Cari Kategori

KARTU KREDIT SEBAGAI BAGIAN DARI KREDIT TANPA AGUNAN (DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERJANJIAN)

SKRIPSI KARTU KREDIT SEBAGAI BAGIAN DARI KREDIT TANPA AGUNAN (DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERJANJIAN)
 
1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN
Dalam menunjang terpenuhinya kebutuhan hidup bagi sebagian besar masyarakat di perkotaan (terutama di pusat-pusat kota, sebagai contoh di Jakarta), serta berdasarkan tingginya mobilitas masyarakat Indonesia, khususnya yang bertempat tinggal didaerah perkotaan, menyebabkan hal ini membuka kesempatan serta memberi peluang bagi bank swasta dan bank pemerintah untuk memberikan kredit tanpa agunan.
 
Pemberian kredit tanpa agunan ini diberikan pada orang-orang yang kebetulan telah lama menjadi nasabahnya ataupun melalui gencarnya penawaran-penawaran yang dilakukan oleh bank-bank tersebut, khususnya bank-bank swasta yang mempunyai keberanian lebih dibanding bank pemerintah. Kredit Tanpa Agunan ini pada dasarnya menguntungkan sebagian masyarakat yang memang kebetulan membutuhkan dana cepat tanpa harus dibebani oleh keharusan menjaminkan harta bendanya, walaupun pada dasarnya kredit tanpa agunan ini mengakibatkan bunga yang tinggi serta mempunyai jangka waktu kredit yang terbatas (antara 1 sampai dengan 3 tahun).
 
Pada dasarnya perjanjian kredit dapat kita bagi atas perjanjian kredit yang memiliki agunan dan perjanjian yang tidak atau tanpa agunan. Persoalan agunan ini berkaitan dengan ketentuan pasal 1131 dan 1132 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut "KUHPer"). Kedua pasal ini membahas tentang piutang-piutang yang diistimewakan. Pasal 1131 mengatakan bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Dan pasal 1132 mengatakan bahwa kebendaan teersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagikan menurut keseimbangan, yaitu menurut besar-kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para piutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.
 
Pihak bank biasanya dalam memberikan kredit akan menentukan terlebih dahulu apa yang menjadi jaminan atau agunan dari kredit yang dikeluarkan, misalnya dalam kredit pembelian kendaraan yang menjadi agunan biasanya adalah BPKB dari kendaraan tersebut. Buat pihak bank dengan ditentukan dari awal tentang apa yang menjadi jaminan terhadap kredit yang diberikan akan memudahkan bagi bank untuk melakukan eksekusi bila terjadi wanprestasi karena sudah tertentu apa yang menjadi agunannya.
 
Untuk kredit tanpa agunan, karena pihak bank tidak menentukan dari awal apa yang menjadi agunannya, maka berdasarkan pasal 1131 dan 1132 KUHPer, harta kekayaan milik dari debitur seluruhnya menjadi jaminan terhadap jumlah utang yang harus dibayarkan oleh debitur. Akibatnya jika terjadi wanprestasi dari pihak kreditur, maka pihak Bank melakukan eksekusi berdasarkan pasal 1131 dan 1132 KUHPer.
 
Dasar bagi Bank Penerbit untuk melakukan bila terjadi eksekusi tentunya adalah perjanjian yang dibuat pada awalnya suatu perikatan teradi, yaitu dimana permohonan aplikasi permohonan kredit yang anda ajukan disetujui oleh pihak Bank Penerbit. Bila anda wanprestasi berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian tersebut, misalnya adanya keterlambatan pembayaran dari pengguna fasilitas kredit.
 
Pada dasarnya Kredit Tanpa Agunan ini, secara tidak langsung merugikan nasabah, karena pihak Bank tidak menentukan dari awal apa yang menjadi agunannya, namun berdasarkan pasal 1131 dan 1132 KUHPer, harta kekayaan milik dari debitur seluruhnya menjadi jaminan terhadap jumlah utang yang harus dibayarkan oleh debitur. Hal ini tentu saja tidaklah diketahui secara umum oleh orang-orang yang menerima kredit Tanpa Agunan tersebut, karena tidak dikemukakan secara transparan oleh Bank pemberi kredit tanpa agunan. Sehingga jika terjadi wanprestasi dari pihak kreditur, maka pihak bank akan melakukan eksekusi berdasarkan pasal 1131 dan 1132 KUHPer.
 
Kredit tanpa agunan ini tidak terlepas dari adanya pelanggaran-pelanggaran baik yang dilakukan oleh Kreditur maupun oleh Debitur. Pelanggaran ini dapat terjadi dalam beberapa cara, missal: salah satu pihak dengan tegas melepaskan tanggung jawabnya dan menolak melaksanakan kewajiban dipihaknya sehingga menimbulkan sengketa di antara kedua belah pihak.
 
Sengketa adalah salah satu permasalahan hukum yang timbul dalam Kredit Tanpa agunan. Perjanjian Kredit Tanpa Agunan inilah yang akan penulis bahas dalam skripsi ini.

1.2. POKOK PERMASALAHAN
Melihat latar belakang permasalahan yang telah dijabarkan di atas, maka dapat dirumuskan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, adalah:
1. Permasalahan hukum apakah yang timbul dalam proses terjadinya Kredit Tanpa Agunan?
2. Apa akibat hukumnya bila terjadi wanprestasi pada Kredit Tanpa Agunan?

1.3. TUJUAN PENULISAN
Setiap penulisan sebuah karya ilmiah tentunya memiliki tujuan-tujuan tertentu. Demikian juga dengan penulisan skripsi ini, secara umum tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menemukan konstruksi hukum dari suatu Kredit Tanpa Agunan.
Secara khusus, sesuai dengan ruang lingkup permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk mengetahui beberapa hal, yaitu:
1. Untuk mengetahui Permasalahan hukum yang timbul dalam proses terjadinya Kredit Tanpa Agunan.
2. Untuk mengetahui akibat hukum dari Kredit Tanpa Agunan bila terjadi wanprestasi.

1.4. KERANGKA KONSEPSIONAL
Pemaparan teori dan permasalahan dalam skripsi ini menggunakan beberapa konsep yang biasa digunakan dalam Hukum Perjanjian dan perjanjian kredit dalam praktek yang dilakukan sehari-hari. Beberapa konsep yang dimaksud adalah:
1. Perjanjian
Pengertian perjanjian yang diberikan oleh Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata adalah :
Suatu persetujuan adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Dalam skripsi ini perjanjian yang akan dibahas adalah perjanjian kredit yang merupakan pengembangan dari bentuk dasar perjanjian pinjam-meminjam.
Pinjam-meminjam menurut pasal 1754 Kitab Undang-undang Hukum Perdata adalah:
Pinjam-meminjam ialah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakang ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.
2. Kredit
Pengertian kredit yang diberikan oleh Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana dirubah dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, ialah:
"Kredit Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak Indonesia, Kitab Undang-undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet.8, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1976), pasal 1313.
3. Agunan kredit
Pengertian agunan kredit yang diberikan oleh Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana dirubah dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, adalah:
"Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberiaan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah."

1.5. METODE PENELITIAN
1.5.1. Jenis penelitian
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode normatif. Hal ini dikarenakan pengambilan data dalam skripsi ini didapat dari bahan-bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku yang berkaitan dengan tema yang dibahas, diktat-diktat perkuliahan, dan catatan perkuliahan yang dibuat oleh penulis selama kuliah di Fakultas Hukum.
1.5.2. Jenis Data Penelitian
Dalam skripsi ini penulis akan menggunakan data-data yang berkaitan dengan tema penulisan. Adapun data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder, yang meliputi tiga bahan hukum, yaitu bahan hukum primer, sekunder dan tersier.
Indonesia (b), Undang-undang Perbankan, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790, 10 November 1998), Pasal 1 angka 11.
a. Primer, yaitu Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, peraturan-peraturan Bank Indonesia
b. Sekunder, yaitu buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan yang dikemukakan antara lain,Hukum Perbankan Di Indonesia oleh Drs. M. Djumhana, Hukum Kredit dan Bank Garansi (The Bankers Hand Book) oleh H.R. Daeng Naja, dan Hukum Kebendaan Perdata (Hak-hak Yang Memberi Jaminan) oleh Frieda Husni Hasbullah, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia oleh Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H.
c. Tersier, yaitu kamus bahasa Indonesia dan Inggris yang penulis gunakan untuk menemukan arti dan penjelasan mengenai suatu terminologi dalam perjanjian kredit yang menggunakan bahasa asing dan istilah-istilah perbankan.
Penulisan ini memakai alat pengumpulan data berupa studi dokumen atau bahan pustaka yang berkaitan dengan judul tulisan, yaitu mengenai kartu kredit sebagai bagian dari kredit tanpa agunan (ditinjau dari aspek hukum perjanjian). Dalam studi dokumen yang dimaksud, penulis melakukan penelitian kepustakaan dengan membaca bahan-bahan hukum baik yang dimiliki, diperoleh dari perpustakaan maupun adanya bahan-bahan yang diperoleh dengan cara mencatat pada proses perkuliahan yang berkaitan dengan masalah yang dikaji.
1.5.3. Analisa Data
Cara penganalisaan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah analitis-deskriptif. Analitis yang dimaksud adalah penulis dalam penulisan skripsi ini bermaksud untuk menganalisa dan mempelajari keadaan dan kondisi yang terjadi saat ini mengenai perjanjian kredit dalam praktek sehari-hari sesuai dengan pokok permalahan.
Analisis yang penulis lakukan juga meliputi analisis terhadap teori-teori serta doktrin hukum yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang selanjutnya akan digunakan oleh penulis dalam mendeskripsikan permasalahan dalam penelitian ini. Sedangkan, deskriptif adalah langkah penulis selanjutnya untuk kemudian menggambarkan secara tepat keadaan dan gejala yang telah dianalisa sebelumnya untuk kemudian dijabarkan dan diolah dalam suatu hasil penelitian.

