Cari Kategori

PENGGUNAAN LEGO KONSTRUKTIF SEBAGAI MEDIA PENGEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK TK

Posted by Indeks Prestasi

PENGGUNAAN LEGO KONSTRUKTIF SEBAGAI MEDIA PENGEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK TK

A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan anak Taman Kanak-Kanak yang terentang antara usia empat sampai dengan enam tahun merupakan bagian dari perkembangan manusia secara keseluruhan. Perkembangan pada usia ini mencakup perkembangan fisik dan motorik, kognitif, perkembangan sosial emosional, dan perkembangan bahasa. Masa ini menurut Fred Ebbeck (Masitoh, 2005 : 7) "merupakan masa pertumbuhan yang paling hebat dan sekaligus paling sibuk. Pada masa ini anak sudah memiliki keterampilan dan kemampuan walaupun belum sempurna". Usia Taman Kanak-Kanak seringkali juga disebut sebagai "the golden age" atau masa emas yang mengandung arti bahwa masa ini merupakan fase yang sangat fundamental bagi perkembangan dimana kepribadian dasar individu mulai terbentuk (Masitoh, 2005 : 7). 

Pada rentang usia ini anak mempunyai potensi yang sangat besar untuk mengoptimalkan segala aspek perkembangannya, termasuk perkembangan motoriknya. Kemampuan motorik, temtama motorik dasar sangatlah penting. Penguasaan kemampuan motorik ini wajib dimiliki oleh anak sebagai dasar untuk menguasai gerak seslanjutnya yang lebih kompleks dan berguna untuk meningkatkan kualitas hidup di masa datang (Widiasari, 2009). Dengan matangnya kemampuan motorik pada anak, maka anak tidak akan merasa kaku dalam menggerakkan tangan dan kakinya. Berbagai manfaat diperoleh anak ketika terampil menguasai gerakan-gerakan motorik. Selain kondisi badan semakin sehat karena banyak bergerak, anak juga menjadi lebih mandiri dan percaya diri. Anak memperoleh keyakinan untuk mengerjakan sesuatu karena menyadari kemampuan fisik yang dimiliki. Anak-anak yang perkembangan motorik baik, biasanya mempunyai keterampilan sosial yang positif (Sujiono, 2008). 

Bagi anak gerakan-gerakan fisik tidak hanya penting untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan fisik, melainkan juga dapat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan rasa harga diri (self esteem) dan bahkan perkembangan kognisi (Bredkamp dalam Solehuin, 2000). Apalagi usia 5 tahun pertama merupakan masa potensial bagi anak untuk mempelajari keterampilan motorik sejalan dengan perkembangannya. 

Perkembangan motorik halus anak yang kurang baik dapat disebabkan karena kurangnya latihan koordinasi mata, tangan dan kemampuan pengendalian gerak. Perkembangan motorik halus diawali sejak dini melalui memegang dan meraba. Keterampilan motorik halus sendiri baru berkembang pesat setelah usia 3 tahun, yaitu ketika sebagian besar gerak motorik kasar sudah dikuasai anak. Sekalipun perkembangan motorik halus berkembang sejalan dengan kematangan syaraf dan otot, tetapi keterampilan motorik harus dipelajari (Aviati, 2003). 

Sesuai dengan hasil penelitian Mayke (Indriani, 2008) bahwa motorik halus penting karena nantinya akan dibutuhkan anak dari segi akademis. Seperti untuk menulis, menggambar hingga menarik garis. Setiap anak mampu mencapai tahap perkembangan motorik halus yang optimal asal mendapatkan stimulasi yang tepat. Di setiap fase, anak membutuhkan rangsangan untuk mengembangkan kemampuan mental dan motorik halusnya. Semakin banyak yang dilihat dan didengar anak, semakin banyak yang ingin diketahuinya. Jika kurang mendapatkan rangsangan anak akan merasa bosan, jenuh, putus asa, dan tidak mau melakukan kegiatan lainnya. Hasil yang serupa juga ditemui pada penelitian yang dilakukan oleh Yuliana pada tahun 2004 dikatakan bahwa sebagian besar anak usia Taman Kanak-Kanak belum mengakses program-program pendidikan yang ada untuk merangsang kemampuan motorik halus anak. Penyebabnya karena masih kurangnya sarana dan prasarana pendidikan khusus untuk usia Taman Kanak-Kanak. Menurut Mollie dan Russell Smart (2007) perbedaan ini juga dipengaruhi oleh pembawaan anak dan stimulasi yang didapatkannya. Lingkungan (orang tua) mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam kecerdasan motorik halus anak. Lingkungan dapat meningkatkan ataupun menurunkan taraf kecerdasan anak, terutama pada masa-masa pertama kehidupannya. 

Bagi anak bermain merupakan aktivitas yang penting dilakukan anak-anak. Sebab, dengan bermain anak-anak akan bertambah pengalaman dan pengetahuannya. Mengingat dunia anak adalah dunia bermain. Melalui bermain, anak memperoleh penalaran yang mengandung aspek perkembangan kognitif, sosial, emosi dan fisik. Melalui kegiatan bermain dengan berbagai macam bentuk permainan, anak dirangsang untuk berkembang secara umum, baik perkembangan berpikir, emosi maupun sosial (Aviati, 2003). 

