Cari Kategori

PENERAPAN METODE COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD DALAM UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Posted by Indeks Prestasi

SKRIPSI PTK PENERAPAN METODE COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD DALAM UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH (MATA PELAJARAN : SEJARAH) – (SMA KELAS XI)

A. Latar Belakang
Pendidikan dapat dikatakan sebagai upaya sadar dan terencana dari manusia untuk mengenyam ilmu pengetahuan untuk bekal hidupnya seperti keterampilan dan pengetahuan berfikirnya. Pendidikan merupakan modal dasar bagi manusia untuk menjalani berbagai aktivitas yang bermanfaaat dalam kehidupannya. Selain itu sebagai makhluk sosial yang hidup dalam lingkungan masyarakat dan negara memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan bangsa. Supaya pembangunan bangsa semakin meningkat, dibutuhkan sumber daya manusia yang baik pula untuk menunjang pelaksanaannya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah peningkatan mutu pendidikan, baik prestasi belajar siswa maupun kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia seutuhnya melalui olah hati, olah pikir, olah rasa, dan olah raga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global.

Sejarah merupakan pelajaran yang menanamkan pengetahuan dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia dan dunia dari masa lampau hingga masa kini (Depdiknas, 2003 : 1). Lebih lanjut Ismaun (2001 : 114) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan sejarah adalah agar peserta didik mampu memahami sejarah, memiliki kesadaran sejarah, dan memiliki wawasan sejarah yang bermuara pada kearifan sejarah.

Berdasarkan pernyataan di atas, mata pelajaran sejarah memiliki peranan yang sangat penting dalam membentuk pemahaman, kesadaran dan wawasan sejarah sehingga siswa dapat menyikapi masalah dalam kehidupannya dengan bijak. Oleh karena peranan mata pelajaran sejarah di sekolah sangat penting, sehingga diharapkan dapat menjadi suatu mata pelajaran yang menarik karena mengajarkan kepada siswa berbagai peristiwa yang dialami oleh manusia dalam ruang dan waktu yang berbeda sehingga siswa dapat merasakan perubahan yang dialami oleh manusia dalam kehidupan. Akan tetapi pada kenyataannya di sekolah tidak demikian. Masalah dalam mata pelajaran sejarah adalah sejarah dianggap pelajaran yang membosankan. Akibat dari anggapan bahwa pelajaran sejarah itu membosankan menyebabkan siswa merasa tidak senang terhadap mata pelajaran sejarah. Oleh sebab itu sejarah dianggap sebagai mata pelajaran yang sepele, maka guru sejarah hendaknya mampu mengubah paradigma siswa yang mengganggap sejarah merupakan mata pelajaran yang dianggap membosankan menjadi mata pelajaran yang menyenangkan.

Berdasarkan dari beberapa hasil penelitian mengenai pendapat siswa tentang pelajaran sejarah, banyak siswa yang mengungkapkan bahwa pelajaran sejarah membosankan dan menjenuhkan, karena materinya terlalu menekankan pada hal-hal yang faktual seperti angka tahun, nama tokoh, nama peristiwa, dan tempat di mana suatu peristiwa terjadi. Penyampaian materi yang tidak berkorelasi akan menambah kejenuhan siswa dalam menerima materi pelajaran sejarah.

Berbagai perlakuan dapat dilakukan siswa berkaitan dengan keberadaan pengajaran yang masih banyak dilakukan secara konvensional (pembelajaran terpusat pada guru). Perasaan jenuh yang dialami siswa dengan pembelajaran seperti itu mengurangi konsentrasi belajar siswa dan mengalihkan perhatiannya pada hal-hal yang dapat menghilangkan kejenuhan tersebut, seperti mengobrol di kelas, melamun, mengerjakan tugas mata pelajaran selain sejarah bahkan sengaja tidur di kelas.

Dalam Kurikulum tahun 2006, para guru dituntut untuk melibatkan siswa secara aktif sebagai subjek pembelajaran. Strategi yang sering digunakan untuk mengaktifkan siswa yaitu dengan melibatkan siswa dalam diskusi di kelas. Akan tetapi terkadang diskusi ini kurang efektif walaupun guru sudah berusaha mendorong siswa agar ikut berpartisipasi aktif dalam proses diskusi. Banyak guru mengeluhkan bahwa hasil belajar dengan diskusi tidak seperti yang mereka harapkan. Para siswa bukannya memanfaatkan kegiatan tersebut untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mereka, akan tetapi kebanyakan dari mereka bermain, bergurau dan sebagainya.

