Cari Kategori

IMPLEMENTASI GUGUS KENDALI MUTU TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN

IMPLEMENTASI GUGUS KENDALI MUTU TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN

1.1 Latar Belakang Penelitian
Keberadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu wujud nyata pasal 33 UUD 1945 yang memiliki posisi strategis bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Namun, dalam realitasnya seberapa jauh BUMN mampu menjadi alat negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan bangsa tergantung pada tingkat efisiensi dan kinerja dari BUMN itu sendiri. Apabila BUMN tidak mampu beroperasi dengan tingkat efisiensi yang baik, pada akhirnya akan menimbulkan beban bagi keuangan negara dan masyarakat akan menerima pelayanan yang tidak memadai serta harus menanggung biaya yang lebih tinggi.

Keberadaan BUMN di Indonesia tidak terlepas dari peninggalan sejarah, sejak 1950-an dalam rangka konfrontasi dengan Belanda, semua perusahaan Belanda dan beberapa perusahaan asing lainnya dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia. Akibatnya negara memiliki banyak perusahaan yang diambil alih dan bergerak di hampir seluruh bidang ekonomi. BUMN dalam perjalanannya telah banyak mengalami pasang surut usaha, baik yang dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu keadaan ekonomi nasional dan internasional maupun keadaan internal, dimana banyak terdapat pengurus perusahaan yang tidak sesuai dengan keahliannya serta penggunaan sumber daya yang kurang efektif dan efisien hingga kondisi BUMN saat ini masih belum seperti yang diharapkan.

Kinerja BUMN masih belum optimal, walaupun saat ini kinerja BUMN secara umum telah menunjukkan adanya peningkatan, namun pencapaian tersebut masih jauh dari hasil yang diharapkan. Kinerja BUMN mempunyai pengaruh di sisi pendapatan dan pengeluaran negara. Di sisi pendapatan, BUMN menyumbang pada penerimaan pajak maupun bukan pajak, sedangkan di sisi pengeluaran, jika BUMN memiliki kinerja yang rendah, pada akhirnya mengakibatkan beban terhadap pengeluaran negara. Kini, dengan arus ekonomi global keberadaan BUMN banyak mengalami kerugian besar, tak jarang BUMN yang merugi diselamatkan pemerintah dengan kucuran dana segar dan besar, agar perusahaan tersebut bisa tetap berjalan dan tidak mengalami kehancuran. Menurut keterangan mentri negara BUMN Sugiharto, selama 2001 aset total BUMN mencapai Rp 845,2 triliun dan meraih laba sebesar Rp26,9 triliun. Dari laba tersebut pemerintah memperoleh dividen sebesar Rp 8,1 triliun. Tetapi total hutang BUMN diperkirakan mencapai Rp 606 triliun.

Dengan hutang yang sedemikian besar, nampak kelemahan-kelemahan struktural yang melekat pada BUMN, selain dari kualitas direksi yang ditunjuk bukanlah orang-orang yang terpilih dan terbaik, yang jadi kriteria perusahaan bukanlah kapabilitas tapi loyalitas dan besarnya setoran, sehingga banyak terjadi KKN dalam tubuh BUMN. Menurut BUMN watch selaku tim pemantau kinerja BUMN, mengemukakan secara sederhana permasalahan mendasar BUMN di Indonesia kurang lebih terdiri atas empat macam ; (1) menjadi sarang KKN atau sapi perah kekuasaan, (2) pengelolaan atau manajemen yang berantakan serta salah urus, (3) kualitas sumber daya manusia yang rendah, dan (4) tarik ulur privatisasi yang dialasi oleh kepentingan. Sebagian besar BUMN dalam kondisi mati suri, karena didera oleh beragam persoalan. Terbukti, dari 160-an BUMN tidak sampai sepertiganya yang memiliki kinerja baik.

Perum Peruri merupakan salah satu BUMN di Indonesia yang memiliki tugas menyelenggarakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan juga untuk mendapatkan laba agar mandiri serta dapat hidup berkelanjutan berdasarkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik {Good Corporate Governance) dengan mengutamakan segi keamanan {security) terhadap produk yang dihasilkannya. Perum Peruri telah mengabdikan karyanya melalui eksistensi rupiah sebagai atribut kedaulatan bangsa dan negara, melalui produknya pula Peruri menjadi duta bangsa untuk representasi di dunia internasional, karena hasil karyanya memiliki ciri seni dan teknologi yang khas sebagai dokumen yang sah secara formal, baik aspek administratif maupun legal serta tidak mudah dipalsukan.

Legitimasi Peruri sebagai badan usaha tunggal di bidang percetakan uang yang diberi tugas dan wewenang melaksanakan tugas mencetak uang rupiah untuk Bank Indonesia. Hubungan Peruri dan Bank Indonesia sebagai mitra utama sudah terjalin sangat erat, sehingga membentuk suatu historis yang panjang. Sesuai dengan amanat UUD 1945 dan sejalan dengan UU nomor 23 tahun 1999 Bank Indonesia berfungsi sebagai lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengatur peredaran uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah. Dengan demikian, penyediaan rupiah baik kertas maupun logam merupakan bagian dari salah satu tugas Bank Indonesia dan tugas itu akan berjalan dengan baik melalui dukungan dari Perum Peruri sebagai lembaga yang bertugas menyediakan alat tukar berupa mata uang rupiah. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Indonesia nomor 32 tahun 2006, maksud dan tujuan Peruri adalah melaksanakan dan menunjang program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional, pada umumnya dengan mengadakan usaha di bidang percetakan uang, barang dan jasa yang memiliki tingkat keamanan tinggi demi kepentingan dan keamanan negara.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 2006, maka tugas dan fungsi Peruri dijabarkan sebagai berikut:
1. Mencetak uang kertas {Bank Note) dan uang logam untuk Bank Indonesia dan negara lain
2. Mencetak dokumen-dokumen security (dokumen keimigrasian, pita cukai, materai dan dokumen pertanahan atas instansi yang berwenang), security paper, dokumen lainnya, begitu juga dengan logam berharga yang dibutuhkan pemerintah Bank Indonesia, bank swasta, perusahaan lain dan publik.
3. Memesan kertas uang, kertas berharga, logam untuk uang logam, dan material dasar lainnya.
4. Menentukan bisnis-bisnis lainnya yang berhubungan dengan fungsi perusahaan guna menambah devisa bagi negara.

Melihat dari tugas dan fungsinya, Perum Peruri merupakan perusahaan yang bidang usahanya menjadi objek vital strategis karena produk utamanya yang menjadi fokus, maka apabila dalam pelayanannya terdapat gangguan akibat suatu sebab sehingga berkurangnya target produksi yang telah ditetapkan atau terdapat kelangkaan atau perum peruri terlambat dalam penyerahan produknya maka akan berdampak nasional, bahkan dapat memunculkan kerawanan atau instabilitas pemerintahan. Berdasarkan tingkat keamanan produk yang dihasilkannya sangat tinggi, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya tentulah mengandung konsekuensi terhadap masalah penanganan teknologi dan sumber daya manusianya.

Pengamanan yang spesifik tersebut tentulah memerlukan cara dan strategi tertentu selain daripada kesadaran para karyawannya dalam pengelolaan tugasnya, maka tuntutan akan efektivitas serta produktivitas pelaksanaan tugas mutlak diperlukan. Untuk merealisasikannya salah satu faktor penting yang harus diselesaikan adalah masalah tingkat produktivitas sumber daya manusia.

Sumber daya manusia yang memiliki tingkat produktivitas tinggi, tentu mampu memberikan kepuasan bagi pelanggannya. Tingkat kepuasan yang harus diberikan Perum Peruri adalah memperoleh hasil cetakan uang rupiah dalam bentuk kertas dan logam, yang sesuai dengan standar kualitas yang telah disepakati, serta jumlah target produksi dan ketepatan dalam waktu penyelesaian pesanan pun menjadi komponen yang sangat penting. Perum Peruri sebagai perusahaan umum ada kalanya tidak mampu memenuhi keinginan dari Bank Indonesia terutama dalam hal ketepatan pengiriman hasil cetak serta jumlah pesanan lembar uang sesuai yang diinginkan, hal tersebut diakibatkan karena ketidak mampuan karyawan dalam memaksimalkan waktu yang telah ditentukan.

Dalam tubuh organisasi Perum Peruri terdapat empat direksi, delapan divisi, dan sembilan belas departemen. Departemen verutas sebagai salah satu departemen yang menangani alur cetak uang kertas mulai dari white papper (kertas siap cetak), pemeriksaan manual, penghitungan, finishing (penyelesaian) hingga menjadi kertas bilyet (lembar uang) siap pakai hingga pengiriman ke Bank Indonesia.

Mengingat proses alur cetak uang tidak semudah yang kita bayangkan, karena tingkat keamanan dari rancangan gambar yang ditampilkan pada produknya sangatlah tinggi, maka peran serta karyawan sebagai pelaku utama menjadi sangat penting. Tingkat efektivitas yang dibutuhkan karyawan terutama dalam hal ketelitian, kecepatan dan ketepatan dalam menangani alur cetak uang menjadi mutlak diperlukan, mengingat risiko yang dihadapi sangat besar. 

Dari daftar di atas terlihat hampir sebagian besar hasil produksi tidak mencapai target yang diinginkan, contohnya saja pada bulan Agustus target cetak uang kertas untuk pecahan 5000 rupiah adalah 2.650.000 lembar (bilyet) uang kertas, namun pada kenyataannya hanya dapat terselesaikan sebanyak 1.364.000 lembar uang kertas. Tentu saja hal ini akan membawa dampak yang buruk bagi perusahaan karena Peruri harus membayar denda akibat kurangnya hasil cetak uang kertas yang telah ditargetkan. Kesalahan-kesalahan yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan tentunya tidak terlepas dari faktor internal dan eksternal yang dapat mengakibatkan produktivitas menurun.

