Cari Kategori

Showing posts with label motivasi kerja. Show all posts
Showing posts with label motivasi kerja. Show all posts

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI PT X (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN BISNIS)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian
Salah satu program guna mewujudkan kesejahteraan adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia karena sumber daya manusia merupakan asset yang potensial dan strategis di dalam menjalankan roda organisasi, yang pada akhirnya akan mendukung tujuan organisasi.
Untuk meningkatkan kinerja pegawai dan perbaikan efisiensi organisasi, manajemen sumber daya manusia selalu memegang peran aktif dan dominan dalam setiap kegiatan perusahaan. Tingkat kinerja pegawai yang tinggi akan dapat memperkuat perusahaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan bagi perusahaan.
Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan tenaga-tenaga kepemimpinan yang terampil yang bertanggung jawab serta mau mengerti keinginan bawahannya. Seorang pemimpin harus mampu mengarahkan, menggerakkan dan mempengaruhi bawahannya untuk bekerjasama dengan memberikan dorongan dan bekerja keras dalam menjalankan tugas pekerjaannya. Untuk melaksanakan aktivitas organisasi dalam pencapaian tujuan, maka dalam mengarahkan dan memotivasi kelompok manusia dituntut adanya bentuk kepemimpinan tertentu yang sesuai pada situasi dan kondisi yang ada.
Manajemen dalam suatu perusahaan akan sulit merealisasikan tujuan tanpa adanya pemimpin. Oleh karena itu seorang pemimpin dituntut memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk memimpin suatu bidang pekerjaan, dan pemimpin merupakan dasar dan faktor penentu yang akan mempengaruhi maju mundurnya atau naik turunnya suatu perusahaan.
Selain aspek kepemimpinan salah satu faktor yang sangat berperan dalam meningkatkan kinerja pegawai adalah motivasi kerja. Pegawai yang memiliki motivasi kerja tinggi, selalu mempunyai dorongan untuk bekerja lebih baik untuk mencapai prestasi yang istimewa. Apabila terbuka kesempatan untuk berprestasi maka akan mendorong psikologis untuk meningkatkan jiwa dedikasi serta pemanfaatan potensi yang dimilikinya untuk meningkatkan kinerja pegawai. Hasibuan (2002 : 194) menyatakan "bahwa pada dasarnya faktor dominan yang mempengaruhi tingkat kinerja pegawai suatu organisasi adalah kepemimpinan suatu organisasi".
Fenomena di kantor PT. X menunjukan bahwa kondisi yang menggerakkan pegawai ke arah pencapaian tujuan organisasi relatif masih kurang optimal yang mengakibatkan kinerja pegawai mengalami penurunan yang ditandai dengan produktivitas perusahaan yang cenderung merosot.
Penurunan kinerja pegawai ini tidak boleh dibiarkan terus berlanjut, karena akan dapat menyebabkan perusahaan mengalami kerugian, bahkan kemungkinan yang paling buruk adalah gulung tikarnya perusahaan. Oleh karena itu perlu segera mengantisipasi dengan menyelidiki faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai. Dalam hal ini secara teoritis faktor yang paling berpengaruh terhadap kinerja pegawai adalah faktor kepemimpinan dan motivasi kerja.
Sehubungan dengan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih mendalam mengenai kepemimpinan dan motivasi kerja dengan kinerja pegawai dengan mengangkat sebuah judul : "Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Pegawai pada PT. X".

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah
Kepemimpinan sangat berhubungan erat dengan manusia sebagai salah satu faktor dalam organisasi, karena manusia lah yang dapat membuat berfungsi atau merupakan titik sentral kegiatan organisasi. Cepat atau lambatnya kegiatan organisasi tergantung kepada keterampilan pemimpin dalam mengarahkan langkah dan kebijaksanaan perusahaan sebagai usaha memperoleh kinerja pegawai yang tinggi. Seorang pemimpin yang berhasil akan mampu mempengaruhi orang lain dan dianggap sebagai panutan untuk bawahannya dalam melaksanakan tujuan organisasi.
Dalam penelitian ini penyusun mencoba menitikberatkan terhadap masalah kepemimpinan untuk meningkatkan kinerja pegawai yang tinggi. Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah-masalah penelitian sebagai berikut : 
1. Bagaimanakah tingkat efektivitas kepemimpinan Direktur Utama PT. X berdasarkan persepsi responden ?
2. Bagaimanakah tingkat motivasi kerja pegawai PT. X ?
3. Bagaimanakah tingkat kinerja pegawai PT. X ?
4. Apakah tingkat efektivitas kepemimpinan Direktur Utama mempengaruhi tingkat kinerja pegawai PT. X ?
5. Apakah tingkat motivasi kerja pegawai mempengaruhi tingkat kinerja pegawai PT. X ?

C. Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud melakukan penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan sebagai bahan pelengkap dalam penyusunan tesis yang merupakan salah satu syarat dalam memperoleh gelar magister manajemen pada Program Studi Magister Manajemen Bisnis.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 
1. Untuk mengetahui tingkat efektivitas kepemimpinan Direktur Utama PT. X berdasarkan persepsi responden.
2. Untuk mengetahui tingkat motivasi kerja PT. X. 
3. Untuk mengetahui tingkat kinerja pegawai PT. X.
4. Untuk mengetahui tingkat efektivitas kepemimpinan mempengaruhi tingkat kinerja pegawai PT. X.
5. Untuk mengetahui tingkat motivasi kerja mempengaruhi kinerja pegawai PT. X.

D. Kegunaan Penelitian 
1. Kegunaan Akademik
Memberikan sumbangan positif terhadap pengembangan ilmu bidang Manajemen Sumber Daya Manusia yang terkait dengan masalah kepemimpinan, motivasi kerja dan kinerja pegawai.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi perusahaan hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran dan masukan mengenai pengaruh kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap peningkatan kinerja pegawai .
b. Bagi penulis penelitian ini sebagai syarat menyelesaikan studi program S-2.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:44:00

PENGARUH MOTIVASI DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN

PENGARUH MOTIVASI DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT X



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam persaingan global saat ini, dunia kerja sangat membutuhkan orang yang biasa berfikir untuk maju, cerdas, inovatif dan mampu berkarya dengan semangat tinggi dalam menghadapi kemajuan zaman. Berbagai organisasi, berusaha meningkatkan kinerja dari seluruh elemen yang ada dalam organisasi dengan tujuan mencapai kelangsungan hidup organisasi.
Sumber daya manusia yang dalam hal ini adalah para karyawan pada sebuah organisasi, tentunya berusaha bekerja dengan kemampuan yang mereka miliki agar dapat mencapai kinerja yang diinginkan. Rasa aman akan suasana kerja yang mampu mendorong karyawan untuk lebih berdedikasi tinggi dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh pimpinan baik suasana aman sebelum kerja, saat kerja maupun setelah kerja. Kondisi kerja yang aman semacam ini, serta didukung rekan kerja yang dapat diajak untuk bekerja sama dalam berbagai aktifitas merupakan keinginan dari setiap karyawan di suatu organisasi. Dengan situasi semacam itu diharapkan para karyawan dapat bekerja secara maksimal dan senang terhadap pekerjaan yang dilakukannya.
Karyawan tidak hanya secara formalitas bekerja dikantor, tetapi harus mampu merasakan dan menikmati pekerjaannya, sehingga ia tidak akan merasa bosan dan lebih tekun dalam beraktivitas. Para karyawan akan lebih senang dalam bekerja apabila didukung oleh berbagai situasi yang kondusif, sehingga dapat mengembangkan keterampilan yang dimilikinya.

