Cari Kategori

MAKALAH PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA

MAKALAH PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA



Pemilu 1955
Pemilu pertama dilangsungkan pada tahun 1955 dan bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Pemilu ini seringkali disebut dengan Pemilu 1955, dan dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.

Lima besar dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdlatul Ulama, Partai Komunis Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.

Pemilu 1971
Pemilu berikutnya diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya pada tanggal 5 Juli 1971. Pemilu ini adalah Pemilu pertama setelah orde baru, dan diikuti oleh 9 Partai politik dan 1 organisasi masyarakat.

Lima besar dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.

Pada tahun 1975, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar, diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik, menjadi hanya dua partai politik (yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan satu Golongan Karya.

Pemilu 1977-1997
Pemilu-Pemilu berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Pemilu-Pemilu ini diselenggarakan dibawah pemerintahan Presiden Soeharto. Pemilu-Pemilu ini seringkali disebut dengan "Pemilu Orde Baru". Sesuai peraturan Fusi Partai Politik tahun 1975, Pemilu-Pemilu tersebut hanya diikuti dua partai politik dan satu Golongan Karya. Pemilu-Pemilu tersebut kesemuanya dimenangkan oleh Golongan Karya.

Pemilu 1999
Pemilu berikutnya, sekaligus Pemilu pertama setelah runtuhnya orde baru, yaitu Pemilu 1999 dilangsungkan pada tahun 1999 (tepatnya pada tanggal 7 Juni 1999) di bawah pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik.
Lima besar Pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional.
Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak (dengan perolehan suara sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi presiden bukanlah calon dari partai itu, yaitu Megawati Soekarnoputri, melainkan dari Partai Kebangkitan Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid (Pada saat itu, Megawati hanya menjadi calon presiden). Hal ini dimungkinkan untuk terjadi karena Pemilu 1999 hanya bertujuan untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara pemilihan presiden dan wakilnya dilakukan oleh anggota MPR.

Pemilihan Umum ini seharusnya diselenggarakan pada tahun 2002, namun atas desakan publik untuk mengadakan reformasi serta mengganti anggota-anggota parlemen yang berkaitan dengan Orde Baru, maka pemilihan umum dipercepat dari tahun 2002 ke tahun 1999 oleh pemerintah waktu itu.

No
No.
Partai
Jumlah Suara
Persentase
Jumlah Kursi
Persentase
1.
Partai Indonesia Baru
192.712
0,18%
0
0,00%
2.
Partai Kristen Nasional Indonesia
369.719
0,35%
0
0,00%
3.
Partai Nasional Indonesia
377.137
0,36%
0
0,00%
4.
Partai Aliansi Demokrat Indonesia
85.838
0,08%
0
0,00%
5.
Partai Kebangkitan Muslim Indonesia
289.489
0,27%
0
0,00%
6.
Partai Ummat Islam
269.309
0,25%
0
0,00%
7.
Partai Kebangkitan Ummat
300.064
0,28%
1
0,22%
8.
Partai Masyumi Baru
152.589
0,14%
0
0,00%
9.
Partai Persatuan Pembangunan
11.329.905
10,71%
58
12,55%
10.
Partai Syarikat Islam Indonesia
375.920
0,36%
1
0,22%
11.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
35.689.073
33,74%
153
33,12%
12.
Partai Abul Yatama
213.979
0,20%
0
0,00%
13.
Partai Kebangsaan Merdeka
104.385
0,10%
0
0,00%
14.
Partai Demokrasi Kasih Bangsa
550.846
0,52%
5
1,08%
15.
Partai Amanat Nasional
7.528.956
7,12%
34
7,36%
16.
Partai Rakyat Demokratik
78.730
0,07%
0
0,00%
17.
Partai Syarikat Islam Indonesia 1905
152.820
0,14%
0
0,00%
18.
Partai Katolik Demokrat
216.675
0,20%
0
0,00%
19.
Partai Pilihan Rakyat
40.517
0,04%
0
0,00%
20.
Partai Rakyat Indonesia
54.790
0,05%
0
0,00%
21.
Partai Politik Islam Indonesia Masyumi
456.718
0,43%
1
0,22%
22.
Partai Bulan Bintang
2.049.708
1,94%
13
2,81%
23.
Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia
61.105
0,06%
0
0,00%
24.
Partai Keadilan
1.436.565
1,36%
7
1,51%
25.
Partai Nahdlatul Ummat
679.179
0,64%
5
1,08%
26.
Partai Nasional Indonesia - Front Marhaenis
365.176
0,35%
1
0,22%
27.
Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
328.654
0,31%
1
0,22%
28.
Partai Republik
328.564
0,31%
0
0,00%
29.
Partai Islam Demokrat
62.901
0,06%
0
0,00%
30.
Partai Nasional Indonesia - Massa Marhaen
345.629
0,33%
1
0,22%
31.
Partai Musyawarah Rakyat Banyak
62.006
0,06%
0
0,00%
32.
Partai Demokrasi Indonesia
345.720
0,33%
2
0,43%
33.
Partai Golongan Karya
23.741.749
22,44%
120
25,97%
34.
Partai Persatuan
655.052
0,62%
1
0,22%
35.
Partai Kebangkitan Bangsa
13.336.982
12,61%
51
11,03%
36.
Partai Uni Demokrasi Indonesia
140.980
0,13%
0
0,00%
37.
Partai Buruh Nasional
140.980
0,13%
0
0,00%
38.
Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong
204.204
0,19%
0
0,00%
39.
Partai Daulat Rakyat
427.854
0,40%
2
0,43%
40.
Partai Cinta Damai
168.087
0,16%
0
0,00%
41.
Partai Keadilan dan Persatuan
1.065.686
1,01%
4
0,87%
42.
Partai Solidaritas Pekerja
49.807
0,05%
0
0,00%
43.
Partai Nasional Bangsa Indonesia
149.136
0,14%
0
0,00%
44.
Partai Bhinneka Tunggal Ika Indonesia
364.291
0,34%
1
0,22%
45.
Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia
180.167
0,17%
0
0,00%
46.
Partai Nasional Demokrat
96.984
0,09%
0
0,00%
47.
Partai Ummat Muslimin Indonesia
49.839
0,05%
0
0,00%
48.
Partai Pekerja Indonesia
63.934
0,06%
0
0,00%
Jumlah
105.786.661
100,00%
462
100,00%
Pemilu 2004
Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2004 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 5 April 2004 untuk memilih 550 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 128 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2004-2009.
Hasil akhir pemilu menunjukan bahwa Golkar mendapat suara terbanyak. Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dua partai terbaru dalam pemilu ini, mendapat 7,45% dan 7,34% suara.
Pemilihan umum 2004 dinyatakan sebagai pemilu paling rumit dalam sejarah demokrasi.

