POLA INTEGRASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KELUARGA DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN HABITUASI DI SEKOLAH UNTUK MEMBANGUN KARAKTER SISWA (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Model pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada dasarnya menitik beratkan pada pembentukan karakter siswa terutama dalam civic knowledge, civic skill, dan civic disposition, agar siswa mampu berpartisipasi dengan masyarakat sekitar, namun pada kenyataannya di lapangan, model pembelajaran yang diterapkan di sekolah lebih memfokuskan pada civic knowledge saja, sehingga menyebabkan siswa kurang berpartisipasi dengan yang lainnya {bersifat individualistis). Dengan demikian perlu kiranya ada sebuah solusi untuk memecahkan masalah tersebut. Salah satu pendidikan yang paling sesuai dengan pelaksanaan pendidikan keluarga, yang ada kaitannya dengan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yaitu dengan pengintegrasian nilai-nilai Pendidikan keluarga. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Hartinah (2008 : 164), bahwa keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak-anak dan remaja. Pendidikan keluarga lebih menekankan pada aspek moral atau pembentukan kepribadian. Maka dari itu, yang menjadi dasar dan tujuan dari penyelenggaraan pendidikan keluarga lebih bersifat individual, sesuai dengan pandangan hidup keluarga masing-masing. Pendapat di atas, erat hubungannya dengan UU/20/2003 pasal 1 ayat (1) tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu :
"Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara."
Dengan demikian, hal itu sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Hartinah (2008 : 164), bahwa pendidikan keluarga menekankan pada aspek moral atau pembentukan kepribadian, sekalipun secara rasional bagi keluarga Bangsa Indonesia memiliki dasar yang nyata, yaitu Pancasila.
Kalau melihat nilai-nilai yang diterapkan di rumah, yang akan dikembangkan di sekolah, semua itu tergantung kepada kebiasaan si anak (habituasi) yang dilakukan di rumahnya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Salamor, (2010 : 189), bahwa keluarga pada hakekatnya merupakan satuan terkecil sebagai inti dari suatu sistem sosial yang ada di masyarakat. Sebagai satuan terkecil, keluarga merupakan miniatur dan embrio dari berbagai unsur sosial manusia. Suasana keluarga yang kondusif akan menghasilkan warga masyarakat yang baik. Oleh karena itu, pembinaan terhadap anak secara dini dalam keluarga merupakan sesuatu yang sangat mendasar.
Pendidikan agama, budi pekerti, tata krama, dan baca tulis hitung yang diberikan secara dini di rumah, serta teladan dari kedua orangtuanya, akan membentuk kepribadian dasar dan kepercayaan diri anak yang akan mewarnai perjalanan hidup selanjutnya. Dalam hal ini, seorang ibu memegang peranan yang sangat penting dan utama dalam memberikan pembinaan dan bimbingan (baik secara fisik maupun psikologis) kepada putra putrinya, dalam rangka menyiapkan generasi penerus yang lebih berkualitas selaku warga negara (WNI) yang baik dan bertanggung jawab, termasuk tanggung jawab sosial. Pendapat di atas, sesuai dengan pendapatnya Schikendanz, (1995) dalam Megawangi (2004 : 64), mengatakan bahwa, segala perilaku orangtua dan pola asuh yang diterapkan dalam keluarga, pasti berpengaruh dalam pembentukan kepribadian/karakter seorang anak.
Dengan demikian, untuk membentuk karakter siswa di sekolah, perlu adanya sebuah wadah untuk mengembangkannya, yaitu nilai-nilai karakter yang ditanamkan dalam diri anak, seperti yang diungkapkan oleh Megawangi (2004 : 95), yang termasuk kepada nilai-nilai universal, yang mana seluruh agama, tradisi dan budaya menjunjung nilai-nilai tersebut, yang dapat menjadi perekat bagi seluruh anggota masyarakat walaupun berbeda latar belakang, budaya, suku, dan agama. Salah satu yang termasuk dalam nilai-nilai universal tersebut diantaranya, :
1. Cinta Tuhan dan segenap Ciptaan-Nya (love Allah, trust, reverence, loyalty).
2. Kemandirian dan tanggungjawab (responsibility, excellence, self reliance, discipline, orderliness).
3. Kejujuran/amanah, bijaksana (trustworthiness, reliability, honesty).
4. Hormat dan santun (respect, courtesy, obedience.)
5. Percaya diri, kreatif dan pekerja keras (confidence, assertiveness, creativity, resourcefulness, courage, determination and enthusiasm).