1.6. SISTEMATIKA PENULISAN
Sebagai pembahasan terakhir dari bab pendahuluan, dibawah ini akan penulis uraikan secara singkat isi dari keseluruhan penulisan skripsi ini, yang terbagi dalam lima bab dan disajikan dengan sistematika sebagai berikut: BAB I
Bab ini terdiri dari latar belakang penulisan skripsi ini, pokok-pokok permasalahan, tujuan penulisan, metode penulisan, serta sistematika penulisan yang menerangkan isi skripsi ini bab demi bab.
BAB II
Merupakan bab yang menguraikan mengenai perjanjian pada umumnya yang memuat pengertian umum tentang perjanjian, sifat dan asas hukum perjanjian, syarat sahnya perjanjian, bagian perjanjian, sifat dan unsur perjanjian, lahirnya suatu perjanjian serta berakhirnya suatu perjanjian.
BAB III
Bab ini membahas mengenai pengertian tentang Kredit Tanpa Agunan yang memuat pengertian tentang Agunan Tanpa Kredit, hak dan kewajiban para pihak, subyek dan obyek perjanjian kredit tanpa agunan, serta akibat yang timbul dari suatu perjanjian kredit Tanpa Agunan.
BAB IV
Bab ini merupakan pokok dari rangkaian pembahasan skripsi. Dalam bab ini penulis akan mencoba menghubungkan teori perjanjian dan teori kredit tanpa agunan dengan permasalahan hukumnya serta jika terjadi wanprestasi dalam Kredit Tanpa Agunan, dan sengketa yg mungkin timbul dalam Kredit Tanpa Agunan dan penyelesaiannya.
BAB V
Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran, penulis berusaha untuk menyimpulkan masalah pokok yang dibahas dalam skripsi ini. Dan sebagai penutup, penulis juga mencoba untuk memberikan saran-saran yang mudah-mudahan dapat bermanfaat dalam hubungannya dengan perjanjian kredit tanpa agunan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:49:00

PROSES PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DENGAN KORBAN DIBAWAH UMUR MENURUT UU TENTANG PENGADILAN ANAK

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DENGAN KORBAN DIBAWAH UMUR MENURUT UU NO.3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

A. Latar Belakang Masalah
 
Dewasa ini kenakalan remaja grafiknya semakin meningkat baik secara kualitas maupun kuantitasnya.Yang memprihatinkan lagi kenakalan yang dilakukan oleh remaja tersebut bukan kenakalan biasa, tetapi cenderung mengarah pada tindakan kriminal, yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.
 
Masa remaja marupakan masa dimana seorang anak mengalami perubahan cepat dalam segala bidang, baik secara fisik maupun emosinya belum stabil serta belum matang cara berfikirnya. Terutama pada masa remaja biasannya mudah cemas, mudah tergoncang emosinya dan sangat peka terhadap kritikan. Karena jiwanya yang belum stabil, terkadang mereka ingin terlepas dari segala peraturan yang dianggap mengekang kebebasan berekspresi, mudah menerima pengaruh dari luar lingkunganya dan ingin hidup dengan gayanya sendiri. Maka tidak heran jika banyak remaja yang berbuat nakal di tempat umum seperti minum-minuman keras di pinggir jalan, mencoret-coret tembok, kebut-kebutan dijalan umum mencuri dan sebagainya. Perilaku anak dibawah umur tersebut tidak cukup hanya dipandang sebagai kenakalan biasa, tidak jarang perbuatan mereka tidak sesuai dengan norma atau dapat disebut sebagai penyelewengan terhadap norma yang telah disepakati yang menyebabkan terganggunya ketertiban dan ketentraman kehidupan manusia. Penyelewengan yang demikian, biasanya oleh masyarakat dicap sebagai suatu pelanggaran dan bahkan sebagai suatu kejahatan yang dapat diancam pidana.
 
Perilaku anak yang menyimpang bahkan melanggar hukum cukup kompleks dan beragam. Perilaku yang menunjukan dekadensi moral manusia telah mereka lakukan. Perilaku menyimpang anak yang sering terjadi adalah penggunaan obat-obatan terlarang dan tindak kekerasan, pelecehan, dan eksploitasi seksual itu bahkan bukan hanya menimpa perempuan dewasa, namun juga perempuan yang tergolong dibawah umur (anak-anak). Kejahatan seksual ini juga tidak hanya berlangsung dilingkungan perusahaan, perkantoran atau tempat-tempat tertentu yang memberikan peluang manusia berlainan jenis dapat saling berkomunikasi, namun juga dapat terjadi di lingkungan keluarga. Hal yang lebih memprihatinkan lagi adalah kecenderungan makin maraknya tindak pidana perkosaan yang tidak hanya menimpa perempuan dewasa, tetapi juga menimpa anak-anak di bawah umur dan dilakukan oleh anak. Tindak Pidana perkosaan tersebut telah diatur dalam Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
 
Permasalahan yang semakin berkembang ini perlu segera ditanggulangi dan diselesaikan yang bukan hanya menjadi tanggung jawab negara saja, tetapi juga membutuhkan peran serta yang aktif dari seluruh lapisan masyarakat. Penyelesaian permasalahan tersebut harus selalu mengacu pada pemenuhan hak dan pemberian perlindungan bagi anak.
 
Beberapa hak anak dalam proses peradilan pidana perlu diberi perhatian khusus, demi peningkatan pengembangan perlakuan adil dan kesejahteraan yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu maka ada beberapa hak-hak anak yang perlu di perhatikan dan diperjuangkan pelaksanaanya. Hak-hak tersebut di berikan pada waktu sebelum, selama, dan setelah masa persidangan yang meliputi:
 
1. Sebelum persidangan
a. hak diperlakukan sebagai seseorang yang belum terbukti bersalah
b. hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan yang merugikan, menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial dari siapa saja c. hak terhadap dirinya (transport, penyuluhan dari yang berwajib untuk mendapatkan fasilitas ikut serta memperlancar pemeriksaan
d. hak untuk mendapatkan pendamping, penasehat dalam rangka mempersiapkan diri berpartisipasi dalam persidangan yang akan datang dengan prodeo
2. Selama persidangan
a. hak mendapat penjelasan mengenai tata cara persidangan dan kasusnya;
b. hak mendapatkan pendamping, penasehat selama persidangan;
c. hak untuk mendapatkan fasilitas ikut serta memperlancar persidangan mengenai dirinya;
d. hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan yang merugikan, menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial (berbagai macam ancaman, penganiayaan, cara dan tempat penahanan);
e. hak untuk menyatakan pendapat;
f. hak untuk memohon ganti rugi atas perlakuan yang dapat menimbulkan penderitaan, karena ditangkap, ditahan, dituntut atas alasan yang berdasarkan undang-undang;
g. hak untuk mendapatkan perlakuan pembinaan/penghukuman yang positif, yang dapat mengembangkan dirinya sebagai manusia seutuhnya;
h. sidang tertutup demi kepentinganya.
3. Setelah persidangan
a. hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan yang merugikan, menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial dari siapa saja (berbagai ancaman, penganiayaan, pembunuhan);
b. hak untuk mendapatkan pembinaan atau penghukuman yang manusiawi sesuai dengan pancasila, UUD 1945, dan ide mengenai pemasyarakatan;
c. hak untuk dapat berhubungan dengan keluarganya.
Anak tidak dapat diperlakukan sama dengan orang dewasa, dalam ukuran kecil kita yakin bahwa ada perbedaan antara pelanggar-pelanggar anak dengan orang yang sudah dewasa, sudah seharusnya anak mendapat perlakuan khusus dalam proses pemeriksaan di persidangan.
Agar dapat terwujudnya suatu tata cara pemeriksaan anak di depan pengadilan di perlukan beberapa lembaga dan perangkat hukum yang mengatur tentang anak serta dapat menjamin pelaksanaanya dengan berasaskan keadilan, salah satunya adalah perangkat Undang-undang tentang tata cara pemeriksaan anak. Ada beberapa peraturan yang mendasarinya antara lain:
1. KUHP Pasal 45, 46, dan 47 yang mengatur sebatas pada bentuk pemidanaan terhadap anak yang melakukan tindak pidana
2. Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.3 tahun 1959 tanggal 15 Februari 1959 tentang saran untuk memeriksa perkara pidana dengan pintu tertutup terhadap anak-anak yang menjadi terdakwa
3. Peraturan Menteri Kehakiman RI No. M. 06-UM 01 tahun 1983 tanggal 16 september 1983 tentang Tata Tertib Persidangan Anak.
4. Undang-undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
Dengan diberlakukanya Undang-undang No.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang di dalamnya diatur mengenai tata cara pemeriksaan anak di pengadilan, diharapkan mampu menjamin perlindungan hak-hak anak dalam keseluruhan proses pemeriksaan di persidangan. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka Penulis tertarik untuk mengkaji proses peradilan yang dilakukan oleh Hakim dengan tersangka kasus perkosaan di wilayah hukum Pengadilan Negeri X yang diwujudkan dalam bentuk penelitian dengan judul "PROSES PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PERRKOSAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DENGAN KORBAN DI BAWAH UMUR MENURUT UU. No. 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI X)"

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana penyelesaian kasus tindak pidana perkosaan dengan pelaku anak di Pengadilan Negeri X ?
2. Hambatan-Hambatan apa sajakah yang timbul dalam penanganan kasus tindak pidana perkosaan dengan pelaku anak di Pengadilan Negeri X
3. Bagaimana pemecahan terhadap hambatan-hambatan tersebut ?

C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas sehingga dapat memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian tersebut. Tujuan diadakanya penelitian ini adalah :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mendapatkan keterangan yang jelas mengenai bagaimana penanganan kasus tindak pidana perkosaan yang di lakukan oleh anak di Pengadilan Negeri X.
b. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang timbul dalam pelaksanaan penanganan kasus tindak pidana perkosaan dengan pelaku anak di Pengadilan Negeri X
c. Untuk memperoleh keterangan yang jelas mengenai upaya-upaya dalam mengatasi hambatan tersebut.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk memperoleh data yang lebih lengkap dan jelas sebagai bahan untuk menyusun skripsi, sebagai persyaratan untuk mencapai gelar kesarjanaan dalam ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas X.
b. Untuk menambah pengetahuan bagi penulis dalam penelitian hukum dan pengembangan kerangka berfikir ilmiah.
c. Untuk menerapkan teori yang telah penulis dapatkan di bangku kuliah, khususnya dalam bidang Hukum Pidana.
d. Untuk memberikan informasi kepada pembaca, khususnya pada pihak yang berhubungan dengan Pengadilan Anak.