Menurut Susi Indarwati selaku Kepala Unit Seksi Pemeriksaan Uang Besar (RIKSAR) beberapa faktor internal yang dapat mengakibatkan turunnya produktivitas karyawan Departemen Verutas Perum Peruri X adalah ; (1) Karyawan malas merapihkan tumpukan kertas yang akan dicetak sehingga menimbulkan beberapa kendala seperti kertas bergelombang sehingga seringkali cetakan yang timbul tidak rata dipermukaan, (2) Kesalahan pada saat mengirim LKU (Lembar Uang Kertas) dari satu tempat ke tempat yang lain sehingga menyebabkan kertas jatuh dan berantakan, (3) Kesalahan pemeriksaan manual lembar kertas uang biasanya diakibatkan oleh kondisi karyawan, (4) Kesalahan dalam melakukan hitungan secara manual biasanya diakibatkan oleh kondisi karyawan, (5) Ketidak pahaman operator dalam menjalankan mesin dan kurangnya skill operator dalam menjalankan mesin yang mengakibatkan mesin bekerja tidak optimal, (6) Malas menjaga kebersihan mesin yang biasanya mengakibatkan kertas kotor dan berdebu. Sedangkan faktor eksternal yang biasanya terjadi adalah; (1) Kerusakan pada mesin, baik itu mesin cetak maupun mesin hitung, (2) Kualitas Tinta yang jelek mengakibatkan tinta sulit kering, (3) Kerusakan pada fasilitas pendukung produksi, (4) Kualitas kertas yang jelek, mengakibatkan kualitas hasil cetakan tidak sesuai dengan pesanan.

Kesalahan-kesalahan yang terjadi tentu saja berdampak bagi produktivitas tenaga kerja, karena berpengaruh terhadap waktu kerja karyawan, kedisiplinan karyawan pun berkurang, mengingat setiap hari karyawan harus berpacu dengan waktu, maka setiap ada kesalahan yang terjadi tingkat keefektifan kinerja menjadi berkurang. Serta dampak lain bagi perusahaan yang harus mengeluarkan biaya guna mengganti jumlah lembar uang yang hilang atau rusak bahkan tidak layak untuk digunakan, hingga tingkat kepuasan konsumen dalam hal ini Bank Indonesia yang harus selalu di jaga.

Untuk memperkecil terjadinya hal-hal yang dapat menyebabkan tidak maksimalnya hasil produksi serta keterlambatan pengiriman uang kertas Perum Peruri mulai mengupayakan strategi yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan bahkan mungkin tidak sama sekali. GKM (Gugus Kendali Mutu) atau QCC {Quality Control Circle) sebagai salah satu solusi yang digunakan untuk menangani masalah tersebut dengan berupaya meningkatkan produktivitas karyawan melalui partisipasi karyawan pada semua tingkat organisasi dalam proses pengambilan keputusan, yang membina manusia agar setiap karyawan mampu memberikan saran serta kreatifitasnya dalam memecahkan masalah yang terjadi secara berkesinambungan. Melalui GKM pula diharapkan setiap karyawan mampu meningkatkan produktivitasnya. Para penulis Jepang mengatakan bahwa memanusiakan tempat kerja merupakan kunci bagi keberhasilan, dimana Gugus Kendali Mutu sebagai alat pembinaan manusia, mereka memungkinkan karyawan untuk menggunakan kecerdasan, kreativitas serta keuletan mereka bukan hanya tenaga fisik mereka saja. Gugus Kendali Mutu memberikan tantangan pada para pekerja, berarti bahwa kecakapan dan kemampuan yang telah mereka pelajari harus dipergunakan. Hal ini menyebabkan diperlukannya keterampilan dan pengetahuan bam serta latihan tambahan yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan.

Dalam program Gugus Kendali Mutu, kegiatan-kegiatan pengendalian berusaha melibatkan karyawan dalam penyelesaian masalah kerja, serta menyalurkan pemikiran mereka secara efektiv. Dalam hal ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dengan menggali dan menyalurkan kekuatan pemikiran manusia yang bekerja sama dalam suatu perusahaan. Produktivitas kerja merupakan kunci bagi keberhasilan suatu organisasi, oleh karena itu produktivitas baik pada tingkat individual, kelompok maupun organisasi secara keseluruhan harus selalu dipelihara dan ditingkatkan.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan suatu penelitian tentang "Pengaruh Implementasi Gugus Kendali Mutu (GKM) terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Departemen Verutas Perum Peruri" (Survei pada karyawan departemen Verutas Perum Peruri X).

1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah, maka identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Implementasi Gugus Kendali Mutu pada Departemen Verutas Perum Peruri
2. Bagaimanakah produktivitas kerja karyawan pada Departemen Verutas Perum Peruri
3. Seberapa besar pengaruh Implementasi Gugus Kendali Mutu terhadap Produktivitas kerja karyawan pada Departemen Verutas Perum Peruri

1.3 Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui gambaran implementasi Gugus Kendali Mutu pada Departemen Verutas Perum Peruri.
2. Untuk mengetahui gambaran Produktivitas Kerja karyawan pada Departemen Verutas Perum Peruri.
3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh implementasi Gugus Kendali Mutu terhadap Produktivitas kerja karyawan pada Departemen Verutas Perum Peruri.
1.3.2 Kegunaan Penelitian
Beberapa kegunaan penelitian ini adalah :
1. Secara akademis
Penelitian ini dapat memberikan sumbangan berupa wawasan dan perkembangan ilmu manajemen sumber daya manusia khususnya yang berkaitan dengan pengaruh Gugus Kendali Mutu terhadap produktivitas kerja karyawan, sehingga hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi peneliti dalam mengembangkan ilmu manajemen sumber daya manusia.
2. Secara Praktis
Penelitian ini memberikan gambaran sejauh mana pengaruh implementasi Gugus Kendali Mutu (GKM) terhadap produktivitas kerja karyawan pada departemen Verutas Perum Peruri. Sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan atau masukan yang bermanfaat bagi Perum Pemri untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan.