jenis jenis disiplin, jenis disiplin, jenis-jenis disiplin, unsur unsur disiplin, unsur-unsur disiplin
Secara teori berbagai definisi tentang motivasi biasanya terkandung keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan, sasaran, dorongan dan insentif. Para karyawan bekerja dengan harapan akan memperoleh upah/gaji yang dapat untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dorongan seseorang untuk bekerja dipengaruhi adanya kebutuhan yang harus dipenuhi dan tingkat kebutuhan yang berbeda pada setiap karyawan, sehingga dapat terjadi perbedaan motivasi dalam berprestasi. Selain itu, pemenuhan kebutuhan dari para karyawan akan pelayanan dan penghargaan oleh atasan terhadap prestasi kerja yang dihasilkannya yang sesuai dengan prinsip keadilan dapat memotivasi kerja mereka. Dari organisasi sendiri juga berperan dalam mengelola karyawan agar mematuhi segala peraturan, norma yang telah ditetapkan oleh organisasi sehingga para karyawan bekerja dengan disiplin dan efektif.
Selain itu, berbagai aturan/norma yang ditetapkan oleh suatu perusahaan memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan kedisiplinan agar para karyawan dapat mematuhi dan melaksanakan peraturan tersebut. Aturan/norma itu biasanya diikuti sanksi yang diberikan bila terjadi pelanggaran. Sanksi tersebut bisa berupa teguran baik lisan/tertulis, skorsing, penurunan pangkat bahkan sampai pemecatan kerja tergantung dari besarnya pelanggaran yang dilakukan oleh karyawan.
Hal itu dimaksudkan agar para karyawan bekerja dengan disiplin dan bertanggungjawab atas pekerjaannya. Bila para karyawan memiliki disiplin kerja yang tinggi, diharapkan akan mampu menyelesaikan tugas dengan cepat dan tepat sehingga kinerja yang dihasilkan akan baik.
Selain disiplin, karyawan juga harus diberikan motivasi dalam bekerja agar dapat menjalankan kinerjanya dengan baik pula. Dengan adanya motivasi dari pimpinan, perusahaan sangat mengharapkan setiap individu dalam perusahaan dapat menciptakan disiplin kerja yang tinggi demi kemajuan perusahaan dan pencapaian tujuan perusahaan yang efektif dan efisien.
Namun ternyata masih cukup banyak terjadi kesenjangan yang kurang sesuai dengan idealisme, masih ada beberapa kelemahan yang masih ditunjukkan oleh karyawan dimana mereka kurang termotivasi dengan pekerjaannya. Ada yang tidak tepat waktu saat masuk kantor, menunda tugas kantor, kurang disiplin , tidak bisa memanfaatkan sarana kantor dengan baik dan masih adanya sebagian karyawan yang meninggalkan tugas pada jam kerja tanpa keterangan yang sah.
PT. X merupakan perusahaan jasa outsourcing baca meteran listrik yang berdiri sudah 24 tahun adalah sebuah perusahaan jasa yang dikontrak dari PLN dalam hal menangani pembacaan meteran listrik kepada pelanggan. Pekerjaan pembacaan meteran ini di lakukan di (6) Enam wilayah.
Dengan adanya motivasi dari pimpinan, perusahaan sangat mengharapkan setiap individu dalam perusahaan dapat menciptakan disiplin kerja yang tinggi demi kemajuan perusahaan dan pencapaian tujuan perusahaan yang efektif dan efisien. Motivasi dan disiplin kerja yang baik dapat meningkatkan kinerja cater (pembaca meter) di dalam perusahaan.
Berdasarkan hasil pra survei yang dilakukan oleh penulis pada PT. X, terdapat beberapa karyawan khususnya cater (pembaca meter) yang tidak mengikuti peraturan salah satunya adalah cater yang tidak hadir dalam rapat yang diadakan sekali dalam sebulan. Hal ini dapat dilihat pada banyaknya karyawan yang absen, sakit dan izin. 
Tingkat ketidakhadiran rapat cater periode Januari-Desember 2010 dengan alasan absen (tanpa keterangan) adalah sebanyak 83 orang, dimana dapat dikatakan bahwa menurunnya kinerja karyawan adalah akibat dari banyaknya ketidakhadiran karyawan yang tidak beralasan pada saat rapat.
Kondisi di atas menimbulkan permasalahan bagi pimpinan untuk memberikan motivasi dan disiplin bagi karyawan guna dapat melaksanakan pekerjaan secara maksimal. Bagaimana mungkin bila untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh perusahaan banyak karyawan yang kurang peduli dengan apa yang harus dikerjakan dan sudah menjadi tanggungjawabnya itu. Tentunya banyak faktor yang menjadikan suatu perusahaan berupaya keras memberikan solusi dari kekurangan yang ada. Salah satunya dengan seringnya mengadakan komunikasi yang efektif, memotivasi karyawan untuk mengetahui permasalahan yang di hadapi selama ini.
Kinerja baca meter pelanggan yang dilakukan oleh masing-masing cater pada 6 rayon dan 2 ranting dengan daerah baca yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Pada tabel di atas menunjukkan jumlah pelanggan keseluruhan yang seharusnya dibaca, pelanggan yang tidak dapat dibaca dan pelanggan yg dapat dibaca (Jumlah pelanggan dapat dibaca = Jumlah pelanggan seluruhnya-pelanggan yang tidak dapat dibaca). Ada beberapa kategori kode masalah yang menyebabkan meteran pelanggan tidak dapat dibaca, yaitu rumah kunci isi, alamat tidak jumpa, pelanggan tanpa meter, KWH tinggi, KWH dalam rumah, rumah bongkar, KWH buram, dan lain-lain.
Berdasarkan permasalahan pada latar belakang tersebut maka penulis melakukan penelitian dengan judul

"PENGARUH MOTIVASI DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT. X".


B. Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : "Apakah motivasi dan disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT. X".

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh motivasi dan disiplin kerja karyawan yang terjadi di PT. X terhadap kinerja karyawannya.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah : 
1. Bagi Pihak Perusahaan
Memberikan masukan untuk PT. X dan bagi perusahaan lainnya tentang pengaruh motivasi dan disiplin kerja terhadap kinerja karyawan.
2. Bagi pihak lain
Sebagai bahan masukan serta sumbangan pemikiran kepada peneliti berikutnya.
3. Bagi penulis
Penelitian ini merupakan suatu kesempatan bagi penulis untuk menerapkan teori-teori yang diperoleh di perkuliahan, dan mencoba membandingkannya dengan praktik yang ada di lapangan. Dengan demikian akan menambah pemahaman penulis dalam bidang manajemen khususnya di bidang sumber daya manusia.

Tag
jenis jenis disiplin, jenis disiplin, jenis-jenis disiplin, unsur unsur disiplin, unsur-unsur disiplin

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 09:51:00

PENGARUH MOTIVASI DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI

PENGARUH MOTIVASI DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendirian organisasi diawali adanya beberapa tujuan tertentu yang harus dilakukan dengan persetujuan bersama diantara anggota organisasi. Untuk mencapai tujuan tersebut dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan sumber daya yang dimiliki. Sumber daya seperti tanah, modal dan keahlian belum menjamin tercapainya tujuan organisasi apabila sumber daya manusia (SDM) tidak dioptimalkan sesuai dengan fungsi masing-masing. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu sorotan dalam pelaksanaan pemerintahan yang merupakan salah satu bentuk organisasi, menyangkut kesiapan, jumlah sumber daya manusia (SDM), pendidikan, dan profesionalisme.
Wahyuningrum (2008) mengatakan, bahwa peningkatan kinerja pegawai menjadi penting mengingat perubahan arah kebijakan pemerintah, sebagaimana dikehendaki oleh semangat reformasi untuk lebih luas memberi ruang gerak dan peran serta yang lebih besar bagi masyarakat dalam kegiatan pemerintah dan pembangunan, dimana pemerintah beserta aparaturnya lebih berperan sebagai fasilitator. Perubahan arah kebijakan tersebut membawa implikasi terhadap kemampuan profesionalisme pegawai dalam menjawab tantangan era globalisasi dalam menghadapi persaingan ketat dengan negara-negara lain di dunia.
Kinerja mengacu pada prestasi karyawan yang diukur berdasarkan standar atau kriteria yang ditetapkan oleh organisasi. Pengertian kinerja atau prestasi kerja diberi batasan oleh Maier (dalam As'ad, 2003) sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Lebih tegas lagi Lawler and Poter menyatakan, bahwa kinerja adalah "successful role achievement" yang diperoleh seseorang dari perbuatan-perbuatannya (As'ad, 2003). Dari batasan tersebut As'ad menyimpulkan, bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan.
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka peningkatan kinerja aparatur merupakan hal yang mendesak untuk melaksanakan demi tercapainya pemerintahan yang lebih baik dalam menjalankan tugas negara dan melayani kepentingan masyarakat.
Setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang yang menggambarkan kinerjanya didorong oleh suatu kekuasaan dalam diri, kekuatan pendorong inilah yang disebut motivasi. Menurut Luthans (2006) motivasi adalah proses sebagai langkah awal seseorang melakukan tindakan akibat kekurangan secara fisik dan psikis atau dengan kata lain adalah suatu dorongan yang ditunjukkan untuk memenuhi tujuan tertentu. Selain motivasi, factor lain yang mempengaruhi kinerja pegawai adalah disiplin kerja, yang dapat ditunjukkan dalam penelitian Lina (2009) bahwa motivasi dan disiplin kerja mempunyai pengaruh terhadap peningkatan kinerja pegawai. Oleh karena itu kedua hal tersebut perlu diperhatikan oleh pimpinan organisasi dalam rangka peningkatan kinerja bagi para setiap pegawai.
Kedisiplinan merupakan kesadaran dan kesediaan seseorang dalam mentaati semua peraturan organisasi dan norma social yang berlaku (Hasibuan, 2003). Selain itu, berbagai aturan yang ditetapkan oleh suatu lembaga memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan kedisiplinan agar para pegawai dapat mematuhi dan melaksanakan peraturan yang berlaku. Peraturan itu biasanya diikuti sanksi yang diberikan bila terjadi pelanggaran. Sanksi tersebut bisa berupa teguran baik lisan maupun tertulis, skorsing, penurunan pangkat bahkan sampai pemecatan kerja tergantung dari besarnya pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai yang bersangkutan. Hal tersebut dimaksudkan agar para pegawai bekerja dengan disiplin dan bertanggungjawab atas pekerjaannya. Ukuran yang dipakai dalam menilai apakah pegawai tersebut disiplin atau tidak, dapat terlihat dari ketepatan waktu dalam bekerja, etika berpakaian, serta penggunaan sarana kantor secara efektif dan efisien. Melalui disiplin yang tinggi kinerja pegawai pada dasarnya dapat ditingkatkan. Oleh sebab itu perlu penegasan disiplin kerja kepada setiap pegawai demi tercapainya tujuan organisasi.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Bambang Saputra (2007) tentang pengaruh motivasi dan disiplin kerja terhadap kinerja karyawan menunjukkan, bahwa motivasi tidak berpengaruh terhadap kinerja pegawai sedangkan disiplin kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai.
Penelitian Ahmad Saifudin (2011) tentang pengaruh kepemimpinan dan disiplin kerja terhadap kinerja pegawai yang menunjukkan, bahwa disiplin kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai.
Penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo dan Wahyuddin (2003) menunjukkan, bahwa motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai, dan dalam penelitian ini juga menyatakan motivasi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi kinerja pegawai. Dari penelitian ini, hubungan antara motivasi dan kinerja berbanding lurus, artinya bahwa semakin tinggi motivasi karyawan dalam bekerja, maka kinerja yang dihasilkannya juga tinggi.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu menunjukkan adanya perbedaan variabel yang dapat mempengaruhi kinerja sumber daya manusia, maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang pengaruh motivasi dan disiplin kerja terhadap kinerja pegawai khususnya di lembaga yang berperan dalam mengembangkan, meningkatkan kualitas dan mengkoordinasikan unsur pekerjaan dalam masyarakat.

