Cari Kategori

Pengertian Bimbingan Belajar Menurut Para Ahli


Pengertian Bimbingan Belajar Menurut Para Ahli

indeksprestasi.blogspot.com - Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 1989, pendidikan dilaksanakan dalam bentuk bimbingan, pengajaran, dan latihan. Bimbingan atau membimbing memiliki dua makna yaitu bimbingan secara umum yang mempunyai arti sama dengan mendidik atau menanamkan nilai-nilai, membina moral, mengarahkan siswa supaya menjadi orang baik. Sedangkan makna bimbingan yang secara khusus yaitu sebagai suatu upaya atau program membantu mengoptimalkan perkembangan siswa. Bimbingan ini diberikan melalui bantuan pemecahan masalah yang dihadapi, serta dorongan bagi pengembangan potensi-potensi yang dimiliki siswa. ( Nana Syaodih Sukmadinata, 2005: 233) Menurut Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan (2005: 82) Bimbingan dapat diartikan sebagai upaya pemberian bantuan kepada peserta didik dalam rangka mencapai perkembangannya yang lebih optimal. 

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 21:18:00

Tahapan dan Proses Hipnosis


Tahapan dan Proses Hipnosis
            indeksprestasi.blogspot.com - Berikut ini adalah tahapan-tahapan dalam proses hipnosis:
a.    Pre-induction
      Proses meyakinkan calon suyet untuk mau dihipnosis.
b.    Induction
      Proses membawa suyet ke dalam kondisi hipnosis.

c.    Deepening
Proses untuk memperdalam level kesadaran seseorang. Makin dalam kondisi  trance seseorang, maka makin mudah  menerima berbagai macam sugersti, termasuk sugesti yang  tidak masuk akal
d.    Depth Level Test
Tes atau pengamatan dan kedalaman “trance” dari suyet.
e.    Suggestion
Pemberian sugesti pada saat suyet sudah dalam kondisi “trance”/ tidur hipnosis.
f.      Termination
Tahapan pengakhiran Subyek dikembalikan ke kondisi normal
g.     Post Hypnotic
Kondisi Suyet setelah termination
(Willy Wonk, 2010: 47).

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 17:51:00

SKRIPSI IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN X (STUDI PADA DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL)

IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN X (STUDI PADA DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia mempakan salah satu negara berkembang yang jumlah penduduknya sangat besar. Sebagai negara kepulauan, penduduk Indonesia memiliki persebaran yang tidak merata. Berbagai masalah yang mempakan akibat dari persebaran penduduk yang tidak merata kerap kali muncul dan mendesak pemerintah untuk dapat sesegera mungkin bertindak untuk mengambil sebuah kebijakan.

Disamping itu, faktor pertumbuhan penduduk yang besar dengan persebaran tidak merata serta rendahnya kualitas penduduk juga menjadi sumber permasalahan yang berkaitan dengan kependudukan di Indonesia. Pertumbuhan penduduk yang pesat dan tidak merata serta tanpa diimbangi dengan pencapaian kualitas SDM yang tinggi mengakibatkan muculnya berbagai permasalahan-permasalahan kependudukan yang antara lain adalah : kemiskinan, kesehatan, pengangguran.

Menyikapi berbagai permasalahan itu pemerintah bemsaha memperoleh data tentang kependudukan di Indonesia yang akurat untuk mampu membuat pemetaan yang tepat guna menanggulangi masalah kependudukan baik di tingkat lokal dan nasional. Data tersebut diperlukan untuk mampu membuat sebuah program dalam rangka : pengendalian jumlah dan pertumbuhan penduduk, pemerataan persebaran penduduk. (http : //www.crayonpedia.org/mw)

Tetapi hingga saat ini perolehan data kependudukan di Indonesia masih sangat tergantung pada hasil sensus dan survei atau data administrasi yang diperoleh secara periodik dan masih bersifat agregat (makro). Kebutuhan data mikro penduduk untuk identifikasi calon pemilih pemilu, penyaluran dana jaringan pengaman sosial, bantuan untuk penduduk miskin, beasiswa untuk wajib belajar dan kegiatan perencanaan pembangunan dirasakan masih belum akurat karena tidak diperoleh dengan cara registrasi. Atas dasar pertimbangan tersebut maka diperlukan petunjuk pencatatan dan pemutakhiran biodata penduduk.