Keadaan di atas memberikan dampak yang sangat besar terhadap prestasi belajar dan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran sejarah. Berdasarkan hasil ujian dengan nilai kriteria kelulusan minimum 65, hanya 30% yang dinyatakan lulus dari jumlah siswa sebanyak 36.

Melihat kenyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa kurang terampil dalam menjawab pertanyaan atau bertanya tentang konsep dan materi yang diajarkan.

Siswa kurang bisa bekerjasama dalam kelompok diskusi sehingga kurang bisa menyelesaikan tugas yang diberikan. Mereka cenderung belajar sendiri-sendiri.

Hasil pengamatan di lapangan selama peneliti PPL di SMA X, menunjukkan bahwa siswa kelas XI IPS I dalam proses pembelajaran di kelas lebih banyak dilakukan secara individual, pola hubungan yang terjadi antar siswa diwarnai atas dasar kegiatan belajar individual. Padahal belajar tidak harus merupakan suatu kegiatan individual, walaupun sekilas sistem belajar individual memberikan kesan positif untuk membentuk daya saing yang tinggi untuk kehidupan di masa mendatang. Hasan (1996 : 8) menjelaskan :

"Realita yang ditunjukkan di masyarakat membuktikan bahwa setiap individu terlibat kerjasama dengan individu lain dalam suatu sistem. Persaingan yang terjadi antar individu hanyalah sebatas sistem itu, sementara keberhasilan dalam sistem tadi lebih memberikan kesempatan dan jaminan akan keberhasilan individu dan anggotanya".

Johnson dan Smith dalam (Lie, 2007 : 5) mengemukakan bahwa pendidikan adalah interaksi pribadi di antara para siswa dan interaksi antara guru dan siswa. Maksud dari pernyataan tersebut adalah kegiatan pendidikan merupakan suatu proses sosial yang tidak dapat terjadi tanpa interaksi antar pribadi. Belajar adalah suatu proses pribadi, tetapi juga proses sosial yang terjadi ketika masing-masing orang berhubungan dengan yang lain menjalin komunikasi dan membangun pengetahuan bersama.

Berpijak dari pendapat di atas, untuk menciptakan interaksi pribadi antar siswa, dan interaksi antar guru dan siswa, maka suasana kelas perlu direncanakan sedemikian rupa sehingga siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lainnya. Guru perlu menciptakan suasana belajar yang memungkinkan siswa bekerjasama secara gotong royong. Salah satu metode pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas kerja sama antar siswa serta prestasi belajar siswa adalah metode cooperative learning. Dengan menggunakan metode cooperative learning dapat menyediakan lingkungan belajar yang kondusif untuk terjadinya interaksi belajar mengajar yang lebih efektif, sehingga siswa dapat membangun sendiri pengetahuannya.

Shounara (2003, 17) dalam hasil penelitiannya menemukan bahwa metode cooperative learning ini dapat diterapkan untuk pembelajaran sejarah di kelas, terutama dalam upaya meningkatkan berpikir kritis siswa. Dijelaskan lebih lanjut untuk memperoleh hasil yang lebih baik dalam pembelajaran sejarah di kelas, Shounara menyarankan menggunakan metode cooperative learning dalam kelompok kecil. Melalui metode cooperative learning siswa belajar lebih aktif dibandingkan dengan hanya menerima informasi dari guru saja, dapat terjadi interaksi antar siswa dan siswa dan saling membantu dalam menyelesaikan tugas-tugas mereka.

Sesuai dengan latar belakang dan fokus permasalahan di atas, maka perlu adanya perbaikan dalam sistem pembelajaran di kelas. Untuk itu perlu disusun suatu pendekatan dalam pembelajaran yang lebih komprehensif. Atas dasar itu peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran cooperative learning dalam pembelajaran sejarah dengan tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions).

