Cari Kategori

TESIS PTK PENERAPAN PENILAIAN PORTOFOLIO DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS MODEL INKUIRI SEBAGAI USAHA PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA SMP

(KODE PTK-0029X) : TESIS PTK PENERAPAN PENILAIAN PORTOFOLIO DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS MODEL INKUIRI SEBAGAI USAHA PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA SMP (MATA PELAJARAN : BAHASA INGGRIS)



BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Mata pelajaran bahasa Inggris merupakan salah satu mata pelajaran bahasa yang sangat penting karena bahasa merupakan fenomena social yang tidak dapat dipisahkan dari keberadaan masyarakat itu sendiri. Bahasa sangat dibutuhkan oleh masyarakat sebagai perekat sesama mereka, sebagai alat komunikasi dalam memenuhi kebutuhan kehidupannya dan sekaligus sebagai identitas kebudayaan. Bahasa Inggris sebagai bahasa Internasional, bahasa Inggris digunakan dengan jangkauan distribusi yang sangat luas sebagai bahasa informasi dunia, ilmu pengetahuan dan tehnologi, serta sebagai media komunikasi masyarakat antar bangsa. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang penuh dengan komunikasi dalam bahasa Inggris, diperlukan pemberdayaan kemampuan berbahasa Inggris. Oleh karena itu tidak berlebihan jika kiranya di katakan bahwa sumber daya manusia Indonesia yang ideal adalah sumber daya yang melengkapi diri dengan ketrampilan berbahasa Inggris.
Dari data dilapangan, bahwa pada umumnya kemampuan bahasa Inggris masih kurang memuaskan,dimana para siswa sudah belajar minimal enam tahun belajar bahasa Inggris dari SMP sampai SMA bahkan ada yang mulai dari SD, tetapi sebagian besar mereka masih kurang mampu dalam berbicara bahasa Inggris dengan baik (Nurdin Somantri, 2003: 1). Selain itu suasana belajar yang tidak menyenangkan juga masalah yang menghadang dalam pembelajaran bahasa Inggris. Jika dilihat dari input prestasi siswa ketika masuk pada umumnya di sekolah belum mampu berbahasa Inggris dengan baik, maka dalam pembelajaran bahasa Inggris harus dipahami bahwa setiap konsep kegiatan mengajar secara implicit terkandung konsep kegiatan belajarnya. Dengan kata lain pengajaran itu sendiri mengandung kegiatan - kegiatan yang menjadikan anak itu belajar dan pengajaran yang baik tentu akan melihat kondisi dan berbagai aspek yang ada pada diri peserta belajar dengan sebaik-baiknya. Disini guru mempunyai peranan penting untuk mencapai keberhasilan dalam kegiatan belajar mengajar terutama pada mata pelajaran bahasa Inggris.
Tujuan pembelajaran bahasa Inggris di SMP maupun SMA adalah untuk membekali siswa dapat menguasai katrampilan berkomunikasi yang meliputi: listening, speaking, reading, dan writing, serta dapat berkomunikasi secara lesan dan tertulis sesuai dengan konteks dengan lancar dan akurat dalam kehidupan sehari-hari (Kurikulum 2004 ).
Sunardi (1997: 2) menyatakan penyebab rendahnya mutu pendidikan adalah penggunaaan metode pembelajaran yang kurang tepat, alat evaluasi yang kurang baik ataupun materi yang diberikan kurang sesuai dengan tingkat berfikir siswa. Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan bahasa Inggris sudah dilakukan oleh beberapa pihak , terutama pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional. Hal ini dapat dilihat dengan adanya penyempurnaan Kurikulum, perbaikan sistem pembelajaran, peningkatan kualifikasi guru, dan pengadaan alat pelajaran.
Dalam rangka peningkatan proses belajar mengajar bahasa Inggris, telah banyak diterapkan pendekatan, strategi, media ataupun model pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, salah satunya adalah dengan model inkuiri. Belajar dikatakan baik jika siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pengajaran (Sastrawijaya, 1991: 87).
Inkuiri merupakan model pembelajaran yang digunakan lebih mengedepankan adanya pemberian kelleluasaan dan kesempatan pada peserta didik melalui pelaksanaan pembelajaran yang menumbuhkan daya aktifitas, kreatifitas, dan efektifitas, dala pola pembelajaran yang menyenamgkan (UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003). Sasaran akhir pembelajaran ini dapat mendorong siswa membuat hubngan antar pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam konteks kehidupan sehari-hari. Untuk mengetahui tercapai atau tidaknya sasaran tersebut perlu dilakukan penilaian, yakni serangkaian kegiatan penilaian yang menyangkut proses dan hasil belajar siswa.
Penilaian merupakan instrumen yang efektif untuk mengetahui berhasil tidaknya proses pembelajaran apabila hasilnya dijadikan acuan umpan balik (feedback) bagi guru maupun siswa itu sendiri. Penilaian yang masih diberlakukan dan dikembangkan masih menghandalkan tes sebagai satu-satunya alat penilaian. Untuk memperbaiki dan meningkatkan sistem penilaian tersebut salah satunya dengan penilaian portofolio. Penilaian portofolio adalah pengumpulan informasi atau data secara sistematik atas hasil pekerjaan siswa. Dalam hal ini hasil siswa berupa hasil tes, hasil ulangan, hasil LKS, hasil observasi, dan sebagainya.
Pengumpulan informasi atau data hasil pekerjaan siswa secara sitematik itu hanya sekedar proses mengumpulkan namun berdasarkan hasil-hasil pekerjaan siswa dalam kurun waktu tertentu digunakan sebagai umpan balik bagi guru maupun siswa yang bersangkutan. Bagi guru perkembangan hasil pekerjaan siswa dapat dijadikan masukan untuk memperbaiki cara atau metode pembelajaran yang digunakan olehnya. Disamping itu dengan melakukan analisis terhadap pekerjaan siswa, guru dapat lebih mengenal karakter siswanya. Bagi siswa dengan meneliti dan menganalisis hasil-hasil pekerjaannya akan berguna untuk memperbaiki atau mengoreksi kekurangan dan kesalahannya serta meningkatkan kemampuannnya.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka diadakan penelitian dengan judul "Penerapan Penilaian Portofolio Dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Model Inkuiri Sebagai Usaha Peningkatan Hasil Belajar Siswa SMP"

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas ,secara umum masalah penelitian ini adalah apakah penilaian portofolio cocok digunakan dalam pembelajaran bahasa Inggris dengan model Inkuiri di SMP X ?
Rumusan masalah ini dapat di uraikan dengan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah penerapan penilaian portofolio dalam pembelajaran bahasa Inggris dapat meningkatkan motivasi siswa ?
2. Apakah penerapan penilaian portofolio dalam pembelajaran belajar bahasa Inggris model inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar siswa ?
3. Mengapa ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji apakah penilaian portofolio cocok digunakan dalam pembelajaran dengan model Inkuiri di SMP. Adapun tujuan khususnya sebagai berikut :
1. Untuk mengkaji motivasi siswa terhadap penerapan penilaian portofolio dalam pembelajaran bahasa Inggris model Inkuiri di SMPN X ?
2. Untuk mengkaji prestasi hasil belajar bahasa Inggris siswa SMPN X setelah pembelajaran menggunakan model Inkuiri dengan penilaian portofolio.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat dari segi akademik dan dari segi praktis.
1. Manfaat bagi akademik, peneliti ini dapat membantu guru menghasilkan pengetahuan yang sahih dan relevan bagi kelas mereka untuk memperbaiki cara belajar dan pembelajaran bahasa Inggris sebagai meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Manfaat bagi praktisi, peneliti tindakan kelas ini dapat melaksanakan inovasi belajar dan pembelajaran dari tingkat dasar, dapat mengembangkan kurikulum di tingkat kelas, serta dapat meningkatkan profesionalisme guru melalui proses latian secara sistematik dan berkelanjutan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 12:28:00

