Cari Kategori

LOMBA PENULISAN ARTIKEL DAN FEATURES BIDANG PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

LOMBA PENULISAN ARTIKEL DAN FEATURES BIDANG PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015
 
Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2015, Pusat Informasi ...dan Humas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (PIH Kemdikbud), menyelenggarakan Lomba Penulisan Artikel dan Features Bidang Pendidikan dan Kebudayaan 2015.

 Tema Lomba adalah:
 “Penguatan Pelaku Pendidikan: siswa, guru, orangtua, dan kepala sekolah

Subtema:
a. Sekolah sebagai tempat yang menyenangkan
b. Pendidikan sebagai proses kegembiraan
c. Memuliakan guru
d. Peran orangtua dan guru dalam membangun karakter kejujuran siswa


 Kriteria Lomba:
1. Lomba penulisan artikel untuk guru dan/atau orangtua siswa, dan lomba penulisan karangan khas (features) untuk wartawan media cetak.
2. Artikel dan features adalah karya asli, tidak duplikatif atau replikatif.
3. Artikel dan features belum pernah/tidak sedang diikutsertakan dalam lomba apapun.
4. Artikel dan features telah dimuat pada media massa cetak (nasional, daerah, maupun media internal institusi) yang terbit di Indonesia. Kategori Artikel dimuat pada periode 1 November 2014 s.d 2 April 2015, sedangkan kategori Features dimuat pada periode 1 Januari s.d 2 April 2015.
5. Tulisan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
6. Peserta bukan pegawai Kemdikbud Pusat
7. Peserta dapat mengirimkan maksimal 5 naskah artikel dan features.
8. Pengiriman naskah artikel dan features dilampirkan bukti pemuatan paling lambat tanggal 2 April 2015 (cap pos) dan diterima panitia paling lambat tanggal 7 April 2015, dikirim ke alamat panitia lomba: Pusat Informasi dan Humas, Gedung C lt. 4, Kemdikbud, Jl. Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta Pusat 10270.
9. Setiap peserta wajib melampirkan identitas pengirim yaitu: nama, alamat, email, nomor telpon/handphone, dan fotocopy kartu identitas KTP/SIM. Khusus wartawan untuk kategori features juga melampirkan kartu pers.
10. Pengumuman hasil lomba melalui www.kemdikbud.go.id, facebook: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, serta twitter @kemdikbud_RI pada bulan Mei 2015.
11. Pemenang I, II, dan III tiap kategori berhak atas piagam penghargaan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan uang tunai masing-masing sebesar:
Juara I : Rp 10.000.000 (dipotong pajak)
Juara II : Rp 7.500.000 (dipotong pajak)
Juara III : Rp 5.000.000 (dipotong pajak)
12. Keputusan panitia bersifat final dan tidak bisa diganggu gugat. Panitia berhak menggugurkan pemenang apabila diketahui tidak sesuai dengan kriteria lomba.

Jakarta, 20 Februari 2015
Panitia Lomba
Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat
 
(Sumber: portal kemdikbud/pengunggah: Erika Hutapea)

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:20:00

Skripsi Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Keputusan Pembelian Air Minum Berkarbonasi Merk Fanta (Studi Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi)

Skripsi Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Keputusan Pembelian Air Minum Berkarbonasi Merk Fanta (Studi Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi)


A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini persaingan perusahaan untuk memperebutkan konsumen tidak lagi terbatas pada atribut fungsional produk seperti kegunaan suatu produk, melainkan sudah dikaitkan dengan merk yang mampu memberikan citra terhadap suatu produk. Suatu merek bukan hanya sekedar nama atau pembeda antara suatu produk dengan produk yang lain tetapi lebih dari itu merek mampu memberikan asosiasi tertentu dalam benak konsumennya. Begitu banyak perusahaan dengan hasil produksinya beberapa produk yang dijual di pasar tentunya harus dibedakan dengan pesaing, oleh karena itu produk tersebut harus diberi tanda, simbol atau desain yang mengidentifikasi dan mendeferensiasi dengan produk lain.Agar dapat bersaing merebut pasar maka perusahaan harus jeli dalam memberi merek produknya.
 
Suksesnya suatu bisnis atau produk konsumen tergantung pada kemampuan target pasar dalam membedakan satu produk dengan produk lainnya. Merek adalah alat utama yang digunakan oleh pemasar untuk membedakan produk mereka dari produk pesaingnya. Merek pada hakikatnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberi seperangkat atribut, manfaat dan pelayanan. Merek juga sangat bernilai karena mampu mempengaruhi pilihan atau preferensi konsumen. Merek yang dibangun dengan penciptaan struktur mental yang berhubungan dengan perusahaan, pada ingatan konsumen akan membantu konsumen dalam membantu melakukan keputusan pembelian. Lebih jauh merek suatu produk bisa dianggap sebagai aset terbesar bagi perusahaan karena merek yang sudah sukses di pasar mempunyai potensi yang besar untuk mampu menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
 
Merek yang prestisius dapat disebut memiliki ekuitas merek (brand equity) yang kuat. Suatu produk dengan ekuitas merek yang kuat dapat membentuk landasan merek (brand platform) yang kuat dan mampu mengembangkan keberadaan suatu merek dalam persaingan dengan jangka waktu yang lama. Oleh karena itu pengetahuan tentang elemen-elemen ekuitas merek dan pengukurannya sangat diperlukan untuk menyusun langkah strategis dalam meningkatkan eksistensi merek yang akhirnya dapat meningkatkan keuntungan perusahaan.
 
Dewasa ini bisnis minuman ringan di Indonesia berkembang dengan pesat. Minuman ringan mudah sekali diperoleh di berbagai tempat, mulai dari warungwarung sampai toko-toko. Minuman ringan dikonsumsi oleh semua lapisan masyarakat dari berbagai latar belakang pendidikan dan pekerjaan. Dengan konsumsi minuman ringan yang sedemikian luasnya, produk minuman ringan bukan merupakan barang mewah melainkan barang biasa. Industri minuman ringan memiliki potensi yang amat besar untuk dikembangkan dengan jumlah konsumsi per kapita yang masih rendah dan penduduk berusia muda yang sangat besar. Di Indonesia bisnis minuman berkarbonasi alias bersoda diramaikan oleh Coca Cola, Sprite, Fanta, Coke serta Pepsi Cola dengan Pepsi Biru dan Miranda. Fanta merupakan merek air minum berkarbonasi dari The Coca Cola Company yang patut diperhitungkan oleh para kompetitor. Fanta merupakan minuman berkarbonasi rasa buah-buahan yang sangat menonjol. Di seluruh dunia ada lebih dari 20 jenis rasa, dengan rasa jeruk sebagai volume terbesar. Pada tahun XXXX, Fanta menghadirkan campuran dua rasa buah yaitu jeruk (orange) dan mangga (mango) yang disebut Fanta Oranggo, setelah tahun sebelumnya sukses dengan Fanta Nanas.
 
Dengan potensi pasar yang masih rendah dibanding air mineral kemasan dan teh siap saji, ditambah dengan pemain yang memenuhi pasar ini cukup banyak, sehingga persaingan bisnis minuman di kategori karbonasi ini cukup sengit.
 
Berdasarkan riset kinerja merek yang dilakukan oleh MARS dan SWA pada tahun XXXX dalam kategori minuman ringan bersoda didapat hasil sebagai berikut :
** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **
Untuk mempertahankan posisinya maka Fanta harus melakukan berbagai inovasi. Fanta adalah Fun itulah konsep yang terus menerus dikomunikasikan dengan tidak lupa menggali kebiasaan konsumen di lapangan sebagai upaya inovasi.Fanta selalu melakukan inovasi dalam soal rasa baik dengan menemukan rasa baru maupun kombinasi berbagai rasa. Inovasi terakhir adalah perubahan bentuk botol yang lucu bentuknya, enak digenggam dan ada bintik embun sehingga berkesan dingin.Uniknya lagi botol ini lebih ringan 30% tapi isinya tetap 200 ml. Bertitik tolak dari hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam rangka penyusunan skripsi dengan judul "PENGARUH EKUITAS MEREK AIR MINUM BERKARBONASI MEREK FANTA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN (Studi pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi Angkatan XXXX Jurusan X)".

B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, muncul berbagai masalah yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Strategi bisnis perlu didukung untuk mempertahankan pelanggan maupun mendapatkan pelanggan baru, sehingga perlu inovasi atas strategi bisnis yang akan ditetapkan perusahaan.
2. Persaingan untuk memperebutkan pasar dalam industri barang konsumsi sangat ketat, khususnya barang tidak tahan lama.
3. Masyarakat dihadapkan pada berbagai pilihan barang konsumsi, dimana keputusan untuk memilih tiap jenis barang konsumsi yang ada tergantung keinginan dan kebutuhan konsumen.
4. Merek suatu produk bisa dianggap sebagai aset besar bagi perusahaan bila merek tersebut sudah sukses di pasar, sehingga perlu dipertahankan bagi eksistensi perusahaan.
5. Keputusan konsumen dalam membeli produk minuman ringan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah ekuitas merek.

C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dilakukan untuk menspesifikasikan masalah pada fokus tertentu sehingga dimungkinkan dapat dikaji dan diteliti lebih mendalam tentang permasalahan tertentu. Pembatasan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
1. Ruang Lingkup Masalah
Ruang lingkup masalah dalam penelitian ini adalah pengaruh ekuitas merek air minum berkarbonasi merek Fanta terhadap keputusan pembelian berdasarkan studi pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi Angkatan XXXX Jurusan X.
Agar tidak terjadi kesalahpahaman maka perlu ditegaskan istilah-istilah sebagai berikut :
a. Ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama atau simbolnya yang dapat menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan.
b. Kesadaran Merek (Brand Awareness) adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu.
c. Asosiasi Merek (Brand Association) adalah pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk,pesaing dan sebagainya.
d. Persepsi Kualitas (Perceived Quality) adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan.
e. Loyalitas Merek (Brand Loyalty) adalah ukuran kesetiaan konsumen terhadap suatu merek.
2. Objek Penelitian
Dalam penelitian ini yang dijadikan objek penelitian adalah :
Variabel bebas : 1. kesadaran merek (brand awareness)
2. asosiasi merek (brand association)
3. persepsi kualitas (perceived quality)
4. loyalitas merek (brand loyality)
Variabel terikat : keputusan pembelian
3. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi Angkatan XXXX, Jurusan X yang menjadi konsumen air minum berkarbonasi merek Fanta.

D. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah variabel-variabel yang ada dalam ekuitas merek yaitu kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek berpengaruh secara simultan terhadap keputusan pembelian air minum berkarbonasi merek Fanta oleh mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi Angkatan XXXX Jurusan X?
2. Apakah variabel-variabel yang ada dalam ekuitas merek yaitu kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek berpengaruh secara parsial terhadap keputusan pembelian air minum berkarbonasi merek Fanta oleh mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi Angkatan XXXX Jurusan X?

E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikasi pengaruh ekuitas merek baik secara simultan maupun parsial terhadap keputusan pembelian air minum berkarbonasi merek Fanta oleh mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi Angkatan XXXX Jurusan X.

F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan pengetahuan mengenai strategi pemasaran maupun manajemen pemasaran.
2. Manfaat praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pihak-pihak yang membutuhkan sebagai bahan pertimbangan,perbandingan dan penyempurnaan bagi penelitian selanjutnya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumbangan pemikiran bagi perusahaan yang bergerak dalam industri air minum berkarbonasi dalam menentukan kebijaksanaan-kebijaksanaannya agar lebih maju.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:44:00

Tingkat Penguasaan Operasi Hitung Pada Bilangan Pecahan

Skripsi Tingkat Penguasaan Operasi Hitung Pada Bilangan Pecahan

A. Latar Belakang
Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang mempunyai peranan yang cukup besar baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengembangan ilmu dan teknologi (Akib, 2001:143). Menurut Soedjadi (Akib, 2001: 143) dewasa ini matematika sering dipandang sebagai bahasa ilmu, alat komunikasi antara ilmu dan ilmuwan serta merupakan alat analisis. Dengan demikian matematika menempatkan diri sebagai sarana strategis dalam mengembangkan kemampuan dan keterampilan intelektual.
 