No
No.
Partai
Jumlah Suara
Persentase
Jumlah Kursi
Persentase
1.
Partai Golongan Karya
24.480.757
21,58%
128
23,27%
2.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
21.026.629
18,53%
109
19,82%
3.
Partai Kebangkitan Bangsa
11.989.564
10,57%
52
9,45%
4.
Partai Persatuan Pembangunan
9.248.764
8,15%
58
10,55%
5.
Partai Demokrat
8.455.225
7,45%
55*
10,00%
6.
Partai Keadilan Sejahtera
8.325.020
7,34%
45
8,18%
7.
Partai Amanat Nasional
7.303.324
6,44%
53*
9,64%
8.
Partai Bulan Bintang
2.970.487
2,62%
11
2,00%
9.
Partai Bintang Reformasi
2.764.998
2,44%
14*
2,55%
10.
Partai Damai Sejahtera
2.414.254
2,13%
13*
2,36%
11.
Partai Karya Peduli Bangsa
2.399.290
2,11%
2
0,36%
12.
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
1.424.240
1,26%
1
0,18%
13.
Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan
1.313.654
1,16%
4*
0,73%
14.
Partai Nasional Banteng Kemerdekaan
1.230.455
1,08%
0*
0,00%
15.
Partai Patriot Pancasila
1.073.139
0,95%
0
0,00%
16.
Partai Nasional Indonesia Marhaenisme
923.159
0,81%
1
0,18%
17.
Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia
895.610
0,79%
0
0,00%
18.
Partai Pelopor
878.932
0,77%
3*
0,55%
19.
Partai Penegak Demokrasi Indonesia
855.811
0,75%
1
0,18%
20.
Partai Merdeka
842.541
0,74%
0
0,00%
21.
Partai Sarikat Indonesia
679.296
0,60%
0
0,00%
22.
Partai Perhimpunan Indonesia Baru
672.952
0,59%
0
0,00%
23.
Partai Persatuan Daerah
657.916
0,58%
0
0,00%
24.
Partai Buruh Sosial Demokrat
636.397
0,56%
0
0,00%
Jumlah
113.462.414
100,00%
550
100,00%
Pemilu 2009
Pemilihan umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2009 (biasa disingkat Pemilu Legislatif 2009 atau Pileg 2009) diselenggarakan untuk memilih 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 132 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2009-2014. Pemungutan suara diselenggarakan secara serentak di hampir seluruh wilayah Indonesia pada tanggal 9 April 2009 (sebelumnya dijadwalkan berlangsung pada 5 April, namun kemudian diundur).

38 partai memenuhi kriteria untuk ikut serta dalam pemilu 2009. Partai Demokrat memenangkan suara terbanyak, diikuti dengan Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

No
No.
Partai
Jumlah suara
Persentase suara
Jumlah kursi
Persentase kursi
1
Partai Hati Nurani Rakyat
3.922.870
3,77%
18
3,21%
2
Partai Karya Peduli Bangsa
1.461.182
1,40%
0
0,00%
3
Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia
745.625
0,72%
0
0,00%
4
Partai Peduli Rakyat Nasional
1.260.794
1,21%
0
0,00%
5
Partai Gerakan Indonesia Raya
4.646.406
4,46%
26
4,64%
6
Partai Barisan Nasional
761.086
0,73%
0
0,00%
7
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
934.892
0,90%
0
0,00%
8
Partai Keadilan Sejahtera
8.206.955
7,88%
57
10,18%
9
Partai Amanat Nasional
6.254.580
6,01%
43
7,68%
10
Partai Perjuangan Indonesia Baru
197.371
0,19%
0
0,00%
11
Partai Kedaulatan
437.121
0,42%
0
0,00%
12
Partai Persatuan Daerah
550.581
0,53%
0
0,00%
13
Partai Kebangkitan Bangsa
5.146.122
4,94%
27
4,82%
14
Partai Pemuda Indonesia
414.043
0,40%
0
0,00%
15
Partai Nasional Indonesia Marhaenisme
316.752
0,30%
0
0,00%
16
Partai Demokrasi Pembaruan
896.660
0,86%
0
0,00%
17
Partai Karya Perjuangan
351.440
0,34%
0
0,00%
18
Partai Matahari Bangsa
414.750
0,40%
0
0,00%
19
Partai Penegak Demokrasi Indonesia
137.727
0,13%
0
0,00%
20
Partai Demokrasi Kebangsaan
671.244
0,64%
0
0,00%
21
Partai Republika Nusantara
630.780
0,61%
0
0,00%
22
Partai Pelopor
342.914
0,33%
0
0,00%
23
Partai Golongan Karya
15.037.757
14,45%
107
19,11%
24
Partai Persatuan Pembangunan
5.533.214
5,32%
37
6,61%
25
Partai Damai Sejahtera
1.541.592
1,48%
0
0,00%
26
Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia
468.696
0,45%
0
0,00%
27
Partai Bulan Bintang
1.864.752
1,79%
0
0,00%
28
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
14.600.091
14,03%
95
16,96%
29
Partai Bintang Reformasi
1.264.333
1,21%
0
0,00%
30
Partai Patriot
547.351
0,53%
0
0,00%
31
Partai Demokrat
21.703.137
20,85%
150
26,79%
32
Partai Kasih Demokrasi Indonesia
324.553
0,31%
0
0,00%
33
Partai Indonesia Sejahtera
320.665
0,31%
0
0,00%
34
Partai Kebangkitan Nasional Ulama
1.527.593
1,47%
0
0,00%
41
Partai Merdeka
111.623
0,11%
0
0,00%
42
Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia
146.779
0,14%
0
0,00%
43
Partai Sarikat Indonesia
140.551
0,14%
0
0,00%
44
Partai Buruh
265.203
0,25%
0
0,00%
Jumlah
104.099.785
100,00%
560
100,00%
Pemilu 2014
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2014 (biasa disingkat Pemilu Legislatif 2014) diselenggarakan pada 9 April 2014 untuk memilih 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 132 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2014-2019.

Pemilihan ini dilaksanakan pada tanggal 9 April 2014 serentak di seluruh wilayah Indonesia. Namun untuk warga negara Indonesia di luar negeri, hari pemilihan ditetapkan oleh panitia pemilihan setempat di masing-masing negara domisili pemilih sebelum tanggal 9 April 2014. Pemilihan di luar negeri hanya terbatas untuk anggota DPR di daerah pemilihan DKI Jakarta II, dan tidak ada pemilihan anggota perwakilan daerah.


No
No.
Partai
Jumlah suara
Persentase suara
Jumlah kursi
Persentase kursi
1
Partai NasDem
8.402.812
6,72
35
6,3
2
Partai Kebangkitan Bangsa
11.298.957
9,04
47
8,4
3
Partai Keadilan Sejahtera
8.480.204
6,79
40
7,1
4
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
23.681.471
18,95
109
19,5
5
Partai Golongan Karya
18.432.312
14,75
91
16,3
6
Partai Gerakan Indonesia Raya
14.760.371
11,81
73
13,0
7
Partai Demokrat
12.728.913
10,19
61
10,9
8
Partai Amanat Nasional
9.481.621
7,59
49
8,8
9
Partai Persatuan Pembangunan
8.157.488
6,53
39
7,0
10
Partai Hati Nurani Rakyat
6.579.498
5,26
16
2,9
14
Partai Bulan Bintang
1.825.750
1,46
0
0
15
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
1.143.094
0,91
0
0
Jumlah
124.972.491
100,00%
560
100,00%

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 20:49:00

MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MELALUI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA GURU DAN PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI

Amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu (Pasal 5 Ayat 1), bahkan setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar (Pasal 6 Ayat 1). Dalam pelaksanaannya, pendidikan akan berhasil dan berjalan efektif jika pengelolaan sumber daya manusia khususnya guru mendapatkan perhatian khusus dan signifikan.