TESIS PTK PEMBELAJARAN DIMENSI TIGA MENGGUNAKAN MEDIA PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X 7 SMAN X

(KODE PTK-0028X) : TESIS PTK PEMBELAJARAN DIMENSI TIGA MENGGUNAKAN MEDIA PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X 7 SMAN X (MATA PELAJARAN : MATEMATIKA)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Sering kita jumpai jika anak ditanya pelajaran apa yang paling tidak disukai jawabannya adalah matematika, pelajaran apa yang paling memusingkan adalah matematika, guru apa yang paling dibenci adalah guru matematika dan sebagainya. Maka berdasarkan fenomena tersebut dari sekian rangkaian proses pembelajaran matematika jelas ada sesuatu yang salah, pengamatan kami terhadap proses pembelajaran matematika siswa kelas X 7 SMA Negeri X ditemukan data bahwa sebagian siswa memiliki motivasi dan kemampuan yang rendah, khususnya dalam menguasai materi dimensi tiga. Pada sebagian siswa yang lain dimana mereka sebenarnya menyenangi pelajaran matematika, namun pada saat mempelajari materi dimensi tiga menjadi malas dan bahkan semangat belajarnya berkurang. Hal itu dapat berpengaruh pada proses belajar mereka di kelas berikutnya.
Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia dapat dilihat dari rendahnya prestasi belajar siswa, terutama pada mata pelajaran yang dianggap sulit seperti matematika, fisika, dan bahasa inggris. Salah satu pokok bahasan dalam mata pelajaran matematika yang diberikan ditingkat SMA pada kelas X semester II adalah dimensi tiga. Banyak siswa menganggap materi tersebut sukar dipahami terutama untuk menggambar dan memahami bagian-bagian bangun ruang, karena siswa dituntut untuk dapat berfikir abstrak.
Pelaksanaan kegiatan balajar mengajar belum dapat berjalan secara maksimal karena dipengaruhi beberapa faktor, antara lain: 1) tuntutan materi pelajaran yang cukup padat dan alokasi waktu yang terbatas, membuat guru lebih mementingkan mengejar materi, 2) guru kurang memanfaatkan penggunaan media pembelajaran disebabkan mereka belum mengetahui keuntungan/manfaat yang diperoleh dari penggunaan media dalam pelaksanaan belajar mengajar. Keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan media secara efektif yakni mempercepat proses belajar mengajar dan membantu memudahkan siswa dalam menangkap pengertian yang diberikan guru, memperbesar perhatian siswa, memberikan pengalaman-pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara yang lain serta membantu berkembangnya efisiensi yang lebih mendalam serta keragaman yang lebih banyak dalam mengajar.
Guru harus bisa memilih media yang tepat dan menarik saat mengajar. Media Pembelajaran yang menarik bagi siswa dapat dilakukan dengan mengetahui bagaimana karakteristik siswa tersebut, sehingga dengan mengetahui karakteristik siswa maka kita dapat menentukan media yang tepat digunakan dalam proses belajar mengajar. Penggunaan media yang sesuai akan membuat siswa tertarik dan senang dengan pelajaran yang kita berikan sehingga akan timbul dorongan dari dalam diri siswa untuk belajar.
Sebagai guru matematika, peneliti berupaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan melakukan beberapa inovasi dalam pembelajaran guna untuk mencari solusi terhadap kesulitan para siswa yang selama ini memiliki motivasi dan kemampuan rendah, maupun mereka yang memiliki kemauan belajar tinggi namun setelah mereka mempelajari materi dimensi tiga menjadi kendor.
Munculnya permasalahan dalam pembelajaran matematika tersebut dipengaruhi oleh faktor dari dalam maupun dari luar siswa. Faktor yang mempengaruhi dari dalam diri siswa antara lain: motivasi, intelegensi, kreativitas, dan gaya belajar siswa. Sedangkan faktor dari luar diri siswa mungkin metode yang digunakan guru dalam menyampaikan materi kurang tepat. Guru masih menggunakan metode konvensional. Guru hanya mentransfer pengetahuan kepada murid secara satu arah, siswa belajar hanya dengan mendengarkan dan mencatat pelajaran, siswa tidak memahami konsep karena siswa hanya menghafal rumus sehingga tidak ada kebermaknaan dalam mempelajari materi tersebut yang sebenarnya banyak aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu diperlukan suatu inovasi pembelajaran yang dapat mengakomodir kebutuhan siswa tersebut, salah satunya dengan penerapan metode pembelajaran yang tepat.
Dengan fenomena semacam itu dibutuhkan suatu model pembelajaran yang tepat untuk memecahkan kebuntuan yang selama ini terjadi, yaitu sulitnya para siswa dalam memahami materi dimensi tiga. Salah satu model pembelajaran yang dinilai sesuai adalah model pembelajaran menggunakan media pembelajaran. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui efektifitas model pembelajaran tersebut untuk meningkatkan prestasi siswa dalam memahami materi dimensi tiga.
Untuk mengatasi problem tersebut akan digunakan model pembelajaran menggunakan media pembelajaran, karena memiliki beberapa kelebihan yaitu: (1) efisiensi waktu pembelajaran karena siswa dapat menghayati secara langsung secara visual lewat alat peraga yang digunakan, 2) meningkatkan motivasi belajar karena setiap siswa merasa berkesempatan untuk memahami lebih mendalam dengan vasilitas multi media, 3) memberi kesempatan pada siswa untuk menjelaskan pemahamannya baik secara verbal maupun visual sehingga mereka akan lebih memahami materi yang dpelajari, dan 4) memberi kesempaatan melakukan inovasi dalam memberdayakan multi media dalam pembelajaran.
Indikator keberhasilan penelitian ini adalah 75% siswa memiliki kemampuan pemahaman dalam menguasai materi dimensi tiga dan mendapatkan nilai tes formatif > 60.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat peneliti rumuskan masalahnya sebagai berikut:
1. Apakah melalui penggunaan media pembelajaran dapat meningkatkan motivasi belajar dimensi tiga pada siswa kelas X 7 SMA Negeri X Tahun Pelajaran XXXX/XXXX?
2. Apakah melalui penggunaan media pembelajaran dapat meningkatkan prestasi belajar dimensi tiga pada siswa kelas X SMA Negeri X Tahun Pelajaran XXXX/XXXX?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan upaya meningkatkan motivasi belajar dimensi tiga pada siswa kelas X 7 SMA Negeri X Tahun Pelajaran XXXX/XXXX.
2. Untuk mendeskripsikan upaya meningkatkan prestasi belajar dimensi tiga pada siswa kelas X 7 SMA Negeri X Tahun Pelajaran XXXX/XXXX.

D. Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini diharapkan dapat memiliki manfaat teoritis maupun praktis sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis:
Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan bermanfaat:
a. Dapat memberikan kontribusi keilmuan yang bermanfaat dalam dunia pendidikan mengenai penggunaan media pembelajaran dalam upaya meningkatkan prestasi belajar.
b. Dapat menjadi bahan pembanding, pertimbangan, dan pengembangan bagi penelitian di masa yang akan datang di bidang dan permasalahan sejenis.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan bermanfaat untuk:
a. Siswa:
Mendapatkan kemudahan dalam belajar dan memahami materi dimensi tiga yang disampaikan oleh guru.
b. Guru
Sebagai masukan bagi guru bidang studi matematika dalam menentukan media pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi pelajaran yang bersangkutan, dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswanya.
c. Sekolah:
Sebagai masukan bagi sekolah bahwa dengan adanya media pembelajaran akan meningkatkan prestasi belajar siswa dengan demikian sangat bermanfaat bagi sekolah dalam hubungannya dengan kelulusan siswa.
d. Peneliti:
Menambah wawasan tentang media dan metode dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 12:26:00

SKRIPSI PTK PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS NARASI PADA SISWA KELAS VII B SMP X MENGGUNAKAN MEDIA CERITA BERGAMBAR

(KODE PTK-0027) : SKRIPSI PTK PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS NARASI PADA SISWA KELAS VII B SMP X MENGGUNAKAN MEDIA CERITA BERGAMBAR (MATA PELAJARAN : BAHASA INDONESIA)



BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, antara lain: melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, peningkatan mutu manajemen sekolah. serta peningkatan kualitas tenaga pengajar. Upaya tersebut diharapkan membawa dampak positif terhadap dunia pendidikan di Indonesia.
Guru sebagai tenaga profesional harus memiliki sejumlah kemampuan, seperti: mengaplikasikan berbagai teori belajar di bidang pengajaran; kemampuan memilih dan menerapkan metode pengajaran yang efektif dan efisien; kemampuan melibatkan siswa berpartisipasi aktif; dan kemampuan menciptakan suasana belajar yang menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Di dalam proses belajar-mengajar guru memegang peran sebagai sutradara sekaligus aktor. Artinya, guru memegang tugas dan tanggung jawab merencanakan serta melaksanakan pengajaran di sekolah. Guru harus dapat memberikan rangsangan untuk menimbulkan proses berpikir siswa. Guru harus mampu menyediakan fasilitas agar terjadi interaksi antara siswa dan siswa, serta antara siswa dan konsep-konsep yang dipelajarinya sehingga proses berpikir terbina.
Upaya meningkatkan mutu penggunaan bahasa Indonesia, telah ditanamkan sejak jenjang pendidikan terbawah. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Penguasaan bahasa Indonesia yang baik dapat diketahui dari standar kompetensi yang meliputi, membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan (menyimak).
Tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran menulis adalah agar siswa mampu mengungkapkan gagasan, pendapat, dan perasaan kepada pihak lain dengan melalui bahasa tulis. Secara umum tujuan pembelajaran keterampilan menulis, yaitu siswa mampu mengkomunikasikan ide atau gagasan/pendapat secara tertulis ataupun sebagai kegiatan mengekspresikan ilmu pengetahuan, pengalaman hidup, ide, imaji, aspirasi dan lain-lain (Yant Mujiyanto, dkk., 2000:70). Sejalan dengan tujuan tersebut, peran budaya menulis semakin menempati kedudukan yang sentral di dalam kehidupan modern. Tanpa budaya menulis, arus komunikasi dan informasi akan terputus sehingga manusia akan terkungkung dalam keterbelakangan dan kebodohan. Hal itu disebabkan terputusnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kesulitan siswa melakukan aktivitas menulis di sekolah maupun kekurangtepatan guru memilih strategi pembelajaran menulis menjadi faktor penyebab ketidakberhasilan sekolah menjadikan menulis sebagai suatu budaya/tradisi baik bagi siswa ataupun guru tersebut. Merupakan hal sangat mungkin apabila pelajaran menulis menjadi kegiatan yang membosankan bagi siswa. Indikasi hal ini terlihat juga di SMP X. Nilai rata-rata pelajaran menulis siswa kelas VII B menduduki peringkat terbawah dari kelima aspek penilaian berbahasa dan bersastra Indonesia. Standar nilai kelulusan mata pelajaran bahasa Indonesia di sekolah tersebut adalah 60. Nilai tersebut dapat dijelaskan pada Tabel 1 berikut.

* Tabel sengaja tidak ditampilkan *

Data di atas diperoleh peneliti dari nilai rapor tengah semester genap siswa kelas VII B SMP X. Berdasarkan wawancara antara peneliti dan guru, didapat gambaran mengenai kesulitan kegiatan menulis siswa, yaitu salah satunya kosakata yang dimiliki siswa terbatas mengingat mereka masih menduduki tingkat pertama pendididikan menengah pertama. Berdasarkan hasil survei pratindakan, diperoleh gambaran awal kondisi pembelajaran di kelas VII B yang menunjukkan bahwa 20 atau siswa kurang antusisas mengikuti pelajaran menulis. Pada saat mengikuti pelajaran, siswa menunjukkan sikap acuh tak acuh dan tidak memperhatikan pelajaran sepenuhnya.
Menurut siswa pembelajaran menulis itu tidak menyenangkan karena mereka merasa kesulitan merangkaikan kata. Di lain pihak, guru mengatakan pelajaran menulis keterampilan berbahasa adalah pelajaran yang paling tidak dikuasai siswa. Pembelajaran menulis adalah momok dalam pelajaran bahasa Indonesia bagi siswa karena mereka harus berpikir dan menuangkan pikirannya dalam bahasa tulis sekaligus. Keterbatasan kosakata siswa cukup memengaruhi minat siswa dalam mengembangkan idenya untuk dituangkan menjadi tulisan. Akibatnya mereka jadi enggan dan mengikuti pelajaran menulis.
Guru kesulitan menemukan teknik yang tepat untuk mengajarkan materi menulis narasi. Selama ini dalam mengajarkan materi menulis narasi, guru menggunakan metode ceramah dan tugas. Pada awal kegiatan belajar-mengajar, guru menerapkan pembekalan materi mengenai pengertian menulis narasi sambil memberi pertanyaan-pertanyaan sederhana tentang tulisan narasi. Kemudian guru mengajarkan kepada siswa materi menulis narasi, bagaimana membedakan tulisan narasi, argumentasi, deskripsi, eksposisi, dan persuasi. Selanjutnya, siswa diminta membuat tulisan narasi sesuai dengan penjelasan guru. Siswa masih mengalami kesulitan membuat tulisan narasi yang baik, terbukti hasil pekerjaan menulis narasi siswa belum maksimal. Kesulitan yang banyak dialami siswa adalah cara mengembangkan ide dan mengatur ide tersebut agar dapat ditulis secara runtut.
Ada beberapa pemasalahan berkaitan dengan sarana prasarana yang berupa belum maksimalnya pemanfaatan fasilitas pembelajaran. Guru belum memanfaatkan fasilitas yang disediakan sekolah untuk menunjang proses pembelajaran. Ketersediaan laboratorium, dan perpustakaan tidak diaplikasikan dalam proses belajar-mengajar. Guru hanya terpaku pada satu suasana pembelajaran di dalam kelas. Seharusnya fasilitas yang disediakan sekolah dapat bermanfaat bila dikelola

