Cari Kategori

Showing posts with label tesis administrasi pendidikan. Show all posts
Showing posts with label tesis administrasi pendidikan. Show all posts

PERANAN TEKNOLOGI INFORMASI SISTEM INFORMASI DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN

PERANAN TEKNOLOGI INFORMASI SISTEM INFORMASI DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN (PROGRAM STUDI : ILMU KOMPUTER)


BAB I 
PENDAHULUAN

Bab ini akan menjelaskan latar belakang permasalahan yang mendasari timbulnya inisiatif untuk membuat karya akhir peranan teknologi/sistem informasi dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di perguruan tinggi dengan studi kasus di Politeknik X. Selain itu juga akan dijelaskan mengenai permasalahan, batasan masalah, tujuan dan manfaat, dan sistematika penulisan karya akhir.

A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi informasi telah memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Lebih cepat, akurat dan nyaman adalah fungsi pelayanan, sebuah keunggulan bersaing melalui aplikasi Sistem dan Teknologi informasi (STI), sehingga para pengguna dapat mengakses informasi dari mana saja, kapan saja dengan bantuan media yang dari waktu ke waktu berkembang sedemikian cepatnya.
Situs topuniversities.com pada tanggal 9 November 2007 lalu mengumumkan top 500 universities rankings. Harvard, Oxford Cambridge dan MIT masih mendominasi 5 posisi teratas. Sementara Indonesia menempatkan 6 wakilnya di posisi 401-500 yaitu : UGM, ITB, Universitas Indonesia, Universitas Airlangga, IPB, dan Universitas Diponegoro. Agak mengecewakan memang jika dibandingkan dengan negara Asia-Pasific lainnya yang menempatkan Hongkong (University of Hongkong, posisi 18), Singapura (National University, 33), dan Malaysia (Universiti Sains Malaysia, 309). Tapi yang perlu digarisbawahi adalah kriteria utama penilaian survey ini adalah dalam 4 kategori utama yaitu : kualitas riset (reasearch quality), penerimaan dunia kerja (graduate employ ability), pandangan internasional (international outlook), dan kualitas pengajaran (teaching quality).
Ke-empat kategori utama itu sangat mendukung pada penciptaan acquire knowledge dan critical thinking. Acquire knowledge mengarahkan siswa mampu menguji hubungan logis dan melihat suatu fenomena dari berbagai macam data dan parameter. Kegiatan tersebut seluruhnya membutuhkan suatu critical thinking atau proses disiplin secara intelektual dari bagaimana kita melakukan suatu konsep, refleksi, analisis dan evaluasi informasi. (MacNight, Educause Quarterly, 2000).
Critical thinking sangat mempengaruhi proses belajar mengajar mulai dari komunikasi, interaksi, kreatifitas, dan pemecahan masalah. Salah satu tools untuk mendukung proses tersebut adalah dengan menerapkan suatu sistem informasi kampus/perguruan tinggi. Sistem informasi kampus ini harus mampu meng-capture semua kebutuhan sistem suatu perguruan tinggi, dari yang bersifat administratif (proses administrasi, registrasi, pembayaran, dll), yang bersifat primary (perkuliahan, penilaian, bimbingan), hingga yang bersifat masa depan (e-learning, e-education). Untuk merealisasikan sistem informasi kampus ini tentu saja membutuhkan formulasi yang tepat, dan sangat penting untuk melihatnya dari sisi faktor internal dan faktor eksternal (Khalil, 2000).
Pengaruh sistem dan teknologi informasi dalam lingkungan perguruan tinggi menjawab pengaruh sistem informasi perguruan tinggi terhadap penciptaan acquire knowledge dan peningkatan critical thinking tentu tidak menjadi mutlak sebagai penentu peningkatan kualitas dari suatu institusi akademik. Kualitas SDM, manajemen dan kepemimpinan yang tertata dengan baik, proses dan metode pembelajaran yang berbasis pada kompetensi, aware terhadap perkembangan teknologi, dan tentu saja mampu menggabungkan atau menjembatani antara strategi bisnis dalam dunia akademis dengan strategi teknologi tetap menjadi prioritas utama dalam peningkatan kualitas suatu institusi pendidikan.
Peningkatan kualitas dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan Teknologi Pendidikan, yaitu dengan cara mencari dan mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran kemudian dicarikan pemecahannya melalui aplikasi teknologi pendidikan. Upaya pemecahan permasalahan pendidikan terutama masalah kualitas pembelajaran, dapat ditempuh dengan cara penggunaan berbagai sumber belajar dan penggunaan media pembelajaran yang berfungsi sebagai alat bantu dan meningkatkan kadar hasil belajar mahasiswa.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu diteliti apakah implementasi teknologi dan sistem informasi dapat mempengaruhi kualitas pembelajaran di perguruan tinggi ?

B. Permasalahan
Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah : apakah implementasi teknologi dan sistem informasi dapat mempengaruhi kualitas pembelajaran di perguruan tinggi ?

C. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah : 
1. Penelitian ini dilakukan di Politeknik X khususnya Jurusan Teknik Elektro. 
2. Penelitian ini dibatasi pada SI/TI yang telah diimplementasikan untuk membantu proses akademik, tidak termasuk di dalamnya rencana implementasi SI/TI berikutnya.

D. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan
Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu mengkaji dan mengevaluasi apakah implementasi SI/TI dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di Politeknik X khususnya Jurusan Teknik Elektro.
2. Manfaat
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat tentang bagaimana mengoptimalkan implementasi SI/TI dalam peningkatan kualitas pembelajaran.

E. Sistematika Penulisan
Pembahasan pada karya akhir ini dibagi menjadi 6 (enam) bab, dengan tujuan untuk membentuk pembahasan yang sistematis. Penjelasan secara singkat mengenai pembahasan masing-masing bab sebagai berikut : 
1. Bab I Pendahuluan, yaitu berisi tentang latar belakang, permasalahan, batasan masalah, tujuan dan manfaat, dan sistematika penulisan dari penelitian yang digunakan pada karya akhir ini.
2. Bab U Landasan Teori, yaitu membahas tentang Teknologi Informasi, Sistem Informasi, Peranan Teknologi Informasi, Aplikasi Teknologi dalam Metodologi Pembelajaran, Empat Pilar Pendidikan Formal, Karakteristik Perguruan Tinggi, Paradigma Penerapan Teknologi Informasi, Peluang Pemanfaatan TI di Perguruan Tinggi, Kualitas Pendidikan, Teknik Pengumpulan Data, dan Statistik Deskriptif (Descriptive Statistic).
3. Bab Hi Metodologi Penelitian, yaitu membahas tentang Rancangan/Kerangka Pemikiran Penelitian, Variabel Penelitian, Populasi Sample, Metode Pengumpulan Data, Metode Pengambilan Sample, Pertanyaan Kuisioner, Uji Coba dan Evaluasi, Metode Analisis Data, Pengujian Sample, dan Tahapan Penelitian.
4. Bab IV Profil Perguruan Tinggi, yaitu membahas tentang Latar Belakang, Profil Umum, Visi, Misi, dan Tujuan, Profil Jurusan Teknik Elektro dan Program Studi, Sarana Penunjang Pendidikan, Struktur Organisasi, Proses Bisnis, dan Kondisi SI/TI Saat ini pada Politeknik X.
5. Bab V Analisis, yaitu membahas tentang Uji Coba, Perolehan Data, Validitas Data, dan Analisis Data.
6. Bab VI Kesimpulan dan Saran, yaitu menyimpulkan hasil penelitian yang telah dilakukan, serta saran bagi penelitian selanjutnya dan bagi institusi Politeknik X.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:57:00

PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN KINERJA DOSEN TETAP YAYASAN

PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN KINERJA DOSEN TETAP YAYASAN (PROGRAM STUDI : ADMINISTRASI PENDIDIKAN)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan dunia pendidikan semakin meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini ditandai dengan banyaknya temuan dan inovasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kondisi tersebut menuntut para praktisi pendidikan untuk meningkatkan kontribusinya dalam upaya menghasilkan sumber daya yang bermutu dan mampu bersaing yaitu manusia yang memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa depan. Namun demikian untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia tersebut ada tantangan dan masalah bangsa yang harus dihadapi, yaitu : (1) perlunya peningkatan mutu dan nilai tambah; (2) perubahan struktur masyarakat; (3) persaingan global yang semakin ketat; dan (4) dominasi negara-negara maju dalam penguasaan ilmu dan teknologi; (Djojonegoro, 1995 : 5-7). 
Dalam membangun sektor pendidikan, pencapaian tujuan akhir yang sempurna dan final tentunya selalu berkembang. Hal ini terjadi karena konteks pendidikan selalu dinamik, berubah dan tidak pernah konstan, sesuai dengan perubahan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Terlebih-lebih dalam era informasi seperti saat ini, keterbukaan di hampir semua aspek dan sistem kehidupan manusia tidak dapat dicegah lagi oleh kekuatan apapun. Hal ini membawa dampak pada cepat usangnya kebijakan maupun praksis pendidikan.
Begitu pula parameter kualitas pendidikannya, baik dilihat dari segi input, process, product, maupun outcome selalu berubah dari waktu ke waktu. Oleh sebab itu, kualitas pendidikan nasional secara terus-menerus perlu ditingkatkan melalui sebuah pembaharuan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada para stakeholders agar dari sektor pendidikan itu kita mampu mempersiapkan generasi penerus yang memiliki unggulan kompetitif dalam menjawab dan memecahkan tantangan masa depan bangsa. Keberhasilan bangsa ini menghadapi tantangan masa depan abad 21 sangat tergantung pada keberhasilan memperbaiki dan memperbaharui pembangunan sektor pendidikan saat ini. Dengan kata lain, sistem pendidikan nasional selalu menghadapi tantangan sesuai tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan secara terarah dan berkesinambungan agar dapat ditingkatkan kinerjanya dalam pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, relevansi, dan efisiensi serta manajemen pendidikan. Lembaga pendidikan dalam mewujudkan layanan pendidikan yang berkualitas harus mampu mengelola sistem yang ada di lembaganya dengan baik, yaitu dengan mewujudkan produktivitas pendidikan yang berkualitas. Pihak lembaga harus mampu mengembangkan sikap dan prilaku kerja para personilnya. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa lembaga pendidikan dituntut untuk mampu menata dan memberdayakan seluruh sumber daya yang ada dalam sistem pengelolaan yang efektif dan efisien, sehingga dapat menghasilkan produktivitas yang sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat. 
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) menyatakan bahwa pendidikan tinggi merupakan pendidikan jalur sekolah sebagai kelanjutan dari pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian. Penyelenggaraan pendidikan tinggi dalam bentuk Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Akademi, dan Politeknik. Penjenjangan pendidikan tinggi terdiri dari pendidikan Diploma (S0), Sarjana (S1), Magister (S2), dan Doktor (S3).
Sesuai dengan asas otonomi perguruan tinggi, pemerintah menyiapkan standar nasional kemampuan akademik dan profesional yang menjadi acuan bagi perguruan tinggi dalam menyusun kurikulum sesuai kepentingan pembangunan wilayah regional dan nasional serta tantangan kehidupan global. Mengingat perbedaan potensi wilayah serta perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat dalam era globalisasi, maka program studi dan mata kuliah yang ditawarkan oleh perguruan tinggi kepada masyarakat harus bervariasi dan luwes. Penerapan teknologi digital dan networking dalam setiap aspek kehidupan sosial, budaya, ekonomi, politik, dan hukum perlu mendapatkan prioritas dalam pengembangan kurikulum pendidikan di perguruan tinggi. 
Bertolak dari keyakinan bahwa perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan penghasil calon pemimpin bangsa di masa depan, proses pembelajaran yang menekankan aspek kreativitas dan inovasi dalam pemecahan masalah dan rekonstruksi sosial, budaya, ekonomi, politik dan hukum merupakan metode pembelajaran utama yang perlu ditumbuhkembangkan dan diterapkan di perguruan tinggi. Implikasi dari metode pembelajaran tersebut adalah penerapan sistem penilaian hasil belajar yang bertumpu pada pengerjaan tugas-tugas akademik individual dan kelompok, praktikum, penelitian, kerja lapangan, seminar dan ujian yang mencerminkan kemampuan peserta didik merespon terhadap masalah sosial, budaya, ekonomi, politik dan hukum tersebut secara profesional. 
Menurut Pasal 22 dan 23 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) disebutkan bahwa pendidikan tinggi bertujuan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Lebih lanjut dikemukakan pula bahwa pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah jenjang pendidikan menengah yang diselenggarakan melalui jalur sekolah oleh lembaga yang disebut perguruan tinggi.
Dapat dikatakan bahwa selama sejarah peradaban manusia, dunia akademik memainkan peran sentral sebagai konservator nilai-nilai dominan yang berlaku dan sebagai nilai-nilai baru bagi dinamika masyarakat. Yang terpenting, dunia akademik memainkan peranannya yang sejati sebagai sumber ide bagi peningkatan hidup dan makna kehidupan manusia (Tilaar, 1994).
Pendidikan tinggi, menurut Poespowardjojo (dalam Tilaar, 1994), tidak dapat hanya menjadi penonton atau mungkin sebagai pengeritik kejadian-kejadian sosial yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Dari uraian di atas dapat ditegaskan bahwa perguruan tinggi mengemban peran penting dalam konteks dinamika sosial kemasyarakatan. Perguruan tinggi dengan otonomi dan pengembangan kebebasan berpikir adalah kekuatan inti bagi perubahan dan demokrasi kehidupan masyarakat.
Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1990 Pasal 3 merinci tugas pendidikan tinggi sebagai berikut : 
1. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian.
2. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
Lebih lanjut, dalam GBHN diuraikan peran perguruan tinggi di Indonesia. Peran perguruan tinggi menurut amanat GBHN adalah sebagai berikut : 
1. Pusat Pengembangan Ilmu dan Sumberdaya Manusia. Pusat penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan tinggi serta pemeliharaan, pembinaan, dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian. Kampus sebagai masyarakat ilmiah yang bercita-cita luhur, masyarakat berpendidikan yang gemar belajar dan mengabdi kepada masyarakat serta melaksanakan penelitian yang menghasilkan manfaat bagi peningkatan mutu kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebagai lembaga pendidikan tinggi diharapkan pula menjadi pusat pengembangan sumberdaya manusia yang memiliki kualitas akademik maupun profesional yang dapat memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat dan pembangunan yang semakin kompleks dan meningkat.
2. Pusat Sumberdaya Penelitian Wilayah. Hampir semua kampus perguruan tinggi merupakan konsentrasi para sarjana yang cukup banyak, yang memiliki potensi untuk membantu pembangunan wilayah melalui penelitian, pengumpulan dan pengolahan data sesuai dengan keahliannya. Dengan demikian perguruan tinggi, baik bersama-sama perguruan tinggi lain setempat maupun masing-masing, dapat berperan sebagai pusat informasi ilmiah maupun pusat sumberdaya dan kegiatan tentang wilayah tersebut.
3. Pusat Kebudayaan. Tujuan pokok pembinaan kebudayaan di Indonesia menurut Majelis Umum PBB (1986) adalah (1) semakin kuatnya penghayatan nilai-nilai budaya nasional agar mampu menyongsong masa depan bangsa yang ditandai oleh makin canggihnya teknologi dan makin kuatnya tata perekonomian global; (2) semakin kokohnya kesadaran bangsa akan jati dirinya yang ditandai baik oleh pewarisan nilai-nilai luhur, kesadaran sejarah maupun daya cipta yang dimilikinya.
Untuk menghadapi berbagai tantangan yang disebabkan oleh perkembangan global, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi telah menetapkan konstitusi tujuan pengembangan pendidikan tinggi melalui kebijakan Penataan Sistem Pendidikan Tinggi agar lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan. Tersirat di sana bahwa kebijakan tersebut mengandung kehendak untuk mengembangkan suatu pola manajemen yang akan digunakan sebagai pedoman dasar untuk penyelenggaraan pendidikan tinggi di Indonesia, maupun pelaksanaan pembangunan dan pengembangan masing-masing perguruan tinggi di Indonesia. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (1996) menegaskan bahwa manajemen perguruan tinggi bertumpu pada unsur-unsur : (1) Evaluasi; (2) Akreditasi; (3) Otonomi; dan (4) Akuntabilitas, yang ditujukan pada peningkatan Mutu secara berkelanjutan.
Tersirat di sini bahwa perguruan tinggi wajib menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Adapun penyelenggaraannya dilaksanakan dengan sistem terbuka, dengan program akademik, vokasional, dan profesi.
Posisi dan peran Perguruan Tinggi Swasta (PTS) pada dasarnya tidak berbeda dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Yang membedakan PTN dan PTS adalah dalam hal sektor pengelolaan dan sumber pembiayaannya. Dalam perkembangannya sekarang, perguruan tinggi dapat berbentuk badan hukum milik negara (BHMN) atau badan hukum milik swasta apabila memenuhi persyaratan yang ditentukan. Dalam pengelolaannya, perguruan tinggi dapat menggali dana dari masyarakat yang dilakukan berdasarkan prinsip akuntabilitas publik. Menurut Jalal dan Supriadi (2001 : 366), dinyatakan bahwa paradigma baru pendidikan tinggi bertumpu kepada tiga pilar utama, yaitu kemandirian dalam pengelolaan atau otonomi, akuntabilitas (accountability), dan jaminan mutu (quality assurance).
Otonomi pengelolaan pendidikan tinggi diartikan sebagai otonomi yang seluas-luasnya, tidak terbatas pada pengelolaan secara manajerial, melainkan juga dalam hal penentuan atau pemilihan kurikulum dalam rangka menyesuaikan dengan dunia kerja atau tuntutan kebutuhan pasar kerja. Oleh karena itu, pendidikan tinggi dalam hal ini harus mampu meningkatkan kualitas SDM yang dapat menguasai dan mengembangkan sains dan teknologi sehingga perguruan tinggi tersebut memiliki kebebasan untuk berkembang dan bersaing secara sehat.
Istilah akuntabilitas dalam hal ini diartikan bahwa tanggung jawab perguruan tinggi tidak hanya terhadap pemerintah saja sebagai pembina atau pemberi sumber dana dan sumberdaya lainnya, melainkan juga terhadap masyarakat luas pengguna hasil lulusan dan hasil pengembangan sains dan teknologi. Di sini terkait pula akuntabilitas terhadap dunia profesi yang ada. jaminan mutu (quality assurance) digunakan untuk menentukan standar kriteria yang lebih dinamis untuk menyesuaikan kemampuan perguruan tinggi dengan lapangan kerja dan perdagangan bebas. 
Sebagai pranata sosial yang profesional setiap satuan perguruan tinggi harus menyediakan buku pelajaran, perpustakaan, laboratorium, dan sarana ibadah sebagai sarana dan penunjang kegiatan pendidikan. Dalam menghadapi tuntutan kehidupan global, peserta didik diharapkan untuk menguasai salah satu bahasa asing, terutama Bahasa Inggris. Untuk menjamin efektivitas proses pembelajaran, penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi minimal adalah 60 jam per minggu dari pukul 8 : 00 sampai 21 : 30 sehingga memberikan kesempatan bagi peserta didik yang telah bekerja untuk belajar pada sore dan malam hari. Seandainya perguruan tinggi telah memiliki fasilitas pembelajaran melalui jaringan komunikasi elektronik, penyelenggaraan pendidikan dapat dilaksanakan selama 24 jam.
Perguruan tinggi sebagai salah satu bentuk satuan pendidikan yang memberikan pengetahuan akademik dan atau profesional harus mampu memberikan layanan dan menghasilkan keluaran yang berkualitas melalui program-program strategis. Lulusannya diharapkan mampu mengatasi masalah di atas. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi mutu perguruan tinggi seperti dosen, sarana prasarana, kurikulum dan proses belajar mengajar, serta sistem penilaian. Walaupun demikian, faktor dosen tidak dapat disamakan dengan faktor-faktor lainnya. Dosen adalah sumber daya manusia yang diharapkan mampu mengerahkan kemampuannya dan mendayagunakan faktor-faktor lainnya sehingga tercipta proses belajar yang bermutu. Tanpa mengabaikan peran faktor-faktor lain, dosen dapat dianggap sebagai faktor utama yang paling menentukan terhadap meningkatnya mutu perguruan tinggi. 
Bila dikaitkan dengan peran tenaga pengajar di perguruan tinggi, Jalal dan Supriadi (2001 : 395) menyatakan bahwa : “sehat tidaknya perguruan tinggi banyak tergantung pada stafnya, apakah itu staf pengajar, profesional (peneliti), maupun administrative. Ada kepedulian di kalangan staf perguruan tinggi tersebut bahwa saat ini mereka tidak cukup mendapatkan pengakuan, kesempatan untuk mengembangkan diri, dan imbalan yang wajar atas pengabdiannya. Perlu diakui bahwa kontribusi staf pengajar merupakan faktor penting bagi pengembangan perguruan tinggi di Indonesia.
Perguruan tinggi dituntut untuk meningkatkan profesionalisme dosennya yang mencakup antara lain komponen-komponen penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang relevan dengan tugasnya, komitmen dan pengabdian yang tinggi pada bidang pendidikan. Untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan, kualifikasi pendidikan tenaga pengajar/dosen pada perguruan tinggi minimal memiliki ijazah S2. 
Kegiatan pokok dibidang penataan sistem pendidikan tinggi salah satunya adalah meningkatkan kemampuan sivitas akademika dalam melakukan evaluasi diri untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran, kinerja staf dan perencanaan pengembangan perguruan tinggi (Propenas 2000-2004 : 172).
 Produktivitas perguruan tinggi bukan semata mata ditujukan untuk mendapatkan hasil kerja sebanyak banyaknya, melainkan kualitas unjuk kerja juga penting diperhatikan, seperti diungkapkan Laehan dan Wexley (dalam Mulyasa, 1992 : 2), bahwa : 
“performance appraisals are crucial to the effective management of an organization’s human resources, and the proper management of human resources, and the proper management of human resources is a critical variable effecting an organization’s productivity”. 
Produktivitas dosen dapat dinilai dari apa yang dilakukan oleh dosen tersebut dalam kerjanya, yakni bagaimana ia melakukan pekerjaan atau unjuk kerjanya. Dalam hal ini produktivitas dapat ditinjau berdasarkan tingkatannya dengan tolak ukur masing-masing yang dapat dilihat dari kinerja dosen tersebut.
Sesuai dengan Tri Dharma perguruan tinggi, dosen mengemban tiga tugas pokok, yaitu : (1) melaksanakan Pendidikan (proses belajar mengajar); (2) melakukan penelitian; dan (3) mengabdikan ilmunya kepada masyarakat (Hanafiah et.al, 1994 : 64). 
Sebagai salah satu perguruan tinggi dengan status swasta, STKIP X juga dituntut untuk selalu meningkatkan profesionalisme dosennya, seperti yang diuraikan di atas. Namun berdasarkan pengamatan, sistem penilaian kinerja tenaga pengajar tampaknya belum diterapkan secara optimal. Kurangnya pemahaman mengenai penilaian kerja yang efektif juga diduga mempengaruhi proses tersebut. Selain itu, diduga bahwa kemampuan STKIP X dalam menetapkan kebijakan pengembangan sumber daya manusianya belum optimal. Salah satu permasalahan yang berkaitan dengan profesionalisme adalah bagaimana menilai produktivitas kerja para dosen tersebut. Untuk melihat bagaimana menilai produktivitas kerja dosen-dosen tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti sistem penilaian kinerja dosen yang diterapkan dan dilakukan oleh perguruan tinggi tersebut yang dituangkan dalam judul : “PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN KINERJA DOSEN TETAP YAYASAN

B. Identifikasi Masalah
Melihat kenyataan bahwa tenaga pengajar atau dosen merupakan faktor yang paling penting dalam pembelajaran di suatu lembaga perguruan tinggi, mutu dan kinerja dosen tentunya perlu mendapatkan lebih banyak perhatian dari pengelola perguruan tinggi. Operasional penyelenggaraan perguruan tinggi swasta tidak dapat dipisahkan dari berbagai aspek yang berkaitan dengan keberhasilan pelaksanaan Tri dharma perguruan tinggi. Salah satu aspek tersebut adalah berkenaan dengan penilaian kinerja dosen. 
Sistem penilaian kinerja dosen dapat melihat apakah kinerja seorang dosen itu baik atau kurang baik dan pada gilirannya hal tersebut akan terkait dengan kebijakan pengembangan sumberdaya manusia.