Menurut Ismail (2006) melalui kegiatan bermain anak terangsang untuk merangsang perkembangan emosi, sosial dan fisiknya. Setiap anak memiliki irama dalam bermain yang berlainan disesuaikan dengan perkembangan anak. Semakin besar fantasi yang bias dikembangkan oleh anak dari sebuah mainan, akan lebih lama mainan itu menarik bagi anak. Sementara itu, bermain jika ditinjau dari perspektif pendidikan adalah sebuah kegiatan yang member peluang kepada anak untuk dapat berswakarya, melakukan, dan menciptakan sesuatu dari permainan itu dengan tenaganya sendiri, baik dilakukan di dalam maupun di luar ruangan (Ismail, 2006). 

Pada masa usia Taman Kanak-Kanak anak akan mulai menghabiskan waktunya dengan bermain, bermain bagi anak usia Taman Kanak-Kanak bukan hanya sekedar membuang-buang waktu saja tetapi bermain bagi mereka adalah hal yang menyenangkan dan dapat memperkaya hidup anak. Namun kesempatan bermain sedikit demi sedikit akan berkurang jika anak sudah mulai masuk sekolah, anak-anak akan lebih disibukkan dengan pelajaran serta pekerjaan rumah atau hal-hal yang lebih bersifat akademis, tetapi bagaimanapun juga dimana ada anak disitu ada permainan, dunia anak tidak dapat dipisahkan dari kegiatan bermain. Hanya saja pada akhir masa kanak-kanak, baik laki-laki maupun anak perempuan sangat sadar akan kesesuaian jenis permainan bersama dengan kelompok jenis kelaminnya (Rosalina, 2008). 

Menurut Freeman & Munandar (Rosalina, 2008) manfaat bermain bagi anak bukan hanya hiburan relaksasi, melainkan juga memungkinkan anak belajar, baik emosional maupun intelektual. Dari segi intelektual, bermain dapat membuat anak menyerap informasi baru dan kemudian memanipulasinya sehingga cocok dengan apa-apa yang telah diketahuinya. Melalui bermain seorang anak dapat mempraktekkan dan meningkatkan pemikirannya serta mengembangkan kreativitasnya. 

Alat permainan merupakan salah satu sumber belajar. Melalui alat permaianan anak dapat mengembangkan berbagai macam keterampilan tangan, memberikan kesenangan dan informasi. Macam alat permainan sebagai pelengkap untuk bermain sangat beragam salah satunya adalah mainan yang bersifat bongkar pasang (constructive play). Permainan konstruktif dapat meningkatkan keterampilan jari anak yang memudahkannya untuk melakukan aktivitas sehari-hari, seperti menggunakan pensil, menggunting kertas, makan dan minum serta memakai dan melepas sepatu (Aviati, 2003). 

Permainan konstruktif tidak akan membuat anak merasa bosan karena dalam permainan ini yang dipentingkan adalah hasilnya dan kesenangan. Anak-anak akan sibuk dengan membuat hal yang baru seperti dengan menggunakan balok-balok, lego dan lain-lain. Permainan juga tidak akan membuat anak menjadi malas, karena dalam permainan ini dengan membuat hal-hal unik. 

Permainan lego konstruktif yang berbentuk balok-balok dengan bahan dasar kayu atau plastik merupakan alat mainan yang dapat merangsang perkembangan motorik halus, karena untuk menjadi sebuah konstruksi anak harus memasang setiap keping lego. Melalui kegiatan memasang setiap keping lego, anak dituntut untuk dapat mengkoordinasikan berbagai unsur yang menentukan seperti otot, syaraf dan otak. Apabila dilatih secara intensif, unsur-unsur tersebut akan melaksanakan masing-masing perannya secara interaksi positif untuk mencapai koordinasi yang sempurna. 

Latihan menggunakan alat mainan lego, berguna untuk meningkatkan kemampuan motorik halus anak dan dijadikan media penyaluran keutuhan anak dalam bermain. Tujuannya agar anak mampu melewati fase-fase perkembangan yang sesuai dengan usianya.

B. Rumusan Masalah
Secara umum penelitian ini diarahkan untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut : "Bagaimana penggunaan lego konstruktif bisa mengembangkan motorik halus anak?".

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas permainan lego konstruktif terhadap perkembangan motorik halus anak. Dengan pengembangan keterampilan motorik halus diharapkan dapat terumuskan program kegiatan permainan konstruktif untuk mengoptimalisasikan potensi anak.
2. Manfaat Penelitian
Dari berbagai informasi yang di dapat, diharapkan penelitian ini memberikan manfaat sebagai berikut :
a. Bagi peneliti
Hasil penelitian dapat memberikan gambaran tentang pengaruh permainan lego konstruktif terhadap perkembangan motorik halus anak.
b. Bagi sekolah
Hasil penelitian dapat memberikan gambaran tentang manfaat permainan lego konstruktif bagi perkembangan motorik halus anak. Sehingga sekolah dapat memilihkan alat mainan edukatif yang tepat bagi anak.
c. Bagi peneliti lain, hasil penelitian dapat dijadikan salah satu sumber data dan dasar pertimbangan bagi penelitian lebih lanjut tentang permainan konstruktif maupun perkembangan motorik bagi anak.

Related Post



Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:52:00

Post a Comment