Dalam pengertian umum, kualitas/mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa; baik yang tangible maupun yang intangible. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam "proses pendidikan" yang bermutu terlihat berbagai input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana, sumber daya lainnya dan penciptaan suasana yang kondusif.

Kualitas dalam konteks "hasil pendidikan" mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir semester, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan {student achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis (ujian blok dan ujian nasional). Dapat pula prestasi di bidang non akademis seperti prestasi dalam cabang olah raga, kesenian atau bidang lain. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi abstrak {intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dan sebagainya.

Proses pencapaian mutu pendidikan tidak lepas dari sosok dan peran guru sebagai pelaku utama, disamping lingkungan sekolah dan kebijakan pemerintah terhadap pendidikan. Guru memiliki peran yang sangat penting dalam proses memajukan pendidikan di Indonesia sehingga kualitas guru harus ditingkatkan dan dikembangkan mutunya sesuai dengan kompetensi yang telah diatur dalam undang-undang.

Pengembangan sumber daya guru, apabila mengacu pada undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen yang tercantum di pasal 10, tentang kopetensi guru meliputi kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi social dan kopetensi professional.

Kompetensi pedagogik artinya bahwa guru yang ideal adalah memiliki pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, memiliki pemahaman terhadap peserta didik, dapat melakukan pengembangan kurikulum/silabus, dapat membuat rancangan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, memanfaatkan teknologi pembelajaran, melakukan evaluasi hasil belajar, serta dapat mengembangkan peserta didik dalam mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.

Kompetensi kepribadian adalah guru harus memiliki sikap-sikap mantap, berakhlak mulia, arif dan bijaksana, berwibawa, stabil, dewasa, jujur, mampu menjadi teladan bagi peserta dan masyarakat, mampu secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri dan mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.

Kompetensi sosial artinya bahwa guru harus mampu berkomunikasi secara lisan, tulisan dan isyarat, mampu menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional, mampu bergaul dengan seluruh komponen, bergaul secara santun sesuai dengan norma yang ada di masyarakat, serta menerapkan prinsip-prinsip persaudaraan sejati dan semangat keberamaan.

Kompetensi profesional adalah kemampuan guru dalam penguasaan mated secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran yang diampu, menguasai konsep-konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran yang diampu.

Mengingat efektivitas pembelajaran sangat berpengaruh terhadap peningkatan mutu pendidikan sebab pendidikan merupakan proses pembinaan individu yang sedang mengalami pertumbuhan ke dalam lingkup masyarakat. Dalam kegiatan pendidikan terjadi pembinaan terhadap perkembangan potensi peserta didik untuk memenuhi kelangsungan hidupnya secara pribadi dan kesejahteraan kolektif di masyarakat. Sebagai usaha sadar, pendidikan diarahkan untuk menyiapkan peserta didik melalui bimbingan, pengajaran dan latihan dalam rangka mengisi peranan tertentu di masyarakat pada masa yang akan dating. Pengaruh guru yang sangat besar terhadap perkembangan peserta didik tersebut maka guru dituntut untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara maksimal. Sehingga ada pengamh antara peningkatan efektivitas pembelajaran dengan peningkatan sumber daya manusia.

Pada lingkup Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi standar isi; standar proses; standar kompetensi lulusan; standar pendidik dan tenaga kependidikan; standar sarana dan prasarana; standar pengelolaan; standar pembiayaan; dan standar penilaian pendidikan, menandakan bahwa standar pendidik dalam hal ini guru sangat di hamskan oleh pemerintah dalam menciptakan pendidikan yang lebih maju untuk proses belajar mengajar. Oleh sebab itu guru hams memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai dengan bidang keahlian keilmuannya sehingga memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Namun demikian pada kenyataan yang ada di lapangan, masih banyak dijumpai guru yang mengajar di luar bidang keahliannya yang secara teknis (mismatch), antara lain sebagai contoh ekstrim guru sejarah mengajar matematika dan IPA.

Guru mempakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang utama dalam penyelenggaraan pendidikan, mempakan orang yang bekerja dalam suatu lembaga pendidikan. Sumber Daya Manusia mempakan aset yang paling berharga karena tanpa manusia maka sumber daya pendidikan dan kependidikan tidak akan dapat mencapai tujuan pendidikan sebagai mana mestinya. Sebagai sumber daya manusia yang mempunyai potensi individu, guru hams mengembangkan diri dalam fungsinya sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam lembaga pendidikan yang senantiasa bembah dengan cepat, sejalan dengan terjadinya globalisasi. Dalam atmosfir seperti ini, sekolah dituntut untuk melakukan pengembangan sumber daya guru secara optimal.

Mengingat permasalahan daya saing dalam dunia pendidikan yang semakin terbuka,, maka tantangan yang dihadapi dunia pendidikan tidak ringan. Tanpa dibekali kemampuan dan keunggulan daya saing yang tinggi niscaya pendidikan Indonesia tidak akan mampu menciptakan lulusan yang kompeten di bidangnya. Oleh karena itu, upaya meningkatkan daya saing dan membangun keunggulan kompetitif pendidikan Indonesia tidak dapat ditunda-tunda lagi dan sudah selayaknya menjadi perhatian berbagai kalangan, bukan saja bagi para pelaku pendidikan itu sendiri tetapi juga bagi aparat birokrasi, berbagai organisasi dan anggota masyarakat yang merupakan lingkungan yang berkepentingan dengan dunia pendidikan.

Realitas globalisasi yang demikian membawa sejumlah implikasi bagi pengembangan SDM di Indonesia. Salah satu tuntutan globalisasi adalah daya saing pendidikan. Daya saing tersebut akan terwujud bila didukung oleh sumber daya guru yang handal.

Pendidikan merupakan kegiatan yang kompleks, dan meliputi berbagai komponen yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Untuk memperoleh pendidikan berkualitas dan mampu berperan aktif dalam menjalankan misinya untuk mendidik dan melatih sumber daya manusia, maka setiap komponen yang ada harus mampu bersinergi dan membentuk keselarasan dalam menjalankan peran dan fungsinya secara optimal. Ketimpangan salah satu dari komponen penyangga akan berakibat kurang harmonisnya operasional pendidikan yang dilakukan.

Pengelolaan pendidikan dapat dibedakan secara mikro maupun secara makro. Secara mikro pendidikan lebih berkaitan antara kegiatan yang dilakukan guru dan siswa. Sedangkan secara makro, pendidikan menjangkau beberapa elemen yang sangat luas yang salah satunya adalah pemerintah sebagai regulator, masyarakat dan siswa beserta guru dan didukung oleh berbagai perangkat pendukung lainnya.

Cukup banyak faktor yang terlibat dalam organisasi atau lembaga untuk pengelolaan pendidikan, beberapa lembaga yang cukup berperan adalah departemen pendidikan nasional sebagai wadah umum dalam penyelenggaraan pendidikan, yang selanjutnya diteruskan dan dibantu oleh lembaga yang lebih operasional seperti dinas maupun seksi-seksi pendidikan yang ditempatkan pada wilayah dan kota-kota tertentu. Lembaga tersebut memiliki peran dan fungsi yang berbeda satu dan lainnya, namun secara umum dimaksudkan untuk memberikan pelayanan pendidikan yang optimal bagi masyarakat agar mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas.

