Cari Kategori

TESIS PERAN KOMUNIKASI KELUARGA TERHADAP KECENDERUNGAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA REMAJA STUDI KASUS PADA KELUARGA PECANDU DI KECAMATAN X

(KODE : PASCSARJ-0078) : TESIS PERAN KOMUNIKASI KELUARGA TERHADAP KECENDERUNGAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA REMAJA STUDI KASUS PADA KELUARGA PECANDU DI KECAMATAN X (PRODI : KAJIAN KETAHANAN NASIONAL)



BAB 1
PENDAHULUAN

Masalah penyalahgunaan narkotika telah sejak lama menjadi salah satu masalah global yang dihadapi banyak bangsa di dunia. Semula manfaat narkotika digunakan dalam dunia kedokteran, tetapi akibat penyalahgunaannya melahirkan banyak kerusakan dan kejahatan. Sebegitu mengkhawatirkannya masalah ini hingga PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) menyatakan perang melawan narkotika/narkoba (Fight Against Drugs) sebagai salah satu dari Millenium Development Goals (MDG/Tujuan Pembangunan Millenium) yang diharapkan dapat dicapai semua negara berkembang pada tahun 2015.
Dalam lingkup Asia Tenggara, semua negara ASEAN kecuali Brunei Darussalam telah mengakui adanya masalah yang mereka hadapi terkait dengan penyalahgunaan narkoba (UNODC Regional Workshop on Demand Reduction, X, Oktober 2007). Secara tradisional, Asia Tenggara memiliki potensi besar untuk menjadi lahan subur penyalahgunaan narkoba dikarenakan adanya segitiga emas penghasil dan penyalur gelap narkoba di wilayah ini yang terdiri dari Myanmar, Kamboja dan Thailand (UNODC Regional Meeting, Myanmar, Juni 2006), yang memungkinkan distribusi produk narkotika melalui media transportasi darat, laut, maupun udara ke semua negara di wilayah ini, tak luput juga Indonesia.

1. Latar Belakang
Peredaran narkotika di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir semakin marak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional dan Puslitkes UI tahun 2006, diasumsikan terdapat sekitar 3,2 juta orang penyalahguna narkotika di Indonesia (BNN: 2006). Diindikasikan, besarnya jumlah ini disebabkan Indonesia bukan lagi tempat transit, tetapi sudah menjadi daerah tujuan pasar narkotika Internasional bahkan menjadi produsen beberapa jenis narkotika tersebut (contoh: extacy dan shabu).
Mengkhawatirkannya, target utama pasar narkotika ini adalah para remaja. Misalnya di X saja, pada tahun 2000 ditenggarai ada lebih dari 166 SMTP dan 172 SLTA yang menjadi pusat peredaran narkotika dengan lebih dari 2000 siswa terlibat di dalamnya. Angka inipun masih akan lebih besar, karena fenomena ini seperti gunung es, yaitu yang tampak hanya permukaannya saja dan sebagian besar yang lain belum terlihat. Diperkirakan setiap 1 penyalahguna narkotika yang dapat diidentifikasi, ada 10 orang lainnya yang belum ketahuan.
Penyalahgunaan narkotika menjadi ancaman yang memprihatinkan dalam beberapa sudut pandang. Sudut pandang pertama dari sisi dampak buruk narkoba itu sendiri yang dapat mempengaruhi sisi fisik dan psikologis manusia, antara lain: dapat menghilangkan rasa sakit, rasa tidak enak, menimbulkan perasaan nikmat, gembira dan mengawang-awang di atas mimpi, menimbulkan rasa kuat, tegar dan percaya diri. Namun demikian dibalik sifat zatnya yang memabukkan, terdapat efek samping yang membahayakan bagi kesehatan penggunanya. Penyalahgunaan zat tersebut yang dapat merusak sel-sel syaraf otak sehingga terjadi perubahan perilaku dan penyimpangan norma-norma sosial, adat, agama dan kesusilaan.
Menurut American Psychiatric Association dalam Hawkins (1985), penyalahgunaan narkoba dapat mengakibatkan suatu gangguan pada kondisi mental dan fisik penggunanya yang ditandai dengan suatu keadaan dimana fisik dan jiwa pemakainya tidak dapat berfungsi secara normal tanpa penggunaan obat tersebut. Dengan kata lain, penyalahgunaan narkoba akan merusak fisik (organ tubuh, seperti jantung, lever, ginjal, dll), yang diakibatkan oleh penggunaan obat-obatan dengan dosis tinggi dalam jangka waktu lama; serta penularan penyakit berbahaya akibat penggunaan jarum suntik tidak steril secara bersama-sama (HIV/AIDS dan Hepatitis C). Selain itu juga merusak mental baik secara permanen maupun parsial, yang disebabkan oleh kerusakan pada otak akibat penyalahgunaan narkoba tersebut.
Sudut pandang kedua dari sisi ekonomi, narkoba dapat mendatangkan uang dengan mudah dan cepat dalam jumlah yang besar, dikenal sebagai " Narko Dolar". Hal inilah yang menyebabkan orang tertarik memproduksi narkoba, karena dengan modal yang kecil dapat mendapatkan keuntungan hingga 20 (dua puluh) kali lipatnya. Perputaran uang yang cepat dan besar menjadikannya sulit untuk diberantas seperti jamur di musim hujan, selama masih ada permintaan maka pemasokan dan distribusi akan terus berjalan, meskipun dengan sembunyi-sembunyi. Dengan adanya keuntungan yang besar tersebut, sindikat narkoba dapat menerapkan sistem keamanan yang berlapis-lapis dan menggunakan alat modern, yang menyebabkan aparat keamanan tidak dapat menuntaskan pemutusan jaringan narkoba tersebut.
Sudut pandang ketiga terkait dengan keamanan negara, dimana narkoba dijadikan sebagai alat subversif untuk menghancurkan suatu negara melalui kekuatan dari dalam, yaitu untuk menghancurkan suatu bangsa dengan merusak generasi muda dan aparat pemerintah melalui ketergantungannya terhadap narkoba yang menyebabkan kerusakan mental dan otak. Dengan menjadikan generasi muda dan aparat pemerintahan tergantung pada narkoba, maka mereka cenderung mudah diarahkan sesuai kemauan pelaku subversif, karena generasi muda tersebut tidak memiliki kemampuan dalam berpikir secara kritis dan sehat.
Bagaimana narkoba dapat menjadi alat subversif, hal ini tidak lepas dari sifat narkoba yang membuat penggunanya menjadi ketergantungan atas zat tersebut. Sebagaimana yang diketahui dari akibat penyalahgunaan narkoba adalah ketergantungan untuk mengkonsumsi zat tersebut secara terus-menerus dalam dosis yang cenderung meningkat. Bila mengonsumsian terputus maka yang bersangkutan akan mengalami gejala putus zat/withdrawl sindrome yang sangat menyakitkan. Gejala sakaw inilah yang cenderung dihindari oleh penyalahguna-selain mencari efek "melayang" (perasaan bebas dari segala masalah yang mereka hadapi sebagai efek dari pemakaian narkotika)-sehingga mereka cenderung mengkonsumsi narkoba terus menerus meskipun sebenarnya ingin menghentikan pemakaian. Kecenderungan tidak dapat berhenti ini memicu tingginya angka kriminalitas-yaitu tindakan melanggar hukum untuk memberi narkoba dengan segala cara (merampok, mencuri, menjambret, dan tindakan kriminal lainnya)-yang pada gilirannya akan menimbulkan kerawanan sosial dan mengarah pada instabilitas keamanan negara. Situasi negara yang tidak aman dan didukung oleh generasi pemimpin yang tidak memiliki kecakapan dan kepiawaian akan memudahkan intervensi pihak asing untuk menjajah kembali.
Narkoba mencari pangsa pasar di tempat-tempat dinamika kehidupan masyarakat seperti lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, lingkungan tempat kerja, dan lingkungan pergaulan. Menurut penelitian Dadang Hawari (1997) bahwa permasalahan penyalahgunaan/ketergantungan narkoba sudah sedemikian kompleks sehingga dapat merupakan ancaman dari sudut pandang mikro (keluarga) maupun makro (masyarakat, bangsa dan negara) yang pada gilirannya membahayakan ketahanan nasional. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penyalahgunaan narkoba merupakan ancaman bagi suatu bangsa yang apabila tidak segera ditangani secara serius dapat menghancurkan dan melenyapkan kelangsungan hidup suatu bangsa.
Mengatasi permasalahan ini, sudah banyak usaha yang dilakukan. Dari segi pencegahan, pihak-pihak yang berwenang sudah melakukan berbagai tindakan untuk menangkal masuknya zat-zat terlarang itu ke Indonesia. Namun, terlepas dari hasil tindakan para aparat tersebut, keluarga sendiri dapat menciptakan kondisi di mana narkotika sulit untuk masuk, seperti dengan membentuk kepribadian positif yang kuat pada anak.
Selain berpotensi mencegah anak terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba, keluarga juga dapat berperan sebaliknya, seperti membuka peluang penyalahgunaan pada anak. Hal ini terbukti dari penelitian yang dilakukan tim Atma Jaya (1995) terhadap beberapa mantan penyalahguna, bahwa faktor keluarga memiliki kontribusi yang signifikan terhadap penyalahgunaan narkoba pada anak. Penelitian tersebut menyebutkan beberapa tipe keluarga yang memiliki resiko tinggi terhadap penyalahgunaan narkoba pada anak, seperti keluarga tidak harmonis, keluarga dengan konflik, keluarga dengan orang tua yang memiliki riwayat penyalahgunaan zat dan keluarga neurosis.
Dengan demikian keluarga memiliki kontribusi yang besar dalam membentuk kepribadian seseorang. Apakah seseorang akan memiliki kepribadian positif atau negatif, tergantung pada pola asuh yang diterapkan, pengetahuan orang tua dalam pengasuhan anak, pola interaksi dan komunikasi yang terbangun dalam keluarga tersebut.
Signifikansi hubungan antara keluarga dan penyalahgunaan narkoba antara lain tergambar dalam sebuah penelitian berjudul "Talking About Drugs: How Family and Media Shape Youth Risk Behavior" (Berbicara Tentang Narkoba: Bagaimana keluarga dan Media Membentuk Perilaku Beresiko Pada Remaja)" yang dilakukan oleh Granka, Laura dan Scheufele dan dibawakan pada Pertemuan Tahunan Asosiasi Komunikasi Internasional (Annual Meeting of The International Communication Association) di kota New York, 10 Oktober 2008. Penelitian yang dilakukan pada 233 mahasiswa di Amerika Serikat dan 187 Mahasiswa di Singapura yang berusia antara 18-27 tahun mendapatkan hasil sebagai berikut:
1. Nilai-nilai keluarga yang kuat akan menurunkan perilaku beresiko pada remaja
2. Keterikatan keluarga yang kuat dan pola komunikasi yang terbuka akan mendorong remaja untuk lebih sering mendiskusikan perilaku beresiko dengan orangtua mereka.
3. Peningkatan dalam pembicaraan keluarga tentang perilaku yang beresiko akan menurunkan kecenderungan remaja terhadap perilaku tersebut
4. Perilaku beresiko pada remaja cenderung meningkat pada saat orangtua tidak mendampingi.
Pada sebuah pertemuan tingkat Asia Tenggara yang diadakan oleh UNODC, Februari 2007, Malaysia dan Thailand mempresentasikan upaya pencegahan di masing-masing negara yang dititik beratkan pada keluarga sebagai target utama sebagai tindak lanjut penilaian kebutuhan (Need Assessment) yang telah dilakukan berkaitan dengan masalah penyalahgunaan narkoba pada remaja.
Di tingkat lokal, beberapa penelitian telah lebih dulu mengungkapkan adanya hubungan antara keluarga dengan masalah penyalahgunaan narkoba, antara lain penelitian yang dilakukan Yayasan Cinta Anak Bangsa pada Mei-Oktober 2003 di 90 kelurahan di 5 wilayah X dengan hasil bahwa 1 dari 10 keluarga di X terancam narkoba. Di Sulawesi Tenggara, Granat (Gerakan Anti Narkotika) mencatat banyak kasus keterlibatan anak dalam narkoba bermula dari masalah keluarga. Hal ini didukung juga dengan laporan dari Yayasan Pelita Ilmu yang menjalankan Program Penanganan Narkoba di wilayah Tanah Abang sejak tahun 2001, dimana hasil Konseling Pendahuluan (Pre-Counselling) kepada pasien yang datang untuk mengobati kecanduan menunjukkan hasil 18% dari mereka menggunakan narkoba sebagai pelarian dari masalah keluarga dan ketidaknyamanan di rumah, hasil yang jika dikalikan dengan 4593 jumlah dampingan akan mencatat jumlah 824 orang, sebuah jumlah yang cukup besar untuk ruang lingkup sebuah kecamatan.
Besarnya peranan keluarga dalam membentuk karakter dan kepribadian anak ini merupakan potensi yang sangat besar yang dapat dimanfaatkan untuk menangkal pengaruh buruk lingkungan yang akan dihadapi dikemudian hari. Selain itu merupakan tugas keluarga mempersiapkan anak untuk menghadapi berbagai situasi dan pergaulan yang ada di masyarakat, karena keluarga merupakan tempat anak pertama kali berinteraksi dan bersosialisasi sejak kecil. Salah satunya dengan penanaman nilai-nilai moral dan agama sejak usia dini, sehingga anak terbiasa mengikuti aturan dan norma yang berlaku di masyarakat dan merasa malu bila melanggar aturan tersebut.
Selain membekali dengan nilai-nilai moral dan etika, anak juga perlu dibekali dengan kemampuan interpersonal yang baik. Kemampuan ini bukan dalam hal sandang, pangan dan papan, namun lebih menekankan pada kemampuan berinteraksi dalam menjalani kehidupan dalam hubungannya dengan sosialisasi dan pemenuhan atas tugas-tugasnya dikemudian hari sebagai manusia dengan cara yang normal dan wajar. Hal ini penting mengingat anak-lah yang akan menjalani kehidupan dengan segala permasalahannya. Kemampuan yang dimaksud antara lain pengetahuan yang luas, kemampuan berkomunikasi yang baik, kemampuan membuat keputusan yang tepat, kemampuan untuk menolak dengan tegas, berani mengungkapkan pendapat, dan lain-lain.
Dengan demikian keluarga memikul tanggung jawab yang besar dalam mengarahkan pembentukan kepribadian seorang anak. Untuk itu diperlukan kerja sama yang baik antara kedua orang tua dalam pengasuhan anak tersebut agar hak-hak anak terpenuhi sehingga anak dapat memenuhi kewajibannya dikemudian hari dengan baik. Dalam hal pengasuhan, terdapat beberapa faktor yang dapat menentukan kepribadian seseorang salah satunya adalah faktor komunikasi dalam keluarga.
Komunikasi dalam keluarga memegang peranan penting dalam membentuk pola pikir dan kepribadian anak. Hal ini masuk akal, karena hampir 80 % waktu kita digunakan untuk berkomunikasi. Berhasil tidaknya keluarga dalam mendidik anak sangat dipengaruhi oleh pola komunikasi yang terbentuk ada di dalamnya. Bila pesan yang disampaikan orang tua dapat ditangkap oleh anak secara jelas, berarti proses komunikasi berjalan dengan baik. Sebaliknya bila pesan tidak diterima dan tidak ditangkap dengan jelas oleh anak, maka komunikasi antar anggota keluarga tidak berjalan dengan baik. Bila hal ini terjadi akan berakibat kesalahpahaman dalam penerimaan pesan dan proses pengasuhan dapat terganggu bahkan terhambat.
Fenomena sekarang seringkali dihadapkan pada situasi di mana setiap orang, termasuk orang tua, seolah membangun dunia sendiri yang terpisah dari orang lain, bahkan anggota keluarganya sendiri. Komunikasi keluarga menjadi "barang mahal dan barang langka" karena masing-masing sibuk dengan urusan, pikiran dan perasaannya masing-masing. Akhirnya, komunikasi yang tercipta di dalam keluarga, adalah komunikasi yang sifatnya informatif dan superfisial (hanya sebatas permukaan), dimana yang diutarakan dan dikomunikasikan adalah topik umum selayaknya berbincang dengan orang-orang lainnya yang membuat hubungan antara orang tua-anak semakin berjarak dan semu.
Akibatnya, masing-masing pihak makin sulit mencapai tingkat pemahaman yang dalam dan benar terhadap apa yang dialami, dirasakan, dipikirkan, dibutuhkan dan dirindukan satu sama lain. Dalam pola hubungan komunikasi seperti ini, tidak heran jika ada orang tua yang terkejut melihat anaknya tiba-tiba menunjukkan sikap aneh, seperti penurunan prestasi belajar, memberontak, agresif, dan tindakan kenakalan anak (remaja) lainnya, termasuk penyalahgunaan narkoba. Orang tua yang merasa "kecolongan" cenderung akan bersikap defensif dengan mencari penyebab diluar dirinya sendiri, seperti menyalahkan anak, menyalahkan pihak lain-sekolah, guru, teman, lingkungan atau malah saling menyalahkan antara ayah dengan ibu. Seringkali orang tua lupa, bahwa setiap masalah adalah hasil dari sebuah interaksi setiap orang yang terlibat di dalamnya. Setiap orang, punya kontribusi dalam mendorong munculnya masalah, termasuk masalah penyalahgunaan narkoba pada anak.
Melihat pentingnya faktor komunikasi keluarga dalam pembentukan karakter dan kepribadian seseorang, maka penelitian ini bermaksud mengangkat model-model komunikasi yang terjadi dalam keluarga penyalahguna narkoba.
Penulis ingin mengetahui pola komunikasi keluarga yang bagimanakah yang dapat menyebabkan seorang anak (dalam hal ini anak remaja) cenderung pada penyalahgunaan narkoba.

