Cari Kategori

PENERAPAN METODE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN MINAT DAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI PADA KOMPETENSI DASAR MENGANALISIS HIDROSFER DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN DI MUKA BUMI

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan bagian yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Oleh karena itu pembangunan di bidang pendidikan merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan sumberdaya manusia agar mampu bersaing dalam menghadapi perkembangan zaman. Karena pentingnya bidang pendidikan tersebut maka komponen yang terkait dalam dunia pendidikan baik keluarga, masyarakat, dan juga pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Meningkatkan kualitas pembelajaran merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan dalam suatu proses belajar mengajar untuk meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini merupakan tugas bagi masing-masing sekolah dan yang paling utama adalah bagi guru sebagai tenaga pengajar. Guru harus selalu kreatif dan inovatif dalam melakukan pembelajaran agar siswa lebih mudah memahami materi yang disampaikan dan antusias dalam mengikuti proses belajar mengajar, sehingga pembelajaran yang dilaksanakan berkualitas dan prestasi yang dicapai siswa memuaskan. Metode pembelajaran yang dipilih harus sesuai dengan materi pelajaran yang akan disampaikan, karena pemilihan metode pembelajaran yang tepat akan membantu tercapainya tujuan pembelajaran.

Seiring dengan diterapkannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mulai tahun 2006 lalu, guru tidak bisa lagi mempertahankan paradigma lama yaitu guru merupakan pusat kegiatan belajar di kelas (teacher center). Hal ini nampaknya masih banyak diterapkan di ruang-ruang kelas dengan alasan pembelajaran seperti ini merupakan pembelajaran yang paling praktis dan tidak menyita waktu. Hal ini menyebabkan siswa cenderung jenuh, bosan dan akhirnya kurang tertarik terhadap pembelajaran yang berlangsung. Hal ini berpengaruh terhadap capaian hasil belajar siswa.
Secara umum keberhasilan proses belajar mengajar dapat ditinjau dari dua faktor, yaitu:
1. Faktor guru
a. Penggunaan metode mengajar yang sesuai dengan materi yang diajarkan
b. Penguasaan guru terhadap materi yang disampaikan
c. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan.
2. Faktor siswa
a. Seberapa besar minat dan kemampuan siswa dalam belajar
b. Kemampuan siswa untuk mempelajari buku-buku bacaan sebagai sumber belajar

Berdasarkan pengamatan dan observasi yang telah dilakukan di SMAN X, pembelajaran geografi yang dilakukan guru masih menggunakan metode pembelajaran konvensional ceramah dan pembelajaran berpusat pada guru. Guru geografi tidak menyadari bahwa metode pembelajaran konvensional yang dilakukan monoton dan membosankan sehingga para siswa menjadi kurang antusias, cenderung pasif, dan kurang tertarik dalam kegiatan belajar mengajar. Selain itu dalam pembelajaran guru juga tidak menggunakan media yang menarik. Hal inilah yang menyebabkan hasil belajar yang dicapai siswa cenderung rendah. Kenyataannya di lapangan, guru merasa kesulitan dalam menerapkan metode pembelajaran yang tepat untuk mata pelajaran geografi karena guru sudah terbiasa dengan metode ceramah yang dirasa paling mudah dilaksanakan.

Selain dari faktor guru, rendahnya hasil belajar siswa juga dapat disebabkan karena faktor dari siswa, salah satunya yaitu minat belajar. Pada saat pelajaran geografi berlangsung siswa cenderung pasif di dalam kelas, hanya beberapa siswa yang terlihat mencatat penjelasan guru, sedikit yang mempunyai buku literatur, dan sedikit siswa yang bertanya. Hal ini menunjukkankan bahwa siswa kurang berminat dalam mengikuti pelajaran geografi. Kurangnya minat siswa terhadap pelajaran geografi dapat menyebabkan hasil belajar siswa kurang maksimal dan ketidaktertarikan siswa terhadap pelajaran yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto (2003: 57) yang mengemukakan:

"Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Minat besar pengaruhnya terhadap belajar karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya karena tidak ada daya tarik baginya. Ia segan-segan untuk belajar, ia tidak memperoleh kepuasan dari pelajaran itu."

Reber dalam Syah (1995:136) menyatakan bahwa minat banyak bergantung pada faktor-faktor internal seperti: pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan. Minat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar dalam bidang-bidang studi tertentu. Misalnya seorang siswa menaruh perhatian besar terhadap mata pelajaran geografi akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa lainnya. Kemudian karena pemusatan perhatiannya lebih intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa tadi untuk belajar lebih giat, dan akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu diadakan perbaikan terhadap strategi pembelajaran yang berkaitan dengan model pembelajaran yang digunakan guru, yaitu dengan menerapkan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu dari banyak model pembelajaran yang dapat dipilih untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif lebih melibatkan siswa secara langsung untuk aktif dalam pembelajaran. Jadi dengan diterapkannya model pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa terhadap pelajaran geografi.

Berdasarkan informasi dari guru, siswa menganggap bahwa materi pada Kompetensi Dasar Menganalisis Hidrosfer dan Dampaknya terhadap Kehidupan di Muka Bumi merupakan materi yang sulit untuk dipelajari dan dipahami. Guru juga merasa kesulitan dalam menyampaikan materi karena keterbatasan waktu dan banyaknya materi yang tercakup dalam KD tersebut yang meliputi siklus hidrologi, berbagai macam perairan darat, dan perairan laut. Luasnya cakupan materi tersebut dengan hanya diterapkan metode ceramah saja menjadikan siswa sangat sulit memahami materi tersebut. Hal ini ditunjukkan pula dengan perolehan nilai siswa pada Kompetensi Dasar Menganalisis Hidrosfer dan Dampaknya terhadap Kehidupan di Muka Bumi yang cenderung rendah dari tahun ke tahun dan lebih rendah pula dibandingkan dengan KD lain pada semester genap. 

Apabila dibandingkan dengan Kompetensi Dasar lain pada semester genap, nilai rata-rata siswa pada Kompetensi Dasar Menganalisis Hidrosfer dan Dampaknya terhadap Kehidupan di Muka Bumi juga lebih rendah pada tahun XXXX. 

Dari data tersebut menunjukkan masih rendahnya hasil belajar siswa SMAN X pada Kompetensi Dasar Menganalisis Hidrosfer dan Dampaknya terhadap Kehidupan di Muka Bumi. Oleh karena itu perlu diadakan suatu penerapan metode pembelajaran baru untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada Kompetensi Dasar tersebut.

Berdasarkan nilai ulangan pada mid semester genap tersebut menunjukkan bahwa kelas X mempunyai nilai rata-rata kelas yang paling rendah dibanding dengan kelas lain. Oleh karena itu penelitian ini dilaksanakan pada kelas X.

Di dalam pembelajaran kooperatif dikenal berbagai metode pembelajaran salah satunya adalah metode Numbered Heads Together (NHT). NHT merupakan pendekatan struktur informal dalam cooperative learning. NHT merupakan struktur sederhana dan terdiri atas 4 tahap yaitu Penomoran (numbering), Mengajukan Pertanyaan (Questioning), Berpikir Bersama (Heads Together), dan Menjawab (Answering) yang digunakan untuk mereview fakta-fakta dan informasi dasar yang berfungsi untuk mengatur interaksi para siswa.

Prinsipnya metode ini membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil, dan setiap siswa dalam kelompok akan mendapatkan nomor, nomor inilah yang digunakan sebagai patokan guru dalam menunjuk siswa untuk mengerjakan tugasnya. Selain itu pembagian kelompok juga dimaksudkan agar setiap siswa dapat bertukar pikiran dalam menyelesaikan semua permasalahan yang ditugaskan oleh guru secara bersama-sama sehingga diharapkan setiap siswa akan aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Metode ini berupaya meningkatkan aktivitas siswa untuk aktif dalam belajar secara kelompok, sehingga akan menimbulkan minat dan motivasi yang tinggi dalam belajar baik secara individu maupun kelompok.

Penerapan metode NHT ini sesuai dengan karakteristik pada KD Menganalisis Hidrosfer dan Dampaknya terhadap Kehidupan di Muka Bumi karena dengan melakukan diskusi siswa dapat bertukar pikiran mengenai materi yang dipelajari, sehingga siswa tidak diibaratkan sebagai botol kosong yang kemudian diisi oleh guru. Dengan metode ini semua siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk melaporkan hasil diskusi, sehingga semua anggota kelompok dituntut untuk memahami materi yang dipelajari. Metode NHT menuntut siswa untuk berdiskusi dengan sungguh-sungguh, tidak hanya mengandalkan pada siswa yang pandai, sehingga memungkinkan siswa untuk memahami materi dan hasil belajar siswa meningkat.