Pengelolaan pendaftaran penduduk merupakan tanggung jawab pemerintah kota/kabupaten, dimana dalam pelaksanaannya diawali dari desa/kelurahan selaku ujung tombak pendaftaran penduduk, hingga setiap warga terdaftar secara administrasi sebagai warga negara Indonesia dan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan. Dalam pelayanan tersebut perlu dilakukan dengan benar dan cepat agar penduduk sebagai pelanggan merasa dapat pelayanan yang memuaskan.

Sebagai salah satu langkah untuk membantu berbagai pekerjaan mengenai pendaftaran kependudukan yang sesuai dengan berbagai standar yang diperlukan maka pemerintah mulai membuat sebuah kebijakan dengan mengadakan program yang dahulu dikenal dengan Sistem Informasi Manajemen Kependudukan (SIMDUK) yang dibuat sekitar tahun 1996. SIMDUK adalah sebuah kebijakan yang diterapkan di daerah kabupaten/kota, dan ditujukan untuk menangani status kependudukan dengan segala perubahannya. SIMDUK itu sendiri merupakan suatu aplikasi untuk mengelola data kependudukan daerah yang meliputi Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), Akte Kelahiran, Sensus Penduduk, dan Demografi Penduduk. Aplikasinya dapat digunakan untuk mengelola data kependudukan pada kecamatan atau kelurahan yang lokasinya terpisah, akan tetapi karena didasarkan pada basis internet maka dapat dikumpulkan di satu titik yaitu Internet Data Center. (www.telematika.co.id/?link=dtl&38)

Pada pelaksanaannya di lapangan ternyata didapati berbagai kelemahan SIMDUK sebagai sebuah sistem untuk mengelola data kependudukan. Dimana masih banyak terdapat pemalsuan identitas karena disebabkan kurang detailnya data-data mengenai penduduk. Seperti yang terdapat di ibukota Jakarta, ditemukannya berbagai identitas ganda dengan nomor identitas yang berbeda pula. (www.okezone.com)

Berdasarkan berbagai evaluasi terhadap kebijakan SIMDUK ini pemerintah merasa perlu menggantinya dengan sebuah kebijakan yang baru. Kebijakan baru itu tentunya juga lebih menjawab segala kebutuhan yang diperlukan untuk melengkapi data kependudukan. Untuk membantu berbagai pekerjaan mengenai pendaftaran kependudukan yang sesuai dengan berbagai standar yang diperlukan maka pemerintah merumuskan sebuah kebijakan baru yaitu Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). SIAK merupakan suatu sistem informasi berbasis web yang disusun berdasarkan prosedur-prosedur dan memakai standarisasi khusus yang bertujuan menata sistem administrasi dibidang kependudukan sehingga tercapai tertib administrasi dan juga membantu bagi petugas dijajaran Pemerintah Daerah khususnya Dinas Kependudukan didalam menyelenggarakan layanan kependudukan.

SIAK bisa menjadi solusi dari masalah kependudukan yang ada. Dengan adanya pengelolaan data secara online maka kelemahan-kelemahan pengolahan data secara konvensional dapat ditekan. SIAK sendiri memberikan banyak manfaat antara lain, hasil perhitungan dan pengelolaan data statistik tersebut dapat digunakan sebagai bahan perumusan dan penyempurnaan kebijakan, strategi dan program bagi penyelenggaraan dan pelaksanaan pembangunan di bidang kualitas, kuantitas, dan mobilitas penduduk, serta kepentingan pembangunan lainnya. (http://www.ampmulti.com/index.php/siak)