1.4 Kerangka Pemikiran
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) pada hakekatnya adalah penerapan manajemen, khususnya untuk sumber daya manusia. Peran manajemen sumber daya manusia sangat menentukan bagi terwujudnya tujuan organisasi, tetapi untuk memimpin manusia merupakan hal yang cukup sulit, tenaga kerja selain diharapkan mampu cakap dan terampil, juga hendaknya berkemauan dan mempunyai kesungguhan untuk bekerja efektif dan efisien. Kemampuan dan kecakapan akan kurang berarti jika tidak diikuti oleh moral kerja dan kedisiplinan pegawai dalam mewujudkan tujuan perusahaan.
Pengertian manajemen sumber daya manusia diutarakan oleh Edwin B. Flippo dalam Sedarmayanti (2001:5) sebagai berikut:
"Manajemen sumber daya manusia adalah perencanaan, pengorganisasian, Pengarahan, dan pengawasan kegiatan-kegiatan, pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai berbagai tujuan individu, organisasi, dan masyarakat."
Pengertian lain diutarakan oleh French dalam Sedarmayanti (2001:5), manajemen sumber daya manusia adalah "Sebagai penarikan, seleksi, pengembangan, penggunaan dan pemeliharaan sumber daya manusia oleh organisasi". Apabila pengertian dari Flippo dan French digabungkan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai "Manajemen sumber daya manusia adalah penarikan (recruitment), seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan individu maupun kelompok."
Manajemen sumber daya manusia mempunyai kekhasan dibandingkan dengan manajemen secara umum atau manajemen sumber daya lain, karena yang dikelola adalah manusia, maka keberhasilan atau kegagalan manajemen sumber daya manusia akan mempunyai dampak yang sangat luas. Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu pengakuan terhadap pentingnya sumber daya manusia atau tenaga kerja dalam organisasi dan pemanfaatannya dalam berbagai fungsi serta kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi. Manajemen sumber daya manusia diperlukan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya manusia dalam organisasi, dengan tujuan untuk memberi kepada organisasi suatu satuan kerja yang efektif.
Tujuan utama manejemen sumber daya manusia adalah untuk meningkatkan kontribusi pegawai terhadap organisasi dalam rangka mencapai produktivitas organisasi yang bersangkutan. Hal ini dapat dipahami karena semua kegiatan organisasi dalam mencapai tujuan, tergantung kepada manusia yang megelola organisasi yang bersangkutan. Oleh sebab itu sumber daya manusia tersebut harus dikelola dengan memanfaatkan fungsi-fungsi manajemen yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian. Diharapkan melalui fungsi-fungsi manajemen tersebut sumber daya manusia dapat mencapai tujuan perusahaan. Salah satu komponen yang terdapat di dalam proses tata laksana pengendalian adalah TQC (Total Quality Control) atau Pengendalian Mutu Terpadu (PMT).
Menurut Hasibuan Malayu. S. P (2006:219)
"Pengendalian mutu terpadu berfungsi sebagai suatu sistem manajemen yang melibatkan semua tingkatan karyawan melalui pelaksanaan konsep quality control (kendali mutu) dan metode statistik untuk memuaskan pelanggan dan karyawan dengan mengutamakan mentalitas, kecakapan dan manajemen partisipatif yang mengutamakan kualitas kerja."
Total Quality Control (TQC) atau dalam bahasa Indonesia disebut Pengendalian Mutu Terpadu (PMT) adalah pelaksanaan dari konsep produktivitas dalam perusahaan, sebagai suatu sistem manajemen untuk mencapai hasil secara efektif dan efisien. Sebagai suatu sistem produktivitas yang didukung oleh semua faktor penunjang, maka PMT adalah suatu sistem manajemen yang mengikut sertakan seluruh anggota organisasi dengan penerapan teknik kendali mutu untuk mencapai tingkat produksi yang optimal dengan cara yang efektiv dan dengan tingkat efisiensi yang baik.
Pengendalian Mutu Terpadu (PMT) atau Total Quality Control (TQC) sebagai suatu sistem manajemen memerlukan persyaratan awal sebagai sarana penunjang utama, agar program peningkatan produksi dan produktivitas melalui sistem ini bisa berjalan lancar, dimana seluruh unsur dipadukan dalam kegiatan nyata. Gerakan pengendalian mutu terpadu memerlukan keterampilan manajerial dan keterampilan teknis tenaga kerja, baik tenaga kerja yang berperan sebagai manajer atau pimpinan perusahaan maupun tenaga kerja teknis atau kaum pekerja. Perpaduan keterampilan manajerial dan teknis itulah yang dikembangkan secara terpadu dalam PMT yang kemudian disusun dalam bentuk Quality Control Circle (QCC) atau Gugus Kendali Mutu (GKM).
Gugus Kendali Mutu (GKM) atau Quality Control Circle (QCC) merupakan salah satu pendekatan yang menjadikan faktor manusia sebagai basis peningkatan produktivitas melalui partisipasi karyawan pada semua tingkatan organisasi dalam proses pengambilan keputusan. Gugus Kendali Mutu juga diartikan sebagai sekelompok orang (biasanya terdiri dari 3 sampai dengan 8 orang) yang memiliki pekerjaan sejenis, membahas dan menyelesaikan persoalan kerja yang dihadapi dan mengadakan perbaikan secara terus-menerus dengan mempergunakan teknik kendali mutu.
Menurut Hasibuan Malayu.S. P (2006:232), gugus kendali mutu adalah kelompok kecil dari lingkup kerja yang dengan sukarela melakukan kegiatan pengendalian dan perbaikan secara berkesinambungan dengan menggunakan teknik-teknik quality control (kendali mutu). Jadi dalam program Gugus Kendali Mutu (GKM), kegiatan-kegiatan pengendalian berusaha melibatkan karyawan dalam penyelesaian masalah kerja, serta menyalurkan pemikiran mereka secara efektif. Dalam hal ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dengan menggali dan menyalurkan kekuatan pemikiran manusia yang bekerja sama dalam suatu perusahaan.
Keterlibatan karyawan dimasukkan dalam suatu kelompok kecil yang selalu mengkaji permasalahan pekerjaan dan mencoba memecahkannya, dalam pembentukannya berdasarkan pada bidang pekerjaan dan permasalahan yang dipecahkan yang ada dalam bidang pekerjaannya tersebut, gugus kendali mutu ini harus bekerja terus menerus dan tidak tergantung pada proses produksi. Jumlah karyawan yang ada dalam kelompok kecil menyesuaikan kebijakan organisasi, masing-masing kelompok kecil dipimpin oleh seorang ketua kelompok. Fungsi ketua kelompok hanyalah sebagai moderator guna memperlancar proses pemecahan persoalan. Diharapkan setiap anggota kelompok memberikan kontribusi pada saat bergabung bersama kelompok. Selain ketua kelompok, kebanyakan organisasi juga melibatkan seorang fasilitator. Tugas fasilitator ini adalah mempersiapkan program latihan, memberikan latihan dan mendampingi kepala gugus atau anggota tim. Setiap gugus atau kelompok kecil posisinya adalah independent (tidak terikat oleh yang lain), akan tetapi dapat saja melakukan pertemuan dengan gugus lain untuk memecahkan persoalan bersama. Persoalan yang dibahas dalam gugus tidak terbatas pada mutu, akan tetapi juga mencakup produktivitas, biaya, keselamatan kerja, moral, lingkungan dan lain sebagainya.
Menurut Anassidik (2002:14) gugus kendali mutu memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) Mekanisme formal bagi partisipasi karyawan dalam memecahkan persoalan. Artinya gugus kendali mutu merupakan mekanisme formal dan dilembagakan yang bertujuan untuk mencari pemecahan persoalan dengan ciri-ciri memberikan penekanan pada partisipasi dan kreatifitas di antara karyawan; (2) Membantu organisasi untuk mnnyesuaikan diri dengan lingkungan. Artinya setiap gugus juga bertindak sebagai mekanisme pemantau yang membantu organisasi dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan dalam memantau kesempatan dengan ciri-ciri kecepatan dan ketepatan karyawan dalam melihat persoalan; (3) Delapan sampai sepuluh anggota dalam setiap gugus. Artinya jumlah anggota gugus berlainan tergantung pada kebijaksanaan organisasi. Biasanya jumlah tersebut berkisar antara tiga sampai dua puluh karyawan, dengan rata-rata anggota gugus dari delapan sampai sepuluh orang dengan ciri-ciri: mengadakan pertemuan secara teratur, mempelajari persoalan, mempelajari metode yang berkaitan dengan persoalan, memilih dan memecahkan persoalan; (4) Pemimpin tidak mempnyai kekuasaan. Artinya dalam gugus seorang pemimpin tidak mempunyai kekuasaan terhadap anggota lainnya tapi lebih merupakan seorang moderator yang memperlancar proses pemecahan persoalan dengan ciri-ciri: berperan aktif dalam kelompok, berorientasi dan ikut berkepentingan mengarahkan kegiatan, menciptakan kerjasama antar anggota, menciptakan hubungan kelompok dengan kelopok yang lain, menciptakan kerja sama dengan pengelola hubungan sejawat, mendorong anggota kelompok untuk penerapan teknik-teknik quality control (kendali mutu) di tempat kerja.
Menurut Hasibuan Malayu (2006:232) untuk mencapai hasil yang maksimal, program gugus kendali mutu harus menetapkan sasarannya dengan jelas, yaitu:
a. Pengembangan diri.
b. Pengembangan bersama.
c. Perbaikan mutu.
d. Perbaikan komunikasi dan sikap.
e. Pengembangan tim dan produktivitas kerja.
f. Mengurangi keluhan dan absensi.
g. Memperbaiki kedisiplinan dan partisipasi positif karyawan.
h. Meningkatkan loyalitas dan kepuasan karyawan.
i. Memperkuat kerja sama antara semua tingkatan dalam perusahaan.
j. Meningkatkan efisiensi dan keselamatan kerja.
Gugus kendali mutu dibangun berdasarkan falsafah nilai manusia pada asumsi, bahwa karyawan dapat dan ingin ikut ambil bagian dalam pengambilan keputusan yang mempunyai pengaruh terhadap mereka dan bahwa mereka memiliki kebutuhan serta motif yang perlu mendapatkan penyalurannya di tempat kerja. Para pemimpin gugus memerlukan kecakapan yang akan memungkinkan mereka membantu karyawan yang ingin memberikan sumbangannya.
Banyak organisasi memperoleh pengalaman bahwa tim yang bekerja sama memiliki produktivitas lebih baik dan mutu yang memuaskan. Peningkatan efektivitas, sumbang saran, pemberian saran, umpan balik, kritik, pembuatan keputusan secara berkelompok dan perundingan kelompok memperkuat kesatuan tim. Cara termudah untuk mengukur keberhasilan suatu tim adalah menggunakan ukuran objektif, artinya perbaikan nyata yang telah terjadi karena hasil kerja Gugus Kendali Mutu, namun biasanya, karena falsafah dasar gugus kendali mutu, terdapat rasa partisipasi pada tingkatan pekerja pabrik.
Menurut Anassidik (2002:282) melalui gugus kendali mutu "Mereka dapat menyumbangkan pengetahuan mereka, kreatifitas, keterampilan dan bakat mereka untuk mencapai sasaran organisasi." Dalam kebanyakan kasus, peserta memperoleh dorongan karena adanya kesempatan untuk pengembangan diri dan prestasi. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa kebanyakan perusahaan memperoleh perbaikan yang besar dalam hal sikap para pekerja dan peningkatan produktivitas setelah dijalankannya gugus kendali mutu. Bahkan kebanyakan literatur telah mengendalikan bahwa partisipasi pekerja akan meningkatkan kepuasan kerja dan produktivitas dan bahwa keduanya akan meningkatkan keterlibatan secara psikologis.
Filosofi tentang produktivitas sudah ada sejak awal peradaban manusia karena makna produktivitas adalah keinginan {the will) dan upaya {effort) manusia untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupan di segala bidang. Secara psikologi menurut Dewan Produktivitas Nasional memiliki pengertian sikap mental yang selalu berpandangan bahwa mutu kehidupan hari ini. Sedangkan menurut formulasi National Productivity Board Singapore dalam Sedarmayanti (2001:56), dikatakan bahwa "Produktivitas adalah sikap mental {attitude of mind) yang mempunyai semangat untuk melakukan perbaikan."
Dalam berbagai referensi terdapat banyak sekali pengertian mengenai produktivitas, yang dapat kita kelompokkan menjadi tiga, yaitu :
a. Rumusan tradisional bagi keseluruhan Produktivitas tidak lain ialah ratio daripada apa yang dihasilkan {output) terhadap keseluruhan peralatan produksi yang dipergunakan {input).
b. Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik daripada hari kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari ini.
c. Produktivitas merupakan interaksi terpadu secara serasi dari tiga faktor esensial, yakni: Investasi termasuk penggunaan pengetahuan dan teknologi serta riset; manajemen; dan tenaga kerja.
Di samping ketiga pengertian tersebut terdapat pula pengertian umum produktivitas kerja merupakan kunci bagi keberhasilan suatu organisasi, oleh karena itu produktivitas baik pada tingkat individual, kelompok maupun organisasi secara keseluruhan harus selalu dipelihara dan ditingkatkan. Prinsip efesiensi harus menjadi pegangan mutlak dari organisasi, organisasi selalu bekerja dengan sumber dana dan daya yang terbatas, maka sumber-sumber yang ada harus dikelola secara efisien, agar tidak terjadi pemborosan. Sumber daya dan dana hanya benda mati, bukan kunci dari produktivitas organisasi, yang menjadi kunci keberhasilan dan produktivitas organisasi adalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia menjadi elemen yang paling utama dalam organisasi. Peningkatan produktivitas kerja hanya dapat dilakukan oleh manusia. Di pihak lain pemborosan dan ketidakefisienan juga dapat terjadi karena faktor manusia Beberapa komponen dasar merupakan hal penting dalam penentuan produktivitas kerja yaitu tujuan organisasi, visi dan misi organisasi, dan strategi organisasi.
Gilmore dalam Sedarmayanti (2001:80) mengemukakan bahwa
"Orang yang produktif adalah orang yang memberikan sumbangan yang nyata dan berarti bagi lingkungannya, imajinatif, dan inovatif dalam mendekati persoalan hidupnya serta mempunyai kepandaian (kreatif) dalam mencapai tujuan hidupnya. Pada saat yang bersamaan orang seperti ini selalu bertanggung jawab dan responsif dalam hubungannya dengan orang lain."
Orang seperti ini merupakan asset organisasi, yang selalu berusaha meningkatkan diri dalam organisasinya dan akan menunjang pencapaian produktivitas organisasi.
Meskipun tidak ada individu yang sama, Robert M Ranftl dalam Dale Timpe (1989:110-112) berhasil merumuskan karakteristik kunci profil pegawai. yang produktif yaitu: (1) Lebih dari memenuhi kualifikasi pekerjaan. Artinya bukan sekedar kualifikasi pekerjaan yang dapat mencirikan orang yang produktif tetapi terdapat ciri lain, yaitu: dapat belajar dengan cepat, kompeten secara professional, kreatif dan inovatif, memahami pekerjaan, selalu mencari perbaikan dan selalu meningkatkan diri; (2) Mempunyai orientasi pekerjaan yang positif; yaitu sikap seseorang terhadap pekerjaan dengan ciri-ciri antara lain: membanggakan pekerjaan, menetapkan standar kerja yang baik, mempunyai kebiasaan kerja yang baik, selalu terlibat dalam pekerjaannya, dapat dipercaya dan konsisten, menghormati manajemen, mempunyai hubungan baik dengan manajemen, dapat menerima tantangan dan tugas baru, dapat menyesuaikan diri dengan perubahan; (3) Dapat bergaul dengan efektif, yaitu kemampuan seseorang untuk memantapkan hubungan yang positif dengan ciri antara lain: memperagakan kecerdasan sosial, pribadi yang menyenangkan, berkomunikasi dengan efektif-terbuka terhadap saran-saran, dapat bekerja sama dan memperlihatkan sikap antusiasme; (4) Dewasa, yaitu kemampuan dan kemauan seseorang untuk bertanggung jawab dalam menyelesaikan pekerjaannya, dengan ciri-ciri antara lain: bersikap jujur, mempunyai rasa tanggng jawab yang kuat, mengetahui kekuatan dan kelemahan diri, mandiri dan disiplin, mantap secara emosional, dapat bekerja efektif di bawah tekanan, dapat belajar dari pengalaman, mempunyai ambisi yang sehat.
Pribadi yang produktif menggambarkan potensi, persepsi dan kreatifitas seseorang yang senantiasa ingin menyumbangkan kemampuan agar bermanfaat bagi diri dan lingkungannya. Jadi, orang yang produktif adalah orang yang dapat memberi sumbangan yang nyata dan berarti bagi lingkungan disekitarnya, imajinatif dan inovatif dalam mendekati persoalan hidupnya serta mempunyai kepandaian (kreatif) dalam mencapai tujuan hidupnya. Pada saat yang bersamaan orang yang seperti ini selalu bertanggung jawab dan responsive (cepat tanggap) dalam hubungannya dengan orang lain baik itu sesama karyawan mapun pada pemimpin. Pegawai seperti ini merupakan aset organisasi yang selalu berusaha meningkatkan diri dalam organisasinya dan akan menunjang pencapaian produktivitas organisasi.
Pribadi yang produktif adalah pribadi yang yakin akan kemampuan dirinya, yang dalam istilah psikologi sering disebut sebagai orang yang memiliki rasa percaya diri, harga diri dan konsep diri yang tinggi. Hal tersebut berkaitan dengan individu yang kreatif, yakni memiliki kepandaian untuk menggunakan pikiran dan perasaannya dalam memecahkan persoalan, sebagaimana diungkapkan Erich Fromm (1975:91) dalam Sedarmayanti (2001:81) bahwa individu produktif adalah "Orang yang memiliki kasih sayang, kecakapan untuk menggunakan kemampuannya dan dapat merealisasikan potensi yang ada di dalam dirinya". Menurut Balai Pengembangan Nasional yang dikutip oleh Sedarmayanti (2001:71), ada enam faktor utama yang menentukan produktivitas tenaga kerja, yaitu sebagai berikut :
1. Sikap kerja, seperti kesediaan untuk bekerja secara bergiliran (shift work), dapat menerima tambahan tugas dan bekerja dalam suatu tim.
2. Tingkat keterampilan, yang ditentukan oleh pendidikan, latihan dalam manajemen dan supervisi serta keterampilan dalam teknik industri.
3. Hubungan antara tenaga kerja dan pimpinan organisasi yang tercermin dalam usaha bersama antara pimpinan organisasi dan tenaga kerja untuk meningkatkan produktivitas melalui lingkaran pengawasan mutu (quality control circles) atau Gugus Kendali Mutu (GKM) dan panitia mengenai kerja unggul.
4. Manajemen produktivitas, yaitu manajemen yang efisien mengenai sumber daya dan sistem kerja untuk mencapai peningkatan produktivitas.
5. Efesiensi tenaga kerja, seperti perencanaan tenaga kerja dan tambahan tugas.
6. Kewiraswastaan, yang tercermin dalam pengambilan resiko, kreativitas dalam berusaha, dan berada pada jalur yang benar dalam berusaha.
Demikian pula pendapat yang dikemukakan oleh Gaffar (1987:143) dalam Sedarmayanti (2001:81) bahwa individu yang produktif adalah "Individu yang menghasilkan produk yang bermutu, dapat diamati serta berguna bagi masyarakat, maksudnya berkenaan dengan kontribusi individu secara kualitatif, yang memiliki dampak positif bagi masyarakat".
Pribadi yang produktif akan lebih kreatif dalam berhubungan dengan dunia sekitarnya dengan cara menciptakan suatu hasil karya melalui kemampuan dan menggunakan pikiran serta perasaannya. Individu yang kreatif dapat dikatakan sebagai seorang yang tinggi indenpendensinya, inovatif dalam pendekatan masalah, terbuka terhadap suatu pengalaman baru yang lebih luas, ditandai dengan spontanitas, fleksibilitas dan kompleksitas pandangan.
Produktivitas merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan kekuatannya dan mewujdkan potensi yang ada pada dirinya. Menggunakan kemampuan atau mewujudkan segenap potensi guna mewujudkan kreativitas.

