Cari Kategori

Showing posts with label metode jigsaw. Show all posts
Showing posts with label metode jigsaw. Show all posts

PENINGKATAN HASIL BELAJAR FISIKA MELALUI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN TONGKAT ESTAFET BERBASIS JIGSAW PADA KOMPETENSI DASAR RANGKAIAN HAMBATAN LISTRIK

SKRIPSI PTK PENINGKATAN HASIL BELAJAR FISIKA MELALUI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN TONGKAT ESTAFET BERBASIS JIGSAW PADA KOMPETENSI DASAR RANGKAIAN HAMBATAN LISTRIK (FISIKA KELAS IX)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Belajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatunya guna kepentingan pengajaran (Djamarah, 2006 : 1).
Salah satu cara belajar mengajar yang menekankan berbagai kegiatan dan tindakan adalah menggunakan pendekatan tertentu. Dalam belajar mengajar pada hakekatnya merupakan suatu upaya dalam mengembangkan keaktifan belajar yang dilakukan oleh peserta didik dan guru. Pendekatan dalam belajar mengajar pada dasarnya adalah melakukan proses belajar mengajar yang menekankan pentingnya belajar melalui proses untuk memperoleh pemahaman. Pendekatan ini mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan berhasil tidaknya belajar yang diinginkan.
Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar.
Interaksi dalam proses belajar mengajar mempunyai arti yang luas, tidak sekedar hubungan antara guru dan siswa tetapi interaksi edukatif. Dalam hal ini guru tidak hanya menyampaikan pesan berupa materi pelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai pada siswa yang sedang belajar. Proses belajar mengajar mempunyai makna dan pengertian yang lebih luas daripada pengertian mengajar. Dalam proses belajar mengajar tersirat adanya satu kegiatan yang tak terpisahkan antara siswa yang belajar dengan guru yang mengajar, antara kegiatan ini terjalin interaksi yang saling menunjang.
Kurikulum yang digunakan di SMPN X adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pada mata pelajaran Fisika kelas IX semester 1 terdapat materi rangkaian hambatan listrik. Materi ini dipilih karena berdasarkan observasi awal yang telah dilakukan di SMPN X menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dalam materi rangkaian hambatan listrik masih kurang. Hal ini disebabkan karena siswa belum mampu mengkaitkan materi rangkaian hambatan listrik yang dipelajari dengan pengalaman yang dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Hasil studi pendahuluan diketahui ulangan harian di kelas IX khususnya pokok bahasan rangkaian hambatan listrik, masih ada siswa yang kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal pokok bahasan konsep rangkaian hambatan listrik yang ditunjukkan dengan 40 siswa, yang tidak tuntas adalah sebanyak 13 orang. Dan ini berarti hanya 27 siswa yang nilainya tuntas. Standar Ketuntasan Minimal mata pelajaran Fisika di SMPN X adalah 71 artinya siswa dianggap tuntas bila sudah mendapat nilai minimal 71. Sedangkan standar ketuntasan secara klasikal adalah 85 artinya suatu materi dianggap tuntas jika 85% siswa sudah mencapai SKM.
Pembelajaran materi pokok bahasan rangkaian hambatan listrik di SMPN X biasanya menggunakan pembelajaran ceramah walaupun kadang-kadang guru juga melakukan kegiatan kelompok untuk menyampaikan materi tersebut. Akan tetapi cara kerja berkelompok seperti ini menyebabkan siswa yang berkemampuan kurang, memperoleh hasil belajar yang tetap rendah dan adanya kesenjangan yang jauh antara hasil belajar siswa yang pandai dengan hasil belajar siswa yang kurang pandai, walaupun nilai tugas kelompok cenderung baik dan merata. Hal ini mungkin disebabkan karena dalam pengerjaan tugas tersebut didominasi oleh siswa yang pandai, sedangkan siswa yang kemampuannya rendah kurang berperan dalam penyelesaian tugas tersebut.
Dari prestasi ini, ada dugaan pengajaran Fisika selama ini kurang tepat dalam penggunaan metode pengajaran. Kemungkinan yang lain adalah konsep-konsep dasar yang diajarkan di kelas IX kurang dipahami siswa, sehingga kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal Fisika khususnya soal-soal pokok bahasan pada rangkaian hambatan listrik masih kurang. Hal ini akan berakibat pada ketuntasan nilai belajar Fisika siswa belum tercapai, sehingga mempengaruhi tingkat kelulusan siswa.
Di sini guru berperan sebagai pengelola proses belajar mengajar, mengembangkan bahan pelajaran dengan baik dan meningkatkan kemampuan siswa untuk menyimak pelajaran dan menguasai tujuan-tujuan pendidikan yang harus mereka capai. Keberhasilan suatu pelajaran biasanya diukur dari keberhasilan pelaksanaan kegiatan guru dan siswa. Guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa tercapai secara optimal (Nasution, 2008 : 55).
Untuk memenuhi hal tersebut di atas, guru dituntut mampu mengelola proses belajar mengajar yang memberikan rangsangan kepada siswa sehingga ia mau belajar, karena siswa lah subjek utama dalam belajar.
Secara umum pembelajaran yang ada saat ini guru cenderung mempunyai peranan yang sangat dominan, sehingga para siswa sangat bergantung kepada guru, akibatnya siswa mengalami krisis inisiatif, kreativitas dan cenderung bersikap pasif. Bahkan kegiatan pembelajaran siswa berjalan di luar pengawasan guru, karena guru yang hanya sendirian/seorang harus melayani sejumlah siswa, sehingga guru tidak dimungkinkan dapat mengawasi dan membantu siswa yang lambat dalam menerima pelajaran secara individual.
Menyadari keadaan yang demikian, maka penerapan suatu sistem pengajaran yang dipandang mampu memberi harapan dan memperbaiki situasi belajar siswa perlu segera diterapkan. Sistem pengajaran ini diharapkan dapat meningkatkan kegiatan belajar mengajar, mengaktifkan dan mengarahkan siswa untuk dapat memecahkan masalah sendiri sesuai dengan taraf kemampuan dan kecepatannya memahami materi yang dipelajari. Kemudian bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar mendapat bimbingan dari guru secara efektif.
Sistem pengajaran yang dipandang mampu memberi harapan dan memperbaiki situasi belajar di sini adalah sistem pengajaran dengan metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Suprijono, 2009 : 89). Dengan ditambah metode pembelajaran tongkat estafet, diharapkan mendorong peserta didik dapat lebih berani mengemukakan pendapatnya (Suprijono, 2009 : 109). Prinsip utama dalam sistem ini adalah suatu model pembelajaran yang dikembangkan untuk meningkatkan siswa lebih aktif dalam pembelajaran. Atas dasar ini diharapkan belajar siswa melalui pembelajaran dengan media tongkat estafet berbasis kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Dari uraian di atas, tentang peningkatan efisiensi dan efektifitas pendidikan di sekolah dalam hal penggunaan waktu, fasilitas, dan tenaga secara tepat, penulis terdorong untuk mengadakan penelitian dengan judul "PENINGKATAN HASIL BELAJAR FISIKA MELALUI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN TONGKAT ESTAFET BERBASIS JIGSAW PADA KOMPETENSI DASAR RANGKAIAN HAMBATAN LISTRIK SISWA KELAS IX SMPN X".

B. Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini yang menjadi permasalahan adalah : 
Apakah pembelajaran dengan menggunakan media tongkat estafet berbasis kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada kompetensi dasar rangkaian hambatan listrik siswa kelas IX SMPN X ?

C. Pemecahan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang ada maka diperoleh cara pemecahan masalahnya, yaitu melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) melalui penggunaan model pembelajaran tongkat estafet berbasis kooperatif tipe Jigsaw. Masing-masing tahap dalam PTK ini terdapat perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Dengan menerapkan media tongkat estafet berbasis kooperatif tipe jigsaw pada pembelajaran Fisika, diharapkan hasil belajar siswa akan meningkat. Adapun untuk mendukung pelaksanaan PTK dan penggunaan media tersebut diperlukan langkah-langkah : 
1. Guru menjelaskan uraian singkat materi rangkaian hambatan listrik pada siswa.
2. Guru memberikan informasi tentang media tongkat estafet dengan memutarkan lagu.
3. Guru membagi siswa dalam bentuk kelompok.
4. Guru menugasi tiap kelompok untuk mendiskusikan teks sesuai dengan lembar kegiatan siswa yang telah disusun.
5. Siswa mendiskusikan soal tersebut yang diberikan melalui LKS.
6. Guru melakukan bimbingan secara individu atau kelompok selama proses kegiatan berlangsung.
7. Guru menugasi masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil pekerjaan lembar kerja siswa di depan kelas.
8. Guru memberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk memberikan tanggapan terhadap hasil pekerjaan yang sedang dipresentasikan.
9. Guru mengevaluasi hasil pekerjaan yang dipresentasikan di depan kelas.
10. Di akhir pembahasan materi diadakan tes siklus.