Pada dasarnya sistem administrasi kependudukan merupakan sub sistem dari sistem administrasi negara, yang mempunyai peranan penting dalam pemerintahan dan pembangunan. Penyelenggaraan administrasi kependudukan diarahkan pada pemenuhan hak asasi setiap orang di bidang pelayanan administrasi kependudukan, pemenuhan data statistik kependudukan secara nasional, regional, dan lokal serta dukungan terhadap pembangunan sistem administrasi kependudukan guna meningkatkan pemberian pelayanan publik tanpa diskriminasi.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 pasal 13 tentang Nomor Induk Kependudukan maka pemerintah mengeluarkan sebuah peraturan abru yang tertuang dalam PP Nomor 37 Tahun 2007 yang memuat tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006. Di Kabupaten X sendiri program ini dilaksanakan berdasarkan Perda Nomor 2 Tahun 2009. X merupakan salah satu daerah yang telah menerapkan sistem ini. Perda Nomor 2 Tahun 2009 berisi tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil di Kabupaten X. Salah satu latar belakang dibuatnya sistem ini tentunya untuk mampu melakukan pemetaan yang tepat tentang komposisi penduduk X, kepadatan penduduk, masalah kemiskinan yang dihadapi penduduk di pelosok, serta melihat kemajuan apa yang telah mampu dicapai oleh pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan dan kesehatan X. Tentunya tujuan ini perlu koordinasi dengan dinas lain yang bersangkutan. SIAK diharapkan mampu memberikan Nomor Induk Penduduk yang telah terdaftar di Depdagri untuk memudahkan pemerintah pusat dan daerah guna melihat permasalahan penduduk yang ada serta menjaga agar proyek pembangunan di daerah memang telah tepat sasaran. Namun hingga saat ini masih ada masyarakat X yang belum memiliki nomor induk penduduk tersebut, sehingga masih banyak masyarakat yang belum masuk hitungan ataupun perkiraan dapat dibantu oleh pemerintah. Selain itu masyarakat yang terdapat di wilayah pelosok Kabupaten X sering kali belum terjangkau pelayanan publik yang disediakan pemerintah daerah seperti kesehatan dan pendidikan sehingga belum tercapai standar pelayanan minimal yang menjadi tanggung jawab pemerintah. (http://www.hariansib.com)

Berdasarkan pemaparan diatas, penulis merasa tertarik untuk meneliti tentang implementasi program SIAK secara langsung di lapangan yang meliputi tahapan-tahapannya, manfaat, permasalahan dan hasil yang diperoleh oleh masyarakat. Oleh karena itu penulis mengangkatnya ke dalam sebuah penelitian yang berjudul Implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten X.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan, maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah : "Bagaimana Implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten X?"

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan jawaban terhadap perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, yakni untuk :
1. Untuk mengetahui bagaimana Implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten X.
2. Untuk mengetahui hambatan apa saja yang dialami dalam Implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten X.

1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini akan memberikan manfaat bagi berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat tersebut adalah :
1. Manfaat secara ilmiah
Untuk menambah khasanah pengetahuan ilmiah didalam studi administrasi dan pembangunan umumnya dan pembangunan bidang pelayanan publik pada khususnya dengan implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK).
2. Manfaat secara praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut :
a. Dapat dijadikan sebagai kontribusi terhadap pemecahan permasalahan yang terkait dengan operasional Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK).
b. Sebagai masukan baru bagi para penulis maupun dalam literatur perpustakaan yang berkaitan dengan masalah-masalah studi administrasi dan pembangunan.
3. Manfaat secara akademis.
Sebagai salah satu syarat dalam penyelesaian studi strata-1.

1.5 Sistematika Penulisan
Bab I : Pendahuluan
Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, hipotesis, defenisi konsep, defenisi operasional, dan sistematika penulisan.

Bab II : Metode Penelitian
Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi, dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.

Bab III : Deskripsi Lokasi Penelitian
Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian.

Bab IV : Penyajian Data
Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi yang akan dianalisa, serta memuat pembahasan atau interpretasi dari data-data yang disajikan pada bab sebelumnya.

Bab V : Analisa Data
Bab ini berisi analisa dari hasil dilapangan dan dokumentasi.

Bab VI : Penutup
Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang telah dilakukan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:51:00