1.5 Asumsi
Anggapan dasar (Asumsi) merupakan titik tolak dilakukannya penelitian ditinjau dari segi permasalahan. Suharsimi Arikunto (1993;59) menjelaskan pengertian anggapan dasar yaitu:" Suatu hal yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang harus dirumuskan secara jelas.
Berdasarkan pengertian diatas, maka asumsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan selalu berusaha meningkatkan kinerja organisasinya diantaranya, melalui kegiatan-kegiatan pengendalian yang berusaha melibatkan karyawan dalam penyelesaian masalah kerja, serta menyalurkan pemikiran mereka secara efektif. Dalam hal ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dengan menggali dan menyalurkan kekuatan pemikiran manusia yang bekerja sama dalam suatu perusahaan
2. Karyawan akan selalu berusaha meningkatkan produktivitas kerjanya secara optimal.

1.6 Hipotesis
Definisi hipotesis menurut Sugiyono (2004:51), "Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan."
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah Penerapan Implementasi Gugus Kendali Mutu (GKM) berpengaruh positif terhadap Produktivitas Kerja karyawan departemen Verutas Perum Peruri X.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 14:34:00

PROGRAM PELATIHAN TERHADAP PENINGKATAN KINERJA KARYAWAN DI HOTEL

PROGRAM PELATIHAN TERHADAP PENINGKATAN KINERJA KARYAWAN DI HOTEL

1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan sektor pariwisata khususnya industri perhotelan di Indonesia menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya jumlah hotel beserta jumlah kamarnya. Mengingat kebutuhan akan hotel juga semakin meningkat, mulai untuk keperluan pertemuan antar-individu sampai perhelatan besar seperti acara resepsi perkawinan, promosi makanan khas daerah sampai dengan makanan internasional semua tersedia di hotel. Dari sekedar liburan keluarga untuk dua atau empat orang sampai ke konvensi besar dengan peserta ribuan orang, semua dapat diadakan di hotel. Bukti lain dunia hotel dan pariwisata adalah semakin menjamurnya sekolah pariwisata dan perhotelan, yang membuat dunia perhotelan menjadi semakin dikenal dan diterima masyarakat, baik di kota besar maupun di daerah.