Dalam upaya peningkatan minat dan hasil belajar siswa tersebut, maka perlu dilaksanakan tindakan perbaikan berkaitan dengan penggunaan metode pembelajaran geografi, khususnya pada Kompetensi Dasar Menganalisis Hidrosfer dan Dampaknya terhadap Kehidupan di Muka Bumi. Dengan perumusan judul penelitian sebagai berikut: "Penerapan Metode Numbered Heads Together (NHT) untuk Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Geografi pada Kompetensi Dasar Menganalisis Hidrosfer dan Dampaknya terhadap Kehidupan di Muka Bumi Siswa Kelas X SMAN X Tahun XXXX/XXXX"

B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah penerapan Metode Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan minat belajar geografi pada Kompetensi Dasar Menganalisis Hidrosfer dan Dampaknya terhadap Kehidupan di Muka Bumi Siswa Kelas X SMAN X tahun ajaran XXXX/XXXX?
2. Apakah penerapan Metode Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar geografi pada Kompetensi Dasar Menganalisis Hidrosfer dan Dampaknya terhadap Kehidupan di Muka Bumi Siswa Kelas X SMAN X tahun ajaran XXXX/XXXX?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui peningkatan minat belajar Geografi dengan menerapkan Metode Numbered Heads Together (NHT) pada Kompetensi Dasar Menganalisis Hidrosfer dan Dampaknya terhadap Kehidupan di Muka Bumi Siswa Kelas X SMAN X Tahun XXXX/XXXX.
2. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar Geografi dengan menerapkan Metode Numbered Heads Together (NHT) pada Kompetensi Dasar Menganalisis Hidrosfer dan Dampaknya terhadap Kehidupan di Muka Bumi Siswa Kelas X SMAN X Tahun XXXX/XXXX.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis
a. Memberikan kontribusi keilmuan yang bermanfaat dalam dunia pendidikan mengenai penerapan pembelajaran kooperatif dengan Metode Numbered Heads Together (NHT) untuk peningkatan minat dan hasil belajar siswa mata pelajaran geografi terutama pada Kompetensi Dasar Menganalisis Hidrosfer dan Dampaknya terhadap Kehidupan di Muka Bumi.
b. Sebagai acuan pembelajaran yang inovatif dan mendukung teori pembelajaran kooperatif.
c. Menjadi bahan pembanding, pertimbangan, dan pengembangan bagi peneliti di masa yang akan datang di bidang dan permasalahan yang sejenis atau bersangkutan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
1) Mendapatkan kemudahan dalam belajar dan lebih mudah memahami materi geografi yang disampaikan oleh guru.
2) Meningkatkan minat dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran geografi.
b. Bagi Guru
1) Sebagai masukan bagi guru geografi dalam menentukan metode mengajar yang tepat sesuai dengan materi yang bersangkutan, dalam rangka peningkatan minat dan hasil belajar siswa.
2) Meningkatkan kemampuan guru dalam mengembangkan pembelajaran.
3) Mengatasi kendala yang dihadapi guru dalam pembelajaran geografi.
c. Bagi Peneliti
1) Menerapkan ilmu yang telah diterima di bangku kuliah khususnya yang bersangkutan dengan pendidikan.
2) Mendapatkan pengalaman langsung dalam penerapan metode Metode Numbered Heads Together (NHT) khususnya pada kompetensi dasar menganalisis hidrosfer dan dampaknya terhadap kehidupan di muka bumi.
3) Mendapat bekal tambahan sebagai mahasiswa dan calon guru geografi sehingga siap melaksanakan tugas di lapangan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 20:31:00

UPAYA PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPS EKONOMI MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT)

A. Latar Belakang Masalah

Masalah pendidikan sesungguhnya telah banyak dibicarakan oleh para ahli pendidikan. Mereka menyadari bahwa pendidikan merupakan salah satu aspek penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan yang berkualitas sangat diperlukan untuk mendukung terciptanya manusia yang cerdas serta mampu bersaing di era globalisasi. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat besar dalam membentuk karakter, perkembangan ilmu dan mental seorang anak, yang nantinya akan tumbuh menjadi seorang manusia dewasa yang akan berinteraksi dan melakukan banyak hal terhadap lingkungannya, baik secara individu maupun sebagai makhluk sosial.

Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan dimasa mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan problema kehidupan yang dihadapinya. Konsep pendidikan tersebut terasa semakin penting ketika seseorang harus memasuki kehidupan di masyarakat dan dunia kerja, karena yang bersangkutan harus mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah untuk menghadapi problema yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari saat ini maupun yang akan datang.

Secara total, pendidikan merupakan suatu sistem yang memiliki kegiatan cukup kompleks, meliputi berbagai komponen yang berkaitan satu sama lain. Jika menginginkan pendidikan terlaksana secara teratur, berbagai elemen (komponen) yang terlibat dalam kegiatan pendidikan perlu dikenali. Pendidikan dapat dilihat dari hubungan elemen peserta didik (siswa), pendidik (guru), dan interaksi keduanya dalam usaha pendidikan. Hubungan antara elemen peserta didik (siswa) dengan pendidik (guru) seharusnya tidak hanya bersifat satu arah saja berupa penyampaian informasi dari guru kepada peserta didik. Proses belajar mengajar justru lebih baik jika dilakukan secara aktif oleh keduabelah pihak yaitu guru dan peserta didik agar terjadi interaksi yang seimbang antara keduanya. Namun demikian, masih kerap ditemui dalam proses belajar mengajar mata pelajaran Ekonomi guru menggunakan pembelajaran konvensional. Pembelajaran lebih mengandalkan metode ceramah sehingga siswa menjadi bosan dan kurang aktif. Mata pelajaran Ekonomi pun masih dianggap i sebagai mata pelajaran yang menuntut kemampuan menghafal. Tanpa perlu upaya pemahaman dan dikaitkan dengan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai masalah dalam kegiatan belajar mengajar dikelas tentu akan berpengaruh pada hasil belajar. Begitu pula dengan permasalahan di atas, sebagaimana dikemukakan oleh Sumarsono (2007: 8) bahwa "Belajar merupakan proses perubahan sikap, ketrampilan dan pengetahuan yang berlangsung terus men erus dalam periode waktu yang panjang". Penggunaan metode yang tepat di dalam pelaksanaannya, serta pelaksanaan evaluasi hasil belajar, merupakan aspek-aspek yang mempengaruhi keberhasilah belajar.

Permasalahan seperti di atas terjadi pula di SMAN X. Berdasarkan pandangan guru bersangkutan, kondisi kelas saat kegiatan belajar mengajar masih sering pasif. Sangat sulit untuk terjadinya interaksi aktif baik antara siswa dengan siswa maupun antara siswa dengan guru. Hasil belajar pun masih tergolong rendah. Informasi tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh peneliti dengan melaksanakan observasi. Observasi dilakukan di seluruh kelas X SMAN X yang berjumlah lima kelas, mulai dari X1 hingga X5. Berdasarkan hasil observasi tersebut, diketahui bahwa siswa kelas X masih cenderung pasif dalam proses pembelajaran. Interaksi aktif baik antara siswa dengan siswa maupun antara siswa dengan guru juga kurang. siswa lebih banyak melakukan aktivitas mencatat dan mendengarkan. Aktivitas lain seperti bertanya atau pun berpendapat dan bertukar pikiran masih sangat kurang.

Keadaan tersebut, setelah peneliti cermati ternyata tidak lepas dari metode pembelajaran yang digunakan. Selama pembelajaran guru hanya menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Siswa menjadi kurang aktif dalam pembelajaran. Proses pembelajaran yang kurang berhasil tentu akan berdampak pada hasil belajar. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa rendahnya hasil belajar siswa kelas X tersebut tidak terlepas dari metode pembelajaran yang kurang variatif.

Rendahnya kektifan siswa dapat diketahui berdasarkan observasi dengan menggunakan lembar observasi. Kegiatan yang diamati beserta tingkat keaktifannya secara rinci adalah 41,67% untuk kegiatan visual, 8,33% untuk kegiatan lisan, 63,89% untuk kegiatan mendengarkan, dan 52,78% untuk kegitan menulis. Rendahnya hasil belajar siswa kelas X SMAN X dapat dilihat dari nilai ulangan harian dan mid semester genap tahun ajaran XXXX/XXXX. Berdasarkan nilai tersebut dapat diketahui bahwa kelas X memiliki hasil belajar yang masih rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari prosentase jumlah siswa yang nilainya telah memenuhi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) masih kurang dari 60% di semua kelas X. 

Berdasarkan pandangan di atas, maka permasalahan yang muncul adalah bagaimana guru dapat menciptakan suatu proses pengajaran yang dinamis. Pembelajaran yang melibatkan peran siswa secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran tersebut juga harus dapat meningkatkan pemahaman siswa pada materi sehingga hasil belajar pun meningkat. Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan serta hasil belajar siswa adalah pendekatan struktural. Dengan pendekatan struktur tipe NHT, siswa diarahkan untuk bekerja sama dan saling membantu dalam kelompok kecil. Siswa diarahkan pula pada penghargaan kooperatif dan penghargaan individu.

Melihat hal tersebut, maka perlu dilakukan suatu penelitian ilmiah, dengan tujuan untuk menemukan sebuah alternatif pemecahan masalah dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran ekonomi, agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu solusinya yaitu dengan mengembangkan suatu pendekatan pembelajaran yang membuat siswa lebih aktif dan paham terhadap materi pelajaran.
Model Pembelajaran Kooperatif adalah salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktifitas siswa, interaksi, penguasaan siswa terhadap materi. Salah satu pendekatan dari model pembelajaran Kooperatif adalah Pendekatan Struktural. Pendekatan ini memberikan pemecahan pada penggunaan struktur yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Pendekatan struktural terdiri dari dua macam struktur yang terkenal yaitu Think Pair Share (TPS) dan Numbered-Head Together (NHT). Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) adalah suatu model pembelajaran yang menekankan adanya kerjasama antar siswa. Siswa dibagi ke dalam kelompok dimana setiap kelompok terdiri dari 3-5 siswa heterogen. Setiap siswa dalam kelompoknya diberi nomor yang berbeda.

Berdasarkan pemikiran dan permasalahan tersebut di atas maka peneliti ingin menerapkannya apakah ada pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktur terhadap keaktifan peserta didik untuk mencapai hasil belajar pada mata pelajaran IPS Ekonomi. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : "Upaya Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar IPS Ekonomi Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) di SMAN X Tahun Pelajaran XXXX/XXXX"

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat ditemukan perumusan masalah sebagai berikut :
Apakah pembelajaran kooperatif tipe NHT tersebut dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar IPS Ekonomi siswa SMAN X?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Mengetahui pembelajaran kooperatif tipe NHT tersebut dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar IPS Ekonomi siswa SMAN X.

