Cari Kategori

Showing posts with label tesis manajemen pendidikan. Show all posts
Showing posts with label tesis manajemen pendidikan. Show all posts

PENGARUH MANAJEMEN KELAS DAN ETOS KERJA TERHADAP EFEKTIVITAS PROSES BELAJAR MENGAJAR GURU SD

PENGARUH MANAJEMEN KELAS DAN ETOS KERJA TERHADAP EFEKTIVITAS PROSES BELAJAR MENGAJAR GURU SD (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan hal yang penting bagi suatu negara untuk menjadi negara maju, kuat, makmur dan sejahtera. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia tidak bisa terpisah dengan masalah pendidikan bangsa.
Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, bahwa Pengertian Pendidikan adalah : (dalam Pasal-1, ayat (1)), "usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara".
Untuk mewujudkan hal tersebut diatas sekolah harus dibangun sedemikian rupa sehingga guru tidak hanya mentransfer isi kurikulum, tetapi lebih dari itu, menciptakan bagaimana proses pembelajaran dapat memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan para siswa. Dengan demikian hal tersebut dapat menopang bagi kehidupan mereka di tengah-tengah masyarakat dan dunia kerja.
Guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Di dalam kelas guru melaksanakan dua kegiatan pokok yaitu kegiatan mengajar dan kegiatan mengelola kelas. Kegiatan mengajar pada hakikatnya adalah proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa. Semua komponen pengajaran yang meliputi tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, metode, alat dan sumber, serta evaluasi diperankan secara optimal guna mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sebelum pengajaran dilaksanakan.
Pengelolaan (manajemen) kelas tidak hanya berupa pengaturan kelas, fasilitas fisik dan rutinitas. Kegiatan pengelolaan kelas dimaksudkan untuk menciptakan dan mempertahankan suasana dan kondisi kelas. Sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Misalnya memberi penguatan, mengembangkan hubungan guru dengan siswa dan membuat aturan kelompok yang produktif.
Di kelaslah segala aspek pendidikan pengajaran bertemu dan berproses. Guru dengan segala kemampuannya, siswa dengan segala latar belakang dan sifat-sifat individualnya. Kurikulum dengan segala komponennya, dan materi serta sumber pelajaran dengan segala pokok bahasanya bertemu dan berpadu dan berinteraksi di kelas. Bahkan hasil dari pendidikan dan pengajaran sangat ditentukan oleh apa yang terjadi di kelas. Oleh sebab itu sudah selayaknyalah kelas dikelola dengan baik, professional, dan harus terus-menerus. Djamarah (2006 : 173) menyebutkan " Masalah yang dihadapi guru, baik pemula maupun yang sudah berpengalaman adalah pengelolaan kelas. Aspek yang sering didiskusikan oleh penulis professional dan pengajar adalah juga pengelolaan kelas". Mengingat tugas utama dan paling sulit bagi pengajar adalah pengelolaan kelas, sedangkan tidak ada satu pendekatan yang dikatakan paling baik. Sebagian besar guru kurang mampu membedakan masalah pengajaran dan masalah pengelolaan. Masalah pengajaran harus diatasi dengan cara pengajaran dan masalah pengelolaan harus diatasi dengan cara pengelolaan.
Manajemen kelas diperlukan karena dari hari ke hari bahkan dari waktu ke waktu tingkah laku dan perbuatan siswa selalu berubah. Hari ini siswa dapat belajar dengan baik dan tenang, tetapi besok belum tentu. Kemarin terjadi persaingan yang sehat dalam kelompok, sebaliknya di masa mendatang boleh jadi persaingan itu kurang sehat. Kelas selalu dinamis dalam bentuk perilaku, perbuatan, sikap, mental, dan emosional siswa.
Karena guru sebagai ujung tombak pelaku pendidikan mempunyai posisi strategis, mempunyai pengaruh langsung terhadap proses pembelajaran. Kualitas proses dan hasil belajar pada akhirnya ditentukan oleh mutu pertemuan antara guru dan siswa. Ilmu guru baik empirik maupun rasional serta berbagai keterampilan yang dimilikinya akan diteruskan dan jadi alat pengembangan sikap keilmuan siswanya (Uwes, 1999 : 11).
Oleh karena itu untuk menjadi seorang guru tidak mudah, untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik maka guru harus memiliki berbagai kompetensi. Kompetensi profesional, sosial-personal dan manajemen kelas.
Berangkat dari pemikiran dan hasil observasi di UPTD Pembinaan TK/SD dan PLS Kec. X sebagaimana kajian diatas, maka penelitian ini terfokus pada manajemen kelas dan etos kerja guru dengan judul : "Pengaruh Manajemen Kelas dan Etos Kerja Guru terhadap Efektivitas Proses Belajar Mengajar Guru Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X".

B. Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang masalah, maka disimpulkan rumusan masalahnya adalah sebagai berikut : 
1. Bagaimana manajemen kelas guru Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X ?
2. Bagaimana etos kerja guru Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X ?
3. Bagaimana efektivitas proses belajar mengajar di Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X ?.
4. Seberapa besar pengaruh manajemen kelas terhadap efektivitas proses belajar mengajar guru Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X ?.
5. Seberapa besar pengaruh etos kerja guru terhadap efektivitas proses belajar mengajar guru Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X ?.
6. Seberapa besar pengaruh manajemen kelas dan etos kerja guru terhadap efektivitas proses belajar mengajar guru Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X ?.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan secara umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui pengaruh Manajemen Kelas dan Etos Kerja guru terhadap efektivitas proses belajar mengajar guru di Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X.
Tujuan khusus yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang : 
1. Manajemen kelas guru Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X.
2. Etos kerja guru Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X.
3. Efektivitas proses belajar mengajar guru Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X.
4. Pengaruh manajemen kelas terhadap efektivitas proses belajar mengajar guru Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X.
5. Pengaruh etos kerja guru terhadap efektivitas proses belajar mengajar di Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X.
6. Pengaruh manajemen kelas dan etos kerja guru terhadap efektivitas proses belajar mengajar guru Sekolah Dasar di Kecamatan X Kabupaten X.

D. Kegunaan Penelitian
Melalui hasil penelitian dapat diperoleh informasi baru dan beberapa informasi penting tentang : 
1. Kerangka/model dalam upaya efektivitas proses belajar mengajar di Sekolah Dasar
2. Hasil pengaruh manajemen kelas terhadap efektivitas proses belajar mengajar di Sekolah sehingga dapat memberikan kontribusi bagi guru dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
3. Pengayaan wawasan keilmuan dan pengetahuan tentang efektivitas proses belajar mengajar melalui intervensi faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas proses pembelajaran.
4. Orang tua dan masyarakat sebagai salah satu tanggung jawab bersama atas penyelenggaraan pendidikan agar terus membantu meningkatkan mutu sekolah melalui pengawasan baik langsung maupun tidak langsung terhadap efektivitas proses pembelajaran.
5. Pemerintah dalam hal ini Dinas pendidikan, pengawas, kepala sekolah dan pihak-pihak yang terkait serta yang berkepentingan terhadap pendidikan agar mempertimbangkan faktor-faktor sarana dan prasarana, faktor pentingnya kontribusi manajemen kelas dan kontribusi etos kerja guru dalam upaya efektivitas proses belajar mengajar yang intinya bermuara pada peningkatan mutu pendidikan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:05:00

PERANAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA GURU SD

PERANAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA GURU SD (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu faktor strategis dalam menciptakan kemajuan bangsa. Pendidikan merupakan ujung tombak dari kemajuan suatu bangsa, karena pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan sumber daya manusia yang juga berkualitas dan produktif. Sumber daya manusia yang handal akan mendorong suatu negara menjadi maju dan pesat dalam persaingan global. Hanya negara-negara dengan sumber daya manusia yang unggul yang akan mampu bersaing dan menjadi pelaku utama dalam era kemajuan ilmu dan teknologi dewasa ini.
Peranan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dalam mengelola pendidikan merupakan faktor yang sangat penting untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri. Peranan guru sangat menentukan keberhasilan anak didiknya, sebab gurulah yang sehari-hari secara langsung berinteraksi dengan siswanya sehingga dialah yang paling mengetahui perkembangan anak didiknya yang pada gilirannya dia pula yang akan menentukan langkah-langkah apa yang terbaik yang mesti dilakukan untuk membenahi kesenjangan yang ada.
Mutu pendidikan dipengaruhi oleh mutu guru yang menangani langsung pendidikan di sekolah. Guru sebagai ujung tombak dalam melaksanakan pembelajaran di kelas semestinya memiliki kompetensi mengajar yang mampu mengelola pembelajaran secara baik, sehingga siswa mendapat pengalaman belajar dari gurunya.
Hasil studi Heyneman dan Loxly menurut Supriadi (1999 : 178) dalam Riduwan (2010 : 304) pada 29 negara menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga masukan yang menentukan pendidikan (prestasi siswa) ditentukan oleh guru. Berdasarkan hasil studi tersebut, nampak bahwa salah satu upaya yang perlu mendapat perhatian yang utama dalam meningkatkan kualitas pendidikan adalah peningkatan kualitas guru atau dengan kata lain bahwa sejalan dengan usaha yang telah dilakukan pemerintah sebagai penyedia pendidikan dalam usaha peningkatan mutu pendidikan, peningkatan profesionalisme atau mutu tenaga pendidik merupakan hal mutlak yang mesti diperhatikan. Tanpa peningkatan profesionalisme guru, maka usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan tidak akan berdampak nyata, khususnya dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.
Pemerintah semestinya selalu berusaha meningkatkan kompetensi guru secara bertahap, baik melalui penataran-penataran, melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, maupun dengan menggalakkan berbagai workshop dan seminar yang diadakan baik di tingkat pusat, maupun di daerah masing-masing. Kegiatan pembinaan guru merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam setiap usaha peningkatan mutu pembelajaran.
Tantangan yang dihadapi dalam dunia pendidikan semakin kompleks, maka konsekuensinya guru sebagai pelaku utama dituntut untuk meningkatkan peranan dan kemampuannya untuk menghadapi tantangan tersebut. Berkaitan dengan jabatan dan profesi sebagai seorang guru, fenomena sekarang terlihat di beberapa tempat bahwa masih terdapat guru yang belum memiliki keahlian yang diperolehnya melalui pendidikan dan ditunjukkan dengan sertifikat atau ijazah dan akta yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkannya.
Peran guru yang profesional dapat menumbuhkan kualitas pendidikan Indonesia, maka kebutuhan utama yang harus diperhatikan tentulah bagaimana agar guru-guru memiliki kompetensi-kompetensi yang memadai, yaitu guru-guru yang memiliki kompetensi-kompetensi sebagaimana yang dicantumkan dalam UU Guru dan Dosen No 14 Tahun 2005 yang meliputi; kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi profesional. Hal ini juga menjadi sangat berpengaruh terhadap kinerja dan hasil yang diharapkan pada anak didik. Oleh sebab itu dalam rangka menjadikan guru sebagai tenaga profesional maka perlu diadakan pembinaan secara terus menerus dan berkesinambungan, dan menjadikan guru sebagai tenaga kerja profesional perlu diperhatikan, dihargai dan diakui keprofesionalannya. Sehingga seiring dengan waktu dan tantangan yang dihadapi, kemampuan guru juga semestinya semakin meningkat dalam membekali anak didiknya dengan ilmu yang berguna untuk selalu dapat menghadapi tantangan jaman, atau dengan kata lain pendidikan yang diberikan oleh guru sesuai dengan amanat pendidikan nasional kita.
Guru merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan untuk terselenggaranya proses pendidikan. Keberadaan guru merupakan pelaku utama sebagai fasilitator penyelenggaraan proses belajar siswa. Oleh karena itu kehadiran dan profesionalismenya sangat berpengaruh dalam mewujudkan program pendidikan nasional. Guru harus memiliki kualitas yang memadai, karena guru merupakan salah satu komponen mikro system pendidikan yang sangat strategis dan banyak mengambil peran dalam proses pendidikan persekolahan (Suyanto dan Hisyam, 2000 : 27). Menurut UU RI. No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB XI Pasal 39. Dinyatakan bahwa ;
(1). Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelola, pengembang, pengawas dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
(2). Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik di perguruan tinggi.
Guru memiliki peran yang penting, posisi yang strategis, dan bertanggungjawab dalam pendidikan nasional. Guru memiliki tugas sebagai pendidik, pengajar dan pelatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Guru yang profesional akan tercermin dalam tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode yang digunakannya dalam berinteraksi dengan anak didiknya.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak guru yang belum memiliki kompetensi yang memadai dalam mengelola pembelajaran. Data dari Evaluasi Diri Sekolah online memperlihatkan bahwa dari 8 Standar Nasional Pendidikan (isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, pengelolaan, sarana dan prasarana, penilaian dan pembiayaan) yang dievaluasi, maka komponen Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang masih banyak belum memenuhi standar nasional pendidikan.
Kendala lain yang ditemukan adalah sulitnya mewujudkan peningkatan kinerja guru, khususnya melalui pendidikan dan pelatihan. Kontinyuitas peningkatan kemampuan guru serta kesempatan yang sama untuk meningkatkan kemampuan dalam profesi guru merupakan kebutuhan yang mendesak seiring dengan perubahan tantangan yang dihadapi.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Peranan Pendidikan dan Pelatihan bagi Peningkatan Kompetensi Pedagogik dan Dampaknya pada Kinerja Guru SD