Metode pembelajaran cooperative learning merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa untuk berperan aktif dalam proses kegiatan belajar mengajar, tidak hanya itu siswa juga bisa saling mengajar dengan siswa lainnya. Selain itu metode cooperative learning menanamkan pada siswa bahwa mereka memiliki peranan yang sama untuk mencapai tujuan akhir belajar, penguasaan materi pelajaran dan keberhasilan belajar yang tidak semata-mata dapat ditentukan oleh guru, tapi merupakan tanggung jawab bersama. Slavin (2009 : 4) mengemukakan bahwa cooperative learning pada dasarnya merupakan suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil serta kolaboratif anggotanya terdiri dari 4-6 orang, dengan struktur kelompok yang heterogen. Sagala (2005 :216) mengemukakan dampak positif dari belajar kelompok adalah dapat menimbulkan kesadaran akan adanya kompetitif yang sehat, sehingga membangkitkan kemauan belajar yang sungguh-sungguh. Bahkan Hasan dalam Mabroer (2006 : 13) mengemukakan bahwa Cooperative learning akan menghasilkan "cooperative behaviours and attitudes that contributed to be success and/of failure of these group". Maksud dari pengertian ini adalah bekerjasama menghasilkan sikap dan perilaku yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap keberhasilan dan/atau kegagalan kelompok tersebut dalam mencapai tujuan belajar.

Aspek lain yang dapat berkembang dalam pelaksanaan metode cooperative learning menurut Stahl dalam Mabroer (2006 : 4) adalah sikap saling tolong menolong dan tolong menolong merupakan salah satu sikap positif dalam perilaku sosial seseorang.

Pembelajaran kooperatif dikatakan lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran biasa, karena melalui kooperatif siswa lebih leluasa untuk saling memberi dan menerima materi tanpa rasa segan. Sesuai yang dikatakan Lie (2007 : 12) bahwa :
"Banyak penelitian menunjukkan bahwa pengajaran oleh rekan sebaya (peer teaching) ternyata lebih efektif dari pada pengajaran oleh guru dikarenakan mereka memiliki schemata yang hampir sama dibandingkan dengan schemata guru..."

Tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) merupakan salah satu alternatif yang diterapkan oleh guru kepada siswa dalam pembelajaran. STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkins, dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Tipe ini digunakan untuk mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa. Selain itu model STAD juga menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti tertarik untuk lebih memperdalam mengenai pengaruh model cooperative learning dengan tipe STAD terhadap hasil belajar siswa menjadi sebuah penelitian. Adapun judul yang peneliti angkat dalam penelitian ini adalah "Penerapan Metode Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Sejarah (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas XI IPS 1 SMA X)".

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut : " Bagaimana upaya peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran sejarah melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD"

C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana kondisi awal pembelajaran sejarah di kelas sebelum diterapkan metode kooperatif tipe STAD?
2. Bagaimana guru sejarah merencanakan metode kooperatif tipe STAD dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran sejarah?
3. Bagaimana pelaksanaan metode kooperatif tipe STAD dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran sejarah?
4. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa setelah menggunakan metode kooperatif tipe STAD?
5. Bagaimana upaya mengatasi kendala yang dihadapi dalam menerapkan metode kooperatif tipe STAD pada pembelajaran sejarah?

D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah dan pertanyaan penelitian di atas, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk :
1. Mendeskripsikan mengenai kondisi awal pembelajaran sejarah sebelum metode kooperatif tipe STAD.
2. Mendeskripsikan perencanaan guru sejarah dalam menggunakan metode kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran sejarah.
3. Mendeskripsikan pelaksanaan metode kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran sejarah.
4. Mendeskripsikan dan mengkaji peningkatan hasil belajar setelah menggunakan tipe STAD dalam mata pelajaran sejarah.
5. Menganalisis kendala dan upaya mengatasinya dalam penerapan tipe STAD pada pembelajaran sejarah.

E. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian dikatakan berhasil apabila dapat memberikan manfaat pada dunia pendidikan. Dalam penelitian ini, penulis mengharapkan adanya manfaat atau kegunaan, khususnya bagi peneliti sendiri dan umumnya bagi yang berkepentingan di bidang pendidikan. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Guru
Manfaat penelitian ini bagi guru adalah sebagai motivasi guru untuk meningkatkan ketrampilan memilih setrategi pembelajaran yang sesuai dan bervariasi. Guru dapat lebih termotivasi untuk terbiasa mengadakan penelitian sederhana yang bermanfaat bagi perbaikan dalam proses pembelajaran serta meningkatkan kemampuan guru itu sendiri.
2. Bagi Siswa
Manfaat penelitian bagi siswa adalah untuk melatih daya pikir untuk meningkatkan hasil belajar dan aktifitas siswa. Keberanian siswa mengungkapkan ide, pendapat, pertanyaan dan saran meningkat. Menumbuhkan semangat kerjasama antar siswa.
3. Bagi Peneliti
Manfaat penelitian ini bagi peneliti adalah untuk menambah wawasan dan pengalaman yang dapat dijadikan bekal untuk menghadapi tugas di lapangan.