B. Persoalan Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka persoalan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan motivasi terhadap kinerja pegawai?
2. Apakah ada pengaruh yang signifikan disiplin kerja terhadap kinerja pegawai ?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan persoalan penelitian tersebut di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 
1. Untuk menguji pengaruh motivasi terhadap kinerja pegawai.
2. Untuk menguji pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja pegawai.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut : 
1. Manfaat Akademik
Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan pijakan informasi, referensi dan kajian bagi para akademisi serta pihak yang berkepentingan untuk memperkaya kajian akademisi tentang kinerja pegawai.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini secara praktis dapat memberikan informasi akademisi bagi pengambil kebijakan tentang pengaruh motivasi dan disiplin kerja terhadap kinerja pegawai.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 13:10:00

PENGARUH MOTIVASI KERJA DAN IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI TERHADAP KOMITMEN KEORGANISASIAN PEGAWAI

PENGARUH MOTIVASI KERJA DAN IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI TERHADAP KOMITMEN KEORGANISASIAN PEGAWAI (PROGRAM STUDI : KOMUNIKASI)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian
Membahas instansi pemerintah di Indonesia pastilah tidak lepas dari bahasan birokrasi. Menurut Max Weber, kata birokrasi mula-mula berawal dari kata legal-rasional. Organisasi disebut rasional dalam hal penetapan tujuan dan perancangan organisasi untuk mencapai tujuan tersebut. Organisasi tersebut legal karena wewenangnya berasal dari seperangkat aturan, prosedur dan peranan yang dirumuskan secara jelas (Masmuh, 2010 : 123).
Pada zaman orde baru, peran birokrat lebih besar kepada hal-hal melanggengkan kekuasaan dibandingkan dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik. Hal ini tidak lepas dari sistem birokratis otoriter yang dijalankan oleh rezim orde baru. Model birokrasi Orde Baru disebut juga bureaucratic polity yang memiliki artian suasana politik menentukan segala yang terjadi dalam lingkungan domestik dan negara. Karakteristik semacam ini didukung oleh beberapa ciri. Pertama, lembaga politik yang dominan adalah birokrasi itu sendiri. Kedua, parlemen, partai politik maupun kelompok kepentingan berada dalam posisi yang begitu lemah tanpa mampu mengontrol jalannya birokrasi. Ketiga, massa di luar birokrasi secara politik adalah pasif tanpa peran yang berarti. Keberadaan birokrasi di era Orde Baru seakan disalahartikan oleh penguasa, karena birokrasi dijadikan alat tunggangan untuk mempertahankan kekuasaan.
Peristiwa reformasi tahun 1998 yang menandai jatuhnya orde baru membawa beberapa perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Masyarakat saat ini semakin cerdas dan dewasa. Masyarakat semakin sadar akan hak-hak yang dimilikinya untuk mendapatkan pelayanan yang baik dari pemerintahnya. Tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik yang berkualitas, ber prosedur jelas, dilaksanakan dengan segera, dan dengan biaya yang pantas, telah terus mengedepan dari waktu ke waktu. 
Penyelenggaraan pelayanan publik tersebut dilaksanakan oleh dua pihak yaitu pemerintah dan swasta. Sebagai penyelenggara utama pelayanan publik, pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah dinilai masih tidak maksimal. Kondisi ini bersumber dari permasalahan sistem pemerintahan yang belum efektif dan efisien serta kualitas sumber daya manusia aparatur yang belum memadai. Kekecewaan terhadap hal ini terlihat dari masih banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara Iangsung maupun melalui media massa. Masyarakat menuntut agar pelayanan publik yang diselenggarakan pemerintah menjadi lebih baik.
Organisasi adalah suatu kumpulan individu yang memiliki tugas bersama untuk mencapai tujuan tertentu (De Vito, 1997 : 337). Semuanya diatur dalam AD/ART organisasi tersebut. Setiap individu di dalam organisasi memilki peran dan tanggungjawab yang berbeda-beda demi tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Semakin besar organisasi akan semakin kompleks struktur organisasi yang akan berakibat pada semakin panjangnya rantai pencapaian organisasi tersebut. Namun hal ini dapat diatasi jika iklim organisasi sangat mendukung. Iklim organisasi adalah bersifat abstrak dan hanya dapat dirasakan antara lain kepercayaan pimpinan terhadap bawahan, kedisiplinan, keteladanan, keterbukaan, tolong menolong, kekeluargaan, kedekatan dan situasi yang nyaman dan kondusif sehingga semua orang merasa nyaman bekerja. Iklim organisasi ini akan menciptakan suasana kerja yang baik demi tercapainya tujuan organisasi.
Setiap anggota di dalam organisasi memiliki peran dan sumbangan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Setiap individu dengan peran yang berbeda akan saling bantu membantu untuk dapat sampai pada tujuan semula. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, diperlukan media untuk menyatukan setiap unit, divisi, bagian, departemen yang mana didalamnya berisi individu-individu. Adanya pimpinan/leader akan sangat membantu mengarahkan dan memimpin bawahannya supaya selalu fokus pada tujuan organisasi. Pemimpin harus dapat mengkomunikasikan visi dan misi organisasi sehingga semua bagian/unit dapat ikut terlibat dalam pencapaian tujuan organisasi.
Komunikasi sebagai kunci pokok keberhasilan organisasi. Supaya dapat mempersatukan setiap kepentingan bagian atau unit dengan sub tujuan organisasi harus diciptakan si stem komunikasi yang mampu mewadahi dan menyatukan setiap individu. Komunikasi yang efektif akan berakibat pada peningkatan hasi kerja (work performance).
Komunikasi di dalam organisasi ini tidak hanya komunikasi yang bersifat instruktif dari atasan ke bawahan namun bisa saja komunikasi terjalin secara horizontal, vertikal dan diagonal. Jenis komunikasi ini akan memperpendek dan sedikit bersifat tidak formal. Ketidakformalan jalur komunikasi juga akan berdampak pada iklim komunikasi. Namun, tidaklah cukup organisasi memiliki jalur komunikasi yang jelas dan tersusun dengan rapi. Komunikasi akan berfungsi dengan baik jika terdapat iklim komunikasi yang sehat. Iklim komunikasi yang sehat berarti adanya saling percaya, saling mendukung dan memperkuat, saling menyatukan, pengertian, terbuka dan jujur. Dengan didasari semangat tersebut maka akan terjadi proses komunikasi yang sehat pula. Dengan demikian tujuan organisasi akan dapat tercapai. Sebaliknya, jika iklim komunikasi tidak berjalan baik maka setiap orang tidak akan merasa aman dan akan terjadi saling mencurigai, menjatuhkan, dan kehilangan kepercayaan dengan sendirinya arus informasi tidak akan berjalan lancar. Kelancaran komunikasi akan saling menguatkan satu sama lain. Dengan sendirinya mereka akan termotivasi untuk bekerja dengan maksimal tanpa adanya tekanan, keraguan dan ketidakpastian.
Berbicara tentang organisasi tentu saja tidak bisa lepas dari sumber daya penting yang menggerakkan organisasi tersebut yaitu manusia atau sumber daya manusia (SDM). Menurut House et al (1993), menyatakan bahwa 30% dari waktu para pimpinan organisasi digunakan untuk mengurusi masalah lingkungan manusia (pegawai) (House et al, 1993 : 81-107). SDM memiliki andil besar dalam menentukan maju atau berkembangnya suatu organisasi.
SDM dalam suatu organisasi akan menentukan berhasil atau tidaknya organisasi tersebut berjalan mencapai tujuannya. SDM yang berkualitas mutlak dibutuhkan oleh organisasi sebagai amunisi utama menembus hambatan-hambatan yang akan ditemui organisasi.
Huselid (1995 : 635-672), SDM yang berkualitas memiliki empat karakteristik yaitu : (1) memiliki competence (knowledge, skill, abilities, experience) yang memadai; (2) commitment pada organisasi; (3) selalu bertindak "cost effectiveness" dalam setiap tindakannya; dan (4) congruence at goals, yaitu bertindak selaras antara tujuan pribadi dengan tujuan organisasi.
Organisasi publik memposisikan SDM sebagai sumber daya yang utama, karena mengemban tugas untuk memberikan pelayanan pada masyarakat, sehingga dibutuhkan SDM yang profesional, kompeten, berkualitas dan memiliki komitmen tinggi (Pynes, 2009 : 480).
Mengacu kepada penelitian terdahulu (Bhuian, Al Shammari dan Jefri, 2001; Shaw dkk., 2003; Yousef, 2000; Shaw, Delery, dan Abdullah dalam Al Qurashi, 2007 : 1-40), rendahnya produktivitas dan kinerja organisasi di sektor publik utamanya di negara berkembang disebabkan oleh rendahnya komitmen pegawai. Sementara itu komitmen pegawai di sektor publik justru merupakan kunci utama dalam menjalankan tanggung jawab administrasinya (Hasan dan Rohrbaugh, 2007 : 1-40).
Menurut Miller, persoalan moral hazard yang melingkupi pegawai di sektor publik, tidak hanya dapat diselesaikan dengan peningkatan insentif dan pemberian sanksi saja, namun lebih dari itu, komitmen organisasi merupakan pengaman utama yang harus dimiliki pegawai di sektor publik dalam menghadapi potensi oportunisme politik (Miller, 2000 : 289-327).
Menurut Mayer (1989), organisasi yang efektif hanya akan ada bila organisasi tersebut memiliki pekerja/pegawai yang berkomitmen. Organisasi harus mengembangkan ikatan psikologis antara pekerja/pegawai dan organisasi dalam bentuk komitmen organisasi dalam rangka menciptakan dedikasi total tenaga mereka terhadap kepentingan-kepentingan, tujuan dan nilai-nilai (Mayer, 1989 : 4-5).
Komitmen organisasi merupakan hal yang penting dalam sebuah organisasi. menurut Benkhoff (1997 : 701), komitmen telah menjadi topic kajian utama sejak 40 tahun yang lalu, karena pengaruhnya yang penting terhadap kinerja organisasi. Menurut Stup, komitmen organisasi adalah suatu hal yang penting bagi organisasi sebab pegawai yang telah berkomitmen terhadap organisasi cenderung tidak akan meninggalkan organisasi guna mencari pekerjaan lain, dan cenderung akan menunjukkan kemampuan terbaiknya (Stup, 2006 : 1).
Pegawai yang memiliki komitmen tinggi sangat berpengaruh terhadap kinerja organisasi. Pegawai dengan komitmen tinggi memiliki produktivitas dan rasa tanggung jawab yang tinggi untuk berkontribusi dalam pencapaian tujuan organisasi (Mowday, Porter dan Steer, 1982).
Konsep komitmen seperti yang diketahui adalah sebuah konsep yang sangat kompleks. Komitmen organisasi telah menjadi kata kunci di dalam kehidupan bekerja sehari-hari. Meskipun kepuasan kerja merupakan salah satu faktor penting untuk komitmen organisasi, faktor-faktor lainnya juga memiliki pengaruh yang sama besar dalam komitmen. Faktor-faktor ini mungkin termasuk iklim komunikasi, iklim organisasi, pengalaman kerja, kinerja, motivasi, pengalaman bermasyarakat, kepemilikan dan banyak lainnya (Hasan dan Abdullah, 2005 : 5).
Terkait dengan hal tersebut, dalam berjalannya suatu organisasi pastilah terjadi suatu proses komunikasi. Komunikasi, baik melalui saluran formal maupun informal, adalah darah dari setiap organisasi. Goldhaber menyatakan bahwa kegiatan komunikasi di dalam suatu organisasi disebut komunikasi organisasi. Komunikasi organisasi ini didefinisikan sebagai proses pembentukan dan pertukaran pesan dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling bergantung satu sama lain untuk mengatasi ketidakpastian lingkungan (Goldhaber, 1993 : 14).
Menurut Pace dan Faules, salah satu ciri komunikasi organisasi yang paling nyata adalah konsep hubungan (relationship). Karena adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara pimpinan dengan pegawai dan sebaliknya, serta antar sesama pegawai (Pace, 2006 : 201). Komunikasi yang efektif tergantung dari hubungan karyawan yang memuaskan dan dibangun berdasarkan iklim komunikasi yang baik dan kepercayaan atau suasana organisasi yang positif (Muhammad, 2001 : 72).
Komunikasi di dalam organisasi ini tidak hanya komunikasi yang bersifat instruktif dari atasan ke bawahan namun bisa saja komunikasi terjalin secara horizontal, vertikal dan diagonal. Jenis komunikasi ini akan memperpendek dan sedikit bersifat tidak formal. Ketidakformalan jalur komunikasi juga akan berdampak pada iklim komunikasi. Namun, tidaklah cukup organisasi memiliki jalur komunikasi yang jelas dan tersusun dengan rapi. Komunikasi akan berfungsi dengan baik jika terdapat iklim komunikasi yang sehat. Iklim komunikasi yang sehat berarti adanya saling percaya, saling mendukung dan memperkuat, saling menyatukan, pengertian, terbuka dan jujur. Dengan didasari semangat tersebut maka akan terjadi proses komunikasi yang sehat pula. Dengan demikian tujuan organisasi akan dapat tercapai. Sebaliknya, jika iklim komunikasi tidak berjalan baik maka setiap orang tidak akan merasa aman dan akan terjadi saling mencurigai, menjatuhkan, dan kehilangan kepercayaan dengan sendirinya arus informasi tidak akan berjalan lancar. Kelancaran komunikasi akan saling menguatkan satu sama lain. Dengan sendirinya mereka akan termotivasi untuk bekerja dengan maksimal tanpa adanya tekanan, keraguan dan ketidakpastian.
Manajer berkomunikasi sehari-hari dengan bawahan mereka biasanya akan memberikan umpan balik pada kinerja, pelaksanaan penilaian kinerja, memberikan informasi dan sebagainya. Tindakan ini pada gilirannya memfasilitasi mengembangkan atau meniadakan komitmen organisasi bawahan karena cara ini dianggap praktik yang mempengaruhi tingkat komitmen.
Pendekatan yang digunakan dalam memberikan motivasi pada pegawai perlu memperhatikan karakteristik pegawai yang bersangkutan. Studi yang dilakukan oleh Jerkewitz (2001) membandingkan antara karyawan dan supervisor sektor publik dan swasta memberikan hasil yang berbeda. Pada pegawai sektor publik lebih cenderung motivasi kerja mereka disebabkan oleh adanya kestabilan dan keamanan dalam bekerja di masa mendatang sebagai faktor utama yang berpengaruh. Sedangkan untuk karyawan sektor swasta motivasi mereka bekerja sangat dipengaruhi oleh tingginya gaji yang mereka peroleh dan kesempatan untuk meraih jenjang yang lebih tinggi. Pada tingkat supervisor, motivasi pegawai dalam bekerja pada instansi publik dipengaruhi oleh keterlibatan mereka dalam memberikan kontribusi dalam membuat keputusan-keputusan yang penting (Jerkewitz, 2001 : 230-250).
Telah umum diasumsikan bahwa organisasi pada sektor publik lebih mungkin untuk mempekerjakan individu yang nilai dan kebutuhannya konsisten dengan misi pelayanan publik dari organisasi. Dibebankan dengan tugas mempromosikan kesejahteraan sosial secara umum, serta perlindungan masyarakat dan setiap individu di dalamnya, organisasi publik seringkali memiliki misi dengan lingkup yang lebih luas dan lebih berdampak besar daripada biasanya ditemukan di sektor swasta (Baldwin, 1994 : 80-89).
Pengelolaan orang di tempat kerja merupakan bagian integral dari proses manajemen. Untuk memahami pentingnya orang-orang dalam organisasi adalah untuk mengenali bahwa unsur manusia dan organisasi adalah sama. Beberapa pemimpin tidak menghargai fakta bahwa karyawan harus termotivasi untuk memastikan mereka melakukan apa yang mereka harus lakukan sehingga tujuan dan sasaran organisasi tercapai (Ayo dan Shadare, 2009 : 9).
Iklim komunikasi organisasi yang ada di ANRI saat ini turut mempengaruhi kondisi komitmen keorganisasian pegawainya. Apabila iklim komunikasi organisasinya baik maka komitmen organisasi pegawainya akan tinggi. Begitu juga dengan motivasi kerja apabila motivasi kerja pegawai ANRI tinggi maka komitmen organisasi pegawainya juga akan tinggi. Kedua hal tersebut juga bermakna sebaliknya apabila kedua faktor tersebut buruk atau rendah makan akan rendah juga komitmen keorganisasian pegawai ANRI.

B. Perumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh antar 2 (dua) variabel yaitu iklim komunikasi organisasi, dan motivasi kerja, terhadap variabel komitmen organisasi. Perumusan masalah yang diajukan pada penelitian ini yaitu : 
1. Bagaimana komitmen organisasi pegawai Arsip Nasional Republik Indonesia ?
2. Apakah ada pengaruh iklim komunikasi organisasi secara parsial terhadap komitmen organisasi pegawai Arsip Nasional Republik Indonesia ?
3. Apakah ada pengaruh motivasi kerja secara parsial terhadap komitmen organisasi pegawai Arsip Nasional Republik Indonesia ?
4. Apakah ada pengaruh motivasi kerja dan iklim komunikasi organisasi secara simultan terhadap komitmen organisasi pegawai Arsip Nasional Republik Indonesia ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka secara umum tujuan penelitian yang diajukan ini adalah untuk menganalisis sejauh mana pengaruh hubungan antara motivasi pegawai dan iklim komunikasi organisasi terhadap komitmen kerja pegawai secara keseluruhan.
Secara khusus, tujuan penelitian yang diajukan ini yaitu : 
1. Mengetahui komitmen organisasi pegawai Arsip Nasional Republik Indonesia.
2. Mengetahui pengaruh antara iklim komunikasi organisasi secara parsial terhadap komitmen organisasi pegawai Arsip Nasional Republik Indonesia.
3. Mengetahui pengaruh motivasi kerja secara parsial terhadap komitmen organisasi pegawai Arsip Nasional Republik Indonesia.
4. Mengetahui pengaruh iklim komunikasi organisasi dan motivasi kerja secara simultan terhadap komitmen organisasi pegawai Arsip Nasional Republik Indonesia.

D. Pembatasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam lingkup yang terbatas yaitu pada pegawai Arsip Nasional Republik Indonesia yang telah menjadi pegawai negeri sipil atau telah menjalani masa kerja lebih dari dua tahun.

E. Sistematika Penulisan
Tesis ini ditulis secara sistematis dalam enam bab yang saling berkaitan antara satu bab dengan bab lainnya, sebagai berikut : 
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan penelitian, signifikansi penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : KERANGKA TEORITIK
Di dalam bab ini dijelaskan tentang definisi variabel dan konsep-konsep yang digunakan sebagai dasar penelitian. Variabel yang ada di dalamnya adalah variabel komitmen organisasi, motivasi kerja dan iklim komunikasi organisasi. Bab ini berisikan juga model penelitian dan hipotesis teoretik.
BAB III : METODE PENELITIAN
Pada metode penelitian dijelaskan tentang pendekatan penelitian, lokasi penelitian, waktu penelitian, populasi, sampel, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian dan pengukuran variabel penelitian. Bab ini berisikan juga model penelitian dan hipotesis penelitian dan statistik.
BAB IV : GAMBARAN UMUM ORGANISASI
Dalam bab ini dijelaskan gambaran umum tentang Arsip Nasional Republik Indonesia yang ditinjau dari sejarah singkat, tugas/fungsi/misi, struktur organisasi, personalia (keadaan umum pegawai, dan keadaan pegawai menurut pendidikan).
BAB V : HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
Bab ini membahas hasil penelitian yang berkaitan dengan komitmen yang mencakup analisis responden terhadap 2 (dua) variabel yaitu motivasi kerja dan iklim komunikasi organisasi.
BAB VI : PENUTUP
Pada bab ini berisi simpulan dan saran yang disusun berdasarkan hasil penelitian yang didapat.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 13:10:00

