Cari Kategori

KONTRIBUSI POLA ASUH ORANGTUA DAN BIMBINGAN GURU TERHADAP PERILAKU SOSIAL ANAK SD

Posted by Indeks Prestasi

KONTRIBUSI POLA ASUH ORANGTUA DAN BIMBINGAN GURU TERHADAP PERILAKU SOSIAL ANAK SD (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN DASAR)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya manusia adalah homo socius, yaitu mahluk sosial, yang mau-tidak mau pasti melakukan berbagai hubungan dan interaksi sosial dengan sesamanya dalam upayanya memenuhi kebutuhan hidupnya masing-masing. Menurut para ahli, interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik antara individu yang satu dengan individu yang lain, yang ditandai dengan adanya saling mempengaruhi, saling mengubah, dan saling memperbaiki. Adapun faktor-faktor minimal yang menjadi dasar terjadinya interaksi sosial dikemukakan oleh Bonner, sebagaimana dikutip oleh Gerungan (1988 : 56), yaitu : 1) faktor imitasi, 2) faktor identifikasi, 3) faktor sugesti, dan 4) faktor simpati (Supriatna, 2008).
Terkait interaksi sosial dalam lembaga pendidikan dan pembelajaran antara siswa dengan sesamanya atau antara siswa dengan guru di sekolah, faktor-faktor inilah yang dapat mengembangkan pola-pola interaksi sosial dalam upaya meningkatkan pengembangan diri dan pencapaian nilai-nilai yang dibutuhkan siswa, baik kognitif, afektif ataupun psikomotor, kelak ketika siswa kembali kepada lingkungan keluarga dan masyarakat atau lingkungannya.
Pengembangan diri dan nilai-nilai yang dibutuhkan siswa atau anak harus dimulai dari lingkungan keluarga, sebagai unit sosial terkecil. Keluarga harus merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama karena tugasnya meletakkan dasar-dasar pertama bagi perkembangan anak.
Sebagai salah satu lingkungan pendidikan, keluarga (dalam hal ini orang tua) berkewajiban memberikan dasar-dasar bagi perkembangan kepribadian dan potensi anak selanjutnya (kognitif, afektif, dan psikomotor), serta turut menunjang perwujudan Sumber Daya Manusia (SDM) seutuhnya, beriman, bertaqwa, berkualitas dan berbudi pekerti luhur. Upaya ini harus diterapkan sejak usia dini, baik di lingkungan formal (sekolah), informal (keluarga), maupun non formal (masyarakat).
Hal ini berdasarkan pendapat Berk (2003), sebagaimana dikutip oleh Juwitaningrum (2008) yang mengemukakan bahwa : 
Masa pra-sekolah merupakan masa yang sangat penting dalam perkembangan seorang individu. Masa ini diyakini oleh para ahli psikologi sebagai sebuah periode keemasan (golden age). Segala sesuatu yang terjadi dalam fase ini diyakini akan memiliki dampak jangka panjang yang bersifat menetap pada kehidupan seorang individu.
Salah satu upaya meraih masa keemasan tersebut adalah melalui pendidikan bagi anak usia dini yang berlangsung dalam jalur formal, yaitu Taman Kanak-Kanak (TK) atau Raudhatul Athfal (RA). Hal ini tercantum dalam Penjelasan UU No. 20/2003 Pasal 28 (1), yang menyatakan bahwa : 
"TK menyelenggarakan pendidikan untuk mengembangkan kepribadian dan potensi diri sesuai dengan tahap perkembangan anak didik."
Berdasarkan uraian tersebut, maka terdapat dua wadah tempat berlangsungnya proses pengembangan kepribadian dan potensi anak, yaitu keluarga dan sekolah. Dua wadah ini menegaskan keberadaan peran sebagai pendidik dari orang tua dan guru dalam perkembangan kepribadian anak. Orang tua dan guru harus secara bersama-sama mendidik anak.
Pada posisi ini, masing-masing saling memperlakukan diri sebagai mitra yang sejajar. Artinya, di saat fungsi edukatif dari masing-masing hilang karena anak berada bukan dalam wadahnya, maka salah satu pihak adalah yang paling bertanggung jawab. Untuk itu, masing-masing harus bertindak kooperatif, koordinatif dan komunikatif dalam memfasilitasi aktivitas belajar anak.
Dengan demikian, ke duanya harus saling menjalin komunikasi, saling kerja sama, saling memberi dan menerima masukan tentang kemajuan perkembangan dan belajar anak, saling bertukar pikiran, saling berpartisipasi, saling berkontribusi, baik secara periodik atau insidental, serta saling memperhatikan harapan-harapan dan preferensi masing-masing. Harapan-harapan ini tergambar dalam eratnya hubungan dan cara interaksi antara guru dengan anak didik (siswa) sebagai hal yang sangat esensial dalam pembelajaran berbasis bimbingan, sebagaimana dikemukakan oleh Solehuddin (2008), bahwa : 
Guru harus menampilkan sikap dan perilaku yang mendukung aktualisasi berbagai potensi dan minat anak dengan cara menghargai setiap pribadi anak tanpa kecuali, memperlakukan anak secara wajar dan tidak berlebihan, memberikan dukungan positif terhadap upaya-upaya belajar anak, serta berhubungan secara hangat dan terbuka dengan anak.
