PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa yang sedang berkembang, sedang giat melaksanakan pembangunan, bangkit dari keterpurukannya akibat krisis multi dimensi yang menghantam bangsa Indonesia. Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan untuk melakukan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Tujuan pembangunan nasional tersebut dalam GBHN telah digariskan adalah sebagai berikut : Mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila didalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana peri kehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
Pembangunan di sektor perekonomian dilaksanakan berdasarkan jiwa dari pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 sebagai berikut :
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
Berdasarkan pasal 33 UUD 1945 tersebut dikembangkan suatu sistem perekonomian yang kemudian dikenal dengan istilah demokrasi ekonomi, dimana dalam demokrasi ekonomi ini tidak dikenal adanya penguasaan perekonomian oleh negara sepenuhnya ataupun sebaliknya rakyat mempunyai kebebasan untuk mengusahakan seluruh cabang-cabang produksi yang ada di Indonesia.
Disini pelaku ekonomi berdasarkan demokrasi ekonomi terdiri dari tiga unsur yaitu negara, koperasi dan swsata. Negara menjalankan fungsi perekonomian melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan bentuk usaha yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak dapat diusahakan serta dikelola oleh orang perorangan atau badan swasta. Masyarakat harus memegang peranan aktif dalam kegiatan pembangunan. Sedangkan pemerintah berkewajiban memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi serta menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha. Sebaliknya dunia usaha perlu memberikan tangapan terhadap pengarahan dan bimbingan serta penciptaan iklim tersebut dengan kegiatan yang nyata.
Peran serta masyarakat dalam pembangunan perekonomian berbentuk koperasi dan usaha-usaha swasta. Jika kita perhatikan, usaha-usaha yang dilakukan swasta lebih berkembang dan memberikan konstribusi yang besar bagi pembangunan perekonomian. Usaha swasta berkembang sejalan dengan berkembangnya kebutuhan masyarakat yang semakin banyak jenis dan ragamnya. Perusahaan swasta lebih mudah berkembang dari pada perusahaan negara dan koperasi, karena dapat dikelola dan dimiliki perorangan. Suatu perusahaan swasta pada dasarnya terdapat dua unsur di dalamnya yaitu pengusaha sebagai pemilik usaha dan pekerja yang melakukan pekerjaan atas perintah pengusaha. Hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja terjalin setelah diadakan perjanjian kerja yaitu : "Suatu perjanjian dimana pihak kesatu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lainnya, majikan yang mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh itu dengan membayar upah" (Imam Soepomo, 1994 : 1).
Dalam usaha memberikan pengarahan, bimbingan terhadap dunia usaha serta penciptaan iklim yang sehat bagi perkembangan usaha, maka peran aktif pemerintah tercermin dari usaha-usaha pemerintah mengarahkan hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha sehingga terjalin Hubungan Industrial yang menempatkan pekerja sebagai partner kerja dan duduk sejajar dengan pengusaha di dalam proses barang dan jasa. Seperti dikemukakan Sendjun H. Manulang (1995 : 147) : "Bahwa antara pekerja dan pengusaha/pimpinan perusahaan wajib bekerja sama serta membantu dalam kelancaran usaha dalam meningkatkan dan menaikkan produksi".
Untuk mewujudkan Hubungan Industrial secara riil diperlukan suatu sikap sosial yang mencerminkan persatuan dan kesatuan, sikap kegotongroyongan, harga menghargai, tenggang rasa, keterbukaan, bantu membantu serta mampu mengendalikan diri.
Selain daripada sikap sosial diperlukan sikap mental di mana pelaku Hubungan Indusrial dituntut untuk saling menghormati dan saling mengerti kedudukannya serta peranannya dan memahami hak dan kewajiban di dalam keseluruhan proses produksi. Sikap sosial serta sikap mental tersebut diharapkan akan menciptakan suasana dan lingkungan kerja yang menggairahkan yang mampu menstabilkan jalannya roda perusahaan sehingga pada akhirnya akan memberikan sumbangan yang berarti bagi pembangunan nasional.
