Cari Kategori

CARA MENGATASI GAGAL INSTALL APLIKASI DAPODIKDAS 2014 V.3.0.0 KARENA KODE REGISTRASI TIDAK DITEMUKAN

Sahabat operator Dapodikdas 2014, selamat beraktivitas kembali dalam proses pendataan di awal semester 1 tahun ajaran 2014/2015. Artikel ini saya tujukan bagi sebagian dari Rekan-rekan OPS Dapodikdas 2014 yang kebetulan belum berhasil menginstall aplikasi Dapodikdas 2014 di komputer/laptopnya.


Silahkan dilakukan tips di bawah ini secara berurutan, proses instalasi Dapodikdas 2014 pada hakekatnya sama dengan saat kita melakukan instalasi aplikasi Dapodikdas 2013 untuk versi yang pertama kalinya.

Berikut langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan kode registrasi tidak ditemukan tersebut :

1.  Uninstall / hapus terlebih dahulu seluruh aplikasi Dapodikdas baik yang v.2.0.8 maupun yang masih v.2.0.7.

2.   Hapus seluruh file pada folder “prefill_dapodik” pada drive “C”.

3.   Generate prefill secara mandiri di links berikut.

4.  Unduh prefill baru tersebut dari links ini, kemudian letakkan di folder “prefill_dapodik” yang sudah dihapus pada no. 2 di atas (bila untuk satu sekolah, maka file prefill hanya 1 saja pada folder “prefill_dapodik" tersebut).

5.   Installaplikasi Dapodikdas 2014 v.3.0.0, file installer dapat diunduh pada links Dapodik Ditjen Dikdas atau links alternatifnya pada artikel sebelumnya.

6.   Bukaaplikasi Dapodikdas 2014, kemudian lakukan registrasi.

7.   Selesai.

Demikian cara / solusi mengatasi masalah proses instalasi aplikasi Dapodikdas v.3.0.0 karena adanya keterangan kode registrasi tidak ditemukan. Semoga berhasil dan terimakasih… Salam semangat…!

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:29:00

METODE BIL-HIKMAH DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA AL-QURAN PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK

METODE BIL-HIKMAH DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA AL-QURAN PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK

A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah satu-satunya agama yang haq dan diridhoi Alloh SWT yang disampaikan melalui nabi Muhammad SAW kepada selumh umat manusia agar dijadikan sebagai jalan hidup hingga akhir zaman, sebagaimana Firman Alloh SWT yang tercantum dalam Al-Quran surat Ali Imron ayat 19 yang terjemahannya : Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam... (QS. Ali Imron : 19)

Islam telah mengatur manusia mengenai bagaimana cara menjalani dan menjalankan hidup dan kehidupan yang baik dan benar agar kelak mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Islam secara terperinci telah menetapkan ketentuan-ketentuan sebagai tuntunan untuk membentuk generasi paripurna yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 

Pembentukan generasi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dapat dimulai dengan upaya memberikan pendidikan dan pengetahuan agama terhadap anak-anak sedini mungkin, karena anak-anak adalah cerminan dan cikal bakal generasi yang kelak akan menggantikan generasi saat ini. Umar bin Al Khatab ra. pernah berkata "Hari ini adalah penentu hari esok, pemuda bisa diibaratkan dengan hari ini (sekarang), merekalah penentu masa yang akan datang". 

Pentingnya pendidikan agama terhadap anak-anak juga diatur dalam peraturan pemerintah yang termaktub dalam fungsi dan tujuan pendidikan Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) dalam Himpunan Perundang-undangan (2003; 7) : 

Untuk mengembangkan kemampuan dan pembentukan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 

Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut diatas terutama dalam menjadikan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia serta berbudi pekerti luhur, maka pendidikan harus dibarengi dan dibentengi dengan pendidikan agama. 

Ajaran atau petunjuk dalam agama Islam tehimpun dalam sebuah kitab yaitu Al-Quran. Alloh SWT telah menurunkan Al-Quran kepada seluruh umat manusia melalui nabi Muhammad SAW untuk dijadikan sebagai tuntunan dan pedoman hidup manusia agar dapat selamat dalam mengarungi kehidupannya di dunia dan di akhirat serta kelak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang beruntung, sebagaimana tercantum dalam Al-Quran surat Al-A'raaf ayat 52 yang terjemahannya : Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah kitab (Al-Quran) kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami, menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Q.S Al-A'raaf : 52). 

Serta tercantum dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhori, bahwa Rosululloh SAW telah bersabda : "Aku tinggalkan dua perkara sepeninggalku, barang siapa yang berpegang teguh pada keduanya, maka dia tidak akan tersesat selamanya, yaitu kitab Alloh dan sunnah rosul."

Ayat serta hadits diatas menjelaskan bahwa salah satu pedoman yang harus dijadikan rujukan dan pegangan dalam mengarungi dan menjalankan kehidupan ini adalah Al-Quran yang harus dapat dibaca, difahami dan diamalkan. 

Seluruh manusia harus menjadikan Al-Quran sebagai acuan pokok dalam memutuskan dan menjalankan roda kehidupannya, karena dalam Al-Quran telah terkandung tuntunan yang sangat lengkap, aturan, perintah, larangan, kisah-kisah terdahulu yang harus dijadikan ibroh atau pelajaran serta kabar gembira dan balasan atas semua perbuatan melalui keindahan surga dan dahsyatnya siksaan neraka. Pemahaman tentang betapa pentingnya Al-Quran dijadikan sebagai pedoman hidup manusia ini harus ditanamkan sejak dini. 

Salah satu pendidikan agama yang sangat penting adalah bagaimana orang tua mengenalkan serta memahamkan putra putri mereka sejak dini dengan pedoman dan tuntunan hidup yang benar yang akan membawa kebahagiaan dan keselamatan didunia dan di akhirat. 

Apabila semenjak kecil anak-anak sudah dididik dan diajarkan agar menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hidup, maka mereka akan terbiasa untuk mengukur langkah dan perbuatannya dengan aturan dan tuntunan yang terdapat dalam Al-Quran. Kandungan yang terdapat dalam Al-Quran akan menjadi pertimbangan benar dan salahnya perbuatan yang akan mereka lakukan, hingga akhirnya Al-Quran adalah cerminan dari amal perbuatannya. 

Pemahaman tentang pentingnya Al-Quran sebagai pedoman hidup tentulah merupakan buah dari proses panjang dari mengenal, mengerti dan memahami Al-Quran secara keseluruhan, yang tentunya semua itu diawali dengan proses membaca. 

Disinilah peran penting dari orang tua untuk mengajarkan putra putri mereka dalam membaca Al-Quran. Sebuah tantangan, tuntutan, tanggung jawab serta lahan ibadah yang tentunya akan berbuah manis bagi orang tua bila peran ini dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. 

Diriwayatkan Abu Dawud dari Mu'adz bin Anas bahwa Nabi SAW bersabda : "Barang siapa membaca Al-Quran dan mengamalkan kandungan isinya, niscaya Allah pada hari kiamat akan mengenakan kepada kedua orang tuanya sebuah mahkota yang cahayanya lebih indah daripada cahaya matahari di rumah-rumah dunia. Maka apa pendapatmu tentang orang yang mengamalkan hal ini". 

Dalam rangka mengenalkan serta memahamkan anak-anak terhadap Al-Quran, maka langkah pertama adalah bagaimana orangtua atau para pendidik menemukan dan menggunakan metode yang benar, sesuai dengan perkembangan anak dan efektif dalam mengajarkan anak-anak membaca Al-Quran. Membaca adalah kunci ilmu, awal dari memahami, mengamalkan dan akhirnya mengajarkan Al-Quran. 

Sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh imam ahmad yaitu; " Hak anak atas orang tuanya ada tiga, yaitu : Memilihkan nama yang baik ketika baru lahir, mengajarkan Al-Quran ketika mulai berfikir dan menikahkan ketika dewasa". Dalam mengajarkan Al-Quran, Ibnu Khaldun dan Ibnu Sina menjelaskan bahwa "Pendidikan Al-Quran sangat penting diberikan sejak usia dini, karena dengan pendidikan Al-Quran sejak dini, fitrah suci anak akan dapat dilestarikan dengan baik dan tertanam dalam kalbunya" (Syarifuddin; 2004 : 12)

Berbagai metode dalam mengajarkan anak-anak membaca Al-Quran sejak usia dini yang telah dilaksanakan khususnya di sekolah-sekolah Islam ataupun umum di Indonesia diantaranya metode bahgdadiyah, metode shautiyah, metode kalimah, metode Al-Barqi, metode Iqro dan metode Bil-Hikmah. 

Salah satu metode yang masih jarang digunakan bahkan masih banyak yang sama sekali tidak mengetahui metode ini akan dijadikan sebagai referensi oleh penulis dalam tulisan ini, Insya Alloh dapat dijadikan sebagai alternatif metoda dalam mengajarkan anak-anak membaca Al-Quran melalui cara serta perangkat yang berbeda, lebih aktif dan inovatif yang sesuai dengan perkembangan anak, yaitu metode Bil-Hikmah. 

TK X telah menggunakan salah satu metode tersebut diatas dalam mengajarkan membaca Al-quran, namun belum mampu secara efektif meningkatkan kemampuan membaca Al-Quran pada anak usia dini. Ketidakefektifan ini dapat dilihat dari evaluasi hasil pembelajaran selama satu semester. Oleh karena itu peneliti berupaya menggunakan metode Bil-Hikmah dengan tujuan mengetahui tingkat efektifitas metode Bil-Hikmah dalam meningkatkan kemampuan membaca Al-Quran pada anak-anak TK X. 

Berdasarkan permasalahan di atas maka penelitian ini berorientasi pada upaya menguji efektifitas metode Bil-Hikmah dalam meningkatkan kemampuan membaca Al-Quran pada anak Taman Kanak- kanak di TK X".