D. Manfaat Penelitian
Dapat kita ketahui bahwa bobot dari suatu penelitian juga di tentukan dari manfaatnya.
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengharapkan manfaat dan kegunaan yang akan di peroleh sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk menambah pengetahuan tentang pelaksanaan penyelesaian tindak pidana perkosaan yang dilakukan oleh anak dalam proses peradilan di Pengadilan Negeri X.
b. Dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan khususnya dalam bidang hukum pidana anak di Indonesia.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan sumbangan pemikiran pada semua pihak terkait dalam menangani masalah perlindungan anak.
b. Dapat memberikan informasi dan mengetahui penanganan kasus tindak pidana perkosaan dengan pelaku anak.

E. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberi gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisn hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari empat bab yang tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika penulisan hukum tersebut adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini berisi tentang batasan mangenai pengertian tindak pidana, tinjauan umum mengenai tindak pidana pemerkosaan, tinjauan umum mengenai anak, tinjauan tantang prosedur pemeriksaan sidang anak menurut Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tantang Pengadilan Anak.
BAB III : PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini penulis akan membahas dan menjawab permasalahan yang talah ditentukan sebelumnya : Pertama, proses penyelesaian tidak pidana pemerkosaan yang dilakukan oleh anak dengan korban dibawah umur di Pengadilan Negeri X ditinjau dari Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Kedua, kendala yang dihadapi dalam menyelesaikan tindak pidana pemerkosaan yang dilakukan oleh anak.
BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini berisi kesimpulan dari jawaban permasalahan yang menjadi objek penelitian dan saran.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:48:00

PENANGANAN KASUS TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PELAKU ANAK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG TENTANG PENGADILAN ANAK

SKRIPSI PENANGANAN KASUS TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PELAKU ANAK DI PENGADILAN NEGERI X DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 03 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

A. Latar Belakang
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, perilaku manusia di dalam masyarakat dan bernegara justru semakin kompleks dan bahkan multikompleks. Perilaku demikian apabila ditinjau dari segi hukum tentunya ada perilaku yang dapat dikategorikan sesuai dengan norma yang berlaku dan tidak sesuai dengan norma. Terhadap perilaku dengan norma yang sesuai dengan norma (hukum) yang berlaku tidak menjadi masalah, tetapi terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat menimbulkan permasalahan di bidang hukum dan merugikan masyarakat.
 
Sisi lain dari kemajuan IPTEK, adanya perilaku yang menyimpang dari anggota masyarakat yang berupa berbagai macam tindak pidana. Ditinjau dari tingkat usia, tindak pidana yang terjadi di dalam masyarakat tidak hanya dilakukan oleh kelompok usia dewasa, tetapi mereka yang berusia anak-anak sering melakukan tindak pidana. Dalam era sekarang ini banyak orang tua yang terlalu sibuk dengan mengurus keperluan duniawi (materiil) sebagai upaya mengejar kekayaan, jabatan ataupun gengsi, disisi lain orang tua keluarga miskin sering larut dalam pekerjaannya untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari juga sering menelantarkan anak. Dalam kondisi yang demikian anak sebagai buah hati sering terlupakan kasih sayang, bimbingan, pengembangan sikap dan perilaku serta pangawasan orang tua.
 
Anak yang kurang atau tidak memperoleh perhatian secara fisik, mental maupun sosial sering berperilaku dan bertindak asosial dan bahkan antisosial yang merugikan dirinya, keluarga, dan masyarakat. Pertimbangan (consideran) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak menyatakan : “Bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang”.
 
Perilaku anak yang menyimpang atau bahkan melanggar hukum cukup kompleks dan beragam, dimana perilaku yang menunjukkan kemerosotan moral manusia telah mereka lakukan. Menurut laporan BPS tahun 1997 menyatakan bahwa Pengadilan Negeri seluruh propinsi mencatat sebanyak 4.000 tersangka berusia dibawah 16 tahun yang diajukan ke pengadilan (Lembaga Advokasi, 2000 : 1). Perilaku menyimpang yang dilakukan oleh anak di tengah ramai-ramainya adalah penggunaan narkoba dan penggunaan obat-obatan lainnya. Disamping itu jenis perbuatan melanggar hukum yang paling sering dilakukan oleh anak adalah tindak pidana pencurian, dimana dellik pencurian tersebut telah diatur dalam pasal 362-367 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
 
Permasalahan yang semakin berkembang ini perlu segera diatasi dan diselesaikan. Kecenderungan meningkatnya kualitas maupun kuantitas pelanggaran baik terhadap ketertiban umum maupun pelanggaran ketentuan undang-undang oleh pelaku-pelaku usia muda atau dengan kata lain meningkatnya perilaku menyimpang yang dilakukan oleh anak sudah mengarah kepada tindakan kriminal, mendorong kita untuk lebih banyak memberi perhatian akan penanggulangan serta penangganannya.
 
Usaha pencarian solusi terhadap permasalahan tersebut bukan hanya menjadi tanggung jawab negara saja, tetapi juga membutuhkan peran serta yang aktif dari seluruh lapisan masyarakat. Dimana penyelesaian masalah tersebut harus selalu mengacu pada pemenuhan hak dan pemberian perlindungan bagi anak. Perlindungan anak merupakan suatu usaha untuk mengadakan kondisi dimana setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya (Shanty Dellyana, 1998 : 6).
 
Beberapa hak anak dalam proses peradilan pidana perlu diberi perhatian khusus, demi peningkatan pengembangan perlakuan adil dan kesejahteraan yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu maka ada beberapa hak-hak anak yang perlu diperhatikan dan diperjuangkan pelaksanaannya. Hak-hak yang dimiliki anak sebagai pelaku tindak pidana tersebut diberikan pada waktu sebelum, selama, dan setelah masa persidangan.
 
Anak nakal yang diajukan ke sidang anak, ditangani oleh hakim khusus yaitu hakim yang menanggani perkara anak, penuntut umum anak, penyidik anak, dan petugas pemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan. Tapi dalam pelaksanaannya harus pula diperhatikan hak-hak anak dan seyogyanya kita lebih membicarakan tentang hak anak daripada kewajibannya.
 
Oleh karena itu timbul suatu pertanyaan bagi penulis mengenai proses peradilan yang dilakukan oleh hakim, dimana seorang anak menjadi tersangka dalam suatu kasus pencurian di wilayah hukum Pengadilan Negeri X. Oleh penulis hal tersebut diwujudkan dalam bentuk penelitian mengenai penanganan kasus tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak dibawah umur. Penulis juga menyadari bahwa dalam melaksanakan tugasnya pihak pengadilan tidak dapat terlepas dari permasalahan yang timbul dalam penanganan terhadap kasus pencurian yang dilakukan anak dibawah umur, maka atas dasar itulah penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian dengan judul :
 
“PENANGANAN KASUS TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PELAKU ANAK DI PENGADILAN NEGERI X DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 03 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka perumusan pokok permasalahannya adalah :
1. Bagaimana penanganan kasus tindak pidana pencurian dengan pelaku anak di Pengadilan Negeri X ?
2. Apakah hambatan yang ditemui dalam penanganan kasus tindak pidana pencurian dengan pelaku anak di Pengadilan Negeri X ?
3. Bagaimana pemecahan terhadap hambatan-hambatan tersebut ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui bagaimana penanganan kasus tindak pidana pencurian dengan pelaku anak di Pengadilan Negeri X.
b. Untuk mengetahui hambatan apa saja yang ditemui dalam penanganan kasus tindak pidana pencurian dengan pelaku anak di Pengadilan Negeri X.
c. Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi hambatan tersebut.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk menambah pengetahuan bagi penulis dalam penelitian hukum, khususnya dalam bidang hukum pidana yang berhubungan dengan sistem peradilan anak.
b. Untuk memberikan informasi kepada pembaca, khususnya pada pihak-pihak yang berhubungan dengan peradilan anak.
c. Untuk sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas X.

D. Manfaat Penelitian
Dapat kita ketahui bahwa nilai suatu penelitian suatu penelitian tergantung pada metodologinya, juga tentunya dalam hal ini ditentukan pula besarnya manfaat penelitian tersebut. Untuk itu dalam penulisan Skripsi ini penulis mengharapkan adanya manfaat atau kegunaan yang bisa diperoleh, antara lain :
1. Manfaat Teoritis
Untuk menambah penelaahan ilmiah yang dapat dipergunakan dan dimanfaatkan di dalam bidang hukum terutama hukum pidana anak dan juga diharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama ilmu pengetahuan hukum pidana anak.
2. Manfaat Praktis
a. Dapat memberikan informasi dan mengetahui penanganan kasus tindak pidana dengan pelaku anak.
b. Dapat memberikan sumbangan pemikiran pada semua pihak yang terkait dalam menangani masalah perlindungan anak.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:46:00

Dampak Strategi Modeling Partisipan Terhadap Pemahaman Materi Tata Krama Pribadi Pada Siswa

Pendidikan merupakan persoalan yang krusial dan sangat penting dari zaman ke zaman sampai sekarang ini, terutama pendidikan bagi generasi muda. Karena pendidikan merupakan modal utama dalam memajukan bangsa dan negara. Dengan pendidikan akan lahir generasi-generasi yang sesuai dengan bidang keahliannya. Dengan pendidikan pula dihasilkan jiwa-jiwa bertanggung jawab atas diri dan lingkungannya. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang dijelaskan dalam UU No. 20 Tahun 2003, yaitu :
 
“Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengambangkan manusia Indonesia seutuhnya, yakni manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.
 
Sebab pada hakekatnya pendidikan adalah usaha sadar yang punya tujuan untuk mengubah tingkah laku dan sikap anak didik. Menurut H. Abu Ahmadi bahwa, pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan secara sadar dengan sengaja dan positif, untuk membantu perkembangan anak didik dalam membentuk dirinya menjadi manusia dewasa dalam arti yang utuh. Salah satunya adalah melalui PAI, hal ini sangat penting dan kita perlukan dalam kehidupan sehari-hari.
 
Pendidikan agama Islam merupakan suatu usaha sadar untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh lalu menghayati tujuan yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta dapat menjadikan Islam sebagai pandangan hidup. Pada suatu lembaga pendidikan, materi Pendidikan Agama Islam adalah salah satu mata pelajaran yang ada, dimana dalam proses pembelajarannya tentu banyak mengalami kendala-kendala, antara lain seperti kesulitan siswa dalam memahami suatu materi, hal ini sangat penting.
 
