Cari Kategori

Showing posts with label kebijakan pelayanan kesehatan. Show all posts
Showing posts with label kebijakan pelayanan kesehatan. Show all posts

KINERJA UNIT GAWAT DARURAT PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD

KINERJA UNIT GAWAT DARURAT PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD (PROGRAM STUDI : ADMINISTRASI RUMAH SAKIT)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. (Sistem Kesehatan Nasional, 2009).
Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya pada mulanya berupa upaya penyembuhan penyakit, kemudian secara berangsur-angsur berkembang ke arah keterpaduan upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat dengan mengikutsertakan masyarakat secara luas yang mencakup upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bersifat menyeluruh terpadu dan berkesinambungan (UU No. 36 Tentang Kesehatan, 2009).
Memasuki abad ke-21, Indonesia menghadapi berbagai perubahan dan tantangan strategis, diantaranya yaitu telah terjadi pertumbuhan yang sangat pesat di berbagai sektor industri, tak terkecuali juga di bidang kesehatan. Pertumbuhan tersebut diiringi dengan semakin ketatnya persaingan antar pemberi layanan kesehatan. Pelayanan kesehatan telah berubah menjadi sesuatu yang bisa diperdagangkan. Rumah sakit berlomba-lomba untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasiennya, disertai dengan berbagai fasilitas dan peralatan kedokteran yang termodern dan terlengkap, guna menjadi rumah sakit yang terdepan dalam pemberi jasa pelayanan kesehatan.
Fasilitas kesehatan yang ada harus mampu mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Seiring dengan membaiknya tingkat pendidikan, meningkatnya keadaan sosial ekonomi masyarakat, serta adanya kemudahan di bidang transportasi dan komunikasi mengakibatkan sistem nilai dalam masyarakat berubah.
Akibatnya masyarakat cenderung menuntut pelayanan umum yang lebih bermutu termasuk pelayanan kesehatan (Jacobalis, 2000). Hal ini merupakan suatu tantangan, sehingga institusi pelayanan kesehatan membutuhkan strategi yang dapat menjawab perubahan-perubahan yang terjadi.
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang hams tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. (UU No. 44 Tentang Rumah Sakit, 2009). Berdirinya rumah sakit di tengah ketatnya kompetensi dalam globalisasi ekonomi sekarang rumah sakit ini, perlu peninjauan kembali sistem manajemen yang digunakan. Pada saat ini rumah sakit tidak lagi dipandang sebagai usaha sosial yang dapat dikelola dengan begitu saja, tetapi lebih merupakan suatu industri jasa (Kaplan dan Norton, 1996).
Selama ini para manajer rumah sakit hanya mengukur keberhasilan rumah sakit dengan keberhasilan finansial saja. Risiko yang timbul dengan menggunakan ukuran finansial saja adalah tidak selalu memberikan gambaran yang akurat tentang arah organisasi dan dapat memimpin organisasi ke arah jangka pendek bukan jangka panjang. Oleh karena itu, untuk mengukur kinerja di dalam rumah sakit diperlukan sistem pengukuran kinerja yang tidak hanya mengukur aspek keuangan saja, tetapi juga mempertimbangkan aspek non keuangan seperti kepuasan pelanggan, proses bisnis internal dan proses pembelajaran dan pertumbuhan. Ukuran kinerja ini disebut dengan balanced scorecard yang menawarkan suatu peta jalan yang sistematis dan komprehensif bagi organisasi-organisasi untuk menerjemahkan pernyataan visi dan misi mereka ke dalam sekumpulan ukuran kinerja yang saling berkaitan. Ukuran-ukuran ini tidak digunakan untuk mengendalikan perilaku tetapi untuk mengartikulasikan strategi organisasi, dan membantu menyesuaikan inisiatif individu, lintas departemen, organisasi, demi tercapainya sasaran bersama (Gaspersz, 2011).