D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada kompetensi dasar rangkaian hambatan listrik melalui pembelajaran dengan menggunakan media tongkat estafet berbasis kooperatif tipe jigsaw siswa kelas IX SMPN X.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini memberi manfaat bagi siswa, guru maupun bidang pendidikan, sebagai berikut : 
1. Siswa
Siswa dapat mengembangkan pemikirannya untuk memecahkan masalah dalam belajar, khususnya pada pelajaran Fisika. Siswa pun lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran Fisika.
2. Guru
Memberikan gambaran kepada guru dalam hal memvariasikan metode pembelajaran, seperti menggunakan media tongkat estafet berbasis kooperatif tipe jigsaw.
3. Lembaga Pendidikan
Memberikan sumbangan pemikiran sebagai alternatif peningkatan kualitas pendidikan, khususnya kualitas belajar Fisika dan dunia pendidikan pada umumnya.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:20:00

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA

SKRIPSI EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA 

 
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diberikan ditingkat pendidikan dasar dan menengah. Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang berkenaan tentang ide, struktur dan hubungannya yang diatur menurut urutan yang logis, berpola deduktif, dan berupa bahasa yang dilambangkan dengan simbol-simbol, seringkali sangat sulit dipahami oleh siswa.
 
Matematika merupakan ilmu tentang bilangan-bilangan hubungan antar bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan suatu masalah mengenai bilangan. Tujuan mata pelajaran Matematika adalah diharapkan peserta didik dapat memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam pemecahan masalah sehari-hari secara logis, analisis, sistematis, kritis, dan kreatif. Adapun tujuan utama pembelajaran Matematika adalah agar peserta didik memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. Ruang lingkup dalam pembelajaran Matematika meliputi bilangan geometri, pengukuran, dan pengolahan data.
 
Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Pelajaran Matematika merupakan salah satu mata pelajaran utama yang ada di sekolah dasar, disamping mata pelajaran IPA, IPS, Bahasa Indonesia, sehingga alokasi waktu yang diberikan cukup lama. Hampir semua mata pelajaran di SD memerlukan perhitungan matematika, sehingga penguasaan matematika sangatlah penting. Matematika sebagai alat bantu dan pelayan ilmu tidak hanya untuk matematika itu sendiri melainkan juga untuk ilmu-ilmu lainnya.
 
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tingkat SD/MI dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah bahwa Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Matematika di SD/MI merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Sesuai dengan Permendiknas No. 41 tahun 2007 tentang standar proses dijelaskan bahwa proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Standar proses meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
 
Pelaksanaan proses pembelajaran merupakan implementasi dari RPP yang terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
 
Pada dasarnya kebanyakan guru mengajar menggunakan metode ceramah dimana metode ceramah adalah metode belajar yang digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang sesuai dengan rumusan metode belajar mengajar. Sedangkan menurut Hasibuan dan Mudjiono (1981), metode ceramah adalah cara penyampaian bahan pelajaran dengan komunikasi lisan.
 
Menurut Isjoni (2011 : 20-22) bahwa model pembelajaran itu perlu diterapkan pada Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Supaya kegiatan belajar mengajar lebih aktif dan menyenangkan.
 
Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran.
 
