Cari Kategori

Showing posts with label kualitas pembelajaran. Show all posts
Showing posts with label kualitas pembelajaran. Show all posts

PERANAN TEKNOLOGI INFORMASI SISTEM INFORMASI DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN

PERANAN TEKNOLOGI INFORMASI SISTEM INFORMASI DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN (PROGRAM STUDI : ILMU KOMPUTER)


BAB I 
PENDAHULUAN

Bab ini akan menjelaskan latar belakang permasalahan yang mendasari timbulnya inisiatif untuk membuat karya akhir peranan teknologi/sistem informasi dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di perguruan tinggi dengan studi kasus di Politeknik X. Selain itu juga akan dijelaskan mengenai permasalahan, batasan masalah, tujuan dan manfaat, dan sistematika penulisan karya akhir.

A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi informasi telah memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Lebih cepat, akurat dan nyaman adalah fungsi pelayanan, sebuah keunggulan bersaing melalui aplikasi Sistem dan Teknologi informasi (STI), sehingga para pengguna dapat mengakses informasi dari mana saja, kapan saja dengan bantuan media yang dari waktu ke waktu berkembang sedemikian cepatnya.
Situs topuniversities.com pada tanggal 9 November 2007 lalu mengumumkan top 500 universities rankings. Harvard, Oxford Cambridge dan MIT masih mendominasi 5 posisi teratas. Sementara Indonesia menempatkan 6 wakilnya di posisi 401-500 yaitu : UGM, ITB, Universitas Indonesia, Universitas Airlangga, IPB, dan Universitas Diponegoro. Agak mengecewakan memang jika dibandingkan dengan negara Asia-Pasific lainnya yang menempatkan Hongkong (University of Hongkong, posisi 18), Singapura (National University, 33), dan Malaysia (Universiti Sains Malaysia, 309). Tapi yang perlu digarisbawahi adalah kriteria utama penilaian survey ini adalah dalam 4 kategori utama yaitu : kualitas riset (reasearch quality), penerimaan dunia kerja (graduate employ ability), pandangan internasional (international outlook), dan kualitas pengajaran (teaching quality).
Ke-empat kategori utama itu sangat mendukung pada penciptaan acquire knowledge dan critical thinking. Acquire knowledge mengarahkan siswa mampu menguji hubungan logis dan melihat suatu fenomena dari berbagai macam data dan parameter. Kegiatan tersebut seluruhnya membutuhkan suatu critical thinking atau proses disiplin secara intelektual dari bagaimana kita melakukan suatu konsep, refleksi, analisis dan evaluasi informasi. (MacNight, Educause Quarterly, 2000).
Critical thinking sangat mempengaruhi proses belajar mengajar mulai dari komunikasi, interaksi, kreatifitas, dan pemecahan masalah. Salah satu tools untuk mendukung proses tersebut adalah dengan menerapkan suatu sistem informasi kampus/perguruan tinggi. Sistem informasi kampus ini harus mampu meng-capture semua kebutuhan sistem suatu perguruan tinggi, dari yang bersifat administratif (proses administrasi, registrasi, pembayaran, dll), yang bersifat primary (perkuliahan, penilaian, bimbingan), hingga yang bersifat masa depan (e-learning, e-education). Untuk merealisasikan sistem informasi kampus ini tentu saja membutuhkan formulasi yang tepat, dan sangat penting untuk melihatnya dari sisi faktor internal dan faktor eksternal (Khalil, 2000).
Pengaruh sistem dan teknologi informasi dalam lingkungan perguruan tinggi menjawab pengaruh sistem informasi perguruan tinggi terhadap penciptaan acquire knowledge dan peningkatan critical thinking tentu tidak menjadi mutlak sebagai penentu peningkatan kualitas dari suatu institusi akademik. Kualitas SDM, manajemen dan kepemimpinan yang tertata dengan baik, proses dan metode pembelajaran yang berbasis pada kompetensi, aware terhadap perkembangan teknologi, dan tentu saja mampu menggabungkan atau menjembatani antara strategi bisnis dalam dunia akademis dengan strategi teknologi tetap menjadi prioritas utama dalam peningkatan kualitas suatu institusi pendidikan.
Peningkatan kualitas dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan Teknologi Pendidikan, yaitu dengan cara mencari dan mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran kemudian dicarikan pemecahannya melalui aplikasi teknologi pendidikan. Upaya pemecahan permasalahan pendidikan terutama masalah kualitas pembelajaran, dapat ditempuh dengan cara penggunaan berbagai sumber belajar dan penggunaan media pembelajaran yang berfungsi sebagai alat bantu dan meningkatkan kadar hasil belajar mahasiswa.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu diteliti apakah implementasi teknologi dan sistem informasi dapat mempengaruhi kualitas pembelajaran di perguruan tinggi ?

B. Permasalahan
Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah : apakah implementasi teknologi dan sistem informasi dapat mempengaruhi kualitas pembelajaran di perguruan tinggi ?

C. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah : 
1. Penelitian ini dilakukan di Politeknik X khususnya Jurusan Teknik Elektro. 
2. Penelitian ini dibatasi pada SI/TI yang telah diimplementasikan untuk membantu proses akademik, tidak termasuk di dalamnya rencana implementasi SI/TI berikutnya.

D. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan
Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu mengkaji dan mengevaluasi apakah implementasi SI/TI dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di Politeknik X khususnya Jurusan Teknik Elektro.
2. Manfaat
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat tentang bagaimana mengoptimalkan implementasi SI/TI dalam peningkatan kualitas pembelajaran.