C. Manfaat Penelitian 
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah : 
1. Manfaat Teoritis
Dalam tataran teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian mengenai urgensi kemampuan kerja dosen tetap yayasan dalam keseluruhan pengembangan profesionalisasi tenaga kependidikan. Terungkapnya temuan empiris yang menjelaskan kondisi penilaian kinerja dosen tetap yayasan merupakan hal sangat penting untuk dijadikan dasar pemikiran bagi upaya pengembangan konsep-konsep manajemen sumber daya manusia.
2. Manfaat Praktis
Dalam tataran praktis, hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut : 
a. Memberikan masukan kepada pengelola pendidikan tinggi khususnya STKIP X tentang pengembangan penilaian kinerja dosen tetap yayasan yang efektif.
b. Dengan mengetahui model penilaian kinerja dosen tetap yayasan, maka memungkinkan adanya usaha untuk pengembangan profesionalisasi para dosen ke arah yang lebih baik.
c. Memberikan masukan kepada pemerintah tentang kemungkinan pengembangan penilaian kinerja dosen tetap yayasan yang lebih tepat sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan perguruan tinggi swasta.

D. Sistematika Penulisan
Tesis ini menjabarkan isi secara keseluruhan menjadi sistematika tesis tersebut, sebagai berikut : Bab I Pendahuluan, pada bab ini dibahas latar belakang masalah, Identifikasi masalah, fokus telaah, pertanyaan penelitian, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka berfikir, asumsi penelitian, definisi operasional, lokasi dan subyek penelitian, dan sistematika tesis. Bab II, Konsep Administrasi pendidikan, Konsep Administrasi Personil/SDM, Konsep Penilaian Kinerja, Desain Sistem Penilaian Kinerja dan hasil penelitian yang terdahulu yang masih relevan. 
Kemudian Bab III menjelaskan masalah prosedur penelitian, dalam hal ini yang dibahas adalah bentuk dan sifat penelitian, metode penelitian, subyek penelitian, teknik pengumpulan data, langkah-langkah penelitian, analisis data, dan metode dan instrumen penelitian. Sedangkan Bab IV membahas masalah hasil temuan penelitian, yang terdiri dari temuan hasil penelitian yang diuraikan mengenai : deskripsi hasil penelitian dan pembahasan penelitian berupa, sistem penilaian kinerja yang dilakukan saat ini pada STKIP X, pemanfaatan hasil penilaian kinerja tersebut, kajian model penilaian kinerja yang efektif bagi dosen tetap yayasan pada STKIP X. Sedangkan yang terakhir Bab V ini mengemukakan tentang kesimpulan, implikasi dari penelitian dan rekomendasi terhadap hasil penelitian.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:48:00

PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL GURU SEKOLAH DASAR

PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL GURU SEKOLAH DASAR (PROGRAM STUDI : ADMINISTRASI PENDIDIKAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Guru sebagai tenaga kependidikan dalam menjalankan fungsi pendidikan dilihat sebagai totalitas yang satu sama lain secara sinergi memberikan sumbangan terhadap proses pendidikan pada tempat di mana mereka memberikan pelayanan, dengan titik tekan tenaga kependidikan di lembaga pendidikan persekolahan. Tugas tenaga kependidikan secara umum adalah memberikan pelayanan optimal kepada peserta didik khususnya dan kustomer pada umumnya, pada titik di mana pelayanan itu harus dilakukan.
Keberhasilan dalam upaya memberikan pelayanan optimal guru terhadap peserta didik dapat dilihat dari penguasaan materi pembelajaran yang disampaikan secara efektif dan kehadirannya diterima oleh anak didik secara ikhlas. Dia juga mampu menjadi manajer belajar yang baik, sekaligus terns belajar melalui proses pembelajaran yang dilakukannya {learning from teaching processes), bahkan belajar dari peserta didik.
Henry Simamora (1995 : 7) mengungkapkan bahwa "sumber daya manusia sekarang digunakan dan diakui sebagai aset organisasi yang paling berharga". Menurut Tilaar dan Suryadi (1992 : 108) komponen kualitas sekolah adalah "besar-kecilnya tergantung salah satunya kepada faktor guru. Guru merupakan sumber daya manusia yang mempunyai kedudukan strategis dalam upaya memberdayakan seluruh potensi sekolah".
Profesionalisme tenaga pendidik sangat berhubungan erat dengan mutu pendidikan, sebab proses belajar sebagai inti dari pendidikan akan sangat tergantung pada tenaga pendidik yang professional dan kualitas hasil belajar merupakan ujung tombak kualitas pendidikan. Dengan anggapan semacam itu, maka keberadaan tenaga pendidik atau guru yang profesional semakin penting, dan peranan siswa dalam belajar merupakan tumpuan upaya peningkatan kualitas pendidikan sesuai standar nasional pendidikan. Pasal 35 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan agar "Pendidikan memiliki Standar Nasional Pendidikan (SNP), sebagai acuan pengembangan dan pengendalian pendidikan". Dan pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Bab II Pasal 2 menyebutkan "standar nasional pendidikan mencakup standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana-prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan".
Tanpa mengurangi keberadaan kurikulum serta lingkungan sosial budaya, guru merupakan faktor kunci keberhasilan dalam upaya meningkatkan dan memelihara kualitas pendidikan. Sebaik apapun program yang dibuat kalau kualitas gurunya tidak mendapat perhatian yang cukup, maka akhirnya hanya menjadi rutinitas, sedangkan kualitas tidak akan pernah tercapai. Kalau kualitas Sumber Daya Manusia tidak mendapat perhatian yang serius, maka bangsa Indonesia akan ketinggalan oleh bangsa-bangsa lain yang sudah menyadari akan pentingnya kualitas Sumber Daya Manusia. Dalam PP No. 38 Tahun 1992, dijelaskan bahwa : 
Tenaga kependidikan merupakan unsur terpenting dalam sistem pendidikan nasional yang diadakan dan dikembangkan untuk menyelenggarakan pengajaran, pembimbingan dan pelatihan bagi para pendidik. Diantara para tenaga kependidikan ini para pendidik/guru merupakan unsur utama.
Baik tidaknya suatu sekolah atau sebuah kurikulum sangat tergantung dari mutu guru/tenaga pendidiknya, sehingga guru/tenaga pendidik dituntut untuk memiliki/memenuhi syarat-syarat kemampuan tertentu. Untuk itu maka tenaga pendidik/guru harus senantiasa dikembangkan kemampuannya supaya mutu pembelajaran dapat dipertahankan dan ditingkatkan. Dalam kondisi demikian, maka jelas pembinaan Guru Sekolah Dasar merupakan satu bagian krusial yang perlu mendapat perhatian dalam pengembangan mutu pelayanan pendidikan. Setelah melakukan observasi di lapangan ditemukan adanya indikasi latar belakang pendidikan guru yang bervariasi dari berbagai lulusan perguruan tinggi bahkan terdapat latar belakang pendidikan guru dari lulusan SMA atau sederajat. Berdasarkan temuan ini, maka untuk meningkatkan kemampuan profesional Guru SD diperlukan adanya kegiatan pembinaan terutama di Kecamatan X.

B. Identifikasi Masalah
Guru sebagai suatu profesi menuntut profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mendidik, mengajar, dan melatih anak didik adalah tugas guru sebagai suatu profesi. Tugas guru sebagai pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada anak didik. Tugas guru sebagai pengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak didik. Tugas guru sebagai pelatih berarti mengembangkan ketrampilan dan menerapkannya dalam kehidupan demi masa depan anak didik.
Layanan profesionalisme guru terkait pula dengan kepribadian guru. Kepribadian adalah unsur yang menentukan keakraban hubungan guru dengan anak didik. Kepribadian guru akan tercermin dalam sikap dan perbuatannya dalam membina dan membimbing anak didik. Alexander Meikeljohn (1971 : 13) mengatakan : “No one can be a genuine teacher unless he is himself actively sharing in the human attempt to understand men and their word "
Seorang pendidik yang profesional senantiasa melakukan sesuatu yang benar dan baik (do the right thing and do it right). Konsekuensinya adalah ia selalu mengembangkan tingkah laku dan tindakan strategis yang cermat. Menurut Tilaar (1998), ada dua indikator pendidik itu profesional, yaitu : 
1. Dasar ilmu yang kuat. 
Seorang pendidik yang profesional hendaknya mempunyai dasar ilmu yang kuat sesuai dengan bidang tugasnya sekaligus mempunyai wawasan keilmuan secara interdisipliner
2. Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan. 
Artinya hendaknya ada saling pengaruh mempengaruhi antara teori dan praktek pendidikan yang merupakan jiwa dari perkembangan ilmu dan profesi tenaga kependidikan.
Dalam mewujudkan tujuan ideal tentang kemampuan profesional Guru SD ternyata pada realitanya banyak dihadapkan pada berbagai faktor. Kompleksnya permasalahan yang dikaji berkaitan dengan pembinaan kemampuan profesional guru mendasari pembatasan kajian dalam penelitian ini, yakni diarahkan untuk mengidentifikasi atau berfokus pada "BAGAIMANA PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL GURU SD SESUAI DENGAN STANDAR KOMPETENSI PROFESIONAL GURU SD YANG MENGACU PADA PERMENDIKNAS NOMOR 16 TAHUN 2007 ?"

C. Rumusan Masalah
Merujuk pada identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian, yakni : 
1. Bagaimana menyusun rencana pembinaan kemampuan profesional Guru SD di Kecamatan X ?
2. Bagaimana melaksanakan pembinaan kemampuan profesional Guru SD di Kecamatan X ?
3. Bagaimana melakukan evaluasi pembinaan kemampuan profesional Guru SD di Kecamatan X ?
4. Bagaimana dampak pembinaan pada kinerja Guru SD di Kecamatan X ?