Guru harus berupaya memahami sudut pandang anak dan menanggapi perilaku anak secara logis sesuai dengan kapasitas berpikir anak. Guru memperhatikan dan menghargai pendapat dan prakarsa anak, serta responsif terhadap pengalaman-pengalaman emosional anak. Guru juga bersikap permisif dengan mempersilahkan anak untuk berinisiatif, berkreasi, dan terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
Dengan kata lain, semua guru, termasuk guru TK berperan penting bagi perkembangan pribadi anak, baik sosial, emosional maupun intelektualnya, sehingga mampu menumbuhkan keceriaan, kesadaran diri, identitas, serta kekuatan yang penting sebagai dasar-dasar pendidikan lebih lanjut.
Selain itu, guru TK dituntut bersikap lebih hangat, penuh senyum, sabar dan ramah melalui sikap mendidik dengan pelayanan yang ramah, menghargai dan menyayangi para siswanya, sehingga anak mampu merekam pembelajaran dengan hasil yang bagus. Apalagi potensi yang dimiliki oleh anak TK ibarat menulis di atas batu, sehingga berhasil-tidaknya orang tua dan guru dalam membimbing dan mendidik akan tercermin pada perilaku anak di kemudian hari.
Dengan demikian, di saat anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, yang ditandai dengan perubahan pola perilaku, maka guru dan orang tua harus memahami bagaimana pertumbuhan dan perkembangan perilaku sosial anak, melalui pola dan gaya pembimbingan tertentu. Untuk itulah, pembelajaran berbasis bimbingan guru dan pola asuh (peran) orang tua di TK harus mengakui bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara orang tua dan sekolah (guru).
Pembelajaran di rumah dan di sekolah, bukan mengembangkan kognitif semata, tapi juga memacu perkembangan motorik, emosi dan sosial. Agar perkembangan sosial anak tidak terhambat, maka orangtua perlu untuk melibatkan mereka dalam setiap aktivitas kehidupan di rumah. Tidaklah tepat untuk mengkondisikan mereka hanya untuk belajar semata, tanpa pernah memberi mereka tanggung jawab dan keterampilan sosial. Hal ini disebabkan, pendidikan anak usia TK ditekankan pada segi pengembangan berbagai potensi, pembentukan sikap dan perilaku, serta pengembangan pengetahuan dan keterampilan dasar sebagai bekal menghadapi kebutuhan dan tantangan hidupnya kelak di masa yang akan datang, baik di masyarakat maupun di lingkungannya.
Hal ini sesuai dengan beberapa karakteristik anak usia TK, sebagaimana dikemukakan oleh beberapa ahli psikologi, yaitu unik, egosentris, aktif dan energik, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, eksploratif, dan berjiwa petualang, mengekspresikan perilaku secara relatif spontan, kaya dengan fantasi, mudah frustasi, kurang pertimbangan dalam melakukan sesuatu, memiliki daya perhatian yang masih pendek, bergairah untuk belajar dan banyak belajar dari pengalaman, serta semakin menunjukkan minat terhadap teman (Solehuddin, 2008).
Kesalahan bimbingan guru dan pola asuh (peran) orang tua dalam memahami potensi anak dikhawatirkan akan mengakibatkan bergesernya perilaku sosial anak ke arah yang tidak diharapkan. Pergeseran ini menyebabkan dua pihak yang tadinya sama-sama membawa kepentingan dan saling membutuhkan, yakni guru dan siswa, menjadi tidak lagi saling membutuhkan. Akibatnya suasana belajar sangat memberatkan, membosankan, dan jauh dari suasana yang membahagiakan. Dari sini muncul sejumlah konflik (permasalahan), yang bisa mengganggu perkembangan perilaku sosial anak di TK. Untuk itu, diperlukan konsistensi bimbingan guru dan pola asuh orangtua yang tepat dan bijak.
Konsep ini sangat sejalan dengan konsep bimbingan yang sangat peduli terhadap perkembangan anak secara menyeluruh, dan bersifat memfasilitasi perkembangan belajarnya secara individual agar mencapai taraf perkembangan yang optimal, serta berhasil melalui fase-fase perkembangan yang sukses. Berdasarkan konsep inilah, penulis beranggapan bahwa jenjang pra sekolah, yang dikenal dengan Taman Kanak-Kanak (TK) atau Raudatul Athfal (RA) mempunyai karakteristik tertentu, sehingga membutuhkan perlakuan tertentu juga.
Dengan demikian, dalam upaya mengembangkan perilaku sosial anak TK atau anak usia pra sekolah, guru dan orang tua tak bisa jalan sendiri-sendiri, tapi saling memberikan kontribusi pencapaian perkembangan perilaku, khususnya perkembangan perilaku sosial anak. Bimbingan guru dan pola asuh orang tua merupakan sesuatu yang terintegrasi sebagai bagian terbesar dari proses pembelajaran di TK. Untuk itu, penulis melakukan penelitian ini dengan tujuan mengetahui : Seberapa besar kontribusi bimbingan guru dan pola asuh orang tua terhadap perilaku sosial anak, pada TK se-Kecamatan X Kabupaten Y ?