NIKAH DI BAWAH TANGAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

NIKAH DI BAWAH TANGAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Allah menciptakan hubungan antara laki-laki dan perempuan dengan pernikahan sebagai jaminan kelestarian populasi manusia di muka bumi, sebagai motivasi dari tabiat dan syahwat manusia dan untuk menjaga kekekalan keturunan mereka. Dengan adanya dorongan syahwat seksual yang terpendam dalam diri laki-laki dan perempuan, mereka akan berfikir tentang pernikahan. Allah telah mengikat antara laki-laki dan perempuan dengan ikatan cinta dan kasih sayang, sehingga daur kehidupan akan terus berlangsung dari generasi ke generasi. Jaminan kelangsungan hidup itu sebagaimana telah disebutkan dalam Firman Allah swt : 
Artinya : "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Ia menciptakan istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan menjadikannya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir".
Pernikahan merupakan suatu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga serta keturunan dan saling mengenal antara satu dengan yang lain, sehingga akan membuka jalan untuk saling tolong-menolong. Selain itu, pernikahan merupakan institusi yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat sebagai sarana awal untuk mewujudkan sebuah tatanan masyarakat dan keluarga sebagai pilar penyokong kehidupan bermasyarakat. Melalui pernikahan akan menimbulkan beberapa konsekuensi, maka dibuat aturan dan prosedur guna menghindari kemungkinan-kemungkinan negatif yang merugikan. Di Indonesia, prosedur dan aturan yang dibuat bagi masyarakat Islam adalah bahwa pernikahan harus dicatat secara resmi dan dipublikasikan.
Dalam syari'at Islam, aturan tentang adanya pencatatan nikah baik dalam al-Qur'an maupun al-Sunnah pada mulanya memang tidak diatur secara konkrit. Lain halnya dengan ayat muamalat (mudayanah) yang dalam situasi tertentu diperintahkan untuk mencatatkan. Namun, sesuai perkembangan zaman dengan berbagai pertimbangan kemaslahatan, Islam di Indonesia mengatur pencatatan perkawinan melalui perundang-undangan dengan tujuan untuk mewujudkan ketertiban perkawinan dalam masyarakat. Melalui pencatatan perkawinan, suami istri akan memiliki akta nikah sebagai bukti otentik atas perbuatan hukum yang telah mereka lakukan. Apabila terjadi perselisihan atau salah satu pihak tidak bertanggung jawab, maka suami atau istri dapat melakukan upaya hukum guna mempertahankan atau memperoleh hak masing-masing.
Pada kenyataannya, tidak semua masyarakat Islam di Indonesia mengikuti prosedur atau aturan yang berlaku. Hal ini terbukti bahwa sebagian masyarakat masih melaksanakan praktik nikah yang tidak tercatat secara resmi dan tidak dipublikasikan yang dikenal dengan sebutan nikah sirri dan sebagian ada yang menyebutnya nikah agama atau nikah di bawah tangan. Namun sampai saat ini, sebagian ulama dan masyarakat umumnya masih belum memiliki kesamaan rumusan yang menimbulkan perbedaan persepsi terhadap nikah sirri. Secara normatif, ada yang menilai bahwa praktik nikah sirri itu sah dan dapat menimbulkan hikmah positif, sebaliknya ada yang menilai tidak sah dan dapat menimbulkan implikasi negatif. Dan apabila dilihat dari perspektif hukum positif dan norma sosial, nikah sirri dianggap sebagai suatu deviasi atau penyimpangan.
Di kalangan masyarakat ada yang berasumsi bahwa istilah "nikah sirri" dan "nikah di bawah tangan" tersebut sama artinya. Maka, terlebih dahulu perlu mengidentifikasikan pengertian kedua istilah tersebut untuk menyamakan persepsi agar tidak terjadi kerancuan istilah yang menyebabkan kesalahpahaman. Dari segi etimologi, kata "sirri" berasal dari bahasa Arab, yang artinya harfiyahnya "rahasia". Jadi, nikah sirri artinya nikah rahasia (secret marriage). Menurut terminologi fiqih Maliki, nikah sirri ialah : "Nikah yang atas pesan suami, para saksi merahasiakannya untuk istrinya atau jamaahnya, sekalipun keluarga setempat."
Sedangkan menurut Mahmud Syalthut yang dikutip oleh Dadi Nurhaedi, Nikah sirri merupakan jenis pernikahan di mana dalam akadnya tidak dihadiri oleh para saksi, tidak dipublikasikan (I'lanu nikah), tidak tercatat secara resmi dan suami istri tersebut hidup secara sembunyi-sembunyi dan hanya mereka berdua yang mengetahuinya.
Para Fuqoha' sepakat bahwa nikah sirri seperti itu tidak sah (batal) karena tidak ada kesaksian. Namun apabila para saksi telah berjanji untuk merahasiakan dan tidak mempublikasikannya, para Fuqoha' sepakat bahwa hukumnya makruh dan mengenai keabsahannya masih kontroversial. Suatu pernikahan tidak disebut sirri dan sah menurut syari'at apabila dalam akad nikah dihadiri oleh para saksi dan dipublikasikan. Dalam hal kesaksian, ada yang berasumsi bahwa keberadaan para saksi dalam akad nikah itu berarti telah keluar dari sirri dan kesaksian itu berarti terang-terangan. Jadi, akad nikah yang disebabkan adanya wasiat atau pesan kepada para saksi untuk merahasiakannya tidak mempengaruhi sah dan tidaknya suatu akad nikah. Ada juga yang berasumsi bahwa akad nikah yang tidak dihadiri para saksi maupun para saksi hadir namun disertai pesan untuk merahasiakannya, maka akad nikah tersebut dianggap batal dan makruh.