F. Definisi Operasional
Cooperative learning mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau untuk mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Bukanlah cooperative learning jika siswa duduk bersama dalam kelompok-kelompok kecil dan mempersilakan salah seorang di antaranya untuk menyelesaikan pekerjaan seluruh kelompok.
Salah satu tipe dari metode kooperatif adalah tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions). STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin, dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Tipe ini digunakan untuk mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa. Selain itu model STAD juga menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut :
1. Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing terdiri atas 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap kelompok mempunyai anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnik maupun kemampuannya (prestasinya)
2. Guru menyampaikan materi pelajaran
3. Guru memberikan tugas kepada kelompok dengan menggunakan lembar kerja siswa dan kemudian saling membantu untuk menguasai materi pelajaran yang telah diberikan melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota kelompok.
4. Guru memberikan pertanyaan atau kuis kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab pertanyaan atau kuis dari guru siswa tidak boleh saling membantu.
5. Setiap akhir pembelajaran guru memberikan evaluasi untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap bahan akademik yang telah dipelajari
6. Tiap siswa dan tiap kelompok diberi skor atas penguasaan terhadap materi pelajaran, dan kepada siswa secara individual atau kelompok yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan.
Hasil belajar adalah evaluasi terhadap nilai pretes dan post test siswa kelas XI IPS I SMA X dalam pembelajaran sejarah. Pada hakikatnya, hasil belajar siswa meliputi tiga aspek yaitu aspek afektif, aspek kognitif dan aspek psikomotor. Dalam penelitian ini peneliti hanya mengukur aspek kognitif saja, artinya peneliti hanya mengukur kemampuan siswa dari nilai pretes dan posttes saja.

G. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penyusunan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut :
Bab satu, merupakan pendahuluan. Pada bab ini dikemukakan mengenai latar belakang masalah yang berisi pemaparan penulis dalam rangka upaya untuk menuju permasalahan yang akan dikaji yaitu mengenai penerapan metode cooperative learning tipe STAD (Student Teams Achievemens Divisions) dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Agar dalam pembahasannya lebih terfokus maka dirumuskanlah beberapa masalah penelitian beserta tujuan diadakannya penelitian. Selain itu dalam bab ini juga dijelaskan mengenai manfaat penelitian, definisi operasional, serta sistematika penulisan.
Bab dua, merupakan landasan teoritis yang meliputi pembahasan dari judul penelitian berdasarkan rujukan dari teori-teori yang relevan dengan permasalahan dalam penelitian.
Bab tiga, merupakan metodologi penelitian yang meliputi langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam melakukan penelitiannya. Dalam bab ini dipaparkan mengenai pendekatan penelitian, metode dan desain penelitian yang berisi perencanaan pelaksanaan tindakan kelas dan pelaksanaan penelitian, subjek penelitian, prosedur penelitian, serta teknik-teknik yang digunakan dalam pengolahan data.
Bab empat, merupakan pembahasan masalah dan analisis data berdasarkan hasil penelitian dari keseluruhan instrumen penelitian serta keseluruhan tindakan yang telah dilakukan oleh peneliti. Dalam bab ini diuraikan mengenai pembahasan hasil penelitian yang merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam rumusan masalah. Hasil penelitian diperoleh secara kualitatif dan kuantitatif berdasarkan metode penelitian tindakan kelas yang digunakan dalam penelitian ini.
Bab lima, merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan hasil yang telah dilakukan dan saran-saran atau rekomendasi bagi pihak-pihak yang terkait dan bagi pengembangan penelitian selanjutnya. Kesimpulan menguraikan sintesis dan interpretasi dari hasil penelitian dan pembahasan, sedangkan saran berupa kekurangan-kekurangan yang diperoleh dari hasil penelitian.

Related Post



Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 06:31:00

Post a Comment