Untuk mendapat sumber daya manusia yang berkualitas tinggi tersebut, hanya ada satu jalan pemecahan yang harus ditempuh, yakni melalui pendidikan dan pelatihan yang akan meningkatkan kemauan, kemampuan dan kesempatan bagi seseorang untuk berperan dalam kehidupannya, baik secara individu maupun bermasyarakat. Disamping sumber daya guru yang kompeten, media pembelajaran yang tepat di gunakan dalam proses pembelajaran akan turut menentukan keberhasilan pembelajaran yang efektif. Teknologi informasi adalah salah satu media pembelajaran yang dirasa efektif dan efisien dalam proses pembelajaran yang berkembang pada saat ini. Dengan informasi dan teknologi yang berkembang saat ini, sehingga mampu menjawab berbagai tantangan dan kegiatan pembelajaran pun akan berjalan sesuai dengan target yang sudah ditentukan. Sehingga peran guru bukan sebagai central dalam kegiatan pembelajaran melainkan guru bisa sejajar dengan peserta didik dan menjadi mitra dalam kegiatan proses belajar mengajar.

B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat diidentifikasi masalah yang berkenaan dengan efekti vitas pembelajaran di SMPN (RSSN) di wilayah X, yaitu :
1. Kepemimpinan kepala sekolah
2. Pengembangan sumber daya guru
3. Sarana dan prasarana
4. Hubungan dengan dewan komite
5. Pembiayaan
6. Kurikulum/perangkat pembelajaran
7. Media pembelajaran yang relevan

C. BATASAN MASALAH.
Dari ke (7) masalah yang di identifikasi. Peneliti hanya membatasi pada pengembangan sumber daya guru dan penerapan teknologi informasi sebagai media pembelajaran untuk menunjang Pembelajaran yang efektif. Dikatakan efektif apabila dalam proses pembelajaran setiap elemen berfungsi secara keseluruhan, peserta didik merasa senang, puas dengan hasil pembelajaran, membawa kesan, sarana/fasilitas memadai, mated dan metode yang tepat dan guru yang professional (Udin S. Saud, 2005 :24).
Hal ini didasari oleh sudah berjalan nya penggunaan media teknologi informasi di SMPN (RSSN) di wilayah X. Disamping itu pelatihan yang berkenaan dengan penggunaan media teknologi informasi di kalangan guru pun sudah berjalan, Untuk melihat bagaimana efektivitas pembelajaran yang dipengamhi oleh pengembangan sumber daya guru SMP dan pelatihan penerapan teknologi informasi, maka perlu adanya studi tentang pengembangan sumber daya guru sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran yang akan berimplikasi terhadap mutu pendidikan.

D. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pembatasan masalah, maka masalah dapat dijabarkan ke dalam mmusan-mmusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran pengembangan sumber daya guru yang dilakukan di SMPN sebagai rintisan sekolah standar nasional di wilayah X?
2. Bagaimana gambaran penerapan teknologi informasi di SMPN sebagai rintisan sekolah standar nasional di wilayah X?
3. Bagaiman gambaran efektivitas pembelajaran di SMPN sebagai rintisan sekolah standar nasional di wilayah X?
4. Seberapa besar kontribusi pengembangan sumber daya guru terhadap efektivitas pembelajaran di SMPN sebagai rintisan sekolah standar nasional di wilayah X?
5. Seberapa besar kontribusi penerapan teknologi informasi terhadap efektivitas pembelajaran di SMPN sebagai rintisan sekolah standar nasional di wilayah X?
6. Seberapa besar kontribusi pengembangan sumber daya guru dan penerapan teknologi informasi terhadap efektivitas pembelajaran secara bersama-sama di SMPN sebagai rintisan sekolah standar nasional di wilayah X?

D. TUJUAN PENELITIAN
Sejalan dengan perumusan masalah di atas, secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi pengembangan sumber daya guru dan penerapan teknologi informasi dalam menunjang efektivitas pembelajaran di SMPN RSSN se wilayah X Kabupaten X Jawa Barat. Untuk mencapai tujuan umum tersebut dapat dirinci dalam tujuan khusus sebagai berikut.
1. Mengetahui dan menganalisis gambaran pengembangan sumber daya guru yang dilakukan di SMPN sebagai rintisan sekolah standar nasional di wilayah X?
2. Mengetahui dan menganalisis gambaran penerapan teknologi informasi di SMPN sebagai rintisan sekolah standar nasional di wilayah X?
3. Mengetahui dan menganalisis gambaran efektivitas pembelajaran di SMPN sebagai rintisan sekolah standar nasional di wilayah X?
4. Mengetahui dan menganalisis kontribusi pengembangan sumber daya guru terhadap efektivitas pembelajaran di SMPN sebagai rintisan sekolah standar nasional di wilayah X?
5. Mengetahui dan menganalisis kontribusi penerapan teknologi informasi terhadap efektivitas pembelajaran di SMPN sebagai rintisan sekolah standar nasional di wilayah X?
6. Mengetahui dan menganalisis kontribusi pengembangan sumber daya guru dan penerapan teknologi informasi terhadap efektivitas pembelajaran di SMPN sebagai rintisan sekolah standar nasional di wilayah X?

E. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat penelitian ini baik secara teoritis maupun secara praktis yang dapat diambil hikmahnya adalah sebagai berikut.
1. Manfaat Secara Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengembangkan wawasan tentang ilmu administrasi pendidikan baik pada tingkatan makro dalam administasi pendidikan di lembaga birokrasi pendidikan, maupun pada tingkatan mikro dalam administrasi pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. Khususnya pada tingkat sekolah, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menemukan model-model baru dalam kegiatan pembelajaran di sekolah dan untuk meningkakan mutu pembelajaran. Selain itu hasil penelitian ini dapat menemukan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kerjasama antara guru dan peserta didik dalam meningkatkan efektivitas pembelajaran.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan masukan kepada pihak sekolah, khususnya kepala sekolah dan guru agar dapat dan mau melaksanakan segala upaya yang berhubungan dengan peningkatan efektivitas pembelajaran dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.
b. Memberikan masukkan kepada Pemerintah Daerah khususnya Dinas Pendidikan Kabupaten X sebagai Pemerintah Daerah Otonom yang memiliki tanggun jawab lebih besar dalam memajukan lembaga pendidikan dalam semangat desentralisasi pendidikan yang harus melibatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Secara praktis, bagi pemerintah penelitian ini dapat menjadi umpan balik (feedback) yang diharapkan dapat memberikan gambaran sekaligus evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran di Kabupaten X.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 20:42:00

PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF SEDERHANA

PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF SEDERHANA

A. Latar Belakang
Semua kegiatan dalam masyarakat tidak terlepas dari bahasa. Semua orang menyadari bahwa interaksi sesama manusia memerlukan bahasa untuk berkomunikasi. Dengan bahasa, manusia dapat berekspresi, menyampaikan pesan, ide, gagasan, atau pendapat. Tidak berlebihan apabila kita mengatakan bahwa bagian dari kehidupan. 