2. Rumusan Permasalahan
Merujuk pada latar belakang yang disajikan, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang peran komunikasi dalam keluarga terhadap kecenderungan penyalahgunaan narkoba pada remaja. Adapun rumusan permasalahan yang ingin diteliti sebagai berikut:
a. Tipologi pola komunikasi keluarga yang bagaimanakah yang memiliki potensi tinggi terhadap penyalahgunaan narkoba pada remaja?
b. Tipologi sistem keluarga yang bagaimanakah yang memiliki potensi tinggi terhadap penyalahgunaan narkoba pada remaja?
c. Upaya-upaya apa sajakah yang dapat dilakukan keluarga untuk membentengi remaja dari bahaya penyalahgunaan narkoba dilihat dari sudut pandang komunikasi dan sistem keluarga?

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Seperti telah disebutkan dalam latar belakang dan rumusan permasalahan, penelitian ini akan memfokuskan pada hubungan komunikasi keluarga dan penyalahgunaan narkoba pada anggota keluarga tersebut. Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan tersebut, maka tujuan dan manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh hasil sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui dan menganalisis tipologi pola komunikasi keluarga yang berpotensi tinggi terhadap penyalahgunaan narkoba pada remaja.
b. Untuk mengetahui dan menganalisis sistem keluarga yang berpotensi tinggi terhadap penyalahgunaan narkoba pada remaja.
c. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan keluarga untuk membentengi remaja dari bahaya penyalahgunaan narkoba dari sudut pandang komunikasi dan sistem keluarga.
3.2. Manfaat Penelitian
a. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap ilmu pengetahuan, khususnya yang berkenaan dengan penanganan bidang Narkoba dari sisi pencegahan.
b. Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pembuat kebijakan pemerintah khususnya Badan Narkotika Nasional dalam membuat strategi Pencegahan melalui unit terkecil yaitu keluarga.

4. Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian
Dalam sebuah penelitian, subyek yang akan diteliti haruslah memiliki kesesuaian dengan rumusan permasalahan dan hasil yang ingin diperoleh dari penelitian tersebut. Untuk itu, penulis menetapkan beberapa batasan dan ruang lingkup yang digunakan untuk menentukan keluarga yang menjadi responden dalam penelitian ini.
4.1. Batasan Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang maksimal, penulis menetapkan beberapa batasan yang digunakan sebagai penyaring untuk memperoleh keluarga yang akan menjadi subyek dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
a. Keluarga utuh dalam artian kedua orangtua tidak bercerai. Hal ini dilakukan untuk menghindari bias karena perceraian orangtua sudah seringkali disebutkan dalam banyak penelitian sebagai penyebab kenakalan remaja, termasuk penyalahgunaan narkoba. Dengan batasan ini penulis mengharapkan dapat menjaga orisinalitas penelitian ini.
b. Mewakili kedua tipe perekonomian keluarga, baik menengah ke bawah maupun menengah ke atas
c. Mewakili keberagaman tipe tempat tinggal, karenanya dalam penelitian ini akan ditemukan subyek yang bertempat tinggal baik di perkampungan maupun kompleks perumahan.
d. Mewakili kelurahan yang berbeda di kecamatan Y sehingga diharapkan cukup mewakili untuk menggambarkan keseluruhan kecamatan Y.
4.2. Ruang Lingkup Wilayah
Responden yang diambil sebagai objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah keluarga dengan anak penyalahguna narkoba yang berdomisili di Kecamatan Y.
4.3. Ruang Lingkup Pembahasan
Pembahasan penelitian ini berkaitan dengan ruang lingkup komunikasi keluarga dalam keluarga pecandu untuk mencari hubungan dan menganalisis pola komunikasi dalam keluarga pecandu tersebut yang dapat mengarahkan remaja pada penyalahgunaan narkoba. Sedangkan batasan usia responden penyalahguna narkobanya dibatasi pada usia remaja, dengan batasan usia 15-24 tahun (WHO) pada saat pertama kali menggunakan narkoba.
Dengan demikian penelitian ini terkait dengan beberapa aspek, antara lain:
a. Aspek situasi penyalahgunaan narkoba di kecamatan Y dan gambaran keluarga pecandu
b. Aspek pola hubungan komunikasi keluarga pecandu antara ayah, ibu, anak, adik dan kakak (keluarga inti).
c. Aspek tipe sistem keluarga yang dapat menyebabkan remaja menyalahgunakan narkoba.
d. Aspek upaya yang dapat diterapkan untuk mencegah anggota keluarga pada penyalahgunaan narkoba.

5. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan sarana untuk mendapatkan hasil yang ingin dicapai dalam sebuah penelitian. Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya maka penulis menentukan metode penelitian sebagai berikut:
5.1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian Kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya (Moelong).
5.2. Tipe Penelitian
Penulisan ini diuraikan secara deskriptif terhadap peran komunikasi keluarga terhadap kecenderungan penyalahgunaan narkoba pada anak. Dan memberikan gambaran mengenai langkah-langkah dalam membentengi keluarga terhadap penolakan penawaran Narkoba.
5.3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di wilayah Kecamatan Y dengan masing-masing keluarga yang menjadi subyek penelitian bertempat tinggal di kelurahan yang berbeda sehingga dapat mewakili Kecamatan ini secara keseluruhan. Karakteristik keluarga yang diamati dalam penelitian ini sesuai dengan batasan penelitian yaitu keluarga utuh yang kedua orangtua tidak bercerai dan mewkili baik ekonomi lemah maupun berkecukupan.
5.4. Teknik Pengumpulan Data
Sumber utama penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain (Moelong). Dalam penelitian ini data primer adalah informasi dan data yang diperoleh informan kunci (key informan) dan informan yang ada di lapangan (field research).
5.4.1. Data Primer :
Data primer didapatkan melalui wawancara dan observasi. Wawancara merupakan metode penelitian yang datanya dikumpulkan melalui wawancara dengan responden/key informan. (Irawan). Dalam pencarian informan untuk diwawancarai, peneliti menyeleksi individu yang akan menjadi sasaran wawancara atau pengamatan untuk memperoleh keterangan dan data untuk keperluan informasi (informan). Sedangkan observasi yang akan dilakukan adalah dengan observasi non-partisipasi, artinya penulis tidak ikut ambil bagian secara langsung di dalam kehidupan atau situasi orang-orang yang diobservasi. Selanjutnya hasil wawancara dan observasi tesebut akan disusun dalam sebuah catatan lapangan untuk mendapatkan gambaran lengkap pelaksanaan penelitian.
5.4.2. Data Sekunder :
Data Sekunder di peroleh penulis dari perpustakaan dan dokumen-dokumen sumber yang membahas tentang Komunikasi Keluarga dan Penanganan Bahaya Narkoba.
5.5. Teknik Analisis Data
Setelah data yang diperoleh siap maka data tersebut akan dianalisa dengan pendekatan kualitatif yaitu pengolahan data berwujud kegiatan sistematik terhadap data baik primer maupun data sekunder kemudian dianalisa secara kritis untuk ditarik kesimpulan dan sarannya. Data yang terkumpul akan diinventarisir dan kemudian diklasifikasikan untuk dimasukkan ke dalam salah satu pola komunikasi model Mulyana dan sistem keluarga model Fitzpatrick. Nantinya kedua model tersebut akan digabungkan untuk dianalisis tingkat kerentanan anak (remaja) tersebut terhadap bahaya penyalahgunaan narkoba.
6. Sistematika Penulisan
Bab 1, Pendahuluan. Menguraikan tentang latar belakang, identifikasi masalah, maksud dan tujuan penulisan, ruang lingkup penulisan, kerangka teori dan konsep, metode penelitian serta sistematika penulisan.
Bab 2, Tinjauan Pustaka. Membahas secara umum tentang pengertian analisa, peran, komunikasi keluarga di lingkungan keluarga yang gagal membentengi diri dari penolakan Narkoba.
Bab 3 memuat tentang profil umum keluarga penyalahguna yang menjadi sumber informasi penelitian ini. Bab ini akan menampilkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan kepada keluarga tersebut, yang juga akan mencakup tentang kondisi dan latar belakang orang tua penyalahguna tersebut.
Bab 4 merupakan bab yang akan membahas dan menganalisa hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti. Dalam bab ini akan dibahas dan dikaji secara mendalam komunikasi keluarga yang bagaimana yang memiliki resiko tinggi terhadap penyalahgunaan narkoba pada anak serta upaya yang dapat dilakukan keluarga untuk menghindari hal tersebut.
Bab 5 adalah bab terakhir dalam penulisan laporan penelitian ini, yang akan berisi tentang kesimpulan atas uraian dan bab-bab terdahulu dan memberi saran yang bersifat implementasif.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 16:10:00