E. Sistematika Penulisan
Pembahasan pada karya akhir ini dibagi menjadi 6 (enam) bab, dengan tujuan untuk membentuk pembahasan yang sistematis. Penjelasan secara singkat mengenai pembahasan masing-masing bab sebagai berikut : 
1. Bab I Pendahuluan, yaitu berisi tentang latar belakang, permasalahan, batasan masalah, tujuan dan manfaat, dan sistematika penulisan dari penelitian yang digunakan pada karya akhir ini.
2. Bab U Landasan Teori, yaitu membahas tentang Teknologi Informasi, Sistem Informasi, Peranan Teknologi Informasi, Aplikasi Teknologi dalam Metodologi Pembelajaran, Empat Pilar Pendidikan Formal, Karakteristik Perguruan Tinggi, Paradigma Penerapan Teknologi Informasi, Peluang Pemanfaatan TI di Perguruan Tinggi, Kualitas Pendidikan, Teknik Pengumpulan Data, dan Statistik Deskriptif (Descriptive Statistic).
3. Bab Hi Metodologi Penelitian, yaitu membahas tentang Rancangan/Kerangka Pemikiran Penelitian, Variabel Penelitian, Populasi Sample, Metode Pengumpulan Data, Metode Pengambilan Sample, Pertanyaan Kuisioner, Uji Coba dan Evaluasi, Metode Analisis Data, Pengujian Sample, dan Tahapan Penelitian.
4. Bab IV Profil Perguruan Tinggi, yaitu membahas tentang Latar Belakang, Profil Umum, Visi, Misi, dan Tujuan, Profil Jurusan Teknik Elektro dan Program Studi, Sarana Penunjang Pendidikan, Struktur Organisasi, Proses Bisnis, dan Kondisi SI/TI Saat ini pada Politeknik X.
5. Bab V Analisis, yaitu membahas tentang Uji Coba, Perolehan Data, Validitas Data, dan Analisis Data.
6. Bab VI Kesimpulan dan Saran, yaitu menyimpulkan hasil penelitian yang telah dilakukan, serta saran bagi penelitian selanjutnya dan bagi institusi Politeknik X.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:57:00