Dalam mengukur sampai dimana pengelolaan pendidikan itu berhasil, salah satunya adalah dengan melihat tingkat pemahaman anak didik terhadap materi yang diberikan dalam lembaga pendidikan. Dalam hal ini guru harus mampu mengolah, menyusun dan menyajikan materi pelajaran agar materi tersebut dapat dipahami dan diterima oleh anak didik. Dengan kata lain, guru harus benar-benar menguasai strategi pengajaran dengan baik, karena dalam suatu interaksi edukatif antara guru dengan anak didik terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi, salah satunya adalah tentang pemakaian strategi. Kita semua mengetahui bahwa dalam proses belajar mengajar tidak hanya guru dan murid yang menjadi pendukung dalam keberhasilannya, tetapi juga dibutuhkan strategi, agar materi yang disampaikan mudah dipahami.
 
Oleh karena itu, jika kita bicara tentang mengajar tentu ada subjek yang belajar. Belajar dan mengajar meskipun dua hal yang berbeda, namun keduanya saling berhubungan sangat erat sekali. Mengajar akan efektif dan efisien bila hal ii didasarkan pada prinsip-prinsip belajar. Belajar akan efektif dan efisien bila kesiapan anak didik diperhitungkan. Jadi, mengajar itu sebenarnya merupakan suatu proses interaksi antara guru dan murid yang dalam hal ini guru mengharapkan siswanya mendapatkan pengetahuan, kemampuan atau keterampilan dan pemahaman yang disesuaikan dengan struktur kognitif yang diambil dari anak didik. Sedangkan menurut Bagne (1977) bahwa belajar merupakan sebuah proses pengubahan tingkah laku yang meliputi perubahan kecenderungan manusia, seperti sikap, minat dan nilai serta perubahan kemampuannya, yakni peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis performance (kinerja). Perubahan tingkah laku tersebut harus bertahan dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian, belajar pada dasarnya dapat dipandang sebagai suatu proses perubahan positif yang terjadi pada tingkah laku siswa sebagai subjek didik akibat adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan, nilai, sikap, apresiasi, kemampuan berpikir logis dan kritis, kemampuan interaktif dan kreatifitas yang telah dicapainya. Konsep belajar demikian menempatkan manusia yang belajar tidak hanya pada proses teknis, tetapi sekaligus pada proses normative. Hal ini amat penting agar perkembangan kepribadian dan kemampuan belajar siswa terjadi secara harmonis dan optimal.
 
Proses belajar bisa berlangsung secara efektif apabila semua faktor internal dan faktor eksternal siswa diperhatikan oleh guru. Seorang guru harus bisa mengetahui potensi, kecerdasan, minat, motivasi, daya belajar, sikap dan latar belakang sosial ekonomi dan budaya yang merupakan faktor internal siswa. Begitu juga faktor eksternal seperti tujuan, materi, strategi, pendekatan pembelajaran, metode, iklim sosial dalam kelas, sistem evaluasi dan lain-lain.
 
Namun, berbeda jika kita lihat sistem pendidikan di Indonesia pada saat ini. Menurut Benjamin Franklin, sistem pendidikan yang ada di Indonesia menganggap siswa sebagai bejana kosong yang perlu di isi, bukan menyalakan semangat agar siswa bergairah belajar. Karena tujuannya untuk mengisi bejana, maka siswa sering dijejali dengan berbagai materi pelajaran sebanyak-banyaknya. Waktu belajar siswa di sekolah selama 6-7 jam sehari, serasa belum cukup sehingga para murid diberikan tugas rumah yang memerlukan waktu sampai larut malam untuk melaksanakannya. Sistem pendidikan seperti ini membuat semangat anak didik untuk belajar menjadi pudar. Apabila tidak ada semangat belajar, kegairahan serta rasa cinta untuk belajar, maka harapan untuk membentuk manusia unggul yang cerdas akal budinya, kreatif serta mampu memberikan solusi bagi masalah kehidupan akan gagal pula.
 
Sering kali kita menjumpai sekolah-sekolah seperti yang dipaparkan di atas, siswa dianggap sebagai bejana kosong yang harus diisi tanpa memikirkan akibatnya atau hasilnya. Karena pada kenyataannya masih banyak siswa yang belum betul-betul paham dengan materi yang diberikan, sedangkan materi yang diberikan melebihi batas kemampuan siswa. Hal ini sering terjadi disebabkan target yang telah ditetapkan dengan kreativitas yang dimiliki oleh guru tidak seimbang, kadang hanya menjelaskan materi tanpa ada suatu praktek. Hal ini akan sulit dipahami oleh siswa. Melihat kondisi dan kesiapan siswa pada saat ini, mereka lebih senang dan tertarik jika dalam proses belajar dihubungkan langsung dengan alam sekitar. Hal ini akan terlihat nyata bagi mereka, tidak lagi merekareka karena yang mereka dapatkan hanya berupa teori-teori atau cerita-cerita dari guru.
 
Disini, teori belajar sosial Albert Bandura berusaha menjelaskan hal belajar dalam latar wajar, tidak seperti yang terjadi di laboratorium, lingkungan sekitar memberikan kesempatan yang luas kepada individu untuk memperoleh keterampilan atau pemahaman tentang pengetahuan yang kompleks melalui pengamatan terhadap tingkah laku model dan konsekuensinya.
 
Sebagai ringkasan, ada tiga asumsi yang mendukung teori belajar sosial, ketiga asumsi adalah sebagai berikut : pertama, proses belajar menuntut dari si belajar proses kognitif dan ketrampilan pengambilan keputusan. Kedua, belajar ialah hubungan segitiga yang saling berkaitan antara lingkungan, faktor pribadi, dan tingkah laku. Ketiga, belajar menghasilkan pemerolehan kode tingkah laku verbal dan visual yang mungkin diunjukan, mungkin juga tidak.
 
Dengan demikian, seorang guru dalam proses belajar mengajar di suatu lembaga pendidikan tidak boleh mendominasi pengetahuan anak didik. Anak didik harus diberi kebebasan dalam mengga li pengetahuan dan guru harus lebih kreatif dalam menyusun strategi, sehingga anak didik bisa belajar dengan baik dan dapat menerima serta memahami materi yang diberikan, di samping adanya lingkungan sebagai pendukung.
 
Strategi pembelajaran yang berkembang saat ini banyak sekali, antara yang satu dengan yang lainnya memiliki karakteristik yang berbeda. Pada dasarnya strategi pembelajaran yang diterapkan di sekolah berguna untuk mendukung berlangsungnya penyampaian materi agar bisa diterima dan dipahami oleh peserta didik dengan benar. Belajar yang efektif dan efisien akan tercapai apabila dapat menggunakan strategi belajar yang tepat. Strategi belajar yang diperlukan untuk dapat mencapai hasil yang semaksimal mungkin.
 
Strategi pembelajaran merupakan suatu usaha atau siasat yang digunakan oleh guru yang dirangkai secara sistematis agar materi yang disampaikan dapat dipahami oleh peserta didik. Proses belajar mengajar akan berhasil jika strategi yang digunakan sesuai dengan materi pelajaran yang disampaikan.
 
Strategi pembelajaran modeling partisipan adalah strategi belajar yang membantu guru agar lebih mudah memahamkan peserta didik, tentang hal-hal yang ada dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Penguasaan atau pemahaman siswa tidak hanya dilihat dari tampilan kuantitatif saja, tetapi juga lewat aplikasi dalam kehidupan yang nyata. Dengan skema konseptual seperti itu, hasil pembelajaran bukan sekadar wacana yang melangit, akan tetapi merupakan hal yang harus membumi dan bermakna bagi siswa.
 
Dalam strategi modeling partisipan, klien melihat model nyata. Biasanya diikuti dengan klien berpartisipasi dalam kegiatan model, dibantu oleh model meniru tingkah laku yang dikehendaki, sampai akhirnya melakukan sendiri tanpa bantuan. Menurut Bandura, kebanyakan belajar terjadi tanpa reinforcement yang nyata, dalam penelitiannya ternyata orang dapat mempelajari respon baru dengan melihat respon orang lain. Bahkan belajar tetap terjadi tanpa ikut melakukan hal yang dipelajari itu, dan model yang diamatinya juga tidak mendapat reinforcement dari tingkah lakunya. Belajar melalui observasi jauh lebih efisien dibanding belajar melalui pengalaman langsung. Melalui observasi, orang dapat memperoleh respon yang tidak terhingga banyaknya. Yang diikuti dengan penguatan atau hubungan.
 
Dalam hal strategi modeling, siswa tidak hanya sekedar menirukan atau mengulangi apa yang dilakukan model, tetapi modeling melibatkan penambahan dan pengurangan tingkah laku yang teramati, menggeneralisir berbagai pengamatan sekaligus melibatkan proses kognitif.
 
Dengan demikian Strategi modeling partisipan cocok jika diterapkan pada materi tata krama pribadi. Hal ini akan sangat bagus jika guru benar-benar dapat mengatur, karena dengan adanya tampilan dari seorang model guru dapat mengatur lingkungan yang ada sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, karena dengan adanya tampilan dari seorang model siswa dapat mengetahui hal-hal nyata yang berhubungan dengan materinya yaitu materi tata krama pribadi.
 
Materi tentang tata krama pribadi yakni tata krama yang ada pada diri pribadi, meliputi; berpakaian, berhias, adab dalam perjalanan, bertemu dan menerima tamu. Tata krama sering diasosiasikan dengan budi pekerti. Dimana budi pekerti itu adalah kesadaran yang ditampilkan seseorang dalam berperilaku. Budi pekerti secara operasional merupakan perilaku positif yang dilakukan melalui kebiasaan, artinya seseorang diajarkan suatu tata krama yang baik mulai sejak kecil sampai dewasa melalui latihan-latihan. Misalnya, tentang berpakaian, berhias, adab dalam perjalanan, bertemu dan menerima tamu, cara makan dan minum, cara masuk dan keluar rumah, dan sebagainya.
 