Pendidikan matematika pada jenjang pendidikan dasar mempunyai peranan yang sangat penting sebab jenjang ini merupakan pondasi yang sangat menentukan dalam membentuk sikap, kecerdasan, dan kepribadian anak. Karena itu Mendikbud Wardiman Djojonegoro dalam sambutannya pada konferensi Matematika Asia Tenggara IV, mengemukakan bahwa pelajaran matematika yang diberikan terutama pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dimaksudkan agar pada akhir setiap tahap pendidikan, peserta didik memiliki kemampuan tertentu bagi kehidupan selanjutnya. Namun kenyataan menunjukkan banyaknya keluhan dari murid tentang pelajaran matematika yang sulit, tidak menarik, dan membosankan. Keluhan ini secara langsung maupun tidak langsung akan sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika pada setiap jenjang pendidikan.
 
Meskipun upaya untuk mengatasi hasil belajar matematika yang rendah telah dilakukan oleh pemerintah. Seperti penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku paket, peningkatan pengetahuan guru-guru melalui penataran, serta melakukan berbagai penelitian terhadap faktor-faktor yang diduga mempengaruhi hasil belajar matematika. Namun kenyataan menunjukkan bahwa hasil belajar matematika masih jauh dari yang diharapkan.
 
Pernyataan di atas didukung oleh kenyataan di lapangan yang menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika murid SDN X masih rendah jika dibanding dengan mata pelajaran lain. Hal ini antara lain dapat dilihat pada data perolehan nilai Ujian Akhir Sekolah (UAS) murid SDN X Tahun Pelajaran X seperti yang disajikan dalam tabel berikut:
 
TABEL 1. Perolehan NEM/Nilai UAS Murid SD X dari Tahun Pelajaran X sampai dengan Tahun Pelajaran X

** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa prestasi belajar matematika yang dicapai murid SDN X selalu paling rendah di antara lima bidang studi yang diebtanaskan. Selain itu penguasaan bahan ajar matematika oleh murid belum sesuai yang diharapkan. Sedangkan Usman Mulbar (Alwi, 2001:2) mengatakan bahwa pengajaran matematika sulit diikuti oleh murid. Hal ini menunjukkan bahwa pengajaran matematika sekolah hingga dewasa ini umumnya kurang berhasil.
 
Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar matematika murid SD X, baik yang berasal dalam dalam diri murid itu sendiri maupun yang berasal dari luar diri murid. Faktor dari dalam diri murid misalnya, motivasi belajar, minat belajar, sikap terhadap matematika, serta kemampuan berfikir konvergen dan divergen. Sedangkan faktor yang berasal dari luar misalnya kemampuan guru dalam mengelola proses belajar, sarana belajar, dan lingkungan pendukung.
 
Berdasarkan kenyataan di atas, kiranya perlu diamati permasalahan mengenai kesulitan murid terhadap materi matematika, khususnya materi matematika sekolah dasar. Sesuai dengan materi yang tercantum dalam kurikulum matematika SD, maka konsep dasar berhitung yang perlu dikuasai murid antara lain: penguasaan operasi bilangan bulat dan operasi pecahan.
 
Dalam kurikulum SD Tahun 1994 murid SD sudah mulai diperkenalkan dengan operasi pecahan pada Kelas III. Operasi pecahan biasa diajarkan di Kelas III Cawu 1, 2, 3, di Kelas IV Cawu 1, 2, 3, di Kelas V Cawu 2, dan di Kelas VI Cawu 1 dan 3. sedangkan pecahan desimal mulai diajarkan di Kelas IV Cawu 1, Kelas V Cawu 3 dan diperluas pada Kelas VI Cawu 2 dan 3. namun siswa dalam mempelajari operasi hitung bilangan pecahan murid masih nampak mengalami kesulitan. Misalnya pada pelajaran penjumlahan dan pengurangan pecahan yang penyebutnya tidak sama. Dengan demikian murid akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal pada pokok bahasan lain yang dikaitkan dengan topik tersebut. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dianggap perlu untuk melakukan penelitian tentang kemampuan dan penguasaan operasi hitung bilangan pecahan murid Kelas VI SDN X.

B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka pertanyaan penelitian sebagai berikut:
“Seberapa besar tingkat penguasaan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian bilangan pecahan murid Kelas VI SDN X Tahun Pelajaran X?”

C. Tujuan Penelitian
Pada dasarnya tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan penelitian yang dirumuskan di atas, yaitu: Untuk mendapatkan informasi yang akurat tentang tingkat penguasaan murid Kelas VI SDN X pada operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian pecahan Tahun Pelajaran X.

D. Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1. Informasi tentang tingkat penguasaan murid Kelas VI SDN X terhadap masing-masing operasi hitung (penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian) bilangan pecahan dapat dijadikan masukan atau sebagai tolok ukur para guru matematika di sekolah agar dapat mempertahankan atau mencari alternatif lain pada proses pembelajaran yang digunakan selama ini, khususnya pada materi operasi hitung bilangan pecahan.
2. Sebagai masukan bagi semua pihak yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, khususnya guru yang mengajarkan matematika dalam usaha meningkatkan prsetasi belajar matematika pada umumnya.
3. Sebagai bahan informasi awal bagi peneliti lain yang berminat meneliti hal yang sama atau melanjutkan penelitian ini dengan cakupan yang lebih luas, baik tentang masalah yang diteliti maupun tentang subjek penelitian.
4. Sebagai media belajar bagi penulis untuk menyatakan serta menyusun buah pikiran secara tertulis dan sistematis dalam bentuk karya ilmiah.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:43:00

Peranan Panti Asuhan Dalam Pembinaan Pendidikan Remaja

Skripsi Peranan Panti Asuhan Dalam Pembinaan Pendidikan Remaja

 
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini masalah pendidikan semakin menjadi perhatian masyarakat karena pendidikan merupakan milik dan tanggung jawab masyarakat. Kedudukan pendidikan diharapkan menjadi ke arah tercapainya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang mampu menghasilkan manusia yang beriman dan bertaqwa, berbudi pekerti yang luhur, berkepribadian mandiri, cerdas, kreatif, terampil dan beretos kerja yang tinggi telah diamanatkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (1993: 49). Pembangunan sumber daya manusia bertujuan untuk meningkatkan kualitasnya sehingga dapat mendukung pembangunan ekonomi melalui peningkatan produktifitas dengan pendidikan nasional yang makin merata dan bermutu disertai peningkatan dan perluasan pendidikan keahlian yang dibutuhkan berbagai bidang pembangunan ilmu dan teknologi yang makin mantap.
 
Dengan melihat pentingnya pendidikan maka sejak pelita I pemerintah terus berupaya dalam mengatasi berbagai masalah pendidikan seperti pembaharuan kurikulum dan proses belajar mengajar, peningkatan kualitas guru, pengadaan buku pelajaran dan sarana belajar, penyempurnaan sistem penilaian, penataan organisasi dan manajemen pendidikan serta usaha lain yang berhubungan dengan penimgkatan kualitas pendidikan. Dengan kata lain upaya dalam pembaharuan pendidikan meliputi hal-hal yang diusahakan untuk peningkatan kualitas pendidikan seperti yang dikemukakan oleh Misbah (1978:13) antara lain : 1) Masalah pemerataan pendidikan, 2) Masalah relevansi pendidikan dengan tuntutan masyarakat, 3) Masalah kualitas/mutu pendidikan, 4) Masalah efesiensi pendidikan.
 
Dalam UUD 1945 pasal 31 telah diatur tentang hak-hak setiap warga negara untuk mendapatkan pengajaran. Namun ternyata masih ada sebagian yang belum menikmati pendidikan yaitu para remaja yang mengalami putus sekolah yang disebabkan oleh banyak faktor diantaranya kemiskinan atau ketidak mampuan orang tua untuk membiayai anak-anaknya. Banyak remaja desa dan kota menjadi penganggur akibat putus sekolah (drop out) atau tidak lagi mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan sekolah lanjutannya, ada kalanya mereka melakukan kegiatan yang bersifat destruktif dan mengganggu ketentraman masyarakat. Banyak media massa yang menerangkan tentang macam-macam kegiatannya misalnya penipuan, pencopetan, pengedoran, pemerkosaan dan lainnya yang dilakukan remaja (Dakir, 1982:6). Bahkan fenomena yang sekarang ada dalam masa krisis moneter ini adalah banyaknya pengamen usia remaja. Mereka diduga para remaja yang mengalami putus sekolah.
 
Banyaknya anak putus sekolah adalah khas di negara berkembang (Beeby, 1982:189). Indonesia sebagai negara berkembang juga menghadapi permasalahan serius mengenai anak putus sekolah. Anak-anak didaerah tertinggal, anak-anak pekerja, anak-anak jalanan, anak dari keluarga kurang bahagia merupakan sedikit contoh yang dapat ditunjuk sebagai anak putus sekolah.
 
Merupakan kenyataan sosial dan problem sosial bahwa di dalam masyarakat masih pula anak-anak yang belum menikmati hak-hak asasinya secara wajar baik yang menyangkut perawatan, pembinaan jasmani dan rohani, pendidikan dan lain-lain sehingga kesejahteraan anak kurang terjamin, misalnya : anak yatim piatu, anak tidak mampu dan anak terlantar. Kesuksesan pembangunan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur dapat terlaksana bilamana terdapat generasi muda yang sehat jasmani dan rohani dan bermental pembangunan, sehingga ia mampu memikul tanggung jawab tersebut. Walaupun permasalahan ini bukan merupakan masalah baru namun akhir-akhir ini kembali muncul di permukaan, terlebih lagi setelah ada pengangkatan program resmi pada pelita VI dan peluncuran program IDT (Arief Sritua, 1998). Siasat untuk memerangi langsung kemiskinan umumnya sekarang sudah mulai dicoba. Kaum miskin kurang pendidikannya sehingga mendorong pemerintah agar golongan miskin mendapat kesempatan. Tidak dipungkiri bahwa di antara yang dihadapi penduduk miskin adalah kurangnya sumber kebutuhan pokok seperti kurang gizi, pakaian, pendidikan, dan kesehatan (Mahbub Ulhaq, 1995). Dengan demikian wajar apabila pemerintah berusaha bekerja keras dalam menanggulangi persoalan tersebut. Kondisi kemiskinan dengan perbagai implikasi merupakan bentuk masalah sosial yang menuntut pemecahan masalah tersebut. Siasat untuk memerangi langsung kemiskinan umumnya sekarang sudah mulai dicoba. Kaum miskin kurang pendidikannya sehingga mendorong pemerintah agar golongan miskin mendapat kesempatan terutama di bidang pendidikan.
 
Belakangan ini masalah kemiskinan kembali menghangat di kalangan masyarakat. Sekitar 27 juta penduduk Indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan dan tersebar merata di mana mengharuskan semua pihak untuk bekerja keras mengangkat mereka dalan kehidupan yang lebih layak karena kemiskinan adalah suatu ketidak mampuan penduduk dalam memenuhi kebutuhan dasar untuk suatu kehidupan yang layak. Kemiskinan juga berkaitan eret dengan keadaan sistem kelembagaan yang tidak mampu memberikan kesempatan yang adil bagi anggota masyarakat untuk memanfaatkan dan memperoleh manfaat dari sumber daya alam yang tersedia (Syaffrudin B, Prisma no. 3 Desember 1993). Tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan kemudian dijabarkan dalam program-program yang lebih operasional dalam Repelita V yang sebelumnya sudah tercantum dalam UUD 1945 dan GBHN.
 