D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan :
1. Bagi Guru
Sebagai alternatif pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT untuk meningkatkan hasil belajar siswa yang tidak hanya berupa nilai tetapi juga ketrampilan dalam menerapkan materi mata pelajaran Ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
2. Bagi Siswa
Mendapatkan kemudahan dalam menemukan pengetahuan dan mengimplementasikan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari.
3. Bagi Peneliti
a. Mendapatkan wawasan dan pengalaman.
b. Mendapatkan fakta penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 20:30:00

HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN SUASANA KERJA DENGAN KINERJA GURU

HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN SUASANA KERJA DENGAN KINERJA GURU

A. Latar Belakang Masalah
Berbagai pengaruh perubahan yang terjadi pada masyarakat sebagai dampak dari berbagai krisis menuntut aparatur pemerintah untuk mengadakan inovasi-inovasi guna menghadapi tuntutan perubahan yang terjadi pada masyarakat dan berupaya menyusun kebijakan yang selaras dengan perubahan masyarakat. Suatu organisasi yang baik haruslah mampu menyusun kebijakan yang ampuh untuk mengatasi setiap perubahan yang akan terjadi. Keberhasilan penyusunan kebijakan yang menjadi perhatian adalah manajemen yang menyangkut pemberdayaan sumberdaya manusia. Dalam rangka mengakomodasi berbagai kepentingan masyarakat yang semakin meningkat khususnya dalam permasalah pendidikan, sudah selayaknya setiap lembaga pendidikan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat, dengan menekankan pada peningkatan kinerja guru.

Penilaian Prestasi Kerja yang dilakukan setiap akhir tahun melalui pengisian Daftar Penilaian Prestasi Pekerjaan (DP3) yang dilakukan oleh atasan langsung (Kepala sekolah) merupakan suatu penilaian yang kurang obyektif. Penilaian prestasi kerja yang dilakukan oleh setiap Kepala sekolah bukan berarti penilaian atas prestasi kerja guru yang sebenarnya, tetapi penilaian tersebut merupakan kebiasaan dengan mengacu nilai pada DP3 pada tahun berikutnya. Sehingga bagi guru beranggapan bahwa Penilaian tersebut bukanlah nilai riil atas prestasi kerja, tetapi cenderung merupakan nilai sebagai persyaratan administratif. Oleh karena itu diperlukan penelitian sesungguhnya untuk mengetahui kinerja guru.

Kinerja guru dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah gaya kepemimpinan kepala sekolah dan suasana kerja. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang memberikan kontribusi terhadap kinerja guru. Kepemimpinan yang sesuai dengan kondisi dan lingkungan kemungkinan dapat menimbulkan gairah guru dalam meningkatkan kinerjanya. Kepemimpinan yang berorientasi pada tugas pada saat ini cenderung diminati dan disenangi oleh bawahan. Dengan kepemimpinan model ini kepala sekolah mencoba untuk lebih memotivasi bawahan dibanding mengawasi mereka. Mereka mendorong para anggota kelompok untuk melaksanakan tugas-tugas dengan memberikan kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, mencipatakan suasana persahabatan serta hubungan-hubungan saling mempercayai dan menghormati dengan para anggota kelompok (Indriyo Gitosudarmo, 2002 : 17)

Dari permasalahan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul 

"HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN SUASANA KERJA DENGAN KINERJA GURU DI SMP NEGERI X"

B. Perumusan Masalah
1. Apakah ada hubungan gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru SMP Negeri X ?
2. Apakah ada hubungan suasana kerja dengan kinerja guru SMP Negeri X ?
3. Apakah ada hubungan gaya kepemimpinan kepala sekolah dan suasana kerja dengan kinerja guru SMP Negeri X ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah ada hubungan gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru SMP Negeri Kecamatan X
2. Untuk mengetahui apakah ada hubungan suasana kerja dengan kinerja guru SMP Negeri X.
3. Untuk mengetahui apakah ada hubungan gaya kepemimpinan kepala sekolah dan suasana kerja dengan kinerja guru SMP Negeri X.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Pendidikan Kabupaten X
Dengan diketahuinya hubungan gaya kepemimpinan kepala sekolah dan suasana kerja dengan kinerja guru SMP Negeri X, maka dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan di masa yang akan datang dalam upaya meningkatkan kinerja guru.
2. Bagi Pihak lain
Untuk menambah wawasan dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya teknologi pendidikan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:52:00

KONTRIBUSI SUPERVISI KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA GURU TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU

KONTRIBUSI SUPERVISI KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA GURU TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU

A. Latar Belakang Masalah
UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, Bangsa dan Negara.

Personil yang berhubungan langsung dengan tugas penyelenggaraan pendidikan adalah kepala sekolah dan guru. Dalam pelaksanaan fungsi dan tugasnya, guru sebagai profesi menyandang persyaratan tertentu sebagaimana tertuang di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal 39 (1) dan (2) dinyatakan bahwa :
Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.

Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Tugas guru erat kaitannya dengan peningkatan sumber daya manusia melalui sektor pendidikan, oleh karena itu perlu upaya-upaya untuk meningkatkan mutu guru untuk menjadi tenaga profesional. Untuk menjadikan guru sebagai tenaga professional maka perlu diadakan pembinaan secara terus menerus dan berkesinambungan, dan menjadikan guru sebagai tenaga kerja perlu diperhatikan, dihargai dan diakui keprofesionalannya. Untuk membuat mereka menjadi professional tidak semata-mata hanya meningkatkan kompetensinya baik melalui pemberian penataran, pelatihan maupun memperoleh kesempatan untuk belajar lagi namun perlu juga memperhatikan guru dari segi yang lain seperti peningkatan disiplin, pemberian motivasi, pemberian bimbingan melalui supervisi, pemberian insentif, gaji yang layak dengan keprofesionalnya sehingga memungkinkan guru menjadi puas dalam bekerja sebagai pendidik.

Salah satu faktor yang menjadi tolak ukur keberhasilan sekolah adalah kinerja guru dalam mengajar. Kinerja guru atau prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu (Hasibuan, 2007 : 94). Kinerja mengajar guru akan baik jika guru telah melakukan unsur-unsur yang terdiri dari kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas mengajar, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran, kedisiplinan dalam mengajar dan tugas lainnya, kreativitas dalam pelaksanaan pengajaran, kerjasama dengan semua warga sekolah, kepemimpinan yang menjadi panutan siswa, kepribadian yang baik, jujur dan objektif dalam membimbing siswa, serta tanggung jawab terhadap tugasnya. Kinerja dikatakan baik dan memuaskan apabila tujuan yang dicapai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu tugas kepala sekolah selaku manager adalah melakukan penilaian terhadap kinerja mengajar guru. Penilaian ini penting untuk dilakukan mengingat fungsinya sebagai alat motivasi bagi pimpinan kepada guru maupun bagi guru itu sendiri.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru dalam mengajar, namun penulis mencoba mengkaji masalah supervisi yang diberikan oleh kepala sekolah dan motivasi kerja guru. Supervisi dalam hal ini adalah mengenai pelaksanaan pembinaan dan bimbingan yang diberikan oleh kepala sekolah yang nantinya berdampak kepada kinerja mengajar guru yaitu kualitas pengajaran.

Kegiatan supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja guru akan berpengaruh secara psikologis terhadap kinerja guru dalam mengajar, guru yang puas dengan pemberian supervisi kepala sekolah dan motivasi kerjanya yang tinggi maka ia akan bekerja dengan sukarela yang akhirnya dapat membuat kinerja guru meningkat. Tetapi jika guru kurang puas terhadap pelaksanaan supervisi kepala sekolah dan motivasi kerjanya yang rendah maka guru dalam bekerja kurang bergairah, hal ini mengakibatkan kinerja guru menurun.

Dari informasi yang di lapangan diperoleh data mengenai prosentase angka kelulusan siswa SMA kabupaten X dalam tiga tahun terakhir selalu mengalami penumnan. Tahun 2007 jumlah siswa SMA yang lulus 96 %, tahun 2008 jumlah siswa SMA yang lulus 94 %, dan pada tahun 2009 jumlah siswa SMA yang lulus adalah 91 %. Menurunnya angka kelulusan ini tidak terlepas dari andil guru yang sangat berperan dalam proses pembelajaran, ini menunjukkan kinerja guru dalam mengajar perlu dipertanyakan.

Disamping itu dilapangan juga ditemukan indikasi yang menunjukkan bahwa kinerja sebagian guru masih kurang maksimal, seperti : kedatangan terlambat, tidak memberitahu ketidakhadiran, datang ke sekolah tanpa persiapan mengajar. Banyak guru kurang berhasil dalam mengajar dikarenakan mereka kurang termotivasi untuk mengajar sehingga berdampak terhadap menurunnya kinerja guru. Untuk itu diperlukan peran kepala sekolah sebagai supervisor dapat memberi bantuan, bimbingan, ataupun layanan kepada guru dalam menjalankan tugas maupun dalam memecahkan hambatannya dan memotivasi para guru untuk meningkatkan kinerjanya.

Selain itu pelaksanaan supervisi oleh kepala sekolah belum maksimal. Secara umum persoalan tersebut meliputi : kualitas dan kuantitas supervisi dari kepala sekolah yang masih tergolong rendah. Tinggi rendahnya peran kepala sekolah sebagai supervisor menjadi hal yang patut untuk dipertanyakan, hal ini dikarenakan banyaknya tugas dan tanggungjawab kepala sekolah menjadi salah satu alasan minimnya pelaksanaan supervisi di sekolah. Bahkan tidak jarang kepala sekolah hanya menekankan pada sisi tanggungjawab administratif guru tanpa memperhatikan pembinaan kompetensi profesionalnya yang jauh lebih penting. Pelaksanaan supervisi oleh kepala sekolah harus dilakukan secara kontinyu mengingat peningkatan kompetensi profesional guru tidak bisa dilakukan secara instan. Sebagai supervisor, kepala sekolah harus mampu memahami karakteristik dan kondisi setiap guru sehingga apa yang menjadi esensi ataupun tujuan supervisi dapat tercapai. Selain itu kepala sekolah juga harus bisa merencanakan, melaksanakan, dan membuat tindak lanjut dari hasil pelaksanaan supervisi. Melalui peran kepala sekolah sebagai supervisor tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap motivasi kerja dan kinerja guru selain dari usaha yang dilakukan oleh guru itu sendiri.