TESIS PEMASANGAN JAMINAN HIPOTIK KAPAL LAUT DAN PELAKSANAAN EKSEKUSINYA SEBAGAI PELUNASAN PINJAMAN

(KODE : PASCSARJ-0076) : TESIS PEMASANGAN JAMINAN HIPOTIK KAPAL LAUT DAN PELAKSANAAN EKSEKUSINYA SEBAGAI PELUNASAN PINJAMAN (PRODI : HUKUM KENOTARIATAN)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi harganya pula. Hal itulah, yang mendasari setiap orang untuk berusaha mencari nafkah demi kelangsungan hidup dan masing-masing perusahaan saling bersaing dalam dunia bisnis guna meningkatkan eksistensinya serta untuk mendapatkan keuntungan sebanyak mungkin.
Dalam perjalanannya tiap perusahaan mungkin tidak mempunyai sejumlah dana yang cukup guna membiayai kegiatan usahanya. Hal ini dikarenakan, setiap pemilik perusahaan tidak ingin seluruh kekayaan pribadinya habis digunakan untuk membiayai perusahaan mereka, mengingat banyak resiko yang mungkin terjadi yang dapat saja membawa mereka jatuh ke dalam kemiskinan.
Resiko kegagalan ataupun ketidaksuksesan usaha yang mungkin terjadi, di mana pemilik perusahaan telah mengeluarkan sejumlah dana dari harta pribadinya dan ternyata di kemudian hari mereka mendapatkan hasil yang tidak diharapkan.
Ada banyak cara yang digunakan guna mendapatkan modal untuk menjalankan usaha mereka dengan jalan yang lebih aman, tanpa melibatkan harta pribadi mereka.
Salah satunya yaitu dengan meminjam sejumlah dana dari bank dengan pengembalian secara angsuran.
Hal tersebut sudah banyak sekali dilakukan oleh perusahaan-perusahaan, namun ada persyaratan yang diajukan oleh pihak bank selaku kreditur dalam memberikan kredit yaitu mereka meminta suatu jaminan baik dalam bentuk benda bergerak maupun dalam bentuk benda tidak bergerak, yang nilai nominal jaminan tersebut lazimnya melebihi jumlah kredit yang diberikan kepada debitur serta tiap nominal pinjaman akan dikenakan bunga pinjaman.
Nilai jaminan yang lebih besar dari pinjaman tersebut menjadi pegangan bagi pihak bank, apabila pihak debitur lalai melakukan pembayaran angsuran kredit ataupun tidak mampu membayar kembali sejumlah uang yang sudah diterima dan dipinjam dari pihak bank.
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Sedangkan definisi agunan menurut Undang-Undang Perbankan, yaitu "agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
Jaminan yang diperlukan oleh pihak bank selaku kreditur haruslah jaminan dalam bentuk benda dan mempunyai nilai yang cukup guna melunasi utang debitur. Ada beberapa pengertian tentang benda, yaitu:
Pengertian yang paling luas dari perkataan benda ialah segala sesuatu yang dapat dihaki oleh orang. Di sini benda berarti obyek sebagai lawan dari subyek atau orang dalam hukum. Ada juga perkataan benda itu dipakai dalam arti yang sempit, yaitu sebagai barang yang dapat terlihat saja.
Benda dibagi dalam tiga macam menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:
1. Benda yang bertubuh dan tidak bertubuh (Pasal 503);
2. Benda bergerak dan tidak bergerak (Pasal 504);
3. Benda yang dapat habis dan tidak dapat habis (Pasal 505).
Dari penggolongan macam-macam benda menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut di atas yang mempunyai akibat hukum dan yang sangat berkaitan dengan penulisan ini adalah penggolongan benda bergerak dan benda yang tidak bergerak. Suatu benda dapat tergolong dalam benda yang tidak bergerak yaitu karena sifatnya, tujuan pemakaiannya dan memang ditentukan demikian oleh undang-undang.
Adapun benda yang tidak bergerak karena sifatnya ialah tanah dan segala sesuatu yang melekat atau tumbuh di atasnya, misalnya pohon-pohon, tumbuh-tumbuhan kecil. Benda tidak bergerak karena tujuan pemakaiannya ialah mesin alat-alat yang dipakai di dalam pabrik, yang sebetulnya benda bergerak tetapi oleh pemiliknya dalam pemakaian dihubungkan atau diikatkan pada benda yang tidak bergerak yang merupakan benda pokok.
Selanjutnya ialah benda tidak bergerak karena memang demikian ditentukan oleh undang-undang, seperti kapal laut yang berukuran minimal 20 meter kubik isi kotor dan hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak, misalnya hak memungut hasil atas benda tak bergerak, hak memakai atas benda tak bergerak, hipotik dan lain-lain.
Suatu benda termasuk golongan benda yang bergerak karena sifatnya dan ditentukan oleh undang-undang. Suatu benda yang bergerak karena sifatnya menurut Pasal 509 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ialah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja, alat-alat perabot rumah tangga, perhiasan-perhiasan, dan lain-lain.
Benda bergerak karena ketentuan undang-undang menurut Pasal 511 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ialah hak-hak atas benda yang bergerak, misalnya hak memungut hasil (vruchtgebruik) atas benda bergerak, hak pemakaian (gebruik) atas benda bergerak.
Uraian tentang benda bergerak dan tidak bergerak telah dijelaskan di atas. Jadi baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak dapat dijadikan jaminan atau agunan kepada bank atas pinjaman kredit yang diajukan oleh pihak debitur.
Telah diketahui bahwa suatu pemberian jaminan atau agunan dari debitur kepada bank selaku kreditur merupakan perjanjian tambahan (accessoir) dari suatu perjanjian pokok, yaitu perjanjian kredit.
Keberadaan perjanjian penjaminan tergantung pada perjanjian pokok, jika perjanjian pokok hapus karena telah dilunasinya utang, maka perjanjian penjaminan ikut hapus, namun apabila pihak debitur ingkar janji atau wanprestasi, pihak kreditur berhak melelang barang jaminan dan mengambil hasil lelang guna pelunasan utangnya.
Banyak benda yang dapat dijadikan jaminan guna pelunasan suatu kredit kepada bank, namun dalam penulisan ini benda yang akan dibahas lebih mendalam adalah benda tidak bergerak berupa kapal laut. Pada asasnya menurut Pasal 510 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, kapal-kapal, perahu-perahu, perahu-tambang, gilingan-gilingan dan tempat-tempat pemandian yang dipasang di perahu atau yang berdiri, terlepas dari benda sejenis itu adalah benda bergerak, akan tetapi jika kapal-kapal itu didaftar, kapal tersebut tidak mempunyai status yang sama lagi dengan benda bergerak.
Kapal-kapal yang dapat dibukukan dalam register kapal adalah kapal yang beratnya paling sedikit dua puluh meter kubik isi kotor (Pasal 314 ayat 1 KUHD). Kapal yang terdaftar ini diperlakukan seperti benda tidak bergerak, jika dijaminkan, lembaga yang dipergunakan adalah hipotik. Untuk kapal-kapal yang tidak didaftar lembaga jaminannya adalah gadai atau fidusia.
Lazimnya kapal laut yang dijaminkan kepada pihak bank digunakan sebagai jaminan dari sebuah perusahaan pelayaran yang membutuhkan sejumlah dana untuk pembiayaan pembelian kapal dan pembiayaan perbaikan kapal. Sama seperti benda-benda jaminan lainnya, pemberian jaminan berupa kapal laut haruslah didahului dengan adanya suatu perjanjian pokok yaitu perjanjian pemberian fasilitas kredit antara pihak debitur dengan pihak kreditur.
Pengertian kapal menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang adalah:
Kapal adalah semua perahu, dengan nama apapun dan dari macam apapun juga, kecuali ditentukan atau diperjanjikan lain, maka kapal itu dianggap meliputi segala alat perlengkapannya. Yang dimaksudkan dengan alat perlengkapan kapal ialah segala benda yang bukan suatu bagian daripada kapal itu sendiri, namun diperuntukkan untuk selamanya dipakai tetap dengan kapal itu.
Sedangkan pengertian kapal laut menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yaitu "kapal laut adalah semua kapal yang dipakai untuk pelayaran di laut atau yang diperuntukkan untuk itu.”
Kapal-kapal Indonesia yang berukuran paling sedikit dua puluh meter kubik isi kotor, dapat dibukukan di dalam suatu register kapal menurut ketentuan yang akan ditetapkan dalam suatu undang-undang tersendiri.
Undang-Undang yang dimaksud di atas adalah Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang mulai berlaku tanggal 7 Mei 2008 sebagai pengganti dari Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.
Sebagimana diatur dalam Pasal 354 Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran tersebut yang menyebutkan bahwa "pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang No 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti yang baru berdasarkan undang-undang ini.
Sedangkan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, yaitu Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan dinyatakan tetap berlaku, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 353 bahwa:
Dapat disimpulkan bahwa ketentuan mengenai pendaftaran kapal diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan.
Dengan dijaminkannya kapal laut yang sudah terdaftar tersebut dengan hipotik guna menjamin pelunasan kredit dari pihak debitur, maka ketentuan-ketentuan mengenai hipotik dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dimulai dari Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 tentang hipotik berlaku bagi pembebanan jaminan hipotik atas kapal laut.
Terhadap hipotik kapal, ketentuan hipotik yang diatur dalam Pasal 314 ayat 4 dan Pasal 315 a, b, c Kitab Undang-Undang Hukum Dagang merupakan lex spesialis terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Maka apabila Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak mengaturnya secara khusus, semua ketentuan hipotik yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tetap berlaku.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, "hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan."15
Dari rumusan tersebut di atas dapat dikatakan bahwa hipotik merupakan hak kebendaan atas benda tidak bergerak yang timbul karena perjanjian, yaitu suatu bentuk jaminan yang harus diperjanjikan terlebih dahulu. Hipotik sebagai hak kebendaan hanya terbatas pada hak untuk mengambil penggantian dari benda tidak bergerak bersangkutan untuk pelunasan suatu perikatan saja.16
Mengingat bentuk dari kapal laut yang sangat besar dan nilainya yang sangat tinggi, dalam praktek pengadaan kapal melalui pemberian kredit maupun pembebanan jaminan hipotik kapal laut memiliki berbagai kendala, terutama dalam hal penyediaan jaminan atas kredit yang diberikan. Kendala-kendala tersebut diharapkan oleh semua pihak yang terkait agar dapat segera diatasi sehingga dapat meningkatkan perekonomian negara kita khususnya di bidang perbankan.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas mengenai pembebanan jaminan hipotik kapal laut, maka penulis sangat tertarik untuk membahas lebih mendalam mengenai jaminan kebendaan yang berupa jaminan hipotik kapal laut atas perjanjian kredit yang diberikan kepada perusahaan pelayaran dan meneliti kendala-kendala yang ada dalam pemasangan dan pelaksanaan eksekusinya. Penulis kemudian memberi judul pada penulisan tesis ini tentang Pemasangan Jaminan Hipotik Kapal Laut dan Pelaksanaan Eksekusinya Sebagai Pelunasan Pinjaman (Studi kasus PT Bank X dengan PT Pelayaran Y).

B. Pokok Permasalahan
Adapun beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam penulisan tesis ini, yaitu:
1. Bagaimana pemasangan jaminan hipotik kapal laut pada PT Bank X?
2. Bagaimana pelaksanaan eksekusi berdasarkan grosse akta hipotik kapal laut?

C. Metode Penelitian
Dalam menjawab pokok permasalahan yang diteliti dalam penulisan tesis ini, penulis menggunakan penelitian normatif. Penulisan normatif ini dimaksudkan untuk meneliti tentang asas-asas hukum dan sistematika hukum yang berlaku di Indonesia.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat publik. Sumber data sekunder dalam bidang hukum terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari Penetapan Pengadilan No. 18/EKS/2005/PN.JKT.UT, dan Peraturan Perundang-undangan, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, H.I.R., Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan, dan Peraturan Presiden No. 44 tahun 2005 tentang Pengesahan Konvensi Internasional Tentang Piutang Maritim dan Mortgage 1993 dan Intruksi Presiden No. 5 Tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional serta Keputusan Menteri Keuangan Perhubungan No. 14 Tahun 1996 tentang Penyederhanaan Tata Cara Pengadaan dan Pendaftaran Kapal.
Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer berupa literatur-literatur dan buku-buku yang berkaitan dengan hukum benda, hukum perjanjian, hukum pendaftaran kapal, hukum jaminan hipotik kapal laut dan hukum acara perdata serta tulisan-tulisan lain yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
Analisis data dilakukan secara kualitatif, karena dari data yang diperoleh penulis menganalisanya dan kemudian memberikan kesimpulan-kesimpulan dari data yang telah dianalisa berupa uraian-uraian. Dengan demikian hasil penelitian yang diperoleh dalam penulisan ini bersifat analisa hukum.