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THE POWER OF TWO UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THE POWER OF TWO UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN (MATEMATIKA KELAS III)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 24 Tahun 2006 tentang pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah atau yang dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan langkah konkret dalam rangka mewujudkan pencapaian tujuan pendidikan nasional. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing -masing satuan pendidikan (Muslich, 2007 : 4)
Sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan, kurikulum merupakan acuan dalam menyelenggarakan pendidikan dan sebagai tolok ukur dalam pencapaian tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan tersebut meliputi tujuan pendidikan nasional yang sesuai dengan kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan siswa. Dengan demikian, diharapkan pendidikan yang diselenggarakan dapat disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik serta kondisi masing-masing daerah.
Matematika merupakan ilmu pasti yang semuanya berkaitan dengan penalaran. Matematika menjadi salah satu bidang studi yang mempunyai peranan penting dalam pendidikan. Tujuan mata pelajaran matematika adalah membantu peserta didik untuk membekali dan meningkatkan kemampuan berpikir logis, sistematis, analitis, dan kreatif serta kemampuan bekerja sama (Chamisijatin, 2008 : 6.18)
Adapun tujuan utama pembelajaran matematika adalah meningkatkan kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Ruang lingkup dalam pembelajaran matematika mencakup bilangan, geometri dan pengukuran, serta pengolahan data. Pengukuran adalah salah satu konsep matematika yang mempunyai peranan penting dan erat kaitannya dengan manusia dalam kehidupan sehari-hari untuk memecahkan dan menyelesaikan suatu masalah (Depdiknas, 2006).
Proses pembelajaran merupakan komponen pendidikan. Kegiatan tersebut melibatkan peserta didik dan guru. Pada proses pembelajaran terdapat interaksi antara guru dan siswa sebagai peserta didik. Guru mempunyai peran penting saat berlangsungnya pembelajaran. Tugas guru tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan, tidak menjadikan siswa sebagai objek pembelajaran melainkan sebagai subyek pembelajaran, sehingga siswa tidak pasif dan dapat mengembangkan pengetahuan sesuai dengan bidang studi yang dipelajari. Oleh karena itu, guru harus memahami materi yang akan disampaikan kepada siswa serta dapat memilih model pembelajaran yang tepat untuk menyampaikan suatu materi.
Pada dasarnya belajar matematika merupakan belajar konsep. Konsep-konsep pada matematika menjadi kesatuan yang bulat dan berkesinambungan, dari konsep sederhana menuju konsep yang lebih sukar, dari hal yang konkret menuju semi konkret kemudian ke semi abstrak dan berakhir pada abstrak. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran guru harus dapat menyampaikan konsep tersebut kepada siswa dan bagaimana siswa dapat memahaminya. Pengajaran pada matematika dilakukan dengan memperhatikan urutan konsep dimulai dari yang konkret ke abstrak.
Namun sampai saat ini di sekolah-sekolah dasar, matematika masih menjadi masalah bagi siswa dan menjadikan matematika sebagai mata pelajaran yang sulit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Abdul Hanif (2009) menunjukkan bahwa masih banyak permasalahan dalam proses pembelajaran. Siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran matematika, sehingga hasil belajar matematika siswa cenderung tidak maksimal.
Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan bahwa pelaksanaan pembelajaran matematika kelas III SDN X masih belum maksimal. Rendahnya hasil belajar matematika siswa disebabkan karena kurangnya pemahaman siswa terhadap pembelajaran matematika yang selama ini terlalu dipengaruhi pandangan bahwa matematika adalah alat yang siap pakai. Pada pembelajaran kelas III guru melakukan pembelajaran secara terpisah, belum menggunakan pembelajaran tematik yaitu mengaitkan mata pelajaran lain dengan menggabungkan pada suatu jaringan tema. Selanjutnya, guru cenderung mentransfer pengetahuan yang dimiliki ke pikiran anak dan anak menerimanya secara pasif dan tidak kritis. Siswa cenderung pasif dan kurang tertarik dalam proses pembelajaran matematika. Adakalanya siswa menjawab soal dengan benar namun mereka tidak dapat mengungkapkan alasan atas jawaban mereka. Siswa dapat menggunakan rumus tetapi tidak tahu dari mana asalnya rumus itu dan mengapa rumus itu digunakan. Keadaan demikian terjadi karena di dalam proses pembelajaran tersebut siswa kurang diberi kesempatan dalam mengungkapkan ide-ide dan alasan jawaban mereka sehingga kurang terbiasa untuk mengungkapkan ide-ide atau alasan dari jawabannya.
Selain itu penyebab lain rendahnya hasil belajar matematika siswa yaitu disebabkan karena selama ini guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional atau dapat dikatakan ketinggalan jaman jika diterapkan pada proses pembelajaran di sekolah saat ini. Guru menyampaikan pembelajaran dengan membacakan atau membawakan bahan yang disiapkan sedangkan siswa mendengarkan, mencatat dengan teliti dan mencoba menyelesaikan soal sesuai contoh dari guru. Dalam pembelajaran guru masih kurang dalam mengkondisikan kelas. Selain itu media yang digunakan guru kurang bervariasi sehingga proses pembelajaran kurang menarik perhatian siswa.
Hal itu didukung data dari hasil belajar matematika pada siswa kelas III SDN X. Pada pembelajaran matematika, hasil belajar siswa kelas III kurang maksimal atau masih dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 60, sehingga pembelajaran masih belum optimal. Hal itu didukung data hasil belajar yaitu, dari 38 sebanyak 25 siswa atau sebesar 65,78% tidak mencapai ketuntasan hasil belajar, sedangkan sebanyak 13 siswa atau sebesar 34,22% sudah mencapai ketuntasan hasil belajar. Data hasil belajar ditunjukkan dengan nilai terendah 10 dan nilai tertinggi 100 dengan rerata kelas 41,57. Dengan melihat hal tersebut, perlu sekali untuk meningkatkan proses pembelajaran agar siswa sekolah dasar tersebut mampu meningkatkan aktivitas dan hasil belajar serta guru dapat meningkatkan aktivitas dalam mengajar sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika, maka dilaksanakan perbaikan pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Di sisi lain kenyataan saat ini menunjukkan bahwa siswa mempunyai cara belajar yang variasi. Kebiasaan tersebut perlu diperhatikan oleh guru supaya dapat membantu siswa belajar maksimal. Berdasarkan diskusi peneliti dengan guru kelas III, untuk memecahkan masalah tersebut tim kolaborasi menetapkan alternatif tindakan yang diharapkan dapat meningkatkan aktivitas siswa dan aktivitas guru serta hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran. Maka peneliti menggunakan salah satu model pembelajaran kooperatif tipe the power of two, dimana dalam pembelajaran tersebut siswa dituntut untuk saling bekerja sama antar teman sehingga memudahkan pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan.
Model pembelajaran kooperatif tipe the power of two ini terdiri dari dua orang sehingga kerjasama dan komunikasi lebih terjalin dengan baik menurut Mafatih (dalam Ramadhan, 2009) menambahkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe The Power of Two termasuk bagian dari belajar kooperatif adalah belajar dalam kelompok kecil dengan menumbuhkan kerjasama secara maksimal melalui kegiatan pembelajaran teman sendiri dengan anggota dua orang di dalamnya untuk mencapai kompetensi dasar. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe The Power of Two ini antara lain siswa tidak terlalu bergantung kepada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan dan kemampuan berfikir siswa, meningkatkan partisipasi dan berkesempatan memberi kontribusi masing-masing anggota kelompok sehingga interaksi lebih mudah.
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika, dimana siswa lebih aktif, kreatif, dan termotivasi dalam proses pembelajaran. Selain itu bagi guru juga dapat meningkatkan aktivitasnya dalam proses pembelajaran dan cara mengajar lebih bervariasi lagi serta hasil belajar siswa dapat meningkat.
Dari ulasan latar belakang tersebut diatas maka peneliti akan mengkaji melalui penelitian tindakan kelas dengan judul “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THE POWER OF TWO UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA SISWA KELAS III SDN X”.

B. Perumusan Masalah dan Pemecahan Masalah
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimanakah cara meningkatkan kualitas pembelajaran matematika pada siswa kelas III SDN X ?
Adapun rumusan masalah tersebut dapat dirinci sebagai berikut : 
a. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe The Power of Two dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas III SDN X dalam pembelajaran matematika ?
b. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe The Power of Two dapat meningkatkan aktivitas guru dalam proses pembelajaran ?
c. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe The Power of Two dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas III SDN X dalam pembelajaran matematika ?
2. Pemecahan Masalah
Untuk memecahkan masalah di atas dapat diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe The Power of Two. Model pembelajaran kooperatif tipe The Power of Two adalah kegiatan dilakukan untuk meningkatkan belajar kolaboratif dan mendorong munculnya keuntungan yang dilakukan oleh dua orang.
Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe The Power Of Two sebagai berikut : 
a. Guru memberikan satu atau lebih pertanyaan kepada peserta didik yang membutuhkan renungan dalam menentukan jawaban.
b. Guru meminta siswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan secara individual.
c. Setelah semua siswa menjawab dengan lengkap semua pertanyaan, siswa diminta untuk berpasangan dan saling bertukar jawaban satu sama lain dan membahasnya. Pasangan kelompok ditentukan menurut daftar urutan absen atau bisa juga diacak
d. Guru meminta pasangan untuk berdiskusi membuat jawaban baru untuk setiap pertanyaan, sekaligus memperbaiki jawaban individual mereka.
e. Guru meminta siswa untuk mendiskusikan hasil diskusi atau jawaban baru. Dalam proses pembelajaran, siswa berdiskusi secara klasikal untuk membahas permasalahan yang belum jelas atau yang kurang dimengerti. Semua pasangan membandingkan jawaban dari masing-masing pasangan ke pasangan yang lain.
f. Guru bersama-sama dengan siswa menyimpulkan materi pembelajaran. 