Berdasarkan uraian di atas, maka pelaksanaan supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja guru berpengaruh terhadap kinerja mengajar guru. Dilatar belakangi kondisi saat ini sebagaimana paparan di atas, maka penulis mencoba melakukan penelitian dengan isu utama pertanyaan : adakah kontribusi supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja guru terhadap kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X ?.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka dapat diidentifikasi bahwa guru sebagai sumber daya merupakan komponen yang sangat menentukan tingkat keberhasilan proses pembelajaran. Hal ini disebabkan karena guru berada pada posisi strategis, dimana guru berintegrasi secara langsung dengan siswa baik di dalam maupun di luar kelas. Keberhasilan dalam proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas kemampuan dan kinerja mengajar guru. Semakin tinggi kinerja yang ditunjukkan maka tujuan pembelajaran akan tercapai dengan optimal, sehingga mutu pendidikan secara umum akan berkembang ke arah yang lebih baik.

Keberadaan guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya tidak lepas dari pengaruh faktor internal maupun faktor eksternal yang membawa dampak padapembahan kinerja mengajar guru. Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja mengajar guru yang dapat diungkap antara lain :
- Faktor internal mencakup : kemampuan, intelegensi, sikap, minat dan persepsi, motivasi kerja, pengalaman kerja.
- Faktor eksternal mencakup : sarana dan prasarana, gaya kepemimpinan, supervisi, struktur tugas, insentif, suasana kerja serta lingkungan kerja.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan idetifikasi masalah yang telah dipaparkan di atas, terungkap berbagai faktor yang diduga turut mempengaruhi kinerja guru. Guna untuk memperoleh penelitian yang jelas, maka peneliti hanya akan meneliti dua dari faktor tersebut yang diduga memberikan kontribusi yang dominan terhadap kinerja mengajar guru, yaitu faktor supervisi dan motivasi kerja guru. Hal ini bukan mengabaikan faktor-faktor yang lain, akan tetapi mempertimbangkan fenomena yang sering ditemukan di lapangan dan keterbatasan kemampuan peneliti untuk meneliti semua faktor yang mempengaruhi kinerja mengajar guru.

Miharja dalam tesisnya berjudul "Hubungan Antara Pelaksanaan Supervisi Kepala Sekolah dan Kondisi Sarana Olahraga dengan Kinerja Mengajar Guru Pendidikan Jasmani (analisis persepsi guru dalam meningkatkan kemampuan guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar di Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya)" menyimpulkan ada hubungan positif antara pelaksanaan supervisi kepala sekolah dan kondisi sarana olahraga dengan kinerja mengajar guru pendidikan jasmani. Sejalan dengan penelitian tersebut, Solihin dalam tesisnya berjudul "Pengaruh Motivasi Kerja dan Kompetensi Pedagogik terhadap Kinerja Mengajar Guru Bantu (studi kasus pada Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Tasikmalaya)" menyimpulkan ada pengaruh yang signifikan antara motivasi kerja dan kompetensi pedagogik terhadap kinerja mengajar guru bantu. Namun untuk penelitian tentang supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja terhadap kinerja mengajar guru berdasarkan kajian pustaka yang peneliti telusuri belum ada yang melakukan, oleh karena itu topik tersebut perlu diteliti.
Bertitik tolak dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul "Kontribusi Supervisi Kepala Sekolah dan Motivasi Kerja Guru Terhadap Kinerja Mengajar Guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X".

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas maka rumusan masalah utama dalam penelitian ini difokuskan pada : adakah kontribusi supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja guru terhadap kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X ?.
Rumusan masalah tersebut dapat dirinci ke dalam sub masalah dengan penjabaran sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran supervisi kepala sekolah pada SMA Negeri se-Kabupaten X ?
2. Bagaimana gambaran motivasi kerja guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X ?
3. Bagaimana gambaran kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X ?
4. Apakah supervisi kepala sekolah berkontribusi terhadap kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X ?
5. Apakah motivasi kerja guru berkontribusi terhadap kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X ?
6. Apakah supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja guru secara bersama-sama berkontribusi terhadap kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X ?

E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini secara umum ingin mengetahui sejauh mana kontribusi serta keterkaitan supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja guru terhadap kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X.
Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Gambaran supervisi kepala sekolah pada SMA Negeri se-Kabupaten X.
2. Gambaran motivasi kerja guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X.
3. Gambaran kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X.
4. Kontribusi supervisi kepala sekolah terhadap kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X.
5. Kontribusi motivasi kerja guru terhadap kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X.
6. Kontribusi supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja guru secara bersama-sama terhadap kinerja mengajar guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X.

F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk memperluas dan mengembangkan kajian disiplin ilmu administrasi pendidikan, terutama mengenai supervisi kepala sekolah, motivasi kerja guru dan kinerja mengajar guru. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan konsep ilmu pengetahuan serta wawasan mengenai peran guru sebagai tenaga pendidik dalam melakukan pembelajaran di sekolah, sehingga tenaga pendidik dapat melakukan pekerjaannya secara efektif dan efisien.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna :
a. Bagi guru umumnya dan khususnya guru pada SMA Negeri se-Kabupaten X untuk dijadikan pertimbangan secara kontekstual dan konseptual operasional dalam merumuskan pola pengembangan kinerja mengajar guru yang akan datang, dan memberi dorongan bagi para guru untuk meningkatkan kinerjanya melalui supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja yang nantinya dapat meningkatkan mutu pendidikan.
b. Bagi kepala sekolah pada SMA Negeri se-Kabupaten X sebagai masukan dan perbandingan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kinerja mengajar guru melalui pengembangan supervisi dan motivasi kerja guru.
c. Bagi Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten X sebagai masukan mengenai materi supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja pada guru dalam upayanya meningkatkan mutu pendidikan dan peningkatan kinerja bagi para guru.
d. Bagi peneliti, hasil penelitian dapat sebagai bahan informasi untuk melakukan penelitian selanjutnya di bidang yang sama.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:51:00

KONTRIBUSI SUPERVISI DAN PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TERHADAP MUTU HASIL BELAJAR

KONTRIBUSI SUPERVISI DAN PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TERHADAP MUTU HASIL BELAJAR

A. Latar Belakang
Persaingan di era globalisasi sebagai hasil dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) menuntut setiap individu dan masyarakat untuk memiliki kemampuan atau kompetensi. Kompetensi bidang Iptek yang juga meliputi kompetensi dalam bidang bahasa asing, seperti bahasa Inggris sangat diperlukan mengingat bahasa Inggris merupakan salah satu bahasa internasional yang digunakan dalam hubungan antar bangsa, baik itu di bidang perdagangan, komunikasi, pendidikan, pariwisata dan lain sebagainya. Dengan kata lain, kemampuan berbahasa Inggris merupakan suatu keharusan untuk bertahan dalam kompetisi global.

Muatan pendidikan yang menekankan kecakapan atau keterampilan hidup (life skills) antara lain ditunjukkan dengan kemampuan berbahasa asing di samping berbahasa Indonesia. Sebagai alat komunikasi, bahasa Inggris menjadi "the world standard language". Oleh karena itu bahasa Inggris menjadi salah satu keterampilan hidup yang harus dikuasai setiap siswa agar mereka memiliki keunggulan kompetitif. Kemampuan atau kompetensi ini diperoleh dan dikembangkan melalui pendidikan yang bermutu.

Rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia merupakan salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi pemerintah saat ini. Berbagai solusi untuk mengatasi permasalahan pendidikan telah banyak dilakukan seperti penyediaan media pembelajaran dan sarana prasarana pendidikan namun solusi yang ditawarkan tersebut belum mampu mengatasi permasalahan yang ada. Di tingkat lokal, lebih khusus lagi seperti yang terjadi di Provinsi Y, mutu pendidikan juga masih belum menggembirakan. Pada tahun 2009, perolehan hasil UN Bahasa Inggris SMP untuk Kota X berada pada kualifikasi C, masih jauh dibawah hasil UN yang diraih kabupaten lainnya di Lombok yang berada pada kualifikasi B (Puspendik : 2008). Hal ini terlihat ironis sekali mengingat Kota X merupakan Ibu Kota Provinsi yang sarana prasarana pendidikan relatif tersedia dan mendukung pembelajaran mestinya nilainya akan lebih bagus. Disamping itu, X mengembangkan pariwisata dan sangat dekat dengan daerah-daerah wisata bertaraf internasional yang mestinya akan menjadi faktor pemacu kemampuan anak didik dalam penguasaan bahasa Inggris.

Porsi pembelajaran bahasa Inggris di SMP sebenarnya cukup memadai karena merupakan mata pelajaran wajib. Di SMP, bahasa diajarkan selama empat jam pelajaran (@45 menit) per minggu. Dalam satu tahun akademik yang berjumlah 36 minggu, siswa SMP mendapatkan pelajaran hahasa Inggris selama 130 jam pelajaran dan 368 jam pelajaran dalam tiga tahun. Hal ini merupakan jumlah waktu yang sangat signifikan untuk bisa menguasai bahasa asing pada tingkatan literasi functional yang sederhana.