D. Sistematika Penulisan
Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan dari permasalahan, maka sistematika penulisan ini dibuat menjadi tiga bab, yaitu:
Bab pertama adalah bab mengenai pendahuluan yang memuat mengenai latar belakang, pokok permasalahan, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua adalah bab mengenai kapal laut sebagai jaminan pelunasan kredit dan pelaksanaan eksekusinya, yang dibagi menjadi tiga sub bab yaitu landasan teori tentang kapal laut sebagai jaminan, pemasangan jaminan hipotik atas kapal laut pada PT Bank X dan pelaksanaan eksekusi berdasarkan grosse akta hipotik kapal laut.
Dalam landasan teori tentang kapal laut sebagai jaminan, penulis membahas mengenai pengertian kapal dan kapal laut, status hukum kapal laut dalam hukum perdata, sumber hukum pendaftaran kapal laut, proses pendaftaran kapal laut, jaminan hipotik atas kapal laut, akibat hukum pendaftaran hipotik atas kapal laut dan jaminan kebendaan lainnya atas kapal laut.
Dalam pemasangan jaminan hipotik atas kapal laut pada PT Bank X, penulis membahas mengenai prosedur pemasangan jaminan hipotik atas kapal laut bernama "XY" milik PT Pelayaran Y (debitur) yang dijadikan jaminan atas pinjaman kreditnya pada PT Bank X (kreditur).
Dalam pelaksanaan eksekusi berdasarkan grosse akta hipotik kapal laut, penulis membahas mengenai eksekusi jaminan hipotik pada umumnya dan pelaksanaan eksekusi kapal laut "XY" berdasarkan Penetapan Pengadilan No. 18/Eks/2005/PN.JKT.UT.
Bab ketiga adalah bab penutup yang merupakan bab terakhir dari seluruh uraian yang berupa kesimpulan dari permasalahan-permasalahan yang telah dibahas.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 16:07:00

TESIS HUBUNGAN KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI DENGAN KINERJA PEGAWAI DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN DAN KOPERASI KOTA X

(KODE : PASCSARJ-0074) : TESIS HUBUNGAN KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI DENGAN KINERJA PEGAWAI DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN DAN KOPERASI KOTA X (PRODI : ADMINISTRASI DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA)



BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Tujuan penyelenggaraan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sebagaiman diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kesejahteraan masyarakat di suatu daerah dapat dipelajari dari pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Semakin tinggi pertumbuhan PDRB di suatu daerah mengindikasikan pertumbuhan kesejahteraan masyarakat. Hubungan kondisional ini terjadi karena indikator-indikator pertumbuhan PDRB di suatu daerah mencakup pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan perkapita, perluasan lapangan kerja, dan pemerataan hasil pembangunan.
Pertumbuhan PDRB di suatu daerah tidak hanya dipengaruhi oleh mekanisme pasar yang semakin mengglobal, tetapi dipengaruhi juga oleh kebijakan pemeritnah yang berupaya mengarahkan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan Pemerintah Daerah yang mempengaruhi atau mengarahkan pertumbuhan ekonomi di daerah antara lain dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang perindustrian, perdagangan dan koperasi. Karena itu, pelaksanaan tugas dan fungsi Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi di suatu daerah menjadi sangat penting dalam proses penumbuhan perekonomian daerah. Bila pelaksanaan berbagai kebijakan dan kegiatan pembangunan di sektor perindustrian dan sektor perdagangan yang diselenggarakan oleh pemerintah berlangsung efektif, maka efektivitas pembangunan tersebut merupakan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Dalam konteks ini, kinerja Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota X (Disperindagkop) menjadi sangat penting bagi penumbuhan perekonomian di Kota X.
Kinerja Disperindagkop yang optimal dalam melaksanakan berbagai kebijakan, program dan kegiatan pembangunan di bidang perindustrian, perdagangan dan koperasi tentu tidak hanya bertujuan mewujudkan kondisi perekonomian yang kondusif bagi para pelaku ekonomi, tetapi sekaligus juga menstimulasi perluasan lapangan kerja. Oleh sebab itu, pelaksanaan tugas dan fungsi Disprindagkop menjadi hal penting yang bernilai stratgis bagi penumbuhan perekonomian di Kota X yang dikenal dengan sebutan "Kota Hujan". Untuk itu Disperindagkop Kota X menyusun visi dan misi organisasi guna menjabarkan kebijakan Pemerintah Kota X di bidang perekonomian.
Untuk mewujudkan kinerja Disperindagkop Kota X yang optimal dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, maka dengan sendirinya diperlukan dukungan kinerja pegawai yang maksimal. Dukungan kinerja pegawai yang maksimal hanya bisa diwujudkan melalui peningkatan produktivitas kerja pegawai yang tinggi, efektivitas kerja pegawai yang maksimal dalam melaksanakan kegiatan, dan efisiensi kerja pegawai yang optimal dalam menggunakan sumber daya anggaran, terutama efektif dan efisien dalam memberikan layanan publik kepada para pelaku ekonomi. Dengan demikian peningkatan kinerja pegawai Disperidagkop Kota X dapat dijadikan salah satu issue aktual untuk mengkritisi penyelenggaraan organisasi satuan kerja perangkat Daerah Kota X.
Peningkatan kinerja pegawai Disperindagkop Kota X yang optimal dalam melaksanakan berbagai program dan kegiatan pembangunan di bidang perindustrian, perdagangan dan koperasi sangat diperlukan, karena dari pengamatan langsung terungkap bahwa kinerja pegawai dinas tersebut belum optimal, terutama dalam memberikan layan publik kepada para pelaku ekonomi di Kota X. Belum optimalnya kinerja pegawai Disperindagkop Kota X antara lain terungkap dari :
- produktivitas kerja pegawai yang cenderung rendah; yang terungkap dari pemanfaat waktu kerja yang tidak maksimal, dan lambannya pelayanan publik kepada para pihak yang berkepentingan dengan perizinan usaha;
- efektivitas kerja pegawai tidak maksimal dalam melaksanakan kegiatan pembangunan; yang terungkap dari tidak masikmalnya capaian indikator kinerja pada sejumlah kegiatan yang bernilai strategis untuk meningkatkan peran koperasi dalam perekonomian masyarakat; dan
- efisiensi kerja pegawai yang cenderung rendah dalam melaksanakan fungsi anggaran kinerja pada masing-masing unit kerja; yang terungkap dari kinerja anggaran yang kurang transparan dan penyusunan laporan akuntabilitas kinerja yang kurang akurat.
Sementara itu, disiplin sejumlah pegawai dalam mematuhi dan melaksanakan peraturan juga tampak lemah. Lemahnya disiplin pegawai ini dapat menurunkan kualitas pelayanan publik yang profesional dan transparan. Pelayanan publik yang tidak profesional dan tidak transparan sering menjadi keluhan para pihak yang berkepentingan dengan pelayanan tersebut.
Dampak dari kinerja pegawai yang belum optimal itu tentu tidak terbatas hanya pada persoalan-persoalan internal Disperindagkop Kota X; tetapi dapat juga berdampak pada aktivitas-aktivitas para pelaku ekonomi di Kota X. Bahkan bisa lebih dari itu. Misalnya, pelayanan perizinan usaha yang berbelit-belit, menyita waktu lama dan menyerap biaya tinggi tentu tidak hanya menghambat kelancaran usaha tetapi sekaligus juga dapat menghambat upaya perluasan lapangan kerja melalui pengembangan berbagai usaha. Oleh sebab itu, upaya peningkatan kinerja pegawai Disperidagkop Kota X yang profesional dan akuntabel dalam melaksanakan berbagai program dan kegiatan pembangunan serta profesional dan transparan dalam melaksanakan fungsi pelayanan publik perlu dilakukan secara terpola, menyeluruh dan berkesinambungan.
Dalam konteks itu, belum optimalnya kinerja pegawai Disperindagkop Kota X tampak menjadi suatu fenomena sumber daya manusia dalam birokrasi yang tidak berdiri sendiri. Artinya, terdapat sejumlah faktor yang berkorelasi dengan kinerja pegawai pada dinas tersebut.
Mengacu pada fenomena tersebut, peneliti berasumsi bahwa pola Kepemimpinan yang berlangsung dalam di antara atasan dan bawahan dan Motivasi kerja pegawai dalam melaksanakan pekerjaan merupakan dua faktor yang berkorelasi positif dan siginfikan dengan Kinerja Pegawai Disperindagkop Kota X.
Asumsi terhadap fenomena kinerja pegawai tersebut didasarkan pada premise major atau argumen sebagai berikut :
Kepemimpinan sebagai suatu proses komunikasi dan interaksi sosial yang saling mempengaruhi di antara unsur-unsur pimpinan atau atasan dengan unsur-unsur staf atau bawahan yang berlangsung dalam situasi kerja tertentu, merupakan faktor determinan terhadap perilaku kerja para pegawai dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya. Oleh sebab itu, dalam dimensi situasional, kepemimpinan itu tentu dapat berkorelasi positif dan signifikan dengan kinerja pegawai. Artinya, kepemimpinan yang baik dapat mendukung terwujudnya kinerja pegawai yang baik juga; dan sebaliknya, kepemimpinan yang lemah dapat menyebabkan kinerja pegawai menjadi lemah. Premise major ini yang dikemukakan Soebagio (1999:19) berdasarkan beberapa pendapat berikut :
a. Ralph Stogdil : Leadership is the process of influencing group activities toward goal setting and goal achievement
b. Robert Tanebeum and Fred Massarik : Leadership is an interpersonal influences, exercised in situation and directed, through the communication process, toward the attainment of a specified goal or goals.
Motivasi yang dapat diartikan sebagai suatu dorongan kebutuhan, keinginan atau harapan pegawai dalam bekerja, merupakan faktor internal pegawai yang mempengaruhi perilaku kerja para pegawai dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya. Oleh sebab itu, dalam dimensi kondisional, motivasi itu dapat berkorelasi positif dan signifikan dengan kinerja pegawai. Artinya, motivasi kerja yang kuat dapat memperkuat kinerja pegawai; dan sebaliknya motivasi kerja yang lemah dapat menyebabkan kinerja pegawai menjadi lemah. Premise major ini merujuk pendapat Koontz yang mengatakan "Motivation refers to the drive and effort to statisfy a want or goal", dan Jones yang mengatakan bahwa "Motivation is concerned with how behavior is activated, maintened, directed and stopped."
Dalam perspektif pandangan yang demikian itu, jika Kepemimpinan dan Motivasi dipandang sebagai faktor penyebab (antecedent), dan Kinerja Pegawai Disperindagkop Kota X dipandang sebagai akibat (konsekuensi), maka patut diasumsikan bahwa di antara Kepemimpinan dan Motivasi dengan Kinerja Pegawai pada dinas tersebut terjalin suatu hubungan kausalitas (causality correlation). Dengan pernyataan lain, lemahnya Kinerja Pegawai Disperindagkop Kota X disebabkan lemahnya kepemimpinan yang berlangsung di antara unsur-unsur pimpinan dengan unsur-unsur staf dan lemahnya motivasi kerja para pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya.
Asumsi dan argumen yang terpapar di atas agaknya dapat dijadikan titik pangkal untuk menyusun suatu konsep penelitian. Selanjutnya, guna mengaktualisasikan asumsi tersebut dan berdasarkan asumsi disusun konsep penelitian dengan memilih judul penelitian berikut : "HUBUNGAN KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI DENGAN KINERJA PEGAWAI DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN DAN KOPERASI KOTA X", Kajian hubungan kausalitas di antara Kepemimpinan dan Motivasi dengan Kinerja Pegawai Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota X. Judul penelitian ini dipilih dengan alasan-alasan sebagai berikut :
Pertama, fenomena Kinerja Disperindagkop Kota X dan korelasinya dengan lemahnya faktor kepemimpinan dan lemahnya faktor Motivasi merupakan obyek kajian bagi penerapan Ilmu Administrasi pada kekhususan pengembangan sumber daya manusia, karena fenomena tersebut dapat merepresentasikan permasalahan sumber daya manusia dalam birokrasi. Dengan demikian Kepemimpinan, Motivasi dan Kinerja Pegawai dapat diangkat sebagai obyek pengkajian untuk menerapkan Ilmu Administrasi pada kekhususan pengembangan sumber daya manusia.
Kedua, penelitian dengan judul yang dipilih diharapkan dapat mengahasilkan suatu temuan yang berguna untuk dijadikan rekomendasi bagi upaya peningkatan kinerja pegawai Disperindagkop Kota X.

B. Pokok Permasalahan
Kinerja pegawai Disperindagkop Kota X yang belum optimal tampak menjadi fenomena yang berkorelasi dengan sejumlah faktor. Sejumlah faktor yang dimaksud dapat diidentifikas dari dua sudut pandang, yakni sudut pandang internal Disperindagkop dan sudut pandang eksternal dinas tersebut.
Dari sudut pandang internal organisasi beberapa faktor yang dapat berkorelasi positif dengan Kinerja Pegawai Disperindagkop antara lain : deskripsi kewenangan, tugas dan fungsi organisasi; budaya organisasi; kepemimpinan yang berlangsung di antara unsur-unsur pimpinan dan unsur-unsur staf; kompetensi pegawai; motivasi pegawai; kondisi sumber daya anggaran; serta kondisi sarana dan prasarana organisasi. Dari sudut pandang eksternal organisasi beberapa faktor yang dapat berkorelasi positif dengan Kinerja Pegawai Disperindagkop antara lain : Kebijakan daerah di bidang perindustrian, perdagangan dan koperasi; kebijakan kepala daerah yang mengatur penyelanggaraan sistem administrasi satuan kerja perangkat daerah; rencana strategis daerah, rencana kerja tahunan dinas; arah kebijakan umum daerah; kebijakan alokasi anggaran daerah untuk Diperindagkop; kondisi dinamis perekonomian daerah terutama kinerja para pelaku ekonomi; kondisi dinamis kehidupan sosial budaya masyarakat; dan sumber daya ekonomi daerah serta situasi perekonomian nasional.
Semua faktor yang teridentifikasi dapat berkorelasi positif dengan Kinerja Pegawai Disperindagkop Kota X itu dapat saling mempengaruhi, namun semua tidak bisa diteliti sekaligus. Karena itu, dipandang perlu pembatasan masalah penelitian, agar masalah yang dijadikan obyek
penelitian menjadi jelas dan terfokus.
Selanjutnya, berdasarkan asumsi terhadap fenomena Kinerja Pegawai Disperindagkop, maka masalah yang dijadikan obyek penelitian dibatasi hanya pada analisis hubungan Kepemimpinan dan Motivasi dengan Kinerja Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota X. Berdasarkan batasan masalah yang ditetapkan, maka pokok permasalahan diangkat dengan pertanyaan (research questions) sebagai berikut :
1. Apakah terdapat hubungan Kepemimpinan dengan Kinerja Pegawai Disperindagkop Kota X?
2. Apakah terdapat hubungan Motivasi dengan Kinerja Pegawai Disperindagkop Kota X?
3. Apakah terdapat hubungan Kepemimpinan dan Motivasi secara bersama-sama dengan Kinerja Pegawai Disperindagkop Kota X?