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan dan kegunaan penelitian tentang pembinaan kemampuan profesional Guru SD di Kecamatan X adalah : 
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pembinaan kemampuan profesional Guru SD. Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 
a. Penyusunan rencana pembinaan kemampuan profesional Guru SD di Kecamatan X.
b. Pelaksanaan pembinaan kemampuan profesional Guru SD di Kecamatan X.
c. Evaluasi pembinaan kemampuan profesional Guru SD di Kecamatan X.
d. Dampak pembinaan pada kinerja Guru SD di Kecamatan X.
2. Kegunaan Hasil Penelitian
Kegunaan hasil penelitian tentang pembinaan kemampuan profesional Guru SD di Kecamatan X adalah : 
a. Bagi praktisi pendidikan terutama yang berkecimpung di bidang pembinaan Guru SD, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan informasi sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program pembinaan Guru SD, khususnya di Kecamatan X, umumnya Kota X bahkan penyelenggara pembinaan tingkat nasional.
b. Bagi pengambil kebijakan (policy maker) bidang pengelolaan pendidikan dasar, hasil penelitian ini diharapkan dapat mengungkap makna baru tentang pembinaan guru sesuai dengan kebutuhan di lapangan yang dapat diangkat sebagai isu aktual, untuk selanjutnya dirumuskan dalam suatu kebijaksanaan sebagai upaya menyempurnakan sistem pembinaan kemampuan profesional guru dalam kerangka peningkatan mutu layanan pendidikan di tingkat SD.
c. Bagi ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang pembinaan pegawai dalam hal ini pembinaan guru sebagai khasanah perkembangan ilmu pengetahuan terutama bagi ilmu administrasi pendidikan dan Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM).

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 06:05:00

KEPUASAN SISWA DITINJAU DARI UNJUK KERJA GURU, FASILITAS PEMBELAJARAN DAN KESELAMATAN KERJA SISWA

KEPUASAN SISWA DITINJAU DARI UNJUK KERJA GURU, FASILITAS PEMBELAJARAN DAN KESELAMATAN KERJA SISWA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap negara membutuhkan sumber daya yang berkualitas sebab sumber daya yang berkualitas akan memberikan dampak positif terhadap perkembangan pembangunan suatu bangsa dalam berbagai bidang. Tidak hanya dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diharapkan, tetapi juga sikap mental yang baik. Oleh karena itu, setiap negara selalu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya. Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia itu dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas pendidikan bangsanya karena dengan pendidikan yang berkualitas akan tercipta sumber daya manusia yang berkualitas pula, yang pada akhirnya dapat mendukung perkembangan pembangunan nasional.
Sumber daya manusia yang berkualitas juga akan mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk kemajuan bangsa dan negara. Hal itu sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang menyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mempunyai akhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri, estetis, dan demokratis, serta memiliki rasa kemasyarakatan dan kebangsaan.
Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan dengan meningkatkan kinerja para guru karena para guru merupakan pejuang pendidikan yang langsung berhadapan dengan siswa. Tanpa adanya kinerja atau prestasi kinerja para guru, peningkatan kualitas pendidikan tidak akan tercapai. Kepala sekolah sebagai atasan langsung dan pemegang kunci kepemimpinan di sekolah, harus mampu membangkitkan semangat kerja terhadap bawahannya sehingga dapat tercipta bahwa semua warga sekolah mempunyai sikap dan perilaku yang setia dan taat kepada tugas-tugas yang diembannya, memiliki dedikasi yang tinggi, berdaya guna dan berhasil guna, serta bertanggung jawab sebagai abdi negara dan abdi masyarakat.
Tugas guru tidak hanya melaksanakan proses belajar mengajar secara efektif dan efisien, tetapi juga sebagai figur yang diharapkan mampu membentuk dan membangun watak dan kepribadian para siswanya sehingga mereka memiliki sikap mental yang baik yang dibutuhkan dalam pembangunan nasional suatu bangsa. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan dan pembentukan sikap anak-anak yang perlu diperhatikan dalam pendidikan ialah kematangan (maturation), keadaan fisik anak, pengaruh keluarga, lingkungan sosial, kehidupan sekolah, bioskop, guru, kurikulum sekolah, dan cara guru mengajar.
Untuk mewujudkan tercapainya keberhasilan pendidikan di sekolah, faktor lingkungan kerja tidak dapat diabaikan. Lingkungan kerja yang nyaman, dan keharmonisan kerja diantara teman sejawat akan sangat mendukung suasana kerja warga sekolah, yang pada akhirnya akan mempunyai dampak positif terhadap keberhasilan pendidikan sekolah tersebut. Jika lingkungan kerja di sekolah tidak nyaman, atau sering terjadi pertikaian antar teman sekerja, keberhasilan pendidikan di sekolah tersebut tidak akan memenuhi harapan yang diinginkan. Tidak hanya hubungan baik antara sesama teman sekerja saja, yang diharapkan dapat tercipta, tetapi hubungan dan kerja sama yang baik dengan orang tua, masyarakat, dan pemerintah pun harus terpelihara dengan baik.
Pendidikan, baik formal maupun nonformal, adalah sarana untuk pewarisan kebudayaan. setiap masyarakat mewariskan kebudayaannya kepada generasi yang lebih kemudian agar tradisi kebudayaannya tetap hidup dan berkembang, melalui pendidikan. Sudah lama banyak orang mempertanyakan pendidikan kita, mengapa hasilnya tidak memperkuat dan mengembangkan budaya sendiri ? mengapa bangsa kita mudah larut dalam pengaruh budaya yang datang dari luar ? mengapa budaya asli kita tidak dapat menahan banjir bandang globalisasi yang datang ? pendidikan kita selama ini menjadi sarana pewarisan budaya atau tidak ?.
Kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan dimana keinginan, harapan dan kebutuhan pelanggan dipenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan publik. Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi sasaran (Anonim. 2007. "Mengukur Kepuasan Pelanggan". www.wordpress.com).
Guru adalah kondisi yang diposisikan sebagai garda terdepan dan posisi sentral di dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Berkaitan dengan itu, maka guru akan menjadi bahan pembicaraan banyak orang, dan tentunya tidak lain berkaitan dengan kinerja dan totalitas dedikasi dan loyalitas pengabdiannya. Sorotan tersebut lebih bermuara kepada ketidakmampuan guru di dalam pelaksanaan proses pembelajaran, sehingga bermuara kepada menurunnya mutu pendidikan. Kalaupun sorotan itu lebih mengarah kepada sisi-sisi kelemahan pada guru, hal itu tidak sepenuhnya dibebankan kepada guru, dan mungkin ada sistem yang berlaku, baik sengaja ataupun tidak akan berpengaruh terhadap permasalahan tadi. Banyak hal yang perlu menjadi bahan pertimbangan kita, bagaimana kinerja guru akan berdampak kepada pendidikan bermutu. Kita melihat sisi lemah dari sistem pendidikan nasional kita, dengan gonta ganti kurikulum pendidikan, maka secara langsung atau tidak akan berdampak kepada guru itu sendiri. Sehingga perubahan kurikulum dapat menjadi beban psikologis bagi guru, dan mungkin juga akan dapat membuat guru frustasi akibat perubahan tersebut. Hal ini sangat dirasakan oleh guru yang memiliki kemampuan minimal, dan tidak demikian halnya guru profesional (Isjoni, 2007. "Kinerja Guru". www.researchengines.com/isjoni12.html).

B. Identifikasi Masalah
1. Unjuk kerja guru belum optimal
2. Fasilitas pembelajaran yang selama ini berlangsung dalam implementasi di SMK X perlu ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya
3. Keselamatan kerja siswa selama sekolah perlu diperhatikan dan diberikan asuransi, yang selama ini belum ada asuransi keselamatan kerja siswa
4. Kepuasan siswa dalam melaksanakan pembelajaran masih perlu ditingkatkan.

C. Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada masalah kepuasan siswa unjuk kerja guru, fasilitas pembelajaran, dan keselamatan kerja.

D. Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah kepuasan siswa dipengaruhi oleh unjuk kerja guru, fasilitas pembelajaran dan keselamatan kerja di SMK X Kabupaten X ?.

E. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah ingin mendeskripsikan tentang kepuasan siswa, unjuk kerja guru, fasilitas pembelajaran, dan keselamatan kerja siswa dalam pembelajaran di SMK X. Sedangkan tujuan khusus adalah ingin mendeskripsikan apakah kepuasan siswa dipengaruhi oleh unjuk kerja guru, fasilitas pembelajaran dan keselamatan kerja di SMK X Kabupaten X

F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Dapat dijadikan sebagai referensi dan masukan serta memberikan informasi kepada peneliti lain untuk menindaklanjuti atau mengembangkannya pada penelitian sejenis berikutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa, dapat memberikan informasi tentang unjuk kerja guru, fasilitas pembelajaran yang berdampak pada kepuasan siswa dalam pembelajaran di SMK X.
b. Bagi sekolah, dapat memberikan informasi tentang pentingnya memperhatikan pelayanan kepada pelanggan terutama kepuasan siswa dalam pembelajaran di SMK X.
c. Bagi pemerintah, dapat digunakan sebagai masukan dalam pengambilan keputusan terutama mengenai penyediaan dan bantuan fasilitas pembelajaran pada sekolah kejuruan yang benar-benar efektif dan kondusif sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 23:00:00

KONTRIBUSI SUPERVISI AKADEMIK KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA PENGAWAS SEKOLAH DI BIDANG AKADEMIK TERHADAP MUTU PEMBELAJARAN