Kemiskinan merupakan masalah lintas sektoral dan mulai disiplin oleh karena itu dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat. Dengan demikian diharapkan terjadi suatu sinergi dalam penanaggulangan kemiskinan. Adapun upayanya adalah pemenuhan kebutuhan pokok terutama ; kesehatan, air bersih, pendidikan dan perumahan bagi penduduk miskin (Soekirman, Prisma no.3 Desember 1993). Munculnya kemiskinan ini juga dilatarbelakangi oleh besarnya jumlah penduduk miskin di dunia. Bila masalah kemiskinan tidak ditanggulangi secara sungguh-sungguh selain dapat menimbulkan kerawanan sosial politik dan dapat menghambat laju pertumbuhan perekonomian negara berkembang. Dilihat dari upaya-upaya yang dilakukan pemerintah sekarang, untuk penanggulangan kemiskinan juga telah menunjukkan bahwa pembangunan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan melalui Puskesmas dan Posyandu dan pelayanan pendidikan melalui program SD Inpres (Hermanto, Prisma no. 3 Desember 1993). Karena tujuan pembangunan di Indonesia sendiri adalah untuk mensejahterakan bangsa, dengan kata lain untuk penanggulangan kemiskinan. Bank Dunia mendenifisikan kemiskinan sebagai suatu ketidak mampuan individu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya (Hermanto, Prisma nomer 3 Desember 1993). Sehingga kemiskinan dalam perencanaan pembangunan memusatkan pada kelompok masyarakat di bawah garis kemiskinan. Penghapusan kemiskinan yang medesak perlu dilakukan, agar pemerintah segera mengambil langkah-langkah untuk menghapus kemiskinan (DR. Thee Kran Gie, 1981). Kemiskinan akan berakibat munculnya masalah-masalah sosial seperti munculnya gelandangan, pengemis, tuna susila, dan anak terlantar.
 
Fenomena anak terlantar itu terjadi di semua daerah, baik di kota besar maupun kota kecil. Demikian pula dengan Kota Madya Daerah Tingkat II X, juga tidak lepas dari permasalahan anak terlantar. Jumlah anak-anak terlantar yang tercatat pada Badan Pusat Statistik Kodia X yang bersumber pada Dinas Sosial Kodia X tahun XXXX adalah 1849 anak. Dari anak-anak yang mulai beranjak dewasa yang biasa disebut remaja harus diadakan pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta. Dinas Sosial X yang berada di bawah Departemen Sosial, punya tanggung jawab dalam melaksanakan pembinaan terhadap remaja-remaja terlantar. Karena keterbatasan dalam dana dan kemampuan sumber daya, maka remaja-remaja di Kota Madya Dati II X belum semuanya mendapatkan pembinaan. Oleh karena itu Dinas Sosial masih membutuhkan dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak baik individu maupun kelompok. Karena masalah ini merupakan masalah bersama seluruh rakyat. Saat ini organisasi-organisasi sosial yang telah bekerja sama dalam berpartisipasi menangani masalah anak terlantar seperti lembaga swadaya masyarakat, maupun panti asuhan. Kebijaksanaan penanganan diarahkan pada upaya pemberian pelayanan kesejahteraan sosial dengan melaksanakan penyantunan dan pengentasan bagi remaja-remaja terlantar, memberi pelayanan fisik, mental dan sosial pada anak asuh sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadiannya. Dengan kebijaksanaan ini diharapkan mereka sebagai bagian generasi penerus cita-cita bangsa dan sebagai insan akan turut serta aktif di dalam bidang pembangunan nasional, kebijaksanaan tersebut ditempuh melalui pendekatan dengan sistem panti dan luar panti, seperti yang dilakukan oleh Panti Asuhan X. Masalah ini sangat menarik untuk dikaji lebih mendalam yaitu tentang efektifitas pendidikan lewat panti asuhan dalam pembinaan remaja dalam sebuah penelitian dengan judul “PERANAN PANTI ASUHAN DALAM PEMBINAAN PENDIDIKAN REMAJA (Studi di Panti Asuhan X tahun XXXX-XXXX)”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka untuk memberikan arahan dalam penelitian ini, maka perlu dikemukakan beberapa pokok permasalahan yaitu :
1. Bagaimana latar belakang berdirinya Panti Asuhan X?
2. Bagaimana sistem rekruitmen remaja yatim piatu dan terlantar di Panti Asuhan X?
3. Bagaimana faktor penghambat dan pendorong dalam pembinaan remaja Panti Asuhan X?
4. Bagaimana peranan Panti Asuhan X dalam pembinaan pendidikan remaja dari tahun XXXX-tahun XXXX?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk menjawab dari rumusan masalah yang disebut diatas yaitu :
1. Mengetahui latar belakang berdirinya Panti Asuhan X.
2. Mengetahiu sistem rekruitmen remaja yatim piatu dan terlantar di Panti Asuhan X.
3. Mengetahui faktor penghambat dan pendorong dalam pembinaan remaja pembinaan Panti Asuhan X..
4. Mengetahui bahwa Panti Asuhan X dapat memberikan pembinaan pendidikan remaja (tahun XXXX-XXXX).

D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
1. Untuk memberikan sumbangan dalam Ilmu Pengetahuan khususnya tentang fenomena pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan oleh lembaga pemerintah dan non pemerintah
2. Untuk memberikan pengetahuan kepada penulis tentang peran panti asuhan dalam pembinaan pendidikan remaja.
b. Manfaat Praktis
1. Agar penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh lembaga pemerintah atau swasta yang membutuhkan baik sebagai pengetahuan atau sebagai dasar dalam mengambil suatu kebijakan.
2. Untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Program Sejarah Fakultas Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan X.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:41:00

HUBUNGAN ANTARA KECANDUAN INTERNET GAME ONLINE DAN KETERAMPILAN SOSIAL PADA REMAJA

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KECANDUAN INTERNET GAME ONLINE DAN KETERAMPILAN SOSIAL PADA REMAJA

1.1. Latar Belakang Masalah
Kehadiran internet bisa dibilang terlambat di Indonesia, namun dapat dibilang sangat cepat perkembangannya. Berdasarkan data dari situs Internet World Stats, pengguna internet di Indonesia telah mencapai angka 25 juta orang pada akhir tahun 2008. Tingkat pertumbuhan penggunaan internet yang terjadi selama 8 tahun mencapai 1.150%. Jauh melebihi data yang diambil pada tahun 2000, dimana jumlahnya hanya 2 juta orang. Besar pertumbuhan penggunaan internet ini jauh lebih besar dari jumlah pertumbuhan penduduk di Indonesia yang tidak lebih dari 3% per tahun. Hal tersebut makin meyakinkan bahwa internet dapat menjadi media baru yang akan dinikmati seluruh masyarakat Indonesia seperti halnya media televisi saat ini (Syaifudin, 2008).
 
Internet jelas membantu banyak pihak dari berbagai kalangan dan kepentingan. Tidak hanya para praktisi, pelajar, dan masyarakat luas, pemerintahan pun dapat menggunakan fasilitas internet bagi kemudahan pelayanan, dapat menghemat banyak biaya, dan juga dapat meningkatkan kecepatan serta kualitas layanan publik. Selain pemerintah, korporasi swasta, industri perbankan juga memanfaatkan internet dalam segala bisnisnya. Hal ini dapat menjadikan internet sebagai tumpuan bagi masyarakat Indonesia ke depan.
 
Syaifudin kemudian menambahkan, berkat kemajuan teknologi informasi dan semakin meningkatnya bandwidth internet juga memicu tumbuhnya industri hiburan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh suatu lembaga di Amerika menunjukkan bahwa masyarakat Amerika lebih menyukai internet daripada televisi. Secara garis besar, internet telah memungkinkan konvergensi berbagai media konvensional. Di Indonesia sendiri, model bisnis seperti ini baru berkembang dengan hadirnya TV kabel atau TV langganan, dan cabang industri hiburan lain yang cukup besar nilainya adalah Game. Meningkatnya penggunaan komputer dan internet menjadi kebutuhan sehari-hari, mengakibatkan potensi penggunaan secara berlebihan dan bahkan dapat berubah menjadi ketergantungan (Funk, et al., 2004).
 
Salah satu bentuk kecanduan yang ditimbulkan oleh penggunaan internet adalah internet game online/internet game atau biasa dikenal juga dengan online game, yaitu permainan yang dimainkan secara online melalui internet. Menurut analisa pasar global, industri internet games telah mencapai US$ 28.5 miliar di tahun 2005 saja, dan diperkirakan akan melampaui industri musik global pada tahun 2010 (BusinessWire, 2005). Internet juga telah membawa genre permainan baru seperti MMORPG. Menurut Syaifudin, di Indonesia sendiri industri game online sangat berkembang pesat di seluruh pelosok tanah air. Media teknologi terbaru ini dirancang untuk interactivity dan untuk komunikasi interpersonal.
 
Layaknya dunia nyata, orang-orang yang bermain di dalamnya dapat membuat kehidupan virtual dan berlaku seperti masyarakat yang nyata pada umumnya. Mereka dapat hidup, bergerak, bertransaksi, melakukan aktivitas sehari-hari, mendapatkan pekerjaan, mencari pasangan, bahkan membesarkan binatang peliharaan (The Sims 2: Pets, 2006) di 'dunia' virtual atau maya.
 
Masyarakat Indonesia memiliki kesadaran yang tinggi akan hal seni dan budaya Indonesia yang beragam. Hal ini masih berlaku di sebagian besar wilayah Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Salah satu hasil budaya yang masih banyak dipertahankan sampai saat ini adalah permainan tradisional yang dapat meningkatkan kreatifitas dan juga kerjasama/interaksi antar pemain. Lolly Amalia, Direktur Sistem Informasi, Perangkat Lunak dan Konten, Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) mengatakan, setidaknya ada 30 juta orang Indonesia yang memainkan game online (www.beritanya.com), atau dengan kata lain, 1 dari 8 orang Indonesia adalah pemain game online. Dengan kondisi pasar seperti itu, Indonesia menjadi pasar yang cukup potensial untuk industri permainan interaktif. Berdasarkan cetak biru pengembangan ekonomi kreatif Indonesia, industri permainan interaktif adalah kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, dan distribusi permainan pada media komputer, video, konsol, telepon genggam, dan jaringan internet, yang bersifat hiburan, ketangkasan, dan edukasi. Sedangkan kriteria untuk menentukan sebuah permainan disebut permainan interaktif adalah permainan yang menggunakan aplikasi piranti lunak pada komputer (online maupun stand alone), konsol (Playstation, XBOX, Nitendo dll), telepon genggam, maupun alat ketangkasan lainnya. Menurut detikinet.com, dengan adanya internet sebagai salah satu kebutuhan atau sarana yang memudahkan aktivitas, pola budaya dalam masyarakat Indonesia juga dapat mengalami banyak perubahan. Sangat memungkinkan anak remaja lebih kenal dengan budaya Warcraft dibanding tarian Aceh. Mereka lebih kenal interface dan fitur Friendster dibanding rapat bulanan warga kelurahan.
 
Saat ini telah banyak warnet yang melengkapi fasilitas online game dalam tiap komputer yang mereka sediakan. Menurut hasil wawancara peneliti dengan pemilik atau penjaga beberapa warnet yang berada di daerah sekitar Jakarta Timur, fasilitas online game lebih banyak menarik pelanggan dibandingkan fasilitas lainnya yang disediakan oleh pihak warnet. Jumlah pelanggan yang memanfaatkan fasilitas untuk browsing, membuka e-mail, atau bahkan memperbarui status dalam situs jaringan sosial atau social network service seperti Facebook, tidak sebanyak pelanggan yang datang dengan tujuan untuk bermain online game. Sebuah studi mengemukakan sebagian besar aktivitas yang dilakukan oleh pelajar perempuan saat memakai internet adalah mengerjakan tugas sekolah (75%), instant messaging (68%), bermain game (68%), dan musik (65%). Sedangkan bagi pelajar laki-laki, sebagian besar aktivitas yang dilakukan adalah bermain game (85%), mengerjakan tugas sekolah (68%), musik (66%), dan instant messaging (63%) (Media Awareness Network, dalam Blais, Craig, Pepler, Connolly, 2007). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yee (dalam Loton, 2007) ditemukan bahwa laki-laki mendapatkan skor tertinggi dalam seluruh faktor achievement, menyempurnakan karakter di dalam permainan, menguasai mekanisme permainan dan berkompetisi dengan pemain lain. Sedangkan perempuan memiliki skor tertinggi pada komponen relationship, membina komunikasi dan kerjasama dengan pemain lain, bahkan di sebagian sub-komponen meningkatkan self-disclosure dan membentuk supportive relationships. Young (1998, dalam Wan & Chiou, 2007) menemukan bahwa online game adalah salah satu aktivitas paling candu dari para pengguna internet.
 