Tersedianya waktu yang memadai bukanlah merupakan suatu jaminan tercapainya tujuan yang diharapkan bersama jika faktor-faktor lainnya tidak diakomodir. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa guru bahasa Inggris di Indonesia sebagian besar berbahasa Inggris hanya kalau sedang membaca bacaan, pertanyaan yang ada di buku dan instruksi-instruksi tertulis (Depdiknas, 2005) sedangkan kegiatan lain diselenggarakan dalam bahasa Indonesia. Misalnya memeriksa kehadiran, mengatur atau mengelola kelas, memberi komentar-komentar; semuanya dilakukan dalam bahasa Indonesia. Padahal, justru bahasa ungkapan-ungkapan Inggris yang 'bukan pelajaran' inilah yang potensial untuk membangun pengembangan berbahasa. Scaffolding talk atau omongan guru yang diharapkan menyertai seluruh proses belajar mengajar seringkali tidak muncul di dalam kelas, sehingga merupakan hal yang ironis jika kita berharap agar siswa dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris namun guru tidak berbahasa Inggris di dalam kelas.

Ada banyak faktor yang terlibat dalam pengembangan mutu pendidikan, seperti raw input (siswa), instrumental input, environmental input dan proses pendidikan (Sukmadinata, N.S., 2006). Faktor-faktor tersebut dapat dipersempit menjadi dua yakni faktor yang berasal dari dalam dan dari luar siswa/ lingkungan. Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan dominan menurut Sudjana (2009) adalah pengajaran. Ini berarti pengelolaan pembelajaran memiliki pengaruh yang besar terhadap mutu hasil belajar. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nana Sudjana pada tahun 1984 (Sudjana, N.,2009 : 42) kaitannya dengan mutu pengajaran menunjukkan bahwa 76,6% hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktor guru, yang meliputi kemampuan guru mengajar 32,43%, penguasaan materi 32,58%dan sikap guru terhadap mata pelajaran 8,60%. Hal ini menunjukkan bahwa faktor guru dalam pengelolaan pembelajaran memiliki andil yang besar terhadap mutu hasil belajar siswa.

Besarnya pengaruh pengelolaan pembelajaran tersebut memerlukan adanya pemberdayaan guru dalam artian peningkatan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran. Kepala sekolah dan pengawas mata pelajaran sebagai supervisor memiliki tugas dalam hal ini. Namun terdapat banyak permasalahan bidang supervisi yang tentunya akan mempengaruhi hasil atau mutu pengelolaan pembelajaran. Pidarta (2009 : 20-28) mengutarakan beberapa permasalahan supervisi, dua diantaranya adalah masalah pengadaan calon supervisor kurang tepat, dan pendidikan dan pengembangan supervisor kurang memadai.

Terkait dengan pendidikan dan pengembangan supervisor, sampai saat ini belum ada pendidikan khusus untuk menyiapkan calon pengawas. Pengawas yang diangkat diambil dari kepala sekolah dan atau guru senior yang sebelum diangkat biasanya ditatar hanya beberapa minggu saja kemudian mereka memulai pekerjaan mereka. Karenanya, kemampuan sebagai supervisor sebenarnya belum lengkap. Kemampuan mereka lebih ke arah kemampuan sebagai kepala sekolah atau guru, sehingga tidak banyak di antara mereka yang langsung ke kelas melihat bagaimana guru mengajar. Lebih jauh lagi, pendidikan khusus bagi calon pengawas sangatlah penting karena pengawas adalah gurunya guru. Jadi, mereka harus memiliki pendidikan yang lebih tinggi dan lebih bagus daripada guru.

Adapun pengadaan calon pengawas saat ini masih kurang tepat (Pidarta.Md : 2009). Saat ini pengawas yang dipilih diangkat oleh walikota/bupati. Pidarta melihat proses pengangkatan pengawas saat ini belum demokratis. Mestinya proses pengangkatan dilakukan mulai dari pemilihan yang dilakukan di kalangan pendidik karena mereka tahu kualifikasi setiap guru yang pantas sebagai pengawas. Hal ini penting untuk mendapatkan pengawas yang berpengalaman sekaligus memiliki keahlian sebagai pengawas.

Sementara itu, strategi input-output yang dilakukan selama ini untuk perbaikan mutu pendidikan dengan menganggap bahwa apabila input pendidikan seperti pelatihan guru, pengadaan materi ajar dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan lainnya dipenuhi maka output dalam hal ini mutu pendidikan secara otomatis akan terjadi. Kenyataannya strategi ini tidak berfungsi, karena selama ini terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan (Umaedi : 1999).

Kurangnya perhatian pada proses pengelolaan pembelajaran dipandang memberikan andil yang besar terhadap buruknya mutu pendidikan, memungkinkan menjadi salah satu penyebab utama keterpurukan mutu pendidikan di Indonesia secara umum. Kemampuan sekolah dalam mengelola proses pembelajaran, khusus proses pembelajaran yang terjadi di kelas sangat menentukan mutu pendidikan. Hal ini sejalan dengan prinsip manajemen berbasis sekolah (MBS) yang memberikan peluang atau keleluasaan kepada guru sebagai pelaksana pembelajaran untuk melakukan inovasi dan improvisasi di sekolah merancang silabus, menentukan strategi pembelajaran, dan sistem penilaiannya. Namun, keleluasaan yang diberikan kepada guru perlu diikuti dengan kontrol dan supervisi sebagai tindakan pencegahan dan pembinaan untuk meningkatkan kemampuan profesionalisme guru dan meningkatkan kualitas pembelajaran.

B. Identifikasi Masalah
Kegiatan utama pendidikan di sekolah adalah kegiatan pembelajaran, sehingga seluruh aktivitas organisasi sekolah bermuara pada pencapaian efisiensi dan efektifitas pembelajaran. Teori peningkatan mutu "Model Empat" (Zamroni, 2007 : 11-12) menjelaskan bahwa mutu sekolah merupakan hasil dari pengaruh langsung proses belajar mengajar (PBM). Mutu PBM akan mencerminkan mutu sekolah. Salah satu komponen sekolah yang langsung terlibat dalam PBM di sekolah adalah guru. Kemampuan guru dalam pengelolaan PBM akan sangat berpengaruh terhadap hasil PBM itu itu sendiri, dalam artian mutu hasil belajar siswa. Karena itu, merupakan suatu keharusan bagi seorang guru untuk memiliki kompetensi pengelolaan pembelajaran sesuai dengan yang dipersyaratkan pemerintah dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permen Diknas) nomor 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru.

Perolehan nilai bahasa Inggris siswa SMP di Kota X yang berada di bawah SMP di kabupaten lainnya sangat dimungkinkan oleh faktor pengelolaan pembelajaran yang masih perlu perhatian. Sesungguhnya, faktor pengelolaan pembelajaran bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi output siswa, namun faktor ini memiliki peran yang sangat besar. Pengelolaan pembelajaran mencakup : perencanaan pembelajaran, PBM, penilaian hasil belajar, dan tindak lanjut hasil penilaian. Kemampuan guru dalam mengendalikan mutu pada tahapan-tahapan dalam pengelolaan pembelajaran tersebut akan berimplikasi terhadap hasil belajar siswa.

Untuk memastikan bahwa setiap guru di sekolah telah memenuhi standar kompetensi pengelolaan pembelajaran yang terdiri dari kompetensi penyusunan rencana pembelajaran, pelaksanaan interaksi belajar mengajar, penilaian prestasi belajar peserta didik, dan pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik maka dibutuhkan profesional yang terus menerus melakukan pengembangan profesionalisme guru, dan melakukan bimbingan dan supervisi kepada guru dalam kaitannya dengan pembelajaran.

Sebagai supervisor, pengawas mata pelajaran dituntut untuk mampu melakukan supervisi dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan sehingga kegiatan pendidikan di sekolah, utamanya kegiatan pembelajaran, menjadi terarah sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Supervisi ini merupakan tindakan preventif untuk mencegah agar para tenaga pendidik dan kependidikan tidak melakukan penyimpangan dalam melaksanakan pekerjaannya. Dalam hal yang lebih khusus mengenai pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris, pengawas mata pelajaran bahasa Inggris memiliki peran yang sangat besar dalam meningkatkan mutu pembelajaran bahasa Inggris yang dilakukan oleh guru bahasa Inggris karena pengawas memiliki pengetahuan tentang seluk beluk dan karakter mata pelajaran, memiliki keterampilan dan pengalaman khusus dalam pengelolaan bahasa Inggris.

Sehubungan dengan hal itu, maka permasalahan yang muncul adalah seberapa besar atau sejauhmana supervisi yang dilakukan pengawas mata pelajaran dalam meningkatkan mutu pengelolaan pembelajaran yang berimbas pada pencapaian hasil belajar siswa sesuai dengan yang diharapkan. Karena itu, permasahan yang pokok yang akan diteliti dalam kegiatan penelitian ini adalah bagaimana kontribusi supervisi terhadap mutu pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris, dan kontribusi mutu pengelolaan pembelajaran terhadap mutu hasil belajar bahasa Inggris siswa SMP Negeri di Kota X.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimanakah gambaran mutu hasil belajar Bahasa Inggris yang dicapai siswa SMP Negeri di Kota X ?
2. Bagaimanakah gambaran mutu proses pengelolaan pembelajaran Bahasa Inggris yang dilakukan oleh guru SMP Negeri di Kota X ?
3. Bagaimanakah gambaran supervisi oleh pengawas mata pelajaran dalam kaitannya dengan proses pengelolaan pembelajaran untuk penjaminan mutu hasil belajar Bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X ?
4. Bagaimana kontribusi proses pengelolaan pembelajaran terhadap mutu hasil belajar bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X ?
5. Bagaimana kontribusi pelaksanaan supervisi pengawas mata pelajaran terhadap mutu proses pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X ?
6. Bagaimana kontribusi pelaksanaan supervisi terhadap mutu hasil belajar bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X ?
7. Bagaimana kontribusi pelaksanaan supervisi terhadap mutu hasil belajar melalui pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X ?