Pengawasan proses pembelajaran, terdiri dari pemantauan, supervisi serta evaluasi. Pemantauan dan supervisi dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran oleh kepala dan pengawas satuan pendidikan. Evaluasi proses pembelajaran memusatkan pada seluruh kinerja guru dalam proses pembelajaran. Evaluasi dilaksanakan dengan cara membandingkan proses pembelajaran yang dilaksanakan guru dengan standar proses, mengidentifikasi kinerja guru dalam proses pembelajaran sesuai dengan kompetensi guru.
Pada kenyataannya jarang dijumpai kegiatan pembelajaran di Sekolah Dasar yang berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif meskipun telah memenuhi standar proses. Pembelajaran hanya berlangsung kegiatan transfer knowledge tanpa memperhatikan kebutuhan siswa. Standar proses yang telah dibuat dan ditetapkan hanya menjadi sebuah peraturan tertulis tanpa pelaksanaan secara nyata dan tepat. Menurut Aisyah (2008 : 2-17) belajar akan efektif jika dilakukan dalam suasana yang menyenangkan.
Menurut Miftahul Huda (2011 : 149-150) salah satu model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah model pembelajaran yang tepat untuk mata pelajaran IPA, Matematika, IPS dan mata pelajaran lainnya.
 
Berikut ini adalah hasil observasi ketika peneliti mengadakan observasi dengan melihat proses pembelajaran matematika di kelas V SDN X dan wawancara dengan beberapa siswa. Dari jawaban siswa dan hasil observasi peneliti dapat disimpulkan :
 
1. Pada saat pembelajaran, penggunaan model pembelajaran yang digunakan adalah ceramah yang dipadukan dengan memberikan soal kepada siswa.
 
Ceramah dan mengerjakan soal kurang sesuai jika diterapkan terus menerus pada mata pelajaran matematika karena siswa akan merasa bosan. Ketika peneliti mewawancarai 3 orang siswa tentang pelajaran matematika, inti dari jawaban mereka adalah sama yaitu "pelajaran matematika adalah pelajaran yang sulit, sulit dalam memahami materi dan soal pembelajaran.
 
2. Keterlibatan siswa dan aktivitas siswa dalam pembelajaran kurang terlihat.
Pembelajaran yang dilakukan adalah mendengarkan penjelasan guru dan menyelesaikan soal ketika guru sudah selesai menjelaskan materi pelajaran. Dalam hal ini, aktivitas siswa dalam pembelajaran kurang aktif dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran juga masih kurang.
 
Kondisi ini sesuai dengan fenomena yang terjadi pada pembelajaran matematika Kelas V SDN X. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, menyatakan bahwa masih terdapat 17 orang siswa dengan hasil belajar matematika siswa masih rendah dan belum mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) sebesar 60 pada nilai ulangan harian matematika sebelum materi perbandingan dan skala.
Berdasarkan fenomena tersebut, diperlukan perubahan kondisi model pembelajaran yang berorientasi pada siswa. Model pembelajaran yang seperti ini akan mengkondisikan siswa untuk aktif dalam membentuk pengetahuan sendiri. Mempelajari permasalahan yang dihadapi di dunia nyata, dan yang mengharuskan mereka untuk berpartisipasi secara aktif. Seperti ini akan mengkoordinasikan siswa untuk aktif dalam membentuk pengetahuan sendiri, mempelajari permasalahan yang dihadapi di dunia nyata, dan yang mengharuskan mereka untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang berorientasi pada siswa adalah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
 
Berdasarkan latar belakang masalah bahwa model pembelajaran konvensional (X1) itu perlu dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (X2). Karena dalam penelitian ini peneliti akan mencari efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Maka peneliti mengadakan penelitian dengan judul "EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA KELAS V". 

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan di SDN X dalam mata pelajaran matematika, bahwa terdapat beberapa siswa dengan hasil belajar matematika di bawah KKM. Beberapa faktor yang menjadi penyebab permasalahan ini adalah : 
1. Guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional, yaitu pembelajaran yang terpusat pada guru. Karena guru merupakan sumber informasi utama.
2. Dalam kegiatan belajar mengajar partisipasi siswa sangat rendah, siswa kurang aktif bertanya dan mengungkapkan pendapat atau bertukar pikiran dengan teman-temannya.
3. Model kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru kurang menarik perhatian siswa, karena siswa sudah merasa bosan dengan model pembelajaran yang sama.