Pendapat Syalthut di atas diangkat dari fenomena sosial Mesir atau Timur Tengah. Dalam konteks Indonesia, konsep nikah sirri telah mengalami pergeseran arti dan berbeda dengan yang dimaksud oleh fiqih. Nikah sirri yang dipahami selama ini adalah nikah yang telah memenuhi syarat dan rukun nikah serta diketahui banyak orang, tetapi tidak dicatatkan.
Sedangkan menurut Miftah Faridl, nikah sirri bisa berarti nikah yang telah memenuhi syarat dan rukun sesuai ketentuan syari'at Islam, tetapi tidak dicatatkan kepada pencatat nikah atau nikah sesuai dengan ketentuan syari'at Islam dan dicatatkan, tetapi tidak dipublikasikan. Konsep nikah sirri seperti itu sah secara agama sepanjang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan syari'at Islam, namun tidak sah menurut undang-undang yang berlaku di Indonesia. Namun dalam pelaksanaan nikah tersebut masih terdapat kekurangan, yaitu sesuai pesan Nabi SAW agar nikah itu dipublikasikan, diwalimahkan, dan disebarluaskan kepada keluarga dan tetangga.
Menurut Masjfuk Zuhdi, nikah di bawah tangan muncul sejak diundangkannya UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pada tanggal 2 Januari 1974 yang berlaku secara efektif tanggal 1 Oktober 1975. nikah di bawah tangan adalah nikah yang dilakukan tidak menurut undang-undang perkawinan, dan nikah yang dilakukan tidak menurut hukum dianggap nikah liar, sehingga tidak mempunyai akibat hukum berupa pengakuan dan perlindungan hukum. Dan pada dasarnya nikah di bawah tangan adalah kebalikan dari nikah yang dilakukan menurut hukum, dan nikah menurut hukum adalah yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan.
Pernikahan sebagai suatu perbuatan hukum mempunyai akibat-akibat hukum bagi suami, istri dan anak yang dilahirkan. Akibat hukum yang timbul dari pernikahan tersebut antara lain mengenai penyelesaian harta bersama, sah atau tidaknya seorang anak, pencabutan kekuasaan orang tua, asal-usul anak, penguasaan anak, biaya pendidikan anak, kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri, dan kewarisan.
Untuk terlaksana dan sahnya perkawinan, maka pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 menyebutkan : "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu". Dan sebagai perbuatan hukum diperlukan adanya kepastian hukum, maka pasal 2 ayat (2) menyebutkan : "Tiap-Tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku".
Sedangkan dalam KHI Pasal 4 menyebutkan bahwa "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan".
Mengenai pengertian yuridis tentang sahnya suatu perkawinan ada yang berpendapat bahwa sahnya suatu perkawinan semata-mata hanya harus memenuhi Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan tersebut, yakni dilaksanakan menurut ketentuan syari'at Islam dengan memenuhi syarat dan rukunnya secara sempurna, sedangkan mengenai pencatatan nikah, bukan sebagai syarat sah nikah, tetapi hanya kewajiban administratif. Pendapat yang lain, bahwa sahnya suatu akad nikah harus memenuhi ketentuan Undang-Undang perkawinan Pasal 2 ayat (1) mengenai tata cara agama dan Pasal 2 ayat (2) mengenai pencatatan nikah. Jadi, ketentuan ayat (1) dan ayat (2) tersebut merupakan syarat kumulatif, yaitu bahwa suatu perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut syari'at Islam disertai pencatatan oleh Petugas Pencatat Nikah (PPN).20 Perkawinan inilah yang kemudian setelah berlakunya Undang-Undang Perkawinan secara efektif tanggal 1 Oktober 1975 terkenal dengan sebutan "nikah di bawah tangan".
Namun, mengapa nikah di bawah tangan masih banyak dipraktikkan ?, apakah motif yang melatarbelakanginya sehingga merahasiakan pernikahannya ? Untuk mengungkap fakta dan makna praktik nikah tersebut, karena persoalan ini merupakan fenomena sosial, maka cukup proporsional jika didekati dengan kajian sosiologis. Karena itulah guna mencari informasi yang faktual dari pelaku nikah di bawah tangan dan orang-orang yang melakukan pemaknaan terhadap kasus ini, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian lapangan dari realitas sosial untuk memperoleh informasi seobyektif mungkin tentang nikah di bawah tangan. Dalam hal ini, penulis mengadakan penelitian di Desa X yang disinyalir masih banyak terdapat praktik nikah di bawah tangan, sehingga penulis akan membahas skripsi ini dengan judul : "NIKAH DI BAWAH TANGAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA (STUDI KASUS DI DESA X)".