dan digunakan dengan baik oleh guru. Selain itu materi ajar yang digunakan belum variatif. Selama proses pembelajaran guru hanya menggunakan satu buku acuan saja. Buku tersebut berjudul "Pintar Berbahasa Indonesia" karangan J. S. Badudu. Guru belum berusaha mengembangkan peman-faatan materi ajar dari sumber lain.
Berbagai hal yang muncul tersebut terkait tentang kesulitan yang dihadapi dalam pelajaran menulis, memerlukan penerapan suatu media pembelajaran yang efektif dan dapat menunjang kegiatan pembelajaran. Media pembelajaran yang bermacam-macam menyebabkan guru harus selektif memilih penggunaan media pembelajaran. Media yang efektif untuk pengajaran materi tertentu belum tentu efektif untuk mengajarkan materi lainnya. Setiap materi mempunyai karakteristik dan turut menentukan pula media yang digunakan untuk menyampaikan materi tersebut. Begitu pula dalam pembelajaran menulis, guru harus bisa memilih dan menggunakan media sesuai dengan materi yang akan disampaikan sehingga nantinya mampu mencapai tujuan pembelajaran.
Sudarwan Danim (1994:7) mengemukakan bahwa media dalam pembelajaran merupakan seperangkat alat bantu atau pelengkap yang digunakan oleh guru dalam rangka memperlancar penyampaian materi pada peserta didik. Media pembelajaran mempunyai peranan penting dalam proses belajar-mengajar. Selama penerapan pembelajaran, guru dapat menciptakan suasana belajar yang menarik perhatian dengan memanfaatkan media pembelajaran yang kreatif, inovatif ,dan variatif.
Masataka (2002:2) berpendapat bahwa membuat seorang anak mengingat berbagai jenis informasi, kata-kata, dan tulisan yang sedemikian banyak, bukan merupakan cara efektif untuk mengembangkan memorinya. Kunci pengembangan memori anak-anak adalah dengan mendorong mereka menyusun sebuah kisah dan merangkai sejumlah kata-kata yang mereka miliki. Aen Trisnawati (2005:1) juga berpendapat bahwa fantasi merupakan unsur paling menarik dalam kehidupan anak-anak. Fantasi sangat mendominasi kehidupan mereka karena merupakan unsur yang mendukung kreativitas. Anak-anak bisa memandang hal-hal yang tidak mungkin menjadi hal yang mungkin dengan fantasinya.
Aen Trisnawati (2005:1) berpendapat bahwa cerita bergambar ataupun komik merupakan buku cerita yang banyak disukai anak-anak dibandingkan buku cerita lainnya. Nilai lebih komik terletak pada unsur fantasi yang menghibur dan adanya unsur visual. Unsur visual inilah yang menarik minat baca anak-anak. Karena unsur visual ini, anak-anak dapat dengan mudah mengikuti jalan cerita di samping dapat membedakan peran-peran tokoh dalam cerita tersebut. Di dalam cergam atau komik pun, latar kejadian/tempat tokoh-tokoh berperan tersaji jelas.
Secara umum, penggunaan media cergam sebagai media pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan menulis karangan narasi siswa. Ari Wijayanti (2006:4) mengungkapkan manfaat penggunaan cergam sebagai media dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam: (1) menyusun cerita berdasarkan rangkaian gambar secara urut sehingga menjadi karangan narasi yang utuh, (2) memadukan kalimat menjadi karangan narasi yang padu dengan menggunakan kata sambung yang tepat, dan (3) menggunakan ejaan dan tanda baca secara benar dalam karangan narasi.
Penelitian tentang peningkatan keterampilan menulis narasi dengan media cergam belum pernah diteliti oleh orang lain di SMP X. Selain itu, pembelajaran menulis narasi yang berlangsung di sana hanya berkisar tentang pemberian materi berdasarkan cerita nongambar yang menuntut siswa mengembangkan kreativitas menulis narasi tanpa media apapun. Atas dasar itu, maka peneliti merasa perlu melakukan penelitian terhadap permasalahan di atas. Mengingat berbagai nilai posiif yang terkandung dalam cergam, wajar rasanya apabila media tersebut digunakan dalam pembelajaran menulis narasi. Penelitian ini diharapakan membawa dampak positif bagi guru dan siswa dalam rangka peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran menulis narasi di sekolah tersebut.

B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang ingin dijawab pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah proses peningkatan keterampilan menulis narasi menggunakan media cergam pada siswa kelas VII B SMP X?
2. Bagaimanakah hasil peningkatan keterampilan menulis narasi menggunakan media cergam pada siswa kelas VII B SMP X?
3. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya peningkatan keterampilan menulis narasi menggunakan media cergam pada siswa kelas VII B SMP X?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan:
a. Proses pembelajaran keterampilan menulis narasi menggunakan media cergam.
b. Hasil peningkatan keterampilan menulis narasi menggunakan media cergam.
c. Kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya peningkatan keterampilan menulis narasi menggunakan media cergam.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan kebahasaan, terutama dalam kegiatan menulis narasi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru:
1) menawarkan inovasi terhadap pembelajaran menulis narasi;
2) memberi solusi pada kesulitan pelaksanaan pembelajaran menulis narasi;
3) meningkatkan kualitas mata pelajaran bahasa Indonesia.
b. Bagi siswa:
1) membantu mengatasi kesulitan pembelajaran menulis narasi dengan memanfaatkan media cergam;
2) melatih siswa untuk terampil menulis narasi.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 12:25:00

SKRIPSI PTK PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK TWO STAY TWO STRAY SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERDISKUSI SISWA KELAS IX A SMPN X