Namun semua itu tidak lepas dari peran manajemen hotel tersebut karena usaha hotel didasari oleh konsep-konsep dan fungsi-fungsi manajemen. Kegiatan penyelenggaraan hotel menuntut para manajer agar menggunakan kemampuannya untuk menyusun, menggunakan strategi manajemen atau manajemen operasional serta strategi dalam menghadapi para pesaingnya. Strategi-strategi tersebut pada dasarnya bertujuan untuk dapat meningkatkan kinerja hotel.

Peningkatan kinerja merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam memajukan daya saing dalam dunia usaha di dalam maupun luar negeri.

Jika perusahaan memiliki kinerja yang tinggi maka perusahaan dapat meningkatkan usahanya sehingga akan memperkuat kedudukannya diantara para pesaingnya. Namun sebaliknya jika perusahaan memiliki kinerja yang rendah maka akan sulit untuk dapat meningkatkan usahanya, apalagi untuk dapat unggul dalam bersaing.

Peningkatan kinerja perusahaan dapat dicapai melalui peningkatan Sumber Daya Manusia yang dimilikinya, karena Sumber Daya Manusia merupakan salah satu aset penting yang membantu perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

Rendahnya kinerja karyawan sering kali dikaitkan dengan tingkat pendidikan. Hal ini diasumsikan makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin tinggi pula tingkat kinerja yang dapat dicapainya. Seperti dikemukakan oleh Sedarmayanti (2001-39) bahwa :

"Peran pendidikan adalah memberikan bimbingan, pengajaran dan latihan. Disatu pihak, organisasi mulai dari kelompok manajerial sampai dengan petugas yang melaksanakan kegiatan yang bersifat teknis operasional, mengharap dan bahkan menuntut kinerja dan produktivitas kerja yang tinggi". Sedangkan dilain pihak, pendidikan formal yang telah ditempuh merupakan modal yang penting karena dapat menguasai suatu disiplin ilmu. Walaupun ilmu termaksud masih perlu diadaptasikan kepada persyaratan dan tuntutan khusus yang ditentukan oleh organisasi tertentu.

Dalam melaksanakan strategi manajemen yang merupakan pendekatan menyeluruh pengelolaan semua aspek usaha hotel, yang terdiri dari fasilitas hotel, produk, karakteristik serta sumber daya manusia yang melekat pada setiap bagian hotel untuk mendatangkan keuntungan (revenue), seperti pada bagian Kantor Depan Hotel (Front Office), Tata Graha (Housekepping), dan bagian Makanan dan Minuman (Food and Beverage), serta Pemasaran (Marketing).

Maka sesuai dengan fungsi dan peranan bagian-bagian tersebut dapat digunakan strategi manajemen yang tepat dalam melaksanakan pengelolaan usaha hotel, ataupun menghadapi persaingan usaha yang sangat kompetitif. Salah satu strateginya adalah melalui pengembangan karyawan yaitu dengan pelaksanaan program pelatihan karyawan yang hendaknya disusun secara cermat dan didasarkan kepada metode-metode ilmiah serta berpedoman pada keterampilan yang dibutuhkan perusahaan saat ini maupun untuk masa mendatang. Pengembangan harus bertujuan untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan supaya prestasi kerjanya baik dan mencapai hasil yang optimal.

Hotel X adalah salah satu hotel bintang empat yang terletak di Kabupaten X tepatnya berada di Jl. Raya Tangkuban Perahu Km 18 X yang merupakan hotel bisnis yang sekaligus menawarkan akomodasi bagi para tamunya untuk berlibur ataupun melakukan suatu acara pertemuan seperti konferensi, meeting, ataupun acara resepsi perkawinan. Letaknya yang strategis dan memiliki pemandangan pegunungan karena dekat dengan objek wisata Gunung Tangkuban Perahu dan Air Terjun Maribaya sehingga dapat memberikan suasana baru dan kenyamanan pada setiap tamunya.

Hotel yang sudah berdiri sejak 1989 ini selalu meningkatkan kualitas serta fasilitasnya dengan menambah jumlah kamarnya yang dulunya hanya 35 kamar namun sekarang menjadi 128 kamar dan mendapatkan klasifikasi resort hotel yang berjenis hotel conference. Tamu yang menginap di hotel ini pada umumnya adalah para pelaku bisnis yang berasal dari dalam maupun luar kota seperti Jakarta, Depok, Surabaya dan Bekasi.

Untuk dapat memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada para tamu, maka karyawan front office harus dapat bekerja sesuai yang diharapkan oleh perusahaan, dan salah satu strategi yang dilakukan pihak hotel untuk meningkatkan kinerja karyawan yaitu dengan melakukan program pelatihan terhadap karyawan secara berkala pada setiap divisi yang ada di Hotel X.

Program pelatihan ini merupakan salah satu upaya yang dinilai sangat penting dalam peningkatan kinerja karyawan di Hotel X. Dengan mengikuti program pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan kompetensi. Karyawan yang telah memiliki kompetensi yang tinggi dapat dilihat dari meningkatnya sikap kerja, pengetahuan, keterampilan, tanggung jawab dalam bekerja dan disiplin kerja.

Program Pelatihan yang dilakukan di Hotel X diterapkan pada semua divisi, termasuk salah satunya adalah divisi Front Office. Divisi inilah yang merupakan tempat tamu pertama kali datang dan terakhir kalinya tamu berada sebelum meninggalkan hotel. Tamu yang datang ke Hotel akan datang dulu di bagian Front Office, dan waktu akan check-out pun tamu harus berhubungan dengan bagian Front Office. Jadi sewajarnya bila kesan yang mendalam akan tercipta di bagian Front Office. Maka dalam menangani tamu hotel seorang receptionis dituntut harus benar-benar memberikan pelayanan yang baik dari segi keramahan, proses reservasi, check-in sampai check-out tamu.

Dalam hal ini bukan hanya segi penampilan tetapi juga kemampuan, dan skill yang dimiliki oleh seorang receptionis. Walaupun prosedur dalam menangani proses pemesanan kamar tersusun secara jelas baik dengan peralatan manual ataupun komputer, tetapi kesalahan-kesalahan masih dapat terjadi seperti kesalahan pada saat melengkapi formulir pemesanan kamar, kesalahan pada saat menempatkan tanggal kedatangan atau nama tamu.

Tetapi ada salah satu masalah yang sering terjadi pada saat tamu melakukan reservasi secara tidak langsung atau melalui pihak travel. Masalah yang sering terjadi adalah karena adanya misscommunication antara front office dan marketing mengenai reservasi pemesanan kamar karena pada saat tamu melakukan reservasi ternyata setelah dikonfirmasi kepada pihak front office terkadang informasi persediaan kamar yang di booking selalu tidak sesuai dengan pesanan yang diinginkan tamu sehingga mereka merasa kecewa atas pelayanan hotel X. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan Assistance. Front Office menyatakan terkadang informasi persediaan kamar tidak segera disampaikan pada pihak marketing di Jakarta. Sehingga menimbulkan kekecewaan terhadap tamu yang akan menginap di Hotel X.

Hal ini juga sesuai data Guest Comment mengenai Reservation and Reception yang diperoleh dari staff Assistance Front Office Manager Hotel X pada bulan April 2009. Dengan kriteria penilaian yang terdiri dari Excellent (E), Good (G), Average, dan Poor. 

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tamu menilai 73.33% pelayanan reservasi buruk (P), kemudian sebanyak 26.67% menilai reservasi hanya rata-rata saj a. Dari kategori {Special request was considered), tamu menilai pelayanannya buruk sebanyak 53.33% dan sisanya pada penilaian rata-rata sebanyak 46.67%. Kemudian kategori (Value of price was reasonable), tamu menilai 60% mengatakan buruk (P) dan sisanya menilai rata-rata (A) sebanyak 40%. Selanjutnya dari kategori (FO staff was friendly and well groomed), tamu menilai 60% menjawab rata-rata (A), sebanyak 33.33% menjawab buruk dan sisanya 26.67% menjawab baik. Lalu pada proses (Check in procedure) tamu menilai sebanyak 46.67% pada kategori baik, sebanyak 20% pada kategori rata-rata dan sebanyak 33.33% pada kategori buruk. Sedangkan pada proses (Chek out procedure) sebagian besar tamu menjawab baik sebanyak 60%, kemudian 26.67% menjawab buruk dan sisanya 13.33% menjawab rata-rata.

Dari data diatas menunjukkan bahwa proses reservasi tamu belum sepenuhnya terpenuhi karena terdapat 73% tamu menilai bahwa pelayanannya buruk, terutama pada pelayanan reservasi karena masalah tersebut selalu bertentangan dengan pihak marketing. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya koordinasi antara staf Front Office dengan pihak Marketing menimbulkan masalah yang besar terhadap operasional hotel juga akan menurunkan citra perusahaan karena tamu merasa kecewa dengan pelayanan yang diberikan staf hotel.

Sesuai dengan permasalahan yang telah disebutkan diatas maka hubungan kerja dan tingkat koordinasi antar divisi satu dengan divisi lainnya harus selalu diperhatikan. Jangan hanya terfokus pada pekerjaan masing-masing tanpa bekerjasama dengan divisi lain. Karena sistem kerja hotel merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dengan divisi lainnya.

Bagaimanapun juga tamu menginginkan kebutuhannya terpenuhi dan diberikan pelayanan yang baik oleh Hotel X. Sehingga perlu diperhatikan hubungan kerja dan komunikasi yang baik diantara karyawan front office baik dengan sesama divisi maupun antar divisi agar tercipta kerjasama yang baik dalam melayani kebutuhan tamu.