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, terlihat bahwa dalam kenyataannya masih banyak guru-guru yang masih belum memenuhi standar kompetensi yang disyaratkan sebagai seorang pendidik. Standar kompetensi guru dapat dijadikan acuan dalam pengukuran kinerja guru untuk mendapatkan jaminan peningkatan kualitas pembelajaran. Salah satu kompetensi yang sangat penting dimiliki oleh seorang guru adalah kompetensi pedagogik atau kompetensi dalam mengelola pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran yang efektif dan efisien yang didukung dengan guru yang memiliki kompetensi yang memadai pada gilirannya akan menghasilkan kualitas belajar peserta didik yang memuaskan.
Di lapangan banyak ditemukan guru hanya sekedar mengisi jam yang belajar yang dibebankan kepadanya, yang berarti bahwa aspek-aspek pembelajaran yang baik belum menjadi fokus mereka. Hal ini umumnya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, keterampilan dan kemampuan guru dalam memahami tugas-tugas yang dibebankan kepadanya.
Pengembangan kemampuan guru secara terus-menerus seiring dengan tantangan yang dihadapi melalui pendidikan dan pelatihan diharapkan dapat meningkatkan kompetensi guru.
Penelitian ini mengambil fokus pada Peranan Pendidikan dan Pelatihan bagi Peningkatan Kompetensi Pedagogik dan Dampaknya pada Kinerja Guru SD. 

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut, maka dapat disimpulkan rumusan masalah : Bagaimana Peranan Pendidikan dan Pelatihan terhadap Peningkatan Kompetensi Pedagogik dan Dampaknya terhadap Kinerja Guru SD. Rumusan masalah tersebut dapat diuraikan dalam beberapa pertanyaan berikut yaitu : 
1. Bagaimana gambaran tentang pendidikan dan pelatihan guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
2. Bagaimana gambaran tentang kompetensi pedagogik guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
3. Bagaimana gambaran kinerja guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
4. Bagaimana peranan pendidikan dan pelatihan terhadap peningkatan kompetensi pedagogik guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
5. Bagaimana peranan pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
6. Bagaimana pengaruh kompetensi pedagogik terhadap kinerja guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
7. Bagaimana peranan pendidikan dan pelatihan secara bersama-sama terhadap kinerja guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?

D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi tentang Peranan Pendidikan dan Pelatihan bagi Peningkatan Kompetensi Pedagogik dan Dampaknya pada Kinerja Guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y. Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui : 
1. Gambaran tentang pendidikan dan pelatihan guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
2. Gambaran tentang kompetensi pedagogik guru SD di wilayah kecamatan Y Barat Kota Y ?
3. Gambaran kinerja guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
4. Gambaran peranan pendidikan dan pelatihan guru terhadap kompetensi pedagogik guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
5. Gambaran tentang peranan pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
6. Gambaran tentang pengaruh kompetensi pedagogik terhadap kinerja guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?
7. Gambaran tentang dampak pendidikan dan pelatihan secara bersama-sama terhadap kinerja guru SD di wilayah kecamatan X Kota Y ?

E. Kegunaan Hasil Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan studi untuk membandingkan antara kajian-kajian teori yang ada dengan kenyataan yang ada di lapangan, sehingga akan memberikan pemahaman yang lebih mendalam terhadap masalah ini.
2. Manfaat Praktis
Manfaat penelitian secara praktis diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut : 
a. Memberikan masukan bagi pihak sekolah untuk dijadikan bahan pertimbangan untuk merumuskan pola pengembangan kompetensi guru untuk meningkatkan kinerja guru.
b. Bahan pertimbangan bagi jajaran pimpinan dinas pendidikan kabupaten untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui aspek peningkatan pendidikan dan pelatihan untuk peningkatan kinerja guru.
c. Bagi peneliti, ini merupakan temuan awal untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang peranan pengembangan kinerja guru melalui pendidikan dan pelatihan. 

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:00:00

KONTRIBUSI PERILAKU KEPEMIMPINAN PENGAWAS SEKOLAH DAN IKLIM KERJA TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU SMK