(KODE PTK-0026) : SKRIPSI PTK PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK TWO STAY TWO STRAY SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERDISKUSI SISWA KELAS IX A SMPN X (MATA PELAJARAN : BAHASA INDONESIA)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Guru memegang peran sebagai sutradara sekaligus aktor dalam pengajaran atau proses belajar mengajar. Artinya, pada gurulah tugas dan tanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pengajaran di sekolah. Lubis (2006: 1) menyatakan bahwa guru sebagai tenaga profesional harus memiliki sejumlah kemampuan mengaplikasikan berbagai teori belajar dalam bidang pengajaran, kemampuan memilih, menerapkan metode pengajaran yang efektif dan efisien, kemampuan melibatkan siswa berpartisipasi aktif, dan kemampuan membuat suasana belajar yang menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
Zanikhan (XXXX: 1), guru bahasa Indonesia Sekolah Menengah Pertama (SMP), mengakui bahwa pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP belum berlangsung seperti yang diharapkan. Guru cenderung menggunakan teknik pembelajaran yang bercorak teoretis dan hafalan sehingga kegiatan pembelajaran berlangsung kaku, monoton, dan membosankan. Hal ini menyebabkan siswa tidak termotivasi, sering malas mengikuti pelajaran bahasa Indonesia dan bersikap menyepelekan pelajaran ini.
Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis. Oleh sebab itu, pada kurikulum saat ini, silabus mata pelajaran bahasa Indonesia sudah memilah pembelajaran bahasa Indonesia dalam empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa kelas IX SMP. Salah satu keterampilan berbicara yang harus dikuasai siswa adalah keterampilan menyampaikan pendapat secara lisan melalui diskusi. Standar kompetensi yang harus dicapai siswa di semester II ini adalah siswa dapat mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi melalui kegiatan diskusi dan protokoler. Ada dua kompetensi dasar yang harus dicapai siswa kelas IX SMP pada pembelajaran berbicara semester genap ini yaitu (1) berpidato/berceramah/berkhotbah dengan intonasi yang tepat dan artikulasi serta volume suara yang jelas; dan (2) menerapkan prinsip-prinsip diskusi.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis terhadap kegiatan mengajar di kelas, penilaian guru terhadap keterampilan berbicara siswa, dan diskusi antara guru Bahasa Indonesia dan peneliti dapat dikemukakan bahwa keterampilan berbicara khususnya berdiskusi siswa kelas IX A SMP N X tahun ajaran XXXX/XXXX masih kurang. Hal ini tampak dari tiga kali tugas untuk berbicara yakni melalui wawancara, diskusi, dan presentasi laporan yang dilakukan siswa kelas IX A SMP N X. Pada umumnya siswa malu dan tidak percaya diri ketika berbicara di depan kelas. Selain itu, cara penyampaian siswa juga kurang baik, suara kurang jelas, dan pilihan kata yang digunakan juga masih kurang variatif. Demikian juga ketika siswa diminta mendiskusikan suatu topik, hanya ada beberapa siswa saja yang mau mengemukakan pendapat. Ketika berdiskusi, hanya siswa yang aktif saja yang berbicara dan menyampaikan pendapat. Siswa yang lain hanya sebagai pendengar saja.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru dan observasi peneliti, ditemukan beberapa fakta yang menyebabkan keterampilan berbicara, khususnya berdiskusi siswa kelas IXA masih belum memadai. Hal ini teridentifikasi dari deskripsi nilai dalam diskusi tersebut adalah ada 26 siswa masih belum tuntas, masih memperoleh nilai kurang dari 65. Ada 2 siswa mendapat nilai 40, 2 siswa juga memperoleh nilai 45, 1 siswa mendapat nilai 49, 2 siswa mendapat nilai 50, 4 siswa yang mendapat nilai 55, dan 2 siswa mendapat nilai 58. Lebih lanjut, ada 12 siswa yang mendapat nilai 60 dan ada 1 siswa yang memperoleh nilai 62. Siswa yang tuntas dalam pembelajaran diskusi ini ada 8 siswa. Perincian nilai siswa yang tuntas adalah ada 5 siswa yang mendapat nilai 65, ada 2 siswa mendapat nilai 68, dan 1 siswa mendapat nilai 70. Dengan demikian, nilai terendah pada pembelajaran diskusi ini adalah 40 sebanyak 2 siswa. Nilai tertinggi pembelajaran diskusi ini adalah 70 yang berhasil diperoleh oleh 1 siswa. Rata-rata nilai berdiskusi ini adalah 59, dengan persentase ketuntasan adalah 23,5%.
Siswa yang lain hanya berbicara ketika ditunjuk guru untuk berbicara saja. Bahkan banyak yang masih malu dan tidak percaya diri untuk mengungkapkan pendapat dalam diskusi. Indikator lain yang menunjukkan bahwa keterampilan berbicara siswa dalam diskusi masih rendah adalah kelancaran siswa dalam berbicara masih kurang, struktur kalimat dan kosakata yang digunakan juga kurang tepat. Ada beberapa siswa mengungkapkan pendapat dengan bahasa Jawa dan Indonesia.
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti, permasalahan tentang keterampilan berdiskusi timbul karena: (1) siswa takut mengungkapkan ide kepada teman-teman; (2) siswa kurang percaya diri terhadap kemampuan berbicaranya; (3) guru belum menggunakan strategi pembelajaran yang tepat dalam menyampaikan materi pelajaran; dan (4) guru kurang memberikan motivasi kepada siswa.
Selain hal-hal diatas, keterampilan berdiskusi siswa yang rendah ini juga disebabkan pembelajaran berdiskusi secara praktik langsung sangat jarang dilakukan. Guru lebih sering menjelaskan tentang teori diskusi daripada praktik diskusi. Guru juga lebih sering meminta siswa untuk praktik menulis atau membaca dari pada praktik berbicara. Guru lebih suka menilai tulisan siswa daripada menilai keterampilan berbicara siswa, misalnya diskusi secara langsung. Hal tersebut dipengaruhi waktu pelajaran yang hanya 80 menit sekali pertemuan. Waktu yang tersedia hanya satu kali pertemuan karena masih ada materi lain yang harus segera diselesaikan. Hal demikian mengakibatkan siswa kurang terlatih untuk berbicara atau mengungkapkan ide dan gagasannya di depan orang lain.
Fakta-fakta di atas menunjukkan kualitas proses dan hasil pembelajaran keterampilan berdiskusi masih kurang optimal. Oleh karena itu diperlukan perbaikan yang dapat mendorong seluruh siswa untuk aktif dalam menyampaikan pendapat atau pikiran dan perasaan secara lisan. Pembelajaran akan lebih optimal jika pendekatan atau metode yang digunakan tepat. Untuk mengoptimalkan hasil belajar, terutama keterampilan berdiskusi, diperlukan pendekatan yang lebih menekankan kerjasama siswa, keaktifan, dan kreativitas siswa serta ada kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan informasi.
Anita Lie (2008: 6) mengungkapkan bahwa strategi pembelajaran yang paling sering digunakan untuk mengaktifkan siswa adalah melibatkan siswa dalam diskusi dengan seluruh kelas. Akan tetapi, strategi ini tidak terlalu efektif walaupun guru sudah berusaha dan mendorong siswa untuk berpartisipasi. Sebagian besar siswa hanya sebagai penonton saja, sedangkan yang menguasai kelas hanya beberapa siswa. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran seperti itu adalah dengan pembelajaran kooperatif. Anita Lie (2008: 17) juga menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif sering disebut sistem pengajaran gotong-royong.
Melalui pembelajaran kooperatif, siswa akan bekerja bersama dalam kelompoknya, kemudian berdiskusi tentang suatu informasi, dan mengungkapkannya kepada kelompok lain. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Neo (2005: 12) dalam penelitian yang berjudul "Engaging Students in Group-based Co-operative Learning-A Malaysian Perspective" menjelaskan bahwa "As students worked together in groups, they shared information and came to each other's aid. They were a team whose players worked together to achieve group goals successfully". Hasil penelitian Neo menunjukkan bahwa setelah pembelajaran kooperatif diterapkan, ada reaksi positif dari siswa yang ditunjukkan dengan motivasi belajar yang meningkat.
Salah satu teknik yang ada dalam metode pembelajaran kooperatif adalah Two Stay Two Stray. Melalui metode kooperatif teknik Two Stay Two Stray diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya dalam kelompoknya sendiri, kemudian dalam kelompok lain. Sejalan dengan hal tersebut, Anita Lie (2008: 61) juga mengungkapkan bahwa dalam struktur Two Stay Two Stray memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Melalui teknik Two Stay Two Stray ini, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok heterogen, masing-masing kelompok 4 siswa. Mereka berdiskusi atau bekerja sama membuat laporan suatu peristiwa dengan tema tertentu yang disampaikan guru. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan bertamu ke kelompok lain. Dua siswa yang tinggal dikelompoknya bertugas membagi hasil kerja atau menyampaikan informasi kepada tamu mereka. Siswa yang menjadi tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri. Mereka melaporkan hal yang didapat dari kelompok lain. Kemudian siswa membuat laporan tentang hasil diskusi tersebut.
Melalui penerapan metode ini, banyak hal positif yang bisa diperoleh. Salah satunya guru dapat mengefektifkan waktu pembelajaran karena dua siswa (sebagai tuan rumah) diminta tampil berbicara yaitu melaporkan secara lisan hasil diskusi kepada kelompok lain. Dua siswa lain (sebagai tamu) juga pergi ke kelompok lain untuk mendengarkan presentasi kelompok lain dan berdiskusi disana. Hal tersebut tentunya sangat berbeda ketika siswa atau kelompok maju satu per satu ke depan kelas. Waktu yang diperlukan untuk hal tersebut tentu lebih lama.
Melalui metode kooperatif Two Stay Two Stray ini, siswa akan bekerja secara berkelompok. Ketika melaporkan ke kelompok lain juga secara berpasangan (2 orang) sehingga diharapkan siswa tidak merasa takut dan grogi ketika mengungkapkan hasil diskusi kepada kelompok lain. Hal ini juga menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa.
Keunggulan lain adalah melalui teknik Two Stay Two Stray tersebut, siswa dikondisikan aktif mempelajari bahan diskusi atau hal yang akan dilaporkan, karena setiap siswa memiliki peran dan tanggung jawab untuk mempelajari bahan tersebut bersama kelompok ketika menjadi 'tamu' maupun 'tuan rumah'. Dengan demikian, pengetahuan dan wawasan siswa berkembang, siswa lebih menguasai topik diskusi itu sehingga kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti terdorong untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas sebagai usaha perbaikan kualitas proses dan hasil pembelajaran keterampilan berdiskusi dengan judul: "Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Keterampilan Berdiskusi Siswa Kelas IX A SMP Negeri X Kabupaten X Tahun Ajaran XXXX/XXXX".