C. Tujuan dan Signikansi Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dan signifikansi penelitian yang diharapkan adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Penelitian
Dengan pokok permasalahan yang ditetapkan maka tujuan penelitian adalah untuk :
a. Membahas hubungan Kepemimpinan dengan Kinerja Pegawai Disperindagkop Kota X.
b. Membahas hubungan Motivasi dengan Kinerja Pegawai Disperindagkop Kota X.
c. Membahas hubungan Kepemimpinan dan Motivasi secara bersama-sama dengan Kinerja Pegawai Disperindagkop Kota X.
2. Signifikansi Penelitian
Signifikansi (kebermaknaan) yang diharapkan dari seluruh rangkaan kegiatan penelitian dan hasil penelitian adalah sebagai berikut :
a. Siginifikansi Praktis
Bagi pihak yang diteliti, hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan rujukan konseptual untuk merumuskan kebijakan peningkatan kinerja pegawai melalui peningkatan efektivitas kepemimpinan dan peningkatan motivasi kerja pegawai. Bagi peneliti, seluruh rangkaian kegiatan penelitian serta hasil penelitian dapat memperluas wawasan keilmuan dan mengefektifkan penyelesaian tugas akhir studi.
b. Signifikansi Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat mencakup temuan-temuan empiric serta konsep baru yang dapat dijadikan rujukan studi tentang fenomena kinerja pegawai pada satuan kerja perangkat daerah dan korelasinya dengan masalah kepemimpinan birokrasi dan motivasi kerja pegawai. Hasil penelitian juga diharapkan dapat dapat dijadikan kontribusi bagi pengembangan Ilmu Administrasi yang terarah untuk pengembangan sumber daya manusia.

D. Sistematika Penulisan
Hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian disusun dengan
sistematika penulisan sebagai berikut :
1. Bab I Pendahuluan : Berisi deskripsi Latar Belakang tentang fenomena kinerja pegawai Disperindagkop Kota X yang belum optimal dalam mendukung kinerja organisasi yang optimal dalam melaksanakan kebijakan dan kegiatan pembangunan di bidang perindustrian, perdagangan dan koperasi; Pokok Permasalah yang diajukan dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian; Tujuan dan Signifikansi Penelitian yang diharapkan dari seluruh proses dan hasil penelitian; dan Sistematika Penulisan.
2. Bab II Tinjauan Literatur dan Metode Penelitian : berisi Tinjauan Literatur yang mencakup deskripsi Teori Kepemimpinan, Teori Motivasi dan Teori Kinerja yang dijadikan landasan teoritik penyusunan konsep operasiobnal variable penelitian; dan deskripsi Metode Penelitian yang mencakup Model Analisis statistika, rancangan Hipotesis yang diuji, Operasional Konsep untuk pengukuran dan pengujian, serta uraian Metode Penelitian yang mencakup Pendekatan Penelitian, Jenis Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Populasi dan Sampel, Teknik Analisis Data dan Keterbatasan Penelitian
3. Bab III Gambaran Umum Obyek Penelitian : berisi deskripsi Stuktur Organisasi Diperindagkop; uraian Tugas Pokok dan Fungsi Disperindagkop; uraian Kegiatan Disprindakop dan Capaian Indikator Kinerja Disperindagkop Kota X.
4. Bab IV Pembahasan Hasil Penelitian : berisi deskripsi Karakteristik Responden Penelitian, dan Pembahasan Hasil Penelitian yang meiputi Analisis Hubungan Kepemimpinan dengan Kinerja Pegawai, Analisis Hubungan Motivasi dengan Kinerja Pegawai, dan Analisis Pembahasan Hubungan Kepemimpinan dan Motivasi secara bersama-sama dengan Kinerja Pegawai.
5. Bab V Kesimpulan dan Saran : berisi pokok-pokok Kesimpulan yang ditarik dari pembahasan hasil penlitian; dan Saran yang disampaikan kepada pihak yang diteliti serta pihak yang berkepentingan dengan hasil penelitian.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 16:03:00

TESIS BUSINESS PLAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN TANAMAN NILAM DENGAN LAHAN 20 HA DI PROPINSI X

(KODE : PASCSARJ-0072) : TESIS BUSINESS PLAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN TANAMAN NILAM DENGAN LAHAN 20 HA DI PROPINSI X (PRODI : ILMU MANAJEMEN)




BAB 1
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Latar belakang penulisan rencana bisnis ini adalah untuk membangun sebuah usaha yang terintegrasi dalam pengembangan komoditas minyak nilam, yang merupakan tanaman asli Indonesia. Eksploitasi yang akan dilakukan dimaksudkan untuk menggali potensi dari sumber daya asli Indonesia untuk dimanfaatkan secara optimal atas segala potensinya untuk kepentingan stake holder.
Dari sektor pertanian, dengan segala output yang dihasilkan, merupakan sektor yang cukup tangguh dibanding sektor lainnya. Hal tersebut telah teruji saat Indonesia dilanda krisis ekonomi. Produk dari sektor pertanian justru menjadi salah satu sumber pendapatan devisa bagi negara. Umumnya, komoditas tersebut berasal dari perkebunan, salah satunya produk perkebunan dalam bentuk minyak atsiri. Penilitian yang telah saya lakukan memberikan informasi bahwa tanaman nilam (Patchouli) yang banyak tumbuh dan dibudidayakan oleh petani tradisional Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar dan dalam spektrum produk yang
Minyak atsiri atau essential oils merupakan output tanaman tradisional yang banyak digunakan dalam industri kimia sebagai salah satu bahan baku produk wewangian (parfum), farmasi, kosmetika, pengawetan barang, dan kebutuhan dasar industri lainnya.
Dari 70 jenis minyak atsiri atau essential oils merupakan output tanaman tradisional, sekitar 9-12 macam atau jenis minyak atsiri disuplai dari Indonesia. Oleh sebab itu, Indonesia termasuk negara produsen besar yang cukup diandalkan dan menjadi negara pengekspor minyak atsiri dengan kualitas terbaik. Kondisi tersebut disebabkan faktor dan kondisi iklim serta jenis dan tingkat kesuburan tanah subur yang dimiliki Indonesia, yang sesuai dengan syarat tumbuh dari tanaman nilam.
Dari berbagai jenis tanaman penghasil minyak atsiri tersebut, didapatkan hasil berupa minyak alam (patchouli oil), minyak sereh wangi (citronella), akar wangi (vetyver), kenanga (cananga), kayu putih (cajeput), cengkih (cloves), cendana (sandalwood), lada (peper), serta minyak (cajeput), cengkih (cloves), cendana (sandalwood), lady (peper), serta minyak melati (yasmin). Khusus minyak nilam, sekitar 70% pangsa pasar dunia dikuasai oleh minyak nilam Indonesia (diperkirakan sekitar rata-rata minimal 1.000 ton per tahun). Tanaman Nilam (Pogostemon cablin) dengan hasil minyak nilam (patchouli oil) merupakan penghasil devisa terbesar dari ekspor minyak atsiri. Produksi minyak nilam Indonesia per tahunnya mencapai rata-rata di atas USD 20 juta (dolar Amerika).
Dari angka tersebut dapat dikatakan bahwa tanaman nilam, dengan hasil minyak nilam, mempunyai prospek pasar paling baik dan paling luas dibandingkan dengan tanaman atsiri lainnya. Dari transaksi perdagangan domestik dan jalur ekspor, jenis minyak nilam menempati urutan teratas dalam jumlah dan volume transaksi. Oleh sebab itu, sudah sewajarnya bila eksistensi dan peluang yang dimiliki Indonesia dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Pengelolaan bisnis nilam memerlukan terobosan dan langkah strategis sehingga pengelolaannya dilakukan secara profesional dan berkelanjutan (kontinu). Penyediaan sarana dan teknik penyulingan hendaknya dilakukan dengan teknologi yang lebih sophisticated agar kontinuitas output yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan pasar dengan suatu kualitas baik.

1.2. Tujuan Penyusunan Rencana Bisnis
Tujuan penulisan rencana bisnis "Pengembangan perkebunan tanaman Nilam" sebagai berikut:
- Menunjukkan bahwa tanaman nilam (Patchouli) yang banyak tumbuh dan dibudidayakan oleh petani tradisional Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar dan dalam spectrum produk yang luas.
- Memberikan gambaran perusahaan perkebunan yang solid dan kokoh, sehingga dapat meningkatkan mutu produk pertanian.
- Memudahkan pelaku usaha perkebunan nilam untuk mencari informasi dan pembelajaran tentang pola tani budidaya yang baik.
- Menganalisis kelayakan investasi Pengembangan perkebunan tanaman Nilam.

1.3. Metoda Pengumpulan Data
Metoda pengumpulan data dalam penulisan rencana bisnis adalah dengan beberapa cara, diantaranya.
- Observasi langsung ke beberapa lahan pertanian tanaman Nilam di Indonesia sebagai sumber data primer.
- Studi pustaka dengan mengumpulkan artikel dan data sekunder dari beberapa sumber.
- Melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan sejumlah perkumpulan petani untuk diajak bekerjasama dalam melakukan pengembangan perkebunan tanaman Nilam.
- Depth Interview dengan para petani Tanaman Nilam.

1.4. Ruang Lingkup Masalah
Dalam penulisan rencana bisnis ini dilakukan batasan-batasan untuk adanya kesamaan dalam memahami beberapa asumsi yang digunakan. Batasan-batasan tersebut diantaranya:
Industri: Berdasarkan klasifikasi dari Departement Perindustrian dan Perdagangan, Industri pengembangan tanaman nilam yang akan dimasuki adalah termasuk kedalam Industri Komoditas.
Lingkup Bisnis: Menyediakan Daun tanaman Nilam kering untuk Diolah menjadi minyak Nilam.
Pasar sasaran: Industri Pengolahan Minyak Nilam di Indonesia
Mitra Bisnis: Yang dianggap sebagai mitra bisnis langsung adalah para petani tanaman Nilam yang sudah ada di Indonesia.

1.5. Sistematika Pembahasan
Proses penulisan rencana bisnis ini dilakukan melalui berbagai bagian yaitu:
BAB 1. Pendahuluan: membahas latar belakang dan tujuan penulisan rencana bisnis ini serta batasan-batasan untuk kesamaan pemahaman asumsi yang digunakan.
BAB 2. Pemilihan Lokasi: membahas dan menganalisis lokasi pengembangan perkebunan Nilam. Terutama di X karena minyak nilam dari X telah dikenal memiliki kualitas terbaik dari Indonesia dan sudah digunakan di berbagai kegiatan industri yang terkait di dunia sehingga telah menjadi salah satu komoditas ekspor yang diunggulkan Indonesia untuk sumber devisa Negara.
BAB 3. Tinjauan Tanaman Nilam: membahas detail mengenai manfaat dan potensi Nilam di Indonesia serta membahas bagaimana ciri khas dan karakter serta jenis-jenisnya yang dimiliki tanaman nilam seperti layaknya tanaman lain di Indonesia dimana pengenalan tanaman nilam sangat penting dilakukan mengingat saat ini nilam telah menjadi bahan baku unggulan ekspor minyak Indonesia.
BAB 4. Struktur Organisasi: membahas dan menganalisis profil perusahaan yang terdiri dari visi, misi, dan tujuan.
BAB 5. Analisis Aspek Sumber Daya Manusia: membahas tujuan dan sasaran bagian sumber daya manusia serta menganalisis struktur organisasi, budaya dan pola kepemimpinan, dalam rangka perencanaan dan pengelolaan sumber daya manusia yang ada di perkebunan.
BAB 6. Analisis Aspek Operasional: membahas proses dan persiapan bagian operasi perkebunan nilam serta menganalisis aktivitas penanaman dan panen perkebunan serta pemenuhan permintaan terhadap daun kering nilam.
BAB 7. Analisis Aspek Finansial: membahas tujuan dan sasaran keuangan serta menganalisis kelayakan investasi yang dilakukan.
BAB 8. Kesimpulan dan Saran: membahas mengenai kesimpulan dan saran dari layak atau tidaknya bisnis ini dijalankan selaras dengan yang telah di bahas pada analisis-analisis sebelumnya.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:59:00

TESIS ANALISIS PENGARUH KOMPENSASI TERHADAP KEPUASAN KERJA PEGAWAI PADA SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

(KODE : PASCSARJ-0071) : TESIS ANALISIS PENGARUH KOMPENSASI TERHADAP KEPUASAN KERJA PEGAWAI PADA SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL (PRODI : ADMINISTRASI DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA)



BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG MASALAH
Perhatian organisasi yang lebih besar terhadap pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia. Pada beberapa waktu belakangan ini disebabkan karena kualitas sumber daya manusia menentukan dan menggambarkan kualitas suatu organisasi. Selain aspek pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia, yang juga menjadi perhatian adalah penguasaan dan pemanfaatan teknologi. Suatu organisasi yang dinamis akan berkembang pesat bila memperhatikan secara tepat dengan menghargai bakat yang dimiliki oleh pegawai, mengembangkan kompetensi pegawai dan memenuhi kebutuhan pegawai. Hal ini juga menunjukkan bahwa organisasi mempunyai perhatian terhadap pegawainya.
Pegawai diharapkan berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan organisasi. Tujuan organisasi hanya dapat dicapai jika pegawai menunjukkan kegairahan dalam bekerja, bersedia memberikan kemampuan yang optimal untuk mengerjakan pekerjaan dan berkeinginan untuk mencapai prestasi kerja optimal sehingga kualitas kerja meningkat. Hasil kerja yang berkualitas akan berdampak kepada peningkatan kinerja organisasi yang akan memberi keuntungan kepada organisasi dan pegawai. Pegawai yang kurang memperlihatkan prestasi kerja akan sulit mendorong produktivitas organisasi yang optimal. Pimpinan hendaknya mengubah sikap dan perilaku pegawai agar bersedia bekerja dengan giat dan berkeinginan mencapai hasil yang baik.
Herzberg (1959) mempertanyakan "Apa sesungguhnya yang diinginkan seorang pegawai dari pekerjaannya?", jawaban atas pertanyaan dimaksud didasarkan pada hubungan seseorang individu dengan pekerjaannya sangat mendasar dan erat sekali, sehingga akan menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan pekerjaannya. Faktor ke¬puasan dan ketidakpuasan kerja pegawai mempengaruhi motivasi kerja pegawai. Kepuasan kerja dapat disebabkan oleh pencapaian prestasi, pengetahuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan yang sesuai dengan kompetensi yang dimiliki, dan kemungkinan untuk berkembang, faktor-faktor dimaksud disebut sebagai motivator.
Luthans (1995:126) mengatakan bahwa kompensasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, berdasarkan hal tersebut penelitian ini meneliti hubungan antara kompensasi dengan kepuasan kerja. Mangkunegara (2004:84) mengatakan bahwa kompensasi yang diberikan kepada pegawi sangat berpengaruh pada tingkat kepuasan kerja dan motivasi kerja serta hasil kerja perusahaan yang memungkinkan pegawai bekerja dengan penuh semangat. Pimpinan harus mampu memahami sifat dan motivasi kerja pegawai yang mendorong pegawai untuk bekerja dengan baik. Motivasi kerja pegawai mempengaruhi prestasi atau produktivitas kerjanya, pegawai harus menyadari tujuan organisasi menerimanya dan pegawai harus pula mampu mengetahui harapan organisasi menerimanya sebagai pegawai dalam organisasi. Organisasi mengharapkan agar pegawai bekerja dengan giat, mematuhi peraturan yang ada, berdisiplin serta mengahasilkan prestasi kerja yang baik, karena dengan itu semua organisasi dapat mencapai tujuannya.
Menyatukan kepentingan pegawai dengan kepentingan organisasi menjadi hal yang penting untuk diperhatikan karena menciptakan kerjasama yang serasi saling menguntungkan dan memberikan kepuasan kepada masing-masing pihak. Tujuan organisasi seyogianya mempertimbangkan keseimbangan antara tujuan organisasi dan tujuan individu pegawai, sehingga akan terwujud suasana kerja yang termotivasi karena tujuan masing-masing pihak telah terwakilkan. Kasim (1993 : 27) menguraikan bahwa "manfaat dari pemahaman motivasi manusia adalah sebagai alat untuk memahami perilaku anggota organisasi untuk dapat memperkirakan dampak dari tiap tindakan yang diambil oleh pimpinan, dan untuk bisa diarahkan perilaku pegawai kearah pencapaian tujuan organisasi dan tujuan pribadi anggota organisasi tersebut". Salah satu tujuan individu yang bergabung dengan suatu organisasi adalah kepercayaan individu bahwa organisasi yang dimasukinya dapat memberikan imbalan dalam melaksanakan pekerjaan, imbalan dimaksud berupa kompensasi, baik kompensasi ekstrinsik yang berupa imbalan nyata, maupun kompensasi intrinsik berupa imbalan tidak nyata yang Memberi rasa kepuasan kepada para pegawai.
Kompensasi mempunyai pengertian sebagai reward yang diterima pegawai sebagai akibat dari kinerja tugas-tugas organisasi. Kinerja tidak dapat dicapai secara optimal bila imbalan diberikan secara tidak proporsional (Ivancevich, 2001 : 286-287). Menurut Ivancevich (2001 : 288-298) sistem kompensasi dipengaruhi oleh dua elemen, yaitu lingkungan eksternal dan lingkungan internal. Lingkungan eksternal terdiri dari pasar tenaga kerja, biaya hidup, serikat pekerja, peraturan pemerintah, keadaan ekonomi dan keadaan masyarakat. Sedangkan lingkungan internal terdiri dari kebijakan organisasi dan kemampuan organisasi untuk membayar.
Sistem kompensasi yang diberikan suatu organisasi dapat berbentuk finansial dan non finansial (Siagian:2001). Kompensasi dalam bentuk finansial yang diterjemahkan juga dalam pengertian imbalan ekstrinsik terdiri dari penerimaan langsung seperti upah/gaji, komisi, bonus, tunjangan dan lain-lain, dan penerimaan tidak langsung seperti asuransi, bantuan sosial, uang pensiun, uang pendidikan dan lain-lain. Sedangkan kompensasi dalam bentuk non finansial yang dapat disebut juga dengan imbalan intrinsik dapat diperoleh dari pekerjaan seperti peningkatan tanggung jawab, perhatian dan lain-lain dan diperoleh dari lingkungan pekerjaan, seperti kondisi kerja yang lebih baik dan lain-lain.
Secara umum sistem kompensasi memberikan tiga tujuan umum, yaitu manarik pegawai, mempertahankan pegawai dan memotivasi pegawai (Fombrun, Tichy dan Devanna, 1984 : 128). Menarik pegawai, artinya sistem kompensasi memberikan kemudahan dalam pelaksanaan pengadaan dan seleksi calon pegawai khususnya bagi calon pegawai yang memiliki kompetensi yang cukup tinggi sesuai dengan kebutuhan organisasi, karena sistem kompensasi yang ditawarkan kepada calon pegawai cukup kompetitif di pasar tenaga kerja. Mempertahankan pegawai, artinya sistem kompensasi mampu mempertahankan pegawai, sehingga pegawai tidak tertarik untuk pindah pekerjaan ke perusahaan atau instansi lain dengan sistem kompensasi yang lebih tinggi. Sedangkan motivasi pegawai, artinya pegawai merasa puas atas sistem kompensasi yang diberikan, yang berakibat akan meningkatkan motivasi pegawai sehingga mampu meningkatkan kinerja individu pegawai yang secara langsung meningkatkan kinerja organisasi. Sistem penggajian merupakan salah satu sistem dari sistem kompensasi dalam bentuk finansial dan merupakan penerimaan langsung (Werther dan Davis,1996 : 380-381).
Penetapan sistem penggajian dalam suatu organisasi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu lingkungan eksternal dan lingkungan internal. Sistem penggajian dalam suatu perusahaan harus memenuhi keseimbangan eksternal dan keseimbangan internal.
Kompensasi mempunyai peran penting dalam menciptakan kepuasan kerja pegawai karena dalam berbagai bentuknya, segala rupa jenis penghargaan, sanjungan dan rasa puas yang ditujukan kepada pegawai merupakan bentuk-bentuk kompensasi. Bila suatu organisasi kurang memberikan penghargaan, sanjungan dan rasa puas atas kinerja pegawainya maka akan timbul rasa kurang empati pegawai terhadap organisasi. Robbins (1996 : 184) dengan mengutip pendapat Rusbult and Lowery (1985 : 83) menyatakan respon yang timbul dari pegawai yang mengalami ketidakpuasan kerja adalah : (a) eksit, meninggalkan organisasi; (b) voice, secara aktif dan konstruktif menyarankan dan membahas problem dengan atasan; (c) loyalty, pasif menunggu membaiknya kondisi, atau mungkin juga melakukan perbuatan yang sebaliknya, yaitu Neglect, pasif membiarkan kondisi memburuk misalnya datang terlambat secara kronis, upaya yang dikurangi, dan kesalahan kerja yang meningkat.
Sekretariat Jenderal Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, merupakan salah unit kerja yang mempunyai tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas serta pembinaan dan pemberian dukungan administrasi departemen yang secara rinci melaksanakan kegiatan administrasi ke P3D-an yaitu Personil, Pendanaan, Peralatan dan Dokumentasi. Dari fungsi ke P3D-an tersebut, pengelolaan sumber daya manusia menjadi penting dan strategis dikarenakan sumber daya manusia merupakan roda penggerak organisasi. Saat ini pegawai Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral berjumlah 6.087 orang, dari jumlah tersebut yang bekerja di Sekretriat Jenderal dan menjadi populasi dalam penelitian ini sebanyak 451 orang pegawai (data Biro Kepegawaian dan Organisasi semester II Tahun 2007). Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral merupakan departemen penghasil devisa terbesar kedua yang memberikan kontribusi di tahun 2007 sebesar 216,1 triliyun rupiah, namun kontribusi sebegitu besar hanya kembali kepada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (flow back) sebesar 2, 8 % (5,96 triliyun rupiah) dialokasi kepada Departemen ESDM dalam bentuk Dana Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun 2008. Dari jumlah 2,4 % (5,96 triliyun rupiah) tersebut, diperuntukan bagi Sekretariat Jenderal DESDM sebesar 482,1 milyar rupiah dan sebagian kecil sebesar 41,1 milyar digunakan sebagai Tunjangan Peningkatan Prestasi Kerja Pegawai (data Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Sekretariat Jenderal DESDM).
Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomr 023 K/80/MEM/2008 tanggal 4 Januari 2008, diberikan kepada pegawai setiap bulan dengan besaran sebagai berikut :
a. Pegawai yang mempunyai pangkat Pembina-Golongan Ruang IV/a sampai dengan Pembina Utama-Golongan Ruang IV/e sebesar Rp. 2.287.500,-
b. Pegawai yang mempunyai pangkat Penata Muda-Golongan Ruang III/a sampai dengan Penata Tingkat I-Golongan Ruang III/d sebesar Rp. 1.912.500,-
c. Pegawai yang mempunyai pangkat Pengatur Muda-Golongan Ruang II/a sampai dengan Pengatur Tingkat I-Golongan Ruang II/d sebesar Rp. 1.425.000,-
d. Pegawai yang mempunyai pangkat Juru Muda-Golongan Ruang I/a sampai dengan Juru Tingkat I-Golongan Ruang I/d sebesar Rp. 1.312.500,-
Pemberian TPPKP tersebut tidak juga secara rinci membedakan masa kerja pegawai dan tingkatan pergolongan, dalam arti pegawai yang baru masuk dengan masa kerja nol tahun memiliki pangkat/golongan ruang terendah dalam pangkat dan golongan ruangnya, mendapatkan TPPKP dengan besaran jumlah yang sama dengan pegawai yang mempunyai masa kerja maksimal dengan pangkat golongan ruang tertinggi dalam pangkat dan golongan ruangnya, misalnya pegawai baru (CPNS) Golongan Ruang III/a Masa Kerja nol tahun menerima TPPKP sama besar jumlahnya dengan pagawai Golongan Ruang III/d Masa Kerja 20 tahun yaitu Rp. 1.912.500,-. Padahal dalam melaksanakan pekerjaan sangat terasa terdapat perbedaan kompetensi dan tuntutan pekerjaan pada masing-masing pegawai pada level yang sama dalam pangkat dan golongan ruang, serta masa kerja yang berbeda. Apabila hal ini berlanjut tanpa melakukan suatu perubahan maka akan muncul ketidakpuasan pegawai yang berakibat kepada terganggunya efisiensi, efektifitas dan produktivitas kerja pegawai.
Pimpinan dalam suatu organisasi selayaknya memberikan penghargaan yang layak atas keberhasilan pegawai dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaannya, namun pimpinan pada level tertentu di Sekretariat Jenderal Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral sulit sekali memberikan apresiasi atau penghargaan kepada pegawai atas kemampuan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya, padahal kontribusi penyelesaian pekerjaan tersebut memberi manfaat kepada pencapaian tujuan organisasi. Hal tersebut merupakan permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian bagi organisasi.
Selain itu harapan pegawai yang belum dapat terpenuhi sampai saat ini adalah kemungkinan mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih memadai, hal ini dimaksudkan agar pimpinan mengupayakan kerjasama pelayanan kesehatan antara Sekretariat Jenderal Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dengan rumah sakit yang mempunyai tingkat pelayanan, sarana dan prasarana serta tenaga medis yang lebih baik dibanding pelayanan yang diberikan melalui asuransi kesehatan (ASKES). Kemungkinan diadakannya kerjasama dimaksud sangat dimungkinkan untuk dilakukan agar tingkat pelayanan kesehatan bagi pegawai lebih baik.

B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis terdorong untuk mengetahui pengaruh kompensasi terhadap kepuasan kerja pegawai pada Sekretariat Jenderal Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
Sejalan dengan latar belakang di atas, penelitian ini merupakan kajian ilmiah untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan berikut : "Apakah terdapat pengaruh kompensasi terhadap kepuasan kerja pegawai ?"

C. TUJUAN DAN SIGNIFIKANSI PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk :
Mengkaji pengaruh kompensasi terhadap kepuasan kerja pegawai.
Signifkansi penelitian ini adalah untuk
1. Secara Ilmiah
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan referensi bagi penelitian-penelitian yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia khususnya mengenai pengaruh kompensasi terhadap kepuasan kerja.
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pimpinan Sekretariat Jenderal Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dalam menerapkan kompensasi agar terwujud kepuasan kerja pegawai yang diinginkan.