KONTRIBUSI PERILAKU KEPEMIMPINAN PENGAWAS SEKOLAH DAN IKLIM KERJA TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU SMK 
(PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kualitas proses pembelajaran sangat ditentukan oleh faktor kinerja guru dalam memberikan pelayanan pembelajaran atau dengan kata lain, Kinerja Mengajar Guru. Pernyataan ini sesuai dengan apa yang disampaikan Zamroni (2007 : 113), bahwa "kualitas proses belajar mengajar terutama ditentukan oleh kualitas guru, yakni kemampuan dan kemauan guru." Istilah kemampuan dan kemauan yang dikemukakan Zamroni tersebut dapat diartikan sebagai kinerja bila merujuk pada pendapat Keith Davis (1964 : 484) : "Human performance consists of ability and motivation." Artinya, kinerja seseorang meliputi kemampuan dan motivasi (kemauan). Jadi kinerja mengajar guru merupakan hasil persilangan antara kemampuan dan motivasi yang dimiliki guru dalam melaksanakan tugas pengajarannya di sekolah.
Menurut Zamroni kemampuan atau kompetensi guru merupakan penguasaan materi yang akan diajarkan dan penguasaan metodologi pembelajaran, sedangkan kemauan guru merupakan sifat positif guru terhadap tugas-tugas profesional mengajar yang tercermin pada dedikasi pada tugas-tugas tersebut.
Sejalan dengan pendapat Zamroni, Stephen P. Robbins (2006 : 52) mendefinisikan kemampuan sebagai kapasitas individu untuk melaksanakan berbagai tugas dalam pekerjaan tertentu, sebagaimana dikemukakannya : "Ability is an individual capacity to do tasks in a certain job." Sedangkan Razik dan Swanson (1995 : 275), mendefinisikan kemauan atau motivasi sebagai upaya mewujudkan kemampuan menjadi tindakan atau tugas sebagaimana disampaikan mereka : "Motivation is the effort with which ability is applied to a task." Pendapat kedua pakar tersebut memperkuat pengertian kinerja sebagaimana juga dikemukakan oleh Zamroni di atas.
Dari pemaparan tentang kinerja tersebut dapatlah disimpulkan bahwa kinerja mengajar guru sangatlah penting karena menentukan kualitas pembelajaran di sekolah. Kinerja mengajar guru merupakan faktor yang bisa mencerminkan sikap dan karakter seorang guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya di sekolah. Kinerja mengajar guru merupakan nilai-nilai luhur yang perlu diinternalisasikan ke dalam diri setiap guru agar ia bekerja dengan penuh gairah dalam memberikan pelayanan pembelajaran dan bertanggung jawab terhadap apa yang telah, sedang, dan akan dilakukannya kepada seluruh peserta didiknya.
Kinerja mengajar guru dalam perkembangannya telah menjadi sosok penting dan menjadi objek pembahasan yang menarik. Para pakar pendidikan maupun pakar manajemen dan administrasi pendidikan tidak henti-hentinya membicarakannya dan melakukan penelitian-penelitian yang berguna yang berhubungan dengan objek tersebut, begitu pula pihak pemerintah selalu menyinggungnya untuk menentukan kebijaksanaan yang tepat yang berhubungan dengan hal itu.
Pakar manajemen atau administrasi pendidikan, Sedarmayanti (2001 : 50) menyukai pendapat August W. Smith tentang definisi kinerja, bahwa kinerja didefinisikan sebagai hasil dari suatu proses yang dilakukan manusia sebagaimana disampaikan melalui kutipannya : "performance is output derives from processes, human otherwise."
Pakar manajemen lainnya, Wibowo (2007) dalam buku "Manajemen Kinerja" mengemukakan pendapatnya, bahwa : 
"Kinerja mempunyai makna lebih luas, bukan hanya menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga proses kerja berlangsung. Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya" (Wibowo, 2007 : 2).
Dari pihak pemerintah, sebuah lembaga pemerintah, LAN (Lembaga Administrasi Negara, 1992) menjelaskan bahwa "kinerja dapat diartikan sebagai prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau hasil unjuk kerja." Dengan kata lain kinerja adalah wujud perilaku seseorang atau organisasi dengan orientasi prestasi.
Kemudian untuk mengetahui tingkat kinerja seseorang, T.R. Mitchell (1989 : 327) menentukan ukurannya. Menurutnya kinerja seseorang bisa diukur berdasarkan kriteria atau standar berikut : (1) Kualitas hasil kerja (Quality of work); (2) Prakarsa dalam menyelesaikan pekerjaan (Promptness-Initiative); (3) Kemampuan menyelesaikan pekerjaan (Capability); dan (4) Kemampuan membina kerjasama dengan pihak lain (Comunication).
Sedangkan standar kinerja mengajar guru pengukurannya menurut Piet A. Sahertian dalam Kusmianto (1997 : 49) harus mencakup : (1) Kualitas guru dalam melaksanakan tugasnya; (2) Bekerja dengan siswa secara individual; (3) Persiapan dan perencanaan pembelajaran; (4) Pendayagunaan media pembelajaran; (5) Melibatkan siswa dalam berbagai pengalaman belajar; dan (6) Kepemimpinan yang aktif dari guru.
Selanjutnya Menteri Pendidikan Nasional membuat kebijaksanaan untuk mengukur kinerja guru dengan istilah standar kompetensi guru sebagaimana disampaikannya dalam Permendiknas RI (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia) Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, bahwa Standar Kompetensi Guru dikembangkan secara utuh dari 4 kompetensi utama, yaitu : (1) kompetensi pedagogik, (2) kepribadian, (3) sosial, dan (4) profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.
Kinerja guru yang sebenarnya diwujudkan dalam bentuk perilaku guru dalam memberikan pelayanan pembelajaran kepada peserta didiknya, atau dengan kata lain kinerja mengajar guru meliputi : (1) Merencanakan pembelajaran; (2) Melaksanakan kegiatan/proses pembelajaran; dan (3) Menilai hasil belajar.
Pengukuran atau standarisasi terhadap kinerja mengajar guru tersebut diperlukan guna memberi kesempatan bagi para guru untuk mengetahui tingkat kinerja mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat Sedarmayanti (2001 : 54), bahwa "untuk dapat mengevaluasi kinerja pegawai secara obyektif dan akurat, maka perlu ada tolok ukur tingkat kinerja. Pengukuran tersebut berarti memberi kesempatan bagi para pegawai untuk mengetahui tingkat kinerja mereka."
Disamping itu hasil pengukuran terhadap kinerja guru dapat memberikan masukan kepada sekolah untuk mengetahui seberapa besar kontribusi para pegawainya (guru-gurunya) terhadap keberhasilan pendidikan dan pembelajaran yang dicapai sekolah tersebut. Kemudian informasi yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut oleh sekolah dapat dipergunakan untuk memperhitungkan upaya apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas guru-gurunya sesuai dengan tingkat kesulitan mereka agar gairah kerja mereka di sekolahnya tetap meningkat.
Namun fenomena yang terjadi di lapangan sungguh berbeda, karena kinerja mengajar guru di beberapa sekolah di daerah tertentu masih belum menunjukkan kenaikan yang berarti dalam memberikan pelayanan pendidikan dan pembelajaran, meskipun ada diantara mereka telah berulang kali mendapat pendidikan dan pelatihan dari lembaga-lembaga, pusat-pusat pelatihan atau asosiasi-asosiasi profesi tersebut. Pendidikan dan pelatihan yang telah diprogramkan dan dilaksanakan oleh lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi pelatihan yang dimaksud diperkirakan belum dapat mengusik hati nurani dan perilaku sebagian guru untuk berubah agar meningkatkan kinerjanya lebih tinggi dari kebiasaannya semula.
Rendahnya kinerja guru SMK dalam memberikan pelayanan pengajaran dapat berdampak pada rendahnya kualitas proses/hasil pembelajaran dan juga mutu lulusan yang dihasilkan sekolah tersebut, sehingga hal ini menimbulkan banyak masalah, seperti peserta didik yang hasil belajarnya tidak mencapai SKBM (Standar Ketuntasan Belajar Minimal) atau peserta didik memiliki pengetahuan dan keterampilan di bawah standar tersebut, juga lulusan sekolah yang tidak cakap, tidak terampil, dan tidak memiliki keahlian yang cukup untuk bekal hidupnya sehingga tidak siap pakai di dunia kerja, karena lulusan tersebut tidak mencapai standar kompetensi yang memadai sesuai SKL (Standar Kompetensi Lulusan). Inilah hal-hal yang telah mengganjal dan menjadi keprihatinan dari para orang tua pemakai jasa pendidikan tersebut.
Rendahnya hasil UN/UAS di Kabupaten Z tidak berarti tidak ada upaya untuk meningkatkannya. Dinas Pendidikan Kabupaten Z telah berupaya untuk meningkatkan hasil ujian tersebut. Beberapa cara telah ditempuh oleh Dinas ini, diantaranya dengan cara memerintahkan para kepala SMK untuk mengawasi dan membina para guru dengan serius, namun hasilnya belum menggembirakan. Upaya lainnya dilakukan dengan pemberlakuan tindakan Sidak (sistem tindakan di tempat atau inspection) dengan tujuan membuat jera para pelanggar disiplin dan memberikan sanksi administratif kepada mereka. Contoh : guru atau pegawai selain guru yang melanggar disiplin pegawai seperti datang terlambat atau meninggalkan tugas pada jam-jam kerja, terkena sanksi administrasi. 
Namun cara ini tetap kurang efektif, karena pelaksanaannya tidak terkoordinasi dengan baik dan tidak ada tindak lanjutnya. Bahkan pelaksanaannya sering kali mengalami kegagalan atau kebocoran karena ada sebagian pejabat dan masyarakat yang berkepentingan dengan kebijaksanaan pendidikan di daerah ini tidak mendukung tindakan sidak karena mereka menganggap tindakan ini tidak manusiawi dan tidak realistis. Surat-surat perintah atau penugasan yang berhubungan dengan kegiatan pembinaan dan tindakan sidak ini telah diarsipkan dalam dokumen Dinas Pendidikan tersebut (Disdikab Z, 2006-2008).
Menyadari akan pengalaman kegagalan tersebut, maka diperlukan upaya lain yang lebih realistis dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu menurut perkiraan penulis saat ini ada upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu yang pertama adalah melalui pendekatan perilaku kepemimpinan yang tepat dan efektif, yang dapat dilakukan pengawas sekolah atau pengawas satuan pendidikan dalam membina guru di sekolah binaan dan yang kedua adalah dengan penciptaan iklim kerja di sekolah yang baik, sehat dan kondusif atau iklim sekolah yang terbuka bagi kepentingan semua warga sekolah dan jalinan hubungan yang terbaik diantara mereka.
Sejalan dengan hal itu Sagala (2006 : 242) mengemukakan bahwa kegiatan pengawas ini dituntut untuk dapat memberikan perhatian khusus terhadap profesionalisme guru guna memperbaiki pengajaran sehingga tercipta kualitas yang baik.
Hal itu dapat terjadi bila kegiatan pengawasan berjalan dengan efektif. Neagley dan Evans (1980 : 1) mengatakan : "Effective supervision of instruction can improve the quality of teaching and learning in the classroom." Artinya pengawasan pembelajaran yang efektif dapat memperbaiki kualitas belajar mengajar di kelas.
Pendapat dan hasil-hasil penemuan penelitian yang dikemukakan di atas, semuanya memberikan dukungan yang kuat bahwa untuk meningkatkan kinerja mengajar guru SMK diperlukan perilaku kepemimpinan yang baik dan tepat (efektif) dari seorang pemimpin pengajaran yang dapat memahami perilaku dan kebutuhan dasar guru SMK dan mampu membimbing dan mengarahkan mereka ke arah peningkatan kemampuan profesional dan motivasi berprestasi mereka, yaitu pengawas sekolah dengan perilaku kepemimpinannya yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya melakukan pembinaan dan perbaikan pengajaran di sekolah binaan. Juga diperlukan adanya iklim kerja yang terbuka yang dapat menjaga perasaan dan hubungan satu sama lain serta saling menghargai pekerjaan masing-masing dari seluruh warga sekolah. Dengan demikian cara-cara yang telah diuraikan tersebut dapat meningkatkan kualitas kinerja mengajar guru di SMK sesuai dengan harapan.
Melihat kenyataan ini penulis tergugah untuk mengangkat masalah kepemimpinan pengawas sekolah dan iklim kerja terhadap kinerja mengajar guru di SMK dalam suatu penelitian, maka penulis ingin meneliti dengan judul "Kontribusi Perilaku Kepemimpinan Pengawas Sekolah dan Iklim Kerja terhadap Kinerja Mengajar Guru SMK di Kabupaten Z".

B. Identifikasi dan Batasan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah penelitian dapat diidentifikasikan dan dibatasi sebagai berikut : 
1. Identifikasi masalah
Masalah utama dalam penelitian ini adalah : "Kinerja Mengajar Guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Z masih rendah atau belum optimal dilaksanakan sehingga kualitas proses pembelajaran di sekolah-sekolah tersebut kurang bermutu."
2. Batasan masalah
Dari hasil analisis teridentifikasi 8 (delapan) faktor yang mempengaruhi kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z, yaitu : pelatihan dan pengembangan, kesejahteraan/insentif, fasilitas pembelajaran atau alat bantu mengajar, perilaku kepemimpinan pengawas sekolah, iklim kerja di sekolah, latar belakang pendidikan, kepuasan kerja, dan keuangan sekolah.
Hasil tersebut dikonfirmasikan dengan pengamatan langsung di lapangan. Ternyata dari sekian banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja mengajar guru sekolah tersebut yang paling utama terlihat dengan kasat mata penulis adalah perilaku kepemimpinan pengawas sekolah dan iklim kerja di sekolah.
Berdasarkan pernyataan masalah tersebut, maka masalah tersebut perlu dibatasi yaitu seberapa besar kontribusi perilaku kepemimpinan pengawas sekolah dan iklim kerja terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang, identifikasi dan batasan masalah, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 
1. Bagaimana gambaran empiris tentang perilaku kepemimpinan pengawas sekolah, iklim kerja, dan kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z ?
2. Seberapa besar kontribusi perilaku kepemimpinan pengawas terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z ?
3. Seberapa besar kontribusi iklim kerja terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z ? 
4. Seberapa besar kontribusi perilaku kepemimpinan pengawas dan iklim kerja terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z ?

D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis : 
1. Gambaran empiris tentang perilaku kepemimpinan pengawas sekolah, iklim kerja dan kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z.
2. Kontribusi perilaku kepemimpinan pengawas sekolah terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z.
3. Kontribusi iklim kerja terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z.
4. Kontribusi perilaku kepemimpinan pengawas sekolah dan iklim kerja terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z.