Tata krama juga sering diasosiasikan dengan budi pekerti yang juga berisikan tentang kebiasaan sopan santun yang disepakati dalam lingkungan antar manusia. Tata krama terdiri atas kata tata dan krama. Tata berarti adat, norma, dan aturan. Krama berarti sopan santun, kelakuan, tindakan, perbuatan. Dengan demikian, tata krama berarti adat sopan santun yang menjadi bagian dari kehidupan manusia dalam menerapkan budi pekerti. Dalam kehidupan, sering terjadi benturan-benturan nilai dan norma yang kita rasakan. Apa yang dahulu kita anggap benar mungkin sekarang sudah menjadi salah. Apa yang kita anggap tabu dibicarakan, sekarang sudah menjadi hal yang lumrah. Misalnya, berbicara masalah politik, hak asasi, dan sebagainya.
 
Sehingga penting kiranya bagi guru untuk menyajikan materi tata krama pribadi dengan menggunakan strategi modeling partisipan, agar siswa tidak hanya menerima teori saja tanpa mengetahui secara nyata tanpa mengetahui bagaimana penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Melihat mayoritas agama yang dianut adalah agama Islam, sehingga penting kiranya bagi peserta didik agar dapat memahami materi tata krama pribadi, karena ketika peserta didik sudah memahami materi tersebut, maka akan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
 
Biasanya dalam proses belajar mengajar, guru menjelaskan materi tersebut, setelah itu dipraktekkan dengan cara menampilkan model. Tujuannya untuk mempermudah anak didik dalam memahami materi tersebut.
 
Berangkat dari latar belakang tersebut, maka penulis ingin mengadakan penelitian dengan judul “Dampak Strategi Modeling Partisipan terhadap Pemahaman Tata Krama Pribadi (Berpakaian, Berhias, Adab Dalam Perjalanan, Bertemu Dan Menerima Tamu) Di SMA X”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemahaman siswa pada materi tata krama pribadi (berpakaian, berhias, adab dalam perjalanan, bertamu dan menerima tamu) di SMA X ?
2. Bagaimana penerapan strategi modeling partisipan di SMA X?
3. Adakah dampak strategi modeling partisipan terhadap pemahaman materi tata krama pribadi (berpakaian, berhias, adab dalam perjalanan, bertamu dan menerima tamu) di SMA X ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang terkumpul tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pemahaman siswa pada materi tata krama pribadi (berpakaian, berhias, adab dalam perjalanan, bertamu dan menerima tamu) di SMA X ?
2. Untuk mengetahui penerapan strategi modeling pada materi tata krama pribadi (berpakaian, berhias, adab dalam perjalanan, bertamu dan menerima tamu) di SMA X ?
3. Untuk mengetahui dampak strategi modeling partisipan terhadap pemahaman materi tata krama pribadi (berpakaian, berhias, adab dalam perjalanan, bertamu dan menerima tamu) di SMA X ?

D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan khususnya mengenai dampak strategi modeling partisipan terhadap pemahaman materi tata krama pribadi (berpakaian, berhias, adab dalam perjalanan, bertamu dan menerima tamu) pada siswa kelas I SMA X. Demikian strategi modeling partisipan ini merupakan suatu proses belajar mengamati tingkah laku individu atau kelompok dengan ketentuan adanya seseorang sebagai model, ada tingkah laku yang diamati untuk menghasilkan tingkah laku baru yang diinginkan. Dengan menggunakan strategi modeling partisipan diharapkan akan menghasilkan suatu pemahaman tentang materi tata krama pribadi (berpakaian, berhias, adab dalam perjalanan, bertamu dan menerima tamu).
2. Bagi lembaga (sekolah) yang diteliti
Dapat digunakan sebagai masukan bagi seorang guru agar dapat mengukur tingkat pemahaman siswa pada setiap materi yang diajarkan, terutama pada materi yang berkaitan dengan strategi modeling dan digunakan untuk membantu siswa menguasai dan memahami suatu materi.
3. Bagi peneliti lain
Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk meningkatkan dan mengembangkan penelitian lebih lanjut, terutama mengenai pemahaman siswa pada materi tata krama pribadi

E. Hipotesa Penelitian
Hipotesis berasal dari kata hypo yang berarti di bawah dan thesa yang artinya kebenaran (kebenaran yang masih perlu diuji). Jadi hipotesa adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Hipotesa dibagi menjadi 2, yaitu hipotesa kerja (Ha) dan hipotesa nol (Ho).
Dari uraian tersebut dapat ditarik suatu hipotesa penelitian yaitu :
Ha : Strategi modeling partisipan mempunyai dampak terhadap pemahaman materi tata krama pribadi (berpakaian, berhias, adab dalam perjalanan, bertamu dan menerima tamu) pada siswa kelas 1 SMA X.
Ho : Strategi modeling partisipan tidak mempunyai dampak terhadap materi tata krama pribadi (berpakaian, berhias, adab dalam perjalanan, bertamu dan menerima tamu) pada siswa kelas 1 SMA X

F. Definisi Operasional
Kerlinger (1973), menyatakan bahwa definisi operasional adalah definisi yang dapat diukur, karena dalam penelitian harus diketahui definisi istilah atau konsep yang jelas.
Agar pembahasan lebih mudah dipahami, penulis menegaskan istilahistilah penting yang perlu dimengerti, antara lain :
Dampak : Pengaruh kuat yang mendatangkan akibat (baik negatif maupun positif). Dengan demikian dampak merupakan akibat yang muncul dikarenakan adanya suatu penyebab.
Strategi Modeling Partisipan : Suatu strategi yang digunakan untuk merubah tingkah laku yang dipelajari melalui mengobservasi orang lain, aktivitas atau simbol selaku contoh, dengan kata lain suatu teknik memanfaatkan model sebagai alat untuk mempermudah perubahan tingkah laku.
Maksudnya adalah guru menyajikan seorang model atau lebih, kemudian diikuti pengamatan dari peserta didik, guna memperoleh tingkah laku baru atau memperkuat tingkah laku yang telah ada. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyajikan model hidup, model simbolik, atau diskripsi verbal.
Pemahaman materi tata krama pribadi. Mengerti tentang aturan-aturan yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari yang berlaku untuk diri sendiri baik yang berkaitan dengan aturan, sopan santun. Norma-norma dan tindakan kelakuan di masyarakat, dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan seharihari.

G. Metode Penelitian
Dalam usaha penelitian apapun, penggunaan metode merupakan hal yang sangat penting, apalagi dalam penelitian ilmiah, sebab dengan menggunakan metode akan mempengaruhi proses pengumpulan data juga dapat menentukan berhasil atau tidaknya suatu tujuan penelitian serta menentukan asal dari asal penelitian.
Oleh sebab itu agar menghasilkan skripsi yang baik, penulis menggunakan beberapa metode penelitian yang diperlukan dalam penelitian skripsi ini.
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif, deskriptif yaitu data-data yang berupa tulisan atau lisan dari orang orang atau pelaku yang dapat diamati. Sedangkan kuantitatif yaitu suatu proses menemukan pengetahuan menggunakan data berupa angka sebagai alat menemukan keterangan mengenai apa yang ingin kita ketahui. Dalam hal ini, penulis menggunakan data dari angket yang kemudian diberi nilai, kemudian dari nilai tersebut dianalisis melalui rumus yang telah sesuai dengan masalah penelitian, yaitu rumus product moment.
2. Populasi dan sampel
a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian, 18 dapat berupa manusia, gejala-gejala, tingkah laku, dan sebagainya yang menjadi obyek penelitian.
Menurut kamus riset, karangan Drs. Komarudin, yang dimaksudkan dengan populasi adalah semua individu yang menjadi sumber pengembangan sampel. Pada kenyataannya, populasi ini adalah sekumpulan kasus yang perlu memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian. Kasus tersebut dapat berupa barang, binatang, hal, atau peristiwa.
Sedangkan menurut dr. siswojo, definisi dari populasi adalah sejumlah kasus yang memenuhi seperangkat kriteria yang ditentukan peneliti. Disini peneliti dapat menentukan sendiri kriteria-kriteria yang ada pada populasi yang akan diteliti, misalnya semua laki-laki yang ada di Jakarta yang berambut putih, atau semua remaja yang kecanduan narkoba di Indonesia sebagai populasi. Jadi kriterianya, semua laki-laki berambut putih dan semua remaja yang kecanduan narkoba di Indonesia. Dengan menetapkan populasi ini, peneliti dapat mengukur sesuatu sesuai dengan kasusnya dan tidak berlebihan dengan populasi yang diacu.
Dengan demikian, yang dimaksud populasi adalah keseluruhan obyek yang menjadi sasaran dalam suatu penelitian, baik berupa manusia, hewan, peristiwa atau kejadian.

b. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Sebagai antisipasi apabila subyeknya kurang dari seratus, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, selanjutnya jika jumlah subyeknya besar atau lebih dari 100 dapat diambil 10-15% atau lebih. Berhubung dalam penelitian yang menjadi subjek peneliti kurang dari 100, maka peneliti mengambil semua, sehingga penelitian ini adalah penelitian populasi.
3. Metode Pengumpulan Data
a. Metode Observasi
Observasi bisa diartikan sebagai pengamatan sistematik terhadap fenomena yang diselidiki. Observasi atau pengamatan digunakan dalam rangka mengumpulkan data dalam suatu penelitian, merupakan hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya rangsangan tertentu yang diinginkan atau suatu studi yang disengaja yang sistematis tentang keadaan atau fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan mengamati atau mencatat. Yang dilakukan waktu pengamatan adalah mengamati gejala-gejala sosial dalam katagori yang tepat, mengamati berkali-kali dan mencatat segera dengan memakai alat bantu, seperti alat pencatat, skala penilaian (formulir) dan alat mekanik (tape recorder).
Dapat disimpulkan bahwa observasi adalah mengamati langsung di lapangan yang dijadikan obyek penelitian atau lebih jelasnya peneliti langsung terjun sendiri ke lapangan yang melibatkan panca indera.
b. Metode Interview
Interview bisa dipandang sebagai metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak kepada tujuan penelitian. Pada umumnya dua orang atau lebih hadir secara fisik dalam proses tanya jawab itu dan masing-masing dapat menggunakan saluran-saluran komunikasi secara wajar dan lancar.
Menurut Prof. Dr. A. Nasution, MA, interview adalah suatu bentuk komunikasi verbal, jadi semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi. Dalam wawancara, pertanyaan dan jawaban diberikan secara verbal. Biasanya komunikasi ini dilakukan dalam keadaan saling berhadapan, namun komunikasi dapat juga dilakukan melalui telepon.
Jadi interview atau yang sering disebut-sebut dengan wawancara adalah komunikasi langsung atau berhadapan satu orang dengan orang lain atau lebih dengan tujuan untuk memperoleh informasi, disamping itu interview juga dapat dilakukan melalui telepon. Hal demikian dapat terjadi disebabkan jarak antara peneliti dengan responden terlalu jauh, sehingga tidak memungkinkan untuk bertatap muka, atau karena ada hal lain.
Wawancara berfungsi sebagai deskriptif, yaitu melukiskan dunia kenyataan seperti yang dialami oleh orang lain, misalnya dunia kehidupan gelandangan, suku terpencil, tukang becak, dan sebagainya. Disamping itu, interview juga berfungsi eksploratif, yaitu bila masalah yang kita hadapi masih samar-samar bagi kita karena belum pernah diselidiki secara mendalam oleh orang lain. Misalnya, kita belum ada studi yang mendalam tentang KKN, kehidupan mahasiswa di kontrakan, pelaksanaan pembaharuan pendidikan, dan lain-lain. Kita dapat melakukan studi eksploratif dengan mengadakan wawancara dengan sejumlah sampel yang kita pilih. Dalam wawancara itu, kita memperoleh gambaran yang jelas tentang masalah itu, variabel yang terkandung didalamnya, hipotesishipotesis yang perlu diuji, dan lain-lain, sehingga kita dapat mengadakan penelitian yang lebih sistematis untuk menemukan sejumlah generalisasi atau prinsip yang lebih umum dan obyektif.
Dengan demikian, interview adalah suatu metode pengumpulan data dengan cara wawancara langsung dengan responden untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian.
c. Metode angket
Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang dipergunakan untuk memperoleh informasi dari responden, dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.
Dapat disimpulkan bahwa metode angket adalah metode yang dilakukan dengan menyebarkan data lewat pertanyaan-pertanyaan tertulis kepada responden yang dijadikan satu dalam penelitian.
Menurut Prof. Dr. A. Nasution, MA, angket adalah daftar pertanyaan yang didistribusikan melalui pos untuk di isi dan dikembalikan atau dapat juga dijawab dibawah pengawasan peneliti.
Angket pada umumnya meminta keterangan tentang fakta yang diketahui oleh responden atau juga mengenai pendapat atau sikap, misalnya keterangan tentang sekolah (jumlah guru, pegawai, ruang kelas, fasilitas, murid, dan sebagainya), tentang sikap mengenai masalah sosial, ekonomi, politik, moral, dan sebagainya.
Jenis angket ada dua macam :
1) Menurut jawabannya, terbagi menjadi tiga macam yaitu :
a) Tertutup.
b) Terbuka.
c) Kombinasi kedua macam itu (tertutup dan terbuka).
2) Menurut administrasinya, terbagi menjadi dua macam yaitu :
a) Dikirimkan melalui kos.
b) Diberikan dalam situasi tatap muka.
d. Metode dokumentasi
Dokumentasi dari asal kata dokumen, yang artinya barang-barang, tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis, seperti buku, majalah, dokumen, peraturanperaturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya.
Sebenarnya metode dokumentasi adalah pengumpulan data lewat dokumen tertulis, karena dokumentasi asal katanya adalah dokumen, yaitu barang-barang tertulis. Dengan demikian jelas bahwa nantinya yang jadi sumber data ini antara lain seperti; buku majalah, catatan harian, dan sebagainya.

H. Teknik Analisa Data
Data-data yang sudah terkumpul dan diolah kemudian dianalisis dengan metode analisa deskriptif kuantitatif, yaitu suatu analisa data yang dilakukan dengan membaca tabel-tabel, grafik-grafik atau angka-angka yang tersedia, kemudian melakukan uraian dan pena fsiran. Setelah itu data yang diperoleh dari angket diolah dan dianalisis dengan rumus prosentase.
*** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN ***

Dari hasil analisis dengan menggunakan rumus tersebut di atas, maka diperoleh dampak strategi modeling partisipan terhadap pemahaman materi tata krama pribadi (berpakaian, berhias, adab dalam perjalanan, bertamu dan menerima tamu) pada siswa kelas 1 SMA X dengan cara menetapkan hasil standart berupa angka yang bersifat kuantitatif, sebagai berikut :
76 %-100 % : Baik
56 %-75 % : Cukup
40 %-55 % : Kurang
0 %-35 % : Buruk 33
Sedangkan untuk mengukur sejauhmana dampak strategi modeling terhadap pemahaman materi tata krama pribadi (berpakaian, beerhias, adab dalam perjalanan, bertemu dan menerima tamu), digunakan rumus Product Moment, yaitu :
*** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN ***

Untuk mengetahui sejauh mana dampak strategi modeling partisipan terhadap materi tata krama pribadi (berpakaian, berhias, adab dalam perjalanan, bertamu dan menerima tamu) pada siswa kelas 1 SMA X, maka disesuaikan dengan tabel interpretasi sebagai berikut :
Tabel I
Interpretasi Nilai “r” Product Moment
Besarnya “r” Product
Moment
Interpretasi
0.800 – 1.00 Tinggi
0.600 – 0.800 Cukup
0.400 – 0.600 Agak rendah
0.200 – 0.400 Rendah
0.00 – 0.200 Sangat rendah/tak berkorelasi
I. Sistematika Pembahasan
Dalam pembahasan skripsi ini penulis mencantumkan sistematika pembahasan, agar jelas gambarannya mengenai apa saja yang dibahas, antara lain :
Bab I : Pendahuluan, merupakan garis besar (pokok penulisan skripsi), berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, alasan memilih judul, tujuan dan kegunaan penelitian, metodologi penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab II : Landasan Teori, membahas tentang hal-hal yang bersifat teoritis, meliputi pengertian strategi modeling dan tahap-tahapnya, proses belajar mengajar dan dampak strategi modeling terhadap peningkatan materi tata krama pribadi (berpakaian, berhias, adab dalam perjalanan, bertemu dan menerima tamu) pada siswa kelas 1 SMA X
Bab III : Meliputi laporan penelitian, penyajian data dan analisis data hasil penelitian.
Bab IV : Penutup, berisi uraian, kesimpulan dan saran dari penulis.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 13:11:00

Upaya Meningkatkan Creative Intelligence (Kecerdasan Kreatif) Melalui Keterampilan Bertanya Dasar

Anak-anak adalah masa depan kita sendiri. Suatu kebahagiaan tersendiri bagi setiap orang tua, bila memiliki anak-anak yang cerdas dan kreatif. Dengan generasi yang cerdas dan kreatif itu berarti kita telah memberikan masa depan yang cerah bagi mereka. Untuk itu peran pendidik dalam mengembangkan sikap dan kemampuan anak didiknya harus dapat membantu dalam mengahadapi persoalan-persoalan dimasa mendatang secara kreatif. Karena kreatif yang dapat dioptimalkan mampu membekali kehidupan anak didik untuk dapat hidup layak dimasa mendatang.
 
Kreativitas adalah hasil dari interaksi antara individu dan lingkungannya. Hidup kreatif berarti mengembangkan talenta yang dimiliki, belajar menggunakan kemampuan diri sendiri secara optimal, menjajaki gagasan baru, tempat-tempat baru, aktivitas-aktivitas baru dalam mengembangkan kepekaan terhadap masalah lingkungan, masalah orang lain dan masalah kemanusiaan.
 
Peningkatan kinerja biasanya akan tercapai jika kreatifitas difasilitasi untuk berkembang. Kreativitas bergantung pada kemampuan untuk menggunakan keterampilan yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi, mengembangkan keahlian dan bakat seseorang dalam bidang yang spesifik.
 
Orang-orang kreatif tidak selalu objektif (tidak melihat yang dikatakan tetapi melihat orang yang mengatakan). Namun, untuk menguji ide-ideyang manual dari orang lain dan mereka tidak membatasi pandangan terhadap dunia luar. Orang-orang yang kreatif sering pula mengesampingkan egonya dan senantiasa berkonsultasi dengan rekannya untuk menguji ide-ide mereka. Selain itu, individu-individu kreatif memiliki motivasi diri, dorongan dan kebutuhan spiritual yang kuat. Salah satu kunci untuk memahami kreativitas adalah dengan mengenali dorongan dari dalam diri dan hasrat untuk mencipta demi penciptaan itu sendirilah yang penting, dan bukan imbalan dari luar. Upaya-upaya kreatif membangkitkan motivasi diri akan kenikmatan, kepuasan, dan tantangan.
 
Kreatif biasanya selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, dan menyukai kegemaran dalam mengembangkan kreativitas secara kreatif. Anak dan remaja kreatif biasanya cukup mandiri dan memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani mengambil risiko (yang selalu diperhitungkan) dari pada anak-anak pada umumnya. Artinya dalam melakukan sesuatu yang bagi mereka amat berarti, penting, dan disukai, mereka tidak terlalu menghiraukan kritik atau ejekan dari orang lain. Merekapun tidak takut untuk membuat kesalahan dalam mengemukakan pendapat mereka walaupun mungkin tidak disetujui oleh orang lain. Orang yang inovatif berani untuk berbeda, menonjol, membuat kejutan, atau menyimpang dari tradisi. Rasa percaya diri, keuletan, dan ketekunan membuat mereka tidak cepat putus asa dalam melakukan tujuan mereka.
 
Ciri-ciri kreativitas menurut Renzulli dkk adalah sebagai berikut :
1. Rasa ingin tahu yang luas dan mendalam
2. Sering mengajukan pertanyaan yang baik
3. Memberikan banyak gagasan atau usul terhadap suatu masalah
4. Bebas dalam menyatakan pendapat
5. Mempunyai rasa keindahan yang dalam
6. Menonjol dalam salah satu bidang seni
7. Mampu melihat suatu masalah dari berbagai segi/sudut pandang
8. Mempunyai rasa humor yang luas
9. Mempunyai daya imajinasi, dan
10. Orisinal dalam ungkapan gagasan dan dalam pemecahan masalah.
 