C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah : 
- Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika pada siswa kelas III SDN X.
Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah : 
1. Meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe The Power of Two.
2. Meningkatkan aktivitas guru dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe The Power of Two.
3. Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe The Power of Two.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang dilaksanakan diharapkan dapat memberikan manfaat kepada banyak pihak. Adapun manfaat yang ingin dicapai yaitu : 
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan pembelajaran matematika supaya kualitas pembelajaran matematika dapat meningkat.
2. Manfaat praktis
a. Bagi siswa
Dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe The Power of Two siswa dapat menerima pengalaman belajar yang bervariasi sehingga dapat meningkatkan keaktifan dalam pembelajaran matematika, serta siswa lebih termotivasi dan berminat pada proses pembelajaran.
b. Bagi guru
Mengembangkan kreativitas dalam usaha pembenahan proses pembelajaran serta memberikan wawasan tentang model dan strategi pembelajaran sesuai materi yang diberikan sehingga guru dapat menciptakan suasana belajar yang bervariasi.
c. Bagi sekolah
Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe The Power of Two dapat meningkatkan mutu pendidikan suatu sekolah serta dapat menciptakan suasana belajar yang lebih menarik dan bervariasi.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:06:00

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) PADA SISWA

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) PADA SISWA (IPS KELAS III)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tingkat SD/MI dalam peraturan menteri pendidikan nasional nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah bahwa standar kompetensi ilmu pengetahuan sosial dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Hal ini dikarenakan di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat akibat kehidupan masyarakat global yang selalu mengalami perubahan setiap saat. Mata pelajaran IPS bertujuan untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan sosial dan juga berupaya membina dan mengembangkan peserta didik menjadi sumber daya manusia yang berketerampilan sosial dan intelektual sebagai warga masyarakat dan warga negara yang memiliki perhatian, kepedulian sosial yang bertanggung jawab.
Tujuan pembelajaran IPS menurut Nursid Sumaatmadja dalam Hidayati (2008 : 24) adalah untuk membina anak didik menjadi warga negara yang baik yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat. Dan Ruang lingkup mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial meliputi aspek-aspek di antaranya 1) Manusia, tempat, dan lingkungan. 2) Waktu, keberlanjutan, dan perubahan. 3) Sistem, sosial dan budaya. 4) Perilaku ekonomi dan kesejahteraan (Depdiknas, 2006 : 575).
Berdasarkan tujuan dari pendidikan IPS, dibutuhkan suatu pola pembelajaran yang mampu menjembatani tercapainya tujuan-tujuan tersebut. Menurut Azis Wahab (1986) dalam Trianto, kemampuan dan keterampilan guru dalam memilih dan menggunakan berbagai model, metode dan strategi pembelajaran senantiasa terus ditingkatkan agar pembelajaran IPS benar-benar mampu mengkondisikan upaya pembekalan kemampuan dan keterampilan dasar siswa untuk menjadi manusia dan warga negara yang baik. Hal ini dikarenakan pengkondisian iklim belajar merupakan aspek penting bagi tercapainya tujuan pendidikan (2010 : 174).
Dan hasil observasi yang dilakukan pada PPL 1 dan PPL 2 di SDN X pada bulan September dan Oktober menunjukkan bahwa pembelajaran IPS siswa kelas 3 SDN X masih kurang optimal. Hal ini disebabkan karena minimnya strategi yang dilakukan guru saat mengajar. Cara mengajar guru menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Sedangkan pada saat tanya jawab hanya siswa-siswa yang pandai saja yang mau menunjukkan jari untuk menjawab pertanyaan dari guru. Selain itu guru kurang memanfaatkan media, sehingga mengakibatkan minat belajar siswa rendah. Hal tersebut menyebabkan nilai hasil belajar siswa masih kurang. Hal ini ditunjukkan dengan 63,6% siswa atau 7 dari 11 siswa mengalami ketidaktuntasan belajar, sedangkan 36,4% atau 4 dari 11 siswa mengalami ketuntasan belajar. Nilai ketuntasan minimal mata pelajaran IPS di SDN X adalah 60. Dan rata-rata kelas sebesar 53,6 dengan nilai terendah adalah 15 dan tertinggi adalah 95.
Dengan melihat data hasil belajar dan pelaksanaan mata pelajaran IPS pada kelas tiga SDN X maka perlu sekali adanya peningkatan kualitas pembelajarannya, agar hasil belajar IPS pada kelas tiga dapat meningkat. Hal ini senada dengan pendapat Soewarsono yang menyebutkan bahwa perbaikan pengajaran sangat penting bagi guru untuk meningkatkan hasil belajar yang baik bagi siswa (Sugiarti, 2009 : 4). Dan setelah melihat permasalahan yang ada pada pembelajaran IPS di kelas tiga SDN X maka peneliti menetapkan alternatif pemecahan masalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yaitu dengan model cooperative learning (pembelajaran kooperatif) tipe Teams Games Tournament (TGT). Dan pelaksanaan pembelajaran IPS dalam kelas III tersebut dilakukan secara tematik bersama dengan mata pelajaran lain yang masih berkaitan. Hal ini sesuai dengan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 bahwa pembelajaran untuk kelas I, II dan III dilaksanakan dengan pendekatan tematik (Trianto, 2010 : 78).
Teams Games Tournament (TGT) merupakan salah satu model pembelajaran dalam pendekatan pembelajaran kooperatif (cooperative learning) yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku ras yang berbeda. TGT menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan si stem skor kemajuan individu, di mana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik mereka setara (Slavin, 2009 : 163-165).
Adapun manfaat dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan dan mengembangkan pembelajaran IPS agar lebih bermakna bagi siswa dalam pengalaman belajarnya. Selain itu guru juga dapat mengasah kreativitasnya untuk menemukan hal-hal yang baru sehingga anak tidak merasa bosan dalam belajar dengan pola pengajaran yang sama. Dari ulasan latar belakang tersebut, maka peneliti akan mengkaji dengan judul "PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) PADA SISWA KELAS III SDN X".