B. Rumusan Masalah
Berkenaan dengan latar belakang masalah diatas, maka secara umum penelitian ini memfokuskan kepada masalah tentang "Bagaimana efektifitas metode Bil-Hikmah dalam meningkatkan kemampuan membaca Al-Quran pada anak Taman Kanak-kanak di TK X. "
Adapun rumusan masalah secara khusus, diantaranya yaitu :
1. Bagaimana kondisi awal kemampuan anak-anak TK X dalam membaca Al-Quran sebelum diberikan metoda Bil-Hikmah?
2. Bagaimana kondisi akhir kemampuan anak-anak TK X dalam membaca Al-Quran setelah diberikan metoda Bil-Hikmah ?
3. Apakah penggunaan metode Bil-Hikmah dapat meningkatkan kemampuan anak-anak TK X dalam membaca Al-Quran secara signifikan ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas metode Bil-Hikmah dalam meningkatkan kemampuan membaca Al-Quran pada anak Taman Kanak-kanak di TK X.
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kondisi awal kemampuan anak-anak TK X dalam membaca al-Quran sebelum diberikan metode Bil Hikmah.
2. Mengetahui kondisi kemampuan anak-anak TK X dalam membaca Al-Quran sesudah diberikan metode Bil-Hikmah.
3. Mengetahui efektivitas metode Bil-Hikmah dalam meningkatkan kemampuan membaca Al-Quran pada anak-anak TK X.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan diperoleh dari hasil penelitian adalah :
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang peningkatan kemampuan membaca Al-Quran anak usia Taman Kanak Kanak melalui metode Bil-Hikmah.
2. Secara Praktis
a. Bagi anak Taman Kanak-kanak
Memberikan pengalaman dan wawasan pribadi dalam mengembangkan program pembelajaran khususnya tentang membaca Al-Quran melalui metode Bil-Hikmah.
b. Bagi Guru
Sebagai bahan pertimbangan bagi guru dalam memilih metode pengajaran membaca Al-Quran untuk meningkatkan kemampuan membaca Al-Quran pada anak Taman Kanak-kanak.
c. Bagi Lembaga Taman Kanak-kanak
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif kepada lembaga penyelenggaraan pendidikan khususnya TK X dalam rangka peningkatan kemampuan membaca Al-Quran pada anak TK.
d. Bagi peneliti selanjutnya
Dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi peneliti selanjutnya mengenai hal yang sama secara lebih mendalam

E. Asumsi Penelitian
Asumsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. " Hak anak atas orang tuanya ada tiga, yaitu : Memilihkan nama yang baik ketika baru lahir, mengajarkan Al-Quran ketika mulai berfikir dan menikahkan ketika dewasa". (H. R. Ahmad)
2. Diriwayatkan dari 'Aisyah r.a, dia berkata : Rosululloh SAW bersabda : Orang yang mahir dalam membaca Al-Quran kelak akan bersama golongan yang amat mulia lagi banyak berbakti, sedangkan orang yang gagap dalam membacanya dan (membaca Al-Quran) itu merupakan hal yang sulit baginya, baginya dua pahala. (H. R Muslim)
3. Pendidikan Al-Quran sangat penting diajarkan pada anak sejak usia dini, karena dengan pendidikan Al-Quran fitrah suci anak dapat dilestarikan dengan baik dan tertanam dalam kalbunya. (Syarifuddin; 2004 : 12)
4. Penerapan metode Bil-Hikmah dapat membantu meningkatkan kemampuan membaca Al-Quran pada anak usia Taman Kanak kanak. (Yahya; 1997)

F. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi eksperimen, dimana metode ini merupakan pengembangan dari true experimental design, adapun desain yang digunakan adalah nonequivaalent control group design dimana pada desain ini kelompok ekspeimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random.
Desain penelitian ini memilih satu kelompok anak yang selanjutnya dari satu kelompok tersebut setengah diberi metode Bil-hikmah dan yang setengah lagi tidak. Metode ini dipilih untuk melihat efektifitas metode Bil-Hikmah dalam meningkatkan kemampuan membaca Al-Quran pada anak TK.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 08:17:00

EFEKTIVITAS MATH MANIPULATIVE TERHADAP KEMAMPUAN OPERASI PENJUMLAHAN BILANGAN ANAK USIA TK

EFEKTIVITAS MATH MANIPULATIVE TERHADAP KEMAMPUAN OPERASI PENJUMLAHAN BILANGAN ANAK USIA TK

A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran pada anak usia dini khususnya Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan wahana untuk mengembangkan potensi seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minat masing-masing anak. Anderson (1993) mengemukakan bahwa pendidikan TK memberikan kesempatan untuk mengembangkan kepribadian anak, oleh karena itu pendidikan untuk anak TK perlu menyediakan berbagai kegiatan yang dapat mengembangkan berbagai aspek perkembangan yang meliputi : aspek kognitif, bahasa, sosial, emosi, fisik, dan motorik.

Pada kenyataannya, proses pembelajaran anak TK masih menjadi permasalahan di Indonesia pada beberapa tahun terakhir. Hal ini disebabkan karena pola pembelajaran yang dilaksanakan cenderung berorientasi akademik dan menganggap bahwa konsep-konsep yang ada pada diri anak tidak berkembang secara spontan melainkan harus ditanamkan dan diserap oleh anak melalui perlakuan orang dewasa. Paulo Freire (Faizah : 2006) mengemukakan bahwa sekolah telah melakukan "pedagogy of the oppressed" terhadap anak-anak didiknya. Dimana guru mengajar, anak diajar, guru mengerti semuanya dan anak tidak tahu apa-apa, guru berpikir dan anak dipikirkan, guru berbicara dan anak mendengarkan, guru mendisiplinkan dan anak didisiplin, guru memilih dan mendesakkan pilihannya dan anak hanya mengikuti, guru bertindak dan anak hanya membayangkan bertindak lewat cerita guru, guru memilih isi program dan anak menjalaninya begitu saja, guru adalah subjek dan anak adalah objek dari proses pembelajaran.

Hal ini tentu saja bertentangan dengan hakikat pembelajaran di TK yang menekankan anak sebagai pembelajar yang aktif. Apabila anak TK diajarkan dan bukannya dibelajarkan, maka pengembangan berbagai potensi anak secara optimal tidak akan tercapai. Rachmawati (2005) mengemukakan bahwa memberikan kegiatan belajar pada anak didik harus memperhatikan kematangan atau tahap perkembangan anak didik, alat bermain, metode yang digunakan, waktu, serta tempat bermain.

Undang undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 14, menyatakan bahwa : Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Dengan demikian, anak usia TK perlu diberikan suatu program atau kegiatan yang didasarkan pada prinsip tumbuh kembang anak dimana program yang diberikan adalah berupa pengasuhan dan pendidikan yang dapat memberikan rangsangan perkembangan fisik (motorik kasar dan halus), kognitif, bahasa, sosial-emosional, pemahaman moral dan agama secara proporsional dan terintegrasi. Hal ini berarti, tingkat perkembangan yang diharapkan dapat dicapai anak pada usia TK bukanlah merupakan suatu tingkat pencapaian kecakapan akademik (calistung), tetapi lebih merupakan aktualisasi potensi semua aspek perkembangan.

Direktur Jendral Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Departemen Nasional, Ace Suryadi dalam Pujiati (2007) mengemukakan bahwa pembelajaran membaca, menulis dan berhitung pada anak usia dini/TK merupakan salah satu kesalahan terbesar dan berdampak negatif pada perkembangan anak. Selaras dengan hal tersebut, Solehuddin dalam Sriningsih (2008 : 3) mengungkapkan bahwa pembelajaran yang hanya menitikberatkan kepada penguasaan baca, tulis dan hitung merupakan sesuatu yang tidak lengkap dan berdampak negatif terhadap perkembangan anak karena hanya akan mengembangkan sebagian aspek dari kecakapan individu sambil "mematikan" pengembangan kecakapan lainnya. Dengan demikian yang lebih dikehendaki adalah suatu pendekatan dan strategi pendidikan bagi anak yang lebih integratif dan comprehensif serta sesuai dengan dunia dan kebutuhannya.

Berdasarkan pernyataan tersebut, tentu tidak bijaksana jika anak usia TK sudah diberi 'beban' untuk cakap dalam calistung yang bersifat akademik. Namun demikian, bukan berarti anak usia TK tidak boleh diajarkan calistung khususnya berhitung. Yang perlu ditekankan adalah pendidik perlu memperhatikan tahapan-tahapan anak dalam belajar berhitung permulaan. Ini berarti kegiatan yang diberikan di TK diharapkan lebih menunjang anak untuk memiliki kesiapan berhitung.

Pada dasarnya pembelajaran matematika untuk anak usia dini bertujuan untuk menstimulasi kemampuan berfikir anak agar memiliki kesiapan untuk belajar matematika pada tahap selanjutnya (Sriningsih, 2008 : 1). Pembelajaran matematika untuk anak usia dini lebih menekankan pada pengenalan konsep matematika dasar, salah satunya yaitu konsep aritmatika atau berhitung. Aritmatika atau berhitung merupakan salah satu bagian dari kemampuan matematika, sebab salah satu syarat untuk belajar matematika adalah belajar berhitung yang keduanya saling mendukung.

Berdasarkan standar NCTM {National Council of Teacher Mathematics) aritmatika merupakan bagian dari standar isi bilangan dan operasi bilangan. Pada bilangan dan operasi bilangan ini anak-anak dapat memecahkan konsep dasar aritmatika dalam memecahkan masalah (Sriningsih, 2008 : 62). Aritmatika adalah bidang yang berkenaan dengan sifat hubungan bilangan-bilangan nyata dengan perhitungan terutama menyangkut penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian (Mulyono, 2003 : 253).

Untuk meningkatkan kemampuan penguasaan operasi penjumlahan bilangan pada anak Taman Kanak-kanak diperlukan pembelajaran yang melibatkan anak secara aktif untuk berinteraksi dalam proses pembelajarannya, salah satunya melalui permainan matematika.

Bermain dan anak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Aktivitas bermain dilakukan anak dan aktivitas anak selalu menunjukkan kegiatan bermain. Bermain dan anak sangat erat kaitannya. Oleh karena itu, salah satu prinsip pembelajaran dalam pendidikan anak usia dini adalah bermain.

Bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran pada anak usia TK. Untuk itu dalam memberikan pendidikan pada anak usia TK harus dilakukan dalam situasi yang menyenangkan sehingga anak tidak merasa bosan dalam mengikuti pelajaran. Selain menyenangkan, metode, materi dan media yang digunakan harus menarik perhatian serta mudah diikuti sehingga anak akan termotivasi untuk belajar. Melalui kegiatan bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengannya, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Bermain bagi anak juga merupakan suatu proses kreatif untuk bereksplorasi, mempelajari keterampilan yang baru dan dapat menggunakan simbol untuk menggambarkan dunianya.

Menurut Sudono (2000 : 1) Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi pada anak. Sedangkan menurut Hildebrand (Setianingsih, 2007 : 10) mengungkapkan bahwa bermain berarti berlatih, mengeksploitasi, merekayasa, mengulang latihan apapun yang dapat dilakukan untuk menstransformasi secara imajinatif hal-hal yang sama dengan dunia orang dewasa. Kemudian Dopyera (Sriningsih, 2008) mendefinisikan bahwa kegiatan bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela oleh anak. Bermain timbul dari dorongan yang ada dalam diri anak itu sendiri, sehingga memungkinkan keterlibatan anak dalam setiap permainan secara aktif dan bermakna.