D. SISTEMATIKA PENULISAN
Tesis ini disajikan dengan sistematika sebagai berikut Bab I Pendahuluan
Dalam Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penelitian.
Bab II Tinjauan Literatur dan Metoda Penelitian
Bab ini berisikan tentang teori dan rumusan yang melandasi penelitian yang berhubungan dengan tujuan penelitian, konsep-konsep pengolahan data dan penulisan analisis, tempat dan objek penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, kerangka pemikiran, hipotesis, pembatasan masalah dan metode analisis yang dilakukan terhadap data penelitian.
Bab III Gambaran Umum Sekretariat Jenderal Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
Bab ini menggambarkan profil dan menerangkan tentang tugas pokok dan fungsi satuan kerja di lingkungan Sekretariat Jenderal Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
Bab IV Analisis Data dan Hasil Penelitian
Dalam bab ini akan diuraikan tentang analisis hasil penelitian berdasarkan metode analisis yang ditetapkan dan kaitannya dengan landasan teori yang digunakan dalam penelitian
Bab V Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran hasil penelitian mengenai Pengaruh Kompensasi terhadap Kepuasan Kerja pada Sekretariat Jenderal Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:58:00

TESIS ANALISA STRATEGI PT X DENGAN BALANCED SCORECARD SEBAGAI ALAT PENGUKUR

(KODE : PASCSARJ-0070) : TESIS ANALISA STRATEGI PT X DENGAN BALANCED SCORECARD SEBAGAI ALAT PENGUKUR (PRODI : AKUNTANSI)



BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Seiring dengan mulai pulihnya tingkat perekonomian di Indonesia, daya beli masyarakat juga mulai kembali pulih. Seperti yang kita ketahui bersama, makanan atau pangan merupakan kebutuhan manusia selain pakaian (sandang) dan tempat tinggal (papan). Penduduk Indonesia yang berjumlah lebih dari 200 juta jiwa adalah pasar yang sangat potensial bagi bisnis makanan terutama ayam. Hal ini disebabkan karena selain ayam memiliki kandungan gizi yang cukup bagus bagi kesehatan dan memiliki kandungan lemak lebih rendah dari daging merah (sapi, kambing, dan ternak berkaki empat lainnya) dan kenyataan dimana pada saat ini, ayam yang merupakan salah satu sumber pangan tidak lagi menjadi makanan mewah seperti persepsi penduduk Indonesia 20 tahun yang lalu. Bila diasumsikan bahwa konsumsi perkapita daging ayam secara nasional adalah 6 kilogram per tahun maka jumlah konsumsi daging ayam untuk penduduk Indonesia adalah 1,2 miliar kg (apabila diasumsikan jumlah penduduk Indonesia adalah 200 juta orang). Apabila harga daging ayam per kilogram adalah Rp. 7.400,- maka nilai pangsa pasar ayam di Indonesia mencapai Rp. 8.880.000.000.000,- (delapan triliun delapan ratus delapan puluh miliar rupiah). Nilai ini hanya berasal dari penjualan ayam potong dan belum ditambahkan dengan nilai penjualan ayam umur sehari (day old chicken) dan ayam olahan.
Selama ini PT X hanya bergantung kepada kondisi harga DOC yang sangat fluktuatif dan tergantung kepada pergerakan permintaan dan penawaran. DOC sendiri memiliki sifat yang tidak dapat disimpan dan diproduksi terus menerus sesuai dengan siklus kehidupan ayam. Kondisi ini menyebabkan perusahaan tidak dapat menerapkan strategi untuk menyimpan sampai harga DOC kembali pada tingkatan yang diharapkan karena bila disimpan lebih dari satu hari maka ayam tersebut tidak dapat dijual sebagai DOC lagi. Alasan yang menyebabkan mengapa hanya DOC yang memiliki nilai komoditas adalah pada saat ayam tersebut berumur lebih dari satu hari maka ayam tersebut sudah harus diberi makan, obat-obatan, dan vaksin yang mungkin saja tidak sesuai dengan spesifikasi peternak sebagai konsumen DOC.
Untuk mengatasi masalah harga tersebut, PT X mengembangkan usaha kemitraan. Prinsip dasar usaha kemitraan ini adalah untuk mencari mitra peternak yang mau membeli DOC PT X dengan harga kontrak dalam waktu tertentu dan menjualnya kembali ke perusahaan sebagai ayam potong untuk bahan baku rumah pemotongan ayam dengan harga tertentu sesuai kontrak. Prinsip dasar dari kemitraan ini adalah menstabilkan harga dengan future contract (ijon). Masalah yang kemudian timbul dari future contract ini adalah pada saat harga ayam sedang tinggi, peternak berusaha untuk tidak memenuhi kontrak tersebut dan menjual hasil ternaknya ke pihak lain. Walaupun secara hukum perusahaan telah memiliki kontrak yang jelas dan mengikat tetapi pihak perusahaan tetap memiliki resiko yang besar bila memaksakan peternak untuk memenuhi kewajibannya. Resiko tersebut adalah resiko nama perusahaan sebagai perusahaan yang ingin menarik keuntungan dengan merugikan mitranya sehingga di masa yang akan datang tidak ada lagi peternak yang mau bermitra dengan perusahaan atau lebih parahnya melakukan bisnis dengan perusahaan. Selain resiko dan permasalahan tersebut di atas, usaha kemitraan tidak memecahkan masalah yang timbul di usaha breeding. Usaha kemitraan ini hanya menunda waktu 33 sampai dengan 35 hari dari waktu DOC tersebut menetas dan harus dijual/dipanen pada saat itu juga. Apabila pada saat itu tidak dipanen, maka nilai jual ayam tersebut akan jatuh dan selain itu resiko kematian akan meningkat serta biaya pemeliharaan akan bertambah. Jadi dengan kata lain, perusahaan harus membeli ayam tersebut pada saat harga berapapun.
Setelah menyadari bahwa usaha kemitraan masih memiliki masalah terutama di masalah pengendalian harga, setahun yang lalu PT X mengembangkan usahanya di bisnis rumah pemotongan ayam. Bisnis ini memiliki kemampuan untuk menyimpan ayam beku sampai maksimal enam bulan tanpa mengurangi kualitas produk. Rencana dari bisnis ini adalah memotong ayam pada saat harga ayam hidup sedang rendah dan kemudian menyimpannya sebagai ayam beku. Ayam beku ini akan dijual pada saat harga ayam sedang tinggi akibat permintaan sedang tinggi ataupun pada saat persediaan ayam potong di pasaran sedang rendah (atau dengan kata lain pada saat over demand dan di lain pihak supply pada kondisi stagnan atau menurun). Masalah utama dari bisnis ini adalah karena ayam potong ini adalah barang komoditi (tidak bermerek) sehingga marjin keuntungan yang didapat sangat rendah dan bahkan hanya bisa kembali modal (break even point). Dalam bisnis ini, keuntungan yang diharapkan hanya dari hasil penjualan jeroan ayam yang sekitar Rp 1.500,- per ekor. Berdasarkan keterbatasan dari produk ayam potong ini, diperlukan suatu metode penilaian kinerja yang paling tepat untuk menilai kinerja perusahaan secara lebih obyektif sehingga manajemen dan terutama dewan direksi tidak salah dalam mengambil kebijakan.

1.2. Perumusan Masalah
Dalam menilai kinerja manajemen, selama ini mayoritas perusahaan banyak memakai pendekatan keuangan sebagai tolok ukur untuk menilai keberhasilan atau kegagalan manajemen dalam mengelola perusahaan. Manajemen PT X juga memakai tolok ukur keuangan ditambah tolok ukur-tolok ukur lain non-keuangan sebagai penilaian kinerja pegawainya. Tolok ukur keuangan yang dipakai oleh PT X yang dipakai adalah rasio-rasio keuangan seperti rasio likuiditas, rasio solvabilitas, dan rasio rentabilitas. Rasio-rasio ini berdasarkan performa kegiatan di masa lalu atau dikenal dengan lag indikator. Indikator berdasarkan masa lalu memiliki kelemahan yaitu kondisi di masa lalu yang mempengaruhi kinerja tidak akan selalu sama dengan kondisi di masa yang akan datang. Oleh karena itu diperlukan suatu indikator yang dapat lebih tepat memperkirakan hasil dari suatu implementasi strategi yang dicanangkan oleh manajemen.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penulisan ini adalah :
♦ Mengidentifikasi sistem penilaian kinerja yang dipakai oleh PT X;
♦ Membuat sistem penilaian kinerja yang lebih obyektif (kuantitatif) dan tidak hanya tergantung kepada lag indikator tetapi juga lead indicator; dan
♦ Mendapatkan bahan-bahan yang berhubungan dengan obyek penelitian dalam rangka penyusunan thesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Akuntansi.
Manfaat dari penulisan karya akhir ini adalah :
♦ Sebagai metode alternatif untuk penilaian kinerja PT. X yang lebih obyektif sehingga tidak terjadi kesalahan-kesalahan dalam pengambilan keputusan-keputusan strategis.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup pembahasan dibatasi pada :
♦ Asumsi umum yang berlaku di industri peternakan dan pengolahan ayam;
♦ Sistem pengukuran kinerja yang sedang diterapkan oleh PT. X, baik yang bersifat keuangan maupun non-keuangan yang dihubungkan dengan strategi perusahaan.

1.5. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian yang dipakai untuk membantu memecahkan permasalahan ini adalah sebagai berikut :
1.5.1 Metode Pengumpulan Informasi
Metode pengumpulan informasi yang dipakai adalah :
1.5.1.1. Studi Literatur
Melakukan studi kepustakaan dengan mempelajari teori-teori yang berhubungan dengan topik dalam karya akhir ini. Hasil dari studi kepustakaan ini akan menjadi landasan teori untuk memecahkan permasalahan yang akan dibahas dalam karya akhir ini.
1.5.1.2. Studi Lapangan
Melakukan observasi langsung ke perusahaan dan mengumpulkan informasi dengan dua cara, yaitu :
- Pengumpulan dokumen perusahaan; dan
- Wawancara langsung dengan pihak manajemen perusahaan.
1.5.2. Metode Analisa Data
Setelah semua data dikumpulkan, maka akan dilakukan analisa untuk mendapatkan kesimpulan dengan cara membandingkan teori-teori yang ada dengan konsep yang diterapkan oleh PT. X dan juga mencakup analisa terhadap strategi-strategi perusahaan yang diturunkan ke dalam bentuk ukuran-ukuran yang dipakai oleh PT. X.

1.6. Sistematika Pembahasan
Karya akhir ini akan dibagi ke dalam pokok bahasan yang dikelompokkan ke dalam bab-bab sebagai berikut :
1.6.1. Bab 1, berisikan pendahuluan yang memuat latar belakang mengapa PT X diambil sebagai obyek tulisan ini dan pengenalan sekilas terhadap PT X;
1.6.2. Bab 2, berisikan dasar-dasar teori yang digunakan dalam penelitian;
1.6.3. Bab 3, berisikan pengenalan yang lebih mendalam terhadap PT X meliputi latar belakang sejarah, visi, misi, dan strategi untuk tahun XXXX;
1.6.4. Bab 4, berisikan analisa dan pembahasan permasalahan yang diteliti dengan menggunakan teori-teori yang dijelaskan dalam Bab 2;
1.6.5. Bab 5, berisikan kesimpulan yang merupakan rangkuman dari hasil analisa dan pembahasan penelitian yang dilakukan. Bab ini juga berisikan saran-saran yang dianggap perlu untuk kemajuan PT. X.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:57:00

TESIS PTK UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA MENULIS PERMULAAN SISWA KELAS I MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN TERPADU