B. Perumusan Masalah dan Rencana Pemecahan Masalah
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana cara meningkatkan kualitas pembelajaran IPS pada siswa kelas 3 SDN X ?
Adapun rumusan masalah tersebut dapat diperinci sebagai berikut : 
a. Apakah melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran IPS dengan materi jual beli dan uang di kelas 3 SDN X ?
b. Apakah melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPS dengan materi jual beli dan uang di kelas 3 SDN X ?
c. Apakah melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran IPS dengan materi jual beli dan uang di kelas 3 SDN X ?
2. Pemecahan Masalah
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dengan beberapa tahap siklus, setiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah pembelajaran IPS dengan Pendekatan Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT). Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) meliputi : 
a. Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran.
b. Guru menyajikan informasi kepada siswa.
c. Guru membentuk kelompok belajar untuk mendiskusikan materi dan membantu setiap kelompok yang belum mampu menguasai materi.
d. Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan lembar kerja.
e. Guru menjelaskan peraturan turnamen dan mengatur penempatan meja untuk turnamen
f. Guru mengawasi jalannya turnamen
g. Penghitungan perolehan skor dari tiap siswa dan kelompok belajar
h. Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

C. Tujuan Penelitian
Bertolak dari rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai sehubungan dengan tindakan yang akan dilakukan adalah : 
1. Tujuan umum
Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPS pada siswa kelas 3 SDN X.
2. Tujuan khusus
a. Meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran IPS materi uang pada kelas 3 SDN X.
b. Meningkatkan aktivitas siswa dalam mata pelajaran IPS materi uang pada kelas 3 SDN X.
c. Meningkatkan hasil belajar IPS materi jual uang pada siswa kelas 3 SDN X.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dapat dikemukakan
sebagai berikut : 
1. Manfaat Praktis 
a. Siswa
Melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPS. Selanjutnya diharapkan hasil belajar akan meningkat.
b. Guru
Memberikan wawasan pengetahuan dan pengalaman tentang model pembelajaran yang inovatif sehingga guru dapat menciptakan suasana belajar yang bervariasi.
c. Sekolah
Dengan menerapkan Pendekatan Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT), kita dapat memberikan masukan bagi kepala sekolah dalam usaha perbaikan proses pembelajaran para guru. Selain itu dengan peningkatan hasil belajar siswa, sekolah dapat menaikkan KKM mata pelajaran IPS. 
2. Manfaat Teoritis 
a. Peneliti
Berguna untuk menambah wawasan tentang pembelajaran dengan Pendekatan Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) khususnya mata pelajaran IPS.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:03:00

MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN MATERI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN MELALUI STRATEGI TANDUR

MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN MATERI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN MELALUI STRATEGI TANDUR (BIOLOGI KELAS VIII)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses belajar mengajar merupakan rangkaian kegiatan komunikasi antara siswa yang belajar dengan guru yang mengajar. Keberhasilan komunikasi dua arah antara subyek tersebut, dipengaruhi oleh beberapa faktor utama, antara lain kondisi pengajaran, fasilitas, kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh guru, motivasi belajar siswa, dan lingkungan masyarakat di sekitar tempat belajar. Kegiatan pembelajaran diarahkan kepada kegiatan yang mendorong siswa untuk belajar secara aktif baik secara fisik, sosial maupun psikis untuk memahami konsep. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran Biologi hendaknya guru menggunakan suatu strategi pengajaran yang memberikan kesempatan siswa banyak beraktivitas.
Dari observasi awal yang dilakukan di SMPN X, melalui diskusi dengan guru mata pelajaran Biologi, didapatkan fakta bahwa pembelajaran Biologi pada materi pertumbuhan dan perkembangan di kelas VIII belum optimal, terutama di kelas VIII C. Proses pembelajaran masih terpusat pada guru karena guru masih menjadi sumber utama pembelajaran, partisipasi siswa masih perlu ditingkatkan karena semestinya siswa tidak hanya mencatat dan mendengarkan melainkan harus responsif dalam pembelajaran. Motivasi siswa juga masih perlu ditingkatkan karena perhatian siswa dalam pembelajaran masih kurang. Guru juga masih kesulitan menerapkan metode pembelajaran yang menarik, inovatif, dan lebih mengaktifkan siswa juga variasi metode, media, model pembelajaran yang kurang optimal dalam pelaksanaannya. Dari hal tersebut di atas, menyebabkan pemahaman siswa menjadi rendah sehingga berdampak pada hasil belajar siswa juga rendah. Hal ini bisa dilihat dari rata-rata hasil ulangan harian materi pertumbuhan dan perkembangan kelas VIII C yaitu 49,5. Juga dilihat dari nilai akhir mata pelajaran Biologi yang hanya 43,18% siswa kelas VIII C yang mencapai KKM yang telah ditetapkan yaitu 65.
Masalah-masalah pembelajaran tersebut, menjelaskan kualitas pembelajaran khususnya materi pertumbuhan dan perkembangan belum optimal sehingga diperlukan suatu upaya untuk dapat memecahkan masalah tersebut, antara lain dengan mengembangkan metode pembelajaran. Metode pembelajaran yang saat ini diperlukan adalah metode pembelajaran yang kreatif, inovatif dan menuntut keaktifan siswa. 
Salah satu metode pembelajaran yang dipilih yaitu menerapkan strategi TANDUR yang terdapat dalam pembelajaran quantum teaching. Quantum teaching adalah suatu metode pembelajaran yang menyenangkan, dengan interaksi antara siswa dan guru terjalin dengan baik. Metode quantum teaching membantu dalam menciptakan lingkungan belajar yang efektif dengan cara memanfaatkan unsur-unsur yang ada pada siswa misalnya rasa ingin tahu siswa dan lingkungan belajarnya melalui interaksi-interaksi yang terjadi di dalam kelas. 
Menurut Rudiono (2006) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa secara keseluruhan mutu proses belajar mengajar pada kajian sistem ekskresi pada manusia dengan penerapan strategi TANDUR adalah baik dengan nilai 78,9.
Strategi TANDUR (Tanamkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan) dirancang untuk meningkatkan aktivitas siswa dengan pemberian pengalaman belajar melalui pengamatan, penyelidikan, maupun diskusi atas permasalahan yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Pengalaman belajar tersebut dikemas dalam skenario pembelajaran yang menyenangkan.
Beberapa alasan mengapa penelitian ini menerapkan strategi TANDUR pada materi pertumbuhan dan perkembangan yaitu;
1. Sebagai variasi dalam belajar sehingga siswa tidak merasa jenuh dan termotivasi untuk belajar,
2. Metode pembelajaran yang menguraikan tentang cara-cara baru yang mempermudah proses pembelajaran dan menekankan pada terciptanya suasana pembelajaran yang menyenangkan sehingga siswa termotivasi untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran (De Porter, 2000). Berdasarkan uraian di atas akan dilakukan penelitian untuk meningkatkan kualitas pembelajaran siswa terhadap materi pertumbuhan dan perkembangan dengan menerapkan strategi TANDUR.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan tersebut, permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut : "Apakah dengan menerapkan strategi TANDUR dapat meningkatkan kualitas pembelajaran materi pertumbuhan dan perkembangan pada siswa kelas VIII SMPN X?"

C. Penegasan Istilah
Berikut ini dijelaskan beberapa istilah yang berkaitan dengan judul penelitian ini. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi salah pengertian. Istilah yang perlu dijelaskan adalah sebagai berikut.
1. Kualitas pembelajaran
Pembelajaran merupakan salah satu upaya untuk mengubah tingkah laku siswa ke arah yang lebih baik. Pembelajaran dikatakan berkualitas apabila siswa berpartisipasi aktif dalam proses belajar mengajar serta menguasai kompetensi yang akan dijadikan sebagai standar penilaian hasil belajar (Mulyasa 2002). Partisipasi aktif siswa dalam penelitian ini yaitu, aktif mendiskusikan LDS, mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, dan mengemukakan pendapat.
2. Strategi TANDUR
TANDUR adalah kependekan dari Tumbuhkan, Alami, Namai, Ulangi, Demonstrasikan, dan Rayakan. Strategi TANDUR yang diterapkan dalam penelitian ini merupakan rencana dan cara-cara membawakan pengajaran yang tersusun dalam suatu rangkaian dengan tahapan sebagai berikut.
a. Tumbuhkan, yaitu penumbuhan motivasi dengan menghadirkan permasalahan atau fakta dalam kehidupan sehari-hari siswa yang terkait dengan materi pertumbuhan dan perkembangan,
b. Alami, yaitu pemberian pengalaman belajar dengan eksperimen, penyelidikan maupun kajian pustaka,
c. Namai, yaitu penamaan konsep atas permasalahan atau fakta yang dialami oleh siswa dengan bimbingan guru,
d. Demonstrasikan, yaitu pengetahuan yang telah dikuasai siswa dengan mempresentasikan hasil kegiatan yang telah dilakukan di depan kelas,
e. Ulangi, yaitu tahap pelurusan dan penegasan konsep yang telah diperoleh siswa olah guru,
f. Rayakan, yaitu perayaan atau penghargaan atas pengetahuan yang telah diperoleh,
3. Materi pertumbuhan dan perkembangan
Materi pertumbuhan dan perkembangan dalam KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) termasuk dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam kelas VIII semester gasal. Standar kompetensinya adalah memahami berbagai sistem dalam kehidupan. Sedangkan kompetensi dasarnya adalah menganalisis pentingnya pertumbuhan dan perkembangan pada makhluk hidup.
Materi pertumbuhan dan perkembangan terdiri dari beberapa pokok bahasan yaitu
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
b. Pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan berbunga
c. Pertumbuhan dan perkembangan pada hewan
d. Metamorfosis dan metagenesis

D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kualitas pembelajaran pada materi pertumbuhan dan perkembangan pada siswa kelas VIII SMPN X melalui strategi TANDUR.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berarti bagi siswa, guru, dan sekolah sebagai suatu sistem pendidikan yang mendukung peningkatan kualitas pembelajaran siswa.
1. Manfaat bagi siswa
a. Mendorong siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran
b. Mendorong minat siswa untuk belajar Biologi
c. Membantu meningkatkan hasil belajar siswa
2. Manfaat bagi guru
a. Mendapatkan alternatif model pembelajaran Biologi yang menarik dalam upaya meningkatkan proses belajar dan mengaktifkan siswa dalam belajar
b. Guru memiliki pengalaman untuk lebih meningkatkan kinerja dalam menjalankan tugasnya
3. Manfaat bagi sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan akan memperbaiki, meningkatkan, dan memberi masukan sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan proses belajar mata pelajaran Biologi.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 14:12:00