Menurut Sund, bahwa individu dengan potensi kreatif dapat dikenal melalui pengamatan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Hasrat keingintahuan yang cukup besar
2. Bersikap terbuka terhadap pengalaman baru
3. Panjang akal
4. Keinginan untuk menemukan dan meneliti
5. Cenderung lebih menyukai tugas yang berat dan memuaskan
6. Memiliki dedikasi bergairah serta aktif dalam melaksanakan tugas.
7. Menaggapi pertanyaan yang diajukan serta cenderung memberi jawaban lebih banyak
8. Kemampuan membuat analisis dan sintesis
9. Memiliki semangat bertanya serta meneliti
10. Memiliki daya abstraksi yang cukup baik
11. Memiliki latar belakang membaca yang cukup luas.
 
Sedangkan Kecerdasan kreatif menurut Alan J. Rowe adalah mengetahui bagaimana cara kita memecahkan masalah sehari-hari.
 
Menurut Agus Efendi, Ciri-ciri kecerdasan kreatif adalah sebaga berikut :
1. Tidak menanti masalah sampai memuncak. Mereka terlebih dahulu mengenali masalah itu jauh sebelum masalah itu menjalar kemana-mana dan secepatnya memproses pemecahannya.
2. Mendefinisikan masalah dengan benar. Dengan begitu, mereka memecahkan masalah yang sangat menghambatnya. Tidak membiarkan masalah tersebut terjadi lagi dalam kehidupan mereka. Mereka juga berusaha memutuskan mana masalah yang pertama kali harus segera dipecahkan, dan mana yang bisa dipecahkan kemudian. Jadi dia mempunyai prioritas dalam pemecahan masalahnya.
3. Sungguh-sungguh merumuskan strategi pemecahan masalah. Khususnya, mereka fokus pada renacana jangka panjang daripada terburu-buru. Lalu mereka memikirkan kembali apa strategi mereka. “orang yang memiliki kecerdasan itu tidak selalu membuat keputusan yang benar, tapi mereka memonitor dan mengevaluasi keputusan-keputusan mereka dan selanjutnya memperbaiki kesalahan-kesalahan yang mereka temukan.
4. Memecahkan masalah secara behavioristik. Mereka tidak merumuskan atau memastikan masalah, mereka menginkubasikan masalah. Dalam menghadapi masalah mereka menganalisanya terlebih dahulu dengan teliti baru kemudian menggunakan strategi yang tepat dan kreatif dalam memecahkannya.
5. Mengenali rasionalitas berpikir. Pemecahan dan keputusan mereka itu intuitif atau rasional, atau dengan mengkombinasikan keduanya. Mereka jarang salah dalam hal proses pemikiran mereka sehingga mereka tidak salah dalam membuat keputusan.
Artinya : “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. (Al – Insyirah : 5)
Kedudukan guru mempunyai arti penting dalam pendidikan. Arti penting itu bertolak dari tugas dan tanggung jawab guru yang cukup berat untuk mencerdaskan anak didiknya. Kerangka berpikir yang demikian menghendaki seorang guru untuk melengkapi dirinya dengan berbagai keterampilan yang diharapkan dapat membantu dalam menjalankan tugasnya dalam interaksi edukatif. Keterampilan dasar mengajar adalah keterampilan yang mutlak harus dipunyai oleh guru dalam hal ini dengan memiliki keterampilan bertanya dasar, diharapkan guru dapat mengoptimalkan peranannya dikelas. Keterampilan dasar mengajar yang harus dikuasai oleh guru salah satunya adalah keterampilan bertanya dasar.
 
Keterampilan bertanya dasar di dikembangkan di MI X dalam bentuk lisan, tulis dan pemecahan masalah dari hasilnya sudah memenuhi indicator, terfokus pada sebuah konsep inovatif yang diterapkan MI X. Konsep ini diawali dari sebuah kegelisahan atas sekolah dasar konvensional yang ada selama ini, khususnya terkait dengan masalah menumbuhkan kreatifitas anak. Problem yang hingga kini masih dianut oleh sekolah konvensional adalah bagaimana memposisikan anak didik agar kreatifitas mereka berkembang sesuai dengan dimensi perkembangan psikologisnya. Sebaliknya, sekolah yang kreatif memberikan hak sebebasbebasnya kepada anak untuk berkreasi dan berinovasi tanpa harus diatur terlalu ketat oleh aturan sekolah.
 
Keterampilan bertanya dasar, bagi seorang guru merupakan keterampilan yang sangat penting untuk dikuasai. Sebab melalui keterampilan ini guru dapat menciptakan suasana pembelajaran lebih bermakna 9. Keterampilan bertanya dasar adalah mengembangkan keterampilan siswa dalam meningkatkan kemampuan berpikir kognitif tingkat tinggi10. Keterampilan bertanya dasar sangat perlu dikuasai guru untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan, karena hampir dalam setiap tahap pembelajaran guru dituntut untuk mengajukan pertanyaan, dan kualitas pertanyaan yang diajukan guru akan menentukan kualitas jawaban peserta didik.
 
Mengingat begitu pentingnya peranan bertanya dalam proses pembelajaran, maka setiap guru harus memiliki keterampilan ini, sehingga kualitas pembelajaran bisa sesuai dengan kondisi yang diharapkan.
 
Dengan demikian berbagai keahlian dan keterampilan termasuk kecerdasan kreatif harus dikembangkan sejak dini kepada anak-anak, baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
 
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa bentuk kecerdasan kreatif di MI X adalah dalam proses belajar mengajar terdapat kegiatan siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru : guru memberi pertanyaan kepada siswa lalu siswa menjawabnya, menyelesaikan masalah : siswa menyelesaikan masalah dengan cara berkelompok lalu salah satu siswa mewakili kelompoknya untuk maju didepan kelas, berprestasi di depan kelas : siapa yang maju didepan kelas dan banyak mengeluarkan pendapat berarti siswa itu berprestasi, menyimpulkan penjelasan guru : lalu siswa menyimpulkan apa yang telah guru jelaskan kepada mereka, memperagakan materi yang tersampaikan : siswa memperagakan materi yang telah sudah disampaikan oleh guru.
 
Model keterampilan bertanya dasar yang dilakukan di MI X adalah dengan beberapa cara antara lain secara lisan yaitu setelah guru menjelaskan materi lalu guru memberi pertanyaan dengan cara lisan, misalnya setelah bapak/ibu guru menjelaskan tentang puasa. sekarang siapa yang tau tentangarti puasa?. Hal itu berdasarkan dari pengamatan peneliti ketika melakukan observasi awal. Secara tertulis dalam bentuk pilihan ganda dengan jawaban, Betul Salah, menjodohkan Kiri Kanan, isian dan uraian misalnya
1. Tempat suci untuk beribadah dan menyembah Allah adalah …..
a. Keluar Masjid c. Gereja
b. Masjid d. Klenteng
2. Ketika masuk masjid, hendaknya dalam keadaan …..
a. Suci c. Sehat
b. Susah d. Gembira
3. (B – S) Al-Qur’an adalah wahyu Allah
4. (B – S) Ketika keluar masjid mendahulukan kaki kanan
5. (b) Shalat Tarawih dilaksanakan pada bulan …..
6. (a) Puasa artinya …..
a. Menahan diri
b. Ramadhan
7. Kitab suci orang islam?
Jawab : Al-Qur’an
8. Shalat harus menghadap?
Jawab : Kiblat
9. Sebutkan 3 puasa sunnah? Puasa Senin kamis, Rajab dan Daud
10. Sebutkan 3 shalat sunnah? Sholat Tahiyatul Masjid, Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Idul Adha.
Guru juga bisa memberi pertanyaan dengan cara tertulis seperti beberapa contoh tentang keterampilan bertanya dasar secara tertulis adalah soal yang ada di LKS atau guru membuat soal sendiri, ada juga bentuk keterampilan bertanya dasar melalui penyelesaian masalah secara kelompok, dimana guru juga bisa menyuruh siswanya untuk menyelesaikan masalah dengan cara berkelompok misalnya
Puasa Sunnah Sholat Sunnah
Rajab
Senin kamis
Daud
Syawal
Tahiyatul Masjid
Hari raya idul fitri
Hari raya idul adha
Jenazah
Dan guru berkeliling ke kelompok satu ke kelompok yang lain supaya tahu siapa yang banyak berfikir atau tidak berfikir dalam penyelesaian masalah yang diberikan oleh guru.
Madrasah Ibtidaiyah X merupakan madrasah yang melaksanakan kegiatan proses belajar mengajar yang didalam proses pembelajaran melalui keterampilan bertanya dasar dan telah mengupayakan bentuk kecerdasan kreatif pada siswa guna mewujudkan pribadi muslim muslima yang cerdas di dunia dan di akhirat.
Creative Intelligence pada siswa perlu ditumbuhkan pada anak sejak usia dini dan salah satu yang dapat meningkatkan Creative Intelligence siswa adalah melalui keterampilan Bertanya Dasar. Merujuk pada permasalahan ini maka perlu bagi penulis untuk meneliti keberhasilan Keterampilan Bertanya Dasar dalam meningkatkan Creative Intelligence siswa di MI X.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian pada Madrasah tersebut agar dapat menemukan dan mengungkapkan berbagai upaya yang dilakukan oleh para pendidik dalam meningkatkan kecerdasan kreatif, dengan mengangkat judul skripsi : “UPAYA MENINGKATKAN CREATIVE INTELLIGENCE (KECERDASAN KREATIF) SISWA MELALUI KETERAMPILAN BERTANYA DASAR DI MI X”.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana meningkatkan Creative Intelligence (Kecerdasan Kreatif) siswa di MI X?
2. Bagaimana penerapan keterampilan bertanya dasar di MI X?
3. Bagaimana upaya meningkatkan Creative Intelligence (Kecerdasan Kreatif) siswa melalui keterampilan bertanya dasar di MI X?

C. Tujuan Penelitian
Berangkat dari rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui peningkatan Creative Intelligence (kecerdasan kreatif) siswa di MI X.
2. Untuk mengetahui penerapan keterampilan bertanya dasar di MI X.
3. Untuk mengetahui upaya Creative Intelligence (kecerdasan kreatif) siswa melalui keterampilan bertanya dasar di MI X.