Walaupun pengukuran kinerja dengan menggunakan balanced scorecard lebih banyak digunakan di perusahaan-perusahaan bisnis yang menghasilkan barang atau produk, tetapi dapat juga diterapkan pada rumah sakit yang bergerak dalam usaha jasa. John R Griffith & John G King dalam Journal of Healthcare Management edisi Jan/Feb 2000 dan Chee W. Chow et.al. dalam jurnal yang sama edisi Mei 1998 menganjurkan balanced scorecard untuk digunakan dalam organisasi kesehatan yaitu rumah sakit.
Pelayanan Kesehatan X merupakan institusi pelayanan kesehatan berbasis pelayanan mutu prima dan kepuasan pelanggan/pasien, menjadi tempat pilihan peneliti untuk melakukan analisis kinerja, khususnya di Unit Gawat Darurat. Unit Gawat Darurat merupakan pelayanan di depan yang harus dilayani dengan cepat dan profesional. Kegiatan pelayanan terhadap pasien berjalan terus menerus selama 24 jam dengan kedatangan pasien dan dengan berbagai tingkat kegawatan. Dalam penatalaksanaan rujukan di rumah sakit, seleksi dilakukan di Unit Gawat Darurat maupun di Unit Rawat Jalan, untuk selanjutnya penderita disalurkan ke instalasi yang dirujuk (Djojodibroto, 1997).
Data dari Pelayanan Kesehatan X pada tahun 2008-2010 menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah kunjungan pasien ke Unit Gawat Darurat, dilihat berturut-turut dari tahun 2008, 2009 dan 2010 : 20667 pasien, 20515 pasien dan 18827 pasien, dimana hampir 50% pasien Rawat Inap berasal dari Unit Gawat Darurat. Dilihat dari perspektif pemasukan pasien, hal ini akan sangat berpengaruh terhadap penerimaan Unit Gawat Darurat Pelayanan Kesehatan X. Pada tahun 2010, di Unit Gawat Darurat Pelayanan Kesehatan X terjadi revisi tarif paket UGD dan selain itu dilakukan efisiensi ketenagaan untuk mengurangi pengeluaran biaya UGD, karena sumber pengeluaran terbesar adalah untuk sumber daya manusia yaitu mencapai 40% dari pengeluaran yang ada. Cost Recovery Rate (CRR) Unit Gawat Darurat dari tahun 2008-2010 mengalami penurunan, meskipun masih diatas 100%, hal ini menunjukkan bahwa perbandingan penerimaan dengan pengeluaran yang semakin menurun.
Pelayanan Kesehatan X termasuk rumah sakit non profit, namun demikian mereka tetap concern terhadap masalah keuangan, dimana profit yang diperoleh akan dapat merangsang peningkatan investasi sebagai pengembangan Pelayanan Kesehatan X. Di tengah maraknya dibangun Rumah Sakit-Rumah Sakit baru yang modern dan berorientasi profit di kota ini, tidaklah mudah bagi Pelayanan Kesehatan X untuk mempertahankan visi dan misinya. Masyarakat dihadapkan kepada berbagai pilihan alternatif untuk berobat. Oleh karena itu, untuk menjadikan Unit Gawat Darurat sebagai andalan sesuai dengan visi dan misi rumah sakit, diperlukan kinerja rumah sakit yang baik yang akan menuntun pada suatu kerangka kerja yang strategis yang tepat dan dapat memicu keunggulan berkompetisi secara sehat di era globalisasi ini, maka Unit Gawat Darurat sebagai suatu unit diukur kinerjanya dengan menggunakan pendekatan balanced scorecard.
Dengan memakai pendekatan balanced scorecard, maka kinerja Unit Gawat Darurat dapat dievaluasi dari empat perspektif, yaitu aspek keuangan, aspek pelanggan, aspek proses bisnis internal dan aspek pembelajaran dan pertumbuhan, yang selanjutnya dapat menjadi bahan masukan dalam perencanaan strategic Pelayanan Kesehatan X. Selain itu, belum pernah dilakukan evaluasi kinerja Unit Gawat Darurat Pelayanan Kesehatan X dengan menggunakan konsep balanced scorecard.