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL KOMPETISI AKTIF MENYENANGKAN

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL KOMPETISI AKTIF MENYENANGKAN (KAM) (MATEMATIKA KELAS II)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Permendiknas RI nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah bahwa dalam setiap kesempatan pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contexstual problem). Dengan membahas masalah sesuai dengan konteks kehidupan dan situasi di sekitar siswa maka secara bertahap siswa dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Pembelajaran matematika akan lebih menarik jika dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi mengajar dan sekaligus melibatkan peran aktif siswa dalam proses pembelajaran.
Permendiknas RI nomor 41 Tahun 2007 menyebutkan bahwa proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan minat, bakat, dan perkembangan fisik serta psikologi siswa. Seiring dengan tujuan tersebut maka harus ada kesiapan dari seorang guru dalam mendesain pembelajaran yang inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi siswa untuk berperan aktif di dalam pembelajaran.
Berdasarkan UU nomor 23 Th 2002 tentang perlindungan anak menyatakan bahwa anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasan sesuai dengan minat dan bakatnya. Maka melalui Permendiknas RI nomor 22 tahun 2006 menetapkan bahwa pendekatan tematik sebagai pendekatan pembelajaran yang harus dilakukan pada siswa Sekolah Dasar terutama pada siswa kelas rendah (kelas I s.d III). Menurut BSNP (2006 : 35) penetapan pendekatan tematik dalam pembelajaran di SD dikarenakan perkembangan peserta didik pada kelas rendah Sekolah Dasar, pada umumnya berada pada tingkat perkembangan yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik) serta baru mampu memahami hubungan antara konsep secara sederhana. Di dalam pembelajaran antara pelajaran satu dengan yang lainnya selalu dikaitkan menjadi satu dan sebisa mungkin tidak nampak antar mata pelajarannya. Berdasarkan hal ini di dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas II harus menggunakan pendekatan tematik.
Menurut Slavin (1994) disebutkan siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasi informasi komplek, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama itu sudah tidak sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha susah payah dengan ide-ide. Satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa namun siswa harus membangun sendiri pengetahuan yang ada dibenaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan siswa kesempatan untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan membelajarkan siswa dengan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan sendiri yang harus memanjatnya.
Ruang lingkup mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut (1) bilangan, (2) geometri dan pengukuran, serta (3) pengolahan data. Oleh karena itu matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan-kemampuan tersebut. Menurut Fathani (2009 : 75) matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari dan harus dikuasai oleh setiap manusia terutama oleh siswa sekolah. Akan tetapi dalam perkembangannya matematika dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan kurang disukai oleh sebagian orang. Menurut Susilo dalam Fathani (2009 : 77) ada beberapa mitos negatif yang berkembang dalam masyarakat mengenai matematika salah satu diantaranya adalah anggapan bahwa untuk mempelajari matematika diperlukan bakat istimewa yang tidak dimiliki setiap orang. Kebanyakan orang berpandangan bahwa untuk mempelajari matematika diperlukan kecerdasan yang tinggi, akibatnya bagi mereka yang merasa kecerdasannya rendah tidak termotivasi untuk belajar matematika.
Berdasarkan temuan dari Depdiknas (2002) dalam Trianto (2007), dalam proses pembelajaran selama ini siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Lebih jauh lagi bahkan siswa kurang mampu menentukan masalah dan merumuskannya. Hal ini bertolak belakang dengan teori konstruktivisme yang menyatakan bahwa siswa harus membangun konsep sendiri dan bukan sekedar menghafalkan.
Keadaan yang terjadi di kelas II SDN X, berdasarkan observasi yang dilakukan oleh penulis di SDN X serta hasil wawancara, catatan dan hasil belajar sebelumnya yang diperoleh dari guru kelas keadaan yang terjadi adalah sebagai berikut : Ketika guru mengajukan pertanyaan maka tidak ada yang menjawab pertanyaan guru jika tidak ditunjuk oleh guru secara langsung. Siswa mau maju ke depan kelas diiming-imingi akan diberikan penghargaan. Jumlah penghargaan terbatas sehingga jika penghargaan sudah habis siswa harus ditunjuk oleh guru baru mau menjawab pertanyaan guru. Guru hanya memberikan evaluasi dan hasilnya hanya dibagikan begitu saja kepada murid tanpa ada penghargaan bagi siswa yang mendapatkan nilai terbaik sehingga siswa merasa biasa saja dengan nilai yang diperolehnya dan tidak berkeinginan mendapat nilai lebih tingi dibandingkan teman lainnya. Ketika menjawab soal yang diberikan guru siswa asal mengerjakan saja yang penting semua soal sudah dikerjakan.
Dalam pembelajaran sudah menggunakan media tetapi jumlahnya hanya ada 1 yaitu media yang dipajang di depan kelas saja dan tidak semua anak disediakan media sendiri-sendiri sehingga siswa hanya bisa menggunakannya secara bergantian. Media juga cenderung lebih banyak digunakan guru daripada siswa. Dalam pembelajaran guru lebih banyak berceramah sedangkan siswa hanya mendengarkan dan hanya duduk di bangkunya masing-masing tanpa melakukan aktivitas. Padahal siswa karakteristik anak SD adalah senang beraktivitas. Hal ini cenderung membuat siswa merasa tidak senang. Siswa yang tidak mendapat giliran menggunakan media cenderung merasa bosan dan siswa lebih asyik bermain sendiri. Siswa bisa mengerjakan soal yang diberikan jika dibimbing oleh guru tetapi ketika diberikan soal evaluasi dan mengerjakan sendiri siswa merasa kesulitan. Hal ini antara lain dikarenakan anak belajar dengan sistem menghafal.
Sesuai dengan hasil catatan pengamatan, di lapangan terjadi pembelajaran yang kurang menyenangkan, guru kurang terampil dalam menggunakan model dan media pembelajaran, dan siswa yang kurang aktif mengikuti kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang seperti ini mengakibatkan kurang berhasilnya proses pembelajaran dengan ditunjukKan 65% siswa yaitu 27 dari 42 siswa kelas II siswa mendapat nilai dibawah KKM pada pelajaran Matematika. Dengan nilai terendah 7 dan nilai tertinggi 100. Serta rata-rata kelas yang diperoleh adalah 50, 62. Padahal batas nilai ketuntasan di SDN X untuk mata pelajaran matematika adalah > 65.
Berdasarkan hal ini maka penulis memiliki dorongan dan ketertarikan mengadakan PTK dengan menggunakan model KAM dikarenakan model KAM memiliki beberapa keunggulan seperti menimbulkan rasa persaingan yang sehat antar siswa, siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran dan senang mengikuti pembelajaran, menimbulkan rasa kerja sama dan kompetisi yang tinggi antara siswa satu dengan yang lain, dan meningkatkan keterampilan guru dalam menggunakan model pembelajaran dan media pembelajaran yang dapat menarik minat siswa dalam mengikuti pelajaran. Berdasarkan diskusi peneliti bersama kolaborator memilih menggunakan model KAM di dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dan model KAM diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi tersebut sehingga kualitas pembelajaran matematika dapat meningkat.
Pembelajaran KAM merupakan modifikasi dari model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) dan Pembelajaran Aktif Kreatif Efisien dan Menyenangkan (PAKEM). Tetapi karena kelas II termasuk kelas rendah maka dalam pelaksanaannya tetap dipadukan dengan pendekatan tematik. Model TGT merupakan salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement, Sedang PAKEM merupakan pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual yang menempatkan siswa sebagai subjek yang aktif mengkonstruksi pengetahuannya dengan menggunakan informasi yang diperoleh dari situasi nyata atau yang dapat dibayangkan (Depdiknas, 2007). Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran terpadu melalui tema sebagai pemersatu dengan memadukan beberapa model sekaligus yang bisa dikaitkan satu sama lain.
Dari ulasan latar belakang tersebut diatas maka peneliti akan mengkaji melalui penelitian tindakan kelas dengan judul "PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL KOMPETISI AKTIF MENYENANGKAN (KAM) PADA SISWA KELAS II SDN X".