Mayke dalam Sudono (2000 : 3) mengemukakan bahwa belajar dengan bermain memberi kesempatan kepada anak untuk memanipulasi, mengulang-ulang, menemukan sendiri, bereksplorasi, mempraktikkan, dan mendapatkan bermacam-macam konsep serta pengertian yang tidak terhitung banyaknya. Disinilah proses pembelajaran terjadi, melalui permainan memberikan pengalaman belajar pada peserta didik.

Berdasarkan definisi bermain di atas, bermain merupakan suatu sarana bagi anak untuk berlatih, mengeksploitasi dan merekayasa yang dilakukan secara berulang-ulang dengan menggunakan atau tanpa menggunakan alat untuk memperoleh informasi, kesenangan dan mengembangkan daya imajinasinya. Dengan demikian, banyak konsep dasar yang dapat dipelajari anak melalui aktivitas bemain. Salah satunya adalah konsep matematika.

Pada kenyataannya yang kerap terjadi dilapangan pola pembelajaran matematika untuk anak usia dini dilaksanakan cenderung berorientasi akademik. Solehuddin (2000 : 9) mengemukakan bahwa :
Pendekatan pendidikan prasekolah yang berorientasi akademik dicirikan dengan dominasi guru dikelas, kurikulum dan kegiatan belajar yang terstruktur, serta penekanan akan segi penguasaan materi yang diajarkan sesuai dengan yang diharapkan guru. Hasil belajar dalam bentuk prestasi akademik adalah sasaran utama dari pendekatan ini.

Sejalan dengan apa yang di kemukakan diatas, dalam penelitiannya Rachmawati (2008) mengemukakan bahwa "Praktek pelaksanaan operasi angka di Taman Kanak-kanak lebih bersifat akademik seperti layaknya anak usia SD. Sebagian besar langsung menggunakan soal-soal latihan yang bersifat abstrak berupa penjumlahan angka, pengurangan angka, bahkan kombinasi dari penjumlahan dan pengurangan, tanpa menggunakan lat bentu media".

Adanya kecenderungan proses pembelajaran matematika yang berorientasi akademik ini dialami di TK X. Selama ini, pembelajaran matematika di TK X menggunakan metode drill yang dilakukan setiap hari sebelum anak-anak memulai kegiatan di sekolah, anak menyebutkan urutan bilangan satu sampai sepuluh sambil melihat gambar angka/ bilangan yang tertempel pada dinding kelas. Selain itu pengajaran konsep matematika di TK X ini sering menggunakan lembar kerja atau lebih sering di sebut LK yang merupakan bagian dari praktek paper-pencil. Sehingga anak kurang bisa mengaitkan antara apa yang dipelajarinya dengan lingkungan sekitarnya.

Anak cenderung menghafal angka yang terdapat pada gambar dan kurang mengkaitkan dengan penerapan angka-angka itu untuk menerangkan orang atau benda yang sering ditemuinya sehari-hari. Dengan demikian pembelajaran yang terjadi kurang menjembatani apa yang diperoleh anak di TK dengan kemampuan yang seharusnya dimiliki anak untuk menghadapi lingkungannya.

Berdasarkan gambaran tersebut, peranan guru sebagai fasilitator sangat dibutuhkan. Guru dituntut untuk lebih kreatif dalam memanipulasi obyek-obyek atau alat dalam bentuk permainan yang dilaksanakan dalam pembelajaran matematika di Taman Kanak-kanak.

Permainan berhitung merupakan bagian dari matematika, permainan ini diperlukan untuk menumbuhkembangkan keterampilan berhitung yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, terutama konsep bilangan yang merupakan dasar bagi pengembangan kemampuan matematika maupun kesiapan untuk mengikuti pendidikan dasar.

Salah satu permainan matematika adalah permainan Math Manipulative. Permainan Math Manipulative merupakan salah satu dari permainan Whole math. Whole math merupakan pendekatan pembelajaran matematika untuk anak usia dini yang menghubungkan pelajaran matematika dengan kehidupan nyata atau kehidupan sehari-hari (Moomaw and Hironymus, 1995 : 2).

Menurut Clements dalam Bennett L Tisha (2000) menyatakan bahwa manipulatif yang baik adalah yang dapat membantu anak dalam membangun, memperkuat, dan menghubungkan berbagai representasi ide matematika. Sedangkan menurut James (1997 : 06) media manipulatif adalah model konkrit yang dapat disentuh, digerakan oleh anak yang berfungsi untuk membantu anak memahami berbagai konsep yang berhubungan dengan matematika. Hal ini menunjukkan bahwa segala sesuatu yang dapat ditemukan oleh anak dalam kehidupan sehari-hari dapat dijadikan media manipulatif seperti bola, biji-bijian, kelereng, jepitan jemuran dan lain-lain. Permainan math manipulative ini menggunakan material yang dekat dengan keseharian anak, seperti boneka, kelereng sebagai alat permainannya, kelereng merupakan salah satu benda yang familiar atau dekat dengan anak.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka penelitian ini memfokuskan pada kajian "Efektivitas Math Manipulative terhadap Kemampuan Operasi Penjumlahan Bilangan Anak Usia Taman Kanak-kanak".

B. Rumusan Masalah
Permasalahan utama dalam penelitian ini difokuskan pada pembahasan "Efektivitas Math Manipulatif Terhadap Kemampuan Operasi Penjumlahan Bilangan Anak Usia TK". Permasalahan tersebut diuraikan ke dalam bentuk rincian pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana kemampuan awal operasi penjumlahan bilangan anak usia TK pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sebelum diterapkan permainan math manipulative ?
2. Bagaimana kemampuan akhir operasi penjumlahan bilangan anak usia TK pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sesudah diterapkan permainan math manipulative ?
3. Apakah permainan Math Manipulatif efektif untuk meningkatkan kemampuan operasi penjumlahan bilangan anak TK?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai efektivitas Math Manipulative terhadap kemampuan operasi penjumlahan bilangan anak usia Taman Kanak-kanak. Adapun secara lebih khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
1. Memperoleh gambaran tentang kondisi awal kemampuan operasi penjumlahan bilangan di kelompok kontrol dan kelompok eksperimen di TK X.
2. Memperoleh gambaran tentang kondisi akhir kemampuan operasi penjumlahan bilangan di kelompok kontrol dan kelompok eksperimen di TK X.
3. Sejauh mana efektivitas permainan Math Manipulative dalam meningkatkan kemampuan operasi penjumlahan bilangan anak di TK X.

D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoretis :
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, peningkatan mutu pendidikan, dan untuk menambah keilmuan tentang efektifitas Math Manipulative terhadap kemampuan operasi penjumlahan bilangan anak usia Taman Kanak-kanak.
2. Secara Praktis :
Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah :
a. Bagi Peneliti
Memberikan pengalaman dan wawasan pribadi dalam mengembangkan penelitian mengenai efektifitas Math Manipulative terhadap kemampuan operasi penjumlahan bilangan anak usia Taman Kanak-kanak.
b. Bagi Guru
Meningkatkan pemahaman guru tentang permainan matematika khususnya Math Manipulative serta menjadi acuan bagi guru dalam menggunakan metode bermain sebagai upaya mengembangkan kemampuan operasi penjumlahan bilangan anak TK.
c. Bagi Lembaga Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangsih kepada Lembaga penyelenggara pendidikan pada umumnya dan khususnya untuk TK X, dalam menciptakan pembelajaran matematika yang menyenangkan bagi anak, serta dapat meningkatkan kemampuan anak dalam memahami operasi penjumlahan bilangan.
d. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi peneliti selanjutnnya mengenai hal yang lebih mendalam.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 09:23:00

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN BEYOND CENTERS AND CIRCLES TIME (BCCT) TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN BEYOND CENTERS AND CIRCLES TIME (BCCT) TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI

A. Latar Belakang Masalah
Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar dalam sepanjang rentang pertumbuhan serta perkembangan kehidupan manusia. Pada masa ini ditandai oleh berbagai periode penting yang fundamen dalam kehidupan anak selanjutnya sampai periode akhir perkembangannya. Salah satu periode yang menjadi penciri masa usia dini adalah the Golden Ages atau periode keemasan. Banyak konsep dan fakta yang ditemukan memberikan penjelasan periode keemasan pada masa usia dini, di mana semua potensi anak berkembang paling cepat. Beberapa konsep yang disandingkan untuk masa anak usia dini adalah masa eksplorasi, masa identifikasi/imitasi, masa peka, dan masa bermain.

Konsep tersebut diperkuat oleh fakta yang ditemukan oleh ahli-ahli Neurologi (ilmu tentang susunana dan fungsi saraf) yang menyatakan bahwa pada saat lahir otak bayi mengandung 100 sampai 200 milyar neuron atau sel syaraf yang siap melakukan sambungan antar sel. Sekitar 50% kapasitas kecerdasan manusia telah terjadi ketika usia 4 tahun, 80% telah terjadi ketika berusia 8 tahun, dan mencapai titik kulminasi 100% ketika anak berusia 8 sampai 18 tahun. Pertumbuhan fungsional sel-sel syaraf tersebut membutuhkan berbagai situasi pendidikan yang mendukung, baik dalam situasi pendidikan keluarga, masyarakat maupun sekolah. Para ahli pendidikan sepakat bahwa periode keemasan tersebut hanya berlangsung satu kali sepanjang rentang kehidupan manusia. Hal ini menunjukkan bahwa betapa meruginya suatu keluarga, masyarakat dan bangsa jika mengabaikan masa-masa penting yang berlangsung pada anak usia dini.

Ada beberapa pendapat mengenai batasan masa anak. Batasan yang digunakan oleh The National Association For The Education Of Young Children (NAEYC) adalah yang dimaksud dengan Early chilhood (anak masa awal) yaitu anak yang sejak lahir sampai dengan usia delapan tahun, preschol adalah anak antara usia 1-3 tahun dan usia masuk kelas satu biasanya antara usia 3-5 tahun. sementara pengertian toddler (masih pendapatnya NAEYC) ialah anak yang mulai berjalan sendiri sampai dengan usia tiga tahun. Sedangkan Kindergarten secara perkembangannya meliputi anak usia 4-6 tahun.