Maka dalam hal ini program pelatihan kerja karyawan dinilai sangat penting dilakukan terutama dalam melatih karyawannya dalam mengubah sikap dan perilaku karyawannya agar menjadi lebih baik secara teknis maupun praktis. Melalui program pelatihan diharapkan karyawan akan memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan kerja yang memadai sehingga karyawan dapat menyelesaikan pekerjaannya secara profesional dan pada akhirnya kinerja karyawan akan terpenuhi sesuai dengan harapan dan tujuan perusahaan.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "Pengaruh Program Pelatihan Terhadap Peningkatan Kinerja Karyawan Di Hotel X".

1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian diatas, inti yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah mengenai program pelatihan karyawan dalam meningkatkan kinerja karyawan. Secara terperinci permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pelaksanaan program pelatihan yang dilakukan di Hotel X?
2. Bagaimana kinerj a karyawan di Hotel X?
3. Seberapa besar pengaruh program pelatihan yang dilakukan pihak SDM dalam upaya meningkatkan kinerja karyawan di Hotel X?

1.3 Batasan Masalah
Untuk memudahkan dalam menganalisis masalah yang akan dibahas, maka penulis membatasi masalah yang dikaji dalam penelitian ini. Adapun beberapa pembatasan masalah tersebut adalah :
1. Pelaksanaan program pelatihan karyawan ini hanya pada bagian kantor depan {Front Office) Hotel X.
2. Gambaran kinerja karyawan pada bagian Front Office di Hotel X.

1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data guna menjawab masalah penelitian yang telah dirumuskan diatas. Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut :
1. Untuk memperoleh gambaran pelaksanaan program pelatihan yang dilakukan di Hotel X.
2. Untuk menganalisis kinerja karyawan di bagian Front Office Hotel X,
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh program pelatihan yang dilakukan pihak Sumber Daya Manusia dalam meningkatkan kinerja karyawan di Hotel X.

1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi yang membutuhkannya. Manfaat penelitian ini dapat berguna baik bagi peneliti, maupun perusahaan yang diteliti dalam hal ini adalah Hotel X. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Bagi peneliti, dapat mengetahui dan memahami kegiatan sebuah organisasi pariwisata yang berkaitan dengan masalah pelatihan yang berpengaruh dalam meningkatkan kinerja karyawan.
2) Bagi peneliti, diharapkan memberikan wawasan berpikir sehingga dapat mengaplikasikan konsep dan teori yang di dapat ke dalam kehidupan praktis
3) Bagi perusahaan instansi/perusahaan, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau masukan untuk pengambilan keputusan di masa yang akan datang khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan program pelatihan dalam peningkatan kinerja karyawan.
4) Bagi masyarakat umumnya dapat dijadikan sebagai sumber referensi dalam pembuatan laporan skripsi terutama yang berhubungan dengan pelatihan karyawan dalam upaya meningkatkan kinerja karyawan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 14:29:00

PENERAPAN METODE TUTOR SEBAYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

PENERAPAN METODE TUTOR SEBAYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan dan membina potensi sumber daya manusia melalui berbagai kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan pada semua jenjang pendidikan dari tingkat dasar, menengah dan perguruan tinggi. Pendidikan di sekolah mempunyai tujuan untuk mengubah agar dapat memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap belajar sebagai bentuk perubahan perilaku stabil belajar (Oemar Hamalik : 1993). 

Pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan yang mencakup tiga aspek di atas, yaitu aspek kognitif, aspek afektif, aspek psikomotorik sehingga dapat mengikuti bahkan menjadi pelopor pembaharuan dalam pendidikan. Salah satu upaya pembaharuan di bidang pendidikan adalah pembaharuan strategi atau meningkatkan relevansi metode mengajar (Nana Sudjana, 2000). 

Seorang siswa dinyatakan telah belajar apabila telah terjadi perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan yang dikehendaki sebagai hasil belajar mencakup aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek pikomotorik. Aspek kognitif berkenaan dengan panguasaan pengetahuan baru atau penambahan pengetahuan yang telah ada, aspek afektif berkenaan dengan pengembangan sikap dan minat baru atau penyempurnaan sikap dan minat yang telah dimiliki, sedangkan aspek psikomotorik berhubungan dengan penguasaan keterampilan bam atau penyempurnaan keterampilan yang dimiliki, ketiga aspek tersebut dikenal dalam dunia pendidikan sebagai indikator keberhasilan belajar. 

Pendukung keberhasilan belajar adalah kesiapan belajar. Kesiapan belajar adalah kondisi-kondisi yang mendahului kegiatan belajar mengajar itu sendiri. Kesiapan belajar terhadap apa yang akan diajarkan oleh guru pada pertemuan nantinya dapat berdampak pada prestasi siswa itu sendiri. Faktor dalam lain yang menunjang keberhasilan belajar siswa adalah keaktifan siswa di kelas. Kegagalan dan keberhasilan sangat bergantung pada siswa karena individu mempunyai sifat dan karakter yang berbeda. Makin aktif siswa dalam proses belajar mengajar, baik mandiri maupun di sekolah makin baik tercapai prestasi belajarnya (Dimyati dan Moedjiono, 2000). 

Strategi mengajar dianggap relevan jika mampu mengantarkan siswa mencapai tujuan pendidikan melalui pembelajaran. Strategi mengajar merupakan cara yang digunakan oleh guru dalam mengajarkan materi pelajaran dengan memusatkan perhatian pada situasi belajar untuk mencapai tujuan. Strategi mengajar yang baik adalah strategi yang menuntut keaktifan siswa dalam berfikir dan bertindak secara berdikari dan kreatif dalam mengembangkan materi yang sudah dikuasai. 

Sekolah memiliki banyak potensi yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang keberhasilan suatu program pembelajaran. Potensi yang ada di sekolah, yaitu semua sumber-sumber (sumber-sumber belajar) yang dapat mempengaruhi hasil dad proses belajar dan pembelajaran. 

Menurut Roestiyah (1986 : 53) "Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat atau asal untuk belajar seseorang. " Sumber belajar banyak ragamnya salah satunya adalah manusia. Manusia merupakan sumber belajar yang sangat kompleks, karena setiap manusia memiliki kemampuan yang berbeda-beda. 

Salah satu sumber belajar manusia yang ada di sekolah selain guru adalah siswa. Siswa memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran. 

Sehubungan dengan hal ini, Suherman, dkk. (2001 : 232) mengatakan, "Sumber belajar selain guru, yaitu teman sebaya yang lebih pandai memberikan bantuan belajar kepada teman-teman sekelasnya di sekolah yang disebut tutor sebaya. "

Sistem tutor sebaya dilakukan atas dasar bahwa ada sekelompok siswa yang lebih mudah bertanya, lebih terbuka dengan teman sendiri dibandingkan dengan gurunya. Disiplin diri yang diberikan siswa dengan didasari oleh motivasi yang positif dari internal dan eksternal siswa baik yang prestasinya tinggi (si Tutor) maupun siswa yang yang prestasinya rendah (si Mentor) demi terciptanya suatu kondisi yang tepat bagi siswa untuk secara maksimal menerima bahan ajaran, sehingga tugas yang diberikan seorang guru tidak dianggap sebagai suatu keterpaksaan/beban oleh siswa melainkan sebagai suatu kebutuhan yang harus dipenuhi. 

Kelebihan lain sistem tutor sebaya dapat meminimalisir kesenjangan yang terjadi antara siswa yang prestasinya rendah dengan siswa yang prestasinya lebih tinggi dalam suatu kelas. Selanjutnya siswa termotivasi dalam menyelesaikan tugas dan motivasi itu diharapkan tumbuh dari terciptanya hubungan yang saling menentukan dan membutuhkan antara guru, siswa yang prestasinya dalam pelajaran TIK tergolong tinggi dan siswa yang prestasinya rendah. Dampak semuanya ini, seorang guru dituntut untuk mempersiapkan, memaksimalkan kemampuannya tanpa harus menjadi informatory (pemberi informasi) saja tetapi guru juga berfungsi sebagai mediator, komunikator, fasilitator dan tutor sehingga guru mampu memberikan tugas yang sesuai dengan tingkat kematangan siswa yang pada akhirnya dapat memotivasi siswa dalam peningkatan prestasi belajar. 

Berdasarkan Hasil observasi dan wawancara dengan guru dan siswa MTs Kelas VIII X bahwa pembelajaran TIK yang saat ini berlangsung menggunakan beberapa metode seperti, ceramah, tanya jawab dan demonstrasi. Mata Pelajaran TIK untuk kelas VIII lebih ke aplikatif. Namun pada kenyataannya pembelajaran TIK lebih kepada teoritis. Ini disebabkan masih minimnya perangkat komputer. Saat ini MTs X hanya memiliki 10 perangkat komputer yang layak pakai. Dari wawancara bersama siswa yang penulis lakukan teridentifikasi bahwa siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi yang diajarkan oleh guru yang cenderung menggunakan motode ceramah. Jika dilihat dari hasil belajar siswa pada materi sebelumnya rata-rata menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Ini ditunjukan dari hasil ulangan siswa beberapa waktu yang lalu. 

Selain itu guru MTs. X berasumsi bahwa mereka kesulitan dalam mencari metode pembelajaran yang tepat dengan kondisi siswa yang rata-rata 40 orang perkelas sedangkan sarana pembelajaran sangat minim. Disaat siswa harus memperaktekkan materi yang diajarkan waktunya selalu tidak mencukupi dan masih banyak lagi kendala yang lainnya yang tidak bisa penulis cantumkan disini. 

Berpijak dari permasalahan yang dialami oleh MTs. X, Penulis memberikan solusi lain dengan memanfaatkan metode tutor sebaya yang diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajar siswa sebagaimana yang ditunjukkan oleh salahsatu hasil penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Upi pada prodi Matematika yang berkenaan dengan tutor sebaya ternyata mampu meningkatkan hasil belajar siswa. 