E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian tentang kontribusi perilaku kepemimpinan pengawas sekolah dan iklim kerja terhadap kinerja mengajar guru SMK di Kabupaten Z, yaitu : 
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah perkembangan keilmuan di bidang administrasi pendidikan, khususnya pemahaman terhadap pengembangan aspek sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas yaitu perilaku kepemimpinan pengawas sekolah yang tepat dan efektif, iklim kerja di sekolah yang terbuka, dan kinerja mengajar guru SMK yang optimal dan profesional dalam bekerja sebagai komponen input/proses dan prestasi peserta didik/siswa yang memuaskan dan kualitas lulusan/tamatan yang bermutu sebagai komponen output serta permintaan masyarakat pemakai jasa pendidikan dan tenaga kerja oleh dunia usaha (DU) dan dunia industri (DI) sebagai komponen outcome.
2. Manfaat praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan dan pemikiran bagi guru dalam rangka meningkatkan mutu proses pembelajaran dan hasil belajar peserta didiknya dengan cara merefleksi diri atas perilaku kerjanya selama ini dan berupaya memperbaiki kemampuan profesionalnya dan motivasi kerjanya di tempat manapun ia bertugas.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 09:58:00

EFEKTIFITAS LESSON STUDY BERBASIS SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU SMP

EFEKTIFITAS LESSON STUDY BERBASIS SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU SMP (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan suatu bangsa. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Setiap warga Negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan pada tahap manapun dalam perjalanan hidupnya. Peningkatan dan pemerataan pendidikan merupakan salah satu aspek pembangunan yang mendapat prioritas utama dari Pemerintah Indonesia. Sistem Pendidikan Nasional yang sekarang berlaku diatur melalui Undang-Undang Pendidikan Nasional.
Dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 Bab II Pasal 3 disebutkan bahwa : Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban Bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan Bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Berdasarkan yang terkandung dari undang-undang dasar pendidikan dituntut untuk menghasilkan sumber daya manusia yang cerdas dan mampu mengikuti kemajuan teknologi yang terus berkembang. Lebih jauh diharapkan pendidikan juga dituntut untuk menghasilkan sumber daya manusia unggul yang dapat membawa bangsa ini segera bangkit dari ketertinggalan dalam berbagai aspek kehidupan untuk mencapai kemajuan yang diharapkan.
Kualitas pendidikan di Indonesia belum sesuai dengan yang diharapkan Undang-Undang Dasar. Gambaran rendahnya mutu pendidikan tercermin dari beberapa hasil survey yang dilakukan dalam bidang MIPA, the Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS, 2003) melaporkan bahwa di antara 45 negara peserta TIMSS, peserta didik SMP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-36 untuk IPA dan ke-34 untuk Matematika. Siswa-siswa Indonesia hanya dapat menjawab soal-soal hafalan tetapi tidak dapat menjawab soal-soal yang memerlukan nalar atau keterampilan proses. Proses pembelajaran yang baik seharusnya menghasilkan nilai tes yang baik. Paradigma yang hanya mementingkan hasil tes harus segera diubah menjadi memperhatikan proses pembelajaran, sementara hasil tes merupakan dampak dari proses pembelajaran yang benar.
Senada dengan laporan TIMSS, hasil studi UNDP pada tahun 2005 mengenai indeks pembangunan manusia yang meliputi penilaian kemajuan dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan pendapatan perkapita menunjukkan bahwa peringkat Indonesia berada pada urutan 110 di dunia. Peringkat ini jauh di bawah Negara-negara tetangga di Asia tenggara seperti Singapura (25), Brunei Darusalam (33), Malaysia (61) dan Thailand (73), Filipina (84) dan Vietnam (108). Ini menunjukan kualitas sumber daya manusia kita masih kalah di bawah negara-negara lain. Hal ini membuktikan bahwa ada permasalahan dalam pendidikan yang harus segera dibenahi agar tercipta pendidikan yang berkualitas.
Pendidikan yang berkualitas hanya dapat diwujudkan apabila terdapat di sekolah beserta el em en yang melengkapi seperti pengajar, sarana prasarana, dan tenaga administratif lainnya dengan kualitas yang baik. Tanpa mengabaikan peranan faktor penting lainnya, mutu guru telah ditemukan oleh berbagai studi penelitian sebagai faktor yang paling penting dalam mempengaruhi mutu pendidikan. Tugas guru bukan hanya mentransfer pengetahuan yang dimiliki guru kepada siswa dengan target tersampaikannya topik-topik yang tertulis dalam dokumen kurikulum kepada siswa. Pada umumnya guru tidak memberi inspirasi kepada siswa untuk berkreasi dan tidak melatih siswa untuk hidup mandiri.
Kenyataan yang terjadi di lapangan masih terdapat kesenjangan antara praktek pendidikan di lapangan dengan kebijakan pendidikan sebagai contoh, Peraturan Pemerintah Nomor RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan berbunyi sebagai berikut "Proses pendidikan harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberi ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik". Dalam prakteknya pelajaran yang disajikan guru kurang menantang siswa untuk berpikir. Akibatnya siswa tidak menyenangi pelajaran. Proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas tidak ada yang tahu kecuali guru itu sendiri. Kenyataan itu ditambah lagi dengan kurang berfungsinya kepala sekolah dan pengawas. Kepala sekolah dan pengawas sebagai bagian tak terpisahkan dari pelaksanaan pendidikan di sekolah sangat jarang masuk kelas melakukan observasi terhadap pembelajaran. Kepala sekolah atau pengawas umumnya lebih mementingkan dokumen administrasi guru, seperti renpel daripada masuk kelas melakukan observasi dan supervisi terhadap pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian Sobari (2009) mengatakan bahwa pelaksanaan supervisi menunjukan korelasi yang signifikan terhadap peningkatan kompetensi guru.
Akibatnya guru tidak tertantang melakukan persiapan mengajar dengan baik, memikirkan metoda mengajar yang bervariasi, mempersiapkan bahan untuk percobaan di laboratorium. Ini berarti bahwa selama ini guru kurang memperhatikan pentingnya proses pembelajaran di dalam ruang kelas. Semestinya, guru lebih memperhatikan proses pembelajaran dan hasil tes merupakan dampak dari proses pembelajaran.
Pemerintah selalu melakukan usaha peningkatan profesionalisme guru diantaranya dengan disahkannya Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-Undang tersebut semakin menegaskan komitmen pemerintah dalam meningkatkan mutu, daya saing, dan relevansi pendidikan. Undang-undang tersebut menuntut penyesuaian penyelenggaraan pendidikan dan pembinaan guru menjadi profesional. Seorang guru akan mendapatkan penghargaan yang lebih tinggi tapi guru dituntut untuk mencapai sejumlah persyaratan untuk menjadi seorang profesional. Pengakuan guru sebagai tenaga profesional akan diberikan manakala telah memiliki kualifikasi, kompetensi, dan sertifikat pendidik. Kualifikasi diperoleh melalui program sarjana atau diploma IV. Sertifikasi diperoleh melalui pendidikan profesi. Kompetensi yang dimaksud undang-undang tersebut adalah kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Penjabaran jenis-jenis kompetensi tersebut adalah sebagai berikut : 
1. Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran, pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. 
2. Kompetensi Kepribadian yaitu memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia.
3. Kompetensi profesional, yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi.
4. Kompetensi sosial, yaitu kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali, dan masyarakat sekitar.
Telah banyak penelitian yang mengungkapkan tentang pengembangan kompetensi guru diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Endah Yanuari (2009) yang mengemukakan bahwa pengembangan profesi guru melalui seminar, diklat, MGMP/KKG, IHT memberikan pengaruh 49,30 % terhadap kompetensi pedagogik guru.
Untuk mencapai kompetensi-kompetensi tersebut pemerintah telah melakukan peningkatan mutu guru melalui berbagai pendidikan dan pelatihan guru. Namun, usaha ini kurang berdampak terhadap peningkatan mutu guru. Sedikitnya ada dua hal penting mengapa pendidikan dan pelatihan guru kurang efektif, pertama materi pelatihan tidak berbasis pada masalah di kelas. Materi pelatihan yang sama diberikan pada semua guru tanpa mengenal daerah asal padahal kondisi suatu daerah belum tentu sama. Kedua, hasil penelitian hanya menjadi pengetahuan saja, sedikit yang diterapkan di kelas karena tidak ada monitoring setelah pelatihan.
Untuk menjawab semua kekurangan dari fakta-fakta di atas dibutuhkan suatu inovasi bam untuk lebih meningkatkan profesionalisme guru. Oleh karena dikembangkan suatu model in-service training yang lebih berfokus pada upaya pemberdayaan guru sesuai kapasitas serta permasalahan yang dihadapi masing-masing. Inovasi tersebut adalah Lesson Study yaitu suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Lesson Study bukan metoda atau strategi pembelajaran tetapi kegiatan Lesson Study dapat menerapkan berbagai metoda/strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi guru.
Keberhasilan program lesson study dalam meningkatkan profesionalisme guru bermula di Jepang, telah menyebar ke berbagai negara di dunia termasuk Indonesia. Beberapa daerah di Indonesia juga telah melakukan kegiatan lesson study dan merasakan manfaatnya dalam meningkatkan kompetensi guru. Beberapa manfaat yang diperoleh melalui lesson study dalam mata pelajaran MIPA di Provinsi Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Provinsi Jawa Timur diantaranya menumbuhkan kesadaran untuk berbagi pengalaman, memecahkan masalah-masalah PBM bersama-sama, dan terbiasa mendokumentasikan temuan-temuan sebagai bahan untuk pembuatan karya tulis ilmiah.
Keberhasilan kegiatan lesson study bam dirasakan oleh mata pelajaran matematika dan IP A, sehingga perlu ditularkan untuk materi pelajaran lainnya di sekolah. Program lesson study berbasis MGMP perlu dikembangkan menjadi Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS). Program LSBS lebih efektif dan menyeluruh karena melibatkan seluruh guru dalam suatu sekolah.
SMP X sebagai salah satu sekolah yang terdapat di Kabupaten X ditunjuk sebagai sekolah penyelenggara Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) di kabupaten X berkesempatan untuk mengoptimalkan pelaksanaan lesson study dalam meningkatkan kompetensi guru.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang "Efektifitas Kegiatan Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) dalam meningkatkan Kompetensi Guru pada SMP X"

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, dapatlah kiranya dirumuskan masalah pokok dalam penelitian ini sebagai berikut : 
1. Bagaimanakah pelaksanaan Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) di SMP X ? 
2. Sejauh mana Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) dapat meningkatkan kompetensi guru SMP X ?
3. Masalah-masalah apa saja yang muncul dalam pelaksanaan Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) di SMP X ?
4. Bagaimanakah upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam pelaksanaan Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) di SMP X ?

C. Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan kegiatan Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) dapat meningkatkan kompetensi guru di SMP X. Secara lebih khusus tujuan penelitian bisa dirinci lagi sebagai berikut : 
1. Mengetahui bagaimanakah pelaksanaan Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) di SMP X ?
2. Mengetahui sejauh mana Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) dapat meningkatkan kompetensi guru SMP X ?
3. Menganalisis masalah-masalah yang muncul dalam pelaksanaan Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) di SMP X ?
4. Mengetahui upaya-upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam pelaksanaan Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) di SMP X ?