PENGARUH KENAIKAN PANGKAT TERHADAP MOTIVASI KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL

SKRIPSI PENGARUH KENAIKAN PANGKAT TERHADAP MOTIVASI KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL (STUDI PADA KANTOR PERTANAHAN)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pegawai Negeri adalah pekerja di sektor publik yang bekerja untuk pemerintah suatu negara. Pekerja di badan publik non-departemen kadang juga dikategorikan sebagai pegawai negeri. Seperti halnya di Inggris dan Perancis, pegawai negeri di Indonesia adalah sistem karir. Mereka dipilih dalam ujian seleksi tertentu, mendapatkan gaji dan tunjangan khusus, serta memperoleh pensiun. 
Namun demikian, terdapat jabatan-jabatan tertentu yang tidak diduduki oleh pegawai negeri, misalnya : 
a. Presiden, Gubernur, Bupati, dan Walikota : dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu
b. Menteri : ditunjuk oleh Presiden
Camat dan Lurah adalah PNS, sedangkan Kepala Desa bukan merupakan PNS karena dipilih langsung oleh warga setempat.
Berdasarkan kenyataan dan pengalaman sejarah ternyata bahwa kedudukan dan peranan Pegawai pada setiap negara adalah sangat penting dan menentukan, karena Pegawai adalah unsur aparatur negara dan aparatur pelaksana pemerintah dalam mencapai tujuan nasional suatu negara. 
Di Indonesia Pegawai Negeri Sipil mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dan menentukan serta merupakan penyelenggara tugas-tugas pemerintah dan pembangunan.
Dalam rangka mencapai tujuan nasional suatu negara diperlukan kelancaran penyelenggara pemerintah seperti yang diatur dalam alinea ke 5 Penjelasan Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yaitu : 
Dalam rangka usaha mencapai tujuan Nasional sebagai tersebut diatas diperlukan adanya Pegawai Negeri yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah serta yang bersatu padu, bermental baik, berwibawa, kuat, berdaya guna, berhasil guna, bersih, berkualitas tinggi, dan sadar akan tanggungjawabnya sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat.
Pegawai Negeri Sipil terdiri atas : 
1. Pegawai Negeri Sipil Pusat (PNS Pusat), yaitu PNS yang gajinya dibebankan pada APBN, dan bekerja pada departemen, lembaga non departemen, kesekretariatan negara, lembaga-lembaga tinggi negara, instansi vertikal di daerah-daerah, serta kepaniteraan di pengadilan.
2. Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNS Daerah), yaitu PNS yang bekerja di Pemerintah Daerah dan gajinya dibebankan pada APBD. PNS Daerah terdiri atas PNS Daerah Provinsi dan PNS Daerah Kabupaten/Kota.
Baik PNS Pusat maupun PNS Daerah dapat diperbantukan di luar instansi induknya. Jika demikian, gajinya dibebankan pada instansi yang menerima pembantuan. Di samping PNS, pejabat yang berwenang dapat mengangkat Pegawai Tidak Tetap (PTT) atau disebut pula honorer; yaitu pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu untuk melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis dan profesional sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi. PTT tidak berkedudukan sebagai pegawai negeri.
Dalam birokrasi pemerintah dikenal jabatan karir, yakni jabatan dalam lingkungan birokrasi yang hanya dapat diduduki oleh PNS. Jabatan karir dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : 
1. Jabatan Struktural, yaitu jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi. Kedudukan jabatan struktural bertingkat-tingkat dari tingkat yang terendah (eselon IV/b) hingga yang tertinggi (eselon I/a). Contoh jabatan struktural di PNS Pusat adalah : Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Biro, dan Staf Ahli. Sedangkan contoh jabatan struktural di PNS Daerah adalah : sekretaris daerah, kepala dinas/badan/kantor, kepala bagian, kepala bidang, kepala seksi, camat, sekretaris camat, lurah, dan sekretaris lurah.
2. Jabatan Fungsional, yaitu jabatan yang tidak secara tegas disebutkan dalam struktur organisasi, tetapi dari sudut pandang fungsinya diperlukan oleh organisasi, misalnya : auditor (Jabatan Fungsional Auditor atau JFA), guru, dosen, dokter, perawat, bidan, apoteker, peneliti, perencana, pranata komputer, dan penguji kendaraan bermotor. 
Salah satu motif yang erat hubungannya dengan motivasi pegawai negeri dalam bekerja adalah adanya gaji dan pangkat kepegawaian. Selain itu seorang pegawai selalu mendambakan jabatan, dan kekuasaan yang memadai sesuai dengan kemampuannya. Berikut ini penjelasan pengertian dari gaji, pangkat, jabatan dan kekuasaan yaitu merupakan hal yang mempengaruhi motivasi kerja pegawai negeri;
Gaji adalah sebagai balas jasa dan penghargaan atas prestasi kerja Pegawai Negeri yang bersangkutan. System penggajian dapat digolongkan dalam 3 (tiga) system, yaitu : 
a. System skala tunggal : System penggajian yang memberikan gaji yang sama kepada pegawai negeri yang berpangkat sama dengan tidak atau kurang memperhatikan sifat pekerjaan yang dilakukan dan beratnya tanggung jawab pekerjaannya ;
b. System skala ganda : System penggajian yang menentukan besarnya gaji bukan saja didasarkan pada pangkat, tetapi juga didasarkan pada sifat pekerjaan yang dilakukan, prestasi kerja yang dicapai, dan beratnya tanggung jawabnya pekerjaannya ;
c. System skala gabungan : Gaji pokok ditentukan sama bagi Pegawai Negeri yang berpangkat sama, disamping itu diberikan tunjangan kepada Pegawai Negeri yang memikul tanggung jawab yang lebih berat, prestasi yang lebih tinggi atau melakukan pekerjaan tertentu yang sifatnya memerlukan pemusatan perhatian dan pengerahan tenaga secara terus menerus ;
Pangkat adalah kedudukan yang menunjukkan tingkat kedudukan seseorang Pegawai Negeri Sipil berdasarkan jabatannya dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian ;
Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi Negara. Jabatan dalam lingkungan birokrasi pemerintahan adalah Jabatan Karier ; Kekuasaan secara lebih lengkap dapat ditinjau dari sudut politik karena hal ini sudah berhubungan dengan kepentingan tertentu, beberapa pengertian lain dari kekuasaan yang diungkapkan para ahli politik, sebagaimana diinventarisir oleh Budiardjo (1994 : 92-94) antara lain sebagai berikut :  a. Kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam hubungan sosial, melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan, dan apapun dasar kemauan ini (Max Weber, Witchcraft und Gesselschaft, 1992) ;
b. Kekuasaan adalah kemungkinan untuk membatasi alternatif bertindak dari seseorang atau suatu kelompok sesuai dengan tujuan dari pihak pertama (van Doom, Sociologische Begrippen en Problemen rond het Verschijnsel Macht, 1957) ;
c. Kekuasaan adalah kemampuan dari pelaku untuk menetapkan secara mutlak atau mengubah (seluruhnya atau sebagian) alternatif-alternatif bertindak atau memilih, yang tersedia bagi pelaku-pelaku lain (Mokken, Power and Influence as Political Phenomena, 1976) ;
d. Kekuasaan adalah kemampuan untuk menyebabkan kesatuan-kesatuan dalam suatu sistem organisasi kolektif melaksanakan kewajiban-kewajiban yang mengikat. Kewajiban dianggap sah sejauh menyangkut tujuan-tujuan kolektif, dan jika ada perlawanan, maka pemaksaan melalui sanksi-sanksi negative dianggap wajar terlepas dari siapa yang melaksanakan pemaksaan itu (Talcott Parsons, The Distribution of Power in America Society, 1957). 
Dalam melaksanakan dan menyelenggarakan tugas pemerintah diperlukan adanya pegawai negeri yang baik dan mempunyai motivasi kerja yang tinggi. Dalam Hukum Administrasi Negara hal yang berhubungan dengan motivasi khususnya motivasi kerja pegawai negeri mendapatkan perhatian yang besar, sebab pegawai negeri sebagai penyelenggara negara mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam penyelenggaraan Negara untuk mencapai cita-cita perjuangan bangsa mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB) sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. 
Untuk mewujudkan Penyelenggaraan Negara yang mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggungjawab, perlu diletakkan asas-asas penyelenggaraan Negara. Penyelenggara Negara adalah Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyelenggara Negara meliputi : 
1. Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara;
2. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara;
3. Menteri;
4. Gubernur;
5. Hakim;
6. Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku; dan
7. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Yang dimaksud dengan "pejabat lain yang memiliki fungsi strategis" adalah pejabat yang tugas dan wewenangnya di dalam melakukan penyelenggaraan negara rawan terhadap praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, yang meliputi : 
1. Direksi, Komisaris, dan pejabat struktural lainnya pada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah;
2. Pimpinan Bank Indonesia dan Pimpinan Badan Penyehatan Perbankan Nasional;
3. Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri;
4. Pejabat Eselon I dan Pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
5. Jaksa;
6. Penyidik;
7. Panitera Pengadilan; dan
8. Pemimpin dan bendaharawan proyek.
Menurut Penjelasan Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian alinea ke 10 disebutkan "pembinaan Pegawai Negeri Sipil perlu diatur secara menyeluruh, yaitu dengan pengaturan pembinaan yang seragam bagi segenap Pegawai Negeri Sipil, baik Pegawai Negeri Sipil Pusat maupun Pegawai Negeri Sipil Daerah, atau dengan perkataan lain, peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat dengan sendirinya berlaku pula bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. Dengan adanya keseragaman pembinaan sebagai tersebut di atas, maka disamping memudahkan penyelenggaraan pembinaan, dapat pula diselenggarakan keseragaman perlakuan dan jaminan kepastian hukum bagi segenap Pegawai Negeri Sipil."
Dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil alinea ke 2 disebutkan "kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil berada pada Presiden selaku Kepala Pemerintahan.
Sesuai dengan Pasal 25 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dilakukan oleh Presiden. Untuk kelancaran pelaksanaan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, Presiden dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan menyerahkan sebagian wewenangnya kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah."
Dalam Peraturan Pemerintah ini juga diberikan kewenangan pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil Daerah secara berjenjang khususnya pembinaan karier kenaikan pangkatnya. Dengan demikian tetap terdapat hubungan yang sinergi antara Pemerintah dengan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. Pada prinsipnya pembinaan kenaikan pangkat dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian instansi induk. Namun demikian, dalam hal terdapat Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan di luar instansi induknya, maka gajinya dibebankan pada instansi yang menerima perbantuan dan pembinaan kenaikan pangkatnya dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian instansi yang menerima perbantuan. Sedangkan bagi Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan di luar instansi induknya, maka gajinya tetap menjadi beban instansi induknya dan pembinaan kenaikan pangkatnya dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian instansi induknya. 
Disamping pengangkatan menurut ketentuan-ketentuan pokok tersebut diatas, maka segala hal mengenai urusan pegawai seperti pemberian gaji, kenaikan gaji, kenaikan pangkat, pemberhentian dan sebagainya, diselenggarakan oleh para menteri untuk tiap-tiap pegawai yang bekerja pada departemennya masing-masing atau oleh pejabat yang diserahi kekuasaan oleh menteri. Untuk itu maka tiap-tiap departemen dibentuk suatu Bagian Urusan Pegawai, yang harus merencanakan, menyiapkan dan sebagainya segala sesuatu mengenai pegawai.
Penyelenggaraan, pengangkatan, penggajian dan pemberhentian dari pegawai hams dijalankan menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah dan yang mempunyai maksud untuk berlaku seragam bagi semua pegawai negeri. Sebagaimana kaedah-kaedah hukum lainnya, maka semua hubungan hukum tersebut apabila terjadi penyimpangan yang tidak sesuai dengan kaedah-kaedah hukum tersebut akan diberi sanksi oleh pemerintah melalui aparaturnya. Karena kedaulatan Indonesia sebagai negara hukum, maka seluruh pegawai negeri sebagai subjek hukum hams tunduk kepada hukum. Sampai saat ini masih banyak masyarakat belum mengetahui dan memahami tentang kedudukan dan wewenang dari pemerintah. Dalam ketatanegaraan dibutuhkan suatu ilmu pengetahuan tentang pemerintahan, dan ketika menganalisis lebih jauh tentang pemerintah, terlebih dahulu menganalisis tentang pemerintahan dalam perspektif Hukum Administrasi Negara. Istilah "Hukum Administrasi Negara" dikenal dalam berbagai literatur dengan sebutan "Hukum Tata Usaha Negara, Hukum Tata Pemerintahan, Administratief recht, Bestuursrecht (Belanda), Administrative Law (Inggris), dan Droit Administratief (Perancis). Ke semua istilah memberikan makna sebagai "Seperangkat aturan hukum yang menyangkut hubungan hukum antara pemerintah dengan rakyat (individu/badan hukum perdata) berkenaan dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan. 

