PENGARUH REMUNERASI, MOTIVASI KERJA DAN BUDAYA KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI. PADA KANWIL DIRJEN PAJAK
A Latar Belakang Masalah
Globalisasi di era pasar bebas ini membuat seluruh elemen harus mampu bersaing, dengan para pesaingnya baik lokal maupun internasional. Termasuk didalamnya persaingan sumberdaya manusia itu sendiri. Kecanggihan teknologi yang dulu menjadi ciri kemajuan zaman modern kini tidak lagi menjadi nomor wahid yang begitu diagungkan namun kebutuhan manusia yang menguasai teknologi dan budaya produksi lebih mendominasi dalam era persaingan global, sehingga peran manusia produktif amat diperlukan dalam menjamin keunggulannya. Karenanya diperlukan keselarasan antara strategi pengembangan secara umum dan perencanaan sumberdaya manusia yang tepat.
Ditengah kesadaran akan kerasnya tuntutan lingkungan dan pentingnya sumberdaya manusia dalam organisasi, ditemui kenyataan masih begitu banyaknya organisasi yang belum mampu menghasilkan produktivitas kerja yang optimal sesuai yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai sisi antara lain dari sisi karyawan, masalah motivasi diri yang kurang mendukung upaya untuk menampilkan kinerja yang optimal. Sementara di sisi lain terdapat, masalah remunerasi, budaya organisasi dan motivasi yang seharusnya menjadi sumber inspirasi untuk peningkatan kinerja pegawai.
Motivasi adalah gabungan dari keinginan seseorang dengan energi yang diarahkan untuk bisa mencapai goal (tujuan) yang dituju. Motivasi adalah penyebab dari suatu aksi. Motivasi dapat berupa kepuasan pribadi, perasaan bisa mencapai sesuatu, memperolah rewards (penghargaan/hadiah) atau menghindari punishment (sangsi atau hukuman). Tidak semua orang termotivasi oleh suatu hal yang sama, dengan berlalunya waktu motivasi bisa berubah. Masalah berkurangnya motivasi pada seseorang dapat disebabkan karena tekanan ekonomi dari keluarga, konflik kepribadian, tiadanya pemahaman bahwa suatu sikap bisa memberikan dampak tertentu kepada orang lain.
Aspek penting lain dalam kaitannya dengan kinerja pegawai adalah bagaimana budaya yang ada dalam organisasi tersebut. Besarnya tuntutan sebagai akibat perubahan zaman yang begitu cepat membuat institusi/lembaga pemerintah harus mampu mengembangkan strategi yang dinamis dan adaptif untuk menjawab tantangan dan perubahan yang terjadi dalam lingkungannya. Untuk itu setiap lembaga pemerintah harus memantapkan atau mempertegas nilai-nilai budaya yang menunjang kinerja serta meningkatkan produktivitas yang kemudian diterapkan sebagai strategi organisasi.
Budaya kerja yang kuat diyakini dapat menjadi andalan peningkatan kinerja dalam hal ini pengembangan budaya kerja menjadi fokus internal yang sangat penting, karena budaya kerja merupakan esensi filosofi untuk mencapai sukses, yaitu dengan adanya penciptaan nilai-nilai yang memberikan pengarahan umum dan petunjuk perilaku bagi semua komponen organisasi dari atasan hingga level paling bawah dalam organisasi.
Untuk menghadapi perubahan yang makin pesat dan beraneka ragam, organisasi dituntut agar dapat mengembangkan kemampuan manajemen guna mengantisipasi kejadian-kejadian serta perubahan-perubahan yang mungkin terjadi dalam kurun waktu yang singkat maupun waktu yang panjang, serta strategi dan metode yang perlu dirancang untuk menghadapi atau mengatasi jika hal-hal tersebut menjadi bentuk masalah. Termasuk dalam pengembangan budaya organisasi ini adalah strategi untuk memberikan pelayanan pada pengguna jasa organisasi.
Pengaruh budaya organisasi, tak lepas dari keberadaan organisasi sebagai sebuah masyarakat manusia, yang seperti masyarakat lainnya, mendorong tumbuhnya bentuk budaya tertentu. Tiap organisasi mempunyai bahasanya sendiri mengenai sejarah (mitos-mitosnya) dan orang yang menjadi contoh perilaku baik maupun kurang baik (legendanya), baik historis maupun kontemporer. Dengan berbagai cara, berbagai elemen budaya tersebut, menyatakan kepada anggota organisasinya apa yang boleh dan apa yng tidak boleh menurut Hammer (998, 47).