B. Permasalahan
Dengan mencermati berbagai permasalahan yang berkaitan dengan nikah di bawah tangan, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : 
1. Bagaimanakah praktik nikah di bawah tangan yang terjadi di Desa X ?
2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya nikah di bawah tangan di Desa X ?
3. Bagaimanakah hukum nikah di bawah tangan menurut hukum Islam dan hukum positif ?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah : 
1. Untuk mengetahui praktik nikah di bawah tangan yang terjadi di Desa X.
2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya nikah di bawah tangan di Desa X.
3. Untuk mengetahui hukum nikah di bawah tangan menurut hukum Islam dan hukum positif.

D. Sistematika Penulisan Skripsi
Dalam penulisan skripsi tersusun sistematika penulisan. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut : 
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menggambarkan isi dan bentuk penelitian yang meliputi : Latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan skripsi, telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN
Dalam bab ini memuat gambaran umum tentang pernikahan, antara lain mengenai : Pengertian dan dasar hukum perkawinan, Rukun dan syarat perkawinan dan Pencatatan Perkawinan.
BAB III : PELAKSANAAN NIKAH DI BAWAH TANGAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA DI DESA X 
Bab ini meliputi keadaan desa tersebut, bagaimana praktik nikah di bawah tangan di desa tersebut, dan faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan tersebut.
Bab IV : ANALISIS NIKAH DI BAWAH TANGAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA DI DESA X 
Dalam bab ini merupakan pemaparan bagian-bagian dari analisa secara umum yang meliputi analisis Hukum Positif dan Hukum Islam, serta faktor-faktor penyebab nikah di bawah tangan di Desa X.
BAB V : PENUTUP
Bab ini meliputi : kesimpulan, saran, penutup.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 21:31:00

Pengertian Disiplin


Pengertian Disiplin

indeksprestasi.blogspot.com - Secara etimologis, istilah disiplin berasal dari bahasa latin “disciplina” yang menunjuk kepada kegiatan belajar dan mengajar (Syamsu Yusuf, LN, 2009: 24), mengemukakan pengertian disiplin sebagai berikut.
a.    Disiplin diartikan sebagai peraturan, order, patokan-patokan tentang perilaku, norma dan hukuman.
b.    Disiplin merupakan ketaatan terhadap peraturan, norma, atau patokan-patokan (standars).
c.    Disiplin diartikan sebagai cara mendidik (melatih) individu agar berperilaku sesuai dengan norma atau peraturan yang berlaku dalam lingkungan atau yang diterima masyarakat.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 21:18:00

SYARAT & PROSEDUR PENYESUAIAN JABATAN FUNGSIONAL GURU BERDASARKAN PERMENDIKNAS NOMOR 38 TAHUN 2010

Berdasarkan Permendiknas Nomor 38 Tahun 2010 tentang Penyesuaian Jabatan Fungsional Guru, bahwa  dalam  rangka  pelaksanaan  Peraturan  Menteri  Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi  Nomor 16 Tahun 2009  tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya dan  Peraturan  Bersama  Menteri  Pendidikan  Nasional  dan  Kepala Badan  Kepegawaian  Negara  Nomor  03/V/PB/2010  dan  Nomor  14Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan  Angka  Kreditnya,  perlu  dilakukan  penyesuaian  jabatan fungsional guru;


Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian  Negara  Nomor  03/V/PB/2010  dan  Nomor  14  Tahun 2010  tentang  Petunjuk  Pelaksanaan Jabatan  Fungsional  Guru dan Angka Kreditnya;

Penyesuaian jabatan fungsional guru adalah penyesuaian jabatan fungsional bagi guru yang  memiliki  jabatan  fungsional  guru  berdasarkan  Keputusan  Menteri  Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84 Tahun 1993  tentang Jabatan Fungsional Guru  dan  Angka  Kreditnya  ke  dalam  jabatan  fungsional  guru  yang  diatur  dalam Peraturan  Menteri  Negara  Pendayagunaan  Aparatur  Negara  dan  Reformasi  Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.