Menurut Biecheler dan Snowman bahwa anak prasekolah adalah mereka yang berusia antara 3-6 tahun yang biasanya mengikuti program prasekolah dan Kindergarten. Dalam pandangan mutakhir di negara maju, istilah anak usia dini (Early Chilhood) adalah anak yang berkisar antara usia 0-8 tahun. Bila dilihat dari jenjang pendidikan yang berlaku di Indonesia, maka yang termasuk dalam kelompok anak usia dini adalah anak SD kelas rendah (1-3), taman kanak-kanak (kindergarten), kelompok bermain (play Group), dan anak masa bayi. Masa kanak-kanak dalam hal ini dipandang sebagai masa anak usia 4-6 tahun. Sedangkan berdasarkan UU No. 22 Tahun 2003 Pasal 28 tentang Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Anak usia dini adalah kelompok manusia yang berumur 0-6 tahun. UU No.20 Tahun 2003 pasal itu juga menyebutkan bahwa, (1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar; (2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal; (3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat; (4) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal berbentuk Play Group (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat; dan (5) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

Beberapa ahli dalam bidang pendidikan dan psikologi memandang periode usia dini merupakan periode yang perlu mendapatkan penanganan sedini mugkin. Maria montessori berpendapat bahwa usia 3-6 tahun merupakan periode sensitif atau masa peka pada anak, yaitu suatu periode dimana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan sehingga tidak terhambat perkembangannya. Erik H. Erikson juga memandang periode usia 4-6 tahun sebagai fase sense of initiative yang mana pada periode ini anak harus didorong untuk mengembangkan prakarsa, seperti kesenangan untuk mengajukan pertanyaan dari apa yang dilihat, didengar dan dirasakan. Mansyur juga berpendapat bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu proses pembinaan tumbuh kembang anak usia lahir sampai enam tahun secara menyeluruh, yang mencakup aspek fisik dan non fisik dengan memberikan rangsangan bagi perkembangan jasmani, rohani (moral dan spiritual), motorik, akal pikir, emosional, dan sosial yang tepat agar anak dapat tumbuh dan berkembangan secara optimal.

Ditinjau dari perkembangan otak manusia, maka tahap perkembangan otak pada usia dini menempati posisi yang paling vital, yakni meliputi 80% perkembangan otak. Masa anak-anak pun sangat identik dengan masa bermain. Bermain bagi anak-anak merupakan suatu hal yang tidak bisa dilewatkan, tetapi pada dasarnya dengan bermainan anak mengembangkan segala kemampuan yang dimilikinya. Selain itu, anak memiliki kebutuhan yang sangat besar terhadap teman sebaya sebagai teman bagi dia dalam melakukan suatu permainan. Pada saat ini pula anak bersifat aktif dan energik seolah tidak pernah merasa lelah, bersifat ekploratif dan berjiwa petualang.

Pada umur anak usia dini merupakan masa dimana mulai tumbuh rasa agama dalam kepribadian anak dan terbentuknya dasar nilai moral yang baik serta mulai terbinanya sikap positif pada agama. Sehinga dengan ini pengenalan dan penanaman konsep aqidah, ibadah dan intelektual yang sesuai dengan ajaran agama Islam yang fitri pada anak usia dini ini akan menjadi pondasi dan pembimbing baginya untuk menghadapi kehidupannya kelak. Ajaran agama Islam bukan suatu pengetahuan yang cukup hanya diketahui dan dihafal, tetapi harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, karena pada dasarnya setiap agama mengajak umatnya untuk memperoleh kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Ciri khusus tumbuh kembang anak pada usia dini ini memiliki efek yang sangat besar terhadap cara mendidik anak pada usia ini. Sedangkan pada realitanya, saat ini program pendidikan anak usia dini hanya terfokus pada peningkatan akademik, baik dalam hafalan-hafalan maupun kemampuan baca, tulis, dan hitung, yang pada pelaksanaannya seringkali mengabaikan tahap perkembangan anak. Banyaknya pelangaran hukum, pelangaran norma masyarakat dan agama, aksi anarkisme, penyimpangan sek, banyaknya siswa-siswa sekolah yang susah diajak belajar, dan lain sebagainya bisa diakibatkan oleh penyelenggaraan pendidikan yang kurang memperhatikan tahapan perkembangan anak, sehingga proses belajar yang dirasakan oleh anak adalah di bawah tekanan bukan sesuatu yang menarik dan penting bagi dirinya. Padahal yang terpenting pada pendidikan anak usia dini ini adalah memberikan fasilitas pendidikan yang sesuai, agar anak pada saatnya memiliki kesiapan baik secara fisik, mental, maupun sosial/emosionalnya dalam melaksanakan proses pendidikan selanjutnya.

Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitik beratkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Maka dari itu Pendidikan anak harus selalu dikedepankan jika memang sebuah bangsa mau menjadikan bangsanya lebih maju dari sebelumnya, atau minimal mempertahankan segi positip dari apa yang sudah ada sebelumnya. Disini, peranan orang tua, guru, dan masyarakat umumnya, harus mulai memikirkan cara terbaik untuk meningkatkan kualitas pendidikan anak tersebut. Pembentukan karakter bangsa dan kehandalan sumber daya manusia ditentukan oleh bagaimana memberikan perlakuan yang tepat kepada anak. Stimulasi yang diberikan pada anak usia dini akan mempengaruhi laju pertumbuhan dan perkembangan anak serta sikap dan perilaku sepanjang rentang kehidupannya.

Salah satu usaha untuk mencetak generasi yang selalu mau belajar dan mengembangkan segala kemampuan yang ada pada diri dan sesuai dengan perkembangannya adalah dengan pendekatan beyond centers and circle time.

Pendekatan Beyond Centers And Circle Time (BCCT) atau pendekatan "sentra dan lingkungan" merupakan pendekatan penyelengaraan PAUD yang diadopsi dari Cretive Center for Chilhood Reasearch and Training (CCCRT) yang berkedudukan di Florida, Amerika Serikat. CCCRT meramu kajian teoritik dan pengalaman empirik dari berbagai pendekatan. Dari Montessori, Highscope, Head Start, dan Reggio Emilia. CCCRT dalam kajiannya telah diterapkan di Creative Pre School selama lebih dari 33 tahun.

Di Indonesia, BCCT kali pertama diadaptasi oleh TK Istiqlal Jakarta berlatar belakang Islam yang dipimpin oleh Nibras binti Nor Salim. Beliau pernah terbang langsung ke CCCRT Florida melakukan riset selama tiga bulan.

Pendekatan ini terfokus pada anak yang pada proses pembejarannya berpusat di sentra main. Pembelajaran disini dilakukan dengan prinsip bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain.

Salah satu lembaga pendidikan anak usia dini yang mengalami pertumbuhan dengan pesat adalah Play Group Plus dengan berbagai sebutan lain seperti Taman Bermain atau Play Group. Play Group sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 (pasal 28) merupakan salah satu lembaga pendidikan anak usia dini yang terdapat di jalur pendidikan non formal yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak usia 3 tahun sampai memasuki pendidikan dasar. Aturan yuridis ini menunjukkan bahwa penyelenggaraan Play Group kedudukannya setara dengan penyelenggaraan Taman Kanak-Kanak yang juga mengelola anak usia 4 tahun sampai usia 6 tahun dan berada dalam jalur pendidikan formal.

Diantara berbagai lembaga pendidikan anak usia dini di Indonesia yaitu Play Group Plus X yang merupakan salah satu lembaga pendidikan penyelengara PAUD yang telah menerapkan metode Beyond Centres And Cilcles Time (BCCT).

Dari uraian latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan mengambil judul "Pengaruh Metode Pembelajaran Beyond Centers and Circles Time (BCCT) Terhadap Perkembangan Anak Usia Dini di Play Group Plus X".

B. Rumusan Masalah
Mengacu pada penjelasan dalam latar bclakang diatas, maka penelitian memerlukan rumusan masalah sebagai acuan dalam meneliti, untuk menentukan sasaran dalam penelitian. Dalam penelitian kami merumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan metode pembelajaran Beyond Centers and Circles Time (BCCT) di Play Group Plus X Kecamatan X ?
2. Bagaimana perkembangan anak usia dini di Play Group Plus X Kecamatan X?
3. Apakah metode pembelajaran Beyond Centers and Circles Time (BCCT) berpengaruh terhadap perkembangan anak usia dini di Play Group Plus X ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pelaksanaan metode pembelajaran Beyond Centers and Circles Time (BCCT) di Play Group Plus X Kecamatan X.
2. Untuk mengetahui perkembangan anak usia dini di Play Group Plus X.
3. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh metode pembelajaran Beyond Centers and Circles Time (BCCT) terhadap perkembangan anak usia dini di Play Group Plus X.

D. Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan penelitian dalam skripsi ini adalah :
1. Bagi peneliti :
a. Sebagai bahan pembelajaran bagi peneliti serta tambahan pengetahuan sekaligus untuk mengembangkan pengetahuan penulis dengan landasan dan kerangka teoritis yang ilmiah atau pengintegrasian ilmu pengetahuan dengan praktek serta melatih diri dalam research ilmiah.
b. Untuk memenuhi beban SKS dan sebagai bahan penyusunan skripsi serta ujian munaqosah yang merupakan tugas akhir penulis untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) pada jurusan Pendidikan Agama Islam.
2. Bagi Obyek Penelitian
a. Untuk meningkatkan mutu pembelajaran dengan memberikan metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak usia dini sehingga anak dapat mencapai perkembangan yang ideal.
b. Membantu guru dalam mengefektifkan pembelajaran di Play Group Plus khususnya di Play Group Plus X.
c. Sebagai sumbangan khasanah keilmuan dalam bidang pendidikan dan khususnya pendidikan anak usia dini.
3. Sebagai sumbangan kepada IAIN X khususnya kepada perpustakaan sebagai bahan bacaan yang bersifat ilmiah dan sebagai kontribusi hasanah intelektual pendidikan.

E. Sistematika Pembahasan
BAB I : Membahas tentang : Latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, hipotesis, batasan masalah, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II : Membahas tentang : Kajian Teoritis Metode pembelajaran Beyond Centers and Circles Time, Perkembangan anak usia dini, serta Pengaruh metode pembelajaran Beyond Centers and Circles Time terhadap perkembangan anak usia dini.
BAB III : Membahas Laporan Penelitian yang meliputi : Gambaran umum obyek penelitian, Penyajian data dan analisis data terkait Play Group Plus X.
BAB IV : Kesimpulan, saran-saran serta penutup.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 09:19:00

PENGARUH METODE CANTOL ROUDHOH TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA DINI ANAK TK

PENGARUH METODE CANTOL ROUDHOH TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA DINI ANAK TK

A. Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan seseorang untuk mengutarakan perasaan yang sedang dialaminya, sehingga beban hidupnya dapat terasa lebih ringan. Bahasa juga dapat merupakan beberapa simbol baik verbal maupun visual yang dapat anak gunakan untuk mendapatkan pemahaman suatu informasi bam. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membaca informasi tersebut di buku atau majalah dan dapat didengar melalui radio atau media elektronik. Menurut Yunus (2005 : 118) Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang biasa digunakan oleh manusia untuk berinteraksi dengan orang lain. Dhieni et al (2005 : 1.8) menyatakan bahwa bahasa mencakup cara berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dapat diekspresikan melalui simbol seperti tulisan, lisan, lukisan, isyarat maupun mimik wajah atau body language yang dapat menggambarkan perasaan seseorang. Sejalan dengan itu, Sofa (2008 : 1) menyatakan bahasa mencakup segala bentuk komunikasi, baik yang diutarakan dalam bentuk lisan, tulisan, bahasa isyarat, bahasa gerak tubuh, ekspresi wajah pantomim atau seni.

Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia, sebagaimana yang dikemukakan oleh DEPDIKBUD (1996 : 3) bahwa bahasa berfungsi sebagai, (1) Alat untuk berkomunikasi dengan lingkungan (2) Alat untuk mengembangkan kemampuan intelektual anak (3) Alat untuk mengembangkan ekspresi anak (4) Alat untuk menyatakan perasaan dan buah pikiran kepada orang lain.

Anak usia dini sebenarnya belum mampu menguasai kata-kata, dengan kemampuannya yang sedang berkembang pesat, anak usia dini mulai mengerti dan memahami satu per satu makna kata, dan apa yang dikatakan oleh orang dewasa. Selain dapat berkomunikasi dengan orang dewasa, anak dapat berinteraksi dengan teman sebayanya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Hurlock (1993 : 192) bahwa hal-hal yang dibicarakan oleh anak sangat dipengaruhi oleh umur, luas pengalaman, dan pola kepribadian mereka. Anak terutama membicarakan mengenai dirinya sendiri, kegiatan, dan keluarga mereka, serta hubungan mereka dengan keluarga lain.

Dalam suatu lingkungan sekolah maupun masyarakat, bila ada satu orang anak yang sudah mampu untuk mengucapkan huruf "R" dengan jelas, pasti akan ada anak yang belum mampu mengucapkan huruf "R" seperti anak yang pertama. Menurut Handayani (2004 : 11.1) setiap anak itu berbeda, dalam satu sekolah ada beberapa orang anak yang berada pada rentang usia yang sama tetapi tahapan perkembangan mereka berbeda. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan berbahasa anak. Menurut Petty dan Jensen (Handayani, 2004 : 11.8) ada 4 faktor yang mempengaruhi perkembangan berbahasa anak, yaitu : (1) berbedanya cara anak mempelajari bahasa tersebut (2) berbedanya jenis bahasa yang dipelajari anak (3) berbedanya karakteristik anak (4) berbedanya lingkungan tempat proses pembelajaran bahasa itu terjadi.

Salah satu perkembangan bahasa yang harus dikuasai oleh anak adalah membaca. Pratiwi (2007 : 1.27) menyatakan perkembangan bahasa khususnya membaca merupakan kemampuan yang harus dikuasai oleh anak dengan baik. Membaca itu sangat penting untuk pengembangan dan pemeliharaan kehidupan suatu masyarakat. Membaca merupakan dasar bagi manusia untuk mencapai puncak suatu kesuksesan. Hal ini sejalan dengan pendapat Leonhardt (Dhieni et al, 2005 : 5.2) bahwa membaca sangat penting bagi anak. Anak yang gemar membaca akan memiliki rasa kebahasaan yang tinggi sehingga perkembangannya dalam berbicara, menulis dan memahami gagasan-gagasan yang rumit dapat lebih baik.

Menurut Yunus (2007 : 1.5) Membaca adalah kegiatan berbahasa yang secara aktif menyerap informasi atau pesan yang disampaikan melalui media tulis seperti buku, artikel, modul, surat kabar, atau media tulis lainnya. Membaca itu bukan sekadar memahami simbol-simbol tulisan, tetapi juga harus membangun makna, memahami tulisan, gambar dan maknanya. Oleh karena itu membaca disebut kegiatan aktif. Sependapat dengan Yunus, Goodman (Setiawan & Budi, 2006 : 7.2) menyatakan bahwa membaca bukan hanya sekedar membunyikan huruf-huruf tetapi memberi makna pada tulisan.

Kegemaran membaca harus dikembangkan sejak dini, karena bila anak gemar membaca itu akan membawa pengaruh yang positif bagi kehidupannya di masa depan. Anak usia Taman Kanak-kanak sesungguhnya sudah dapat diajarkan untuk membaca. Membaca dan menulis itu seperti permainan yang sangat menyenangkan bagi anak, dan penerapan membaca dini sangat cocok diterapkan pada anak usia prasekolah. Tetapi orang tua maupun pendidik harus dapat melihat karakteristik dan kesiapan anak untuk diajarkan membaca. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Tom dan Sobol (2003 : 26) bahwa anak yang sudah memiliki kesiapan membaca di Taman Kanak-kanak akan lebih percaya diri dan penuh kegembiraan.

Membaca dini merupakan salah satu persiapan bagi anak Taman Kanak-kanak agar dapat membaca kata-kata sederhana, mengetahui tulisan, dan makna katanya. Membaca dini dapat menimbulkan dampak positif bagi perkembangan bahasa anak untuk jenjang pendidikan selanjutnya. Soutgate : 1972, Steinberg : 1982, Smith : 1990, dan Tampubolon : 1993 (Ruspitasari, 2006 : 2) mengemukakan bahwa "membaca dini adalah membaca yang diajarkan secara terprogram kepada anak prasekolah". Program ini menumpukan perhatian pada perkataan-perkataan utuh dan bermakna dalam konteks pribadi anak-anak. Bahan yang diajarkan diberikan melalui permainan dan kegiatan yang menarik sebagai perantara pembelajaran.

Pada dasarnya pelajaran membaca tidak diperkenankan di tingkat Taman Kanak-kanak, kecuali hanya pengenalan huruf-huruf dan kata dasar yang dikenalkan setelah anak berada di kelompok B. Akan tetapi, pada saat ini hal tersebut menimbulkan sedikit masalah, karena ternyata pelajaran di kelas satu sekolah dasar sulit diikuti jika anak-anak lulusan TK belum mendapat pelajaran membaca. Karena tuntutan itulah, akhirnya banyak TK yang secara mandiri mengupayakan pelajaran membaca dini bagi murid-muridnya. Berbagai metode mengajar dipraktikkan, dengan harapan bisa membantu anak-anak untuk menguasai keterampilan membaca sebelum masuk sekolah dasar. Beberapa anak mungkin berhasil menguasai keterampilan tersebut, namun banyak pula di antaranya yang masih mengalami kesulitan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran membaca dini bagi anak Taman Kanak-kanak dapat diberikan melalui permainan, dan banyak cara yang dapat dilakukan oleh pendidik maupun orang tua untuk mengembangkan kemampuan membaca dini bagi anak usia prasekolah. Berbagai metode banyak dikembangkan di Taman Kanak-kanak dan salah satunya adalah metode cantol roudhoh.

Metode cantol roudhoh salah satu metode yang dikembangkan untuk mengajarkan anak membaca melalui lagu, dengan begitu anak lebih mudah untuk mengingat berbagai macam simbol huruf. Anak-anak cukup mengenal dan mengingat 21 nama cantolan, dalam metode cantol roudhoh terdapat berberapa media untuk anak belajar membaca, seperti VCD lagu yang berisi tentang cantolan dengan suku katanya, VCD penuntun yang memperkenalkan anak pada 19 kelompok barisan, lingkaran cantol adalah media untuk mengevaluasi anak terhadap penguasaan kelompok suku kata, dan kartu bacaan sebagai penguasaan akhir anak membaca.

Rinta (2009 : 1) Metode cantol roudhoh merupakan salah satu teknik yang dikembangkan "Quantum Learning' dalam penerapannya, metode ini bersosialisasi dalam persamaan bunyi dan bentuk visual. Dalam mengajarkan membaca teknik-teknik tersebut sangat diperlukan untuk mempermudah anak dalam mengingat simbol-simbol huruf. Pengenalan membaca yang efektif adalah mengenalkan seluruh bunyi suku kata dasar yang menjadi pembentukan kata dalam bahasa Indonesia dan tahap selanjutnya adalah "kata" yang dikenalkan kepada anak.

Menurut Dian Rinta (2009 : 2) Metode membaca cantol roudhoh adalah sebuah metode membaca yang berpegang pada prinsip dengan mengembangkan aspek visual, auditurial dan kinestetik yang didalamnya terdapat unsur warna, gambar, nada, irama, dan rasa nyaman. Lagu merupakan salah satu unsur didalamnya. Metode ini mempermudah anak hanya dengan mengingat 21 cantolan beserta kelompok suku katanya yang mudah dihafal dalam bentuk lagu, sehingga metode ini sangat mudah sekali diserap oleh anak-anak prasekolah.

Penerapan metode cantol roudhoh dalam pembelajaran dapat membuat anak tertarik dan anak mau berlama-lama untuk belajar membaca, serta dapat menciptakan suasana yang menarik dan menyenangkan. Sebagaimana yang dikemukakan Budi (2008 : 1) yaitu belajar dengan metode "Cantol Roudhoh" membuat anak-anak usia tiga hingga delapan tahun menjadi betah berlama-lama belajar membaca, sebab tidak ada paksaan ataupun hukuman. Metode ini hanya memerlukan gambar-gambar yang menarik perhatian anak dan yang paling penting menciptakan suasana nyaman serta menyenangkan bagi anak.

Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2009) untuk meningkatkan kemampuan membaca anak dengan menggunakan metode cantol roudhoh terhadap anak kelompok A1 Taman Kanak-kanak TK ABA. Membuktikan bahwa : (1) Penerapan metode cantol roudhoh dapat meningkatkan keterampilan membaca siswa kelas A1 TK ABA. Pada saat sebelum dikenai tindakan, sebagian besar siswa tidak mengalami kemajuan, tetapi mereka mengalami kemajuan pesat setelah dikenai tindakan dengan metode cantol roudhoh. Hal ini terbukti adanya peningkatan keterampilan membaca siswa setelah dilakukan tindakan. Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui peningkatan keterampilan membaca siswa adalah tes membaca; (2) Penerapan metode cantol roudhoh dapat meningkatkan motivasi, perhatian, dan keaktifan siswa kelas A1 di TK ABA.