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran keterampilan berdiskusi siswa kelas IX A SMP Negeri X Kabupaten X Tahun Ajaran XXXX/XXXX?
2. Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray dapat meningkatkan kualitas hasil pembelajaran keterampilan berdiskusi siswa kelas IX A SMP Negeri X Kabupaten X Tahun Ajaran XXXX/XXXX?

C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan permasalahan di atas, tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan:
1. Kualitas proses pembelajaran keterampilan berdiskusi siswa kelas IX A SMP Negeri X Kabupaten X Tahun Ajaran XXXX/XXXX; dan
2. Kualitas hasil pembelajaran keterampilan berdiskusi siswa kelas IX A SMP Negeri X Kabupaten X Tahun Ajaran XXXX/XXXX.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk memperkaya khasanah pengetahuan bahasa dan memperluas wawasan tentang pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah menengah, terutama pembelajaran keterampilan berdiskusi dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
1. Siswa termotivasi dalam pembelajaran keterampilan berdiskusi.
2. Dengan diterapkan model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray pada pembelajaran berdiskusi, siswa SMP akan dilatih dan dibiasakan bekerja sama serta menjaga kekompakan kelompok.
3. Penerapan model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray memungkinkan dapat meningkatkan keterampilan berdiskusi siswa.
b. Bagi Guru
1. Upaya menawarkan inovasi dalam metode pembelajaran keterampilan berdiskusi.
2. Menciptakan pembelajaran yang inovatif dan menyenangkan sehingga dapat menarik perhatian siswa.
3. Sarana bagi guru untuk meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam pembelajaran yang inovatif.
4. Meningkatkan kinerja guru karena dengan metode ini dapat mengefektifkan waktu pembelajaran berdiskusi.
c. Bagi Peneliti
1. Memperluas wawasan dan pengetahuan peneliti tentang pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia khususnya tentang keterampilan berdiskusi.
2. Mendapatkan fakta bahwa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray dapat meningkatkan keterampilan berdiskusi siswa.
d. Bagi Sekolah
1. Sebagai inovasi pembelaj aran yang dilaksanakan guru.
2. Memberikan pengalaman pada guru lain untuk menerapkan proses pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa dengan model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 12:23:00

SKRIPSI PTK PEMANFAATAN MULTIMEDIA POWER POINT UTK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP SISTEM SARAF DI SMP X

(KODE PTK-0025) : SKRIPSI PTK PEMANFAATAN MULTIMEDIA POWER POINT UTK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP SISTEM SARAF DI SMP X (MATA PELAJARAN : BIOLOGI)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Dalam proses pembelajaran, terdapat beberapa komponen, dua diantaranya adalah guru dan siswa. Agar proses pembelajaran berhasil, guru harus aktif diantaranya dalam hal mendorong siswa untuk aktif belajar dan memberikan pengalaman belajar yang memadai kepada siswa.
Menurut Winkel (1987), pembelajaran berlangsung di dalam kelas, dapat ditemukan beberapa komponen yang bersama-sama mewujudkan proses tersebut. Komponen-komponen tersebut antara lain prosedur didaktif, media pembelajaran, pengelompokan siswa dan materi pelajaran. Peranan dalam membimbing pada dasarnya ikut dalam prosedur didaktif.
Prosedur didaktif menunjuk pada kegiatan-kegiatan guru dalam mengelola pembelajaran di dalam kelas. Untuk mencapai keberhasilan tersebut, disamping harus memahami sepenuhnya materi yang diajarkan guru juga dituntut untuk mengetahui secara tepat posisi pengetahuan siswa sebelum mengikuti pelajaran tertentu.
Observasi awal yang telah dilakukan diketahui bahwa SMP X ini merupakan SMP swasta yang setaraf dengan SMP lainnya. Dengan beberapa perbedaan dalam hal mata pelajaran tambahan dan alokasi waktunya. Lokasi SMP ini berada di pinggiran kota, terletak disekitar pondok pesantren dan kantor yayasan yang menaunginya. Sekolah ini tergolong masih baru, yaitu masih 5 tahun. Fasilitas di SMP ini tidak jauh beda dengan SMP swasta pada umumnya.
Siswa SMP ini umumnya berasal dari pondok pesantren Yayasan X, anak-anak panti asuhan X dan juga dari masyarakat sekitar sekolah ini.
Mata pelajaran Biologi di sekolah ini diajarkan dengan satu metode yaitu ceramah dengan guru menjelaskan dan siswa cenderung hanya mendengar tanpa ada variasi seperti pemanfaatan media dan sebagainya. Alasan dari kegiatan belajar mengajar yang monoton ini adalah kurangnya peralatan laboratorium dan fasilitas yang lainnya menyebabkan kegiatan seperti praktikum sangat sukar diterapkan.
Siswa yang terdapat di SMP ini pada umumnya mempunyai prestasi belajar rendah, meskipun ada beberapa yang berprestasi sangat menonjol, hal ini mengakibatkan kurang adanya semangat belajar (motivasi) untuk saling bersaing dalam memperoleh nilai.
Berdasarkan informasi dari guru Biologi, nilai rata-rata ulangan harian pada sistem pencernaan adalah 6,3 dengan ketuntasan 56 %. Kondisi ini menggambarkan bahwa pemahaman siswa dalam proses pembelajaran masih rendah sehingga menyebabkan hasil belajar siswa cenderung rendah. Begitu pula dari wawancara dengan siswa diperoleh hasil bahwa siswa mengalami kesulitan mempelajari sistem saraf karena banyaknya konsep yang sulit dipahami oleh siswa serta sulit dihafal, dan siswa memerlukan media pembelajaran yang dapat membantu meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
Hasil analisis penyebab rendahnya kompetensi siswa dalam mempelajari sistem saraf dapat dijabarkan seperti Gambar 1.

* Gambar sengaja tidak ditampilkan *

Analisis pada pohon masalah di atas menunjukkan bahwa kurangnya variasi model pembelajaran. Pembelajaran monoton, serta siswa tidak dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran merupakan akar masalah rendahnya kompetensi siswa dalam materi pokok sistem saraf. Kurangnya variasi dalam pembelajaran disebabkan karena guru kurang dalam memilih media dan alat bantu yang dapat menarik minat siswa dalam pembelajaran Biologi. Oleh karena itu perlu disusun pohon sasaran seperti pada Gambar 2.