B. Rumusan Masalah
Dilihat dari perspektif pemasukan pasien dan untuk menjadikan Unit Gawat Darurat sebagai andalan sesuai dengan visi dan misi rumah sakit, diperlukan kinerja rumah sakit yang baik yang akan menuntun pada suatu kerangka kerja yang strategis yang tepat dan dapat memicu keunggulan berkompetisi secara sehat di era globalisasi ini. Selain itu, berdasarkan fakta yang telah diuraikan dalam latar belakang, maka dapat ditemukan bahwa belum adanya bentuk penilaian analisis kinerja dengan menggunakan pendekatan balanced scorecard di Unit Gawat Darurat Pelayanan Kesehatan X.

C. Pertanyaan Penelitian
a. Bagaimana kinerja Unit Gawat Darurat Pelayanan Kesehatan X ditinjau dari perspektif keuangan ?
b. Bagaimana kinerja Unit Gawat Darurat Pelayanan Kesehatan X ditinjau dari perspektif pelanggan ?
c. Bagaimana kinerja Unit Gawat Darurat Pelayanan Kesehatan X ditinjau dari perspektif proses bisnis internal ?
d. Bagaimana kinerja Unit Gawat Darurat Pelayanan Kesehatan X ditinjau dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ?

D. Tujuan penelitian
a. Tujuan Umum
Mengetahui kinerja Unit Gawat Darurat Pelayanan Kesehatan X dengan pendekatan balanced scorecard.
b. Tujuan Khusus
1. Memberikan gambaran kinerja dari perspektif keuangan di Unit Gawat Darurat Pelayanan Kesehatan X
2. Memberikan gambaran kinerja dari perspektif pelanggan di Unit Gawat Darurat Pelayanan Kesehatan X
3. Memberikan gambaran kinerja dari perspektif proses bisnis internal di Unit Gawat Darurat Pelayanan Kesehatan X
4. Memberikan gambaran kinerja dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan di Unit Gawat Darurat Pelayanan Kesehatan X

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Aplikatif Bagi Rumah Sakit
Dapat mengetahui gambaran kinerja rumah sakit dengan pendekatan balanced scorecard sehingga diharapkan pihak manajemen rumah sakit mendapat masukan dan dapat sebagai indikator pemantauan rutin mutu pelayanan di Unit Gawat Darurat Pelayanan Kesehatan X.
2. Manfaat Aplikatif Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu sumbangan ilmu dan wawasan, juga pengalaman dalam menerapkan ilmu yang didapat selama belajar di Program Studi Kajian Administrasi Rumah Sakit (KARS).
3. Manfaat Aplikatif Bagi Peneliti
Dapat memperoleh pengalaman penelitian yang dapat dipergunakan dalam melaksanakan pekerjaan di masa mendatang dan merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Master Administrasi Rumah Sakit.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:06:00

KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN PELAYANAN KESEHATAN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN PELAYANAN KESEHATAN DI KABUPATEN X (PROGRAM STUDI : ADMINISTRASI PUBLIK)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang (UU) Nomor 23/1992 tentang Kesehatan menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Oleh sebab itu setiap individu, keluarga, dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya dan negara bertanggung jawab mengatur agar hak hidup sehat bagi penduduknya, termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Kenyataannya, yang terjadi, derajat kesehatan masyarakat masih rendah. Hal ini tergambar dari Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) yang masih tinggi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, AKB sebesar 26,9 per 1000 kelahiran hidup dan AKI sebesar 248 per 100.000 kelahiran hidup serta umur harapan hidup 70,5 tahun (BPS, 2007).
Rendahnya derajat kesehatan masyarakat, salah satunya, karena sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Kesulitan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kurangnya tenaga medis, sulitnya jangkauan pelayanan ke puskesmas kurangnya sarana prasarana, dan belum optimalnya perumusan dan pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan. Penanganan faktor tersebut idealnya dilakukan oleh negara karena negara merupakan institusi yang pertama harus memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak-hak warga negaranya. Warga negara adalah manusia di dalam sebuah negara yang membawa eksistensi, martabat dan hak bawaannya sebagai makhluk yang harus diakui, dihormati, dipenuhi, dan dilindungi oleh dan melalui negara. Sebaliknya warga negara harus tunduk terhadap negara. Hal ini berarti bahwa eksistensi, martabat, dan seluruh hak bawaan sebagai makhluk dibawa ke dalam ruang negara sesuai kesepakatan dan negara harus mengatur, mengakui, menghormati, memenuhi, dan melindunginya sehingga eksistensi negara tetap terjaga (Ndraha, 2000).
Personifikasi negara adalah pemerintah. Pemerintah menyelenggarakan tugas-tugas operasional negara yang menyangkut berbagai aspek kehidupan masyarakat, terutama aspek-aspek kehidupan dimana masyarakat belum mampu untuk mengurusnya sendiri. Keterlibatan pemerintah itu tidak boleh mengabaikan eksistensi, martabat, dan hak bawaan warga negara sebagai makhluk, termasuk juga dalam hal pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan sebagai salah satu urusan yang masih ditangani oleh pemerintah idealnya meletakkan masyarakat (warga negara) sebagai pihak yang berdaulat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara optimal. Dalam konteks ini, pelayanan kesehatan yang diberikan dan disediakan oleh pemerintah tidak hanya pada sisi kualitas tetapi juga pada sisi kuantitas.
Sebagai sebuah negara yang masih tergolong negara berkembang, persoalan kesehatan di Indonesia masih menjadi pergumulan panjang walaupun secara operasional telah banyak upaya dan usaha yang telah dilakukan. Meskipun demikian secara kontekstual pemerintah belum sepenuhnya mampu menanggulangi persoalan kesehatan.
Hal ini terlihat dari masih tingginya (60%) rakyat yang sampai dengan awal tahun 2007 belum merasakan dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal (Media Indonesia, 14 Agustus 2007). Kondisi ini merupakan persoalan yang krusial, apalagi jika memperhatikan krisis multi dimensional saat ini yang belum sepenuhnya dapat diatasi oleh Pemerintah. Situasi ini semakin berdampak pada belum terpenuhinya kebutuhan kesehatan masyarakat secara optimal. Salah satunya adalah dengan munculnya berbagai macam kejadian luar biasa (KLB) seperti penyakit busung lapar (marasmus), penyakit menular, rendahnya kesehatan ibu dan anak, serta kurang bersihnya sanitasi lingkungan.
Pada tataran ini, negara yang depersonifikasi dalam wujud pemerintah dan oleh masyarakat telah diberi mandat untuk dapat melindungi dan memenuhi kebutuhan masyarakat harus dapat memainkan peran yang lebih efektif sehingga kehadiran pemerintah dapat dijadikan sebagai solusi dan rahmat bagi penyelesaian berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat. Dalam konteks ini, ketika pemerintah kemudian tidak mampu memenuhi dan melindungi kepentingan serta kebutuhan masyarakat maka kehadiran pemerintah akan dianggap sebagai malapetaka yang pada gilirannya akan melahirkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah sehingga legitimasi negara (pemerintah) menjadi luntur.
Untuk menghindari terjadinya kondisi tersebut maka pemerintah menetapkan kebijakan, program dan sasaran pembangunan di bidang kesehatan dengan program peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak, peningkatan kesehatan untuk masyarakat miskin, Revitalisasi Puskesmas, Posyandu, pemberian Asuransi Kesehatan bagi masyarakat miskin, penempatan dokter Pegawai Tidak Tetap (PTT) di semua puskesmas, pemberian bantuan obat-obatan, penurunan harga obat-obatan melalui obat generik dengan harga murah, serta peningkatan mutu dan jumlah tenaga kesehatan (Buletin Kesehatan Epidemiologi, 2007). Program dan kegiatan prioritas lain yang ditempuh pemerintah mencakup pemberian perhatian yang terus-menerus untuk mengatasi kasus gizi buruk, termasuk mengambil langkah-langkah efektif mengatasi masalah penyakit epidemi (menular) seperti Tubercholousis (TBC), malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD) dan juga avian influenza (flu burung) maupun HIV/AIDS (Buletin Departemen Kesehatan, 2007).