Penyesuaian jabatan fungsional guru ditetapkan berdasarkan  pangkat  dan  golongan  ruang  terakhir  yang  dimiliki  dengan  angka  kredit yang telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.

Pejabat yang berwenang menetapkan penyesuaian jabatan fungsional guru adalah :

1.   Menteri  Pendidikan  Nasional  atau  pejabat  yang  ditunjuk  oleh  Menteri  untuk menetapkan  penyesuaian  jabatan  fungsional  guru  bagi  Guru  Madya  pangkat Pembina Tk.I, golongan ruang IV/b sampai dengan Guru Utama, pangkat Pembina Utama, golongan ruang IV/e baik guru di lingkungan instansi pusat maupun daerah, dan  Guru  Pertama  pangkat  Penata  Muda,  golongan  ruang  III/a  sampai  dengan Guru  Utama,  pangkat  Pembina  Utama,  golongan  ruang  IV/e  bagi  guru  yang diperbantukan pada Sekolah Indonesia di Luar Negeri;
2.   Menteri Agama atau Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri  Agama untuk menetapkan penyesuaian jabatan fungsional guru bagi jabatan Guru Pertama, pangkat Penata Muda,  golongan  ruang  III/a  sampai  dengan  Guru  Madya,  pangkat  Pembina, golongan ruang IV/a di lingkungannya;
3.   Gubernur atau pejabat yang ditunjuk oleh gubernur untuk menetapkan penyesuaian jabatan  fungsional  Guru  Pertama,  pangkat  Penata  Muda,  golongan  ruang  III/a sampai  dengan  Guru  Madya,  pangkat  Pembina,  golongan  ruang  IV/a  di lingkungannya;
4.   Bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk oleh bupati/walikota untuk menetapkan penyesuaian  jabatan  fungsional  Guru  Pertama,  pangkat  Penata  Muda,  golongan ruang III/a sampai dengan Guru Madya, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a di lingkungannya;
5.   Pimpinan instansi pusat atau pejabat yang ditunjuk untuk menetapkan penyesuaian jabatan  fungsional  Guru  Pertama,  pangkat  Penata  Muda,  golongan  ruang  III/a sampai  dengan  Guru  Madya,  pangkat  Pembina,  golongan  ruang  IV/a  di lingkungannya;
6.   Menteri  Pendidikan  Nasional  atau  pejabat  lain  yang  ditunjuk  oleh  Menteri  untuk menetapkan penyesuian jabatan fungsional guru bukan pegawai negeri sipil yang mempunyai  jabatan  Guru  Pertama,  pangkat  Penata  Muda,  golongan  ruang  III/a sampai dengan Guru Madya, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a.

Persyaratan guru untuk memperoleh penyesuaian jabatan fungsional guru terdiri atas :

1.   memiliki pangkat dan golongan ruang terakhir paling rendah Penata Muda, golongan ruang III/a, dan jabatan Guru Madya;
2.   memiliki penetapan angka kredit terakhir; dan
3.   masih aktif melaksanakan tugas sebagai guru kelas, guru mata pelajaran, atau guru pembimbing.

Prosedur pengusulan penyesuaian jabatan fungsional guru adalah sebagai berikut :