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, internet game banyak diminati oleh remaja dan dewasa. Saat ini, 67% remaja di Amerika Serikat bermain internet game secara online (Rideout, et. al., 2005 dalam Williams, Yee & Caplan, 2008). Karena kurangnya kemampuan untuk mengendalikan antusiasme terhadap sesuatu yang dapat membangunkan minat mereka, seperti internet dan computer games, remaja dinilai lebih rentan melakukan penyimpangan dalam penggunaan internet. Melarikan diri dari kehidupan nyata ke dunia maya seringkali diasosiasikan dengan masalah serius dalam keseharian remaja. Kegemaran bermain internet game di kalangan remaja menimbulkan berbagai tanggapan mengenai pengaruh internet game terhadap perkembangan remaja (Subrahmanyam, Kraut, Greenfield, & Gross, 2000).
 
Meskipun saat ini perhatian media dan popularitas internet game yang dihubungkan dengan dampak-dampak buruk yang dapat disebabkan telah banyak dibicarakan, tetap saja penelitian mengenai topik tersebut masih sangat minim (Loton, 2007). Penelitian-penelitian yang dilakukan saat ini telah menemukan banyak hubungan antara game online dengan ketergantungan dan perilaku penurunan interaksi sosial (Internet Paradox Study), bermain yang berlebih (Fisher; Griffiths, Hunt, dalam Loton, 2007), penurunan tajam pada social involvement, dan peningkatan kesendirian dan depresi (Subrahmanyam, 2000; Kraut, et al., 1998), serta mengalami high levels of emotional loneliness dan atau kesulitan berinteraksi secara sosial dalam kehidupan nyata (AMA, 2008), dan juga berhubungan dengan kerusakan pada faktor sosial, psikologi, dan kehidupan (Brenner; Egger; Griffiths; Morahn-Martin; Thompson; Scherer; Young, dalam Young, 1997). Saat ini di Amerika Serikat telah dibuka klinik untuk menanggulangi kerusakan serius yang disebabkan oleh penggunaan internet yang berlebihan (Young, 1997).
 
Berbeda dari penelitian kebanyakan, beberapa peneliti justru mengkhususkan diri meneliti tentang dampak positif internet game. Mereka menemukan bahwa internet games dapat menjadi alat pedagogi yang efektif Selain itu, para pemain mendapatkan keuntungan kognitif, atensi, ingatan, koordinasi tangan dan mata, ketajaman penglihatan, keterampilan spasial, dan bahkan inteligensi (Gibb, Bailey, Lambirth, & Wilson; Green & Bavelier; Reisenhuber; Satyen, dalam Loton, 2007). Beberapa penelitian juga mengemukakan bahwa anak-anak dan remaja menggunakan internet untuk role-play dan dalam suatu proses pembentukkan identitas. Interaksi secara online (termasuk email, chat, gaming, dan multi user domain (MUD)) merupakan 'laboratorium untuk pembentukan identitas' (Turkle, 1995).
 
Saat melakukan observasi di lapangan, peneliti sendiri telah menyaksikan bagaimana seseorang remaja (memakai seragam SMP) dengan asyiknya bermain internet game online dalam jangka waktu yang lama (sekitar 4 jam). Bahkan salah satu penjaga warnet yang peneliti temui mengatakan bahwa keuntungan yang mereka dapatkan setiap bulannya sebagian besar berasal dari anak-anak dan remaja yang bermain internet game secara online.
 
Ketergantungan internet game online yang dialami pada masa remaja, dapat mempengaruhi aspek sosial remaja dalam menjalani kehidupan sehari-hari (Orleans & Laney, 1997). Karena banyaknya waktu yang dihabiskan di dunia maya mengakibatkan remaja kurang berinteraksi orang lain dalam dunia nyata. Hal ini tentunya mempengaruhi keterampilan sosial yang dimiliki oleh seorang remaja. Menurut Putallaz & Gottman (1983 dalam Waters & Sroufe, dalam Dodge, Pettit, McClaskey, Brown, & Gottman, 1986) keterampilan sosial merupakan aspek tingkah laku sosial yang penting untuk diperhatikan guna mencegah penyakit fisik atau patologis pada anak dan dewasa. Pada remaja keterampilan sosial dibutuhkan dalam komunikasi sosial (Eisenberg & Harris, 1984). Keterampilan sosial juga memiliki pengaruh terhadap masa selanjutnya selama berlangsungnya kehidupan seseorang.
 
Merrel & Gimpel (1997) mengatakan bahwa individu dengan keterampilan sosial yang baik mengalami berbagai keberhasilan dan kegagalan selama hidup mereka tetapi mereka dapat mengatasi situasi sosial dan masalah yang mereka hadapi dengan baik, sedangkan bagi mereka yang memiliki keterampilan sosial yang rendah cenderung tidak ramah, harga diri rendah, mudah marah dan mengganggap percakapan biasa sebagai suatu tugas yang sulit.
 
Fenomena kecanduan internet game online ini diperkirakan sangat mempengaruhi keterampilan sosial yang dimiliki oleh remaja. Penelitian ini merupakan penelitian awal mengenai fenomena meningkatnya penggunaan internet dan juga makin bertambahnya pemain internet games di Indonesia (Internet World Stats, 2008; Kompas.com). Penelitian mengenai intenet game yang dihubungkan dengan perkembangan psikososial di Indonesia pun sepertinya masih sangat terbatas. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, hal tersebut dinilai penting oleh peneliti guna memberikan informasi mengenai perkembangan kecanduan terhadap internet game dengan perkembangan keterampilan sosial masyarakat di Indonesia, khususnya remaja. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna melihat hubungan keterampilan sosial dan kecanduan internet game pada remaja.
 
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dimana data diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada partisipan. Hal ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum tentang keterampilan sosial remaja yang kecanduan internet game. Di dalam kuesioner yang disebarkan saat penelitian, peneliti menyertakan alat ukur yang merupakan modifikasi dari alat ukur Internet Addiction Disorder (IAD) untuk membedakan subyek yang mengalami kecanduan dan yang tidak, dan alat ukur Social Skills Inventory (SSI) untuk mengetahui skor keterampilan sosial yang dimiliki oleh tiap partisipan. Peneliti kemudian mengklasifikasikan tingkat kecanduan partisipan menjadi: rendah, sedang, dan tinggi.

1.2. Permasalahan
Peneliti berusaha untuk menemukan jawaban dari masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu:
"Apakah terdapat hubungan antara kecanduan internet game online dan keterampilan sosial pada remaja?"

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui adanya hubungan antara kecanduan internet game online dan keterampilan sosial pada remaja.
2. Mengetahui keterampilan sosial pada remaja yang kecanduan internet game online.
3. Mengenali pengaruh kecanduan internet game online terhadap domain keterampilan sosial pada remaja.

1.4. Manfaat Penelitian
1. 4.1. Manfaat teoritis
1. Manfaat penelitian ini secara teoritis yaitu memberikan sumbangan pada ilmu psikologi dalam memahami fenomena yang terjadi dihubungkan dengan permainan komputer dengan menggunakan internet dari pandangan ilmu-ilmu psikologi.
1. 4. 2. Manfaat Praktis
1. Data dari hasil penelitian ini adalah sebagai sumber informasi bagi orang tua dan pemerhati pendidikan dalam mendampingi para remaja dalam melewati masa-masa krisis pada perkembangan mereka.
2. Mengembangkan pertanyaan-pertanyaan baru mengenai dampak yang dapat ditimbulkan, sehingga dapat dijadikan dasar untuk penelitian selanjutnya mengenai kecanduan internet game online.

1.5. Sistematika Penulisan
BAB 1 berisi tentang latar belakang penelitian, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sitematika penulisan.
BAB 2 berisi tinjauan pustaka mengenai definisi kecanduan, jenis kecanduan, faktor penyebab kecanduan, penelitian mengenai kecanduan, kriteria kecanduan, definisi internet game online, jenis internet game online, definisi remaja, ciri-ciri remaja dan hubungan remaja dengan keterampilan sosial.
BAB 3 berisi metode penelitian yang memuat permasalahan, sampel penelitian, desain penelitian, metode pengumpulan data, alat penelitian, teknik statistik yang digunakan, dan tahap uji coba alat ukur.
BAB 4 berisi hasil dan pembahasan, yaitu hasil data penelitian kuantitatif secara umum, data hasil pengolahan partisipan pemain internet game online serta pembahasannya.
BAB 5 merupakan bab penutup yang berisi diskusi, kesimpulan, dan saran dari hasil penelitian ini.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:39:00

Hubungan Biaya Sumber Daya Manusia Dan Pengukuran Nilai Sumber Daya Manusia Terhadap Pelaporan Akuntansi Sumber Daya Manusia

Skripsi Hubungan Biaya Sumber Daya Manusia Dan Pengukuran Nilai Sumber Daya Manusia Terhadap Pelaporan Akuntansi Sumber Daya Manusia

1.1 Latar Belakang
Pada perusahaan jasa dan industri yang berskala besar, sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting dalam proses pencapaian tujuan perusahaan yaitu menghasilkan laba maksimum untuk jangka panjang. Menurut (Amin Widjaja, XXXX), Sumber daya manusia yang berkualitas sangat berperan dalam menjalankan kegiatan operasional perusahaan, mendayagunakan sumber daya-sumber daya lain dalam perusahaan, dan menjalankan strategi bisnis secara optimal.
 
Bagi suatu perusahaan secara keseluruhan sumber daya manusia merupakan kekayaan yang sangat berharga. Kehilangan atau kepindahan sumber daya manusia yang profesional bagi suatu perusahaan merupakan suatu kerugian yang besar karena hal tersebut akan membuang biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan untuk membina atau mendidik sumber daya manusia yang diperolehnya itu. Kerugian lainnya adalah hilangnya kesempatan memanfaatkan sumber daya manusia tersebut untuk meningkatkan keuntungan yang bisa diperoleh perusahaan yang mungkin dapat juga mengancam kelangsungan hidup perusahaan yang belum mempunyai sistem perekrutan serta pendidikan sumber daya manusia yang baik.
 
Apalagi dalam situasi dan kondisi perekonomian sekarang ini, sumber daya manusia merupakan asset yang paling penting bagi kemajuan usaha perusahaan. Banyak sekali karyawan yang berhenti bekerja dan terpaksa menganggur (PHK) akibat keadaan ekonomi yang sulit karena manajemen yang ada pada perusahaan itu tidak baik. Pada kondisi seperti inilah, suatu perusahaan membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, guna menunjang kelangsungan hidup perusahaan. Dengan perencanaan dan pengendalian sumber daya manusia akan membantu pihak manajemen untuk :
1. Mengembangkan, mengalokasikan, menghemat, memanfaatkan, dan mengevaluasi sumber daya manusia dengan baik dan apakah sudah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai
2. Memudahkan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan sumber daya manusia
Untuk memanajemen sumber daya manusia secara baik maka diperlukan informasi tentang sumber daya manusia yang akurat dan relevan. Akuntansi sumber daya manusia memberikan informasi kuantitatif maupun kualitatif kepada manajemen mengenai pemenuhan, pengembangan, pengalokasian, kapitalisasi, evaluasi, dan penghargaan atas sumber daya manusia.
 