Berdasarkan hasil observasi awal terhadap guru di Taman Kanak-kanak Islam X Kota X, metode cantol roudhoh belum pernah digunakan dalam aktivitas pembelajaran perkembangan bahasa anak, khususnya dalam meningkatkan kemampuan membaca dini. Metode yang digunakan untuk pembelajaran membaca di Taman Kanak-kanak tersebut hanya menggunakan metode konvensional berupa buku paket membaca, majalah, dan pengenalan huruf secara terpisah, sehingga anak merasa aktivitas membaca sangat membosankan dan terkesan "dipaksakan".

Kondisi akhir-akhir ini, orang tua mengharapkan anak usia prasekolah itu sudah dapat membaca, menulis dan berhitung atau yang lebih dikenal dengan "CaLisTung”. Seperti yang dikatakan oleh Teale dan Sulzby (Setiawan & Budi, 2006 : 7.2) bahwa mereka mengatakan kita tidak dapat menerapkan metode baca-tulis untuk anak SD di Taman Kanak-kanak karena pembelajaran tradisional yang biasa digunakan di kelas satu, tidak sesuai untuk anak kecil (anak di bawah kelas satu SD).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian difokuskan pada "Pengaruh Metode Cantol Roudhoh Terhadap Kemampuan Membaca Dini Anak TK".

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah "pengaruh metode cantol roudhoh terhadap kemampuan membaca dini anak" dan secara lebih rinci, rumusan masalah akan diuraikan sebagai berikut :
1. Bagaimana profil awal kemampuan membaca dini anak di kelompok eksperimen dan kelompok kontrol di Taman Kanak-kanak Islam X ?
2. Bagaimana profil akhir kemampuan membaca dini anak di kelompok eksperimen dan kelompok kontrol Taman Kanak-kanak Islam X ?
3. Apakah terdapat pengaruh dari penggunaan metode Cantol Roudhoh terhadap kemampuan membaca dini anak ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Penelitian
Dengan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran secara umum tentang penggunaan metode Cantol Roudhoh terhadap kemampuan membaca dini anak di TKI X.
2. Tujuan Khusus Penelitian
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Mengetahui profil awal kemampuan membaca dini anak di kelompok eksperimen dan kelompok kontrol TK Islam X.
2. Mengetahui profil akhir kemampuan membaca dini anak di kelompok eksperimen dan kelompok kontrol TK Islam X.
3. Mengetahui pengaruh dari penggunaan metode Cantol Roudhoh terhadap kemampuan membaca dini anak di kelompok eksperimen dan kelompok kontrol TK Islam X.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Bagi bidang keilmuan pendidikan anak usia dini, dapat memberikan sumbangan ilmiah untuk meningkatkan perkembangan bahasa anak terutama dalam kemampuan membaca dini melalui metode Cantol Roudhoh.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Peneliti memperoleh pengalaman dan wawasan pribadi dalam mengembangkan program pengembangan bahasa, khususnya kemampuan membaca dini pada anak usia dini.
b. Bagi Guru
1) Penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam memilih metode yang tepat untuk meningkatkan kemampuan
membaca dini bagi anak usia dini.
2) Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dalam melakukan pengkajian lebih lanjut melalui kegiatan penelitian kemampuan membaca dini pada anak usia dini.
c. Bagi Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Lembaga mendapatkan kontribusi yang dapat meningkatkan dan mengembangkan program pembelajaran, khususnya dalam pengembangan kemampuan membaca dini pada anak usia dini.

E. Sampel Penelitian
Sampel menurut Riyanto (2001 : 52) adalah bagian dari populasi. Jenis sampel yang diambil harus mencerminkan populasi. Sampel dapat didefinisikan sebagai sembarang himpunan yang merupakan bagian dari populasi.
Arikunto (Muharromi, 2009 : 12) menyatakan penentuan sampel dengan jumlah populasi yang kurang dari seratus dapat digunakan teknik total sampling, artinya seluruh populasi dijadikan sampel penelitian.
Dengan pertimbangan TK Islam X merupakan salah satu Taman Kanak-kanak yang belum menggunakan metode Cantol Roudhoh dalam kegiatan pembelajarannya dalam mengembangkan kemampuan berbahasa anak dalam hal membaca dini.
Sementara itu, objek penelitian dari populasi di atas ditujukan kepada kelompok B1 dan B2 di TK Islam X dengan jumlah murid masing-masing kelas 10 orang.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 09:18:00

SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN STIMULASI METODE BERCAKAP-CAKAP TERHADAP KREATIVITAS MENGGAMBAR ANAK TK

PENGARUH PEMBERIAN STIMULASI METODE BERCAKAP-CAKAP TERHADAP KREATIVITAS MENGGAMBAR ANAK TK

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Taman Kanak-Kanak merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakkan dasar kearah pertumbuhan dan perkembangan fisik serta kecerdasan : daya pikir, daya cipta, emosi, spiritual, bahasa / komunikasi, sosial. Untuk itu Taman Kanak-Kanak memiliki peran yang sangat penting guna mengembangkan kepribadian anak serta mempersiapkan mereka memasuki jenjang pendidikan selanjutnya. Pendidikan Taman Kanak-Kanak juga merupakan jembatan antara lingkungan keluarga dengan lingkungan masyarakat yang lebih luas yaitu sekolah dasar dan lingkungan lainnya.

Individu dengan usia empat sampai enam tahun, sering disebut sebagai anak usia prasekolah atau anak usia Taman Kanak-Kanak. Anak Taman Kanak -Kanak berada dalam perkembangan menuju kedewasaannya. Mereka berkembang melalui tahapan dan setiap peningkatan usia kronologis, akan menampilkan ciri -ciri perkembangan yang khas. Dunia dan karakteristik anak Taman Kanak -Kanak berbeda dengan orang dewasa. Anak Taman Kanak-Kanak lebih senang mengekspresikan beberapa minatnya pada dunia di sekitar yang tidak jauh dari dirinya. Mereka memiliki keinginan yang lebih besar untuk menyentuh, merasakan, mendengar dan mencoba sesuatu untuk keperluan dan kepentingan mereka sendiri.

Seperti yang dikemukakan oleh Bredcamp & Copple, Brenner, serta Kellough (Solehuddin, 2000 : 24) bahwa anak usia Taman Kanak-Kanak memiliki karakterisik yang unik, aktif, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, egosentris, berjiwa petualang, daya konsentrasi yang pendek, daya imajinasi yang tinggi dan senang berteman. Melihat karakterisitk anak Taman Kanak-Kanak tersebut maka proses pendidikan harus disesuaikan dengan karakteristik anak usia Taman Kanak-Kanak. Peran aktif anak dalam berinisiatif dan mengeksplorasi beragam hal di sekitarnya sangat diperlukan dalam melakukan proses pembelajaran. Bentuk layanan pendidikan yang dapat diberikan pada anak adalah terselenggaranya program pengembangan sebagai upaya untuk meningkatkan seluruh aspek perkembangan anak, terutama kemampuan berpikirnya.

Kemampuan berpikir anak akan optimal ketika diberikan lingkungan yang kondusif oleh orang dewasa yang mampu memberikan pijakan (scaffolding) pada saat ia mengembangkan rasa ingin tahunya (bereksplorasi). Orang dewasa hanyalah berperan sebagai pembimbing (fasilitator) yang mampu mengasah daya kritis dan kreativitas berpikirnya. Dengan demikian akan mewujudkan seorang anak yang kritis, berani mengungkapkan ide serta gagasannya sehingga akan memunculkan hasil kreatvitas yang orisinil dari anak. (Masitoh, 2006 : 25).

Berdasarkan pendapat tersebut, peran pendidik baik orang tua maupun guru di sekolah hendaknya benar-benar memahami akan pentingnya suatu kreativitas yang muncul pada anak, sehingga berbagai aktivitas yang disediakan untuk anak di rumah ataupun di sekolah harus dapat menstimulasi kreativitas anak.

Kegiatan pembelajaran di lapangan sudah tampak berbagai variasi yang diberikan kepada anak. Menggunting bentuk, meronce, menjahit, menggambar dan lain-lain yang semuanya itu dilakukan guru untuk mendukung proses perkembangan anak. Dari berbagai kegiatan yang diselenggarakan, menggambar merupakan kegiatan yang paling disenangi anak Taman Kanak-Kanak. Jika anak diberikan secarik kertas maka wajarnya anak akan langsung menggambar bentuk-bentuk ataupun coretan-coretan. Aktivitas tersebut bisa menjadi alat untuk mengekspresikan pikiran maupun perasaan yang ada dalam dirinya.

Menurut Wanei (2008 : 1) Kreativitas menggambar adalah pengungkapan perasaan yang dialami seseorang, secara mental dan visual dalam bentuk garis dan warna. Dalam hal ini menggambar merupakan wujud pengeksplorasian teknis dan gaya, penggalian gagasan dan kreativitas, bahkan bisa menjadi ekspresi dan aktualisasi diri.

Menggambar dapat dijadikan ajang untuk mengasah kreativitas anak juga diungkapkan oleh Indriati (2005 : 4) bahwa dengan menggambar anak bisa mengeluarkan ekspresi dan imajinasinya tanpa batas. Pada proses inilah setiap anak dapat mengembangkan gagasan, menyalurkan emosi, menumbuhkan minat seni dan kreativitas.

Pendapat lain diutarakan diutarakan Nugroho (2009 : 1) bahwa, " Jika sejak dini anak sudah diberikan latihan menggambar, maka perkembangan otak kanannya juga akan cepat sehingga kreativitasnya bisa berkembang dengan baik. Banyak manfaat dari kegiatan menggambar diantaranya untuk mengembangkan kreativitas, emosi serta melatih motorik halus anak. Muliono, (2008 : 1) mengungkapkan, kegiatan menggambar tak terbatas untuk pengembangan seni, tapi juga sebagai penumbuh kreativitas, alat untuk mengungkapkan ide, perasaan, serta emosi anak. Lewat kegiatan ini pula, motorik halus anak dilatih dan akan sangat bermanfaat kala ia hams menulis di usia sekolah. "Otak kanak dan kiri anak ikut terasah". Tapi semua manfaat itu tak bakal didapat secara maksimal jika anak menggambar dalam keadaan terpaksa dan tertekan. Lebih lanjut Muliono menjelaskan bahwa, guru yang terlalu mengarahkan sebelum memulai kegiatan menggambar, menyebabkan kreativitas anak terkungkung. Ditambah lagi guru yang hanya memberikan tugas menggambar begitu saja kepada anak-anak tanpa memberikan stimulasi terlebih dahulu kepada anak, sehingga kreativitas yang dituangkan pada gambar kurang optimal. Padahal jika guru mengetahui cara yang tepat, yaitu dengan memberikan stimulasi terlebih dahulu maka hal ini akan dapat mengembangkan daya imajinasi anak yang akan dituangkan lewat kreativitas dalam menggambar.