KONTRIBUSI SUPERVISI AKADEMIK KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA PENGAWAS SEKOLAH DI BIDANG AKADEMIK TERHADAP MUTU PEMBELAJARAN (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sesuai dengan fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional yaitu menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, diperlukan pendidikan yang dapat mengembangkan kepribadian, kecerdasan, keterampilan serta menambah wawasan menjadi lebih luas dan dapat mengembangkan potensi diri pribadi.
Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah melalui proses pembelajaran di sekolah. Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan secara terus-menerus.
Hal ini dikarenakan pengaruh perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan yang serba cepat menuntut guru-guru harus terus menerus belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut.
Tenaga kependidikan adalah salah satu faktor yang erat kaitannya dengan mutu pendidikan. Guru dan kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Kualitas kepala sekolah sebagai manajer sangat dipengaruhi oleh kinerja (capability) manajerial yang dimiliki dalam upaya memberdayakan guru sehingga terwujud guru yang professional yang selalu ingin mengaktualisasi dalam bentuk peningkatan mutu pendidikan. Kepala sekolah yang mempunyai kinerja yang baik yaitu seorang kepala sekolah yang mempunyai kapasitas intelektual, emosional, dan spiritual yang baik serta berwawasan luas dan futuristik.
Kapasitas intelektual diperlukan dalam mencermati, memahami, dan menganalisis setiap informasi yang diperoleh. Kapasitas emosional diperlukan dalam menghadapi berbagai tekanan dan dalam membangun hubungan. Sedangkan kapasitas spiritual diperlukan pada saat melakukan pengambilan keputusan agar keputusan yang diambil merupakan keputusan yang berpihak pada kebenaran. Adapun wawasan yang luas dan futuristik merupakan modal dasar dalam membaca tanda-tanda perubahan lingkungan sekolah sehingga dapat membawa sekolah yang dipimpinnya tetap eksis dalam kondisi perubahan yang terus terjadi. Kepala sekolah yang ideal mampu mensinergikan kemampuan manajemen dan kemampuan kepemimpinan secara simultan.
Pada tataran perilaku interaksi antar manusia organisasional dan pemberdayaan sumber daya pendukungnya, kedua kemampuan itu sulit dipisahkan, karena memang praktis kepemimpinan dan manajemen tidak mudah dibedakan. Dan salah satu tugas kepala sekolah dalam melaksanakan manajemen sekolah adalah mengendalikan. Melalui fungsi pengendalian, kepala sekolah dapat menjalankan organisasi persekolahan agar tetap berproses pada arah yang benar dan tidak membiarkan deviasi atau penyimpangan yang terlalu jauh dari arah tujuan yang telah ditetapkan. Pengendalian dan supervisi dilakukan untuk mengukur dan mengoreksi prestasi kerja bawahan guna memastikan bahwa tujuan organisasi di semua tingkat dan rencana yang didesain dapat dilaksanakan secara baik.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan ditegaskan bahwa jenjang pendidikan menengah, selain pengawasan, kepala sekolah juga mendapat tugas sebagai supervisor yang diharapkan dapat setiap hari berkunjung ke kelas dan mengamati kegiatan guru yang sedang mengajar serta bahwa setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran , pelaksanaan proses pembelajaran , dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Kegiatan supervisi melengkapi fungsi-fungsi administrasi yang ada di sekolah sebagai fungsi terakhir, yaitu penilaian terhadap semua kegiatan dalam mencapai tujuan. Supervisi mempunyai peran mengoptimalkan tanggung jawab dari semua program. Supervisi bersangkut-paut dengan semua upaya penilaian yang tertuju pada semua aspek yang merupakan faktor penentu keberhasilan.
Dalam pelaksanaannya, pembinaan yang bersifat akademik profesional atau teknis-edukatif harus mendapat perhatian yang lebih besar dari pada perilaku supervisi (supervisor), karena pembinaan inilah yang berhubungan langsung dengan perbaikan pengajaran. Sedangkan pembinaan yang bersifat administratif tidak secara langsung berkaitan dengan perbaikan pengajaran, akan tetapi dapat mendukung terselenggaranya kegiatan pembelajaran secara optimal.
Supervisi oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah terhadap guru merupakan tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan secara profesional untuk membantu pertumbuhan pribadi dan profesi agar setiap orang mengalami peningkatan kualitas diri menuju guru profesional.
Supervisi oleh pengawas sekolah dan kepala sekolah meliputi supervisi akademik yang berhubungan dengan aspek pelaksanaan proses pembelajaran, dan supervisi manajerial yang berhubungan dengan aspek pengelolaan dan administrasi sekolah serta bertujuan memberikan layanan dan bantuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang dilakukan guru di kelas yang pada akhirnya akan menghasilkan pembelajaran yang bermutu dan guru yang profesional.
Guru yang profesional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian, baik dalam mated maupun metode. Selain itu, juga ditunjukkan melalui tanggung jawabnya dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya. Guru yang profesional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawabnya sebagai guru kepada peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara, dan agamanya. Guru profesional mempunyai tanggung jawab pribadi yang mandiri, mampu memahami dirinya. Tanggung jawab sosial diwujudkan melalui kompetensi guru dalam memahami dirinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan sosial serta memiliki kemampuan interaktif yang efektif.
Mutu pendidikan atau mutu sekolah tertuju pada mutu lulusan. Merupakan suatu yang mustahil, pendidikan atau sekolah menghasilkan lulusan yang bermutu, jika tidak melalui proses pendidikan yang bermutu pula. Merupakan suatu yang mustahil pula, terjadi proses pendidikan yang bermutu jika tidak didukung oleh faktor-faktor penunjang proses pendidikan yang bermutu pula. Proses pendidikan yang bermutu dapat dikatakan dimulai dari kelas, karena guru ditingkat operasional merupakan penentu keberhasilan pendidik melalui kinerjanya pada tingkat institusional, instruksional, dan eksperimental. Dengan perkembangan dan tuntutan yang berkembang dewasa ini peran guru mengalami perluasan yaitu sebagai : pelatih (coaches), konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar, dan pengarang.
Kegiatan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan.
Pengelolaan kelas yang baik akan menghasilkan interaksi belajar mengajar yang baik pula. Selain pengelolaan kelas, perubahan paradigma pengajaran dan pembelajaran amat bergantung pada perubahan pemahaman para guru tentang dasar dan teori kependidikan yang dianutnya, termasuk dengan perubahan cara pandang (point of view) dan pola pikir (mindset) tentang peran dan kompetensi profesional pendidik dalam proses pembelajaran di sekolah. Bagaimana proses tersebut dapat berjalan dengan baik tentu dibutuhkan pengawasan yang baik pula. Proses pengawasan terhadap kegiatan pembelajaran dapat dilakukan oleh kepala sekolah sebagai bagian dari tugas manajerialnya dan oleh pengawas bidang studi sebagai bagian dari tugas pokok dan fungsinya. Melalui pengawasan yang baik, teratur, disertai masukan-masukan yang membangun maka proses kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan efektif dan bermutu. Hal tersebut didukung pula oleh sarana dan prasarana pendidikan, fasilitas, media, serta sumber belajar yang memadai, baik mutu maupun jumlahnya, dan biaya yang mencukupi, manajemen yang tepat serta lingkungan yang mendukung (Nana Syaodih, 2006 : 6).
Berdasarkan hal tersebut, disadari bahwa kepala sekolah melalui supervisi akademiknya, kinerja pengawas sekolah di bidang akademik dengan pembinaannya dan guru dengan pembelajarannya yang bermutu, akan sangat menentukan terhadap terciptanya sekolah yang memiliki mutu lulusan yang baik, yaitu mutu siswa yang mempunyai kemampuan dan keterampilan sesuai dengan tuntutan dan keinginan masyarakat dalam angka menjawab tantangan moral, mental, dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. 

B. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang penelitian dan identifikasi masalah yang telah diuraikan tersebut, maka fokus penelitian ini berkaitan dengan supervisi akademik kepala sekolah dan kinerja pengawas sekolah di bidang akademik terhadap mutu pembelajaran di sekolah-sekolah standar nasional di X.
Rumusan masalah penelitian tersebut dapat dirinci ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut : 
1. Bagaimana gambaran deskriptif perilaku supervisi akademik kepala sekolah di SMA Rintisan Sekolah Standar Nasional se-Kabupaten X ?
2. Bagaimana gambaran deskriptif tentang kinerja pengawas sekolah di bidang akademik di SMA Rintisan Sekolah Standar Nasional se-Kabupaten X ?
3. Bagaimana gambaran deskriptif tentang mutu pembelajaran di SMA Rintisan Sekolah Standar Nasional se-Kabupaten X ?
4. Berapa besar kontribusi perilaku supervisi akademik kepala sekolah terhadap mutu pembelajaran di SMA Rintisan Sekolah Standar Nasional se-Kabupaten X ?
5. Berapa besar kontribusi kinerja pengawas sekolah di bidang akademik terhadap mutu pembelajaran di SMA Rintisan Sekolah Standar Nasional se-Kabupaten X ?
6. Berapa besar kontribusi perilaku supervisi akademik kepala sekolah dan kinerja pengawas sekolah di bidang akademik secara bersama-sama terhadap mutu pembelajaran di SMA Rintisan Sekolah Standar Nasional se-Kabupaten X ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data tentang kontribusi supervisi akademik kepala sekolah dan pembinaan pengawas sekolah terhadap mutu pembelajaran di Sekolah Rintisan Sekolah Standar Nasional di X. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis : 
1. Gambaran perilaku supervisi akademik kepala sekolah di SMA Rintisan Sekolah Standar Nasional se-Kabupaten X.
2. Gambaran kegiatan kinerja pengawas sekolah di bidang akademik di SMA Rintisan Sekolah Standar Nasional se-Kabupaten X.
3. Gambaran mutu pembelajaran di SMA Rintisan Sekolah Standar Nasional se-Kabupaten X.
4. Kontribusi supervisi akademik kepala sekolah terhadap mutu pembelajaran di SMA Rintisan Sekolah Standar Nasional se-Kabupaten X.
5. Kontribusi kinerja pengawas sekolah di bidang akademik terhadap mutu pembelajaran di SMA Rintisan Sekolah Standar Nasional se-Kabupaten X.
6. Kontribusi supervisi akademik kepala sekolah dan kinerja pengawas sekolah di bidang akademik secara bersama-sama terhadap mutu pembelajaran di SMA Rintisan Sekolah Standar Nasional se-Kabupaten X.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 22:59:00

KONTRIBUSI PERSEPSI GURU TENTANG SUPERVISI AKADEMIK KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI BERPRESTASI GURU TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU

KONTRIBUSI PERSEPSI GURU TENTANG SUPERVISI AKADEMIK KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI BERPRESTASI GURU TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Keberadaan manusia dalam organisasi, termasuk sekolah memiliki posisi yang sangat vital. Keberhasilan sekolah sangat ditentukan oleh kualitas orang-orang yang bekerja di dalamnya. Orang-orang yang bekerja di sekolah adalah kepala sekolah, guru dan staf tatalaksana. Dalam kegiatan pelaksanaan pendidikan di sekolah, guru merupakan orang yang paling penting karena gurulah yang melaksanakan pendidikan langsung menuju tujuannya. Gurulah yang secara operasional melaksanakan segala bentuk, pola, gerak dan geliat berbagai pembahan di lini paling depan dalam pendidikan, karena memiliki tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik (UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 1 ayat 1). Pelaksanaan tugas-tugas profesionalnya terungkap dari bagaimana ia bekerja, atau dengan kata lain dari kinerjanya.
Kinerja personal sekolah terkait dengan produktivitas sekolah, yang merupakan tujuan akhir dari administrasi atau penyelenggaraan pendidikan (Komariah dan Triatna, 2005 : 30). Kinerja adalah proses yang menentukan produktivitas organisasi. Jika produktivitas sekolah diukur dari prestasi belajar siswa, maka hal tersebut sangat tergantung prosesnya, yaitu kinerja mengajar gurunya. Dengan kata lain, secara terbalik, tak akan ada produktivitas berupa prestasi belajar siswa yang berarti tanpa kinerja mengajar guru yang baik.
Tanpa memperbaiki kinerja guru, semua upaya untuk membenahi pendidikan akan kandas. Kurikulum yang baik, perpustakaan yang lengkap, laboratorium canggih, ketersediaan komputer dan internet nyaris tidak ada artinya untuk memperbaiki mutu pendidikan bila guru-gurunya tidak bermutu dan tidak mencintai profesinya. guru bermutu adalah guru yang menguasai ilmu yang diajarkan sekaligus menguasai keterampilan mengajar. Guru berkualitas hampir tidak mungkin dilahirkan apabila lembaga pendidikan gurunya tidak berkualitas dan mahasiswanya kelas dua. Masalah itu kait-mengait, dan pada akhirnya bermuara pada sejauh mana bangsa ini menghargai profesi guru (Susahnya Benahi Profesi Guru, http://kompas-cetak/0602/21/humaniora/2455732.htm).
Kustono, melalui makalah seminar nasional yang berjudul Urgensi Sertifikasi guru dalam rangka Dies Natalis UNY yang ke-43 tanggal 5 Mei 2007 di Yogyakarta, mengaitkan kinerja guru yang rendah dengan kualitas guru yang rendah pula. Ia mengemukakan bahwa : 
Kualitas guru di Indonesia masih tergolong relatif rendah. Hal ini antara lain disebabkan oleh tidak terpenuhinya kualifikasi pendidikan minimal terutama bila mengacu pada amanat UU RI No 14/2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD), dan PP RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas pada tahun 2005 menunjukkan terdapat 1.646.050 (69,45%) guru SD, SMP, SMA, SMK, dan SLB yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan minimal. Kualifikasi guru dimaksud masing-masing sebagai berikut : guru TK terdapat 91,54%, SD terdapat 90,98%, SMP terdapat 48,05%, dan SMA terdapat 28,84% yang belum memiliki kualifikasi pendidikan S1/D4 (Kustono, 2007).
Khusus untuk guru SMP-yang menjadi responden dalam penelitian ini, menurut data tahun 2005 tersebut, guru SMP yang layak mengajar adalah 51,95%. Pada tahun pelajaran 2006/2007 ada peningkatan, dari 624.726 guru SMP negeri dan swasta, yang layak mengajar adalah 487.512 guru atau 78,04% (Statistik SMP-Depdiknas, http://www.depdiknas.go.id/statistik/0607/smp0607/tbl14i.pdf). Meningkatnya jumlah guru SMP yang layak mengajar tersebut.
sebagai akibat dari tuntutan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, pasal 4-5 yang mensyaratkan sertifikasi dengan kualifikasi akademik minimal S1/D4. Persyaratan tersebut selain menjadikan perekrutan guru baru dari lulusan jenjang pendidikan tersebut, juga mendorong guru yang semula belum berijazah S1/D4 melanjutkan pendidikannya ke jenjang tersebut. Peningkatan kualifikasi akademik yang ditempuh melalui proses pendidikan tersebut sudah seharusnya meningkatkan kemampuan guru. Namun demikian, tidak serta-merta meningkatkan kinerjanya.
Permadi dan Dadi menemukan guru dalam menyikapi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), setelah diberlakukan sejak tahun 2006 : 
Pelaksanaan proses belajar mengajar dengan model kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang sekarang disempurnakan menjadi model KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang juga menekankan perlunya ada berbagai upaya untuk secara mandiri dari guru untuk berkreasi agar pengajaran di kelas menjadi lebih menarik dan menyenangkan, masih jauh dari harapan. guru masih terlalu kaku dan takut untuk mengambil inisiatif karena pada zaman orde baru selalu kamus "mohon petunjuk" dari yang lebih atas (kepala sekolah, pengawas, dan birokrat pemerintah) serta takut disalahkan jika memiliki suatu ide dalam inovasi pembelajaran (Permadi dan Arifin, 2007 : 63).
Sulistyo-Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan guru Republik Indonesia (PGRI), dalam rangka peringatan Hari guru Internasional, Minggu, 5 Oktober 2008, mengatakan bahwa kemampuan guru mempersiapkan pembelajaran di kelas masih lemah, guru kurang memiliki gambaran apa yang hams dilakukannya di kelas. Menurutnya, penting untuk menumbuhkan kesadaran internal guru sendiri tentang perbaikan dan perubahan kinerja, guru perlu mengetahui persis kewajiban dan penguasaan kompetensi secara maksimal. Oleh karena itu menurutnya, persoalan peningkatan mutu guru tidak dapat ditawar-tawar lagi, sudah mutlak hams dilakukan, tanpa peningkatan mutu guru, upaya peningkatan kualitas pendidikan dan kucuran anggaran besar-besaran sia-sia belaka. Sulistiyo mengemukakan semua ini didasarkan pada disertasi hasil penelitiannya dengan menyebar kuesioner, observasi dalam kelas, wawancara mendalam, serta tes psikologi mengenai kemampuan metakognisi guru dalam mempersiapkan pembelajaran, yakni bagaimana guru merancang, memikirkan, dan mengelola bahan ajar. (Mutu Guru Sudah Mutlak Pemerintah Harus Bantu Memperluas Wawasan Guru, http://cetak.kompas.eom/read/xml/2008/l 0/06/01035533/mutu.guru.sudah.mutlak).
Secara umum, A. Dale Timple mengemukakan bahwa kinerja dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal (Mangkunegara, 2007 : 15). Beberapa peneliti telah memilih faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kinerja guru sesuai dengan interest masing-masing. Hasil penelitian mereka penulis pelajari sebagai bagian dari studi awal sebelum melakukan penelitian yang sebenarnya.
Yang pertama adalah hasil penelitian Wuviani (2005) yang meneliti kinerja guru dengan judul "Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru". Ia membatasi faktor-faktor tersebut pada tiga variabel, yaitu (1) kualifikasi pendidikan, (2) motivasi kerja guru, dan (3) kepemimpinan kepala sekolah. Dengan populasi guru SMAN di kota Bandung, Wuviani menemukan, bahwa ketiganya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja guru, dengan rincian : (1) kualifikasi pendidikan sebesar 37,40%, (2) motivasi kerja guru sebesar 45,20%, dan (3) kepemimpinan kepala sekolah sebesar 51,80%. Secara bersama-sama ketiganya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja guru sebesar 67,00%. Sisanya ditentukan oleh faktor-faktor lain.
Kemudian, Riduwan (2006) meneliti kinerja dosen dengan judul "Kontribusi Kompetensi Profesional dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Dosen (Studi pada Universitas Jendral Achmad Yani Kota Cimahi)". Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kompetensi profesional secara signifikan memberikan kontribusi sebesar 30,46%, dan motivasi kerja sebesar 61,94% terhadap kinerja dosen. Secara simultan keduanya memberikan kontribusi terhadap kinerja dosen secara signifikan sebesar 90,00%, dan sisanya sebesar 10,00% merupakan pengaruh faktor lain.
Terakhir, Husdarta (2007 : 12-25) melakukan penelitian dengan judul "Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru Pendidikan Jasmani". Berdasarkan teori yang dipelajarinya, ia menemukan bahwa untuk meningkatkan kinerja guru harus mempertimbangkan faktor internal dan eksternal guru. Ia mengidentifikasi lima variabel yang mempengaruhi kinerja guru, yaitu (1) layanan supervisi, (2) kepemimpinan kepala sekolah, (3) fasilitas pembelajaran, (4) kompetensi, dan (5) motivasi berprestasi. Dengan metode penelitian deskriptif, teknik pengumpulan data kuesioner, sampel sebanyak 150 guru olah raga SD yang ditarik melalui random sampling technique. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut mempengaruhi kinerja guru pendidikan jasmani dengan besaran : (1) layanan supervisi 5,70%, (2) kepemimpinan kepala sekolah 17,20%, (3) fasilitas pembelajaran 6,10%, (4) kompetensi 13,90%, dan (5) motivasi berprestasi 12,60%. Pengaruh kelima variabel secara bersama-sama adalah 55,40%, sisanya 44,60% pengaruh dari variabel lain.
Terdapatnya hubungan yang signifikan antara berbagai variabel dengan kinerja guru yang tercermin dalam judul-judul tesis dan disertasi para peneliti tersebut, menunjukkan betapa banyaknya faktor yang mempengaruhi kinerja mengajar guru.
Dua faktor atau variabel lain yang penulis duga memiliki hubungan yang signifikan dengan kinerja mengajar guru adalah motivasi berprestasi guru dan supervisi akademik kepala sekolah terhadap guru.
Motivasi berprestasi merupakan bagian dari motivasi kerja yang lebih spesifik dengan karakteristik berorientasi pada keberhasilan, kesempurnaan, kesungguhan dan keunggulan dalam melaksanakan pekerjaan. Penulis memandang faktor tersebut sangat mengagumkan jika dimiliki oleh pegawai, khususnya guru, dan penting dalam mendukung kinerja mereka.
Supervisi merupakan upaya pembinaan agar semua faktor yang mempengaruhi pegawai tidak mengganggu kinerja mereka, melainkan sebaliknya, menggiringnya menjadi potensi untuk bekerja secara profesional. Upaya ini menjaga pegawai sehingga mereka tetap on the track. W. Edwards Deming, ahli kualitas, menggarisbawahi pentingnya supervisi atau pengawasan sebagai bagian dari manajemen mutu keseluruhan (total). Ia mengemukakan bahwa "pada dasarnya, kinerja karyawan lebih merupakan fungsi dari pelatihan, komunikasi, alat, dan pengawasan ...." (Dessler, 2006 : 322). Aktivitas supervisi berupaya untuk melakukan perbaikan yang terus menerus (continuous improvement), pencapaian kualitas dan ketercapaian tujuan yang lebih baik (Dessler, 2006 : 323). Jenis supervisi dalam dunia pendidikan disesuaikan dengan tujuan dan sasarannya. Salah satunya adalah supervisi akademik yaitu supervisi pendidikan yang berupaya untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran melalui peningkatan kemampuan profesional guru (Satori, 2004 : 3). Supervisi akademik yang dilakukan kepala sekolah penulis pandang penting karena merupakan rangkaian dari aktivitas quality assurance dalam pendidikan. Penilaian terhadap aktivitas supervisi akademik kepala sekolah secara kedinasan dilakukan oleh pengawas sekolah, namun dalam penelitian ini, penulis mencoba meneliti supervisi akademik yang dilakukan kepala sekolah ini berdasarkan persepsi guru yang disupervisinya.
Dengan latar belakang masalah seperti yang dipaparkan di atas, penulis melakukan penelitian yang berfokus pada kinerja guru dengan judul "Kontribusi Persepsi Guru tentang Supervisi Akademik Kepala Sekolah dan Motivasi Berprestasi Guru terhadap Kinerja Mengajar Guru SMP Negeri di Kabupaten X".

B. Identifikasi Dan Batasan Masalah
Jika dirinci, banyak faktor yang mempengaruhi kinerja mengajar guru. Faktor-faktor tersebut bisa bersumber dari diri guru itu sendiri (internal), dan bersumber dari luar guru (eksternal).
Yang tergolong faktor internal guru antara lain : 
1. Kesehatan 
2. Kecacatan 
3. Gender berprestasi 
4. Minat 
5. Sikap 
6. Kemampuan 
7. Motivasi 
8. Persepsi dan lain-lain.
9. Kepercayaan
10. Komitmen
11. Tingkat pendidikan
12. Pengalaman kerja,
Yang tergolong faktor eksternal guru antara lain : 
1. Kebijakan 
2. Manajemen sekolah 
3. Supervisi akademik dihadapi
4. Iklim sekolah 
5. Sarana prasarana 
6. Siswa yang dan lain-lain
7. Pendapatan pemerintah 
8. Kehidupan sosial
Karena terbatasnya waktu dan dana, dalam penelitian ini penulis membatasi masalahnya pada dua faktor internal guru yang mempengaruhi kinerja mengajarnya, yaitu variabel motivasi berprestasi guru dan variabel persepsi guru tentang supervisi akademik kepala sekolah. Adapun guru dan kepala sekolah yang dimaksudkan dalam kedua variabel tersebut adalah guru dan kepala SMP negeri di kabupaten X.
Alasan untuk memilih variabel motivasi berprestasi guru SMP negeri di kabupaten X adalah : 
1. Belum terukurnya motivasi berprestasi guru SMP negeri dalam wilayah kabupaten X.
2. Motivasi berprestasi guru merupakan kunci keunggulan guru, yang akan berimbas pada keunggulan siswa, keunggulan sekolah dan keunggulan proses dan produk pendidikan nasional.
Sedangkan alasan memilih variabel persepsi guru tentang supervisi
akademik kepala SMP negeri di kabupaten X adalah : 
1. Kegiatan supervisi akademik merupakan rangkaian dalam penjaminan mutu pendidikan, tapi sering terabaikan oleh kepala sekolah. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian Willis (Satori, 1989 : 100), yang menemukan bahwa kepala sekolah menggunakan sebagian besar waktunya untuk mengerjakan pekerjaan kantor dan menghadiri rapat-rapat yang sifatnya berisi masalah-masalah administratif. Di negeri kita sendiri disinyalir bahwa pengawasan internal kurang berjalan dengan baik, termasuk supervisi akademik yang dilakukan kepala sekolah kepada guru. Hal ini dimuat dalam harian Radar Semarang : 
"Secara teoritis kepala sekolah telah banyak menyusun perencanaan supervisi guru di kelas, namun dengan dalih kesibukan tugas pokok lainnya pelaksanaan supervisi belum banyak dilakukan" (Eriyadi, 2008).
2. Supervisi akademik merupakan salah satu dimensi standar kompetensi kepala sekolah (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, BSNP, 2007 b : 10, 18, 26) yang perlu diketahui implementasinya.
3. Gurulah yang paling menyaksikan (melihat), mendengar, dan merasakan sendiri bagaimana kepala sekolah melakukan supervisi akademik kepada mereka secara aktual (empiris) di sekolah tempat mereka bekerja.