D. Keguanaan Penelitian
Setiap hasil penelitian pasti memiliki arti dan manfaat. Baik kaitannya dengan pengembangan ilmu pengetahuan yang dicermati maupun manfaat untuk kepentingan praktis. Hasil penelitian ini sekurang-kurangnya memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Akademis
Untuk mengembangkan konsep Creative Intelligence (kecerdasan kreatif) diberbagai kalangan akademis. Sebab kecerdasan ini sangat relevan diterapkan dalam kecerdasan siswa, dalam menghadapi eksplosi pengetahuan yang terjadi.
2. Praktisi
a. Bagi Penulis
1) Dapat menerapkan secara langsung teori-teori yang penulis peroleh selama dibangku kuliah
2) Sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Fakultas Tarbiyah IAIN X.
b. Bagi Sekolah
Sebagai informasi dan pedoman dalam hal konseptual tentang Creative Intelligence (kecerdasan kreatif), dan dapat memberikan kontribusi berharga kepada MI X.

E. Definisi Operasional
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang judul skripsi ini yakni “UPAYA MENINGKATKAN CREATIVE INTELLIGENCE (KECERDASAN KREATIF) MELALUI KETERAMPILAN BERTANYA DASAR DI MI X”.
Maka perlu penulis jelaskan istilah-istilah dalam skripsi ini :
1. Upaya menungkatkan creative intelligence :
Upaya : Usaha untuk menyampaikan suatu maksud.
Meningkatkan : Menaikkan, mempertinggi, memperhebat, mengangkat.
Creative : Kemampuan yang mencapai pemecahan atau jalan keluar yang sama sekali baru, asli dan imajinatif terhadap masalah yang bersifat pemahaman, filosofis atau estetis atau yang lainnya
Intelligence : Kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi secara cepat dan efektif.
Yang dimaksud dengan Creative Intelligence (Kecerdasan Kreatif) adalah mengetahui bagaimana cara kita memecahkan masalah seharihari.
Jadi yang dimaksud dengan upaya meningkatkan Creative Intelligence (kecerdasan kreatif) adalah usaha untuk memperhebat kemampuan memecahkan masalah sehari-hari yang sama sekali baru terhadap situasi secara cepat dan efektif.
Indikator Creative Intelligence : Mampu menguasai pokok materi, Mampu menerapkan materi, Mampu menyelesaikan masalah.
2. Keterampilan Bertanya Dasar : mengembangkan keterampilan siswa dalam meningkatkan kemampuan berpikir kognitif tingkat tinggi.
Indikator Keterampilan Bertanya Dasar : Mampu menguraikan pokok materi, Mampu memperagakan materi, Menyimpulkan materi
Jadi secara keseluruhan yang penulis maksud dalam skripsi ini adalah upaya meningkatkan Creative Intelligence (kecerdasan ktreatif) siswa dalam usahanya untuk dapat mencapai hasil belajar yang optimal melalui keterampilan bertanya dasar.

F. Metode Penelitian
Dalam suatu penelitian, metodologi menjadi sangat penting bagi seorang peneliti. Ketepatan dalam menggunakan suatu metode akan dapat menghasilkan data yang tepat pula serta dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah17. Metode penelitian adalah metode ilmiah yang tersusun secara sistematis dan nantinya diharapkan dapat menyelesaikan dan menjawab suatu masalah yang dihadapi.
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati18. Data deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan, mencatat, menganalisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang terjadi. Tujuan utama menggunakan metode ini adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa dari sebab-sebab tertentu. 19
Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian lapangan (Field reseach), yaitu penelitian yang berorientasi pada pengumpulan data empiris dilapangan20. Karena berdasarkan pada bidang yang diteliti termasuk penelitian sosial yang berbentuk penelitian pendidikan.
Oleh karena itu penulis terjun kelapangan atau lokasi guna memperoleh informasi valid untuk mengetahui pelaksanaan Creative Intelligence (kecerdasan kreatif) siswa melalui keterampilan bertanya dasar di MI X.
2. Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini adalah seluruh elemen di MI X terdiri dari :
a) Kepala sekolah MI X
b) Guru-guru MI X
3. Sumber Data
Menurut Lofland dan Lofland sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain21.
Dengan meninjau hasil data yang diperoleh peneliti, maka sumber data penelitian ini dapat digolongkan menjadi dua yaitu :
a) Manusia
Manusia merupakan sumber data lapangan yang meliputi kepala sekolah dan siswa dan semua guru di MI X.
b) Non Manusia
Yang dimaksud dumber data non manusia adalah berbagai buku literatur yang berkaitan dengan topik permasalahan peneliti.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian harus menggunakan metode yang tepat, dan juga dapat memiliki teknik dan alat pengumpulan data yang relevan. Karena penggunaan teknik dan alat pengumpulan data yang tepat akan diperoloeh data yang valid dan obyektif pula. Dalam penelitian ini menggunakan tiga teknik pengumpulan data, antara lain :
a. Observasi
Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian22 Metode ini digunakan pada hampir setiap penjajakan pertama sebelum disusunnya rencana atau judul penelitian. Dengan observasi diketahui langsung gambaran yang utuh tentang kondisi pengajaran yang mencakup kondisi pembelajaran yang menunjukkan kecerdasan kreatif dan kondisi pembelajaran dengan mempergunakan keterampilan bertanya dasar baik secara fisik maupun cara penyampaian materi di MI X (dengan podoman Observasi telampir).
Pembelajaran yang mempergunakan Keterampilan bertanya dasar ini bertujuan agar siswa mampu menjawab materi yang telah disampaikan oleh guru dalam menguraikan pokok materi, mampu memperagakan materi, mampu menyimpulkan materi. Creative Intelligence (kecerdasan kreatif) dilakukan supaya siswa mampu menguasai materi, mampu menerapkan materi, dan mampu menyelesaikan masalah.
b. Interview
Metode interview adalah pengumpulan data dalam bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu. 23.
Informasi diperoleh dari pendidik dan kepala sekolah. Metode ini untuk memperoleh data fokus penelitian, yaitu tentang upaya meningkatkan Creative Intelligence (kecerdasan kreatif) siswa melalui keterampilan bertanya dasar di MI X.
Dengan wawancara ini dapat menggali data-data yang diperlukan untuk mencari jawab dari peneliti yang akan dilakukan dan pedoman wawancara yang akan digunakan dalam peneliti tersebut.
Menerapkan Creative Intelligence (kecerdasan kreatif) di MI X yaitu : Perubahan sikap atau tingkah laku yang cenderung positif (sesuai dengan norma agama, sosial dan falsafah pancasila), Perubahan watak atau mental.
Menerapkan Keterampilan Bertanya Dasar di MI X yaitu : guru memberikan pertanyaan tentang materi yang telah disampaikan, guru menilai perubahan sikap siswa sehubunngan dengan materi yang disamapaikan, guru memberikan masalah kepada siswa tentang pelajaran yang telah tersampaikan dengan pembahasan secara kelompok, siswa dapat menyimpulkan masalah yang diberikan oleh guru.
Jadi hubungan antara Creative Intelligence dengan melalui keterampilan bertanya dasar yaitu siswa mampu menyelesaikan masalah dengan baik. Dengan keadaan ini guru yaitu aktif memberikan pertanyaan dan menanggapi pertanyaan, aktif mengawasi kerja kelompok siswa di kelas, memberikan penghargaan kepada siswa yang aktif dan kreatif, memberikan peringatan dan penyemangatan (siswa yang tidak aktif).
Keadaan siswa yaitu aktif mendengarkan penjelasan guru, aktif menyelesaikan masalah secara kelompok, kreatif mengajukan pertanyaan tentang masalah yang jelas atau belum jelas, aktif dalam melakukan presentasi dalam kerja kelompok.
c. Dokumentasi
Teknik Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan mempelajari data-data yang telah didokumentasikan. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti meyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya.24.
Yang dalam hal ini peneliti membutuhkan dokumen latar belakang berdirinya MI X, nama guru, jabatan dan mata pelajaran yang akan diajarkan, jumlah siswa, dokumentasi dalam ruang lingkup Creative Intelligence (kecerdasan kreatif) melalui keterampilan bertanya dasar.
5. Teknik Analisa Data
Data yang sudah terkumpul disusun, dianalisis dan interprestasikan kemudian dihimpun menjadi laporan tertulis dalam bentuk skripsi. Analisis data menurut Patton adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola kategori, dan satuan uraian dasar.
Metode penelitian kualitatif, prinsip pokok yang digunakan sebagai pijakan adalah usaha untuk menemukan teori dari data. Untuk itu dalam kajian ini penulis menggunakan analisa secara induktif, yaitu penelitian terjun kelapangan, mempelajari, menganalisa, menafsirkan yang ada dilapangan 25.
Adapun tahapan-tahapan penganalisaan data yang penulis gunakan adalah *** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN ***

G. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan yang meliputi beberapa sub antara lain latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional, metode penelitian, sistematika pembahasan.
BAB II : Tinjauan tentang Creative Intelligence (kecerdasan kreatif) siswa, yang meliputi : pengertian Creative Intelligence (kecerdasan kreatif), tipe-tipe Creative Intelligence (kecerdasan kreatif), langkah-langkah mengembangkan Creative Intelligence (kecerdasan kreatif), tolak ukur Creative Intelligence (kecerdasan kreatif)
Tinjauan tentang keterampilan bertanya dasar, yang meliputi : Pengertian keterampilan bertanya dasar, dasar-dasar dan jenis-jenis pertanyaan yang baik, hal-hal yang perlu diperhatikan keterampilan bertanya dasar, komponen-komponen keterampilan bertanya dasar, Upaya meningkatkan Creative Intelligence (kecerdasan kreatif) siswa melalui keterampilan bertanya dasar.
BAB III : Penyajian data tentang gambaran umum obyek penelitian, penyajian data tentang keterampilan bertanya dasar dan penyajian data tentang Creative Intelligence (kecerdasan kreatif), dan penyajian data tentang upaya meningkatkan Creative Intelligence (kecerdasan kreatif) melalui keterampilan bertanya dasar. Analisa data, yang meliputi analisa data tentang keterampilan bertanya dasar, analisa data tentang Creative Intelligence (kecerdasan kreatif) dan analisa data tentang upaya meningkatkan Creative Intelligence (kecerdasan kreatif) siswa melalui keterampilan bertanya dasar di MI X.
BAB IV : Penutup meliputi kesimpulan dan saran.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 13:09:00