Salah satu Badan Usaha Milik Daerah Sumatera Selatan yang bergerak di sektor jasa perbankan adalah PT X. PT X sebagai perusahaan jasa perbankan yang berskala besar mempekerjakan 70 tenaga kerja. Sebagai faktor penting dalam pencapaian tujuan perusahaan, pengembangan mutu sumber daya manusia dan kesejahteraan karyawan menjadi perhatian utama perusahaan. Berkaitan dengan hal ini, penulis ingin melihat bagaimana perlakuan akuntansi atas biaya-biaya sumber daya manusia pada PT X yang bisa dikatakan cukup concern terhadap sumber daya manusianya.
 
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka penulis tertarik untuk menulis skripsi ini dengan judul “HUBUNGAN BIAYA SUMBER DAYA MANUSIA DAN PENGUKURAN NILAI SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP PELAPORAN AKUNTANSI SUMBER DAYA MANUSIA PADA PT. X (Kantor Pusat) XXXX.”

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tadi, maka permasalahan yang akan diteliti dan dibahas adalah sebagai berikut :
1. Apakah ada hubungan biaya SDM dan pengukuran nilai SDM secara simultan terhadap pelaporan akuntansi SDM pada PT X (kantor pusat) ?
2. Apakah ada hubungan biaya SDM secara parsial terhadap pelaporan akuntansi SDM pada PT X (kantor pusat)?
3. Apakah ada hubungan pengukuran nilai SDM secara parsial terhadap pelaporan akuntansi SDM pada PT X (kantor pusat)?

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan biaya SDM dan pengukuran nilai SDM secara simultan terhadap pelaporan akuntansi SDM pada PT X
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan biaya SDM secara parsial terhadap pelaporan akuntansi SDM pada PT. X (kantor pusat).
2. Untuk mengetahui hubungan pengukuran nilai SDM secara parsial terhadap pelaporan akuntansi SDM pada PT. X (kantor pusat)

1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah :
1.4.1 Bagi PT. X (kantor pusat)
Sebagai masukan bagi pihak manajemen mengenai bentuk pelaporan atas biaya-biaya sumber daya manusia dan pengukuran nilai sumber daya manusia
1.4.2 Bagi Universitas X
Berguna sebagai informasi dan masukan untuk penelitian yang akan datang yang membahas topik permasalahan yang sama.
1.4.3 Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan akuntansi sumber daya manusia serta pengalaman dalam hal meneliti.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:38:00

Sinar Katode-Struktur Atom Hidrogen-Sinar Laser Dan Teknologi Nuklir

Judul : Makalah Sinar Katode-Struktur Atom Hidrogen-Sinar Laser Dan Teknologi Nuklir
Isi :
Kata Pengantar, Sinar Katode : Tabung Pelucutan Gas, Tabung Sinar Katode, Sinar-X, Struktur Atom Hidrogen : Teori Atom Dalton, Model Atom Thomson, Model Atom Rutherford, Model Atom Bohr, Spektrum Atom Hidrogen, Konsep Tingkat Energi, Percobaan Franck dan Hertz, Mengenal Deret Transisi Spektrum Atom Hidrogen, Sinar Laser, Pembuatan Sinar Laser, Sifat Sinar Laser, Penggunaan Sinar Laser, Teknologi Nuklir, Reaktor Atom, Penggunaan Radio Isotop



Sekilas Isi :

SINAR KATODE
Pada awal tahun 1800, para ahli meneliti partikel-partikel terkandung dalam sebuah atom, melalui :

TABUNG PELUCUTAN GAS
Adalah sebuah tabung kaca yang memiliki dua buah elektroda pada kedua kutubnya, yang kedua ujungnya dihubungkan pada tegangan (tegangan searah 30.000 V – 50.000 V).
Pakar fisika tahun 1870 disimpulkan bahwa cahaya kehijau-hijauan adalah hasil radiasi sinar yang bergerak dari katode menuja anode. Dan disebut sinar katode.
Dan William Crookes (1832 – 1919) melakukan percobaan dengan menggunakan sinar katode dan menunjukkan bahwa sinar katode merambat menuju garis lurus.
Sifat-sifat katode :
Partikel dapat dibelokkan oleh medan listrik dan magnet, jadi sinar katode terdiri atas partikel-partikel bermuatan.
Crookes dan Jean Perrin (1895) menunjukkan sinar katode menumbuk anode maka anode diberi muatan negatif. Jadi sinar katode terdiri atas partikel-partikel bermuatan negatif (elektron). Thomson adalah orang pertama yang menemukan elektron. Jadi sinar katode adalah aliran elektron-elektron yang keluar dari katode dan masuk ke anode. Aliran ini terjadi kalau anode dan katode punya beda potensial sama / lebih besar dari beda tertentu.
Apabila beda potensial lebih kecil, sinar katode tidak terjadi / elektron tidak lepas dari katode.
Dari percobaan-percobaan yang dilakukan pakar-pakar lainnya dapatlah dirangkum sifat sinar katode :
Sinar katode merambat menurut garis lurus.
Dapat memendar sulfida seng dan barium platinasianida.
Terdiri atas partikel-partikel yang bermuatan ( - ) (elektron).
Dapat menghasilkan panas.
Menghitamkan pada foto.
Menyimpang didalam medan megnetik.
Menyimpang didalam medan listrik.

TABUNG SINAR KATODE
Tabung sinar katode dijumpai dalam Osiloskop tabung layar TV, dan display komputer. Pemancaran elektron-elektron dari permukaan zat karena permukaan tersebut dipanasi secara langsung / tidak langsung disebut emisi termionik. Fungsi kisi kontrol adalah untuk mengatur jumlah elektron dalam berkas sinar katode yang menuju sinar anode. Berarti mengatur kecermelangan bintik pada layar. Anode pemfokus berfungsi memfokuskan berkas sinar katode. Gabungan katode (kisi kontrol, anode pemercepat, anode pemfokus) dinamakan pemucu elektron (elektrogun).
Penggunaan tabung sinar katode pada Osiloskop
Untuk alat ukur yang dapat mendisplay grafik tegangan / arus listrik.
Sinar-X
Ditemukan oleh Wilhelm K. Rontgen (1845 – 1923) bulan November tahun 1895 dengan menggunakan elektron-elektron dikeluarkan dari katode dengan cara memanaskan katode (emisi termionik). Sinar ini oleh Rontgen disebut Sinar-X karena pada saat itu Rontgen belum mengetahui sifat sinar tersebut.
Tabung Sinar-X
Digunakan Rontgen untuk menemukan Sinar-X yang digunakan untuk memproduksi Sinar-X diciptakan oleh W.D. Coolige dari Lab General Electric tahun 1913.


Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:34:00

Makalah Induksi Elektromagnetik

Judul : Makalah Induksi Elektromagnetik
Isi :
Kata Pengantar, Bab I : Dinamo/Generator, Generator Arus Searah, Generator Arus Bolak-Balik, Generator Arus Bolak-Balik Dalam Praktek, Bab II : Transformator, Pengertian Transformator, Prinsip Kerja Transformator, Persamaan, Bab III :Transmisi Daya Listrik Jarak Jauh, Penyaluran Daya Listrik, Keuntungan Transmisi Tegangan Tinggi, Daftar Pustaka


Sekilas Isi :
1.1. GENERATOR ARUS SEARAH
Sebuah generator arus searah (DC) sederhana yang terdiri dari satu gelung dengan satu lilitan dan hanya memiliki satu cincin yang terbelah ditengahnya disebut cincin belah atau komutator. Salah satu belahan komutator selalu berpolaritas positif, dan belahan komutator lainnya berpolaritas negatif. Ini menyebabkan arus listrik induksi yang mengalir melalui rangkaian luar (lampu) selalu hanya memiliki satu arah, yaitu dari komutator berpolaritas positif melalui lampu ke komutator berpolaritas negatif. Arus listrik ini disebut arus searah.
Generator arus searah dapat menghasilkan ggl ke satu arah.
1.Cincin kolektor diputus dan disekat.
2.Ujung-ujung kumparan dipatrikan pada sebuah segmen kolektor.
3.Apabila kumparan telah berputar sebesar , selama putaran itu berlangsung terjadi ggl induksi yang arahnya tetap.
4.Pada saat mencapai sudut , sikat-sikat bersinggungan dengan isolator dan dalam rangkaian luar tidak ada arus listrik.
5.Dengan demikian, arus induksi yang dihasilkan pada rangkaian luar merupakan arus induksi searah.
Grafik ggl induksi yang dihasilkan oleh generator arus searah akan tampak seperti pada gambar berikut ini :

1.2. GENERATOR ARUS BOLAK BALIK
Sebuah generator arus bolak-balik (AC) sederhana yang hanya terdiri dari sebuah gelung. Sisi gelung CD yang ujungnya U1 selalu menempel pada cincin C1, dan sisi gelung EF yang ujungnya U2 selalu menempel pada cincin C2. Cincin U1 selalu bersentuhan dengan sikat S1 dan cincin C2 selalu bersentuhan dengan sikat S2.
Prinsip kerja generator arus bolak-balik ini adalah memutar gelung diantara pasangan kutub utara-selatan sebuah magnet sehingga timbul ggl induksi pada ujung-ujung gelung. Supaya gelung berputar searah jarum jam, maka pada sisi gelung yang dekat dengan kutub utara (gelung CD) harus mengalami gaya F keatas. Sesuai dengan kaidah tangan kanan kedua, maka arus induksi yang timbul pada sisi gelung CD haruslah dari C ke D. Dengan demikian arus induksi yang timbul pada gelung EF haruslah dari E ke F. Jadi, perjalanan arus listrik induksi pada rangkaian sehingga lampu pijar kecil menyala adalah dari gelung CDEF, ke ujung U2 ke sikat S2 melalui lampu pijar, ke sikat S1 ke ujung U1. Jika kita hanya memperhatikan rangkaian luar. Sikat S2 ke sikat S1, maka arus listrik mengalir melalui lampu dari sikat S2 ke sikat S1. Ini berarti sikat S2 lebih positif daripada sikat S1 atau sikat S2 berpolaritas positif dan sikat S1 berpolaritas negatif.
Karena setiap setengah putaran gelung, polaritas S1 dan S2 bergantian, maka arus listrik yang dihasilkan generator selalu berlawanan tanda setiap setengah putaran. Untuk membuat generator yang dapat menghasilkan arus listrik / induksi yang besar, dapat dilakukan empat cara sebagai berikut :
1.Memakai kumparan yang terdiri dari banyak lilitan.
2.Memakai magnet yang lebih kuat.
3.Melilit kumparan pada inti besi lunak (elektromagnet).
4.Memutar kumparan lebih cepat.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:33:00

Kebijaksanaan Fiskal dan Moneter serta Implikasinya

Judul : Makalah Kebijaksanaan Fiskal dan Moneter serta Implikasinya
Isi :
Kata Pengantar, BAB I : Pendahuluan, BAB II : Pembahasan, Masalah Dalam Implementasi, Indikator Dalam Implementasi Kebijaksanaan Moneter, Target Operasional, Tingkat Bunga, Jumlah Uang yang Beredar, Inflasi, Deregulasi Ekonomi, BAB III : Kesimpulan, Daftar Pustaka


Sekilas Isi :
2.1. Masalah Dalam Implementasi
Penentuan tujuan kebijaksanaan moneter seperti pertumbuhan inflasi serta neraca pembayaran yang sehat hanyalah merupakan salah satu bagian dari kebijaksanaan moneter. Masih banyak masalah yang perlu dipecahkan terutama dalam hal implementasinya.
Masalah tersebut mencakup :
a.bahwa penguasa moneter harus menentukan arah yang hendak dituju untuk mencapai sasaran kebijaksanaan. Seperti misalnya output, employment serta harga.
b.penguasa moneter harus menentukan bagaimana caranya mengatur / mengubah instrumen kebijaksanaan moneter. Seperti misalnya, cadangan minimum, politik diskonto, serta jual beli surat berharga. Agar supaya tujuan / sasaran kebijaksanaan moneter tercapai.