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah deskripsi empiris persepsi guru tentang perilaku supervisi akademik kepala SMP negeri di kabupaten X ?
2. Bagaimanakah deskripsi empiris motivasi berprestasi guru SMP negeri di kabupaten X ?
3. Bagaimanakah deskripsi empiris kinerja mengajar guru SMP negeri di kabupaten X ?
4. Berapa besar kontribusi persepsi guru tentang supervisi akademik kepala sekolah terhadap kinerja mengajar guru SMP negeri di kabupaten X ?
5. Berapa besar kontribusi motivasi berprestasi guru terhadap kinerja mengajar guru SMP negeri di kabupaten X ?
6. Berapa besar kontribusi persepsi guru tentang supervisi akademik kepala sekolah dan motivasi berprestasi guru terhadap kinerja mengajar guru SMP negeri di kabupaten X ?

D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan menganalisis deskripsi persepsi guru tentang perilaku supervisi akademik kepala sekolah SMP negeri di kabupaten X.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis deskripsi motivasi berprestasi guru SMP negeri di kabupaten X.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis deskripsi kinerja mengajar guru SMP negeri di kabupaten X.
4. Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya kontribusi persepsi guru tentang supervisi akademik kepala sekolah terhadap kinerja mengajar guru SMP negeri di kabupaten X.
5. Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya kontribusi motivasi berprestasi gum terhadap kinerja mengajar guru SMP negeri di kabupaten X.
6. Untuk mengetahui dan menganalisis besarnya kontribusi persepsi guru tentang supervisi akademik kepala sekolah dan motivasi berprestasi guru secara bersama-sama terhadap kinerja mengajar guru SMP negeri di kabupaten X.

E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dihasilkan dari penelitian ini, setidak-tidaknya ada dua, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis menekankan manfaat penelitian ini dari segi ilmiah dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu dapat memberikan sumbangan terhadap khazanah pengembangan ilmu administrasi pendidikan khususnya fungsi supervisi, dan perilaku organisasional pendidikan menyangkut motivasi berprestasi dan kinerja mengajar guru.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah : 
a. Dengan mengetahui deskripsi persepsi guru tentang supervisi akademik kepala sekolah, motivasi berprestasi guru dan kinerja mengajar guru, maka gambaran ketiga variabel tersebut bisa menjadi bahan masukan bagi dinas pendidikan dalam menentukan kebijakan dan pembinaan pegawai, khususnya guru dan kepala sekolah.
b. Dengan mengetahui besarnya kontribusi persepsi guru tentang supervisi akademik kepala sekolah terhadap kinerja mengajar guru, maka stakeholders pendidikan, khususnya kepala sekolah dan pengawas sekolah mendapat masukan untuk mengarahkan dan membina guru dalam upaya peningkatan mutu pembelajaran di sekolah yang dipimpin dan dibinanya.
c. Dengan mengetahui besarnya kontribusi motivasi berprestasi guru terhadap kinerja mengajar guru, maka stakeholders pendidikan, khususnya kepala sekolah dan pengawas sekolah bisa mengkondisikan terciptanya kinerja mengajar guru yang prima.
d. Dengan mengetahui besarnya kontribusi persepsi guru tentang supervisi akademik kepala sekolah dan motivasi berprestasi guru terhadap kinerja mengajar guru, maka stakeholders pendidikan, terutama departemen (pemerintah pusat) dan dinas pendidikan (pemerintah daerah) bisa menentukan kebijakan yang kondusif dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 22:58:00

KONTRIBUSI MOTIVASI DAN IKLIM KOMUNIKASI KELAS TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA

KONTRIBUSI MOTIVASI DAN IKLIM KOMUNIKASI KELAS TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sekolah sering dijadikan tumpuan utama masyarakat dalam menilai berhasil tidaknya pendidikan. Keberhasilan atau prestasi belajar siswa hanya sering dilihat sebagai kesuksesan dan keunggulan pihak sekolah semata. Sebaliknya, kegagalan atau rendahnya kualitas siswa sering dilihat sebagai ketidakmampuan pihak Sekolah menyelenggarakan proses pendidikan. Dengan kata lain masyarakat banyak beranggapan bahwa sekolah adalah "cause prima" kualitas pendidikan.
Pernyataan legal formal tersebut menegaskan bahwa keberhasilan pendidikan bukan hanya bertumpu dan menjadi tanggung jawab sekolah, yang sebagian besar diselenggarakan oleh pemerintah. Peran serta aktif masyarakat dan keluarga sangat dibutuhkan dan menentukan kualitas produk. Sekolah tidak mungkin bekerja sendiri menyelenggarakan proses pendidikan. Keluarga dan masyarakat juga tidak bisa lari meninggalkan tanggung jawab pendidikan. Ketiga pusat pendidikan tersebut harus bekerjasama, kompak dan secara simultan bertanggung jawab terhadap proses pendidikan. Keberhasilan dan kegagalan pendidikan harus dimengerti sebagai kebanggaan dan keprihatinan bersama.
Proses pendidikan keberadaan siswa bukan sebagai objek atau barang yang dapat dibentuk menjadi apa saja. Siswa adalah subjek pendidikan, yang di dalam dirinya terdapat bakat, minat, kemampuan dan motivasi yang berbeda-beda. Semuanya itu menunjukkan karakteristik unik siswa yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan. Asumsi dasar tersebut membawa konsekuensi logis, bahwa keberadaan siswa yang unik harus dipertimbangkan dan menjadi dasar dalam menyelenggarakan proses pendidikan. Siswa adalah manusia yang berkarakter khas, yang tidak dapat diperlakukan seperti mesin.
Pada hakekatnya fungsi pendidikan adalah untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia. (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003). Perwujudannya tidak hanya tergantung pada sekolah, keluarga maupun masyarakat. Siswa sebagai subjek belajar, memiliki potensi dan karakteristik unik, sangat menentukan keberhasilan pendidikan. Kemampuan dan kesungguhan siswa merespon pengetahuan, nilai dan ketrampilan mempunyai andil yang besar dalam keberhasilan belajar.
Keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh banyak hal yang sangat kompleks, yaitu siswa, sekolah, keluarga dan lingkungan masyarakat. Dengan demikian, untuk menghasilkan siswa yang berkualitas dan berprestasi, perlu adanya optimalisasi seluruh unsur tersebut.
Tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya, maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi, tetapi justru siswa yang aktif mencari informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Di samping itu, guru juga dapat mengembangkan iklim komunikasi di kelas selama pembelajaran berlangsung. Iklim komunikasi yang dimaksud adalah adanya umpan balik interaktif antara guru dan peserta didik. Dengan demikian, siswa akan mampu memberikan respon balik terhadap materi pembelajaran secara aktif, tidak harus menunggu informasi dari guru.
Istilah motivasi bisa di dapat dari bahasa latin movere yang berarti "menggerakkan", bahwa motivasi adalah penggerak yang telah menjadi aktif (Winkel). Sedangkan Donald (dalam Sumanto) menjelaskan bahwa motivasi adalah suatu perubahan tenaga di dalam diri atau pribadi seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi dalam mencapai tujuan, motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan yang memberi arah dan ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut (dalam Abidin, 2007).

B. Identifikasi Masalah
Pentingnya peranan motivasi dalam proses pembelajaran perlu dipahami oleh pendidik agar dapat melakukan berbagai bentuk tindakan atau bantuan kepada siswa. Motivasi dirumuskan sebagai dorongan, baik diakibatkan faktor dari dalam maupun luar siswa, untuk mencapai tujuan tertentu guna memenuhi atau memuaskan suatu kebutuhan. Dalam konteks pembelajaran maka kebutuhan tersebut berhubungan dengan kebutuhan untuk belajar. Teori behaviorisme menjelaskan motivasi sebagai fungsi rangsangan (stimulus) dan respons, sedangkan apabila dikaji menggunakan teori kognitif, motivasi merupakan fungsi dinamika psikologis yang lebih rumit, melibatkan kerangka berpikir siswa terhadap berbagai aspek perilaku (Pakdesota, 2008. Jurnal Pendidikan Motivasi dalam Pembelajaran. www.wordpress.com).
Siswa SMA Negeri X Kabupaten X berasal dari berbagai wilayah di sekitar Kabupaten X, siswa memiliki potensi diri yang berbeda-beda, baik motivasi, kemampuan berkomunikasi, dan hasil belajarnya.

C. Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada masalah motivasi, iklim komunikasi kelas, dan hasil belajar kimia pada peserta didik SMA Negeri X. Motivasi terkait dengan motif dalam diri, motif luar diri, dan ekspektasi (harapan), iklim komunikasi kelas terkait dengan komunikasi siswa selama berlangsungnya pembelajaran di dalam kelas dan atau di luar kelas, dan hasil belajar kimia yang tercantum dalam rapor.

D. Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan, apakah motivasi dan iklim komunikasi kelas berdampak terhadap hasil belajar kimia pada peserta didik SMA Negeri X ?