Melihat fenomena yang terjadi di lapangan berdasarkan pengamatan khususnya di Taman Kanak-Kanak X saat ini, ternyata masih terdapat guru yang belum memahami arti dari suatu kreativitas. Metode yang digunakan dalam proses kegiatan menggambar kurang mendukung pengembangan kreativitas anak. Dalam kegiatan menggambar guru senantiasa memberikan contoh gambar di papan tulis, sehingga hasil gambar anak cendemng sama dan tidak ada yang berani jauh berbeda dengan contoh yang diberikan oleh guru, ironisnya guru memandang gambar anak yang sama persis dengan contoh guru itulah yang terbaik.

Cara guru tersebut tidak dapat mengembangkan kreativitas anak, karena hanya memaksakan kehendak guru. Garha (1980 : 119) mengungkapkan, contoh yang dibuat guru di papan tulis tidak sejalan dengan perkembangan anak, karena contoh itu diolah berdasarkan norma cipta orang dewasa yang berbeda dengan norma cipta anak-anak dalam kegiatan menggambar.

Permasalahan lain yang terjadi di Taman Kanak-Kanak yaitu guru memberikan kegiatan menggambar, dengan memberikan kebebasan tanpa batas pada anak. Akibatnya bukan kreativitas anak yang berkembang, tetapi kekacauan karena anak tidak memiliki tujuan dalam menggambar. Garha (1980 : 120) menegaskan, bahwa gambar sesuka hati kurang memberikan arah kepada anak -anak tentang apa yang hams mereka gambarkan. Jika keadaan demikian terjadi terns-menems akan memgikan perkembangan anak karena pengalaman mereka hanya bemlang tidak bertambah.

Senada dengan pendapat di atas, Muharam dan Sundariyati (1992 : 57) mengungkapkan, anak dalam kegiatan seni mpa yang tidak dibimbing dan diarahkan juga tidak diberi motivasi, cendemng mengulang-ngulang kemampuan yang telah dikuasainya, untuk menghindari kesulitan atau tantangan dan akhirnya menjadi stereotip.

Mengacu kepada beberapa pendapat para ahli, maka perlu adanya suatu upaya yang hams dilakukan guru untuk mendukung kreativitas menggambar anak. Pelaksanaan kegiatan seni mpa khususnya menggambar, membutuhkan stimulasi sebagai motivasi dan bimbingan dalam proses pengembangan kreativitas anak.

Tujuannya untuk menjaga anak-anak agar tidak terjatuh ke dalam kebiasaan yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak.

Muharam dan Sundariyati (1992 : 61) mengungkapkan, dalam pengajaran seni anak hams dimotivasi oleh pengalamannya untuk berkarya. Pengalaman-pengalaman ini diperoleh dari kehidupan sehari-hari di lingkungan mmah, sekolah, saat bermain, dan di masyarakat. Pengalaman yang dimilikinya mempakan hasil dari setiap pengalaman bam dalam usaha memperluas wawasan yang telah diperolehnya dari pengalaman-pengalaman terdahulu. Berdasarkan pandangan tersebut, guru bertugas membantu anak-anak untuk mengingatkan kembali pengalamannya dengan memberikan perangsang daya cipta atau stimulasi.

Stimulasi dilakukan untuk menggugah dan membangunkan kreativitas. Salah satu stimulasi yang dapat menggugah kreativitas anak-anak untuk meningkatkan kreativitas menggambar mereka adalah melalui metode bercakap-cakap. Guru merangsang anak untuk ikut terlibat dalam percakapan, sesaat sebelum kegiatan menggambar dilaksanakan. Materi percakapan disesuaikan dengan tema kegiatan menggambar. Menurut pendapat Muharam dan Sundaryati (1992 : 62), salah satu cara menggugah anak dapat dilakukan melalui pembicaraan informal menggunakan alat bantu visual. Melalui metode ini maka akan terjadi komunikasi dua arah, anak dapat mengungkapkan pikiran, perasaan, serta kebutuhan-kebutuhannya. Selain itu anak dapat memperoleh pengetahuan-pengetahuan bam yang tidak diketahui sebelumnya.

Berbagai pengalaman dan pengetahuan yang telah diperoleh anak tersebut melalui metode bercakap-cakap ini dapat merangsang ide mereka, pengetahuan serta wawasan anak yang sudah terbuka, dapat mereka tuangkan dalam bentuk suatu kreativitas dalam menggambar. Mereka dapat menuangkan pikiran serta imajinasi mereka dengan bebas. Menurut Indriati (2009 : 1) dengan menggambar, anak bisa mengeluarkan ekspresi dan imjinasinya tanpa batas. Pada proses inilah setiap anak (pembelajar) akan dapat menyalurkan perasaan bahagia, cemas, dan kreativitas.

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka fokus penelitian ini adalah upaya untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pemberian stimulasi metode bercakap-cakap terhadap kreativitas menggambar anak Taman Kanak-Kanak, khususnya di Taman Kanak-Kanak X.
Oleh karena itu, fokus dalam penelitian ini adalah mengetahui "Pengaruh Pemberian Stimulasi Metode Bercakap-cakap Terhadap Kreativitas Menggambar Anak Taman Kanak-Kanak".

B. Rumusan Masalah
Secara umum masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah "Bagaimana Pengaruh Pemberian Stimulasi Metode Bercakap-cakap Terhadap Kreativitas Menggambar Anak Taman Kanak-Kanak"
Adapun masalah khusus yang ditetapkan dalam penelitian ini meliputi :
1. Bagaimana kreativitas menggambar anak Taman Kanak-Kanak X sebelum diberikan stimulasi metode bercakap-cakap ?
2. Bagaimana kreativitas menggambar anak Taman Kanak-Kanak X sesudah diberi stimulasi metode bercakap-cakap ?
3. Bagaimana pengaruh signifikan antara perlakuan berupa pemberian stimulasi metode bercakap-cakap terhadap kreativitas menggambar anak Taman Kanak-Kanak X ?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh pemberian stimulasi metode bercakap-cakap untuk meningkatkan kreativitas menggambar anak Taman Kanak-Kanak, di TK X.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui perkembangan kreativitas menggambar anak Taman Kanak-Kanak sebelum diberi perlakuan berupa pemberian stimulasi metode bercakap-cakap.
b. Mengetahui perkembangan kreativitas menggambar anak Taman Kanak-Kanak sesudah diberi perlakuan berupa pemberian stimulasi metode bercakap-cakap.
c. Mengetahui pengaruh signifikan antara perlakuan berupa pemberian stimulasi metode bercakap-cakap terhadap kreativitas menggambar anak Taman Kanak-Kanak X.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat teoritis :
Bagi bidang keilmuan pendidikan anak usia dini, dapat memberikan sumbangan ilmiah untuk meningkatkan kreativitas menggambar anak Taman Kanak-Kanak melalui pemberian stimulasi metode bercakap -cakap.
2. Manfaat praktis :
a. Bagi peneliti, memberikan pengalaman dan wawasan pribadi dalam mengembangkan kegiatan menggambar anak Taman Kanak-Kanak.
b. Bagi guru, sebagai pertimbangan dalam memberikan kegiatan menggambar agar diberikan stimulasi terlebih dahulu yang dapat mengembangkan kreativitas anak.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 16:25:00

PENGGUNAAN MEDIA FILM ANIMASI TERHADAP PENINGKATAN KOSAKATA DASAR ANAK USIA 4-5 TAHUN

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA FILM ANIMASI TERHADAP PENINGKATAN KOSAKATA DASAR ANAK USIA 4-5 TAHUN

A. Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat yang penting untuk berkomunikasi bagi setiap orang. Melalui bahasa, anak akan mengembangkan kemampuan bergaul (social skill) dengan orang lain. Penguasaan keterampilan bergaul dalam lingkungan sosial dimulai dengan penguasaan kemampuan berbahasa. Seorang anak akan mudah menjalin pergaulan dengan orang lain bila anak sudah menguasai kemampuan bahasa dengan baik. 

Kemampuan bahasa anak usia 4-5 tahun berada dalam fase perkembangan bahasa secara ekspresif. Hal ini berarti bahwa anak telah dapat mengungkapkan keinginannya, penolakannya, maupun pendapatnya dengan menggunakan bahasa lisan sebagai alat berkomunikasi. Anak usia tersebut dapat mengucapkan kata-kata yang mereka gunakan, dapat menggabungkan beberapa kata menjadi kalimat yang berarti, namun menurut Hurlock (1990 : 190) "kemampuan berkomunikasi pada anak usia prasekolah dengan orang lain masih dalam taraf yang rendah. Masih banyak kosakata yang harus dikuasai untuk dapat menggunakan bahasanya dengan baik". 

Perbendaharaan kata (kosakata) berperan penting dalam pengembangan bahasa. Penguasaan bahasa yang benar sesuai dengan kaidah yang ada merupakan kunci keberhasilan dan kesempurnaan proses komunikasi. Salah satu faktor yang mempengaruhi proses komunikasi ialah perbendaharaan kosakata yang cukup. 

Mafat. S (2005 : 66), menyatakan bahwa "penguasaan kosakata anak usia 4 -5 tahun berada pada periode diferensiasi, yaitu dapat membedakan penggunaan kata-kata dan sesuai dengan maknanya. Beberapa pengertian abstrak seperti pengertian waktu dan ruang mulai muncul, menguasai kata benda dan kata kerja mulai terdiferensiasi". 

Selanjutnya, menurut Hurlock (1990 : 113) usia 4-5 tahun, merupakan saat berkembang pesatnya penguasaan tugas pokok dalam berbicara, yaitu menambah kosakata, menguasai pengucapan kata dan menggabungkan kata menjadi kalimat . Penguasaan kosakata anak meningkat pesat ketika ia belajar kata-kata baru dan arti-arti baru. Anak usia 4-5 tahun umumnya sudah dapat mengucapkan lebih dari 2500 kosakata. Sedangkan menurut Tarigan (1993 : 3) Lingkup kosakata yang dapat diucapkan anak menyangkut kosakata dasar, diantaranya yaitu perbendaharaan kata benda universal, kata kerja pokok, dan kata bilangan pokok. 