Dalam kehidupan berbahasa kita mengenal empat kemampuan berbahasa, yakni : menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan tersebut merupakan satu kesatuan yang saling menunjang. Dalam hal ini seorang ahli mengemukakan : "Setiap keterampilan itu erat sekali hubungannya dengan ketiga keterampilan lainnya dengan cara yang beraneka ragam. Dalam memperoleh keterampilan berbahasa biasanya kita melalui hubungan urutan teratur mula-mula pada waktu kecil kita belajar menyimak bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu kita belajar membaca dan menulis. Menyimak dan berbicara kita pelajari sebelum masuk sekolah. Keempat keterampilan itu pada dasarnya merupakan satu kesatuan, merupakan catur tunggal" (Tarigan, 1985 : 1). 

Setiap keterampilan berbahasa erat pula hubungannya dengan proses-proses yang mendasari bahasa. Bahasa mencerminkan pikiran seseorang. Semakin terampil berbahasa akan semakin cerah dan jelas jalan pikirannya. Untuk memperoleh keterampilan itu, kita perlu memperbanyak latihan, karena hanya melalui latihan, keterampilan itu dapat dimiliki. Melatih keterampilan berbahasa sama dengan melatih keterampilan berfikir. 

Dalam memperoleh keterampilan berbahasa, kita biasanya melalui suatu hubungan tahapan yang teratur pada masa pra sekolah biasanya anak sudah mulai belajar menyimak dan berbicara, sesudah memasuki usia sekolah barulah anak belajar membaca dan menulis (Tarigan, 1981 : 1). 

Bahasa tulis memiliki kelebihan terutama untuk hal-hal yang bersifat ilmiah. Pembuatan makalah, skripsi, dan karya ilmiah lainnya tidak akan terlepas dari penggunaan bahasa tulis. Untuk itu, keterampilan menulis sering dijadikan objek penelitian. Hal ini tidak berarti mengabaikan keterampilan berbahasa yang lainnya. Melalui tulisan dapat diperoleh gambaran keleluasaan wawasan dan kemampuan seseorang dalam disiplin ilmu tertentu, baik dalam bidang ilmu bahasa maupun ilmu lainnya. 

Mengingat pentingnya keterampilan menulis dalam kehidupan masyarakat, maka tidak heran jika pakar-pakar bahasa melalui kurikulum yang mereka susun menggiring siswa agar menguasai bidang tersebut. Hal ini terlihat dalam rumusan tujuan pengajaran Bahasa Indonesia yang berhubungan dengan pengajaran menulis, yakni siswa memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang dapat digunakan untuk menulis. Tujuan ini dijabarkan untuk setiap jenjang pendidikan. Jelaslah bahwa dalam tujuan tersebut diharapkan siswa dapat menyampaikan ide atau pesan secara tertulis melalui tulisan. 

Kemampuan keterampilan menulis untuk kelas III Sekolah Dasar, seperti tuntutan kurikulum; tidak hanya mereka terampil membuat kalimat yang runtut dan mudah dipahami tapi siswa kelas III SD juga dituntut dapat menyusun beberapa kalimat sehingga membentuk satu paragraf. 

Meskipun berbagai teori menulis diajarkan disetiap jenjang pendidikan, pada umumnya siswa belum mampu menulis dengan baik sesuai jenjang, terutama dalam menulis paragraf. Ini semua penulis temukan di lapangan ketika mengajar di kelas III SDN X. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian, dimana dalam observasi awal menunjukkan keterampilan menulis paragraf sederhana di kelas III SDN X masih sangat kurang dan belum memuaskan dengan rata-rata nilai dibawah nilai ketuntasan yang ditetapkan yaitu 65. 

Dalam hal ini, peran guru sangat penting. Seorang guru bukan hanya harus menguasai materi ajar tetapi juga harus memilki dan menguasai teknik-teknik pembelajaran, sehingga pembelajaran dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Untuk menciptakan proses pembelajaran yang baik, seorang guru harus memperhatikan karakteristik anak dan berbagai teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli, serta penggunaan alat peraga yang sesuai dengan materi ajar sehingga dapat tercipta proses pembelajaran yang tepat, efektif, dan efisien. Menurut Wijaya dan Rusyan (1994 : 37) "media berperan sebagai perangsang belajar dan dapat menumbuhkan motivasi belajar sehingga siswa tidak menjadi bosan dalam meraihtujuan-tujuan belajar". 

Berdasarkan uraian diatas, penulis mencoba memperbaiki pembelajaran dengan menggunakan media gambar untuk meningkatkan kemampuan menulis paragraf sederhana di kelas III SDN X, Kabupaten X.

B. Rumusan Masalah
Untuk lebih memfokuskan kajian studi ini, permasalahan penelitian yang akan diungkapkan melalui studi ini, maka permasalahan tersebut dijabarkan dengan pertanyaan penelitian diarahkan pada aspek-aspek sebagai berikut :
1. Bagaimana aktivitas siswa dalam pembelajaran menulis paragraf sederhana melalui media gambar pada siswa kelas III SDN X?
2. Bagaimanakah hasil belajar siswa dalam menulis paragraf sederhana setelah menggunakan media gambar pada siswa kelas III SDN X?

C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan latar belakang masalah dan uji literatur yang telah ditemukan maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah Penggunaan Media Gambar Untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Paragraf Sederhana di Kelas III SDN X, Kabupaten X.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan dan fokus studi, peneliti merumuskan tujuan penelitian sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui aktivitas pembelajaran menulis paragraf sederhana melalui media gambar pada siswa kelas III SDN X
2. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dalam menulis paragraf sederhana dengan menggunakan media gambar pada siswa kelas III SDN X
2. Manfaat Penelitian
Adapun penelitian ini dapat memberikan manfaat secara :
1. Teoritis, untuk mengkaji ilmu pendidikan khususnya mengenai media pembelajaran efektif yang dapat digunakan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya menulis paragraf yang dapat meningkatkan mutu pendidikan.
2. Praktis, bermanfaat bagi :
a. Guru
Penelitian ini dapat memberikan informasi dan menambah wawasan serta sebagai bahan masukan guru dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia pada pembelajaran menulis paragraf sederhana dapat menggunakan media gambar.
b. Sekolah
Dengan hasil penelitian ini diharapkan SDN X, Kabupaten X dapat lebih meningkatkan pemberdayaan alat peraga yang menarik agar prestasi belajar siswa lebih baik dan perlu dicoba untuk diterapkan pada pembelajaran Bahasa Indonesia dan pelajaran lain.
c. Siswa
Penelitian ini dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggali pengetahuan, meningkatkan kreatifitas serta melatih keterampilan menulis paragraf dengan menggunakan alat peraga berupa gambar.

