masih kurang baik. Kenyataan diketahui dari setiap kali diadakannya pertemuan Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia (IGTKI), sebagian besar para guru/Kepala Sekolah TK masih belum mengoptimalkan penerapan manajemen kesiswaan seperti apa yang terdapat di dalam teori. Pola manajemen kesiswaan yang diterapkan lebih dititik beratkan pada unsur Penerimaan siswa baru, absen, pelayanan khusus (misalnya peningkatan gizi melalui kegiatan makan bersama), pengelolaan pembelajaran, pengelompokan siswa berdasarkan usia, dan menentukan kelulusan. Sementara itu pola manajemen kesiswaan yang lain sebagian besar belum tersentuh sama sekali. Seharusnya tidak demikian. Sebab melalui berbagai kegiatan hampir semua manajemen kesiswaan telah disosialisasikan kepada para guru TK di Kecamatan X.
Berdasarkan uraian di atas, terdapat dua sudut pandang yang saling bertolak belakang antara harapan dan kenyataan. Harapannya melalui berbagai kebijakan yang tertuang melalui undang-undang dengan segala konsekuensinya termasuk sertifikasi guru, diharapkan dapat meningkatkan kinerja guru dalam mengelola dan melayani masyarakat dalam bidang pendidikan. Akan tetapi kenyataannya tidak demikian. Sebagian besar guru TK, khususnya di Kecamatan X kurang optimal dalam mengelola siswanya.
B. Rumusan Masalah
Berpijak dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan peneliti ungkap yaitu bagaimanakah hubungan antara kualifikasi guru dengan pola manajemen kesiswaan di Taman Kanak-kanak Se-Kecamatan X ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara kualifikasi pendidikan guru dengan pola manajemen kesiswaan di Taman Kanak-kanak Se-Kecamatan X.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang penulis angkat dalam penelitian ini, maka manfaat penelitian ini antara lain :
1. Bagi Guru
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengelola siswa Taman Kanak-kanak.
2. Bagi Siswa
Siswa akan mendapatkan pelayanan yang memadai seperti yang diharapkan dalam pola manajemen kesiswaan di Taman Kanak-kanak.