Berdasarkan hasil observasi lapangan mengenai penguasaan kosakata terhadap 42 anak usia dini yang berlatarbelakang berbeda-beda dan rata-rata berada pada lingkungan ekonomi masyarakat menengah ke bawah, diperoleh informasi bahwa sekitar 12 anak belum dapat membedakan penggunaan kata sesuai dengan makna kata tersebut (contoh : menyebutkan kata bilangan lima untuk bilangan tiga, belum dapat menyebutkan kata benda-benda tertentu misalnya menyebutkan nama binatang beruang untuk binatang panda, menyebutkan kata menggambar untuk mewarnai dan lain sebagainya. Kondisi ini, dapat berdampak pada terhambatnya kemampuan berkomunikasi khususnya dalam perkembangan berbicara pada anak. Hurlock (1990 : 151) mengemukakan bahwa salah satu tugas utama dalam belajar berbicara ialah anak harus dapat meningkatkan jumlah kosakata, anak harus belajar mengaitkan arti dengan bunyi karena banyak kata yang memiliki arti yang lebih dari satu dan sebagian kata bunyinya hampir sama, tetapi memiliki arti yang berbeda, maka meningkatkan kosakata jauh lebih sulit daripada mengucapkannya. Sehingga diperlukan adanya suatu upaya peningkatan kosakata pada anak yang dapat menunjang pada perkembangan berbicara. 

Peningkatan kosakata dapat dilakukan dengan banyak cara melalui membaca, mendengarkan, dan menonton. Peningkatan kosakata atau penguasaan kosakata tersebut lebih banyak dilakukan di dunia pendidikan, terutama di lembaga Pra sekolah seperti lembaga PAUD, mengingat kosakata anak masih terbatas. Peningkatan kosakata anak dalam Menu Generik PAUD sebagai kurikulum yang digunakan di lembaga PAUD yang digunakan saat ini berada pada pengembangan kemampuan bahasa yang menekankan pada hasil belajar agar anak memiliki perbendaharaan kata yang diperlukan untuk berkomunikasi sehari-hari. Menurut Tarigan (1993 : 3) "Secara umum, untuk memperkenalkan kosakata pada anak perlu diperkenalkan terlebih dahulu dengan kosakata dasar, diantaranya ialah perbendaharaan kata benda universal, kata kerja pokok, dan kata bilangan pokok. 

Umumnya upaya peningkatan kosakata di lembaga PAUD dilakukan dengan menciptakan situasi yang memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan kemampuan bahasanya. Kesempatan ini dilakukan melalui kegiatan bercakap-cakap, bercerita, dan tanya jawab. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan media pengajaran bahasa anak khususnya dalam peningkatan kosakata anak, misalnya guru PAUD menyediakan media pengajaran, seperti boneka, mobil-mobilan, buku cerita, kartu bergambar, foto, dan papan planel. Penggunaan media pengajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak serta motivasi belajar anak. Selain itu, menurut Arsyad. A (2002 : 26) "penggunaan media pengajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu, serta dapat memberikan kesamaan pengalaman pada anak tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka". Sudjana dan Rivai (1992 : 2) mengemukakan manfaat media pengajaran dalam proses belajar siswa, yaitu "pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat memotivasi belajar dan siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktifitas lainnya seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain". 

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan media pengajaran dapat memberikan manfaat dalam proses belajar mengajar di lembaga PAUD yaitu dapat membantu guru untuk memperjelas bahan ajar, memotivasi anak agar lebih bersemangat untuk terlibat dalam proses pembelajaran, serta membuat metode yang dilakukan lebih bervariasi sehingga membuat hasil belajar yang diharapkan pada anak lebih bermakna. 

Dari sekian banyak media yang dapat digunakan di lembaga PAUD, film animasi merupakan salah satu media pengajaran yang dapat digunakan untuk membantu dalam meningkatkan kosakata anak. Film animasi merupakan media yang menyajikan pesan audiovisual dan gerak. Oleh karenanya, film memberikan kesan yang impresif bagi penontonnya. Media film ini pada umumnya disenangi oleh anak-anak karena karakter gambar animasi yang menarik. Hamalik (Arsyad. A : 2003 : 15) mengemukakan bahwa kelebihan penggunaan film animasi dalam proses pembelajaran dapat melengkapi pengalaman-pengalaman dasar dari anak ketika bercakap-cakap,tanya jawab dan Iain-lain, menggambarkan suatu proses secara tepat yang dapat disaksikan secara berulang-ulang bila dipandang perlu. Serta mendorong dan meningkatkan motivasi anak dalam menanamkan sikap dan segi-segi afektif lainnya. 

Ahli psikologi, Jerone Brunner (Prayitno, 1986 : 119) mengemukakan bahwa " jika dalam belajar anak dapat diberi pengalaman langsung melalui media, maka situasi pembelajarannya itu akan meningkatkan kegairahan dan minat anak dalam belajar". Penggunaan media yang tepat menjadi suatu kebutuhan yang tidak bisa diabaikan begitu saja dalam pembelajaran di lembaga PAUD. 

Gambar-gambar dan suara yang muncul pada film yang menampilkan tayangan cerita dalam bentuk animasi kartun juga membuat anak tidak cepat bosan, sehingga dapat merangsang anak mengetahui lebih jauh lagi serta anak-anak didorong untuk mengenal dan mengetahui manfaat teknologi, sekaligus merangsang minat mereka untuk belajar dan antusias terhadap cerita yang ditayangkan pada film animasi khususnya pada proses pembelajaran yang menunjang pada peningkatan kosakata anak. 

Para peneliti telah melakukan banyak penelitian tentang pengaruh penggunaan media film animasi dalam proses pembelajaran pada siswa. Dengan membandingkan pengaruh penggunaan film animasi dan penggunaan gambar terhadap kemampuan membuat cerita narasi pada siswa SMU, Hendriana (2005 : 73) mendapatkan bahwa penggunaan media film animasi dapat meningkatkan kemampuan membuat cerita narasi pada siswa secara signifikan. Studi lain yang menguji pengaruh penggunaan animasi dalam membantu meningkatkan kemampuan berbicara pada anak Tunagrahita, Ernawati (2008 : 47) melaporkan bahwa penggunaan animasi sangat berpengaruh terhadap kemampuan berbicara anak Tunagrahita. Berkenaan dengan pembelajaran kosakata, studi eksperimen yang menguji pengaruh penggunaan media audiovisual terhadap kosakata anak-anak Sekolah Dasar, dilakukan oleh Dwi Murhadi (2005 : 67) menunjukkan bahwa pembelajaran kosakata dengan menggunakan media audiovisual sangat berpengaruh terhadap perbendaharaan kosakata siswa. Selanjutnya, Lutfiyah (2008 : 68) melakukan eksperimen terhadap peningkatan perbendaharaan kosakata dasar dengan menggunakan media gambar dan hasilnya menunjukkan bahwa media gambar berpengaruh signifikan terhadap peningkatan perbendaharaan kosakata anak. Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan media film animasi yang merupakan salah satu media audiovisual dapat berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa pada siswa seperti kemampuan mengarang cerita, berbicara, dan meningkatkan kosakata siswa. Sehingga peneliti berasumsi bahwa penggunaan film animasi dalam proses pembelajaran di lembaga PAUD dapat membantu anak dalam pengembangan berbahasa terutama dalam upaya meningkatkan kosakata dasar. 

Berdasarkan uraian di atas, peneliti bermaksud untuk mengadakan penelitian dengan judul : Pengaruh Penggunaan Media Film Animasi Terhadap Peningkatan Kosakata Dasar Anak Usia 4-5 tahun .

B. Rumusan Masalah
Secara umum masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah "Bagaimana pengaruh penggunaan media film animasi terhadap peningkatan kosakata dasar pada anak usia 4-5 tahun".
Secara khusus, masalah yang akan diteliti dibatasi pada masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi perbendaharaan kosakata dasar pada anak usia 4-5 tahun sebelum diberi perlakuan berupa penggunaan media film animasi ?
2. Bagaimana kondisi perbendaharaan kosakata dasar pada anak usia 4-5 tahun sesudah diberi perlakuan berupa penggunaan media film animasi ?
3. Apakah Penggunaan Media Film Animasi dapat meningkatkan kosakata dasar anak usia 4-5 tahun secara signifikan ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum :
1. Memperoleh informasi empiris tentang pengaruh penggunaan media film animasi terhadap peningkatan kosakata dasar anak usia 4-5 tahun di PAUD X.
Tujuan khusus :
1. Mendeskripsikan kondisi perbendaharaan kosakata dasar anak usia 4-5 tahun sebelum diberi perlakuan berupa penggunaan media film animasi
2. Mendeskripsikan kondisi perbendaharaan kosakata dasar anak usia 4-5 tahun sesudah diberi perlakuan berupa penggunaan media film animasi
3. Memperoleh informasi secara empiris apakah pengaruh penggunaan media film animasi dapat meningkatkan kosakata dasar anak usia 4-5 tahun secara signifikan

D. Manfaat Hasil Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Peneliti, dapat memperoleh informasi secara ilmiah mengenai pengaruh penggunaan media film animasi terhadap peningkatan kosakata dasar pada anak usia 4-5 tahun.
2. Guru PAUD, agar mereka memperoleh pengalaman langsung dalam penggunaan media film animasi yang dapat dijadikan media pengajaran dalam pengembangan bahasa anak khususnya pada peningkatan kosakata anak.
3. Pengelola Lembaga PAUD, dapat menjadi bahan pertimbangan kebijakan untuk melakukan inovasi dalam penggunaan media pengajaran yang efektif dalam dunia pendidikan pra sekolah.
4. Anak (siswa), diharapkan dapat lebih menyenangi proses pembelajaran bahasa sehingga mempermudah peningkatan kosakata mereka.

E. Asumsi
1. Media pembelajaran merupakan salah satu bagian yang penting dalam sistem pembelajaran di Lembaga PAUD. Penggunaan media pembelajaran yang tepat akan dapat meningkatkan minat dan motivasi anak. (Prayitno : 1986 : 120).
2. Film animasi adalah salah satu media pengajaran yang dapat digunakan untuk menyampaikan bahan ajar pada anak, dengan gambar yang menarik, perhatian anak akan langsung tertuju ke sana sehingga proses pembelajaran dengan menggunakan film animasi akan melahirkan suasana yang menyenangkan bagi anak. (Rivai,M. 2007 : 20)
3. Perbendaharaan kata (kosakata) berperan penting dalam pengembangan bahasa. Penguasaan bahasa yang benar sesuai dengan kaidah yang ada merupakan kunci keberhasilan dan kesempurnaan proses komunikasi. Salah satu faktor yang mempengaruhi proses komunikasi ialah perbendaharaan kosakata yang cukup. (Tarigan, 1993 : 2).
4. Usia 4-5 tahun, merupakan saat berkembang pesatnya penguasaan tugas pokok dalam berbicara, yaitu meningkatkan kosakata, menguasai pengucapan kata dan menggabungkan kata menjadi kalimat. (Hurlock, 1990 : 113).

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 16:23:00