(KODE PTK-0034X) : TESIS PTK UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA MENULIS PERMULAAN SISWA KELAS I MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN TERPADU (MATA PELAJARAN : BAHASA INDONESIA)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan modern yang ditandai dengan pesatnya laju informasi dan ilmu pengetahuan serta teknologi menuntut setiap orang memiliki kecepatan dan ketepatan yang tinggi. Kecepatan dan ketepatan dalam menafsirkan dan menyerap informasi baik secara lisan maupun tulisan. Penafsiran dan penyerapan informasi tersebut dapat dilakukan dengan cara membaca, selanjutnya agar mudah mengingatnya melalui cara menulis.
Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar memiliki arti dan peranan penting bagi siswa, karena merupakan awal mula diletakkannya landasan kemampuan berbahasa Indonesia. Hal ini bertambah pentingnya mengingat sebagian besar peserta didik yang memasuki Sekolah Dasar hampir tidak memiliki latar belakang berbahasa Indonesia (Depdikbud 1995: 1).
Kegiatan membaca dan menulis merupakan suatu kegiatan yang unik dan rumit, sehingga seseorang tidak dapat melakukan hal tersebut tanpa mempelajarinya. Bagi sebagian orang kegiatan membaca dan menulis merupakan kegiatan yang bermanfaat. Kemampuam membaca dan menulis merupakan dasar bagi anak untuk menguasai berbagai mata pelajaran. Maka daripada itu, anak harus belajar membaca dengan benar. Membaca dengan benar perlu menguasai teknik belajar membaca, yaitu dengan sikap duduk yang benar, dan letak buku bacaan yang lurus dengan pinggir meja, serta dengan jarak mata dan buku yang sesuai antara 25-30 cm. (Depdiknas,1995: 22).
Demikian juga kemampuan menulis, tanpa memiliki kemampuan siswa akan mengalami kesulitan dalam menyalin, mencatat, dan menyelesaikan tugas sekolah. Mengingat pentingnya kedua kemampuan dan keterampilan tersebut dalam kehidupan, maka membaca menulis permulaan perlu diajarkan di lingkungan sekolah mulai kelas I Sekolah Dasar .
Kegiatan membaca dan menulis merupakan bentuk manifestasi kemampuan berbahasa yang dikuasai setelah kemampuan menyimak dan berbicara. Dibandingkan dengan kedua kegiatan tersebut, keterampilan membaca dan menulis jauh lebih sulit menguasainya. Hal ini disebabkan kemampuan membaca dan menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur kebahasaan dan non kebahasaan.
Mengingat sulitnya menguasai kedua keterampilan tersebut, maka seorang guru atau pengajar harus memiliki penguasaan strategi pembelajaran yang baik dan tepat. Membelajarkan kegiatan membaca dan menulis memang tidak mudah. Sering dijumpai berbagai kesulitan sehingga perlu adanya pemilihan teknik yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Pengajaran membaca dan menulis diberikan dengan sederhana mulai kelas I Sekolah Dasar. Pengajaran ini dikenal dengan Membaca Menulis Permulaan dengan "Tujuan memperkenalkan cara membaca dan menulis dengan teknik-teknik tertentu sampai dengan anak mampu mengungkapkan gagasan dalam bentuk tulisan, dengan kata lain kalimat sederhana ". (Henry Guntur Tarigan, 1977: 20).
Kemampuan membaca siswa yang diperoleh pada tahap membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan lanjut di kelas yang lebih tinggi. Sebagai kemampuan yang mendasari kemampuan berikutnya. Pada tahapan ini siswa harus benar-benar mendapat perhatian guru, jika dasar itu tidak kuat maka pada tahap membaca lanjut siswa akan mengalami kesulitan untuk mempelajari bidang lainnya.
Sementara itu kemampuan menulis merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang bersifat produktif, artinya dengan kemampuan membaca menulis siswa dapat menghasilkan suatu karya dalam bentuk tulisan. Banyak hal yang terlibat pada saat seseorang menulis. Berpikir secara teratur dan logis, mampu mengungkapkan gagasan secara jelas, serta mampu menggunakan bahasa secara efektif dan menerapkan kaidah dalam menulis. Sebelum dapat mencapai tingkat kemampuan menulis tersebut siswa harus mulai belajar mengenal lambang-lambang bunyi. Mengingat pentingnya kemampuan membaca dan menulis, maka dalam proses pembelajaran di sekolah guru hendaknya merencanakan segala sesuatunya baik materi, metode dan alat pembelajarannya.
Keluhan tentang kekurangterampilan siswa dalam membaca dan menulis permulaan di Sekolah Dasar pada kelas I dalam pelajaran Bahasa Indonesia saat ini masih sering dirasakan, dalam kenyataan masih ada keluhan guru di Sekolah Dasar mengenai membaca, karena masih ada siswa kelas II, III, dan IV yang belum bisa membaca dengan baik. Faktor- faktor yang menyebabkan siswa tersebut belum bisa membaca dan menulis antara lain: lingkungan keluarga yang tidak kondusif, motivasi siswa dalam membaca permulaan masih rendah, serta penerapan metode dan strategi pengajaran membaca dan menulis permulaan yang kurang tepat.
Upaya untuk meningkatkan keterampilan membaca dan menulis siswa Sekolah Dasar dapat diajarkan dengan baik serta diperoleh hasil yang maksimal, maka guru memerlukan suatu strategi yang efektif dan efisien yang dapat diterapkan di Sekolah Dasar. Hal ini senada pendapat Nana Sudjana (1989: 24) yang mengungkapkan bahwa untuk mendapatkan prestasi belajar yang dikehendaki dalam kegiatan belajar mengajar, guru dapat memilih strategi yang disesuaikan dengan kondisi siswa kelas I SD. Kondisi siswa kelas I SD berbeda dengan kondisi siswa kelas yang lebih tinggi. Siswa kelas I SD sangat peka dan menurut apa yang diajarkan gurunya.
Siswa kelas I SD menganggap guru sebagai idolanya. Apa yang diajarkan guru akan dicontoh pada proses belajarnya. Guru harus dapat memberi contoh belajar yang mudah diikuti oleh siswa, sehingga siswa mampu mencapai tujuan akhir pembelajaran.
Seperti yang diamanatkan dalam UU No 14 Th. 2005 tentang Guru dan Dosen, bahwa guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik (Pasal1). Ditegaskan pula bahwa guru sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional (Pasal 4).
Mengacu pada isi UU No. 14 Tahun 2005 di atas sangat jelas bahwa guru merupakan komponen yang sangat penting dalam pendidikan. Guru, menurut Sarwiji Suwandi (2003a, 2003d,2004), merupakan variabel determinan bagi keberhasilan proses pembelajaran di sekolah. Barangkali Anda bersetuju bahwa siswa- siswa yang berprestasi pada umumnya memiliki akses untuk berkembang dengan lebih baik di bawah bimbingan guru-guru yang profesional serta memiliki kemampuan intelaktual dan kreativitas tinggi.
Faktor penentu keberhasilan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar salah satunya adalah guru. Maka seorang guru harus memahami kurikulum secara komprehensif mulai dari konsep teori sampai dengan implementasinya di dalam kelas. Namun dalam pelaksanaan di lapangan tidak jarang ditemukan masalah- masalah, dan kegagalan dalam pembelajaran. Pembelajaran kurang berhasil dengan ditandai prestasi atau nilai yang diperoleh siswa tidak memuaskan. Hal ini bila dikaitkan dengan kemampuan siswa dalam membaca dan menulis permulaan dengan standar kompetensi di kelas I Sekolah Dasar masih rendah. Hal itu juga terjadi di Sekolah Dasar Negeri X Kecamatan X kemampuan membaca dan menulis masih rendah.
Salah satu cara untuk mengatasi hal itu, guru harus dapat melakukan terapi dengan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). "Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat" (Wardani, 2000: 14).
Sementara itu, menurut Rohman Natawidjaya (1997), karakteristik penelitian tindakan sebagai berikut: a) merupakan prosedur penelitian di tempat kejadian yang dirancang untuk menanggulangi masalah nyata di tempat yang bersangkutan, b) diterapkan secara kontekstual, artinya variabel-variabel atau faktor- faktor yang ditelaah selalu terkait dengan keadaan dan suasana penelitian, c) terarah pada perbaikan atau peningkatan mutu kinerja guru di kelas, d) bersifat fleksibel (disesuaikan dengan keadaan), e) banyak mengandalkan data yang diperoleh langsung dari pengamatan atas perilaku serta refleksi peneliti, f) menyerupai "Penelitian Eksperimental", namun tidak secara ketat memperdulikan pengendalian variabel, dan g) bersifat situasional dan spesifik, umumnya dilakukan dalam bentuk studi kasus.
Adapun tujuan penelitian tindakan kelas menurut Rochman Natawidjaya (1977) adalah: a) untuk menanggulangi masalah atau kesulitan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang dihadapi guru dan tenaga kependidikan, terutama yang berkenaan dengan masalah pembelajaran dan pengembangan materi pengajaran, b) untuk memberikan pedoman bagi guru atau administrator pendidikan di sekolah guna memperbaiki dan meningkatkan mutu kinerja atau mengubah system kerjanya agar menjadi lebih baik dan produktif, c) untuk melaksanakan program latihan, terutama pelatihan dalam jabatan guru, yaitu sebagai salah satu strategi palatihan yang bersifat inkuiri agar peserta lebih banyak menghayati dan langsung menerapkan hasil pelatihan tersebut, d) untuk memasukkan unsur - unsur pembaharuan dalam sistem pembelajaran yang sedang berjalan dan sulit untuk ditembus oleh pembaruan pada umumnya, e) untuk membangun dan meningkatkan mutu komunikasi dan interaksi antara praktisi (guru) dengan para peneliti akademis, dan f) untuk perbaikan suasana keseluruhan sistem atau masyarakat sekolah, yang melibatkan administrasi pendidikan, guru, siswa, orang tua, dan pihak lain yang bersangkutan dengan pihak sekolah.
Bertolak dari pendapat di atas, maka seorang guru dapat memperbaiki proses pembelajaran di kelas itu sendiri secara sadar, dan terencana dengan baik. Dengan penelitian tindakan kelas kualitas mengajar lebih baik, dapat meningkatkan kualitas pelayanan dalam belajar mengajar, sehingga kinerja guru dan siswa dapat meningkat pula. Selain itu guru akan terdorong semakin professional. Hal ini akan menyebabkan guru terus merefleksi proses belajar mengajarnya, kemudian melakukan tindakan yang tepat untuk memperbaiki dan mengevaluasi atas kinerjanya sendiri.
Hal ini senada dengan pendapat Imam dkk. (2004) bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dapat menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik pendidikan. Guru akan memperoleh balikan yang bagus dan sistematis untuk perbaikan praktik pembelajaran. Dengan demikian guru dapat membuktikan apakah suatu teori belajar mengajar dapat diterapkan dengan baik atau tidak di kelas. Guru dapat mengadaptasi atau mengadopsi teori itu untuk diterapkan di kelas agar pembelajaran efektif, efisien, fungsional dan optimal.
Dalam penelitian ini ditawarkan salah satu alternatif tindakan dalam pembelajaran membaca menulis permualan di kelas I SD Negeri X, Kecamatan X, yaitu pembelajaran terpadu. Seperti diungkapkan oleh Tim Pengembangan PGSD (1997: 3) "Pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa secara individu maupun kelompok aktif mencari menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan otentik. Guru diharapkan dapat menerapkan pembelajaran terpadu yang holistik, aktif, otentik, dan bermakna dengan pengembangan tema secara terpadu, sehingga terjadi proses pembelajaran otentik, mengenai proses maupun isi untuk semua materi pelajaran, khususnya mata pelajaran bahasa Indonesia mengenai membaca menulis permulaan.
Guru diharapkan dapat merancang kegiatan pembelajaran, agar siswa mengalami dan menemukan sendiri pengetahuan baru sehingga hasil pembelajaran lebih bermakna dan bermanfaat bagi siswa. Untuk menerapkan alternatif melalui pembelajaran terpadu ini, peneliti akan mengadakan kolaborasi dengan guru dan siswa kelas I SD agar dapat memusatkan perhatian dalam pengamatan secara cermat sehingga mendapatkan hasil yang maksimal.
Alternatif ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa melalui pembelajaran terpadu, guru lebih kreatif melakukan inovasi pada materi dan media pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan siswa sebagai sumber belajar. Siswa merasa terbantu dalam berlatih, berpikir, dan bernalar karena mereka belajar melalui pengalaman yang nyata. Siswa bebas bertanya, agar dapat mengubah sikap siswa yang tadinya diam dan pasif menjadi bersemangat dan berani mengemukakan pendapat.
Pelajaran membaca dan menulis sebagai dasar untuk memperoleh ilmu pengetahuan, maka perlu diupayakan suatu alternatif strategi pembelajaran Bahasa Indonesia, Khususnya dalam pengajaran membaca dan menulis di Sekolah Dasar. Dalam hal ini guru dapat menerapkan bermacam- macam pembelajaran sesuai dengan kemampuan dan kesiapan guru serta siswa itu sendiri, dengan memperhatikan siswa sebagai subjek dan objek dalam proses belajar yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, agar hasil penelitian ini mendalam dan terfokus maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :
1. Apakah dengan penerapan pembelajaran terpadu dapat meningkatkan kemampuan membaca menulis permulaan siswa kelas I Sekolah Dasar Negeri X Kecamatan X ?
2. Apa sajakah masalah yang muncul dalam penerapan pembelajaran terpadu pada pembelajaran membaca menulis permulaan siswa kelas I Sekolah Dasar Negeri X Kecamatan X ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, dapat peneliti sampaikan tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk meningkatkan kemampuan membaca menulis permulaan siswa kelas I Sekolah Dasar Negeri X Kecamatan X.
2. Untuk mengetahui dan mengatasi masalah yang timbul dalam pembelajaran terpadu, pada pembelajaran membaca menulis permulaan siswa kelas I Sekolah Dasar Negeri X Kecamatan X.

D. Manfaat Penelitian
Setelah penelitian ini dilaksanakan, diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat secara teoretis dan secara praktis sebagai berikut :
1. Manfaat Teoretis
Manfaat secara teoritis dalam penelitian ini adalah :
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pengembangan salah satu teori pembelajaran membaca menulis yang menunjang mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Dasar.
b. Memperkaya khazanah teori/keilmuan yang terkait dengan proses pembelajaran membaca menulis permulaan dengan penerapan pembelajaran terpadu.
2. Manfaat Praktis
Manfaat secara praktis dalam penelitian ini adalah :
a. Siswa
Untuk menambah pemahaman mereka bahwa dengan penerapan pembelajaran terpadu akan membantu kemampuan membaca menulis permulaan serta memberikan motivasi belajar.
b. Guru
Untuk mengembangkan kemampuan dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran membaca menulis permulaan yang benar- benar efektif dengan jalan penerapan pembelajaran terpadu, serta menambah pengalaman guru untuk melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
c. Sekolah
Untuk memberi gambaran tentang kompetensi guru dalam mengajar, dan kompetensi siswa dalam membaca menulis permulaan, sehingga diharapkan kualitas proses dan hasil pembelajaran dapat ditingkatkan.
d. Peneliti
Untuk menambah pemahaman wawasan keilmuan dan penelitian guna merancang penelitian lebih lanjut dengan desain penelitian dan fokus masalah yang berbeda.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 12:35:00