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan judul tulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan gambaran keadaan tentang pengaruh kenaikan pangkat terhadap motivasi kerja pegawai negeri, khususnya bagi pegawai negeri Kantor Pertanahan Kota X.
Sehubungan dengan hal tersebut permasalahan utama dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : 
1. Apakah yang menjadi dasar hukum kenaikan pangkat PNS Kantor Pertanahan Kota X;
2. Syarat-syarat dan prosedur apa saja yang harus dipenuhi oleh PNS Kantor Pertanahan Kota X untuk memperoleh kenaikan pangkat;
3. Sejauh mana pengaruh kenaikan pangkat PNS Kantor Pertanahan Kota X terhadap motivasi kerja. 

C. Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan dan penelitian skripsi ini adalah : 
1. Untuk mengetahui peraturan perundang undangan tentang PNS dan mengenai peraturan perundang undangan tentang kenaikan pangkat PNS Kantor Pertanahan Kota X;
2. Untuk mengetahui prosedur kenaikan pangkat PNS Kantor Pertanahan Kota X;
3. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh positif kenaikan pangkat terhadap motivasi kerja PNS Kantor Pertanahan Kota X.

D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan dan penelitian skripsi ini adalah : 
1. Memperkaya pengetahuan mengenai peraturan perundang undangan tentang PNS pada umumnya dan secara spesifik memperkaya pengetahuan mengenai peraturan perundang undangan tentang kenaikan pangkat PNS Kantor Pertanahan Kota X serta dapat memberikan masukan bagi pengembangan aplikasi Hukum Administrasi Negara dalam Instansi Pemerintah ;
2. Sebagai parameter untuk mengetahui pengaruh kenaikan pangkat terhadap motivasi kerja PNS khususnya yang bertugas di BPN dan di Instansi Pemerintah lain pada umumnya.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:01:00

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP DISIPLIN KERJA PEGAWAI PADA KANTOR PT BANK MUAMALAT

SKRIPSI PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP DISIPLIN KERJA PEGAWAI PADA KANTOR PT BANK MUAMALAT



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Membicarakan kepemimpinan memang menarik dan dapat dimulai dari sudut manapun ia ingin diteropong. Dari waktu ke waktu kepemimpinan menjadi perhatian manusia. Ada yang berpendapat bahwa masalah kepemimpinan itu sama tuanya dengan sejarah manusia. Hal ini tidaklah berlebihan kiranya karena kepemimpinan itu dibutuhkan manusia sebab ada keterbatasan dan kelebihan-kelebihan tertentu pada manusia. Di satu pihak manusia terbatas kemampuannya untuk memimpin, di pihak lain ada orang yang mempunyai kelebihan kemampuan untuk memimpin. Dari sinilah munculnya kebutuhan akan pemimpin dan kepemimpinan.
Persoalan kepemimpinan selalu memberikan kesan yang menarik. Topik ini senantiasa memberikan daya tarik yang kuat pada setiap orang yang ingin mengadakan suatu penelitian. Literatur-literatur tentang kepemimpinan senantiasa memberikan penjelasan tentang bagaimana menjadi pemimpin yang baik, sikap dan gaya yang sesuai dengan situasi kepemimpinan, serta syarat-syarat pemimpin yang baik.
Suatu organisasi akan memperoleh keberhasilan atau bahkan kegagalan sebagian besar ditentukan oleh sisi kepemimpinan ini. Suatu ungkapan yang bijak mengatakan bahwa pemimpin lah yang bertanggung jawab atas keberhasilan maupun kegagalan dalam pelaksanaan suatu pekerjaan. Ungkapan tersebut kian memantapkan kedudukan seorang pemimpin dalam suatu organisasi pada posisi yang cukup penting.
Sementara itu digambarkan pula bahwa pemimpin itu adalah penggembala, dan setiap penggembala akan diminta pertanggungjawabannya atas perilaku penggembalanya. Ungkapan ini membuktikan bahwa seorang pemimpin apapun wujudnya, di manapun letaknya akan mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan kepemimpinannya.
Kepemimpinan pada hakikatnya adalah suatu ilmu dan seni, yaitu suatu kemampuan seseorang untuk dapat mempengaruhi seseorang/kelompok orang untuk mencapai suatu tujuan. Setiap orang pada hakikatnya adalah sebagai pemimpin, akan tetapi kekuasaan seseorang dalam mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan antara orang yang satu dengan yang lainnya tidaklah sama. Di sinilah yang membedakan siapa yang sebenarnya pemimpin dan siapa yang bukan atau tidak pemimpin.
Dari penjelasan di atas jelaslah rambu-rambunya bahwa seorang pemimpin dalam kepemimpinannya juga harus disertai tanggung jawab dan mampu membangun atau mendorong atau memotivasi bawahannya untuk bekerja dengan baik. Di dunia kerja, motivasi sering diartikan sebagai suatu dorongan yang menyebabkan seseorang mau bekerja untuk mewujudkan kebutuhannya/keinginannya.
Kata motivasi ini sendiri berasal dari kata motivation yang dapat diartikan sebagai dorongan yang ada pada diri seseorang untuk bertingkah laku dalam usaha yang tekun untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang sifatnya menguntungkan. Kalau pemimpin memotivasi seseorang/kelompok orang agar mereka mempunyai motivasi kerja yang baik artinya pemimpin berusaha menimbulkan kebutuhan tertentu pada diri mereka, agar tingkah laku mereka tertuju kepada tujuan yang dikehendaki.
Ketika seorang pemimpin memotivasi karyawannya agar mereka mempunyai motivasi kerja yang baik artinya pemimpin tersebut sedang berusaha menimbulkan kebutuhan tertentu pada diri karyawannya, agar tingkah laku mereka tertuju kepada tujuan yang dikehendaki oleh pimpinan maupun oleh perusahaan. Kalau pemimpin sudah mengetahui mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi (kemauan) kerja seseorang, maka kemudian pemimpin perlu menetapkan tentang apa yang bisa dilakukan sebagai atasan dalam rangka menimbulkan motivasi kerja bawahan.
Kalau pegawai yang ada itu dipengaruhi oleh lingkungan fisik tempat mereka bekerja, maka alangkah baiknya jika pemimpin membuat suatu keputusan yang dapat menciptakan satu lingkungan fisik yang optimal yang dapat diberikan misalnya tempat yang bersih, peralatan yang mudah dipakai, udara ruangan yang sejuk, dan seterusnya.
Pemimpin dalam rangka memotivasi karyawannya sesungguhnya membutuhkan satu dasar yang terkadang terlewatkan, yaitu keteladanan. Motivasi yang diberikan pemimpin melalui contoh teladan yang konkrit sesungguhnya lebih ampuh untuk memberikan semangat pada karyawan dibandingkan motivasi yang diberikan melalui kata-kata semu. Dalam hal disiplin waktu misalnya, seorang pemimpin yang datang lebih awal pada saat jam masuk kantor maka dengan sendirinya akan memberikan rasa malu dan cambukan bagi karyawan untuk tidak datang terlambat.
Banyak hal-hal lainnya di dalam organisasi yang sebenarnya bisa membuktikan bahwa keteladanan adalah hal yang cukup fundamental yang sifatnya ringan serta esensinya dapat memberikan motivasi bagi karyawan untuk melaksanakan setiap aktivitas dalam organisasi dengan lebih baik.
Terkait dengan masalah kepemimpinan, peneliti dalam hal ini mencoba untuk menginterpretasikannya ke dalam ruang lingkup perusahaan perbankan. Bank sebagai suatu manifestasi dalam menyukseskan pembangunan suatu bangsa. Keberadaan bank sebagai suatu lembaga keuangan tidak akan terlepas fungsinya dalam memberikan suatu pelayanan baik dalam bentuk penyimpanan maupun penyaluran dana yang ada pada masyarakat. Untuk itu fungsi bank tersebut akan tercermin dari seberapa besar aktivitas yang dijalankan dalam menghimpun dana dari masyarakat kemudian menyalurkannya baik dalam bentuk investasi maupun portofolio, yang jelas bank sebagai penggerak dari perekonomian negara diharapkan dapat memberikan suatu pembiayaan atau modal pada nasabah yang memerlukannya yang biasanya disalurkan dalam bentuk kredit.
Berbicara tentang perbankan, Bank Muamalat merupakan bagian dari perbankan nasional. Keyakinan pada kebenaran perekonomian dan kegiatan muamalat yang sesuai dengan syari'ah, dan penerimaan masyarakat atas kegiatan perbankan syari'ah, telah memberikan semangat kepada Bank Muamalat untuk memberikan pelayanan terbaik dengan berlandaskan empat prinsip operasional, yakni : Keadilan, kemitraan, keterbukaan, dan universalitas; yang berorientasi pada pelayanan seluruh golongan masyarakat tanpa membedakan latar belakang suku, agama, dan ras.
Dalam melaksanakan setiap kegiatan pekerjaan, ibadah merupakan orientasi utama yang menjadi prinsip dalam melaksanakan setiap aktivitas pekerjaan. Inilah yang menjadi motivasi utama seluruh unsur organisasi Bank Muamalat khususnya pegawai serta -yang paling utama- pemimpin untuk bekerja sebaik-baiknya. Karena pekerjaan bukan hanya menjadi tanggung jawab pribadi, tetapi juga tanggung jawab kepada Tuhan. Karena itu setiap disiplin akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya karena bukan hanya pemimpin yang mengawasi, melainkan juga Tuhan. Dan karena itulah disiplin menjadi satu hal yang dilaksanakan dengan penuh kerelaan.
Dalam kaitannya dengan hal di atas, kepemimpinan pada hakikatnya adalah suatu ilmu dan seni, yaitu kemampuan seorang untuk dapat mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kepemimpinan tidak hanya berbicara namun lebih dari itu yakni memberikan keteladanan yang lebih bermakna dari pada nasihat yang pastinya teladan itu dapat diikuti oleh para anggotanya agar termotivasi untuk melakukan sesuatu.
Dari penjelasan ini jelaslah bahwa seorang pemimpin harus memiliki tanggung jawab dan mampu membangun motivasi para bawahannya untuk bekerja dengan baik. Kepemimpinan yang bertanggung jawab dan motivasi yang baik dari pimpinan dalam organisasi merupakan dua unsur yang penting untuk membangun disiplin kerja yang baik bagi para anggota organisasi.
Secara sederhana dapat dicontohkan jika pemimpin dapat memberikan teladan dengan hadir tepat waktu pada setiap agenda organisasi, maka para anggotanya akan termotivasi untuk mengikuti pemimpin tersebut dengan datang lebih awal dari pemimpinnya sebagai wujud dari disiplin waktu.
Bertitik tolak dari latar belakang yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP DISIPLIN KERJA PEGAWAI (STUDI PADA KANTOR PT. BANK MUAMALAT)".