2.2 Indikator Dalam Implementasi Kebijaksanaan Moneter
Indikator kebijaksanaan moneter adalah variabel ekonomi yang memberikan informasi tentang gerakan / perubahan dalam sektor riil apakah sudah bergerak kearah sasaran yang diinginkan atau belum.
Pemilihan indikator merupakan pemilihan variabel moneter yang secara konsisten memberi informasi tentang pengaruh kebijaksanaan moneter terhadap perekonomian. Ini memerlukan adanya hubungan yang pasti antara indikator tersebut dengan tujuan / sasaran kebijaksanaan moneter. Perubahan sektor riil dapat diperkirakan dari adanya perubahan dalam indikator. Dengan melihat indikator ini dapat diperkirakan apakah arah kebijaksanaan moneter itu sejalan / menuju sasaran yang ingin dicapai atau tidak. Kalau tidak, penguasa moneter dapat mengubah instrumen kebijaksanaan moneter. Dengan demikian indikator ini memberikan informasi apakah sasarannya akan tercapai atau tidak. Biasanya variabel moneter yang dipakai sebagai indikator adalah tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar.

2.3. Target Operasional
Target operasional adalah variabel ekonomi / moneter yang selalu diawasi tiap hari oleh penguasa moneter (Bank Sentral) dalam menjalankan kebijaksanaan jual beli surat berharga (open market operation). Syarat-syarat supaya sesuatu variabel dapat dipakai sebagai target operasional antara lain :
a.Bank sentral harus dapat mengukur target operasional ini dalam jangka yang relatif pendek.
 
b.Bank sentral harus dapat mengatur volume target operasional ini dengan cara merubah instrumen kebijaksanaan moneter.
 
c.Perubahan volume target operasional dari waktu ke waktu mempunyai pengaruh yang besar terhadap perubahan dalam variabel indikator.
Ada dua hipotesa utama yang mencoba menjelaskan tentang jalur pengaruh kebijaksanaan moneter terhadap kegiatan ekonomi, yaitu :

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:33:00

Firqoh Muktazilah Agama Islam

Judul : Makalah Firqoh Muktazilah Agama Islam
Isi :
Pendahuluan, Pengertian Firqoh Muktazilah, Pendiri Firqoh Muktazilah, Sejarah Pendirian Firqoh Muktazilah, Doktrin Ajaran Firqoh Muktazilah, Pendapat Penulis, Penutup


Pendiri Firqoh Muktazilah ini adalah Wasil Bin Ata’. Ia lahir pada tahun 81 H di Madinah, dan wafat pada 131 H di Basrah. Wasil Bin Ata’ belajar hukum fiqih pada seorang guru yang bernama Hassan Al Basrah. Walaupun demikian Wasil Bin Ata’ mempunyai pendapat yang berbeda dari gurunya tentang mukmin yang melakukan dosa besar. Wasil Bin Ata’ berpendapat mukmin yang melakukan dosa besar tetapi tidak bertaubat, maka orang itu sudah tidak lagi mukmin, tetapi juga tidak kafir.

Sejak terjadi perbedaan paham dengan gurunya, yaitu Hassan Basri, maka Wasil Bin Ata’ memisahkan dirinya dengan mengadakan kelompok pendidikan sendiri di salah satu bagian di Masjid Basrah. Kelompok Wasil Bin Ata’ inilah yang dinamakan Firqoh muktazilah (orang-orang yang memisahkan diri). Paham Muktazilah sangat menonjolkan pemikiran akal merdeka dari pada tuntunan agama. Menurut Al Baghdadi, Wasil dan temannya ‘Amr Ibn ‘Ubaid Ibn Bad menamakan kaum Muktazilah karena mereka menjauhkan diri dari faham umat Islam tentang soal orang yang berdosa besr. Kata I’tazala yang terdapat dalam Al Qur’an mengandung arti menjauhi yang salah dan tidak benar dan dengan demikian kata Muktazilah mengandung arti pujian. Selanjutnya Ia mengatakan adanya hadist Nabi yang mengatakan bahwa umat akan terpecah menjadi 73 golongan dan yang paling patuh dan terbaik dari seluruhnya adalah golongan Muktazilah. Sebenarnya nama Muktazilah memang sulit, berbagai pendapat dimajukan ahli-ahli tetapi belum ada kata sepakat, yang jelas ialah nama Muktazilah sebagai designatic bagi aliran teologi rasionil dan liberal dalam Islam.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:32:00

PENGARUH REMUNERASI TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KANTOR PELAYANAN PERBENDAHARAAN NEGARA (KPPN)

TESIS PENGARUH REMUNERASI TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KANTOR PELAYANAN PERBENDAHARAAN NEGARA (KPPN)
 
 
1.1. Latar Belakang Masalah
Pelayanan publik di Indonesia mempunyai peran penting bahkan vital pada kehidupan ekonomi dan politik. Pelayanan publik memiliki implikasi yang luas dalam kehidupan ekonomi dan politik. Tetapi kualitas pelayanan publik sampai saat ini secara umum masih belum baik.
 
Buruknya kualitas pelayanan publik menimbulkan krisis kepercayaan di masyarakat terhadap birokrasi publik. Dwiyanto (2006: 1) mengatakan bahwa krisis kepercayaan ditunjukkan dengan munculnya berbagai bentuk protes dan demonstrasi kepada birokrasi baik di tingkat pusat maupun di daerah. Bentuk protes dan demonstrasi ini bahkan sudah sampai pada bentuk pendudukan dan perusakan kantor-kantor pemerintah. Hal ini menunjukkan akumulasi kekecewaan masyarakat terhadap buruknya kualitas pelayanan birokrasi pemerintah.
 
Kondisi penyelenggaraan pelayanan publik yang buruk oleh aparatur pemerintahan dalam berbagai segi pelayanan diakui oleh Faisal Tamin (pada saat itu sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara) dalam seminar nasional "Menuju terciptanya single identity number" di Hotel Indonesia, Senin, 13 Oktober 2003. Faisal Tamim mengatakan masyarakat selama ini masih merasakan prosedur dan mekanisme pelayanan yang berbelit-belit, tidak transparan, kurang informatif, kurang akomodatif, dan kurang konsisten sehingga tidak menjamin kepastian hukum, waktu, dan biaya. (http://www.tempointeraktif.com/)
 
Buruknya kualitas pelayanan publik juga ditunjukkan pada beberapa jenis layanan publik masih ditemukan adanya praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Kondisi ini terjadi karena adanya beberapa situasi yang mempengaruhi aparat pemerintahan melakukan KKN. Di satu sisi aparat pemerintahan memiliki tingkat penghasilan yang rendah dan di sisi yang lain dihadapkan dengan tingkat kebutuhan yang tinggi. Hal ini mendorong aparat pemerintahan untuk melakukan KKN guna memenuhi kebutuhannya. Pada awalnya perilaku ini merupakan upaya darurat untuk memenuhi kebutuhan yang tidak tercukupi. Tetapi pada tahap selanjutnya berkembang menjadi perilaku dan budaya dari aparat pemerintahan.
 
Aparat pemerintahan melakukan korupsi secara terbuka misalnya dengan meminta "uang administrasi atau uang rokok" dari warga masyarakat yang memerlukan pelayanan. Perilaku korupsi ini diterima di masyarakat sebagai suatu hal yang normal dan wajar karena gaji pegawai negeri sipil yang tidak mencukupi (Prasojo, 2006: 298).
 
KKN merupakan ciri yang menonjol pada birokrasi yang buruk saat ini terutama di Indonesia. Hampir setiap hari media massa baik elektronik maupun cetak memberitakan kasus korupsi yang dilakukan oleh para aparat pemerintahan. Korupsi dilakukan secara berjamaah dari mulai level pegawai terendah sampai dengan pegawai level tertinggi di setiap unit pemerintah. Akhir-akhir ini tidak jarang terlihat pejabat-pejabat tinggi tertangkap tangan sedang melakukan KKN. Beberapa diantaranya sudah dijatuhi hukuman penjara, sedang sebagian yang lainnya masih dalam proses. Korupsi dalam pelayanan publik sudah menjadi praktek sehari-hari di Indonesia dan bahkan sudah terlembaga yang melibatkan semua pihak yang terkait yang saling menjaga rahasia dan saling melindungi (Prasojo, 2006: 298).
 
Menurut Adiningsih (2007), persoalan korupsi adalah masalah struktural dan berhubungan dengan sistem birokrasi. Sikap korup timbul karena gaji yang masih rendah, adanya iming-iming uang yang ditawarkan dalam jumlah yang besar kepada aparat, dan posisi kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan. Faktor kebutuhan hidup yang semakin besar dan godaan yang ada juga menjadi pemicu korupsi (http://www.antara.co.id).
 
Adanya persoalan yang dihadapi oleh aparat pemerintahan ini menjadikan pelayanan publik buruk. Prasojo (2006: 297) mengatakan bahwa perilaku korupsi dapat merugikan rakyat karena pada akhirnya merupakan prinsip zero sum game, yaitu ada pihak yang diuntungkan dan selalu ada pihak yang dirugikan. Pada awalnya perilaku korupsi ini hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya. Karena kesempatan terkait dengan posisi yang dimiliki besar maka korupsi dilakukan untuk menguntungkan diri sendiri. Perilaku memanfaatkan kesempatan melakukan KKN terkait dengan posisi membuat tugas untuk melayani masyarakat diabaikan.
 
Tingkat korupsi di Indonesia memperlihatkan angka yang cukup memprihatinkan dari tahun ke tahun. Hasil riset Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang melingkupi ratusan negara di dunia yang dilakukan oleh Transparency International, Indonesia dibandingkan negara-negara lain yang termasuk dalam objek riset masih berada pada peringkat bawah (lihat tabel 1.1). Erry Riyana Hardjapamekas (waktu itu sebagai Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi) pada Temu Nasional dalam rangka memperingati "100 Tahun Hari Kebangkitan Nasional" di Bandung, Sabtu, 21 Juni 2008 mengusulkan adanya prioritas reformasi birokrasi di lingkungan penyelenggara negara dan pegawai negeri sipil (PNS). Political and Economic Risk Consultancy (PERC) juga menempatkan Indonesia pada posisi kedua negara terkorup di Asia, setelah Filipina tahun 2007. Data ini lebih baik dari tahun sebelumnya dimana Indonesia berada pada urutan pertama dalam daftar tahun 2006 (http ://www.pikiran-rakyat.com).

* Tabel sengaja tidak ditampilkan *

Lebih lanjut Erry Riyana Hardjapamekas mengatakan, birokasi di Indonesia sangat mempengaruhi lemahnya gerak pembangunan dan daya saing bisnis. Hal itu akan terlihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Pada tahun 2005, IPM Indonesia menduduki peringkat ke-110 dari 177 negara. Sedangkan, tahun 2006 Indonesia menduduki peringkat ke-108 dari 189 negara. Ironisnya, pada tahun 2006 tersebut sejumlah negara tetangga Indonesia memiliki IPM yang cukup baik, sebagai contoh IPM Malaysia menduduki peringkat ke-63, IPM Singapura menduduki peringkat ke-25, dan IPM Thailand menduduki peringkat ke-77 (http://www.pikiran-rakyat.com).
 
Prestasi Indonesia di sektor ekonomi juga rendah. Hal ini disebabkan kemudahan berusaha di Indonesia rendah. Dalam survei tahunan bertajuk Doing Business 2008 yang dilakukan Bank Dunia (World Bank) dan International Finance Corporation (IFC) yang dilakukan pada 178 negara di dunia mengungkapkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-135 pada tahun 2006 dan naik ke peringkat ke-123 pada tahun 2007 (http://www.seputar-indonesia.com).
 