E. Penjelasan Istilah
Agar mudah memahami istilah yang digunakan serta tidak menimbulkan pemahaman yang berbeda. Penulis akan menjelaskan istilah yang digunakan sebagai berikut :
1. Media gambar adalah media yang mengkombinasikan pengungkapan kata-kata dengan gambar-gambar.
2. Meningkatkan adalah proses upaya-upaya kegiatan yang dilakukan supaya terjadi suatu perubahan ke arah yang lebih baik dan atau bertambahnya sesuatu perubahan dari segi jumlah/kuantitas.
3. Menulis dalam penelitian ini adalah menulis paragraf sederhana adalah proses belajar mengajar dengan materi pembelajaran berupa menulis paragraf sederhana.
4. Kemampuan menulis adalam keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain.
5. Paragraf sederhana adalah deretan dua kalimat atau lebih yang memiliki satu ide pokok atau gagasan pokok, diikuti beberapa kalimat penjelas.

F. Metode Penelitian
Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (classroom action research) yang diadaptasi dari model Kemmis dan Taggart, 1998. Penelitian Tindakan Kelas yaitu penelitian yang diarahkan pada pemecahan masalah atau perbaikan. guru-guru mengadakan pemecahan masalah terhadap masalah-masalah yang dihadapi dalam kelas. Penelitian tindakan kelas difokuskan kepada perbaikan proses maupun peningkatan hasil kegiatan pembelajaran.
Penelitian tindakan kelas mengacu pada apa yang dilakukan guru di dalam kelas untuk melihat kembali, mengkaji secara seksama dan menyempurnakan kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan serta memperbaiki proses pembelajaran yang kurang atau diarasakan kekurangan agar menjadi lebih berhasil atau lebih efektif, efisien dan menarik. Tujuan dari penelitian tindakan kelas adalah (a) meningkatkan kualitas praktik belajar di Sekolah Dasar, (b) relevansi pendidikan, (c) mutu hasil pendidikan, dan (d) efisiensi pengolahan pendidikan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 20:41:00

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, PSIKOPEDAGOGIS, TEORITIS, DAN YURIDIS PADA KURIKULUM 2013

A. Landasan Filosofis

Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum menentukan kualitas peserta didik yang akan dicapai kurikulum, sumber dan isi dari kurikulum, proses pembelajaran, posisi peserta didik, penilaian hasil belajar, hubungan peserta didik dengan masyarakat dan lingkungan alam di sekitarnya.

Kurikulum 2013 dikembangkan dengan landasan filosofis yang memberikan dasar bagi pengembangan seluruh potensi peserta didik menjadi manusia Indonesia berkualitas yang tercantum dalam tujuan pendidikan nasional.

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, PSIKOPEDAGOGIS, TEORITIS, DAN YURIDIS PADA KERANGKA DASAR KURIKULUM 2013

Pada dasarnya tidak ada satupun filosofi pendidikan yang dapat digunakan secara spesifik untuk pengembangan kurikulum yang dapat menghasilkan manusia yang berkualitas. Berdasarkan hal tersebut, Kurikulum 2013 dikembangkan menggunakan filosofi sebagai berikut :

1.   Pendidikan berakar pada budaya bangsa untuk membangun kehidupan bangsa masa kini dan masa mendatang. Pandangan ini menjadikan Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan budaya bangsa Indonesia yang beragam, diarahkan untuk membangun kehidupan masa kini, dan untuk membangun dasar bagi kehidupan bangsa yang lebih baik di masa depan. Mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan masa depan selalu menjadi kepedulian kurikulum, hal ini mengandung makna bahwa kurikulum adalah rancangan pendidikan untuk mempersiapkan kehidupan generasi muda bangsa.

Dengan demikian, tugas mempersiapkan generasi muda bangsa menjadi tugas utama suatu kurikulum. Untuk mempersiapkan kehidupan masa kini dan masa depan peserta didik, Kurikulum 2013 mengembangkan pengalaman belajar yang memberikan kesempatan luas bagi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diperlukan bagi kehidupan di masa kini dan masa depan, dan pada waktu bersamaan tetap mengembangkan kemampuan mereka sebagai pewaris budaya bangsa dan orang yang peduli terhadap permasalahan masyarakat dan bangsa masa kini.

2.   Peserta didik adalah pewaris budaya bangsa yang kreatif. Menurut pandangan filosofi ini, prestasi bangsa di berbagai bidang kehidupan di masa lampau adalah sesuatu yang harus termuat dalam isi kurikulum untuk dipelajari peserta didik. Proses pendidikan adalah suatu proses yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi kemampuan berpikir rasional dan kecemerlangan akademik dengan memberikan makna terhadap apa yang dilihat, didengar, dibaca, dipelajari dari warisan budaya berdasarkan makna yang ditentukan oleh lensa budayanya dan sesuai dengan tingkat kematangan psikologis serta kematangan fisik peserta didik.

Selain mengembangkan kemampuan berpikir rasional dan cemerlang dalam akademik, Kurikulum 2013 memposisikan keunggulan budaya tersebut dipelajari untuk menimbulkan rasa bangga, diaplikasikan dan dimanifestasikan dalam kehidupan pribadi, dalam interaksi sosial di masyarakat sekitarnya, dan dalam kehidupan berbangsa masa kini.

3.   Pendidikan ditujukan untuk mengembangkan kecerdasan intelektual dan kecemerlangan akademik melalui pendidikan disiplin ilmu. Filosofi ini menentukan bahwa isi kurikulum adalah disiplin ilmu dan pembelajaran adalah pembelajaran disiplin ilmu (essentialism). Filosofi ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kecemerlangan akademik.

4.   Pendidikan untuk membangun kehidupan masa kini dan masa depan yang lebih baik dari masa lalu dengan berbagai kemampuan intelektual, kemampuan berkomunikasi, sikap sosial, kepedulian, dan berpartisipasi untuk membangun kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik (experimentalism and social reconstructivism). Dengan filosofi ini, Kurikulum 2013 bermaksud untuk mengembangkan potensi peserta didik menjadi kemampuan dalam berpikir reflektif bagi penyelesaian masalah sosial di masyarakat, dan untuk membangun kehidupan masyarakat demokratis yang lebih baik.

Dengan demikian, Kurikulum 2013 menggunakan filosofi sebagaimana di atas dalam mengembangkan kehidupan individu peserta didik dalam beragama, seni, kreativitas, berkomunikasi, nilai dan berbagai dimensi inteligensi yang sesuai dengan diri seorang peserta didik dan diperlukan masyarakat, bangsa dan umat manusia.

B. Landasan Sosiologis

Kurikulum 2013 dikembangkan atas dasar adanya kebutuhan akan perubahan rancangan dan proses pendidikan dalam rangka memenuhi dinamika kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara, sebagaimana termaktub dalam tujuan pendidikan nasional. Dewasa ini perkembangan pendidikan di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

Perubahan ini dimungkinkan karena berkembangnya tuntutan baru dalam masyarakat, dunia kerja, dan dunia ilmu pengetahuan yang berimplikasi pada tuntutan perubahan kurikulum secara terus menerus. Hal itu dimaksudkan agar pendidikan selalu dapat menjawab tuntutan perubahan sesuai dengan jamannya. Dengan demikian keluaran pendidikan akan mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam upaya membangun masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society).