E. Tujuan
Tujuan umum penelitian ini adalah ingin mendeskripsikan motivasi, iklim komunikasi dalam kelas, dan hasil belajar peserta didik. Sedangkan tujuan khusus yang hendak dicapai dalam penulisan makalah ini adalah ingin mendeskripsikan kontribusi motivasi dan iklim komunikasi kelas terhadap mutu hasil belajar kimia pada peserta didik SMA Negeri X

F. Manfaat
Manfaat teoritis penelitian ini adalah dapat memberikan informasi tentang kontribusi motivasi dan iklim komunikasi kelas terhadap mutu hasil belajar kimia pada peserta didik SMA Negeri X, dan dapat dipergunakan sebagai bahan penelitian berikutnya yang sejenis. Sedangkan manfaat praktis, bagi sekolah, dapat dipergunakan sebagai bahan kajian tentang kontribusi motivasi dan iklim komunikasi kelas terhadap mutu hasil belajar kimia pada peserta didik SMA Negeri X. Bagi guru dan peserta didik, dapat dipergunakan sebagai bahan implementasi pembelajaran tentang pentingnya motivasi pembelajaran dan iklim komunikasi kelas yang membangun dan menunjang hasil belajar.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 22:58:00

HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN SIKAP GURU TERHADAP PEKERJAAN DENGAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU SMP

HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN SIKAP GURU TERHADAP PEKERJAAN DENGAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU SMP (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Reformasi pendidikan merupakan respon terhadap perkembangan tuntutan global sebagai suatu upaya untuk mengadaptasikan sistem pendidikan yang mampu mengembangkan sumber daya manusia untuk memenuhi tuntutan zaman yang sedang berkembang. Melalui reformasi pendidikan, pendidikan harus berwawasan masa depan yang memberikan jaminan bagi perwujudan hak-hak azasi manusia untuk mengembangkan seluruh potensi dan prestasinya secara optimal guna kesejahteraan hidup di masa depan.
Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan. Dalam proses pendidikan di sekolah, guru memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif, dan mandiri. Djamarah berpendapat bahwa baik mengajar maupun mendidik merupakan tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga profesional. Oleh sebab itu, tugas yang berat dari seorang guru ini pada dasarnya hanya dapat dilaksanakan oleh guru yang memiliki kompetensi profesional yang tinggi.
Guru memegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar, untuk itu mutu pendidikan di suatu sekolah sangat ditentukan oleh kemampuan yang dimiliki seorang guru dalam menjalankan tugasnya. Menurut Aqib guru adalah faktor penentu bagi keberhasilan pendidikan di sekolah, karena guru merupakan sentral serta sumber kegiatan belajar mengajar. Lebih lanjut dinyatakan bahwa guru merupakan komponen yang berpengaruh dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan atau kompetensi profesional dari seorang guru sangat menentukan mutu pendidikan.
Kompetensi profesional guru dalam hal ini guru matematika SMP Negeri di wilayah Kabupaten X masih relatif rendah. Berdasarkan hasil Tes Kompetensi Guru yang dilakukan Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama yang bekerja sama dengan Pusat Penilaian Pendidikan pada Tahun 2003, menunjukkan bahwa rata-rata nilai kompetensi guru matematika di Kabupaten X hanya mencapai 42,25%. Angka ini masih relatif jauh di bawah standar nilai kompetensi minimal yang diharapkan yaitu 75%.
Pada dasarnya tingkat kompetensi profesional guru dipengaruhi oleh faktor dari dalam guru itu sendiri yaitu bagaimana guru bersikap terhadap pekerjaan yang diemban. Sedangkan faktor luar yang diprediksi berpengaruh terhadap kompetensi profesional seorang guru yaitu kepemimpinan kepala sekolah, karena kepala sekolah merupakan pemimpin guru di sekolah.
Sikap guru terhadap pekerjaan merupakan keyakinan seorang guru mengenai pekerjaan yang diembannya, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada guru tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara tertentu sesuai pilihannya. Sikap guru terhadap pekerjaan mempengaruhi tindakan guru tersebut dalam menjalankan aktivitas kerjanya. Bilamana seorang guru memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya, maka sudah barang tentu guru akan menjalankan fungsi dan kedudukannya sebagai tenaga pengajar dan pendidik di sekolah dengan penuh rasa tanggung jawab. Demikian pula sebaliknya seorang guru yang memiliki sikap negatif terhadap pekerjaannya, pastilah dia hanya menjalankan fungsi dan kedudukannya sebatas rutinitas belaka. Untuk itu amatlah perlu kiranya ditanamkan sikap positif guru terhadap pekerjaan, mengingat peran guru dalam lingkungan pendidikan dalam hal ini sekolah amatlah sentral.
Sikap guru terhadap pekerjaan dapat dilihat dalam bentuk persepsi dan kepuasaannya terhadap pekerjaan maupun dalam bentuk motivasi kerja yang ditampilkan. Guru yang memiliki sikap positif terhadap pekerjaan, sudah barang tentu akan menampilkan persepsi dan kepuasan yang baik terhadap pekerjaanya maupun motivasi kerja yang tinggi, yang pada akhirnya akan mencerminkan seorang guru yang mampu bekerja secara profesional dan memiliki kompetensi profesional yang tinggi.
Sikap positif maupun negatif seorang guru terhadap pekerjaan tergantung dari guru bersangkutan maupun kondisi lingkungan. Menurut Walgito, sikap yang ada pada diri seseorang dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor fisiologis dan psikologis, serta faktor eksternal, yaitu berupa situasi yang dihadapi individu, norma-norma, dan berbagai hambatan maupun dorongan yang ada dalam masyarakat.
Sekolah sebagai organisasi, di dalamnya terhimpun unsur-unsur yang masing-masing baik secara perseorangan maupun kelompok melakukan hubungan kerja sama untuk mencapai tujuan. Unsur-unsur yang dimaksud, tidak lain adalah sumber daya manusia yang terdiri dari kepala sekolah, guru-guru, staf, peserta didik atau siswa, dan orang tua siswa. Tanpa mengenyampingkan peran dari unsur-unsur lain dari organisasi sekolah, kepala sekolah dan guru merupakan personil intern yang sangat berperan penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan di sekolah.
Keberhasilan suatu sekolah pada hakikatnya terletak pada efisiensi dan efektivitas penampilan seorang kepala sekolah. Sedangkan Sekolah sebagai lembaga pendidikan bertugas menyelenggarakan proses pendidikan dan proses belajar mengajar dalam usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam hal ini kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tugas untuk memimpin sekolah, kepala sekolah bertanggung jawab atas tercapainya tujuan sekolah. Kepala sekolah diharapkan menjadi pemimpin dan inovator di sekolah. Oleh sebab itu, kualitas kepemimpinan kepala sekolah adalah signifikan bagi keberhasilan sekolah. Wahjosumidjo mengemukakan bahwa : 
Penampilan kepemimpinan kepala sekolah adalah prestasi atau sumbangan yang diberikan oleh kepemimpinan seorang kepala sekolah, baik secara kualitatif maupun kuantitatif yang terukur dalam rangka membantu tercapainya tujuan sekolah. Penampilan kepemimpinan kepala sekolah ditentukan oleh faktor kewibawaan, sifat dan keterampilan, perilaku maupun fleksibilitas pemimpin. Menurut Wahjosumidjo, agar fungsi kepemimpinan kepala sekolah berhasil memberdayakan segala sumber daya sekolah untuk mencapai tujuan sesuai dengan situasi, diperlukan seorang kepala sekolah yang memiliki kemampuan profesional yaitu : kepribadian, keahlian dasar, pengalaman, pelatihan dan pengetahuan profesional, serta kompetensi administrasi dan pengawasan.
Kemampuan profesional kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan yaitu bertanggung jawab dalam menciptakan suatu situasi belajar mengajar yang kondusif, sehingga guru-guru dapat melaksanakan pembelajaran dengan baik dan peserta didik dapat belajar dengan tenang. Disamping itu kepala sekolah dituntut untuk dapat bekerja sama dengan bawahannya, dalam hal ini guru.
Kepemimpinan kepala sekolah yang terlalu berorientasi pada tugas pengadaan sarana dan prasarana dan kurang memperhatikan guru dalam melakukan tindakan, dapat menyebabkan guru sering melalaikan tugas sebagai pengajar dan pembentuk nilai moral. Hal ini dapat menumbuhkan sikap yang negatif dari seorang guru terhadap pekerjaannya di sekolah, sehingga pada akhirnya berimplikasi terhadap keberhasilan prestasi siswa di sekolah.
Kepala sekolah adalah pengelola pendidikan di sekolah secara keseluruhan, dan kepala sekolah adalah pemimpin formal pendidikan di sekolahnya. Dalam suatu lingkungan pendidikan di sekolah, kepala sekolah bertanggung jawab penuh untuk mengelola dan memberdayakan guru-guru agar terus meningkatkan kemampuan kerjanya. Dengan peningkatan kemampuan atas segala potensi yang dimilikinya itu, maka dipastikan guru-guru yang juga merupakan mitra kerja kepala sekolah dalam berbagai bidang kegiatan pendidikan dapat berupaya menampilkan sikap positif terhadap pekerjaannya dan meningkatkan kompetensi profesionalnya
Berdasarkan uraian diatas menunjukkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan merupakan faktor yang cukup menentukan tingkat kompetensi profesional guru. Sehingga dapat diduga bahwa masih rendahnya kompetensi profesional guru dalam hal ini guru matematika SMP Negeri di Kabupaten X, disebabkan oleh kompetensi profesional guru itu sendiri yang rendah, kepemimpinan kepala sekolah yang kurang efektif dan sikap guru yang negatif terhadap pekerjaannya. Atas dasar pemikiran tersebut, peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian tentang "Hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Sikap Guru terhadap Pekerjaan dengan Kompetensi Profesional Guru Matematika SMP Negeri di Kabupaten X".

B. Identifikasi Masalah
Masalah yang muncul berkenaan dengan hubungan kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru, diidentifikasikan sebagai berikut : 
1. Apakah kepemimpinan kepala sekolah memiliki hubungan dengan kompetensi profesional guru.
2. Apakah sikap guru terhadap pekerjaan memiliki hubungan dengan kompetensi profesional guru.
3. Apakah kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan berhubungan dengan kompetensi profesional guru.
4. Apakah kompetensi profesional guru dapat ditingkatkan melalui kepemimpinan kepala sekolah.
5. Apakah kompetensi profesional guru dapat ditingkatkan melalui sikap guru terhadap pekerjaan guru.
6. Apakah para guru telah mempunyai tingkat kompetensi profesional yang tinggi.
7. Apakah kepala sekolah telah menerapkan kepemimpinan yang efektif dan relevan dengan kondisi sekolah.
8. Apakah para guru telah memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya.
9. Apakah kepemimpinan kepala sekolah yang semakin positif akan diiringi dengan semakin positifnya kompetensi profesional guru.
10. Apakah sikap guru terhadap pekerjaan yang positif akan diiringi dengan semakin positifnya kompetensi profesional guru.
11. Apakah tingkat kompetensi profesional guru yang rendah diakibatkan oleh kepemimpinan kepala sekolah yang kurang efektif dan tidak relevan.
12. Apakah tingkat kompetensi profesional guru yang rendah diakibatkan oleh sikap guru yang negatif terhadap pekerjaannya.
13. Bagaimana pola hubungan fungsional antara kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru.

C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian lebih terarah, terfokus, dan tidak menyimpang dari sasaran pokok penelitian. Oleh karena itu, penulis memfokuskan kepada pembahasan atas masalah-masalah pokok yang dibatasi dalam konteks permasalahan yang terdiri dari : 
1. Hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan kompetensi profesional guru.
2. Hubungan antara sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru.
3. Hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru.
Selanjutnya untuk lebih memperdalam penelitian, maka dipilih tiga variabel yang relevan dengan permasalahan pokok, yaitu kepemimpinan kepala sekolah sebagai variabel bebas kesatu (X1), sikap guru terhadap pekerjaan sebagai variabel bebas kedua (X2), dan kompetensi profesional guru sebagai variabel terikat (Y).

D. Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan langkah yang paling penting dalam penelitian ilmiah. Perumusan masalah berguna untuk mengatasi kerancuan dalam pelaksanaan penelitian. Berdasarkan masalah yang dijadikan fokus penelitian, masalah pokok penelitian tersebut dirumuskan sebagai berikut : 
1. Apakah terdapat hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan kompetensi profesional guru.
2. Apakah terdapat hubungan antara sikap terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru.
3. Apakah terdapat hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru.

E. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian yaitu untuk meningkatkan kompetensi profesional guru dengan melihatnya dari aspek kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan. Untuk maksud tersebut, dicari hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan kompetensi profesional guru dan hubungan antara sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru. Setelah itu dikaji bagaimana hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan secara bersama-sama dengan kompetensi profesional guru. Dengan mengetahui hubungan tersebut, hasil penelitian diharapkan berguna untuk meningkatkan kompetensi profesional guru matematika khususnya di Kabupaten X.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 22:57:00