B. Perumusan Masalah
Guna memudahkan peneliti nantinya ketika melakukan proses penelitian, dan agar peneliti memiliki arahan yang fokus dalam menginterpretasikan hasil penelitian ke dalam skripsi, maka terlebih dahulu permasalahan yang ada harus diakumulasikan menjadi rumusan-rumusan.
Berdasarkan hal tersebut serta berpedoman pada perumusan latar belakang yang telah dikemukakan, maka peneliti mengemukakan beberapa rumusan masalah dalam penelitian sebagai berikut : 
1. Adakah pengaruh yang positif antara Kepemimpinan terhadap Disiplin Pegawai ?
2. Adakah pengaruh yang positif antara Motivasi Kerja terhadap Disiplin Pegawai ?
3. Adakah pengaruh yang positif antara Kepemimpinan dan Motivasi Kerja secara bersama-sama terhadap Disiplin Pegawai ?

C. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian tentunya harus diketahui secara jelas sebelumnya. Menurut Arikunto (1997 : 51), tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya sesuatu hal yang diperoleh setelah penelitian.
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : 
1. Untuk mengukur pengaruh kemampuan yang dimiliki seorang Pemimpin terhadap tingkat disiplin kerja karyawan Bank Muamalat.
2. Untuk mengukur pengaruh Motivasi Kerja terhadap Disiplin Kerja karyawan Bank Muamalat.
3. Untuk mengukur pengaruh kemampuan Pemimpin dan Motivasi Kerja terhadap Disiplin Kerja karyawan Bank Muamalat.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian yang dilaksanakan ini adalah : 
1. Bagi penulis penelitian ini merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan berfikir melalui penulisan karya ilmiah dan untuk menerapkan teori-teori yang telah diterima di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
2. Bagi Universitas, penelitian ini juga diharapkan dapat melengkapi ragam penelitian yang telah dibuat oleh insan akademis sebelumnya dan dapat menjadi bahan referensi bagi terciptanya suatu karya ilmiah.
3. Penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran dan bahan masukan kepada segenap unsur organisasi di Bank Muamalat akan pentingnya peran Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Pegawai terhadap peningkatan Disiplin Kerja karyawan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 23:00:00

PENGARUH SERVANT LEADERSHIP (KEPEMIMPINAN MELAYANI) TERHADAP MOTIVASI PELAYANAN DAN DAMPAKNYA PADA KOMITMEN PELAYANAN MAJELIS JEMAAT