D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini dapat menambah wawasan keilmuan tentang Lesson Study Berbasis Sekolah dan manfaatnya dalam meningkatkan kompetensi guru. 
2. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pihak yang mempunyai kaitan dengan penelitian, antara lain : 
a. Bagi Pimpinan Pendidikan, sebagai bahan balikan untuk pembinaan, pengembangan serta mempersiapkan dan menyempurnakan penyelenggaraan Lesson Study Berbasis Sekolah sehingga tercapai tujuan pendidikan pada umumnya dan lembaga pendidikan dan menengah yang berada dalam pembinaannya.
b. Bagi Sekolah, sebagai bahan pertimbangan dalam rangka meningkatkan pembinaan terhadap guru, maupun pengelola sekolahnya sehingga sikap profesionalisme guru dan mutu sekolah dapat ditingkatkan.
c. Bagi guru, sebagai bahan kajian agar guru selalu bemsaha mengembangkan kompetensinya, memperkaya dan meremajakan kemampuannya dalam mengembangkan program pengajaran. 
d. Bagi para peneliti, hasil penelitian ini merupakan informasi awal untuk dikembangkan peneliti lainnya di bidang pendidikan, terutama yang berhubungan dengan Lesson Study Berbasis Sekolah sebagai sarana pembinaan untuk meningkatkan kompetensi guru sehingga menghasilkan guru-guru yang profesional.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 09:42:00

PELAKSANAAN SUPERVISI PENGAWAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR

PELAKSANAAN SUPERVISI PENGAWAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian
Di Indonesia perkembangan lembaga pendidikan madrasah sangat penting dan terkait dengan peran Departemen Agama. Lembaga Departemen Agama secara intensif memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia. Orientasi Departemen Agama dalam bidang pendidikan Islam bertumpu pada aspirasi umat Islam agar pendidikan agama diajarkan di sekolah-sekolah, di samping perkembangan madrasah itu sendiri. Madrasah adalah lembaga pendidikan yang berciri khas Islam. Lembaga ini selain sebagai pelaksana pendidikan umum juga pelaksana pendidikan agama. Lembaga pendidikan madrasah melaksanakan dua kajian materi ajar karena diharapkan selain memperoleh pengetahuan juga menanamkan nilai-nilai keislaman pada peserta didik. Oleh karena itu, lembaga pendidikan madrasah yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat, harus diperhatikan untuk ditingkatkan mutunya, baik perbaikan tentang pelaksanaan pendidikan maupun perbaikan-perbaikan administrasi. Pentingnya perhatian khusus terhadap pelaksanaan pendidikan dan administrasi pada lembaga pendidikan madrasah, yang menurut H. Mudjia Rahardjo diyakini bahwa lembaga-lembaga pendidikan tersebut (madrasah) memiliki ciri khusus yang membedakannya dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya sehingga diperlukan model pengelolaan secara khusus pula. Lebih rinci beliau menjelaskan keunikan kekhususan lembaga pendidikan madrasah itu adalah karena terdapatnya nilai-nilai ikhlas, barokah, tawadu, istiqamah, ijtihad dan sebagainya.
Di dalam KMA No. 373 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota yakni pada pasal 2 dijelaskan tugas pokok dan fungsinya sebagai berikut : "Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi mempunyai tugas melaksanakan tugas pokok dan fungsi Departemen Agama dalam wilayah Provinsi berdasarkan Kebijakan Menteri Agama dan Peraturan perundang-undangan. Adapun tugas dan fungsi bidang yang mengurusi pendidikan adalah Mapenda sebagaimana disebut dalam pasal 31 yang menjelaskan sebagai berikut : Bidang Madrasah dan Pendidikan Agama Islam pada sekolah umum mempunyai tugas melaksanakan pelayanan dan bimbingan di bidang penyelenggaraan pendidikan pada madrasah dan pendidikan agama Islam pada sekolah umum dan serta sekolah luar biasa.
Pengawas sekolah mata pelajaran agama Islam pada sekolah umum berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 381 Tahun 1999 tentang petunjuk teknis pelaksanaan jabatan pengawas pendidikan agama ada dua macam yaitu pengawas mata pelajaran pendidikan agama Islam pada TK, SD, SLB serta pengawas sekolah mata pelajaran agama Islam SLTP, SMU/K. Adapun RA/BA, MI dan MD Awaliyah diawasi oleh pengawas sekolah mata pelajaran pendidikan agama RA/BA, MI, MDA, sedangkan pada MTS/MA MD Wustho dan MD Auliya diangkat pengawas sekolah rumpun mata pelajaran Al-Quran Hadits (Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits, Bahasa Arab), pengawas sekolah rumpun mata pelajaran Aqidah Akhlak (Keimanan, Akhlaq, Sejarah Kebudayaan Islam) dan pengawas sekolah rumpun mata pelajaran syariah (Fiqih, Ushul Fiqih).
Merujuk tugas Departemen Agama dalam hal pendidikan, maka tentunya pengembangan dan peningkatan mutu madrasah adalah bagian dari tanggung jawab Departemen Agama. Dengan demikian, Departemen Agama punya tugas dalam rangka perkembangan dan peningkatan mutu madrasah. Mutu pendidikan merupakan standar yang perlu dicapai, kesesuaian dengan apa yang diharapkan oleh (stakeholder), memenuhi janji, atau sesuatu produk yang memenuhi persyaratan dan harapan. Sebagaimana diungkapkan oleh Muhaimin bahwa mutu adalah kesesuaian dengan standar, kesesuaian dengan harapan/permintaan stakeholder, pemenuhan janji yang telah diberikan, semua karakteristik produk dan pelayanan yang memenuhi persyaratan dan harapan.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Republik Indonesia No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) pada Pasal 25 disebutkan bahwa (1) Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik. (2) Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran. Selain itu pada Pasal 26 butir 1, 2, 3 dan 4 disebutkan pada intinya bahwa standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan bertujuan meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak serta ketrampilan untuk hidup mandiri. Salah satu pola dalam mewujudkan SKL (Standar Kompetensi Lulusan) madrasah tersebut tentunya diupayakan melalui peran guru dalam KBM. S. Nasution mengungkapkan bahwa (1) mengajar ialah menanamkan pengetahuan kepada murid, (2) menyampaikan kebudayaan kepada anak, dan (3) aktivitas mengorganisasikan atau mengatur lingkungan dengan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak sehingga terjadi proses belajar-mengajar.
Sebagian besar problem mutu lembaga pendidikan madrasah terletak pada kurangnya profesionalisme pendidik dalam melakukan KBM (Kegiatan Belajar mengajar) dan berdampak pada citra dan mutu pendidikannya. Tidak mengherankan, jika terdapat sekian banyak lembaga pendidikan madrasah yang kurang bermutu. KBM punya hubungan erat dengan supervisi (pengawasan), karena di mana supervisi punya peran penting dalam memberikan bimbingan, penilaian, arahan terhadap pendidik guna perbaikan proses kegiatan belajar mengajar menjadi lebih baik dan lebih profesional. Supervisi bertujuan memberikan bantuan secara teknis dan bimbingan kepada pendidik dan staf sekolah guna meningkatkan kualitas kinerja utamanya dalam melakukan KBM. Dalam Q.S. At-Tahrim ayat 6 Allah SWT berfirman : 
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka“.
Ayat tersebut memberikan indikasi berupa penekanan tentang introspeksi diri, di mana kontrol diri pribadi sebagai pimpinan atau cerminan pada orang lain. Bila dikaitkan dengan proses pembelajaran, maka seorang guru diharapkan untuk memberikan yang terbaik bagi peserta didik. Yakni mampu menunjukkan sikap, sifat yang mulia serta profesional dalam pelaksanaan pembelajaran. Jika demikian akan berpengaruh kepada peserta didik dan menjadi peserta didik yang berkualitas. Begitu pula, bila dikaitkan dengan supervisi, maka seorang supervisor adalah seorang pemimpin yang bertanggung jawab terhadap perbaikan-perbaikan ketrampilan mengajar guru. Untuk itu, supervisor dengan segala sikap, sifat mulia yang dimiliki bertanggung jawab untuk memberikan bimbingan, arahan, bantuan, petunjuk kepada guru, guna perbaikan menuju profesionalisme dalam pembelajaran.
Keputusan MENPAN Nomor 118/1996 bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, diperlukan adanya Pegawai Negeri Sipil yang bertugas secara penuh untuk melakukan pengawasan dan pendidikan di sekolah pada Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Departemen Agama, dan departemen lainnya.
Lanjut disebutkan, bahwa dalam Keputusan MENPAN Nomor 118/1996 Bab I Pasal 1 butir 1 menyebutkan bahwa pengawas sekolah (madrasah) adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwewenang untuk melakukan pengawasan pendidikan di sekolah, dengan melaksanakan penilaian dan pembinaan dari segi teknis pendidikan dan administrasi pada satuan pendidikan pra sekolah, dasar dan menengah. Untuk itu, dalam rangka menjamin peningkatan mutu lembaga pendidikan madrasah tentunya diperlukan pengawasan atau supervisi, karena pengawasan atau supervisi dalam sebuah lembaga pendidikan sangat diperlukan dalam rangka menjamin kualitas (quality assurance) agar sesuai dengan tujuan pendidikan. Supervisi/pengawasan yang baik akan menciptakan profesional guru dalam KBM, apabila proses KBM dilaksanakan secara profesionalisme maka akan menghasilkan prestasi belajar yang baik dan kemudian akan menghasilkan kompetensi lulusan yang baik pula.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, Papua adalah salah satu dari provinsi negara Indonesia yang berada dan identik dengan daerah keterbelakangan dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia. Di antaranya (1) selain daerahnya masih terbelakang dalam pendidikan dan pembangunan, (2) penduduk aslinya mayoritas beragama Kristen, (3) sakral dengan tradisinya, (4) sulit dijangkau daerah satu dengan lainnya (5) sangat tinggi fanatisme dengan keyakinannya (6) kurang (sangat kecil) perhatian pemerintah daerah tentang fisik dan fasilitasnya maupun perhatian dalam rangka peningkatan mutu terhadap lembaga pendidikan madrasah ketimbang lembaga pendidikan umum.
Fenomena yang terjadi pada lembaga pendidikan madrasah tersebut di atas tentunya sangat berimbas kepada keberadaan dan ruang gerak lembaga pendidikan madrasah. Tentu disadari demikian, namun perkembangan dan peningkatan mutu pendidikan madrasah di Papua punya keunikan tersendiri. Keunikannya itu, (1) bahwa umat Islam yang minoritas di Papua mampu mewujudkan ruh jihadnya dalam mengadakan, melaksanakan dan mengembangkan pendidikan dan pengajaran madrasah di tengah-tengah masyarakat X.
Keberadaan madrasah sebagaimana dijelaskan di atas adalah jumlah keseluruhan madrasah di kota X yang terdiri dari Madrasah Ibtidaiah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Dari keseluruhan madrasah itu yang dapat diambil sebagai sasaran kajian pada penelitian ini hanya madrasah ibtidaiah alasannya adalah : 
1. Madrasah Ibtidaiah sebagai lembaga pendidikan dasar mempunyai kedudukan yang sama dengan lembaga pendidikan dasar umum lainnya, tetapi kurang diminati oleh masyarakat Islam dalam menyekolahkan anak padanya.
2. Madrasah Ibtidaiah sebagai lembaga pendidikan Islam punya peran ganda terhadap peserta didik, yakni selain memberikan pengetahuan umum juga menanamkan nilai-nilai dasar keislaman.
3. Madrasah Ibtidaiah memiliki guru yang berpendidikan rendah maupun kepala sekolah, tetapi mutu pendidikannya sangat diperhitungkan
4. Madrasah Ibtidaiah pada umumnya memiliki guru honorer, tetapi sangat komitmen terhadap tugas pokoknya.
5. Lulusan Madrasah Ibtidaiah dapat diterima pada sekolah lanjutan yang dianggap unggul.
Selain pilihan jenis lembaga pendidikan madrasah juga pembatasan terhadap lembaga pendidikan madrasah ibtidaiah yang dijadikan peneliti sebagai situs penelitian yakni lembaga pendidikan madrasah ibtidaiah Y, Z, dan V. Dengan tiga lokasi penelitian tersebut maka rancangan penelitian ini adalah studi multi kasus yaitu suatu studi yang menggabungkan beberapa studi kasus tunggal. Alasan dipilihnya tiga madrasah ibtidaiah itu karena ketiga lembaga pendidikan madrasah ibtidaiah tersebut eksisnya sudah berbeda dengan madrasah lainnya dan dianggap sudah maju. Indikator yang dijadikan sebagai alasan majunya ketiga lembaga pendidikan madrasah tersebut adalah (1) diminati oleh masyarakat untuk menyekolahkan anaknya pada lembaga-lembaga tersebut, (2) lulusannya dapat diterima pada sekolah lanjutan yang unggul dan (3) memiliki sarana pendidikan yang memadai.
Selain diketahui pesatnya keberadaan dan perkembangan madrasah di X juga hal yang penting untuk diperhatikan adalah bagaimana peningkatan mutu pendidikan madrasah utamanya tentang pelaksanaan supervisi terhadap profesionalisme guru-guru dalam KBM (Kegiatan Belajar Mengajar). Banyak faktor yang terjadi pada pelaksanaan supervisi yang menjadi tolak ukur terhadap rendahnya perkembangan dan peningkatan mutu lembaga pendidikan madrasah. Di antara faktor-faktor tersebut adalah (1) adanya sebagian pengawas yang sangat minim kemampuan mereka tentang sekian edukatif administrasi, adanya rasa enggan untuk datang ke sekolah, (2) minimnya tenaga teknis, (3) mekanisme kepengawasan/supervisi kurang dipahami, (4) tugas pokoknya belum sesuai dengan fungsi supervisi, (5) tidak memadai sarana prasarana, (6) rendahnya perhatian birokrasi terhadap supervisi dan (7) lemahnya sistem rekrutmen.
Faktor-faktor penghambat pelaksanaan supervisi sebagaimana disebutkan di atas memang selalu terjadi. Untuk itu, fenomena tentang pelaksanaan supervisi di madrasah ibtidaiah didasarkan atas alasan (1) keahlian kepala sekolah masih di bawah standar, berpendidikan setingkat PGA, PGSD, dan Diploma, (2) supervisi dilaksanakan oleh Dinas P dan P dan Pengawas PAI bukan kepala sekolah, (3) pendidikan pendidik umumnya PGSD, Diploma dan honorer, (4) kurangnya perhatian membuat persiapan perangkat mengajar, (5) kurangnya pengetahuan pendidik terhadap ketrampilan dasar mengajar, (6) minimnya pendidik dalam mengelola kelas, (7) minimnya pendidik dalam mengolah materi ajar, (8) sebagian guru yang enggan terhadap supervisor, dan (9) merasa adanya kesamaan status pendidikan.
Melihat fenomena yang terjadi sebagaimana dijelaskan di atas, tentu dapat diprediksi bahwa mutu pendidikan madrasah menjadi terabaikan. Mengapa ? Karena salah satu kriteria pencapaian mutu pendidikan adalah SDM kepala sekolah dan pendidik (guru). Jika SDM kepala sekolah dan guru madrasah di X menunjukkan demikian tentu pula berpengaruh kepada kualitas KBM yang dilaksanakan. Di antaranya adalah pelaksanaan perangkat persiapan mengajar terabaikan bahkan lebih-lebih 8 ketrampilan dasar mengajar pun tidak dipahami. Apabila pelaksanaan KMB tidak berkualitas, maka tentu berpengaruh kepada kualitas peserta didik dan akhirnya berpengaruh kepada kualitas pendidikan secara keseluruhan.
Salah satu tugas pokok dalam peningkatan mutu pendidikan madrasah adalah lewat bidang supervisi/pengawas. Sebagaimana dijelaskan dalam Keputusan MENPAN Nomor 118 Tahun 1996 Bab 1 Pasal 1 tersebut di atas. Eksisnya supervisi/pengawasan Departemen Agama dalam penanganan terhadap peningkatan mutu madrasah, karena selain keadaan daerah yang kurang bersahabat, minimnya pendidikan guru dan kepala sekolah madrasah, pelaksanaan supervisi/pengawasan di X tidak dilakukan oleh kepala sekolah, melainkan dilakukan oleh pengawas Dinas Pendidikan dan Pengajaran bagi sekolah umum dan pengawas Departemen Agama bagi madrasah.
Untuk itu, dengan alasan dan penjelasan tersebut, yakni pelaksanaan supervisi pengawas pendidikan agama Islam terhadap profesionalisme pendidik maupun kepala sekolah dalam peningkatan mutu madrasah melalui KBM pada madrasah khususnya madrasah dianggap logis dan unik untuk diteliti. 