* Gambar sengaja tidak ditampilkan *

Permasalahan di SMP X tampaknya disebabkan oleh kurangnya guru memberikan variasi dalam pembelajaran sehingga pembelajaran hanya satu arah dan siswa tidak dilibatkan secara aktif. Sarana pembelajaran yang kurang memadai serta materi sistem saraf yang sulit, ketiga faktor tersebut mempengaruhi rendahnya kompetensi siswa.
Permasalahan di atas memerlukan upaya penyelesaian agar siswa menjadi termotivasi untuk mempelajari sistem saraf sehingga meningkatnya kompetensi tercapai. Alternatif untuk memecahkan masalah tersebut di atas adalah dengan menggunakan media yang dapat menarik minat siswa untuk belajar biologi. Media tersebut yaitu komputer dan diharapkan siswa menjadi termotivasi sehingga hasil belajar biologi dapat meningkat yang berdampak pada meningkatnya kompetensi siswa. Ada beberapa alasan mengapa media pembelajaran dengan komputer dikembangkan antara lain sebagai variasi dalam pembelajaran, modern dan menarik, dapat menayangkan proses-proses yang sulit, belum banyak digunakan di sekolah-sekolah.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas timbul rumusan masalah sebagai berikut :
1. Adakah peningkatan motivasi siswa pada pembelajaran konsep sistem saraf dengan menggunakan media pembelajaran multimedia komputer bentuk power point di SMP X ?
2. Adakah peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran konsep sistem saraf dengan mengunakan media pembelajaran multimedia komputer bentuk power point di SMP X?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan Penelitian
1. Meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada pembelajaran konsep sistem saraf
2. Sebagai upaya untuk sosialisasi media pembelajaran kepada guru mata pelajaran di sekolah
b. Manfaat Penelitian
Hasil dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini akan memberikan manfaat yang berarti bagi perorangan atau institusi di bawah ini :
1. Bagi siswa
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam memahami konsep sistem saraf pada manusia di kelas II SMP X yang mengalami kesulitan dalam belajar dan motivasi rendah, sehingga diharapkan motivasi dan hasil belajarnya akan lebih optimal.
2. Bagi guru
Guru biologi memperoleh pengalaman langsung dalam merancang model pembelajaran dengan menggunakan komputer sebagai media pembelajaran.
3. Bagi sekolah
Memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah, dalam rangkan perbaikan proses pembelajaran sehingga dapat memotivasi dan meningkatkan hasil belajar siswa.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 12:17:00

SKRIPSI PTK UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI PENGGUNAAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DENGAN LKS MATA DIKLAT KOMPETENSI KEJURUAN 1 PADA KLS XI TAV-C

(KODE PTK-0024) : SKRIPSI PTK UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI PENGGUNAAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DENGAN LKS MATA DIKLAT KOMPETENSI KEJURUAN 1 PADA KLS XI TAV-C (MATA DIKLAT : KOMPETENSI KEJURUAN 1)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, kita tidak lagi dapat mengandalkan pada tersedianya tenaga kerja yang banyak dan murah, yang dikenal seperti yang selama ini telah dianggap sebagai suatu keuntungan kompetitif. Tenaga kerja yang diperlukan dalam era perubahan ini adalah mereka yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta menguasai informasi (Well Educated, Well Trained and Informed). Perubahan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan merupakan asas dari suatu organisasi belajar.
Salah satu sarana penyiapan tenaga kerja di masa depan adalah pemanfaatan teknologi pembelajaran, karena aspek ini masih banyak dipandang sebagai suatu bidang yang mendukung pendidikan. Untuk itu teknologi pembelajaran perlu mendapat perhatian dari para guru atau tenaga kependidikan lain dalam lingkungan pendidikan formal, sebab teknologi pembelajaran telah berkembang sebagai suatu teori dan praktek dimana proses, sumber dan sistem belajar pada manusia, baik perorangan maupun dalam suatu ikatan organisasi dapat dirancang, dikembangkan, dimanfaatkan, dikelola dan dinilai.
SMKN X yang merupakan sekolah kejuruan yang menyiapkan tenaga kerja profesional dan handal dalam bidangnya berusaha untuk selalu meningkatkan mutu pembelajaran terutama kompetensi kejuruan, tetapi kenyataan yang terjadi saat ini prestasi belajar untuk kompetensi produktif masih sangat rendah. Hal ini terbukti bahwa pada kelas XI TAV-C (Teknik Audio Video) yang diampu peneliti masih rendah. Diduga salah satu penyebabnya adalah karena proses belajar mengajar hanya berpusat pada guru, sehingga siswa tidak ikut terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar tersebut. Hal lain yang menjadi permasalahan dalam proses belajar mengajar adalah siswa kurang aktif di kelas dan cenderung tidak pernah mengajukan pertanyaan dalam pembelajaran. Oleh karena itu dibutuhkan peran guru untuk memberikan motivasi agar siswa tertarik dalam pembelajaran produktif.
Ada dua faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Metode pembelajaran merupakan salah satu faktor eksternal yang menunjang keberhasilan belajar siswa. Untuk itu para guru, khususnya di sini guru produktif harus mempunyai kreativitas dan inovasi untuk mengembangkan metode mengajarnya guna menciptakan pembelajaran yang menarik bagi siswa.
Metode mengajar yang baik adalah metode yang disesuaikan dengan materi yang di sampaikan, kondisi siswa, sarana yang tersedia serta penguasaan kompetensi. Oleh karena itu, diperlukan suatu bentuk pembelajaran yang tidak hanya mampu secara materi saja tetapi juga mempunyai kemampuan yang bersifat formal, sehingga selain diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajar siswa dan metode pembelajaran yang diterapkan juga dapat membuat siswa aktif terlibat dalam proses belajar mengajar secara maksimal mungkin. Dengan cara siswa menerapkan pengetahuannya, belajar memecahkan masala dengan teman-temannya mempunyai keberanian menyampaikan ide atau gagasan dan mempunyai tanggung jawab terhadap tugasnya. Selama ini dalam kegiatan belajar individual cenderung mementingkan pribadi dan tidak memperhatikan lingkungan sekitar.
Pembelajaran kooperatif seperti tipe STAD (Student Team Achievement Divison)/(Pencapaian Pembelajaran Tim Siswa) merupakan salah satu strategi dari teori belajar kontruktivisme yang sesuai diterapkan pada mata diklat Kompetensi Kejuruan 1 di kelas XI TAV-C kompetensi menguasai elektronika dasar terapan. Dalam pembelajaran tipe STAD ini, siswa dengan berbagai latar belakang yang berbeda dan dengan kemampuan awal yang berbeda akan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk mempelajari materikompetensi produktif dan ketarampilan kooperatif antar siswa. Anggota-anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan tugas-tugas kelompok dalam mempelajari materi produktif dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.
Pembelajaran kooperatif dicirikan oleh struktur tugas, tujuan dan penghargaan kooperatif. Siswa bekerja dalam situasi semangat kooperatif dan membutuhkan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama serta mereka harus mengkoordinasikan belajarnya untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam materi kompetensi produktif. Atas hal itulah metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Lembar Kerja Siswa sangat cocok diterapkan dalam pembelajaran produktif di kelas XI TAV-C.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka berbagai permasalahan dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Prestasi belajar kompetensi produktif pada kelas XI TAV-C SMKN X sangat rendah.
2. Dibutuhkan kreatifitas dan inovasi dari guru untuk menciptakan pembelajaran yang menarik siswa.
3. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Lembar Kerja Siswa diduga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
4. Motivasi belajar siswa perlu ditingkatkan dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Lembar Kerja Siswa.

C. Pembatasan Masalah
Agar dalam penelitian dapat mencapai sasaran yang utama maka perlu adanya pembatasan masalah, yaitu:
1. Permasalahan dibatasi pada bagaimana upaya meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajar dengan menggunakan metode Pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa.
2. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan pada siswa kelas XI TAV-C SMKN X Semester II Tahun Pelajaran XXXX/XXXX
3. Tindakan kelas dilaksanakan pada tahun diklat XXXX/XXXX
a. Pra tindakan dilaksanakan bulan Desember XXXX.
b. Siklus 1 dilaksanakan pada bulan Februari XXXX.
c. Siklus 2 dilaksanakan pada bulan Maret XXXX.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah melalui metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan lembar kerja dapat meningkatkan motivasi belajar siswa bagi kelas XI TAV-C pada mata diklat Kompetensi Kejuruan satu kompetensi menguasai elektronika dasar terapan Semester II SMKN X pada Tahun Pelajaran XXXX/XXXX ?
2. Apakah melalui metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Lembar Kerja Siswa dapat meningkatkan prestasi belajar siswa bagi kelas XI TAV-C pada mata diklat Kompetensi Kejuruan satu kompetensi menguasai elektronika dasar terapan semester II SMKN X pada Tahun Pelajaran XXXX/XXXX?