C. Landasan Psikopedagogis

Kurikulum 2013 dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan perwujudan konsepsi pendidikan yang bersumbu pada perkembangan peserta didik beserta konteks kehidupannya sebagaimana dimaknai dalam konsepsi pedagogik transformatif. Konsepsi ini menuntut bahwa kurikulum harus didudukkan sebagai wahana pendewasaan peserta didik sesuai dengan perkembangan psikologisnya dan mendapatkan perlakuan pedagogis sesuai dengan konteks lingkungan dan jamannya. Kebutuhan ini terutama menjadi prioritas dalam merancang kurikulum untuk jenjang pendidikan dasar khususnya SD.

Oleh karena itu pendidikan di SD yang selama ini sangat menonjolkan kurikulum dan pembelajaran berbasis mata pelajaran, perlu dikembangkan menjadi kurikulum yang bersifat tematik-terpadu. Konsep kurikulum tematik-terpadu mencerminkan pertimbangan psikopedagogis anak usia sekolah yang sangat memerlukan penanganan kurikuler yang sesuai dengan perkembangannya.

D. Landasan Teoritis

Kurikulum 2013 dikembangkan atas teori “pendidikan berdasarkan standar” (standard-based education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum). Pendidikan berdasarkan standar menetapkan adanya standar nasional sebagai kualitas minimal warganegara yang dirinci menjadi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Kurikulum berbasis kompetensi dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta didik dalam mengembangkan kemampuan untuk bersikap, berpengetahuan, berketerampilan, dan bertindak.

Kurikulum 2013 menganut: (1) pembelajaan yang dilakukan guru (taught curriculum) dalam bentuk proses yang dikembangkan berupa kegiatan pembelajaran di sekolah, kelas, dan masyarakat; dan (2) pengalaman belajar langsung peserta didik (learned-curriculum) sesuai dengan latar belakang, karakteristik, dan kemampuan awal peserta didik. Pengalaman belajar langsung individual peserta didik menjadi hasil belajar bagi dirinya, sedangkan hasil belajar seluruh peserta didik menjadi hasil kurikulum.

E. Landasan Yuridis

Landasan yuridis Kurikulum 2013 adalah:

1.   Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.   Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
3.   Undang-undang Nomor 17 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, beserta segala ketentuan yang dituangkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional; dan
4.   Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 20:40:00

PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANGTUA DENGAN ANAK DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR ANAK SD

PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANGTUA DENGAN ANAK DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR ANAK SD



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat melepaskan diri dari jalinan relasi sosial, dimana manusia selalu akan mengadakan kontak sosial yaitu selalu berhubungan dengan orang lain. Bahkan sebagian besar dari waktu tersebut digunakan untuk berkomunikasi. Mengingat kuantitas komunikasi yang dilakukan dibandingkan dengan kegiatan lainnya, maka dapat dikatakan bahwa komunikasi merupakan salah satu hal yang penting bagi manusia, dengan kata lain kualitas hidup manusia juga ditentukan oleh pola komunikasi yang dilakukannya. Suatu jalinan dapat menentukan harmonisasi (Rakhmat, 2005, p.13). Salah satu bentuk yang dapat menentukan keharmonisan antar manusia tersebut adalah komunikasi interpersonal
Pada umumnya komunikasi interpersonal terjadi karena pada hakikatnya setiap manusia suka berkomunikasi dengan manusia lain, karena itu tiap-tiap orang selalu berusaha agar mereka lebih dekat satu sama lain. Komunikasi interpersonal sangat penting bagi kebahagiaan hidup manusia. Kegiatan komunikasi tersebut dilakukan sebagai upaya memenuhi kebutuhan bersekutu dengan orang lain. Pemenuhan kebutuhan ini guna mengembangkan diri menjadi makhluk sosial dan pribadi yang lengkap serta untuk menjamin kelangsungan hidupnya yang memerlukan banyak hal, seperti kebutuhan sandang, pangan, papan, hiburan, pendidikan dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Namun karena adanya keterbatasan pada diri manusia, maka seluruh kebutuhan itu memerlukan bantuan orang lain
Bentuk komunikasi interpersonal dapat juga terjadi dalam sebuah keluarga yang melibatkan komunikasi antara anak dan orangtua. Anak, membutuhkan orang lain dalam berkembang. Dalam hal ini, orang yang paling utama dan pertama bertanggungjawab adalah orangtua. Perbedaan umur antara orangtua dan anak yang cukup besar, berarti pula perbedaan masa yang dialami oleh kedua belah pihak. Perbedaan masa yang dialami akan memberikan jejak-jejak yang berbeda pula dalam bentuk perbedaan sikap dan pandangan-pandangan antara orangtua dan anak. Yang menarik dari status sebagai orangtua adalah bahwa apapun yang diperbuat orangtua, tujuan mereka semata-mata adalah mengasuh, melindungi, dan mengatur anak-anak. Termasuk pula tanggungjawab orangtua dalam memenuhi kebutuhan si anak, baik dari sudut organis-psikologis, antara lain makanan; maupun kebutuhan-kebutuhan psikis, salah satunya adalah kebutuhan akan perkembangan intelektual seorang anak melalui pendidikan (Gunarsa, 2003, p.6)
Pendidikan memegang peranan penting bagi kehidupan seseorang. Melalui pendidikan, seseorang dapat memperoleh pengetahuan. Inti dari kegiatan pendidikan dicapai melalui proses belajar. Belajar selalu mempunyai hubungan dengan perubahan, baik yang meliputi keseluruhan tingkah laku maupun yang hanya terjadi pada aspek kepribadian. Sebagai orangtua, mereka harus berbuat sesuatu untuk memperkembangkan diri si anak secara keseluruhan meliputi tingkah laku yang diharapkan. Subjek dari penelitian ini adalah orangtua, dengan melihat pertimbangan bahwa orangtua memiliki suatu fenomena tersendiri dalam menuntut keberhasilan prestasi pada anak. Banyak orang tua yang terlalu memaksakan kehendaknya, atau ambisinya kepada anak, terlebih lagi dalam hal prestasi (Ekomadyo, 2005, p.4). Orangtua menuntut prestasi tinggi kepada anak, tanpa dibarengi sikap demokratis dan pendekatan komunikasi yang kurang sehingga perkembangan anak terabaikan; yang pada akhirnya berpengaruh pada prestasi belajar anak tersebut (Sutedja, 1991, p.34). Orangtua merasa tindakannya benar karena semua itu dilakukan semata-mata demi kebaikan anak. Adalah salah berpendapat bila anak harus berprestasi demi harga diri orangtua, sehingga bila anak tidak mencapai prestasi seperti yang diharapkan orangtua, orangtua menjadi frustasi dan anaklah yang menjadi korban (Sintha, 2000, p.6)
Orangtua bertanggung jawab dalam membimbing anak, agar proses belajarnya tetap berlangsung dengan terarah. Untuk mencapai prestasi yang diharapkan, seorang anak membutuhkan lingkungan yang kondusif untuk belajar dan menyenangi apa yang dipelajarinya. Di sini orangtua sangat berperan dalam menciptakan suasana yang dapat mendorong anak senang belajar sehingga prestasi anak tersebut dapat meningkat. Orangtua dapat mendampingi anak dengan menciptakan suasana belajar di rumah yang menyenangkan. Dunia anak adalah dunia yang khas, bukan miniatur dunia orang dewasa, maka semangat berkomunikasi kepada anak adalah bukan memberitahukan sesuatu yang dianggap baik dari sudut pandang orang dewasa, melainkan duduk sejajar bersama anak, berempati, dan menemani anak (Ekomadyo, 2005, p.6). Bimbingan adalah proses pemberian bantuan terhadap anak untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri terhadap sekolah, keluarga, serta masyarakat.
Proses belajar yang berhasil mengacu pada prestasi belajar. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa prestasi belajar sorang anak yang mendapat perhatian dari orang tua, lebih baik dibandingkan dengan prestasi anak yang kurang mendapat perhatian dari orang tua. Peranan orang tua dalam lingkungan keluarga yang penting adalah memberikan pengalaman pertama pada masa anak-anak. Itu karena pengalaman pertama merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi dan menjamin kehidupan emosional seorang anak (www.republika.co.id/suplemen/cetak_detail)
Arti pentingnya sebuah keluarga bagi diri seorang anak dikemukakan pula oleh Susan U. Philips (dikutip dalam Shinta, 2000, p.15) dalam buku The Invisible Culture, ditemukan bahwa anak orang Indian (penduduk asli Amerika) selalu kalah cerdas dengan anak orang kulit putih. Ini terjadi karena keluarga orang Indian sangat pendiam. Ocehan anak Indian tidak direspon oleh keluarganya, sebagaimana anak orang kulit putih. Akhirnya, anak orang Indian tidak memiliki kemampuan berkomunikasi pada waktu mereka bermain dan belajar di kelas. Sebaliknya, karena anak orang kulit putih sejak kecil dibiasakan memiliki komunikasi interaktif dengan keluarganya, maka mereka berhasil memberikan respon terhadap lingkungan, baik pada waktu bermain maupun pada waktu belajar di sekolah
Dilatarbelakangi kondisi seperti diatas, maka peneliti tertarik untuk mengenal, dan memahami pengaruh komunikasi interpersonal yang terjadi antara orang tua dengan anak dalam meningkatkan prestasi belajar anak. Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah murid-murid kelas VI SD X, dengan mengambil pertimbangan bahwa pada usia tersebut, anak-anak membutuhkan bimbingan lebih dari orangtua dalam hal belajar. Dengan adanya pembinaan pola belajar anak sejak dini akan membawa anak pada kebiasaan belajar teratur, kemandirian dan kesuksesan kelak di kemudian hari (Astrid, 1979, p.13). Murid-murid kelas VI sengaja dipilih oleh peneliti karena mereka sudah memiliki kematangan pola berpikir secara rasional, konkrit, logis, serta memiliki daya ingat yang baik dan pengalaman yang lebih lengkap untuk menunjang perkembangan mereka masuk ke tahap masa remaja (informasi awal diperoleh dari wawancara dengan Kepala Pusat Konseling & Pengembangan Pribadi). Didukung pula oleh unsur kedekatan lokasi penelitian dengan tempat tinggal peneliti sehingga memudahkan proses penelitian.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut : 
"Bagaimanakah Pengaruh Komunikasi Interpersonal antara orangtua dengan anak dalam meningkatkan prestasi belajar anak di SD X?"