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang mutu hasil belajar bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X, dan kontribusi kegiatan supervisi dan proses pengelolaan pembelajaran terhadap mutu hasil belajar bahasa Inggris siswa.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk :
1. Mendapatkan gambaran mutu hasil belajar bahasa Inggris SMP Negeri di Kota X.
2. Mendapatkan gambaran mutu proses pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X.
3. Mendapatkan gambaran pelaksanaan supervisi oleh pengawas mata pelajaran bagi proses pengelolaan pembelajaran untuk penjaminan mutu hasil belajar bahasa Inggris SMP Negeri di Kota X.
4. Mengetahui sejauhmana kontribusi proses pengelolaan pembelajaran terhadap mutu hasil belajar bahasa Inggris SMP Negeri di Kota X.
5. Mengetahui kontribusi supervisi oleh pengawas mata pelajaran terhadap mutu proses pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X.
6. Mengetahui sejauhmana kontribusi pelaksanaan supervisi terhadap mutu hasil belajar bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X.
7. Mengetahui sejauhmana kontribusi pelaksanaan supervisi terhadap mutu hasil belajar melalui pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris di SMP Negeri di Kota X.

E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan diperoleh dari kegiatan penelitian ini yakni manfaat dari segi teoritis dan praktis.
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini mengajukan beberapa teori yang digunakan menyangkut mutu hasil belajar, pengelolaan pembelajaran dan supervisi, serta keterkaitan variabel-variabel tersebut dalam kerangka penjaminan mutu.
Temuan penelitian ini diharapkan sebagai verifikasi keabsahan teori-teori yang digunakan.
b. Sebagai referensi bagi penelitian-penelitian berikutnya yang mengkaji permasalahan-permasalahan berkaitan dengan penjaminan mutu hasil belajar bahasa Inggris.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian diharapkan berguna untuk :
a. Sekolah
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai refleksi gambaran kegiatan yang dilakukan oleh guru sehingga diharapkan dapat menguatkan peran guru dalam menyikapi pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris sehingga mutu hasil belajar bahasa Inggris akan semakin baik. Hasil penelitian dapat dijadikan masukan bagi kepala sekolah, dengan instructional leadership yang dimilikinya, untuk melakukan kegiatan continous improvement bagi guru dalam proses pengelolaan pembelajaran.
b. Dinas Pendidikan Kota X
Hasil penelitian akan bermanfaat untuk dijadikan bahan masukan dalam peningkatan mutu pendidikan khususnya mutu pengelolaan pembelajaran dan supervisi sehingga mutu hasil belajar dapat dijamin. Dari masukan yang diberikan, Dinas Pendidikan Kota X diharapkan akan dapat mendisain program-program kegiatan bagi guru sehingga pengelolaan pembelajaran dapat lebih bermutu sehingga akan berimplikasi kepada peningkatan mutu hasil belajar, lebih khusus lagi dalam hal ini mutu hasil belajar bahasa Inggris. Juga mengoptimalisasi kegiatan supervisi dengan makin menggerakkan para pengawas mata pelajaran bahasa Inggris dalam kegiatan supervisi.
c. LPMP
Temuan penelitian dapat digunakan sebagai masukan dalam merancang program-program peningkatan kemampuan guru bahasa Inggris SMP dalam pengelolaan pembelajaran bahasa Inggris dan peningkatan kemampuan supervisi bagi pengawas mata pelajaran.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:49:00

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TUTOR SEBAYA DALAM MATA PELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TUTOR SEBAYA DALAM MATA PELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN


A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan bagi umat manusia merupakan suatu kebutuhan yang amat penting dan strategis sifatnya. Tingkat pendidikan suatu bangsa akan menunjukkan tingkat kemajuan bangsa tersebut. Tingkat pendidikan seseorang akan menjadi salah satu indikator status sosial seseorang dalam kehidupannya ditengah-tengah masyarakat. Kiranya penting bahwa pendidikan perlu ditangani secara serius, baik oleh pemerintah, masyarakat dan orang tua secara baik, sehingga penyelenggaraan pendidikan dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan harapan kita semua. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 menyatakan bahwa :
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungj awab.

Masyarakat kini semakin menyadari akan pentingnya pendidikan, hal ini terbukti dengan semakin besarnya tuntutan masyarakat akan pemenuhan pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu kekuatan yang memegang peranan yang amat penting dalam menumbuhkan jati diri serta kemampuan menseleksi seseorang. Pendidikan dapat memberikan manfaat pribadi maupun manfaat sosial.

Dengan pendidikan, seseorang dapat meningkatkan kemampuan-kemampuan yang telah dicapai dengan produktif, sehingga akan memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk peningkatan kesejahteraan kelak. Dengan kata lain pendidikan merupakan investasi yang sangat potensial dan berharga bagi pengembangan sumber daya manusia.

Pendidikan merupakan usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia yang berkualitas, yang mampu menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Begitu juga tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

Pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) mempunyai peranan yang sangat penting dalam usaha meningkatkan sumber daya manusia di masa yang akan datang. Hal ini disebabkan pendidikan sekolah menengah pertama merupakan pondasi pada pendidikan selanjutnya, yakni pendidikan menengah atas dan pendidikan tinggi sesuai dengan program pemerintah untuk melaksanakan wajib belajar sembilan tahun (SD dan SMP). Pendidikan pada sekolah menengah pertama bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan kepada para peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya. Pendidikan selalu berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menciptakan dan meningkatkan sumber daya manusia yang mampu bersaing dengan dunia pendidikan global.

Pada tahap selanjutnya tentu saja akan berpengaruh terhadap orientasi dari pendidikan. Guru dilihat dari segi profesinya merupakan posisi penting dan menjadi ujung tombak dalam realisasi proses pembelajaran serta langsung berhadapan dengan peserta didik. Berbagai peranan yang merupakan konsekwensi dari status yang disandangnya melekat dan senantiasa menjadi acuan pokok dalam melaksanakan setiap tugas dan fungsinya yang berada dalam lingkup profesi sebagai guru.

Iklim pembelajaran yang dikembangkan oleh guru mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan dan kegairahan belajar, demikian pula kualitas dan keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan ketepatan guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran.

Berdasarkan analisis konseptual dan kondisi pendidikan di tingkat persekolahan, ternyata masih banyak guru yang belum memiliki kemampuan dan keterampilan yang memadai dalam memilih, serta menggunakan berbagai metode pembelajaran yang mampu mengembangkan iklim pembelajaran yang kondusif bagi peserta didik untuk belajar, dan banyak diantara guru yang tidak memiliki kurikulum tertulis yang merupakan pedoman dasar dalam pemilihan metode pembelajaran. Disamping itu, tidak sedikit peserta didik mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran dikarenakan metode pembelajaran yang dipilih dan digunakan oleh guru dirasakan kurang tepat. Dengan demikian proses belajar-mengajar (PBM) akan berlangsung secara kaku, sehingga kurang mendukung pengembangan pengetahuan, sikap, moral, dan keterampilan peserta didik.

Seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi, menjadi mungkin apabila terdapat kesenjangan antara ilmu yang didapat di dalam kelas dengan perkembangan ilmu di luar kelas, maka tantangan yang dihadapi guru menjadi semakin memacu diri untuk bisa menjadi pionir dalam memotivasi peserta didik agar memiliki kekuatan yang akan bisa mengakulturasi setiap perkembangan dalam masyarakat sehingga pada tahap selanjutnya kemampuan guru dalam menciptakan suasana belajar yang mampu mendorong peserta didik untuk menggali, mengetahui, memahami dan merefleksikannya dalam kehidupan sehari-hari merupakan inti dari proses pembelajaran yang harus di inovasi oleh guru profesional.

Paradigma lama dalam proses pembelajaran yang lebih menekankan pada penguasaan materi pelajaran sebanyak-banyaknya menjadi hal yang usang, mengingat hal tersebut akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran di kelas serta bergesernya posisi guru sebagai pendidik menjadi sosok tanpa makna dimata peserta didik dan peserta didikpun tidak akan memiliki kekuatan dalam melakukan discovery yang akan menjadikan dirinya matang dalam menghadapi setiap tantangan dalam kehidupan bermasyarakat.

Bertambahnya wawasan guru dalam materi pembelajaran dan usaha guru untuk lebih meningkatkan kompetensinya dalam bidang pendidikan terutama dalam mengelola pembelajaran merupakan prasyarat mutlak, mengingat situasi yang ada di sekitar peserta didik sudah begitu bervariasi. Pola pergaulan dan perkembangan teknologi informasi dengan loncatan yang begitu dahsyat, menjadikan sosok peserta didik akan sulit diduga mengingat semakin banyaknya informasi yang diserap oleh peserta didik di luar kelas, akan memberikan bentuk tampilan baru dari prilaku peserta didik, dan hal tersebut merupakan awal dari kesulitan guru untuk mengetahui minat peserta didik. Kurangnya pengetahuan guru tentang merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran yang berkualitas, akan menghasilkan pembelajaran yang tidak bermakna.

Salah satu langkah antisipasi dari hal tersebut adalah guru harus memiliki kemampuan untuk mengkondisikan sebuah proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tersebut penciptaan suasana yang akan membangkitkan motivasi peserta didik untuk menggali dan mengetahui informasi yang dia butuhkan, akan memacu proses kejiwaan peserta didik memahami apa tujuan dari pembelajaran serta apa yang dia butuhkan dengan tanpa ada tekanan dari pihak manapun.