Budaya kerja merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan kinerja organisasi. Sebagai sebuah instrumen penting dalam organisasi, diyakini oleh para ahli bahwa semua organisasi memiliki budaya. Perbedaanya terletak apakah budaya yang dimiliki organisasi tersebut kuat atau lemah. Selain itu yang menjadi permasalahan adalah apakah organisasi yang ada menunjang pada pencapaian visi dan misi organisasi atau tidak. Budaya pada kenyataannya memang menghasilkan efek sangat besar yang mempengaruhi individu dan kinerja. Pengaruh ini bahkan bisa menjadi lebih besar dari pada semua faktor lain.
Pengaruh faktor budaya masyarakat sekitar dimana organisasi berada pada operasi organisasi juga tergantung pada tingkat keterkaitan dan perkembangan organisasi. Hal ini disebabkan dalam suatu organisasi terdapat pegawai-pegawai yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan disatukan dalam suatu ikatan di tempat bekerja.
Masalah perbedaan budaya ini dapat berubah menjadi suatu masalah yang lebih kompleks apabila tidak ditangani secara hati-hati. Dimana akan dapat menimbulkan suatu masalah atau konflik antara karyawan yang berbeda budaya hanya disebabkan masalah yang kecil, yaitu hanya berbeda pandangan atau persepsi terhadap suatu masalah, sehingga akan menurunkan kinerja organisasi itu sendiri.
Seperti kita ketahui bersama saat ini pendapatan negara masih sangat tergantung dari pendapatan pajak, karena komponen pendapatan negara terbesar masih didominasi dari pajak. Mengingat sumber-sumber pendapatan lain yang begitu diandalkan seperti minyak bumi dan gas alam serta hasil hutan kini tidak dapat dipertahankan lagi, menyadari hal tersebut pemerintah bertekad untuk menjadikan pajak sebagai tulang punggung penerimaan negara dalam membiayai pembangunan nasional.
Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa image masyarakat terhadap pajak selama ini yaitu menganggap pajak sebagai hal yang ditakuti masyarakat. Masyarakat masih memberikan penilaian negatif pajak baik dari sisi pelayanan yang buruk maupun praktek-praktek korupsi yang terjadi di instansi Direktorat Jendral Pajak (DJP). Hal tersebut cukup beralasan mengingat media massa pernah menyebutkan bahwa hasil survey Transparency International Indonesia terhadap 900 pengusaha di 15 kota di luar Jabotabek menyebutkan bahwa 40% sampai dengan 60% penerimaan pajak dikorupsi oleh aparat pajak.
Korupsi, kolusi dan nepotisme telah membudaya di Indonesia juga dialami di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, hal ini terjadi antara lain disebabkan Wajib Pajak tidak mau melaporkan secara jujur pajak yang harus dibayar sehingga memberi kesempatan bagi petugas pajak dengan wajib pajak untuk melakukan negosiasi. Budaya organisasi yang tidak tepat dapat menimbulkan penyimpangan tujuan organisasi, selain itu pengawasan terhadap petugas pajak sendiri masih kurang seperti kurangnya tindakan tegas terhadap petugas pajak yang melakukan penyelewengan sehingga tidak menimbulkan efek jera.
Budaya aparat dilingkungan Dirjen pajak yang selama ini dikatakan masih belum sesuai dengan kaidah yang ada sehingga sampai memunculkan ide untuk membentuk internal revenue services (IRS) yang bertindak sebagai polisi pajak. Selain itu mengusulkan pembentukan federasi pembayar pajak (tax payer federation) untuk mengurangi kebocoran pajak. Respon dan opini berbagai kalangan seperti yang banyak diungkapkan melalui media menggambarkan betapa DJP selama ini belum mampu meningkatkan kinerja dan citranya. Hal itulah salah satu yang mendorong harus dilakukannya reformasi perpajakan.
Pemerintah telah mengalokasikan anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2010 masuk dalam pos reformasi birokrasi, remunerasi pejabat negara tidak dapat dipisahkan dari reformasi birokrasi yang dilakukan pemerintah, anggaran ini untuk meningkatkan kinerja birokrasi pemerintahan. Dengan adanya reformasi birokrasi, pemerintah dituntut bisa mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik dan berkualitas.