C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, permasalahan yang berkaitan dengan judul sangat luas. Oleh karena itu perlu adanya suatu pembatasan masalah, sehingga yang diteliti akan lebih jelas dan tidak menimbulkan persepsi yang berbeda. Maka peneliti membatasi obyek-obyek penelitian sebagai berikut : 
1. Model pembelajaran matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
2. Peneliti hanya meneliti siswa kelas V SDN X semester II.
3. Aktivitas siswa hanya dibatasi pada keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan keaktifan siswa dalam pembelajaran konvensional dalam pembelajaran matematika.
4. Materi pembelajaran yang lebih ditekankan adalah materi perbandingan dan skala.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dirumuskan masalah sebagai berikut : 
"Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas V SDN X semester II ?".

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk membuktikan efektivitas penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dibandingkan dengan pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar kelas V SDN X semester II. 

F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 
1. Bagi Guru
a. Sebagai bahan masukan untuk menerapkan suatu model pembelajaran selain pembelajaran yang dilakukan oleh guru (konvensional).
b. Selain bahan masukan, diharapkan agar guru memilih model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan.
2. Bagi peserta didik
a. Dapat meningkatkan keaktifan peserta didik dalam pembelajaran matematika.
b. Dapat menumbuhkan semangat kerja sama, karena dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw keberhasilan individu merupakan tanggung jawab kelompok.
3. Bagi sekolah
a. Dapat meningkatkan SDM baru demi kemajuan pendidikan terutama dalam pembelajaran matematika.
b. Dapat meningkatkan kualitas sekolah yang diwujudkan melalui nilai yang diperoleh siswa.
4. Bagi Peneliti
a. Mengetahui perkembangan pembelajaran yang dilakukan guru terutama pembelajaran matematika.
b. Dapat menambah pengalaman secara langsung sebagaimana penggunaan strategi pembelajaran yang baik dan menyenangkan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:24:00

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERDISKUSI DENGAN METODE JIGSAW