B. Identifikasi Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, penulis mengidentifikasi sejumlah hal atau permasalahan yang ada di TK se-Kecamatan X Kabupaten Y, di antaranya : 
1. Gambaran empiris pola asuh orang tua di rumah, bimbingan guru, dan perilaku sosial anaknya yang bersekolah di TK.
2. Pengaruh pola asuh orang tua di rumah terhadap perilaku sosial anak TK.
3. Pengaruh bimbingan guru terhadap perilaku sosial anak TK.
4. Pengaruh pola asuh orang tua dan bimbingan guru terhadap perilaku sosial anak TK.
Berdasarkan hal-hal atau masalah-masalah yang teridentifikasi di atas, penulis merumuskannya dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut : 
1. Bagaimana gambaran empiris bimbingan guru, pola asuh orangtua, dan perilaku sosial anak, pada TK se-Kecamatan X Kabupaten Y ?
2. Berapa besar kontribusi pola asuh orangtua terhadap perilaku sosial anak, pada TK se-Kecamatan X Kabupaten Y ?
3. Berapa besar kontribusi bimbingan guru terhadap perilaku sosial anak, pada TK se-Kecamatan X Kabupaten Y ?
4. Berapa besar kontribusi bimbingan guru dan pola asuh orangtua secara bersama-sama terhadap perilaku sosial anak, pada TK se-Kecamatan X Kabupaten Y ?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk : 
1. Mengetahui gambaran empiris bimbingan guru, pola asuh orangtua, dan perilaku sosial anak, pada TK se-Kecamatan X Kabupaten Y.
2. Mengetahui kontribusi pola asuh orangtua terhadap perilaku sosial anak, pada TK se-Kecamatan X Kabupaten Y.
3. Mengetahui kontribusi bimbingan guru terhadap perilaku sosial anak, pada TK se-Kecamatan X Kabupaten Y.
4. Mengetahui secara bersama-sama kontribusi bimbingan guru dan pola asuh orangtua terhadap perilaku sosial anak, pada TK se-Kecamatan X Kabupaten Y.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, di antaranya adalah : 
1. Teoritis, sebagai bahan kajian dalam teknik bimbingan guru, pola asuh orangtua, dan kontribusinya terhadap perilaku sosial anak.
2. Praktis, bermanfaat bagi : 
a. Para guru dan orang tua, sebagai penambahan wawasan pengetahuan dan kompetensi guru dalam membimbing dan mengasuh anak usia TK.
b. Para kepala sekolah, sebagai bahan pembinaan kepada para pendidik, yang terkait dengan aspek bimbingan guru dan pola asuh orangtua.
c. Bagi penulis, sebagai tambahan wawasan pengetahuan tentang aspek bimbingan, pola asuh orang tua, serta perilaku sosial anak.

Related Post



Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 09:56:00

Post a Comment