Direktorat Jenderal Pajak sebagai salah satu instansi Pemerintah dibawah Departemen Keuangan, saat ini tengah berbenah dengan menerapkan Sistem Administrasi Modern dalam rangka memperbaiki kompetensi pada organisasinya, baik kompetensi instansi maupun kompetensi tiap individu di dalamnya agar tercapai kinerja yang baik.
Hal ini sejalan dengan reformasi birokrasi yang tengah digaungkan oleh Kementrian Keuangan. Reformasi birokrasi ini dilaksanakan terutama untuk memperbaiki performa dalam organisasi tersebut dalam rangka mempersiapkan diri ke arah yang lebih baik, sehingga diharapkan dapat mewujudkan visi Direktorat Jenderal Pajak yaitu menjadi institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi dan misi Direktorat Jenderal Pajak yaitu menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efisien. Karena hal itu yang dapat menggambarkan kinerja lembaga khususnya Direktorat Jenderal Pajak X.
Dalam rangka mewujudkan visi dan misi Direktorat Jenderal Pajak tersebut, maka Direktorat Jenderal Pajak khususnya Pegawai di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak X menempati posisi yang sangat penting dalam menjamin kelancaran kerja, karena merekalah yang berhadapan langsung dengan aktivitas utama organisasi untuk menghasilkan output tertentu yang diusahakan. Akibatnya tenaga pegawai yang berhubungan langsung dengan aktivitas utama organisasi tersebut, dituntut dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku hingga mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan tersebut yang akhirnya secara langsung dapat diterima dari kuantitas, maupun kualitasnya.
Besarnya tuntutan tersebut membuat institusi/lembaga pemerintah khususnya di lingkungan Dirjen Pajak harus mampu mengembangkan strategi yang dinamis dan adaptif untuk menjawab tantangan dan perubahan yang terjadi dalam lingkungannya, kebijakan instansi dimasa yang akan datang lebih dipengaruhi oleh perubahan kondisi lingkungan secara umum. Oleh karena itu pengelola pada berbagai tingkatan dituntut untuk mampu menentukan kebijakan yang dapat memahami lingkungan tersebut dan mendukung rencana makro dimasa yang akan datang.
Dalam hubungan ini pegawai dikatakan mempunyai kinerja yang baik, antara lain bila mematuhi segala aturan yang telah ditetapkan dalam suatu organisasi Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.01/2008 tentang Pedoman Penetapan Evaluasi, Penilaian, Kenaikan Dan Penurunan Jabatan Dan Peringkat Bagi Pemangku Jabatan Pelaksana Dilingkungan Departemen Keuangan, yaitu menjadi sumber daya manusia yang berkinerja baik dengan memiliki pengetahuan, kemampuan dan keahlian yang handal, profesional serta berdedikasi tinggi, jujur dan memiliki disiplin yang tinggi.
Peningkatan kinerja bagi pegawai tidak terlepas dari rangsangan maupun motivasi dari pegawai itu sendiri atau dari eksternal. Dalam hal ini baik secara langsung maupun tidak langsung remunerasi merupakan salah satu pendorong semangat kerja dan produktivitas kerja pegawai, dengan memanfaatkan dan menggunakan serta memaksimalkan sumber daya yang dimiliki yang didukung budaya organisasi yang tepat diharapkan dapat tercapainya kinerja yang optimal. Remunerasi diharapkan mampu memberikan dorongan dan motivasi kerja terhadap para pegawai untuk tetap bekerja giat. Disamping memotivasi, peranan remunerasi sangat penting dalam rangka menciptakan kinerja yang tinggi. Hal ini disebabkan karena setiap karyawan mempunyai kebutuhan-kebutuhan dan harapan yang berbeda-beda.
Peran utama budaya kerja adalah dapat mempengaruhi orang lain untuk secara bersama-sama bekerja secara serius dalam mencapai tujuan. Tanpa adanya budaya kerja yang tepat, tujuan perseorangan dan tujuan organisasi menjadi tidak selaras. Keadaan ini dapat menimbulkan sikap bekerja untuk kepentingan pribadi sehingga keseluruhan organisasi menjadi tidak efisien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sehingga budaya kerja dapat dikatakan suatu kondisi yang menunjukkan adanya kegiatan seseorang dalam organisasi dalam jalur tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi yang bersangkutan.