B. Fokus Penelitian
Berdasarkan konteks penelitian yang telah diuraikan di atas, maka fokus penelitian pada penelitian ini adalah : 
1. Bagaimana pelaksanaan supervisi pengawas pendidikan agama Islam terhadap KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) di madrasah ibtidaiah X ?
2. Apa implikasi pelaksanaan supervisi pengawas pendidikan agama Islam terhadap KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) di madrasah ibtidaiah X ?

C. Tujuan Penelitian
Dilihat dari rumusan masalah yang diangkat pada penelitian ini, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 
1. Untuk mengetahui pelaksanaan supervisi pengawas pendidikan agama Islam terhadap KBM (persiapan atau perangkat KBM) di madrasah ibtidaiah Y, Z dan V.
2. Untuk mengetahui implikasi pelaksanaan supervisi pengawas pendidikan agama Islam terhadap KBM (persiapan atau perangkat KBM) di madrasah ibtidaiah Y, Z dan V.

D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan judul penelitian Pelaksanaan Supervisi Pengawas Pendidikan Agama Islam (PAI) terhadap Kegiatan Belajar Mengajar di madrasah X, maka manfaat penelitian ini dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu : 
1. Manfaat secara Umum : 
a. Memberikan pengetahuan kepada lembaga pendidikan lain tentang pentingnya pelaksanaan supervisi pengawas pendidikan agama Islam terhadap KBM (persiapan atau perangkat KBM) di madrasah ibtidaiah Y, madrasah ibtidaiah Z, dan madrasah ibtidaiah V.
b. Memberikan pengetahuan kepada lembaga-lembaga pengelolaan pendidikan lainnya, tenaga pendidikan, aktivis pendidikan dan masyarakat pada umumnya tentang implikasi pelaksanaan supervisi Pengawas Pendidikan Agama Islam terhadap KBM (persiapan atau perangkat KBM) di madrasah ibtidaiah Y, madrasah ibtidaiah Z, dan madrasah ibtidaiah V. 
2. Manfaat Secara Khusus : 
a. Memberikan pengetahuan kepada seluruh aktivis pendidikan X tentang pelaksanaan supervisi pengawas Pendidikan Agama Islam (PAI) terhadap KBM (persiapan atau perangkat KBM) di madrasah ibtidaiah Y, madrasah ibtidaiah Z, dan madrasah ibtidaiah V.
b. Memberikan pengetahuan kepada pihak madrasah tentang pentingnya implikasi pelaksanaan supervisi pengawas pendidikan agama Islam terhadap KMB (persiapan atau perangkat KBM) di madrasah ibtidaiah Y, Z dan V.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 12:53:00

PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA GURU SD

PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA GURU SD (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perubahan dari masyarakat industri menuju masyarakat informasi pada hakekatnya adalah penahanan pribadi manusia, yang meliputi pengembangan pengetahuan sikap dan perilaku. Donald F. Klein menyatakan bahwa masyarakat informasi adalah masyarakat yang mampu menguasai dan mendayagunakan arus informasi, mampu bersaing, terus menerus belajar (serba ingin tahu), mampu menjelaskan, imajinatif, mampu mengubah tantangan menjadi peluang, dan menguasai kemampuan menggunakan berbagai metode dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. Dalam kaitan tersebut (Naisbit dan Aburdence, 1990) meyakini bahwa keberhasilan akan dicapai pada dekade yang akan datang jika dilakukan berbagai perubahan dengan optimisme dan komitmen yang tinggi dari para pelakunya. Disamping itu, berbagai perubahan tersebut akan berhasil dengan baik apabila disertai dengan pola kepemimpinan yang kuat dalam mengorganisasikannya.
Untuk dapat merubah tatanan kehidupan seperti yang disampaikan oleh para ahli di atas, diperlukan adanya pendidikan yang dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkemampuan untuk senantiasa meningkatkan kualitasnya secara terus menerus {continuous quality improvement). Pendidikan berusaha mengembangkan potensi individu agar mampu berdiri sendiri. Untuk itu individu diberi berbagai pengetahuan dalam pengembangan berbagai hal, seperti konsep, prinsip, kreativitas, tanggung jawab dan keterampilan, Brodjonegoro, et. al. (Fasli Jalal & Dedi Supriadi, 2001).
Pendidikan merupakan wahana strategis dalam memfasilitasi terwujudnya sumber daya manusia yang berkualitas. Pengelolaan sumber daya manusia yang berkualitas merupakan modal utama suatu bangsa untuk berpartisipasi aktif dalam dinamika era globalisasi. Sumber daya manusia yang handal merupakan salah satu modal penggerak produktivitas dan efisiensi, disamping dana dan penguasaan teknologi, yang merupakan faktor penentu keberhasilan usaha dalam pasar terbuka. 
E.F. Schumacher, (Sedarmayanti, 2001 : 40) mengatakan bahwa, pendidikan adalah yang paling terpenting, serta dilihat dari perannya, pendidikan adalah kunci untuk segalanya. Hasil pendidikan disebut bermutu dari segi produk, jika mempunyai ciri antara lain peserta didik menunjukkan penguasaan yang tinggi terhadap materi yang hams dikuasai sesuai dengan tujuan dan sasaran pendidikan. Diantaranya adalah hasil belajar akademis yang dinyatakan dalam prestasi belajar. 
Ciri lainnya, hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dalam kehidupannya, sehingga dengan belajar, peserta didik bukan hanya mengetahui sesuatu melainkan dapat melakukan sesuatu yang fungsional untuk kehidupannya. Sedangkan suatu pendidikan disebut bermutu dari segi proses jika proses belajar berlangsung secara efektif, dan peserta mengalami proses pembelajaran yang bermakna, ditunjang oleh sumber daya yang wajar. Proses pendidikan yang bermutu tersebut akan menghasilkan produk yang bermutu pula. Hal ini menuntut kepada para pendidik atau guru untuk senantiasa mengembangkan potensi sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia. 
(Budiyanto, Pelita 19 September 2006), untuk mewujudkan kualitas sumber daya manusia maka peran guru harus menjadi pribadi yang efektif yang didukung oleh lima unsur secara utuh yang meliputi : pertama, penalaran. Penalaran merupakan kemampuan untuk memfungsikan akal pikiran secara efektif dengan bentuk bertanya, mencari, menguji dan menjawab berbagai fenomena sehingga menjadi sesuatu yang bermakna. Potensi penalaran didukung pula oleh lima kecakapan yang terdiri dari : 1) keterampilan konseptual; 2) berpikir logis; 3) berpikir kreatif; 4) berpikir holistik; 5) komunikasi. Kedua, sumber manusia. Ketiga, pengetahuan. Keempat, fungsi-fungsi utama. Kepribadian efektif akan tercermin dari keseluruhan perilaku yang dilandasi dan dibimbing oleh nilai-nilai yang berakar pada keyakinannya. Kelima, kualitas watak. Sebab berkualitas tidaknya proses pendidikan sangat tergantung pada kreativitas dan inovasi yang dimiliki guru.
Pullias and Young (1988), Manan (1990), serta Yelon Weinstein (1997) yang dikutip oleh (Mulyasa, 2008 : 37) mengidentifikasikan sedikitnya sembilan belas peran guru, yakni guru sebagai pembaharu (innovator), model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah, pembawa ceritera, aktor, emansipator, evaluator, pengawet, dan sebagai kulminator. Oleh karena itu guru harus mempunyai kemampuan dasar dan life skill dalam mengorganisasikan materi pembelajaran yang esensial, merumuskan proses pembelajaran, mengembangkan bahan pelajaran (perangkat lunak dan keras) dan merumuskan sistem evaluasi berbasis kompetensi.
Berdasarkan pendapat di atas, guru merupakan faktor penentu dalam proses pembelajaran, karena mutu pendidikan suatu sekolah akan sangat bergantung pada tingkat profesionalisme guru, hal ini jelas tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional bahwa : pendidik hams memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik untuk guru SD dan SMP atau sederajat adalah sekurang-kurangnya diploma (D-IV) atau sarjana (S1) berlatar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar guru kurang memahami dan menguasai kurikulum, pelaksanaan evaluasi belajar, pengembangan bahan ajar, serta keterampilan dalam menggunakan metode dan media pembelajaran. Apabila dilihat secara nasional, sebagian besar guru SD, SMP, SMA, SMK, dan SLB masih kurang layak mengajar sesuai dengan kualifikasi minimal yang ditetapkan. Data Balitbang tahun 2002/2003, dari 2,7 juta guru di Indonesia, 1,8 juta guru belum memenuhi syarat akademis S1. Ditingkat sekolah menengah 62,08 telah mengantongi ijazah S1. Akan tetapi ditingkat sekolah dasar, terutama SD kondisinya sangat memperhatikan yaitu dari sekitar 1,3 juta guru SD, hanya 8,3 persen yang telah memenuhi kualifikasi akademik S1. Program masalisasi peningkatan derajat akademik guru SD menjadi D-II pun selama belasan tahun hanya mencapai 40 persen. Kebanyakan guru SD hanya berkualifikasi D-I atau di bawahnya (Sriyanto, Kompas 4 Desember 2006).
Masih banyak guru yang belum memenuhi syarat kualifikasi akademik, guru SD yang mencapai D2 bam 40%. Padahal, UU mensyaratkan guru SD hams lulusan D4. Sedangkan untuk guru SMP bam 25% berlatar belakang pendidikan D3, padahal UU mensyaratkan hams lulusan S1. Begitu juga dengan guru SMA, guru lulusan S1 bam mencapai 73%.
Nanang Fattah (Pikiran Rakyat, 15 Oktober 2005), mengungkapkan berkenaan dengan tingkat kesesuaian guru mengajar, 15% guru mengajar tidak sesuai dengan bidang keahlian yang digelutinya. Padahal, menurutnya guru yang mengajar sesuai bidang studinya pun masih banyak yang tidak menguasai materi ajar yang disampaikan. Dengan mismatch tersebut berdampak guru tidak dapat memberdayakan dan mengembangkan diri secara baik, sehingga kompetensi lulusan tidak akan terwujudkan karena mengajar juga tidak kompeten. Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Pembinaan dan Pelatihan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Sumarna Surapranata, (Antologi Artikel 2006-2007) skala persentase miss match tenaga guru di sekolah-sekolah mencapai 30 persen. Mereka mengajar tidak sesuai bidang yang dikuasainya. Jika ini dibiarkan akan berdampak pada kualitas guru, jika kualitas guru rendah maka kinerja juga akan rendah. Sebab kinerja guru tidak terlepas dari kemampuan guru itu sendiri. seperti yang dikemukakan oleh Natawidjaja (1992 : 4) mengungkapkan bahwa terdapat tiga aspek kemampuan guru yaitu : 1) Kemampuan pribadi; 2) Kemampuan Profesional; 3) Kemampuan Kemasyarakatan atau sosial.
Berdasarkan pendapat dan fenomena yang dikemukakan di atas, guru dituntut memiliki kemampuan yang dapat merealisasikan harapan dan keinginan semua pihak terutama masyarakat umum yang telah mempercayai sekolah dan guru dalam membina anak didik, karena di dalam meraih mutu pendidikan yang baik sangat dipengaruhi oleh kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya, jika kinerja guru tidak baik akan berpengaruh pada hasil belajar siswa. Untuk itu kinerja guru dalam mengajar menjadi tuntutan penting dalam mencapai keberhasilan pendidikan. Sebab secara umum mutu pendidikan yang baik menjadi tolok ukur bagi keberhasilan dari kemampuan guru. Kemampuan guru meliputi penguasaan materi pelajaran, penguasaan profesional keguruan dan pendidikan, penguasaan cara-cara menyesuaikan diri dan berkepribadian untuk melaksanakan tugasnya, disamping itu guru hams merupakan pribadi yang berkembang dan bersifat dinamis. 
Hal ini, tertuang dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban (1) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis, (2) mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan dan (3) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Harapan dalam Undang-Undang tersebut menunjukkan adanya perubahan paradigma pola mengajar guru yang pada mulanya sebagai sumber informasi bagi siswa dan selalu mendominasi kegiatan dalam kelas berubah menuju paradigma yang memposisikan guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran dan selalu terjadi interaksi antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa dalam kelas. Kenyataan ini mengharuskan guru untuk selalu meningkatkan kemampuannya terutama memberikan keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
Hammond LD dan Brasford, (2005 : 8l8) menjelaskan bahwa guru yang baik memahami siswa dimanapun, dan dapat menggambarkan bagaimana melakukan, sehingga siswa dapat memahami dan menggunakan pengetahuan dan keterampilan tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa masing-masing guru memiliki karakter yang spesifik. Kesesuaian karakter guru dengan lingkungan kerja, sistem manajemen sekolah akan membentuk kinerja guru.
Sejauh ini dapat disimpulkan bahwa rendahnya kinerja mengajar guru, disebabkan oleh pola kepemimpinan kepala sekolah yang tidak jelas. Kepemimpinan selalu diperlukan sebagai aktivitas untuk mempengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan suatu tindakan seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan pada situasi tertentu. Menurut Hersey & Blanchard (1988) kadar upaya pemimpin adalah membina hubungan pribadi antara mereka sendiri dan dengan para anggota kelompok mereka (pengikut) dengan membuka lebar saluran komunikasi, menyediakan dukungan sosio emosional, dan pemudahan perilaku.
Nanang Fattah, (2008 : 88) yang mengungkapkan bahwa pemimpin pada hakekatnya adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi bawahan sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakannya. Salah satu model kepemimpinan yang dapat digunakan oleh kepala sekolah adalah model kepemimpinan dengan pendekatan perilaku. Pada dasarnya model kepemimpinan dengan pendekatan perilaku mengemukakan dua dimensi gaya kepemimpinan, yaitu gaya yang berorientasi tugas (task oriented) dan gaya yang berorientasi pada orang (people oriented).
The Ohio State Leadership Studies sebagai salah satu studi yang mengemukakan kepemimpinan dengan pendekatan perilaku, menyebut dua dimensi kepemimpinan yang terkandung didalamnya sebagai initiating structure dan consideration. Initiating structure menunjukkan kecenderungan pemimpin untuk mendefinisikan dan menyusun tugas atau peran para bawahan. Consideration menunjukkan kecenderungan pemimpin untuk memberikan perhatian kepada para bawahan. Kenneth N. Wexley & Garry Yukl (2005 : 192) mendefinisikan initiating structure adalah tingkat dimana seorang pemimpin mendefinisikan dan merancang peran dirinya dan peran-peran para bawahannya ke arah pencapaian tujuan-tujuan formal kelompok. Consideration adalah tingkat dimana seorang pemimpin bertindak dalam cara yang hangat dan supportive serta menunjukkan perhatian kepada bawahan.
Selain pola kepemimpinan kepala sekolah, faktor lain yang mempengaruhi kinerja antara lain kepuasan kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Nwachukwu Prince Ololube (2003) pada Rivers State of Nigeria hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara kepuasan kerja dan motivasi yang berdampak pada kinerja guru dalam pembelajaran. Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal, ketika seorang merasakan kepuasan kerja dalam bekerja tentunya ia akan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. Dalam kenyataannya, kepuasan kerja secara menyeluruh belum mencapai tingkat maksimal.
Untuk meningkatkan kinerja mengajar guru hanya akan terlaksana secara bermakna apabila faktor-faktor yang mempengaruhi dapat diidentifikasi secara ilmiah. Untuk itu, faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja mengajar guru dipandang perlu untuk dipelajari, ditelaah dan dikaji secara mendalam agar dapat memberikan gambaran yang jelas. Salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja guru, adalah dengan adanya gaya kepemimpinan kepala sekolah yang tepat dan Kepuasan yang di peroleh ditempat kerja

B. Batasan Masalah
Inti kajian ini adalah kinerja mengajar guru, banyak faktor yang mempengaruhi kinerja mengajar guru. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja mengajar guru yang akan dikaji dalam penelitian ini meliputi perilaku kepemimpinan kepala sekolah, dan kepuasan kerja. Berdasarkan hal tersebut pokok masalah yang diungkap dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh kepemimpinan kepala sekolah dan kepuasan kerja terhadap kinerja mengajar guru.

C. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut : 
1. Seberapa besar pengaruh Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Kinerja Mengajar Guru SD Negeri di Kecamatan X ?
2. Seberapa besar pengaruh Kepuasan kerja terhadap Kinerja Mengajar Guru SD Negeri di Kecamatan X ?
3. Seberapa besar pengaruh Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Kepuasan Kerja secara parsial maupun secara simultan terhadap Kinerja Mengajar Guru SD Negeri di Kecamatan X ?

D. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis : 
1. Besarnya Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Kepala sekolah terhadap Kinerja Mengajar guru SD Negeri di Kecamatan X.
2. Besarnya Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Mengajar Guru SD Negeri di Kecamatan X.
3. Besarnya Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Kepuasan Kerja baik secara parsial maupun secara simultan terhadap Kinerja Mengajar Guru SD Negeri di Kecamatan X.