1.   Menteri Agama, pimpinan instansi pusat, gubernur, bupati/walikota, atau pejabat lain yang  ditunjuk  mengusulkan  kepada  Menteri  Pendidikan  Nasional  melalui  Biro Kepegawaian  Sekretariat  Jenderal  Kementerian  Pendidikan  Nasional  bagi  guru yang mempunyai pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b sampai dengan Guru Pembina Utama, golongan ruang IV/e.
2.   Kepala  Perwakilan  Indonesia  di  Luar  Negeri  atau  Pejabat  yang  membidangi Pendidikan  mengusulkan  kepada  Menteri  Pendidikan  Nasional  melalui  Biro Kepegawaian  Sekretariat  Jenderal  Kementerian  Pendidikan  Nasional  bagi  guru yang  mempunyai  pangkat  Penata  Muda,  golongan  ruang  III/a  sampai  dengan Pembina Utama, golongan ruang IV/e yang diperbantukan pada Sekolah Indonesia di Luar Negeri.
3.   Kepala  sekolah  mengusulkan  kepada  gubernur  melalui  kepala  dinas  pendidikan provinsi  bagi  guru  yang  mempunyai  pangkat  Penata  Muda,  golongan  ruang  III/a sampai dengan Pembina, golongan ruang IV/a di lingkungannya.
4.   Kepala  sekolah  mengusulkan  kepada  bupati/walikota  melalui  kepala  dinas pendidikan  kabupaten/kota  bagi  guru  yang  mempunyai  pangkat  Penata  Muda, golongan  ruang  III/a  sampai  dengan  Pembina,  golongan  ruang  IV/a  di lingkungannya.
5.   Guru bukan pegawai negeri sipil  yang telah ditetapkan jabatannya melalui inpassing diusulkan oleh kepala sekolah kepada Menteri Pendidikan Nasional melalui kepala dinas pendidikan setempat.
6.   Guru  bukan  pegawai  negeri  sipil  di  lingkungan  Kementerian  Agama  yang  telah ditetapkan  jabatannya  melalui  inpassing  diusulkan  oleh  kepala  madrasah  kepada Menteri Agama melalui kepala kantor kementerian agama kabupaten/kota setempat.

Usulan  sebagaimana  dimaksud  pada  Pasal  6  dilengkapi  persyaratan  administrasi sebagai berikut :

1.   Fotocopy atau salinan yang sah keputusan kenaikan pangkat terakhir;
2.   Fotocopy atau salinan yang sah keputusan pengangkatan dalam jabatan terakhir;
3.   Fotocopy atau salinan yang sah penetapan angka kredit terakhir;
4.   Surat keterangan  kepala sekolah yang menjelaskan guru bersangkutan masih  aktif melaksanaan  tugas  sebagai  guru  kelas,  guru  mata  pelajaran,  atau  guru pembimbing;
5.   Fotocopy atau salinan yang sah keputusan inpassing bagi guru bukan PNS.

Tata cara pelaksanaan penyesuaian jabatan fungsional guru adalah sebagai berikut :

1.   Jenjang jabatan guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 penyesuaian ke dalam jenjang jabatan sesuai dengan jabatan baru sebagaimana tercantum  pada Lampiran Peraturan Menteri ini.
2.   Pangkat  dan  golongan/ruang  guru  yang  bersangkutan  ditetapkan  sama  dengan pangkat  dan  golongan/ruang  berdasarkan  surat  keputusan  kenaikan  pangkat terakhir/SK inpassing yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
3.   Penetapan  jumlah  angka  kredit  kumulatif  dalam  penyesuaian  jabatan  guru menggunakan  angka  kredit  kumulatif  terakhir  yang  ditetapkan  oleh  pejabat  yang berwenang.
4.   Penetapan  angka  kredit  untuk  kenaikan  jabatan/pangkat  berikutnya  didasarkan kepada angka kredit kumulatif yang dimiliki guru bersangkutan dengan menghitung kelebihan angka kredit yang dimiliki.

Penyesuaian  jabatan  fungsional  guru  dilakukan  dengan  menggunakan  Format  1, Format 2, Format 3, dan Format 4 sebagaimana tercantum  pada Lampiran Peraturan Menteri ini.

Download selengkapnya Salinan Permendiknas Nomor 38 Tahun 2010 tentang Penyesuaian Jabatan Fungsional Guru beserta lampirannya, silahkan klik di sini… Semoga bermanfaat dan terimakasih…

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:17:00

DOWNLOAD FORMULIR DAPODIKDAS F-PD, F-PTK, DAN F-SEK DALAM FORMAT EXCELL

Dalam pengisian data-data baik pada peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, maupun sekolah diperlukan formulir pengisian data tentunya, berikut links download formulir pendataan untuk PD, PTK, dan sekolah :

1.   Download/unduh F-PD (Formulir Peserta Didik).

3.   Download/unduh F-SEK (Formulir Sekolah).

Demikian share singkat formulir-formulir pengisian data yang dapat digunakan dalam pendataan aplikasi Dapodikdas 2014 v.3.0.0. Semoga bermanfaat dan terimakasih…

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 12:13:00