Keberadaan kurikulum merupakan diskursus yang terus mendapat perhatian dari para pemegang kebijakan, sehingga dalam perkembangan pendidikan bangsa bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan hasil dari penyempumaan dan pengembangan kurikulum sebelumnya. Meskipun kurikulum selalu mengalami perubahan dan penyempumaan sejak puluhan tahun yang silam, tetapi mutu pendidikan masih jauh dari yang diharapkan bangsa. Hal ini berarti bahwa diperlukan perhatian yang serius dari para praktisi pendidikan dan dukungan dari berbagai elemen untuk meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Pada kenyataan di lapangan upaya pemerintah yang dilakukan hanya sebatas penyempumaan kurikulum tetapi kurang memperhatikan atau memperbaiki infrastruktur serta faktor-faktor pendukung lainnya, baik berupa sarana maupun perlengkapan media pembelajaran sebagai penunjang dalam meningkatkan mutu pendidikan secara integral. Sebagai pelaksana kurikulum di kelas, guru mempunyai peranan yang dominan dalam pencapaian tujuan pendidikan. Sebagaimana diungkapkan oleh Sukmadinata (2006 : 191). "pendidik, peserta didik, dan tujuan pendidikan merupakan komponen utama pendidikan, ketiganya membentuk suatu triangle, jika hilang salah satu komponen, hilang pulalah hakekat pendidikan".

Dari ketiga komponen utama pendidikan peran pendidik menempati posisi utama dari dua komponen lainnya dan mempengaruhi kualitas hasil belajar. Banyak penelitian menunjukkan bahwa mutu pendidikan sangat ditentukan guru, dengan demikian secara kualitatif hasil belajar peserta didik sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional guru dalam proses belajar. Dalam pembelajaran matematika di sekolah menengah pertama, guru seyogyanya memahami perkembangan kognitif peserta didik yang masih berada dalam tahapan operasional kongkrit, dan karena proses belajar berlangsung di kelas dimana guru berinteraksi dengan peserta didik maka dapat dipastikan bahwa keberhasilan proses belajar sangat bergantung kepada apa yang dilakukan guru, sebagaimana pendapat Sukmadinata (2004 : 194) yang menyatakan bahwa "betapapun bagusnya kurikulum (official) hasilnya sangat bergantung pada apa yang dilakukan guru di dalam kelas (actual)".

Study Blazely dkk melaporkan sebagaimana dikutip Depdiknas (2002 : 2) bahwa "pembelajaran di sekolah cenderung sangat teoritik dan tidak terkait dengan lingkungan dimana anak berada". Akibatnya peserta didik tidak mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah guna memecahkan masalah kehidupan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam menyusun bahan ajaran menurut Dewey (dalam Sukmadinata, 2006 : 43) hendaknya memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut : 1) Bahan ajaran hendaknya kongkret, dipilih yang betul-betul berguna dan dibutuhkan, dipersiapkan secara sistematis dan mendetail, 2) Pengetahuan yang telah diperoleh sebagai hasil belajar, hendaknya ditempatkan dalam kedudukan yang berarti, yang memungkinkan dilaksanakannya kegiatan baru, dan kegiatan yang lebih menyeluruh.

Dengan demikian bahan pelajaran bagi anak tidak bisa semata-mata diambil dari buku pelajaran, yang diklasifikasikan dalam mata-mata pelajaran yang terpisah. Bahan pelajaran harus memberikan kemungkinan-kemungkinan, harus mendorong anak untuk aktif dan berbuat. Bahan pelajaran harus memberikan rangsangan pada anak-anak untuk bereksperimen. Bahan pelajaran tidak diberikan dalam disiplin ilmu yang ketat, tetapi merupakan kegiatan yang berkenaan dengan sesuatu masalah (problem).

Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional telah membuat suatu landasan pembelajaran yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau yang disebut juga dengan Kurikulum 2006. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah halaman 349 disebutkan tujuan mata pelajaran matematika adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Tujuan-tujuan umum pendidikan matematika pada KTSP (Standar Isi Satuan Pendidikan) di atas sejalan dengan pembelajaran matematika, yaitu : pertama, belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication)., kedua, belajar untuk bernalar (mathematical reasoning)] ketiga, belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving); keempat, belajar untuk mengkaitkan pengertian ide (mathematical connections); dan kelima, pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitudes mathematics).

Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut di atas. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.

Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya.

Dalam belajar matematika maupun dalam kehidupan sehari-hari, kita dituntut untuk berpikir dengan jelas dan pasti. Sebelum menyelesaikan masalah-masalah peserta didik harus memahami soal secara menyeluruh, ia harus tahu apa yang diketahui, apa yang dicari, rumus atau teori mana yang akan digunakan, cara untuk menyelesaikan persoalan. Demikian pula halnya dalam kehidupan sehari-hari, jika seseorang diharuskan menyelesaikan suatu persoalan atau tugas maka agar ia dapat menyelesaikan dengan baik ia harus memahami semua aspek dari tugas tersebut secara menyeluruh. Dengan adanya kesesuaian itu maka kebiasaan yang tumbuh selama belajar matematika dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak peserta didik mengalami kesulitan dalam matematika. Prestasi matematika peserta didik baik secara nasional maupun internasional belum menggembirakan. Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) melaporkan bahwa rata-rata skor matematika peserta didik tingkat 8 (tingkat II SLTP) Indonesia jauh di bawah rata-rata skor matematika peserta didik internasional dan berada pada ranking 34 dari 38 negara (TIMSS : 1999). Rendahnya prestasi matematika peserta didik disebabkan oleh faktor peserta didik yaitu mengalami masalah secara komprehensif atau secara parsial dalam matematika.

Hasil studi pendahuluan yang penulis lakukan dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di SMP, dapat dinyatakan sebagai berikut :
1. Pembelajaran matematika masih bersifat teacher centered. Ini berarti bahwa sebagian besar guru masih mendominasi kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan metode ceramah yang monoton, sehingga kurang terbuka pada tuntutan pembaharuan atau inovasi sebagaimana tuntutan kurikulum. Dengan pendekatan model belajar seperti ini mengakibatkan guru lebih aktif sedangkan peserta didik terkesan pasif dan hanya menerima apa yang diberikan guru saja sehingga hal ini akan menghambat kreativitas peserta didik.
2. Pembelajaran dititikberatkan pada penguasaan konsep yang bersifat hapalan, kurang mengembangkan aspek-aspek yang lain seperti keterampilan berpikir, keterampilan dalam mengkaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari, dan bekerjasama dalam diskusi serta mengemukakan pendapat.
3. Banyak peserta didik yang memandang bahwa mata pelajaran matematika sebagai suatu mata pelajaran yang sangat membosankan, menyeramkan, dan
bahkan menakutkan. Membosankan, karena faktor guru yang kurang variatif dalam menyampaikan materi pelajaran di kelas sehingga peserta didik merasa jenuh. Pembelajaran seperti ini memiliki karakteristik sebagai berikut : pembelajaran berpusat pada guru, pendekatan yang digunakan bersifat ekspositori, guru mendominasi proses aktivitas pembelajaran di kelas, latihan-latihan yang diberikan lebih banyak bersifat rutin. Menyeramkan dan bahkan menakutkan karena selama ini peserta didik memandang bahwa guru matematika itu galak sehingga banyak peserta didik yang berusaha menghindari mata pelajaran tersebut.
4. Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengkaitkan dengan skema yang telah dimiliki peserta didik dan mereka tidak diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika, sehingga lemah dalam kemampuan matematikanya. "Mengkaitkan pengalaman kehidupan nyata anak dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran di kelas penting dilakukan agar pembelajaran bermakna". (Soedjadi, 1999 : 26).
5. Banyak peserta didik yang mendapat kesulitan dalam mengkomunikasikan ide-ide ke dalam bahasa matematika pada saat diberikan soal-soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
6. Pelaksanaan evaluasi yang dikembangkan oleh guru lebih banyak berorientasi pada hasil, dengan mengabaikan proses, sehingga menyebabkan peserta didik dipaksa untuk menghapal, sedangkan proses pembelajarannya berada di luar jangkauan penilaian guru.
Dari studi pendahuluan yang telah dikemukakan di atas, apa yang harus dilakukan dan diupayakan sekolah khususnya guru agar permasalahan tersebut dapat teratasi, terutama upaya untuk menanggulangi kesulitan dalam melaksanakan proses pembelajaran matematika agar hasilnya sesuai dengan apa yang diharapkan. Oleh karena itu diperluan adanya perubahan dalam pembelajaran matematika. Perubahan yang dimaksud terutama menyangkut pendekatan atau model pembelajaran yang dilakukan dalam pembelajaran matematika agar matematika menjadi mata pelajaran yang menyenangkan sehingga dapat meningkatkan motivasi dan mempermudah pemahaman peserta didik dalam belajar matematika.

Pemilihan model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan potensi peserta didik merupakan kemampuan dan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru. Hal ini didasari oleh asumsi, bahwa ketepatan guru dalam memilih model dan metode pembelajaran akan berpengaruh terhadap keberhasilan dan hasil belajar peserta didik, karena model dan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru berpengaruh terhadap kualitas PBM yang dilakukannya.
Kondisi PBM di tingkat persekolahan dewasa ini masih diwarnai oleh penekanan pada aspek pengetahuan dan masih sedikit yang mengacu pada pelibatan peserta didik dalam proses pembelajaran itu sendiri. Sementara itu, proses pembelajaran pendidikan matematika tidak merangsang peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam PBM. Disamping itu, PBM Matematika yang dilakukan oleh guru belum mampu menumbuhkan budaya belajar di kalangan peserta didik. Pada gilirannya, akan berpengaruh secara signifikan terhadap perolehan dan hasil belajar peserta didik.

Dari sini, mungkin guru sudah merasa mengajar dengan baik, tetapi peserta didiknya tidak belajar, sehingga terjadi miskonsepsi antara pemahaman guru dalam mengajar dengan target dan misi dari pendidikan matematika sebagai mata pelajaran penting. Kondisi ini didukung oleh kenyataan yang ada di lapangan, bahwa aspek metodologis dan pendekatan ekspositorik sangat menguasai selumh PBM. Maka dari itu, pendidikan matematika belum mampu menumbuhkan iklim yang menantang peserta didik untuk belajar dan tidak mendukung produktivitas serta pengembangan berpikir peserta didik.