Dalam laporan tersebut disebutkan, peringkat kemudahan berusaha di Indonesia posisi Indonesia masih tertinggal dibandingkan pencapaian negara-negara lain. Bahkan di tingkat Asia posisi Indonesia juga tertinggal.

* Tabel sengaja tidak ditampilkan *

Survei yang dilakukan oleh Political and Economic Risk Consultancy Ltd (PERC) tentang kualitas birokrasi Indonesia terhadap 1.000 ekspatriat di Asia menunjukkan buruknya birokrasi di Indonesia. Indonesia menduduki peringkat kedua terburuk dalam hal birokrasi berinvestasi, indikatornya adalah prosedur yang harus dilalui panjang dan membutuhkan biaya yang besar dalam penyelesaian administrasi. Indonesia memperoleh nilai indeks 8,20 dalam survei tersebut. Nilai ini hanya lebih baik dari India yang memperoleh nilai 8,95. Singapura menjadi negara dengan birokrasi terbaik dengan nilai 2,20. Usman Abdhali Mali mengatakan efek domino yang bersumber pada prototipe birokrasi Indonesia yang korup, lamban, preman, boros, dan tidak profesional, salah satunya adalah hengkangnya para investor asing yang berdampak pada PHK massal karyawan pabrik (http://www.sinarharapan.co.id).
 
Survey Litbang Media Group 2007 menunjukkan buruknya pelayanan publik. 65% responden menunjukkan ketidakpuasannya atas layanan birokrasi dimana dalam layanan responden diminta biaya ekstra untuk layanan penerbitan dokumen tertentu. Hal ini dirasakan memberatkan masyarakat dan merupakan penyimpangan karena sebenarnya 70% anggaran negara sudah dikeluarkan untuk membiayai birokrasi. Hanya 9% (dalam 15 tahun terakhir) pengeluaran umum pemerintah untuk melayani rakyat. Berbeda dengan Indonesia, Amerika yang mengalokasikan 16% dari produk domestik bruto untuk belanja pengeluaran umum, China dan India masing-masing mengalokasikan 13%, serta Inggris mengalokasikan 20% (http://www.sinarharapan.co.id).
 
Dalam persepsi masyarakat umum, apabila berurusan dengan birokrasi pasti cenderung lamban, tidak profesional, dan biayanya mahal. Gambaran buruknya birokrasi antara lain berkutat pada permasalahan : organisasi birokrasi gemuk dan kewenangan antarlembaga tumpang tindih; sistem, metode, dan prosedur kerja belum tertib; pegawai negeri sipil belum profesional, belum netral dan sejahtera; praktik korupsi, kolusi dan nepotisme masih mengakar; koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi program belum terarah; serta disiplin dan etos kerja aparatur negara masih rendah. Berbagai kondisi ini mengakibatkan pelayanan kepada publik menjadi tidak memadai sehingga sering dikeluhkan oleh masyarakat.
 
Permasalahan birokrasi terletak pada organ utamanya. Organ utama birokrasi adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS). Hal yang paling mendasar adalah kurang dipahaminya bahwa PNS adalah pelayan publik (abdi masyarakat) dan masyarakat merupakan pelanggan yang harus dilayani secara maksimal. Sebagian besar dana yang digunakan untuk membayar gaji PNS berasal dari masyarakat atau publik sehingga wajar apabila masyarakat menuntut pelayanan prima dari aparat pemerintahan. Kenyataan yang terjadi di lapangan berbeda jauh dengan yang seharusnya terjadi. Masyarakat yang harus melayani aparat pemerintahan untuk mendapatkan pelayanan bukan aparat pemerintahan yang melayani masyarakat. Masyarakat harus mengeluarkan segala daya dan upaya untuk melayani PNS agar mendapatkan pelayanan yang diinginkan. Oleh karena itu muncul stigma yang melekat pada birokrasi yaitu adanya prinsip "jika masih bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah" (http://www.kompas.com).
 
Isa Sofyan Ardin (2007) menilai kualitas pelayanan kepada masyarakat selama reformasi dirasakan semakin menurun dan buruk ditandai dengan lamanya waktu pengurusan dan biaya siluman yang semakin tinggi. Lebih memprihatinkan lagi, penyedia pelayanan kepada masyarakat di beberapa instansi pemerintah secara terang-terangan dan tanpa rasa malu meminta sejumlah uang tertentu yang tidak rasional jumlahnya. Biaya tidak resmi besarnya mencapai 3-5 kali dari biaya resmi. Biaya tidak resmi tersebut menjadi daya tarik banyak orang yang berlomba-lomba (bahkan dengan membayar uang pelicin jutaan rupiah) untuk menjadi seorang PNS yang sebenarnya memiliki struktur gaji yang kecil. Alasan yang sering dilontarkan adalah memang gaji kecil tetapi "sabetannya" besar (http://www.kompas.com) . Alasan inilah yang menjadi pemicu terjadinya korupsi di lingkungan kerj a instansi pemerintah.
 
Penyebab kinerja aparat pemerintahan buruk diantaranya adalah gaji yang diperoleh tidak mencukupi kebutuhannya. Zalbianis dan Sanusi (2006: 8) mengatakan bahwa hasil analisis data kualitatif yang berhubungan dengan take home pay dalam Penelitian Hubungan Besar Sisa Gaji yang Dibawa Pulang dan Komitmen Organisasi Dengan Ketidakhadiran Karyawan di Dinas Kesehatan Propinsi Jambi, diperoleh informasi bahwa alasan paling banyak penyebab mereka tidak masuk kantor adalah karena ada kerj a sampingan. Hal ini dilakukan karena gaji yang mereka terima atau dibawa pulang (take home pay) tidak cukup untuk kebutuhan setiap bulannya. Banyaknya ketidakhadiran pegawai ini menyebabkan pelayanan publik instansi pemerintah terganggu.
 
Sebagaimana birokrasi pada umumnya, kualitas layanan di Departemen Keuangan juga banyak dikeluhkan oleh masyarakat. Salah satu instansi yang bertugas memberikan pelayanan adalah Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Layanan di KPPN sering dikeluhkan oleh para pihak yang menjadi mitra KPPN. Persepsi masyarakat terhadap pelayanan publik adalah berbelit-belit, tidak transparan, adanya pungutan tidak resmi. Kualitas layanan KPPN yang buruk ini sudah menjadi stigma bagi KPPN (Majalah Treasury, 2007).
 
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Direktur Jenderal Perbendaharaan Herry Purnomo mengakui stigma yang melekat pada KPPN yang buruk selama ini. Herry Purnomo (2007) dalam suatu wawancara mengatakan bahwa mindset yang dirasakan pada aparat KPPN dahulu adalah lebih dominan mindset untuk dilayani bukan melayani. Indikasinya kalau tidak ada duit dia tidak akan sungguh-sungguh atau secepatnya menyelesaikan pekerjaan. Kalau ada pemborong datang ke KPPN langsung membagi-bagi duit kepada aparat bahkan sampai kepada aparat yang tidak terlibat langsung dalam penyelesaian pekerjaan. Ada seorang pejabat eselon III minta usul dipindahkan ke KPPN tertentu (di X) agar mendapatkan "sangu/bekal pensiun".
 
Lambat, ketidakpastian dalam penyelesaian, prosedur yang tidak jelas, tidak transparan, penyelesaian berdasarkan pesanan dan persenan adalah stigma yang melekat pada KPPN selama ini. Pelayanan buruk ini sudah pasti akan membawa multiplier effect negative terhadap pembangunan ekonomi di Indonesia. Sebagian dana APBN akan tidak mencapai sasaran pembangunan dan hilang dalam proses birokrasi yang buruk tadi.
 
Untuk mengatasi masalah pelayanan publik yang buruk ini maka dilakukan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi mendesak untuk dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan pemerintah pada masyarakat. Pemerintah telah menyiapkan delapan Undang-Undang untuk mengawal pelaksanaan reformasi birokrasi di antaranya adalah sebagai berikut :
a. Undang-Undang tentang Kementerian dan Kementerian Negara.
b. Undang-Undang tentang Pelayanan Publik.
c. Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan.
d. Undang-Undang tentang Etika Penyelenggara Negara.
e. Undang-Undang tentang Kepegawaian Negara.
f. Undang-Undang tentang Badan Layanan Umum/Nirlaba.
g. Undang-Undang tentang Pengawasan Nasional.
h. Undang-Undang tentang Tata Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah.
Peraturan perundangan yang disiapkan diatas yang telah disahkan adalah UU No. 39/2008 tentang Kementerian dan Kementerian Negara. Saat ini, juga sudah diterbitkan grand design reformasi birokrasi dalam bentuk Peraturan Menpan No. 15/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi, yang merupakan cetak biru reformasi hingga tahun 2025 (http://www.menpan.go.id).
Gambaran umum mengenai reformasi yang tertuang dalam Peraturan Menpan No. 15/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi adalah sebagai berikut :
a. Latar belakang reformasi birokrasi
1) Praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) masih berlangsung hingga saat ini.
2) Tingkat kualitas pelayanan publik yang belum mampu memenuhi harapan publik.
3) Tingkat efisiensi, efektivitas, dan produktivitas yang belum optimal dari birokrasi pemerintahan.
4) Tingkat transparansi dan akuntabilitas birokrasi pemerintahan yang masih rendah.
5) Tingkat disiplin dan etos kerja pegawai yang masih rendah.
b. Visi dan Mi si Reformasi Birokrasi
Visi reformasi birokrasi adalah terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik tahun 2025.
Misi yang dijalankan untuk mencapai visi antara lain salah satunya adalah mengadakan relokasi dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia termasuk perbaikan si stem remunerasi.
c. Tujuan Reformasi Birokrasi
1) Tujuan Umum
Membangun/membentuk profil dan perilaku aparatur negara dengan :
- integritas tinggi, produktivitas tinggi dan bertanggung jawab kemampuan memberikan pelayanan yang prima
2) Tujuan Khusus
Membangun/membentuk :
- birokrasi yang bersih
- birokrasi yang efisien, efektif, dan produktif
- birokrasi yang transparan
- birokrasi yang melayani masyarakat
- birokrasi yang akuntabel
d. Sasaran
Sasaran umum adalah mengubah pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture set) serta sistem manajemen pemerintahan. Sedangkan secara khusus mencakup :

* Tabel sengaja tidak ditampilkan *

e. Prioritas Pelaksanaan Reformasi Birokrasi
1) Prioritas pertama, adalah kementerian/lembaga/pemerintah daerah yang terkait dengan pengelolaan keuangan negara, penegakan hukum, pemeriksaan dan pengawasan keuangan, dan penertiban aparatur negara.
2) Prioritas kedua, adalah kementerian/lembaga yang terkait dengan kegiatan ekonomi, sistem produksi, atau sumber penghasil penerimaan negara, dan unit organisasi yang melayani masyarakat secara langsung (termasuk pemerintah daerah).
3) Prioritas ketiga, adalah kementerian/lembaga yang tidak termasuk dalam prioritas pertama dan kedua.
Kerangka umum pelaksanaan birokrasi digambarkan pada gambar 1.1. sebagaimana tersebut di bawah ini.

* Gambar sengaja tidak ditampilkan *

Reformasi birokrasi di Departemen Keuangan digulirkan dalam rangka pembenahan birokrasi secara utuh. Substansi dasar dari program reformasi birokrasi adalah mewujudkan pelayanan yang lebih baik di instansi pengelola keuangan negara ini sesuai harapan masyarakat. Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan Mulia P. Nasution (2007) mengatakan program reformasi birokrasi di departemennya tidak hanya mencakup soal peningkatan kesejahteraan pegawai tetapi juga mencakup upaya untuk mewujudkan pelayanan yang lebih baik.
 