Efektivitas implementasi berbagai kebijakan, program dan sasaran pembangunan bidang kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah tersebut dipengaruhi oleh kinerja pemerintahan di daerah. Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten X sejak tahun 1999 telah menetapkan kebijakan pembangunan daerah melalui program Gerakan Kembali ke Desa dan Pertanian (Gerbadestan). Program Gerbadestan ini terdiri dari empat aspek sebagai pilar-pilar Gerbadestan, yaitu (1) pemberdayaan ekonomi rakyat, (2) peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), (3) peningkatan sarana dan prasarana, serta (4) penguatan kelembagaan.
Dalam aspek peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), Pemda X menitikberatkan pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat, baik dari aspek kualitas maupun kuantitasnya. Dari aspek kualitas, penekanan peningkatan SDM diarahkan pada pemberian pelayanan kesehatan yang optimal kepada masyarakat, baik berupa pelayanan medis, peningkatan sarana dan prasarana kesehatan, maupun peningkatan kualitas tenaga medis melalui pendidikan, pelatihan dan kursus-kursus. Dari aspek kuantitas, program diarahkan pada pembangunan sarana dan prasarana kesehatan baru, seperti Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), Puskesmas Pembantu (Pustu), Pondok Bersalin Desa (Polindes) dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), penambahan tenaga medis serta pengadaan alat-alat medis.
Secara teknis, kebijakan yang telah ditetapkan oleh Pemda Kabupaten X harus secara nyata dapat ditindak-lanjuti secara operasional oleh Dinas Kesehatan Kabupaten X sebagai lembaga teknis daerah yang memiliki lingkup tugas di bidang kesehatan dan membawahi 20 puskesmas sebagai lembaga teknis yang berada di lapangan dan berada langsung di tengah-tengah masyarakat. Puskesmas merupakan pendukung penting keberhasilan pelayanan kesehatan karena dua hal : berada langsung di tengah masyarakat dan mudah dijangkau karena letaknya dalam wilayah kerja kecamatan. Situasi ini akan memudahkan masyarakat, khususnya di daerah-daerah terpencil, untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Di samping itu, lingkup kerja puskesmas sendiri membawahi Pustu, Posyandu, dan Polindes yang ada di setiap desa. Kondisi ini menggambarkan strategisnya keberadaan puskesmas karena lingkup kerja pelayanannya menjangkau ke setiap desa sehingga penetapan kebijakan yang dilakukan, baik oleh Dinas Kesehatan Kabupaten X maupun oleh setiap puskesmas, harus bersifat sinergis dan integratif.
Dalam konteks ini Pemda Kabupaten X menyadari bahwa pengelolaan dan pengembangan kesehatan merupakan salah satu elemen produktif bagi kesehatan masyarakat. Kebijakan yang telah ditempuh Pemda pada waktu lampau memang belum sepenuhnya mampu mengatasi persoalan kesehatan masyarakat seperti pembangunan puskesmas, penambahan tenaga medis dan peralatan medis serta optimalisasi peran posyandu dan polindes di setiap desa. Kebijakan yang telah ditempuh tersebut ternyata belum sepenuhnya memberikan dampak yang konstruktif dan optimal bagi masyarakat yang mana terlihat dari masih banyak masyarakat yang menderita penyakit endemi seperti, malaria, filaria, tingginya kematian ibu hamil, penyakit diare dan masih banyaknya ibu hamil yang tidak memeriksa kesehatan di posyandu/polindes.
Menyikapi kondisi yang demikian maka Pemda Kabupaten X harus meletakkan kebijakan yang lebih produktif dan berdampak langsung dalam mengoptimalkan pengelolaan dan pengembangan pelayanan kesehatan masyarakat terutama di daerah-daerah pedesaan yang jangkauannya jauh dari sarana kesehatan. Kebijakan yang telah ditempuh saat ini antara lain dapat dilihat dari semakin banyaknya tenaga medis yang ditempatkan di puskesmas, pengadaan alat-alat medis, pembangunan puskesmas rawat inap di setiap kecamatan, memberikan kesempatan kepada para tenaga kesehatan untuk melanjutkan pendidikan secara berkesinambungan (Rencana Strategis Pengembangan Kesehatan dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Kabupaten X, 2006-2010).
Secara umum Kepala Puskesmas Y bersama staf puskesmas telah melakukan proses perumusan kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan setiap tahun untuk melihat sejauh mana kinerja dari para petugas puskesmas dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing program. Dari hasil yang telah di evaluasi dapat dilihat adanya peningkatan kinerja dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat, namun semuanya ini belum tercapai secara optimal.
Berdasarkan latar belakang tersebut, dilakukan penelitian tentang Kebijakan Pengelolaan dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan : Studi Kasus di Puskesmas Y Kecamatan X

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka masalah pokok dalam penelitian ini dirumuskan sebagai "Apakah kebijakan pengelolaan dan pengembangan pelayanan kesehatan Puskesmas Y mampu menjawab permasalahan yang dihadapi Puskesmas Y Kecamatan X" ?

C. Tujuan Penelitian
Bertolak dari identifikasi dan perumusan masalah tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah : 
1. Untuk mengetahui kebijakan pengelolaan dan pengembangan pelayanan kesehatan di Puskesmas Y Kecamatan X.
2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi dan upaya pemecahan masalah dalam pengembangan dan pengelolaan Puskesmas Y Kecamatan X.

D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini dapat bermanfaat untuk dua hal berikut ini : 
1. Dari aspek keilmuan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi wahana untuk mengaplikasikan berbagai teori yang telah dipelajari yang berguna dalam mengembangkan pemahaman, penalaran, dan pengalaman penulis, disamping berguna pula bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu kebijakan publik.
2. Dari aspek praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi pemikiran dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk memecahkan masalah serupa serta dapat bermanfaat sebagai referensi bagi penelitian sejenis di masa yang akan datang.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 05:52:00