E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui peningkatan motivasi belajar dan prestasi belajar pada mata diklat Kompetensi Kejuruan 1 pada kompetensi menguasai elektronika dasar terapan dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Lembar Kerja Siswa.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui peningkatan motivasi belajar dan prestasi belajar pada mata diklat Kompetensi Kejuruan 1 pada kompetensi menguasai elektronika dasar terapan melalui Metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Lembar Kerja Siswa pada siswa kelas XI TAVC SMKN X pada tahun pelajaran XXXX/XXXX.

F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat dipetik dari penelitian ini terbagi menjadi 2 yaitu:
1. Manfaat Penelitian
Menberikan masukan bagi para pendidik yang memilih strategi pembelajaran khususnya pada pembelajaran dengan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa.
Siswa lebih mudah memahami mata diklat Kompetensi Kejuruan 1 sehingga motivasi belajar dan prestasi belajar meningkat.
b. Bagi Guru.
Menambah wawasan bagi para pendidik dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Lembar Kerja Siswa dalam rangka meningkatkan motivasi belajar siswa dan prestasi belajar siswa.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 12:16:00

TESIS PTK IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN BELAJAR MANDIRI SISWA DAN HASIL BELAJAR IPS

(KODE PTK-0023X) : TESIS PTK IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN BELAJAR MANDIRI SISWA DAN HASIL BELAJAR IPS (MATA PELAJARAN : IPS)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) memiliki tujuan utama yaitu agar setiap peserta didik menjadi warga negara yang baik, melatih peserta didik memiliki kemampuan berpikir matang untuk menghadapi dan memecahkan masalah sosial, dan agar peserta didik dapat mewarisi dan melanjutkan budaya bangsanya.
Hasil wawancara dengan siswa diperoleh jawaban bahwa sebagian besar siswa menganggap IPS merupakan mata pelajaran yang sulit. Kesulitan yang dialami siswa ini disebabkan tidak adanya kesadaran dari diri siswa itu sendiri untuk belajar mandiri, mengingat mata pelajaran IPS materinya sangat banyak dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari sehingga siswa harus banyak membaca buku ajar, buku referensi, majalah, surat kabar dan jika perlu siswa menggunakan media lain seperti internet. Hal ini dimaksudkan agar wawasan siswa bertambah luas dan siswa mampu mengkaitkan pengetahuan yang telah dimiliki dengan pelajaran yang dimiliki oleh guru.
Berdasarkan pengamatan dokumen nilai IPS di kelas VII A, diperoleh data sebagai berikut: 1) Rata-rata nilai ulangan harian (UH) siswa pada mata pelajaran IPS rendah yaitu hanya mencapai 58,95%. 2) Siswa yang mencapai ketuntasan belajar diatas 68 hanya 19 orang atau 47,50%.
Rendahnya hasil belajar IPS pada siswa disebabkan oleh beberapa faktor dari guru itu sendiri seperti : 1) guru kurang menguasai materi pelajaran 2) guru kurang tepat menentukan model pembelajaran yang sesuai dengan materi, 3) guru kurang bervariasi dalam menerapkan metode pembelajaran, 4) guru kurang terampil memilih alat peraga yang tepat dan sesuai dengan kompetensi dasar yang akan disajikan, 5) guru kurang dapat memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, dan 6) guru kurang mendorong siswa untuk belajar mandiri.
Beberapa siswa mengaku jika keesokan harinya ada pelajaran IPS, dia kadang-kadang belajar dan kadang-kadang tidak belajar, bahkan tugas di rumah pun banyak dikerjakan disekolah sebelum guru masuk kelas. Sebagian siswa juga merasakan bahwa pelajaran IPS membosankan dan banyak hapalan.
Permasalahan rendahnya kemampuan belajar mandiri dan hasil belajar IPS pada siswa jika tidak diatasi akan menyebabkan rendahnya kemampuan menyelesaikan soal, rendahnya penguasaan kompetensi mata pelajaran IPS, sehingga nilai ulangan harian IPS rendah, akibatnya hasil belajar IPS secara umum rendah. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut guru dapat melakukan penelitian tindakan kelas (PTK). Hopkins ( 1993 : 44) menjelaskan, "Actions research combines as substantive act with a research procedure, it is action disciplined by enquiry a personel attempt at understanding while engaged in process of improvement and reform ".
(Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian degan tindakan substantif, sebagai tindakan yang dilakukan secara inkuiri, merupakan usaha seseorang untuk memahami apa yang sedang terjadi, sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan dan pembahasan).
Pembelajaran kooperatif model jigsaw merupakan salah satu alternatif dalam upaya meningkatkan kemampuan belajar mandiri siswa dan hasil belajar IPS. Melalui model pembelajaran ini diharapkan siswa mampu bertanggung jawab atas belajar mereka sendiri dan berusaha menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dihadapkan pada mereka. Di dalam pembelajaran kooperatif model jigsaw ini prinsip belajar aktif diterapkan.
Belajar mandiri merupakan sikap atau perbuatan yang dilakukan oleh individu yang tumbuh dari dalam diri berupa tumbuhnya kesadaran akan pentingnya belajar. Dalam belajar mandiri seorang memiliki keyakinan apa yang dipelajari akan bermanfaat bagi kehidupannya. Pembelajaran yang demokratis dan menghargai perubahan sekecil apapun yang akan dicapai akan membuat anak percaya diri. Rasa percaya diri akan memunculkan motivasi untuk selalu ingin tahu, dan berusaha mencari makna dari hal-hal yang dipelajari.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang diuraikan diatas, dan agar hasil penelitian ini lebih terfokus maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana implementasi pembelajaran kooperatif model jigsaw untuk meningkatkan belajar mandiri siswa ?
2. Bagaimana imlementasi pembelajaran kooperatif model jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar IPS ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian Tindakan Kelas ini ada dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian tindakan kelas ini adalah :
a. Mengimplementasikan pembelajaran kooperatif model jigsaw untuk meningkatkan belajar mandiri siswa.
b. Mengimplementasikan pembelajaran kooperatif model jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar IPS
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian tindakan kelas ini adalah :
a. Mendiskripsikan dan menjelaskan implementasi pembelajaran koperatif model jigsaw untuk meningkatkan belajar mandiri siswa dan hasil belajar IPS.
b. Mendeskripsikan dan menjelaskan peningkatan belajar mandiri siswa melalui pembelajaran kooperatif model jigsaw bagi siswa kelas VII A di SMPN X pada semester 1 tahun pelajaran XXXX/XXXX
c. Mendeskripsikan dan menjelaskan peningkatan hasil belajar IPS
melalui pembelajaran kooperatif model jigsaw bagi siswa kelas VII A di SMPN X semester 1 tahun pelajaran XXXX/XXXX

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
a. Sebagai bahan pengembangan teori pembelajaran dalam meningkatkan belajar mandiri siswa
b. Sebagai bahan pengembangan teori pembelajaran dalam meningkatkan hasil belajar IPS.
c. Digunakan sebagai bahan referensi bagi peneliti lain dalam upaya melakukan penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa, pembelajaran kooperatif model jigsaw sangat bermanfaat karena siswa akan mampu bertanggung jawab atas belajar mereka sendiri dan berusaha menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dihadapkan pada mereka.
b. Bagi guru, hasil penelitian ini akan digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Guru akan berusaha menerapkan strategi dan pendekatan yang sesuai untuk pembelajaran di era yang menuntut siswa yang mandiri, aktif dan cerdas.
c. Bagi penentu kebijakan baik sekolah maupun dinas terkait, penelitian ini dapat menjadi masukan dalam upaya peningkatan perbaikan pembelajaran IPS di Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 12:14:00