E. Manfaat Penelitian 
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu : 
1). Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan pengembangan keilmuan Administrasi pendidikan, memberikan bukti empiris tentang pengaruh pendekatan perilaku kepemimpinan dan kepuasan kerja, juga sebagai bahan kajian bagi penelitian berikutnya. 
2). Manfaat Praktis.
Secara operasional, bagi Kepala Sekolah bagaimana meningkatkan Kinerja Mengajar guru dan bagi Dinas Pendidikan Kecamatan Kota Ternate sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya mencapai Kinerja Mengajar Guru yang tinggi, khususnya melalui Perilaku kepemimpinan Kepala Sekolah dan Kepuasan Kerja.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 06:32:00

PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN KOMPETENSI PEDAGOGIK TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU SD

PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN KOMPETENSI PEDAGOGIK TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU SD (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Di dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 Pasal 3 disebutkan bahwa "Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab". Hal ini mengandung arti bahwa semua pendidikan yang dilaksanakan di Negara Indonesia harus mengarah pada pencapaian tujuan di atas. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut diperlukan suatu sistem pendidikan nasional yang berkualitas. Dalam sistem itu sendiri perlu adanya suatu standar penyelenggaraan pendidikan yang menjadi bahan acuan, termasuk di dalamnya standar kompetensi guru serta standar kinerja mengajar guru.
Upaya untuk mewujudkan tujuan mulia tersebut harus didukung oleh segenap aspek yang berkait dengan kependidikan, baik pemerintah maupun masyarakat. Pemerintah dalam hal ini dilibatkan karena menurut UUD 1945 bahwa setiap warga negara berhak mendapat pengajaran, dan pemerintah wajib membiayainya. Upaya pemerintah ini dibuktikan dengan menyediakan berbagai sarana dan prasarana serta perangkat kependidikan lainnya.
Aspek yang paling dominan dalam kaitannya dengan kependidikan adalah guru (pendidik), yang memang secara khusus diperuntukkan untuk mendukung dan bahkan menjadi ujung tombak dalam pencapaian tujuan pendidikan. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional (SPN) pada pasal 19 : 
(1) Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
(2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan. 
(3) Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Berdasarkan kutipan di atas, khususnya pada ayat 2 jelas tertulis bahwa pelaksana kegiatan untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut adalah guru. Apalagi jika kita kaitkan dengan pasal 28 Standar Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional.
Profesionalitas seorang guru, didukung oleh beberapa syarat sebagai tenaga profesional. Hal ini dijelaskan dalam pasal 8 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang menyatakan sebagai berikut : "Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan."
Kualitas pendidikan seperti apa yang tertuang dalam Tujuan Pendidikan Nasional akan tercapai dengan efektif dan efisien manakala kepala sekolah dan guru sebagai komponen penting yang langsung banyak bersentuhan dengan siswa profesional. Sebaliknya manakala profesionalitas mereka tidak lagi jadi ukuran, maka jangan harap tujuan pendidikan akan tercapai secara efektif dan efisien.
Konsekwensi dari Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tersebut di bagian atas memberikan makna bahwa seseorang tidak berhak menjadi guru jika tidak memiliki hal-hal tersebut di atas, dengan kata lain tidak profesional. Ataupun jika mereka telah menjadi seorang guru diharuskan melakukan upaya untuk memenuhi standar profesional. Dalam kenyataan di lapangan disinyalir masih banyak tenaga pendidik yang belum memiliki kompetensi yang layak berdasarkan Standar Pendidikan Nasional, termasuk di lembaga pendidikan yang berada di daerah terpencil X.
Jumlah tenaga guru honorer yang ikut mengabdi di jenjang Sekolah Dasar di lingkungan Dinas Pendidikan Unit Pelaksana Teknik Dinas (UPTD) Pendidikan TK, SD, dan PLS Kecamatan X berjumlah 112 orang, yang tersebar di seluruh Sekolah. Dari jumlah tersebut baru dua orang guru saja yang telah memenuhi standar berkualifikasi S1. Sedangkan yang lainnya, 57 orang guru baru berijazah D2, delapan orang guru berijazah SLTA keguruan, 48 orang guru berijazah SLTA non-keguruan, dan bahkan ada lima orang guru honorer yang baru mengantongi ijazah SMP.
Berdasarkan data laporan dinas pendidikan kecamatan X guru definitif juga belum semuanya memiliki kualifikasi sesuai dengan apa yang diharuskan dalam Standar Kualifikasi Pendidikan. Lebih jelasnya kualifikasi pendidikan mereka terdiri dari 30 orang memiliki kualifikasi S1, 84 orang memiliki kualifikasi D2, 44 orang guru berijazah SLTA keguruan, dan bahkan ada satu orang guru yang berijazah SLTA non-keguruan.
Keadaan seperti ini dimungkinkan akan mempengaruhi terhadap keberlangsungan pembelajaran, terutama yang berkaitan dengan kompetensi pedagogik serta kinerja mengajar guru-guru di jenjang Sekolah dasar di lingkungan UPTD Pendidikan X ini.
Memang dirasakan banyak kendala yang dihadapi dalam rangka memenuhi standar nasional pendidikan. Di samping kendala-kendala di atas terdapat pula kendala lain yang tidak bisa diabaikan, diantaranya keadaan sarana transportasi yang cukup berat, apalagi di musim hujan medan dirasa sangat berat untuk dilalui.
Untuk itu melalui penelitian ini penulis ingin mengungkap seberapa jauh ability serta profesionalitas kinerja tenaga pendidik (guru) di daerah terpencil, khususnya di Kecamatan X.
Salah satu unsur yang dianggap paling berperan dalam meningkatkan kinerja mengajar guru adalah kepala sekolah, sebagai atasan langsung guru. Kepala sekolah harus dapat menciptakan suatu iklim dan budaya kerja yang kondusif untuk terjadinya suatu proses pembelajaran yang efektif, sehingga diperlukan suatu perilaku kepemimpinan yang baik. Kepala sekolah harus senantiasa berupaya ke arah itu. Salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah menerapkan motivasi kerja.
Thoha (2006 : 49) memberikan penjelasan bahwa perilaku kepemimpinan merupakan norma prilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi prilaku orang lain. Kepala sekolah sebagai top leader di sekolah memiliki tanggung jawab yang besar, apalagi dengan diterapkannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kemampuan seorang pemimpin akan memberikan dampak yang nyata terhadap mutu produk yang dihasilkan. Dalam hal ini mutu kepala sekolah sebagai pemimpin suatu lembaga pendidikan akan berdampak terhadap mutu produk pendidikan di sekolah tersebut. Mortimer J. Adler dalam Dadi Permadi (1998 : 24) menegaskan bahwa "The quality of teaching and learning that goes in a school is largely determined by the quality of principals leadership" (mutu belajar mengajar yang terjadi di sekolah adalah ditentukan oleh sebagian besar mutu kepemimpinan kepala sekolah) dengan demikian seorang pemimpin bisa dikatakan ruh sebuah lembaga atau institusi.
Banyak faktor yang turut mewarnai perilaku kepemimpinan seorang kepala sekolah, sehingga perilaku kepemimpinan kepala sekolah itu sendiri secara teori banyak jenisnya. Seorang kepala sekolah mungkin tidak menyadari perilaku apa yang sedang mereka lakukan dalam melaksanakan tugas. Tetapi kepala sekolah yang visioner justru harus memahami secara benar tentang perilaku kepemimpinan apa yang akan dipergunakan serta bagaimana tata laksana dari perilaku kepemimpinan tersebut dalam rangka mencapai tujuan organisasi sekolah yang lebih baik di masa yang akan datang.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis mencoba melakukan penelitian tentang kinerja mengajar guru sekolah dasar yang dituangkan dalam bentuk tesis yang berjudul "Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah dan Kompetensi Pedagogik Terhadap Kinerja Mengajar Guru Sekolah Dasar".

B. RUMUSAN MASALAH
Paparan dalam latar belakang masalah berintikan pemikiran bahwa karena tuntutan kinerja dalam peningkatan SDM begitu tinggi, guru harus mendapat bantuan untuk mengembangkan diri, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam menumbuhkan sikap profesional. Di samping itu agar guru senantiasa dapat melaksanakan komitmennya dalam berkinerja, dibutuhkan mekanisme atau sistem yang akan mengarahkan pada pencapaian kompetensi guru yang kemudian dapat berkinerja secara optimal. Kepala sekolah merupakan bagian dari sistem pendidikan yang terkait secara langsung dengan guru. Dengan demikian kedudukan kepala sekolah dianggap penting pula dalam peningkatan kinerja mengajar guru guna mencapai tujuan pendidikan secara optimal.
Berdasarkan pemikiran di atas, rumusan masalah dapat dituliskan sebagai berikut : 
1) Bagaimana gambaran di lapangan tentang perilaku kepemimpinan transformasional kepala sekolah dasar di kecamatan X ?
2) Bagaimana gambaran di lapangan tentang kompetensi pedagogik yang dimiliki guru sekolah dasar kecamatan X ?
3) Bagaimana gambaran di lapangan tentang kinerja mengajar guru sekolah dasar kecamatan X ?
4) Seberapa besar pengaruh perilaku kepemimpinan transformasional kepala sekolah dasar terhadap kompetensi pedagogik guru sekolah dasar kecamatan X ?
5) Seberapa besar pengaruh perilaku kepemimpinan transformasional kepala sekolah dasar terhadap kinerja mengajar guru sekolah dasar kecamatan X ?
6) Seberapa besar pengaruh kompetensi pedagogik terhadap kinerja mengajar guru sekolah dasar kecamatan X ?
7) Seberapa besar pengaruh perilaku kepemimpinan transformasional kepala sekolah dasar dan kompetensi pedagogik secara bersama-sama terhadap kinerja mengajar guru sekolah dasar kecamatan X ?

C. TUJUAN PENELITIAN 
1. Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh perilaku kepemimpinan Transformasional kepala sekolah dan kompetensi pedagogik terhadap peningkatan kinerja mengajar guru Sekolah Dasar di Wilayah Kecamatan X, sebuah daerah yang tergolong terpencil di Kabupaten Y. Gambaran yang dimaksud baik berupa perilaku kepemimpinan kepala sekolah dalam berkinerja dan kompetensi yang dimiliki para guru sebagai tenaga profesional, sehingga dapat meningkatkan kinerja yang pada gilirannya akan memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional secara efektif dan efisien.
2. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam teori-teori tentang perilaku kepemimpinan dan kompetensi guru di sekolah dasar dalam kaitannya dengan upaya peningkatan tarap profesionalisme dan kinerja mengajar guru secara keseluruhan baik di lembaga sekolah negeri maupun swasta.
Secara khusus penelitian ini diharapkan dapat dikaji bagaimana gambaran pelaksanaan perilaku kepemimpinan kepala sekolah dalam upaya pencapaian tujuan organisasi sekolah secara efektif dan efisien. Juga diharapkan akan didapat suatu gambaran bagaimana kompetensi pedagogik guru, serta kinerja mengajar guru sekolah dasar di kecamatan X dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan nasional yang menjadi tanggung jawabnya. Selain itu juga diharapkan didapat suatu gambaran pengaruh yang ditimbulkan oleh perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan kompetensi pedagogik terhadap kinerja mengajar guru.
3. Kegunaan Penelitian
Penelitian yang dilakukan diharapkan mendatangkan guna dan manfaat yang besar bagi perkembangan dunia pendidikan. Demikian juga adanya dengan penelitian ini walau disusun dalam bentuk yang sangat sederhana tapi memiliki sebuah harapan yang sama dalam rangka pengembangan dunia pendidikan, khususnya di daerah tempat penelitian.
Secara rinci kegunaan dari hasil penelitian ini sebagai berikut : 
1) Secara Teoritis
Secara teoritis diharapkan penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa bahan informasi dan masukan yang berguna bagi pengembangan konsep-konsep kinerja kepala sekolah, kompetensi pedagogik dan kinerja mengajar guru dalam kaitannya dengan pengembangan Ilmu Administrasi Pendidikan.
2) Secara Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan suatu masukan atau kontribusi terhadap para kepala sekolah dan guru dalam rangka pengembangan kinerja demi pencapaian tujuan pendidikan nasional secara efektif dan efisien.
3) Kegunaan Bagi Penelitian Selanjutnya
Disadari bahwa ilmu pengetahuan akan terus berkembang, termasuk hasil dari sebuah penelitian. Maka mungkin penelitian ini dapat dijadikan bahan dasar dalam pengembangan penelitian lebih lanjut dalam proses generalisasi.

D. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian survei. Menurut Kalinger yang dikutip Akdon (2005 : 91) yang menyatakan bahwa penelitian survei merupakan penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi, dan hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis. Lebih lanjut dikatakannya bahwa penelitian survei biasanya dilakukan untuk mengambil suatu generalisasi dari pengamatan yang tidak mendalam, tetapi generalisasi yang dilakukan bisa lebih akurat bila digunakan sampel yang representatif.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 06:19:00