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERDISKUSI DENGAN METODE JIGSAW (BAHASA INDONESIA KELAS X)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Setiap orang pasti pernah melakukan diskusi, karena berdiskusi bisa dilakukan dimana saja : di tepi jalan, di kantin, di dalam kendaraan, di kantor, atau di kelas. Kegiatan diskusi selalu diwarnai tanya jawab antara peserta, ini memberi kesempatan kepada peserta untuk menyampaikan pendapat, menambahkan bukti dan alasan, menolak suatu gagasan, memberi tanggapan dan saran, dan berpartisipasi aktif di dalam berdiskusi. Selain itu, peserta juga dapat memperoleh informasi lengkap dan terperinci mengenai masalah yang didiskusikan. Dengan demikian hasil dari kegiatan berdiskusi itu yang berupa kesimpulan atau kesepakatan merupakan hasil pemikiran bersama.
Diskusi merupakan suatu metode untuk memecahkan suatu permasalahan dengan proses berpikir kelompok. Diskusi berlangsung apabila orang-orang yang berminat dalam suatu masalah khusus berkumpul untuk mendiskusikannya dengan harapan agar sampai pada suatu penyelesaian atau penjelasan. Diskusi yang efektif itu tidak hanya sekedar berkumpul saja tetapi pembentukan kelompok yang dinamis dengan sifat-sifat yang berbeda dengan sifat-sifat para anggotanya sehingga menghasilkan suatu penyelesaian terhadap suatu masalah tertentu (Tarigan : 2008 : 40).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa berdiskusi adalah sebuah interaksi antara dua atau lebih yang tujuannya untuk membahas atau memperbincangkan topik tertentu, dari topik inilah diskusi berkembang dan diperbincangkan yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu pemahaman dari topik tersebut.
Di dalam pelaksanaan berdiskusi pada siswa harus menguasai materi, sehingga mampu dan terampil dalam melaksanakan diskusi. Keterampilan berdiskusi tidak hanya diperoleh begitu saja, tetapi harus dipelajari dan dilatih. Keterampilan berdiskusi yang baik dapat dimiliki dengan mengasah serta melatih seluruh potensi yang ada. Melalui pembelajaran diskusi siswa diharapkan mampu menyampaikan gagasan, ide dan pikiran kepada guru, teman serta orang lain. Selain itu berdiskusi juga mampu merangsang daya kritis, kreatif, inovatif, berani, dan lancar mengungkapkan pendapat, tanggapan, maupun gagasan.
Pada kenyataannya keterampilan berdiskusi siswa di sekolah pada umumnya masih rendah, terlihat siswa cenderung masih malu dan tidak percaya diri dalam mengungkapkan ide, pikiran, bantahan, persetujuan maupun pendapatnya di forum diskusi, selain itu kurang adanya kerjasama kegiatan diskusi hanya menjadi milik siswa-siswa yang aktif dan tidak semua siswa secara merata dapat mengungkapkan pendapatnya. Siswa yang biasa berbicara dengan orang lain belum tentu terampil berdiskusi, karena keterampilan berdiskusi tidaklah secara otomatis dapat diperoleh atau dimiliki seseorang, keterampilan berdiskusi yang baik dapat dimiliki dengan jalan mengasah dan mengolah serta melatih seluruh potensi yang ada.
Karena kurang aktifnya siswa dalam berdiskusi maka diperlukan banyak latihan untuk meningkatkan keterampilan berdiskusi, misalnya dengan cara berlatih dan berpraktik melalui forum kecil, latihan dan praktik melalui forum kecil ini dapat dilaksanakan di mana saja, seperti dengan teman-teman saat bermain, di keluarga, dan yang paling efektif adalah di sekolah pada saat pelajaran berlangsung. Guru melakukan pembelajaran dengan cara berdiskusi, sehingga melatih dan membiasakan siswa untuk berbicara yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan berbicara dan berdiskusi siswa.
Keterampilan berdiskusi akan berhasil dan meningkat dengan menggunakan metode pembelajaran yang sesuai. Menentukan metode pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan berdiskusi siswa diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai materi yang disampaikan dan metode yang dikuasai. Seorang guru harus menentukan teknik pembelajaran yang tepat agar peserta didik dapat mudah menyerap materi yang disampaikan sesuai dengan realitas, situasi kelas dan gaya belajar yang dimiliki siswa, juga dapat meningkatkan keterampilan berdiskusi siswa.
Ada beberapa metode dalam pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan oleh guru untuk mengajar berdiskusi yaitu : (a) Student Teams Achievement Division (Divisi Presentasi Kelompok Siswa), (b) Team Game Tournament (Perlombaan Permainan Kelompok) (c) Jig Saw, dan (d) Group Investigation. Salah satu dari metode pembelajaran kooperatif yang dipilih untuk meningkatkan keterampilan berdiskusi siswa adalah metode Jig Saw. Jig Saw sangat cocok untuk melatih diskusi, sebab dalam pelaksanaannya metode Jig Saw, siswa mendapatkan kesempatan untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, metode ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka, siswa belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya dan saling keterkaitan dengan rekan-rekan kelompoknya, menumbuhkan rasa percaya diri dan keberanian siswa dalam mengungkapkan ide, gagasan, dan pendapatnya.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan guru Bahasa Indonesia Kelas X SMAN X, dimana kelas X ini terbagi menjadi enam kelas, yaitu dari kelas XA sampai kelas XF. Dari keenam kelas itu diperoleh kelas yang bisa untuk dijadikan sebagai objek penelitian, yaitu kelas XF, bahwa proses keterampilan berdiskusi Siswa X SMAN X selama ini belum optimal jika dibandingkan dengan kelima kelas X yang lainnya. Hal ini terbukti dengan kurang lancarnya siswa dalam berbicara dan menyampaikan pendapat maupun tanggapan, salah satu penyebabnya siswa tidak fokus dan kurang memperhatikan penjelasan yang guru sampaikan, selain itu penggunaan metode mengajar yang kurang bervariatif dan kurangnya kegiatan berlatih berbicara dan berdiskusi juga menjadi salah satu penyebabnya, sehingga hasil keterampilan berdiskusi siswa kelas X SMAN X masih rendah jika dibandingkan dengan kelima kelas X lainnya. Oleh sebab itu, diperlukan metode yang dapat menarik minat dan semangat siswa agar para siswa dapat meningkatkan kemampuan berbicara dan berdiskusi tanpa merasa tertekan dan terbebani. Adapun salah satu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan berdiskusi siswa adalah metode Jig Saw.
Metode Jig Saw ini dipilih untuk meningkatkan proses dan hasil keterampilan berdiskusi siswa kelas X SMAN X, karena memang sebelumnya guru yang terkait dengan bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia belum pernah menerapkan metode Jig Saw khususnya dalam pembelajaran keterampilan berdiskusi. Dengan menerapkan metode Jig Saw ini dapat meningkatkan proses keterampilan berdiskusi siswa, dapat menciptakan suasana diskusi menjadi aktif, siswa tidak merasa malu-malu lagi untuk mengungkapkan ide, gagasan dan pendapatnya, siswa menjadi berani untuk berbicara, dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat, serta dapat meningkatkan hasil keterampilan berdiskusi siswa, sedangkan guru dapat lebih mudah dalam membimbing siswa.
Dengan adanya metode pembelajaran Jig Saw ini, diharapkan dapat menjadi salah satu upaya mengatasi permasalahan para siswa dalam menumbuhkan keberanian mengungkapkan pendapat. Metode Jig Saw juga diharapkan dapat mengatasi masalah yang terjadi di kelas X SMAN X yang terkait dengan rendahnya keterampilan berbicara siswa khususnya berdiskusi dalam menyampaikan ide, gagasan, dan pendapat.