TESIS PENGARUH SERVANT LEADERSHIP (KEPEMIMPINAN MELAYANI) TERHADAP MOTIVASI PELAYANAN DAN DAMPAKNYA PADA KOMITMEN PELAYANAN MAJELIS JEMAAT (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gereja Protestan Maluku secara institusi mengenal adanya jabatan organisasi dan jabatan pelayanan fungsional gereja. Jabatan secara organisasi gereja yaitu Ketua Majelis, Wakil, Sekretaris, Bendahara, dan Komisi Pelayanan, atau yang disebut juga Pimpinan Harian Majelis Jemaat (PHMJ). Jabatan pelayanan fungsional yaitu Pendeta, Diaken, Penatua, dan Pengajar. Jabatan organisasi gereja Pendeta sebagai Ketua Majelis jemaat sekaligus pemimpin bagi organisasi gereja. Jabatan pendeta tersebut memiliki peran, tugas dan tanggung jawab pendeta sebagai pelayaan umat dan pemimpin dalam jemaat GPM yang diatur dalam Tata Gereja GPM 1998 : Bab I dan Bab II, demikian : 
Memimpin serta bertanggungjawab atas ibadah, Pemberitaan Firman dan Pelayanan Sakramen. Melaksanakan pelayanan penggembalaan bagi semua pelayan dan anggota jemaat. Bersama Penatua dan Diaken bertanggungjawab atas penyelenggaraan katekisasi, pembinaan umat, pendidikan agama Kristen di sekolah. Bersama Penatua dan Diaken bertanggung jawab atas pelaksanaan Pekabaran Injil, Pelayanan Kasih dan Keadilan. Membina serta mendorong semua warga jemaat untuk menggunakan potensi dan karunia yang diberikan Tuhan secara bertanggung jawab. Melaksanakan fungsi organisasi dalam Gereja Protestan Maluku sesuai ketentuan Tata Gereja dan Peraturan-Peraturan Gereja yang berlaku. 
Proses pelaksanaan tugas dan tanggung jawab seorang pemimpin jemaat (pendeta) dibantu oleh penatua dan diaken. Dan proses koordinasi pelayanan tersebut dikenal dengan asas kolegial (Tata peraturan GPM) artinya, secara struktur memiliki kedudukan yang berbeda. Namun secara koordinasi pelaksanaan pelayanan antara pemimpin jemaat dan partner kerja (penatua dan diaken) memiliki fungsi kontrol yang sama yakni, secara bersama-sama mengkoordinasikan pelayanannya. Proses koordinasi pelayanan itu penting dilakukan secara efektif supaya, tujuan dan proses pelayanan dapat berjalan dengan baik. Terlebih penting pendeta selaku pemimpin mampu memiliki kemampuan manajerial mencakup; perencanaan, pengorganisasian, pengontrolan, dan evaluasi. Dengan demikian dalam proses kepemimpinannya (pendeta) dapat memberikan pengaruh positif bagi partner kerjanya namun juga bagi warga jemaat.
Pengaruh kepemimpinan pendeta terkadang memberikan cara pandang yang berbeda pada setiap anggota organisasi. Penelitian Latumahina (2011) membuktikan bahwa cara pandang anggota jemaat terhadap pemimpinnya dapat di lihat dari dua sisi yang berbeda yakni, dari sisi negatif dan positif. Pemahaman jemaat yang negatif disebabkan, proses manajemen pelayanan kepada anggota jemaat yang kurang baik, timbulnya rasa resah, kegelisahan, dan rasa tidak nyaman terhadap cara hidup pendeta dalam kegiatan formal gereja ataupun juga kehidupan kesehariannya. Sedangkan dari sisi positif pendeta dipandang sebagai hamba Tuhan yang melakukan pelayanan dengan baik dan menjadi teladan. Kerja keras pendeta dengan kesungguhan dan kegigihannya dalam melayani jemaat, serta spiritualitas pendeta telah melahirkan terciptanya rasa hormat jemaat, sehingga menunjukan cara pandang yang positif dari anggota jemaat.
Secara umum Maxwell (2012) mendefinisikan kepemimpinan sebagai cara pemimpin mempengaruhi orang lain. Dalam hal ini, mempengaruhi berarti membantu orang lain untuk dapat melakukan perubahan. Artinya kepemimpinan menjadi unsur kunci untuk melakukan pengelolaan suatu organisasi yang efektif. Semua bentuk kepemimpinan itu penting bagi semua organisasi, dan kepemimpinan yang efektif adalah penting (www.com/aboutdefinition-leadership-theories). Fungsi dari kepemimpinan yang efektif yaitu, dapat menggerakkan para anggota kelompoknya dalam mencapai tujuan yang ditetapkan oleh organisasi (Prodjowijono : 2008). Sejalan dengan itu, Stutzman dan Shenk (1988) sebagaimana dikutip dalam Bennis dan Nanus mengidentifikasikan pemimpin yang efektif adalah memberi diri untuk memimpin orang lain tetapi, harus menjadi pelayaan kepada komunitas orang yang dipimpinnya. Selain itu penelitian Zaluchu (2011) menunjukan fakta bahwa anggapan banyak orang tentang kepemimpinan yang lebih melekat kepada kekuasaan, posisi atau jabatan dibandingkan menjadi pelayan itu tidak benar. Lebih lanjut diungkapkan, kepemimpinan merupakan posisi atau jabatan tertentu dan kedudukan itu membuat orang menjadi takut dan segan. Kedudukan demikian tidak seharusnya membuat anggotanya menjadi takut dan segan namun, dibutuhkan pemimpin yang mampu memberikan pengaruh yang positif bagi anggotanya.
Pendeta sebagai pemimpin dalam organisasi gereja memiliki peran penting yang mampu menguatkan aspek pemberdayaan jemaat dan memanajemen proses pelayanan. Namun menurut Prodjowijono (2008) pendeta tidak hanya melihat aspek-aspek itu saja, tetapi pendeta dalam konteks organisasi gereja diharapkan juga menjadi manajer bagi anggota organisasi. Artinya bahwa, kehadiran atau kepemimpinannya menjadi perekat dan solusi atas masalah-masalah yang di hadapi jemaat. Sebagai pemimpin organisasi gereja dan pelayan perlu menunjukkan karakter kepada jemaat yang dapat memberikan teladan. Untuk itu kekuatan karakter pemimpin yang sesuai dengan lingkungan jemaat sangat diperlukan, yakni bertanggung jawab menjadi pemimpin yang tepat, dalam waktu yang tepat (Right Leader In The Right Time).
Kondisi ini memberi gambaran bahwa kepemimpinan dapat diwujudkan melalui suatu pendekatan kepemimpinan yang berbeda. Kepemimpinan yang mampu memberikan pelayanan dan dari pelayanannya dapat memberikan pengaruh kepada anggotanya. Oleh sebab itu dalam mewujudkan kondisi tersebut tentunya ada sebuah model kepemimpinan yang memberikan pembelajaran tentang kepemimpinan sejati yang dikenal dengan servant leadership (kepemimpinan melayani). Zaluchu (2011) berpendapat bahwa, kepemimpinan ini masih relevan sebagai sumber inspirasi bagi kepemimpinan Kristen dimanapun untuk dikembangkan dan dipraktekkan.
Menurut Senjaya (1997) mengutip pendapat yang dikemukakan oleh Covey bahwa, servant leadership (kepemimpinan melayani) semata-mata bukan hanya melayani untuk mendapat hasil, tetapi perilaku untuk melayani adalah hasilnya. Pendapat tersebut didukung oleh Blanchard dan Hodges (2006) mengungkapkan, bahwa bagi para pengikut Yesus, kepemimpinan sebagai tindakan pelayanan bukanlah pilihan, itu adalah mandat atau perintah. Dijelaskan servant leadership (kepemimpinan melayani) harus menjadi statemen hidup bila tinggal dalam Yesus, cara memperlakukan sesama memperlihatkan cara hidup Yesus. Cara hidup yang harus menjadi teladan bagi seorang pemimpin bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani. Pendapat tersebut didukung dengan pendapat (Neuschel : 2008) yang menyatakan bahwa, servant leadership (kepemimpinan melayani) sebagai seseorang yang memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, bukan nasib pemimpin untuk dilayani, tetapi adalah hak istimewanya untuk melayani.
Salah satu tugas seorang pemimpin meliputi memotivasi pengikutnya dan menciptakan kondisi yang menyenangkan dalam melaksanakan pekerjaan (Yulk : 2010). Bront Kark dan Dina Va Dijk (2007) serta Anderson et al., (2008) mengemukakan bahwa kepemimpinan mempunyai pengaruh dan memainkan peran penting terhadap motivasi diri dari pengikutnya. Begitupun dengan penelitian Smith, Monlango, Kuzmenko (2004) yang menunjukan bahwa, servant leadership (kepemimpinan melayani) diarahkan untuk memotivasi pertumbuhan pribadi pengikut atau anggotanya. Tulisan ini diperkuat oleh Patterson (2003) yang memperlihatkan bahwa dasar servant leadership (kepemimpinan melayani) adalah kasih atau cinta. Kasih atau cinta dapat memberikan motivasi yang kuat pada diri seseorang untuk berbuat sesuatu. Dapat disimpulkan kepemimpinan melayani juga dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap motivasi yang terbangun dalam diri individunya. Namun bila tidak bisa memotivasi bawahannya tidak mungkin pemimpin organisasi dapat sukses dalam mencapai tujuan dari organisasi.
Secara umum motivasi diartikan sebagai faktor yang timbul dari dalam diri seseorang, sehingga hal itu mendorong dan menggerakkan individu melakukan sesuatu perbuatan atau tindakan, untuk mencapai satu tujuan tertentu. Menurut Kini dan Hobson (2002), motivasi didefinisikan sebagai suatu kesatuan proses yang membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku ke arah pencapaian tujuan. Dengan motivasi yang tinggi akan menciptakan sebuah komitmen terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya dalam menyelesaikan setiap pekerjaan (McNeese-Smith et al : 1995). Pendapat ini didukung oleh penelitian Burton, J; Lee Thomas; Holtom, B (2002), yang menunjukan hasil bahwa motivasi anggota organisasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap komitmen organisasi. Selanjutnya penelitian KuVaas Bard (2006) mengutip pendapat yang dikemukakan oleh Furthermore, Ganesan dan Weitz, menemukan adanya pengaruh positif antara motivasi terhadap komitmen induvidu yang timbul dari dalam dirinya.
Penelitian diatas membuktikan motivasi kerja dalam konteks organisasi secara umum bisa memberikan pengaruh terhadap komitmen. Namun perlu dilihat dalam konteks gereja motivasi pelayanan lebih banyak muncul dari kesadaran induvidu secara internal. Motivasi pelayanan itu timbul dari ketulusan hati individu untuk melayani, melayani tanpa mengharapkan imbalan atau penghargaan. Karena motivasi pelayanan tidak bisa diukur dengan uang atau materi. Namun ada nilai yang terkandung dari proses pengabdian yakni kesadaran akan suatu panggilan pelayanan. Dengan demikian individu mampu akan mempunyai komitmen yang tinggi.
Motivasi pelayanan itu lebih penting, diperlukan dan harus timbul dari dalam diri individu. Motivasi pelayanan itu muncul lebih kuat dari dalam diri induvidu, sehingga mampu meningkatkan kehidupan rohani atau spiritual individu tersebut. Seorang pendeta yang memiliki servant leadership (kepemimpinan melayani) itu akan bisa meningkatkan motivasi pelayanan individu, dan memberikan tambahan dorongan untuk melakukannya walaupun sudah ada dari dalam diri. Dan servant leadership (kepemimpinan melayani) dari pendeta yang baik mampu menjadi teladan bagi induvidu tersebut. Akibatnya induvidu akan lebih berkomitmen tapi tidak secara langsung. Dimaksudkan tanpa induvidu itu mempunyai motivasi internal pelayanan. Untuk itu servant leadership (kepemimpinan melayani) tidak berpengaruh secara langsung terhadap komitmen namun ada kemungkinan melalui motivasi pelayanan. Dengan demikian motivasi pelayanan menjadi variabel mediasi antara servant leadership (kepemimpinan melayani) dan komitmen pelayanan.
Penelitian Cavin dan McCuddy (2009) melibatkan responden yang bekerja di gereja Lutheran. Penelitian ini memperlihatkan penerapan sepuluh karakteristik servant leadership dalam kerangka demografis (status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, gender, usia, dan tempat tinggal responden). Hasilnya menunjukkan bahwa perilaku servant leadership beragam berdasarkan empat karakteristik demografi (status social ekonomi, tingkat pendidikan, usia dan tempat tinggal responden). Cohen, Colwell, dan Reed (2011) melakukan penelitian yang menghasilkan sebuah pengukuran baru terhadap servant leadership para eksekutif dalam konteks kepemimpinan etis dan dampaknya terhadap anggota, organisasi dan masyarakat.
Melalui penjelasan di atas bahwa ada pertimbangan lain yang mendasari penelitian ini adalah masih minimnya penelitian yang berorientasi pada servant leadership pendeta, dalam kaitan dengan motivasi dan dampaknya pada komitmen pelayanan khususnya di gereja.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah : 
1. Apakah terdapat pengaruh Servant leadership terhadap motivasi pelayanan pada Majelis Jemaat ?
2. Apakah terdapat pengaruh motivasi pelayanan terhadap komitmen pelayanan pada Majelis Jemaat ?
3. Apakah motivasi pelayanan menjadi variabel pemediasi antara servant leadership (kepemimpinan melayani) dengan komitmen pelayanan.

C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : 
1. Untuk mengetahui dan menguji pengaruh Servant leadership terhadap motivasi pelayanan pada Majelis Jemaat.
2. Untuk mengetahui dan menguji pengaruh motivasi pelayanan terhadap komitmen pelayanan pada Majelis Jemaat.
3. Untuk mengetahui dan menguji motivasi pelayanan menjadi variabel pemediasi antara Servant leadership dengan komitmen pelayanan.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat, antara lain : 
1. Secara Teori, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu bukti empiris bahwa : teori-teori motivasi dan komitmen secara manajemen bisa diterapkan di dalam organisasi gereja. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai informasi, referensi dan pertimbangan bagi pihak yang akan melakukan penelitian selanjutnya.
2. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi mengenai pentingnya mengetahui dan memiliki servant leadership (kepemimpinan melayani) sebagai role model kepemimpinan seorang pendeta. Selanjutnya dapat memberikan pengaruh terhadap anggota jemaat (diaken dan penatua) dalam meningkatkan motivasi dan komitmen para (diaken dan penatua) dalam melaksanakan pelayanannya.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 08:49:00