Dalam Hubungan Industrial tidak ada tempat bagi tindakan-tindakan di luar batas kemanusiaan dalam konteks hubungan kerja dan selalu dengan adanya pemerasan atau yang kuat akan memakan yang lemah. Akan tetapi dalam praktek pelaksanaannya, ternyata masih sering terjadi pergesekan nilai-nilai Hubungan Industrial yang memungkinkan menjadi sebab timbulnya pertentangan di dalam pelaksanaan hubungan kerja. Suatu pertentangan antara pengusaha dan pekerja adalah sesuatu yang wajar mengingat latar belakang kepentingan yang berbeda-beda. Di satu pihak pengusaha akan selalu membuat pertimbangan-pertimbangan rasional demi efisiensi produksi. Sedangkan di pihak pekerja mempunyai kepentingan mensejahterakan kehidupan diri dan keluarga. Pertentangan tersebut secara alamiah dapat muncul suatu ketika. Pertentangan antara pengusaha dan pekerja dapat dikatakan wajar apabila pertentangan tersebut masih berada dalam batas toleransi kedua belah pihak yang berselisih. Lain halnya apabila tejadi kemacetan komunikasi dalam penyelesaian pertentangan. Dampak yang akan timbul akibat tidak lancarnya komunikasi tersebut adalah meruncingnya pertentangan antara pihak pengusaha dan pihak pekerja.
Pertentangan antara pengusaha dan pekerja dalam kaitan dengan hubungan kerja disebut dengan perselisihan hubungan industrial. Perselisihan yang terjadi dapat bersifat perorangan serta dapat pula bersifat kolektif yang melibatkan banyak pekerja. Perselisihan dapat dibedakan menjadi perselisihan mengenai hak (recht geschilin) dan perselisihan mengenai kepentingan (belangen geschilen). (Zainal Asikin, 1994 : 166).
Menurut Undang-Undang No 2 tahun 2004, pengertian perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan.
Akibat perselisihan hubungan industrial akan menimbulkan banyak kerugian. Pihak perusahaan akan mengalami kerugian, karena dampak perselisihan hubungan industrial akan menyebabkan produksi tidak stabil sebagai akibat hilangnya jam kerja serta suasana kerja yang tidak menguntungkan. Pihak pekerja juga akan mengalami kerugian karena hilangnya jam kerja berkaitan dengan penurunan upah yang seharusnya mereka terima, bahkan jika pada akhirnya perselisihan semakin memuncak dan tidak terselesaikan, tidak tertutup kemungkinan perusahaan tersebut kemudian gulung tikar dan terpaksa menjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap seluruh buruh.
Pemutusan hubungan kerja menurut Pasal 1 Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 menyebutkan bahwa : "Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. Dalam proses pemutusan hubungan kerja meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik perorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik swasta maupun pemerintah maupun badan usaha lain yang mempekerjakan orang dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Kondisi keuangan perusahaan yang kurang baik, pekerja yang sering tidak masuk, tidak mentaati peraturan perusahaan, melakukan tindakan kriminal, menciptakan suasna yang tidak harmonis dalam perusahaan serta hubungan yang tidak harmonis antara pekerja dengan pengusaha dapat mengakibatkan terjadinya pemutusan hubungan kerja. Proses pemutusan hubungan kerja dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dengankewajiban pengusaha untuk memberikan hak-hak pegawai berupa membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima
Berdasarkan kenyataan tersebut maka pemutusan hubungan kerja perlu diupayakan penyelesaiannya secara baik dan memenuhi rasa keadilan pihak-pihak yang bersengketa. Perlu dihindari dan dicegah terjadinya pertarungan bebas (free fight liberalism) yang biasanya dilakukan dengan mogok (strike), memperlambat pekerjaan (slow down) dan usaha penutupan perusahaan untuk menekan pihak pekerja (lock out). Karena bentuk pertarungan bebas bukan pemecahan yang baik, bahkan cenderung mengarah pada tindakan yang akan memperkeruh suasana sehinggga dapat merugikan banyak pihak.
Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja diatur dalam Pasal 8 Undang-undang No 2 tahun 2004 menyebutkan : "penyelesaian perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota".
Menurut Undang-undang Pasal 1 No 2 tahun 2004 menyebutkan : "Mediator Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediator merupakan pegawai instansi pemerintah yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan".
Pemilihan lokasi di kantor Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kabupaten X dipilih dengan pertimbangan :
1. Belum pernah dilakukan penelitian tentang topik ini
2. Di X banyak terdapat industri besar dan menengah yang sangat potensial terjadi perselisihan hubungan industrial, khususnya perselisihan pemutusan hubungan kerja dan pernah dilakukan penyelesaian ini melalui mediasi dengan melibatkan mediator
Berdasarkan pertimbangan diatas mendorong penulis untuk mengadakan penelitian mengenai : Peran Mediator Dalam Menyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja Di Kabupaten X.
B. Pembatasan Masalah
Mengingat kemampuan penyusun dan agar terhindar dari kesimpangsiuran dan supaya skripsi lebih terarah serta sekaligus untuk menghindari kemungkinan pembahasan yang menyimpang dari pokok permasalahan yang hendak diteliti, maka perlu adanya suatu pembatasan masalah.
Adapun permasalahan yang hendak diteliti dalam skripsi ini terbatas pada peran mediator yang telah mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial untuk periode setelah berlakunya Undang -undang No 2 Tahun 2004 Di Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kabupaten X.
C. Perumusan Masalah
Dalam penyusunan skripsi ini penulis akan merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana peran mediator dalam memfasilitasi perselisihan tentang pemutusan hubungan kerja di Kabupaten X ?
2. Bagaimana tugas dan fungsi mediator dalam memfasilitasi perselisihan hubungan industrial di Kabupaten X?
D. Tujuan Penelitian
Adanya penelitian tentunya mempunyai maksud dan tujuan berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka peneliti mempunyai tujuan :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui peran mediator dalam memfasilitasi perselisihan tentang pemutusan hubungan kerja di Kabupaten X
b. Untuk mengetahui tugas dan fungsi mediator dalam memfasilitasi perselisihan hubungan industrial di Kabupaten X.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan penulis mengenai cara-cara penyelesaian pemutusan hubungan kerja dan teori-teori hukum lain yang didapat selama kuliah
b. Sebagai sarana menambah pengetahuan di bidang pengembangan kemampuan penelitian bagi penulis dan dapatlah memberikan sumbangan pengetahuan dan khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang hukum.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Diharapkan dalam penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dalam dunia ilmu hukum pada umumnya dan khususnya Hukum Ketenagakerjaan.
b. Untuk mengembangkan Ilmu Hukum Administrasi Negara khususnya yang menyangkut hukum ketenagakerjaan dan hasil penelitian ini dapat memperkaya wawasan kita.
2. Manfaat Praktis
a. Dalam penelitian ini diharapkan bermanfaat sekaligus sebagai referensi pada pihak-pihak terkait yang berhubungan dengan penyelesaian pemutusan hubungan kerja.
b. Dalam penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada masyarakat mengenai penyelesaian pemutusan hubungan kerja.
F. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini akan diuraikan tentang sistematika penulisan sebagai gambaran tentang penulisan ilmiah ini secara keseluruhan, artinya pada sub bab ini akan diuraikan secara sistematis keseluruhan isi yang terkandung dalam skripsi ini.
Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan titik tolak dari penulisan skripsi dimana dipaparkan tema dan permasalahan, pada bab ini terdiri dari sub pokok yaitu latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini dikemukakan teori-teori yang mendasari masalah yang akan dibahas.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang analisis data yang terdiri dari jawaban dari permasalahan yang diungkapkan pada bab-bab sebelumnya, serta pembahasan sesuai dengan kajian teori maupun dalam praktek pelaksanaan.
BAB V PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dan saran.
Post a Comment