6. Baik dan rendah hati (kindness, friendliness, humility, modesty).
Peran keluarga sangat berperan dalam membentuk karakter anak, yang sangat diharapkan dan juga dalam kematangan emosi-sosial ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekolah, dari usia pra sekolah sampai usia remaja. Dengan demikian, pendidikan keluarga berdampak positif dengan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam hal ini, peneliti menyitir pendapatnya Winarno (2010 : 83), bahwa pendidikan nilai memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral, pendidikan akhlak, dan pendidikan budi pekerti. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik, bagi suatu masyarakat atau bangsa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, setiap permasalahan yang ada, dirumuskan sebagai pertanyaan penelitian (research questions) sebagai berikut : "Bagaimana menerapkan pola integrasi nilai-nilai Pendidikan keluarga di dalam pembelajaran PKn dan habituasi di sekolah untuk membangun karakter siswa ?" (Studi kasus di MTs X).
Kemudian masalah tersebut diidentifikasi sebagai berikut, dengan tujuan lebih spesifik dalam penelitiannya, diantaranya :
1. Nilai-nilai apa saja yang sudah diterapkan di rumah untuk dikembangkan di sekolah melalui habituasi (pembiasaan) dalam membangun karakter siswa ?
2. Bagaimana guru mengintegrasikan nilai-nilai yang ada di rumah atau keluarga, ke dalam pembelajaran PKn di sekolah dilihat dari materi pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, sumber belajar, dan evaluasi ?
3. Bagaimana persepsi siswa tentang pengintegrasian nilai-nilai pendidikan keluarga ke dalam pembelajaran PKn dan habituasi dalam membangun karakter siswa ?
C. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai, diantaranya untuk mengetahui :
1. Nilai-nilai apa saja yang sudah diterapkan di rumah untuk dikembangkan di sekolah melalui habituasi (pembiasaan) untuk membangun karakter siswa.
2. Bagaimana guru mengintegrasikan nilai-nilai yang ada di rumah atau keluarga, ke dalam pembelajaran PKn di sekolah dilihat dari materi pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, sumber belajar, dan evaluasi.
3. Bagaimana persepsi siswa tentang pengintegrasian nilai-nilai pendidikan keluarga ke dalam pembelajaran PKn dan habituasi dalam membangun karakter siswa.
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis :
a. Diharapkan dengan menerapkan pendidikan keluarga di sekolah mampu membangun karakter siswa dalam mengembangkan dan merevitalisasikan pembelajaran PKn.
b. Memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka meningkatkan perubahan pola pikir siswa di sekolah dalam mengembangkan karakter, setelah pendidikan keluarga diterapkan.
2. Praktis :
a. Bagi penulis sebagai peneliti : dapat mengimplementasikan pendidikan keluarga di sekolah dalam kaitannya dengan pembangunan karakter siswa, baik di lingkungan keluarga maupun sekolah, sehingga dapat menunjang materi lain selain Pendidikan Kewarganegaraan.
b. Bagi Guru dan Siswa : bersama-sama akan tumbuh kesadaran, bahwa dengan mempelajari Pendidikan Kewarganegaraan melalui penerapan pendidikan keluarga di sekolah, dapat menumbuhkan dan mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual sebagai instrumen untuk membentuk pribadi yang positif.
c. Disamping itu dengan menerapkan pendidikan keluarga di sekolah dapat menumbuhkan karakter siswa, baik secara informal, formal, maupun non formal.
d. Bagi dunia Pendidikan : bahwa paradigma sekarang sudah berubah, dari pengajaran menjadi pembelajaran, yang berarti bahwa siswa tidak cukup dengan memperhatikan, menulis, membaca, dan berlatih, tetapi dengan melalui pembelajaran, yang berarti membelajarkan siswa (sebagai subjek), dengan cara melakukan-mengalami-mengkomunikasikan, mulai dari kehidupan nyata siswa diangkat menjadi konsep.