Selain harus mampu membangkitkan minat peserta didik, pendekatan atau motode yang dipilih oleh guru harus dapat meningkatkan aktivitas dan kesadaran psikologis peserta didik bahwa sebenarnya ia mampu mempelajari matematika. Pembelajaran matematika sebaiknya tidak hanya dilakukan dengan cara mentrasfer pengetahuan kepada peserta didik, tetapi juga dengan cara membantu peserta didik untuk membentuk dan menganalisis pengetahuan mereka sendiri, serta memberdayakan mereka untuk mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Sehubungan dengan itu, maka upaya peningkatan kualitas PBM dalam pendidikan matematika merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk dilakukan. Karena itu diperlukan suatu model pembelajaran matematika yang dianggap tepat untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut di atas.

Memperhatikan kondisi pembelajaran matematika di SMP saat ini dan dari berbagai pemikiran sebagaimana diuraikan di atas dipandang perlu untuk melakukan perbaikan pembelajaran matematika untuk meningkatkan hasil belajar dan kemampuan pemahaman matematika, penulis dalam realisasi proses pembelajaran di kelas berusaha merubah image bahwa pembelajaran matematika adalah pembelajaran yang rumit dan membosankan menjadi pembelajaran yang menyenangkan. Dari uraian latar belakang tersebut mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul "Model Pembelajaran Kooperatif Tutor Sebaya dalam Mata Pelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman". (Penelitian dan Pengembangan pada SMP di Kota X).

B. Rumusan dan Batasan Masalah 
1. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas bahwa proses pembelajaran matematika di SMP saat ini belum optimal, konsep pengembangan pembelajaran matematika belum mampu mengembangkan keterampilan berfikir dan meningkatkan kemampuan pemahaman peserta didik.

Permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran matematika berkaitan erat dengan metodologi pembelajaran dan sumber-sumber pendukung selama proses pembelajaran tersebut berlangsung. Pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemahaman perlu diperhatikan mulai dari tahap perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

Pendekatan pembelajaran dikembangkan berdasarkan tujuan pembelajaran dan sarana prasarana yang tersedia. Pengembangan pembelajaran tersebut bertujuan untuk mencapai target minimal pada mata pelajaran matematika yang disebut dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) dimana pada setiap sekolah berbeda-beda tergantung kepada sumber daya peserta didik, tingkat kesulitan materi, dan daya dukung kondisi sarana prasarana. Adapun permasalahan dalam pengembangan pembelajaran meliputi : perencanaan, desain, dan implementasi pembelajaran secara maksimal yang di dukung oleh keberadaan sarana dan prasarana. Berdasarkan deskripsi perumusan masalah di atas, penelitian ini difokuskan pada kegiatan guru dalam proses pengembangan pembelajaran matematika.

2. Batasan Masalah
Dari rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, pada penelitian ini penulis batasi hanya mengenai "Model pembelajaran kooperatif tutor sebaya dalam mata pelajaran matematika yang bagaimana, yang memadai dan tepat untuk meningkatkan kemampuan pemahaman", khususnya di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kota X.

Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, guru hendaknya mampu merencanakan model pembelajaran yang dapat mengakomodasi harapan berbagai komponen tersebut. Sebagaimana dikemukakan Sukmadinata (2006 : 161) :
Pemilihan model akan sangat didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikan serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan.
Artinya bahwa pengembangan model pembelajaran akan sangat ditentukan oleh adanya sistem pendidikan yang berlaku dan sistem masyarakat sebagai pengguna dan sekaligus pengelola pendidikan yang ada di lingkungannya.

Dasar pertimbangan dilaksanakannya penelitian ini adalah berkaitan dengan masih adanya kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Dimana dalam perkembangannya terjadi pergeseran peran guru dari pengajar menjadi fasilitator yang mampu membimbing, membangkitkan, dan mengarahkan peserta didik kepada aktifitas dan pengoptimalan kemampuan diri, sehingga melalui penelitian model pembelajaran kooperatif tutor sebaya dalam mata pelajaran matematika akan diketahui ketercapaian tujuan pendidikan yang dilaksanakannya, yaitu kemampuan pemahaman.

C. Pertanyaan Penelitian
Untuk memudahkan dan lebih terarahnya penelitian ini, maka dari permasalahan tersebut diajukan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi pembelajaran matematika di SMP Kota X saat ini ?
2. Pengembangan model pembelajaran kooperatif tutor sebaya yang bagaimana, untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dalam mata pelajaran matematika di SMP Kota X ?
3. Apakah kelebihan dan kekurangan model pembelajaran yang dikembangkan tersebut pada mata pelajaran matematika di SMP Kota X ?
4. Bagaimana kendala yang dihadapi dalam penerapan model pembelajaran yang dikembangkan pada mata pelajaran matematika di SMP Kota X ?

D. Definisi Operasional
Definisi operasional menurut Tuckman (1972 : 57) : "An operational definition is a definition based on the observable characteristics of that which is being definied". Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diamati dari apa yang didefinisikan. Dalam penelitian sangat bermanfaat terutama dalam mendeskripsikan judul mengenai sasaran yang kita teliti. Ada dua variabel atau aspek utama yang menjadi inti kajian dalam penelitian ini yaitu model pembelajaran kooperartif tutor sebaya dan kemampuan pemahaman peserta didik, khususnya pada aspek kemampuan pemahaman konsep dalam mata pelajaran matematika. Agar ada kesamaan konsep dan persepsi yang menjadi pegangan dalam penyusunan instrumen pengurupulan data, kedua variabel tersebut perlu didefinisikan secara operasional.

1. Model Pembelajaran Kooperatif Tutor Sebaya
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas, dalam hal ini aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar dalam suatu kelompok. Semua anggota kelompok bertanggungjawab terhadap permasalahan yang dihadapi dalam kelompoknya. Masalah ini diarahkan pada bagaimana peserta didik menggali materi pembelajaran bersama-sama dengan anggota kelompok.

Model pembelajaran kooperatif tutor sebaya merupakan bentuk model pembelajaran dengan cara peserta didik belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat atau lima orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Pembelajaran kooperatif tutor sebaya dilaksanakan melalui sharing proses antar peserta didik sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama diantara peserta didik itu sendiri, dalam kegiatan Sharing proses tersebut dipimpin oleh temannya sendiri yang lebih pandai (sebagai tutor sebaya) untuk memberikan bantuan belajar kepada teman-teman kelompoknya yang belum bisa.

2. Kemampuan Pemahaman Peserta Didik
Kemampuan pemahaman peserta didik merupakan kemampuan pemahaman konsep untuk menyerap/menangkap makna dan arti dari bahan/materi yang dipelajari. Kemampuan tersebut dapat dinyatakan dengan menterjemahkan suatu materi kedalam bentuk yang lain, menginterpretasikan materi, serta menguraikan isi dari bahan/materi.

Pemahaman konsep yang dimaksud dalam penelitian ini adalah salah satu upaya untuk memberikan kemudahan kepada peserta didik dalam mengidentifikasi, menemukan, mengartikan dan memahami sifat-sifat bangun ruang dan bagian-bagiannya, menentukan ukurannya, serta menghitung luas permukaan dan volumenya.

Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep peserta didik dalam mata pelajaran matematika sebagai data penelitian ini menggunakan skor hasil pretes dan postes dalam bentuk soal uraian.

E. Tujuan Penelitian
Dari pertanyaan penelitian yang disebutkan di atas tadi, maka tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kondisi pembelajaran matematika di SMP Kota X saat ini.
2. Untuk mengetahui pengembangan model pembelajaran kooperatif tutor sebaya pada mata pelajaran matematika yang bagaimana yang cocok diterapkan di SMP Kota X.
3. Untuk menemukan apakah kelebihan dan kekurangan pengembangan model pembelajaran dalam mata pelajaran matematika yang dikembangkan di SMP Kota X.
4. Untuk memperoleh gambaran kendala-kendala yang dihadapi dalam penerapan model pembelajaran dalam mata pelajaran matematika yang dikembangkan di SMP Kota X.

F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan suatu model pembelajaran yang dapat dipergunakan guru, yaitu untuk meningkatkan kemampuan pemahaman peserta didik dalam mata pelajaran matematika.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk perbaikan kualitas pendidikan dan pembelajaran terutama bagi sekolah, peserta didik, atau guru itu sendiri :
1. Bagi Sekolah : dapat dijadikan sebagai masukan dan perbandingan dalam melaksanakan pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan kurikulum.
2. Bagi Peserta didik : dengan dilaksanakan penelitian ini dan menggunakan pengembangan model pembelajaran kooperatif tutor sebaya, peserta didik termotivasi untuk belajar, berlatih, berdiskusi, mengeluarkan pendapat, membimbing peserta didik lain yang kemampuannya dibawah peserta didik yang bersangkutan atau peserta didik yang kemampuannya lebih termotivasi untuk membimbing temannya sehingga dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dan meningkatkan aktivitas belajar peserta didik dengan menggunakan media kelompok kecil.
3. Bagi guru : dengan penerapan pengembangan model pembelajaran kooperatif tutor sebaya pada mata pelajaran matematika membuka wawasan dalam menggunakan strategi belajar yang sesuai dengan tingkat kesulitan dalam pembelajaran tersebut, apalagi dalam pembelajaran matematika yang memiliki kekhasan tertentu seperti tersebut pada bagian permasalahan umum pembelajaran matematika.
4. Bagi peneliti berikutnya : menjadi informasi awal untuk menindaklanjuti temuan penelitian dan variabel-variabel yang perlu kajian lebih mendalam baik dari aspek metodologi, subjek penelitian, maupun dari mata pelajaran yang berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:46:00