Menurut Mulia (2007) substansi dasar dari program reformasi birokrasi adalah mewujudkan pelayanan yang lebih baik sesuai harapan masyarakat. Dalam program reformasi birokrasi, setiap elemen organisasi ditata, prosedur kerja diperbaiki, dan ukuran-ukuran keberhasilan kinerja diefektifkan. Di Departemen Keuangan diharapkan tidak ada lagi istilah business as usual. Yang dimaksud business as usual adalah berbagai ketidakdisiplinan pegawai departemen, misalnya ada yang ngobyek, ada yang datang telat, dan sebagainya. Sistem baru yang dibangun akan mempertegas mekanisme reward and punishment. Para aparat dinaikkan tunjangannya karena selama ini aparatnya merasa tidak dapat bekerja serius karena penghasilannya tidak memadai.
 
Dengan sistem reward yang diterapkan tidak diperbolehkan lagi persoalan penghasilan menjadi alasan buruknya kinerja. Dibandingkan dengan pegawai departemen/lembaga lain, pegawai Departemen Keuangan memperoleh penghasilan yang lebih memadai. Dengan pemberian remunerasi jika masih ada yang tidak disiplin dan profesional, akan ditindak tegas. (http://www.suarakarya-online.com).
Departemen Keuangan meru
pakan departemen yang strategis sebagai pengelola fiskal. Instansi ini memiliki kantor vertikal yang tersebar di seluruh Indonesia dan bersifat holding type organization, dengan jumlah pegawai sekitar 60.000 orang. Terkait dengan reformasi birokrasi, Departemen Keuangan menjadi salah satu pilot project program refomrasi birokrasi dimana apabila program ini berhasil akan dikembangkan/diterapkan pola yang sama di departemen/lembaga pemerintah yang lain. Departemen Keuangan mulai melakukan reformasi birokrasi, sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 30/KMK.01/2007 tentang Reformasi Birokrasi Departemen Keuangan dan Nomor 31/KMK.01/2007 tentang Pembentukan Tim Reformasi Birokrasi Pusat Departemen Keuangan Tahun Anggaran 2007.
Program utama dalam reformasi birokrasi tahun 2007 antara lain meliputi empat poin, yaitu penataan organisasi, perbaikan business process, peningkatan manajemen SDM dan perbaikan remunerasi. Jadi perbaikan remunerasi merupakan sistem reward yang menjadi bagian dari program reformasi birokrasi.
 
Sistem penggajian di Departemen Keuangan diberikan sebagaimana sistem penggajian PNS pada umumnya yang berlaku di departemen/lembaga negara yang lain. Tetapi pegawai Departemen Keuangan memperoleh tunjangan khusus yaitu Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara (TKPKN) yang diberikan dengan pertimbangan :
a. Usaha peningkatan dan pengamanan penerimaan dan pengeluaran negara.
b. Usaha preventif sekaligus sebagai imbangan atas tindakan yang akan diambil guna menertibkan dan mendisiplinkan pegawai, sehingga penyimpangan dalam bidang penerimaan dapat ditekan seminimal mungkin.
c. Agar pegawai dapat melaksnaakan tugas jabatannya dengan keinsyafan sedalam-dalamnya dengan penuh rasa tanggung jawab serta dapat memberikan prestasi kerja seoptimal mungkin.
d. Penertiban dan pembersihan aparatur Departemen Keuangan.
Sebagai tindak lanjut dari reformasi birokrasi, dilakukan perbaikan struktur remunerasi melalui pemberian TKPKN. Dengan demikian, struktur remunerasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Reformasi Birokrasi Departemen Keuangan. Struktur remunerasi tersebut berbasis kinerja (performance based remuneration) dan diberikan berdasarkan Job Grade (total terdapat 27 grade). Rincian grade dan besarnya tunjangan dapat dilihat pada tabel 1.3. Diharapkan pemberian remunerasi pegawai Departemen Keuangan dalam reformasi birokrasi ini akan meningkatkan kinerja dalam memberikan pelayanan publik.
 
Adanya perkembangan modern dan tingkat persaingan yang cukup tinggi membuat pelayanan baik oleh pemerintah dan swasta dituntut terus memberikan sesuatu yang terbaik. Karyawan (pegawai) dapat bertahan dan ikut serta membangun institusi dalam mengembangkan pelayanan lebih baik jika diberikan sistem kompensasi yang memadai. Hasil survei Work Asia 2007/2008 yang dilakukan oleh konsultan sumber daya manusia, Watson Wyatt, menunjukkan salah satu pendorong utama engagement (keterikatan) karyawan, salah satunya adalah faktor kompensasi dan benefit (Majalah Human Capital No. 11/Februari 2005).

* Tabel sengaja tidak ditampilkan *

Penelitian global tentang opini dan perilaku karyawan tersebut dilakukan di 11 negara Asia Pasifik ini, termasuk Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, Jepang, India, dan Australia. Penelitian tersebut menunjukkan tiga faktor pendorong utama keterikatan (engagement) karyawan di negara Asia Pasifik, yakni fokus kepada pelanggan (65%), kompensasi dan benefit (50%), serta komunikasi (49%). Faktor tersebut merupakan hasil opini karyawan yang menjadi partisipan dari riset ini. Lebih dari 6.500 responden, dimana mereka mewakili perusahaan yang minimal memiliki 250 karyawan.
 
Kondisi di Indonesia berdasarkan survai Work Indonesia terungkap bahwa tiga pendorong utama keterikatan karyawan di Indonesia adalah fokus kepada pelanggan (67%), komunikasi (43%) dan kompensasi & benefit (41%). Menurut Lilis Halim, karyawan di Indonesia merasa sudah memahami apa yang menjadi tugas dan pekerjaannya, serta melihat bahwa perusahaannya sudah mengutamakan fokus kepada pelanggan. Dijelaskan pula oleh Lilis Halim, tingkat engagement karyawan di Indonesia hampir sama dengan karyawan di negara tetangga, bahkan di Australia, China dan Hongkong dengan perbedaan tipis, Indonesia mencapai 64%, Australia 65%, China 67% dan Hongkong 68%. Namun, mayoritas karyawan di Indonesia rendah tingkat kepuasannya terhadap kompensasi dan benefit yang mereka terima dari perusahaan (51%) (Majalah Human Capital No. 11/Februari 2005).
 
Reformasi birokrasi mensyaratkan adanya penataan organisasi atau kelembagaan, perbaikan tata laksana, peningkatan sumber daya manusia (SDM), serta pembenahan sistem pengawasan. Perbaikan sistem remunerasi atau kesejahteraan adalah bagian dari manajemen SDM yang diawali sejak rekrutmen, pembinaan karier, hingga pensiun. Berkaitan dengan hal ini Menteri Keuangan Sri Mulyani, memberikan pernyataan untuk menanggapi pertanyaan pers yang mempertanyakan upaya reformasi birokrasi dikaitkan dengan remunerasi (www.depkeu.go.id):
 
"Upaya reformasi yang dilakukan oleh Departemen Keuangan menjadi tidak kontraproduktif apabila cara pandang terhadap program reformasi tidak hanya dikerdilkan dan dikaitkan semata dengan pemberian remunerasi".
 
Apakah dengan pemberian remunerasi profesionalisme dan kinerja PNS sebagai abdi masyarakat akan membaik? Inilah pertanyaan yang selalu dilontarkan pada Departemen Keuangan. Pertanyaan itu menguat kembali dengan adanya beberapa kasus tentang pelayanan yang belum optimal dan penangkapan oknum yang menyalah gunakan wewenang muncul di media massa.
 
Salah satu instansi teknis di Departemen Keuangan yang menjadi pelaksana layanan unggulan Departemen Keuangan dalam program reformasi birokrasi adalah Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) X. Sejak tanggal 30 Mi 2007, KPPN X ditetapkan menjadi KPPN Percontohan bersama 18 KPPN lainnya di seluruh Indonesia untuk merepresentasikan layanan unggulan di Departemen Keuangan. Instansi ini melayani kantor/instansi pemerintah lain dalam hal pembayaran tagihan belanja negara guna melaksanakan tugas pemerintahan untuk melayani masyarakat. KPPN Percontohan mengemban misi sebagai institusi pelayanan yang memenuhi unsur : transparansi, cepat, tepat dan tanpa biaya.

1.2. Perumusan Masalah
Dengan adanya perbaikan penghasilan melalui pemberian remunerasi diharapkan kualitas pelayanan di Departemen Keuangan khususnya KPPN X meningkat. Dampak pemberian remunerasi terhadap perbaikan kualitas pelayanan perlu dikaji lebih mendalam. Hal ini penting karena pemberian remunerasi berdampak pada anggaran yang besar yang harus dikeluarkan pemerintah. Seluruh pegawai Departemen Keuangan mulai 1 Juli 2007 menerima kenaikan tunjangan khusus pembinaan keuangan negara (TKPKN) yang nilainya bervariasi, mulai dari Rp1.330.000 per bulan untuk golongan terendah hingga Rp46,95 juta per bulan untuk eselon satu tertentu. Biaya yang diperlukan untuk TKPKN ini diperkirakan mencapai Rp4,3 triliun per tahun menurut seorang pejabat Departemen Keuangan (Bisnis Indonesia, Jumat, 06 Juli 2007).
 
Selain itu keberhasilan reformasi yang disertai pemberian remunerasi ini akan menjadi bahan evaluasi pemerintah untuk pelaksanaan reformasi bagi seluruh instansi pemerintah. Apabila rencana reformasi dijalankan di seluruh instansi pemerintah maka anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk pemberian remunerasi akan lebih besar lagi.
 
Berdasarkan uraian di atas dirumuskan pokok permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut :
- Bagaimana pengaruh remunerasi terhadap kualitas pelayanan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) X ?

1.3. Tujuan dan Signifikansi Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana pengaruh remunerasi terhadap kualitas pelayanan KPPN Percontohan X. Selanjutnya penelitian ini akan menganalisis apakah pengaruh pemberian remunerasi tersebut terhadap kualitas pelayanan KPPN X signifikan atau tidak.
1.3.2. Signifikansi Penelitian
Penelitian ini akan memberikan manfaat baik akademis maupun praktis sebagai berikut :
1. Manfaat Akademis
a. Penelitian ini akan memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap teori remunerasi dan pelayanan publik. Penelitian ini dimaksudkan untuk membuktikan kebenaran teori remunerasi dan pelayanan publik. Penelitian ini dimungkinkan untuk menambah sudut pandang baru bagi teori tersebut.
b. Penelitian ini akan menguji kesesuaian antara teori remunerasi dan pelayanan publik dengan praktek yang terjadi di lapangan. Praktek di lapangan seringkali berbeda dengan teori yang ada sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
c. Penelitian ini melengkapi penelitian terdahulu. Dengan penelitian ini maka pembahasan terhadap teori remunerasi dan pelayanan publik akan bertambah sehingga akan menambah referensi bagi kegiatan akademik. Penelitian ini juga dapat menjadi pijakan untuk penelitian berikutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi Departemen Keuangan untuk mengevaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi yang sedang berjalan.
b. Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi Departemen/Lembaga di luar Departemen Keuangan untuk melaksanakan reformasi birokrasi.

1.4. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut :
Bab I PENDAHULUAN
Bab ini membahas latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian dan signifikansi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas tinjauan pustaka atas teori administrasi publik, penelitian terdahulu, konsep remunerasi, pelayanan, dan motivasi, model analisis, hipotesis, dan operasionalisasi konsep.
Bab III METODE PENELITIAN
Bab ini membahas pendekatan penelitian yang dipilih, jenis penelitian, teknik pengumpulan data, populasi dan sampel, uji validitas dan reabilitas, teknik analisis data dan keterbatasan penelitian.
Bab IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
Bab ini menguraikan gambaran umum mengenai objek penelitian.
Bab V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Bab ini membahas hasil penelitian dibandingkan dengan konsep-konsep yang menjadi acuan.
Bab VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan kesimpulan dan saran yang dapat diberikan berdasarkan pembahasan hasil penelitian.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:30:00