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai peneliti dalam penelitian ini adalah : Ingin mengetahui Pengaruh Komunikasi Interpersonal antara orang tua dengan anak dalam meningkatkan prestasi belajar anak di SD X

D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diambil peneliti, maka manfaat dari pelaksanaan penelitian ini adalah : 
1. Manfaat Akademis
Menambah perbendaharaan kepustakaan bagi Jurusan Ilmu Komunikasi, berkaitan dengan masalah komunikasi interpersonal antara orang tua dan anak, serta sebagai masukan bagi rekan-rekan mahasiswa yang akan mengadakan penelitian di masa yang akan datang
2. Manfaat Praktis
Dapat memberikan masukan dan informasi bagi para orangtua mengenai bentuk komunikasi interpersonal yang baik dengan anak dalam meningkatkan prestasi belajar anak

E. Sistematika Penulisan
Dari batasan penelitian di atas maka sistematika penulisan sebagai berikut : 
a) BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, serta sistematika penulisan.
b) BAB II : LANDASAN TEORI
Berisi mengenai teori-teori yang mendukung dan berkaitan dengan permasalahan yang diangkat oleh peneliti dalam penulisan skripsi ini. Adapun teori-teori yang digunakan adalah teori mengenai Komunikasi, Komunikasi antar pribadi, Komunikasi Keluarga, Psikologi Belajar, Teori Belajar dan Psikologi Perkembangan
c) BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bagian ini akan menguraikan metode yang akan dipakai peneliti, yaitu definisi konseptual, definisi operasional, jenis metode penelitian, gambaran populasi, teknik pengambilan sample, jenis sumber data, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data.
d) BAB IV : ANALISIS dan DATA PEMBAHASAN
Bab ini memuat gambaran lokasi penelitian, hasil pengolahan data disertai dengan pembahasan yang terkait dengan penelitian
e) B ab V : KESIMPULAN dan SARAN
Bab ini merupakan penutup dari skripsi ini, yang di dalamnya terdapat kesimpulan dan saran dari seluruh proses penelitian yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:58:00

SEKOLAH DI INDONESIA TANPA KERTAS AGAR INDONESIA TIDAK KETINGGALAN

Presiden RI ke-3 BJ Habibie menawarkan wacana untuk mengembangkan sekolah terpadu tanpa kertas. Sekolah itu mengandalkan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi yang berkembang pesat.

"Sekarang masuk dalam area globalisasi dan informasi teknologi. Kita lihat saja anak-anak sekarang, termasuk cucu saya sudah pakai iPad. Gambar-gambar pakai iPad walau usianya masih empat tahun," kata Habibie saat menjadi pembicara kunci pada Konvensi Pendidikan yang diselenggarakan Persatuan Guru RI di Bentara Budaya Jakarta seperti dikutip dari Antara, Selasa (18/2/2014).


Habibie mengatakan, bangsa Indonesia harus bersiap mengembangkan sekolah yang tidak menggunakan kertas lagi. Jika ada kesulitan, kata dia, siswa bisa berselancar di internet mencari jawabannya. Ia menganggap teknologi informasi dapat menguntungkan proses pendidikan sebab saat ini siswa sekolah sudah menguasainya.

Di sisi lain, menurut Habibie, dibutuhkan guru yang lebih mengerti teknologi, dan hal itu perlu dipersiapkan.

"Tidak ada salahnya kita memiliki 'pilot project'. Katakanlah di mulai dari Jakarta biar murah, dan sekolah jarak jauh untuk daerah yang dibiayai anggaran pemerintah pusat dan daerah. Dan juga harus dibantu perusahaan TI dan suatu tender internasional," katanya.

Sementara itu, Ketua Umum PB PGRI Sulistiyo mengatakan, sekolah terpadu yang diwacanakan BJ Habibie harus dipikirkan oleh berbagai pihak, termasuk guru agar proses pendidikan menjadi lebih bermutu.

"Saya menangkap apa yang diwacanakan Pak Habibie ini sebagai terobosan yang harus dipikirkan banyak pihak untuk melakukan lompatan-lompatan. Bila proses ini dilakukan secara alamiah saja, maka Indonesia akan ketinggalan," katanya.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 14:32:00