B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah, masalah dapat diidentifikasikan sebagai berikut.
1. Siswa kurang aktif dan takut untuk mengemukakan ide, gagasan, dan pendapatnya dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, khususnya berdiskusi pada Siswa Kelas X SMAN X.
2. Penggunaan media pembelajaran yang bervariasi untuk meningkatkan keterampilan berdiskusi Siswa Kelas X SMAN X.
3. Hasil kemampuan keterampilan berdiskusi pada Siswa Kelas X SMAN X belum optimal sehingga masih perlu ditingkatkan lagi.
4. Metode Jig Saw belum pernah diterapkan pada siswa kelas X SMAN X sebagai metode pembelajaran.
5. Dalam proses pembelajaran keterampilan berdiskusi sikap siswa kelas X SMAN X masih belum optimal sehingga masih perlu ditingkatkan lagi.

C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah terdapat berbagai permasalahan yang cukup bervariasi. Agar penelitian ini lebih terfokus perlu adanya pembatasan masalah. Oleh karena itu, penelitian ini dibatasi pada permasalahan bagaimana cara meningkatkan proses pembelajaran dan keterampilan berdiskusi siswa kelas X SMAN X dengan menggunakan metode Jig Saw dan bagaimana cara meningkatkan hasil keterampilan berdiskusi siswa kelas X SMAN X dengan menggunakan metode Jig Saw. Pembatasan masalah tersebut dipilih terkait dengan adanya masalah, yaitu sulitnya siswa untuk menentukan ide atau gagasan saat berdiskusi di depan kelas, kurangnya keberanian siswa, siswa masih takut dan gugup, serta rendahnya keterampilan berdiskusi siswa kelas X SMAN X.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah;
1. Bagaimana cara meningkatkan pembelajaran keterampilan berdiskusi melalui metode Jig Saw pada Siswa Kelas X SMAN X ?

E. Tujuan Penelitian
Dari hasil rumusan masalah di atas dapat ditentukan tujuan dari penelitian ini adalah : 
1. Untuk meningkatkan pembelajaran keterampilan berdiskusi melalui metode Jig Saw pada Siswa Kelas X SMAN X.

F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan tidak hanya sebagai pelaksanaan tugas akhir saja, tetapi diharapkan memberi manfaat.
1. Secara Teoretis
a. Memberikan masukan teori dalam pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara dan berdiskusi, khususnya pada Siswa Kelas X SMAN X.
b. Memberikan masukan metode dalam pembelajaran keterampilan berdiskusi, khususnya pada Siswa Kelas X SMAN X.
2. Secara Praktis
a. Pihak sekolah dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan di SMAN X.
b. Guru dalam upaya peningkatan mutu pengetahuan dan pengelolaan pembelajaran keterampilan berdiskusi sebagai aspek pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
c. Siswa dalam peningkatan kualitas keterampilan berdiskusi melalui model pembelajaran Jig Saw.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 06:14:00