B. Rumusan masalah dan Pemecahan masalah 
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan permasalahan masalah sebagai berikut : "Bagaimana deskripsi model KAM yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika siswa kelas II SDN X ?"
Adapun dari rumusan masalah tersebut dapat dirinci menjadi : 
a. Apakah model KAM dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas II SDN X dalam pembelajaran matematika ?
b. Apakah model KAM dapat meningkatkan keterampilan guru SDN X dalam pembelajaran matematika ?
c. Apakah model KAM dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas II SDN X dalam pembelajaran matematika.

2. Pemecahan masalah
Melihat masalah yang sudah dipaparkan maka guru harus melakukan pemecahan masalah dengan melakukan PTK. Setelah mengadakan perundingan dengan kolaborator, peneliti memilih model KAM dengan pendekatan tematik dalam penyelesaian masalahnya. model KAM (Kompetisi Aktif Menyenangkan) merupakan modifikasi antara model TGT (Team Games Tournament) dan model PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan). Adapun tahapan dari model KAM adalah sebagai berikut : 1) pembentukan kelompok, 2) membangun konsep, 3) kompetisi antar kelompok, 4) kompetisi antar siswa, 5) pemberian penghargaan.

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah : "meningkatkan kualitas pembelajaran matematika pada siswa kelas II SDN X".
Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah : 
1. Mendeskripsikan peningkatan aktivitas siswa kelas II SDN X dalam pembelajaran matematika menggunakan model KAM.
2. Mendeskripsikan peningkatan keterampilan guru SDN X dalam pembelajaran matematika menggunakan model KAM.
3. Meningkatkan hasil belajar siswa kelas II SDN X dalam pembelajaran matematika menggunakan model KAM.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada umumnya dan meningkatkan kualitas pembelajaran matematika pada khususnya. Secara rinci diharapkan penelitian ini memberi kontribusi sebagai berikut : 
a. Kontribusi bagi guru
1. Meningkatkan kompetensi guru dalam pengembangan pembelajaran matematika di SD.
2. Meningkatkan keterampilan guru untuk menyelenggarakan sistem pembelajaran yang menarik, bervariasi dan kontekstual.
3. Mengubah paradigma pembelajaran matematika dari teacher centered (berpusat pada guru) menjadi student centered (berpusat pada siswa).
b. Kontribusi bagi siswa
1. Meningkatkan motivasi belajar dan kompetisi siswa dalam pembelajaran matematika
2. Meningkatkan peran aktif siswa dalam kegiatan pembelajaran serta mempererat hubungan antara murid yang satu dengan yang lainnya
c. Kontribusi bagi sekolah
1. Tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sekolah baik secara kualitasnya (keterampilan guru dan aktivitas siswanya) maupun kuantitasnya (hasil belajar siswa).

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:21:00