Dengan jumlah pegawai yang ada, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak X harus dapat memaksimalkan kerja pegawainya untuk dapat memperoleh kinerja yang diharapkan sehingga peran Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak X terhadap pembangunan negara terlihat nyata, hal ini tidak luput dari peran remunerasi untuk memotivasi pegawainya agar bekerja maksimal. Budaya organisasi yang tepat serta motivasi kerja yang tinggi, mengingat kondisi karyawan saat ini memerlukan motivasi yang tinggi.
Penilaian kepada Direktorat Jendral Pajak secara umum inilah yang menjadikan Pegawai Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak X harus lebih meningkatkan motivasi bekerja sesuai dengan petunjuk pelaksanaan teknis Menteri Keuangan. Dengan remunerasi dan budaya kerja yang tepat diharapkan untuk dapat membangkitkan motivasi kerja pegawainya sehingga akan dapat diperoleh kinerja yang maksimal sebagaimana yang diharapkan Direktorat Jendral Pajak dan pemerintah sehingga akan memberikan dampak positif dari penilaian publik yang sebelumnya terkesan belum sesuai dengan harapan.
Mengingat tanggung jawab yang dibebankan kepada pegawai Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak X yang ada, peneliti ingin mengetahui seberapa besar faktor remunerasi, motivasi kerja dan budaya kerja dapat mempengaruhi kinerja pegawai, dengan mengambil judul "Analisis Pengaruh Remunerasi, Motivasi dan Budaya Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak X"
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah dapat diidentifikasikan hal-hal sebagai berikut :
1. Perlunya peningkatan etos kerja pegawai pada Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak X.
2. Kedisiplinan pegawai masih perlu ditingkatkan
3. Pelaksanaan remunerasi meningkatkan kinerja para pegawai
4. Motivasi kerja perlu ditingkatkan
5. Motivasi kerja para pegawai sangat berperan dalam meningkatkan kinerja.
6. Budaya kerja para pegawai belum sesuai dengan harapan.
7.Budaya Kerja yang sesuai untuk dapat membangkitkan kinerja pegawainya belum maksimal.
8. Kinerja para pegawai belum optimal.
9. Kinerja para pegawai dapat dipengaruhi remunerasi, motivasi kerja dan budaya kerja.
10.Pemahaman tentang Budaya kerja perlu ditingkatkan agar kinerja dapat meningkat.
11.Diperlukan Budaya kerja yang tepat untuk mendukung semangat kerja pegawainya agar dapat diperoleh Kinerja Pegawai yang optimal
C. Ruang Lingkup Penelitian
Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai dan permasalahan yang ada pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak X, maka dalam penelitian ini dibatasi pada hal-hal yang berpengaruh antara lain Remunerasi, Motivasi Kerja dan Budaya Kerja terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak X.
D. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaruh remunerasi terhadap kinerja pegawai pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak X
2. Bagaimanakah pengaruh motivasi Kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak X.
3. Bagaimanakah pengaruh Budaya kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak X.
4. Bagaimanakah pengaruh remunerasi, motivasi dan budaya kerja secara bersama-sama terhadap kinerja pegawai pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak X.
5. Faktor manakah yang paling besar pengaruhnya terhadap kinerja pegawai pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak X.
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh remunerasi, motivasi kerja dan budaya kerja terhadap kinerja pegawai baik secara parsial maupun simultan pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak X
b. Untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap kinerja pegawai di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak X.
2. Kegunaan Penelitian
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan informasi bagi Pimpinan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak X Kantor dalam rangka menunjang peningkatan kinerja pegawainya.
b. Sebagai sumbangan pemikiran bagi Pimpinan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak X untuk dapat lebih memperhatikan Kinerja karyawannya melalui peningkatan Remunerasi, Motivasi Kerja dan Budaya Kerja.
c. Menambah pengetahuan peneliti dalam rangka pengembangan teori yang diperoleh dari pendidikan formal di Universitas.
d. Sebagai masukan bagi penelitian selanjutnya dalam mengembangkan penelitian selanjutnya mengenai remunerasi, motivasi kerja dan budaya kerja terhadap kinerja pegawai.
Post a Comment