Berdasarkan dari pembahasan di atas, dan belum adanya dilakukan penelitian secara ilmiah oleh guru maupun pihak lain di MTs. X tentang Tutor Sebaya pada mata pelajaran TIK, maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian tentang "Penerapan Metode Tutor Sebaya Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII B Mata Pelajaran Teknologi Informasi Dan Komunikasi di Madrasah Tsanawiyah X. "

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis menegaskan masalah umum penelitian sebagai berikut :
"Apakah Penerapan Metode Tutor Sebaya dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII B mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi di Madrasah Tsanawiyah X?"
Masalah umum diatas diperinci berupa masalah khusus menjadi sebagai berikut :
1. Bagaimana hasil belajar siswa kelas VIII B MTs X sebelum diterapkannya metode tutor sebaya ?
2. Bagaimana hasil belajar siswa kelas VIII B MTs X setelah diterapkannya metode tutor sebaya ?
3. Apakah terdapat perubahan yang signifikan hasil belajar siswa kelas VIII B MTs X antara sebelum dan sesudah diterapkannya metode tutor sebaya pada pokok bahasan membuat dokumen pengolah angka sederhana ?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan hasil belajar siswa tentang penerapan metode Tutor Sebaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII B mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi di Madrasah Tsanawiyah X. Adapun tujuan penelitian secara khusus adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui hasil belajar siswa kelas VIII B MTs X sebelum diterapkannya metode tutor sebaya
2. Mengetahui hasil belajar siswa kelas VIII B MTs X setelah diterapkannya metode tutor sebaya
3. Mengetahui perubahan yang signifikan hasil belajar siswa kelas VIE B MTs X sebelum dan sesudah diterapkannya metode tutor sebaya pada pokok bahasan membuat dokumen pengolah angka sederhana

D. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara yang memerlukan pembuktian lebih lanjut. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugiyono yaitu : "Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan" Sugiyono : 2006).
Atas dasar pengertian hipotesis diatas maka untuk penelitian ini penulis mengemukakan hipotesis sebagai berikut :
1. Hipotesis Nol (Ho) : tidak terdapat perubahan yang signifikan hasil belajar siswa kelas VIII B MTs X sebelum dan sesudah menggunakan metode tutor sebaya pada pokok bahasan membuat dokumen pengolah angka sederhana
2. Hipotesis Kerja ((Hi) : terdapat perubahan yang signifikan antara hasil belajar siswa MTs X sebelum dan sesudah menggunakan metode tutor sebaya pada pokok bahasan membuat dokumen pengolah angka sederhana

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi guru dan pembuat kebijakan pada bidang pendidikan karena :
1. Bagi siswa
Bermanfaat bagi semua siswa karena terjadi pembelajaran yang mandiri, dewasa dan punya rasa setia kawan yang tinggi.
2. Bagi guru
Guru dapat mengetahui metode pembelajaran yang bervariasi khususnya metode tutor sebaya untuk memperbaiki dan meningkatkan sistem pembelajaran.
Guru akan terbantu baik dalam akademis terutama dalam pencapaian target waktu dan materi pembelajaran, maupun dari sisi fisik yang harus terus berdiri dan membimbing ratusan siswa dalam sehari secara individual.
3. Bagi sekolah
Membantu memperbaiki pembelajaran TIK di sekolah.

F. Definisi Operasional
Untuk menghindari agar persoalan yang dibicarakan dalam penelitian ini tidak menyimpang dari tujuan semula dan juga tidak terjadi salah penafsiran istilah yang digunakan perlu adanya penegasan istilah-istilah yang meliputi :
1. Metode Tutor Sebaya adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberikan kesempatan kepada siswa (tutor) yang dianggap telah memahami materi yang telah diajarkan untuk mengajarkannya kembali kepada teman kelasnya agar siswa yang belum faham dapat berkomunikasi berupa bertanya atau menanggapi dengan temannya (tutor tanpa rasa canggung, takut atau ragu).
2. Hasil belajar yaitu skor berupa angka yang telah diperoleh siswa sebelum dan sesudah diterapkannya metode tutor sebaya melalui pretest dan posttest.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 14:21:00

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL KOOPERATIF TIPE PICTURE AND PICTURE PADA KONSEP PENGENALAN HARDWARE

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL KOOPERATIF TIPE PICTURE AND PICTURE PADA KONSEP PENGENALAN HARDWARE

A. Latar belakang Masalah
Pendidikan di Indonesia sejauh ini masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan merupakan perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber pengetahuan (teacher centered), ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar, yang berakibat kurangnya pengalaman belajar siswa selama proses kegiatan belajar mengajar, pembelajaran menjadi sesuatu yang bersifat mtinitas sehingga cenderung monoton yaitu kapur dan tutur (chalk and talk). 

Secara umum, pendidikan saat ini mengalami kendala dalam hal belajar dan pembejalarannya. Pembelajaran dikelas yang dilakukan guru secara konvensional atau masih tradisional dengan beberapa metode dan model belajar tertentu seperti ceramah dan sebagainya, akan membuat para siswa merasa bosan untuk mengikuti pelajaran tersebut. Atas dasar itu seiring dengan semakin berkembangnya teknologi informasi yang sudah merambah ke dunia pendidikan khususnya madrasah, guru dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan dan memamfaatkan teknologi yang ada. 

Tuntutan dalam dunia pendidikan sudah banyak berubah, kita tidak bisa lagi mempertahankan paradigma lama tersebut. Pendidik perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar berdasarkan beberapa pokok pikiran sebagai berikut : 

Menurut pendapat Piaget (dalam Lie 2002 : 5), "Pengetahuan ditemukan, dibentuk dan dikembangkan oleh siswa. Guru menciptakan kondisi dan situasi yang memungkinkan siswa membentuk makna dari bahan-bahan pelajaran melalui suatu proses belajar dan menyimpannya dalam ingatan yangsewaktu-waktu dapat diproses dan dikembangkan lebih lanjut". 

Menurut pendapat Anderson (dalam Lie 2002 : 5), "Siswa membangun pengetahuan secara aktif. Belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan siswa, bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa". 

Menurut pendapat Maslow (dalam Lie, 2002 : 5) bahwa pengajar perlu berusaha mengembangkan kompetensi dan kemampuan siswa. Kegiatan belajar mengajar harus lebih menekankan pada proses daripada hasil :
1. Paradigma lama mengklasifikasikan siswa dalam kategori prestasi belajar seperti dalam penilaian ranking dan hasil-hasil .
2. Paradigma baru mengembangkan kompetensi, dan potensi siswa berdasarkan asumsi bahwa usaha dan pendidikan bisa meningkatkan kemampuan-kemampuan mereka. 

Model pembelajaran ini agaknya menjadi jawaban bagi suasana kelas yang kaku, membosankan, menakutkan, menjadi beban dan tidak membuat betah dan tidak menumbuhkan perasaan senang belajar bagi anak didik. Alih-alih membuat anak mau menjadi pembelajar sepanjang hayat yang terjadi malah kelas dan sekolah menjadi momok yang menakutkan bagi siswa. 

Sedangkan Model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling kerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar kooperatif kontruktivis. Hal ini terlihat pada sal ah satu teori Vigotsky yaitu penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran Vigotsky yakni bahwa fase mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul pada percakapan atau kerjasama antara individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi terserap dalam individu tersebut. Implikasi dari teori vigotsky dikehendakinya susunan kelas berbentuk kooperatif. 

Selain itu, kendala lain yang timbul dalam kegiatan pembelajaran adalah sarana belajar dan fasilitas yang ada di madrasah. Sarana belajar di madrasah yang kurang lengkap dan nyaman menyebabkan siswa kesulitan dalam meningkatkan prestasi belajarnya karena sarana yang kurang lengkap tersebut. Madrasah sebagai institusi pencetak generasi yang hidup dimasa mendatang harus mempunyai keperdulian terhadap perkembangan teknologi yang terjadi. Jika tidak, maka peserta didik akan tertinggal dengan perkembangan zaman. Teknologi Informasi dan Komunikasi telah berkembang seiring dengan globalisasi, sehingga interaksi dan penyampaian infomasi akan berlangsung dengan cepat (Rusman, 2009 : 47). Karena perkembangan informasi dan komunikasi ini sangat cepat dan terus berkembang, pilihannya hanya dua, yaitu mampu beradaptasi dan mengadopsi atau tertinggal ke belakang. 

Berdasarkan hasil pengamatan dan dan berdasarkan refleksi awal melalui diskusi dengan guru di MTs X kelas VII, hasil belajar siswa pada mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi masih belum optimal. Dapat dilihat hasil rata-rata skornya 6,00 sedangkan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) 7,00. Siswa kurang memahami pelajaran TIK dikarenakan dalam proses pembelajarannya kurang menarik, membosankan, kurang memberikan kesempatan siswa aktif serta kurang mewujudkan interaksi antar siswa sehingga siswa terlihat jenuh ketika proses pembelajaran berlangsung. 

Pembelajaran di kelas di jaman yang semakin modern ini harus disesuaikan dengan standar kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Salah satu cara memanfaatkan teknologi atau khususnya komputer untuk meningkatkan efektifitas belajar siswa adalah dengan cara penggunaan komputer sebagai pelengkap atau pendamping dalam penyampaian materi dengan model pembelajaran kooperatif tipe picture and picture. Pembelajaran dengan model kooperatif tipe picture and picture dengan menggunakan computer akan memberikan dampak positif bagi kemajuan belajar siswa. Dengan model belajar tersebut siswa dituntut untuk lebih aktif dalam proses belajar mengajar dan guru hanya sebagai pendamping dan mengarahkan saja. Model Picture and picture untuk kalangan SMA memang paling cocok untuk pembelajaran beberapa pelajaran, sedangkan di tingkat SD dan SMP hampir semua mata pelajaran dapat menggunakan model ini. (Sahrudin dan Iriani, 2010 : 1)

Untuk meningkatkan hasil belajar, guru dalam mengajar dapat menggunakan beberapa metode dan pendekatan. Atas dasar inilah maka peneliti ingin menerapkan model pembelajaran cooperative learning tipe picture and picture dalam konsep pengenalan hardware diajarkan di kelas tujuh MTs X Kota X berdasarkan kurikulum 2006, supaya siswa belajar lebih aktif dan hasil belajar lebih meningkat. 

Pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar secara aktif, apabila mereka belajar aktif berarti mereka yang mendominasi aktivitas pembelajaran. 

Pendapat Zaini (2004 : XVII) bahwa belajar aktif adalah salah satu cara untuk mengikat informasi yang baru kemudian menyimpannya dalam otak. Karena salah satu faktor yang menyebabkan informasi cepat dilupakan adalah faktor kelemahan otak manusia itu sendiri. Belajar yang hanya mengandalkan indera pendengaran mempunyai beberapa kelemahan, padahal hasil belajar seharusnya disimpan sampai waktu yang lama. 

Tiga pernyataan sederhana ini berbicara banyak tentang perlunya cara belajar aktif.
Silberman (2004 : 15) telah memodifikasi dan memperluas kata-kata bijak Konfisius itu menjadi apa yang saya sebut paham belajar aktif.
- Yang saya dengar, saya lupa.
- Yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat.
- Yang saya dengar, lihat dan pertanyakan atau diskusikan dengan orang lain, saya mulai pahami.
- Dari yang saya dengar, lihat, bahas dan terapkan, saya dapatkan pengetahuan dan keterampilan.
- Yang saya ajarkan pada orang lain, saya kuasai.
Cara pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai sistem "pembelajaran gotong-royong" atau "coopertive learning”. Dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator. 

Guru perlu menguasai dan menerapkan berbagai model pembelajaran dan siswa belajar lebih aktif agar dapat mencapai tujuan pembelajaran salah satunya menggunakan picture and picture. Dengan picture atau gambar kita akan menghemat energy kita dan siswa akan lebih mudah memahami materi yang diajarkan (Sahrudin dan Iriani, 2010 : 2). 

Berdasarkan hasil pengamatan di MTs X siswa kelas VII pembelajaran konsep pengenalan hardware, hasil belajar siswa belum optimal hal ini disebabkan metode pembelajaran yang digunakan masih beroreintasi pada guru kurang melibatkan aktivitas siswa. Melalui refleksi awal dan diskusi dengan guru sebagai solusi tindakan untuk memecahkan masalah tersebut, disepakati menggunakan Model pembelajaran kooperatif tipepicture and picture. 

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul "Peningkatan Hasil Belajar Siswa Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Picture and picture pada Konsep Pengenalan Hardware (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas VII MTs X Kota X).

B. Fokus Masalah
Agar memperoleh kejelasan sasaran dan batasan-batasan tertentu dalam penelitian ini, maka diadakan pemfokusan masalah. Adapun batasan masalah adalah sebagai berikut :
1. Penelitian dilakukan di kelas VII MTs X Kota X.
2. Hasil belajar diperoleh dari tes hasil ulangan harian mata pelajaran TIK pada konsep pengenalan hardware.
3. Model yang digunakan dalam pembelajaran TIK adalah model pembelajaran kooperatif tipepicture and picture.
4. Pengukuran hasil belajar diambil dari tes tulis dengan bentuk soal pilihan ganda yang diukur dari domain kognitif saja dan dibatasi hanya pada domain pengetahuan (C1), pemahaman (C2) dan aplikasi (C3).

C. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan dapat dirumuskan permasalahan secara umum : Apakah model pembelajaran kooperatif tipe picture and picture dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran TIK konsep Hardware di kelas VII MTs X?
Berdasarkan rumusan umum diatas, secara khusus masalah yang akan diteliti sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi awal pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi Konsep Hardware di MTs X?
2. Bagaimana perencanaan pembelajaran Model Pembelajaran Kooperatif tipe picture and picture?
3. Bagaimana langkah pembelajaran Model Pembelajaran Kooperatif tipe picture and picture?
4. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe picture and picture?

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan Umum dari penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui apakah model pembelajaran kooperatif tipe picture and picture dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran TIK konsep Hardware di kelas VII MTs X
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui kondisi awal pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi Konsep Hardware di MTs X
b. Untuk mengetahui perencanaan pembelajaran Model Pembelajaran Kooperatif tipe picture and picture
c. Untuk mengetahui langkah pembelajaran Model Pembelajaran Kooperatif tipe picture and picture
d. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe picture and picture.

E. Manfaat Hasil Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam pembelajaran TIK.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi sekolah
Dapat dijadikan sumbangan pemikiran dan informasi dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan serta memberikan penjelasan mengenai pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe picturere and picture terhadap hasil belajar.
b. Bagi guru
Dapat dijadikan sumbangan pemikiran dalam menentukan langkah-langkah atau metode mengajar sehingga dapat meningkatkan keberhasilan dalam proses belajar mengajar TIK.
c. Bagi Siswa
Memberikan motivasi dalam upaya meningkatkan hasil belajar serta memperkaya pengalaman dengan belajar yang lebih aktif dan kreatif.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 13:48:00

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA GAMBAR

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA GAMBAR

A. Latarbelakang Masalah
Pada abad 21 ini, kita perlu menelaah kembali praktik-praktik pembelajaran disekolah-sekolah. Peranan yang harus dimainkan oleh dunia pendidikan dalam mempersiapkan anak didik untuk berprestasi secara utuh dalam kehidupan bermasyarakat di abad 21 akan sangat berbeda dengan peranan tradisional yang selama ini dipegang oleh sekolah-sekolah. 

Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia, sehingga kualitas sumber daya manusia sangat tergantung dari kualitas pendidikan tersebut. Melalui pendidikan juga dapat dikembangkan kemampuan pribadi, daya pikir dan tingkah laku yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyebutkan bahwa : 

"Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yan diperlukan darinya, bangsa, dan Negara". 

Pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan suatu usaha sadar dan terencana, maka dari itu dalam suatu pendidikan, agar tercapai tujuan dengan baik sangatlah perlu suatu perencanaan yang baik pula, baik itu persiapan pembelajaran yang terencana maupun pelaksanaan pembelajaran yang sesuai. 

Ada persepsi umum yang sudah berakar dalam dunia pendidikan dan sudah menjadi harapan masyarakat. Persepsi umum ini menganggap bahwa sudah merupakan tugas guru untuk mengajar dan menyodori siswa dengan muatan-muatan informasi dan pengetahuan. Namun, tidak semua sekolah menyediakan sarana dan prasarana yang lengkap untuk mendukung perkembangan dunia pendidikan. Seorang guru yang mengajar di sekolah yang memiliki sarana dan prasarana yang minim harus mampu mengembangkan pembelajaran dengan menggunakan berbagai media, misalnya media gambar. Dengan menggunakan media gambar diharapkan siswa dapat mengetahui pembelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut. 

Berdasarkan hasil pengamatan pada saat berlangsungnya proses pembelajaran di MTs X Kec. X Kab. X, pada aspek siswa menjadi perhatian lebih karena kognitif siswa kurang memadai yang disebabkan belum banyak tersentuh oleh teknologi, informasi dan komunikasi. Selain siswa, guru juga berpengaruh besar dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa. Guru harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang keilmuannya, agar pembelajaran bias terlaksana dengan maksimal. Ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sangatlah dibutuhkan, seperti kita ketahui mata pelajaran TIK sulit terlaksana jika sarana dan prasarana tidak memadai. 

Pendidikan dipandang sebagai salah satu faktor utama yang menentukan pertumbuhan ekonomi, yaitu melalui peningkatan produktivitas tenaga kerja terdidik. Di samping itu pendidikan dipandang mempunyai peranan penting dalam menjamin perkembangan dan kelangsungan bangsa. 

Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai tugas untuk menghantarkan peserta didik untuk mengembangkan segala potensi yang dimilkinya. Sekolah juga dipercaya sebagai satu-satunya cara agar manusia pada zaman sekarang dapat hidup mantap di masa yang akan datang. Keberhasilan pendidikan di sekolah sangat tergantung pada proses pembelajaran di kelas. 

Dalam pembelajaran di sekolah, terdapat banyak unsur yang saling berkaitan dan menentukan keberhasilan dalam proses pembelajaran. Unsur-unsur tersebut adalah pendidik (guru), peserta didik (siswa), kurikulum dan lingkungan. Siswa sebagai subjek dalam proses tersebut juga sangat berperan dalam keberhasilan kegiatan pembelajaran. (Sudjana 2001 : 2). 

Salah satu tugas pendidik atau guru adalah menciptakan suasana pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dengan baik dan bersemangat. Suasana pembelajaran yang demikian akan berdampak positif dalam pencapaian prestasi belajar yang optimal. Oleh karena itu guru sebaiknya memiliki kemampuan dalam memilih metode dan media pembelajaran yang tepat. Ketidaktepatan dalam memilih metode dan media akan menimbulkan kejenuhan bagi siswa dalam menerima materi yang disampaikan sehingga materi kurang dapat dipahami yang akan mengakibatkan siswa menjadi apatis. 

Prinsip pengajaran yang baik adalah jika dalam proses pembelajaran mampu mengembangkan konsep generalisasi dari bahan abstrak menjadi hal yang jelas dan nyata. Maksudnya, proses pembelajaran dapat membawa perubahan pada diri anak dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari pemahaman yang bersifat umum menjadi khusus. Media pembelajaran dapat membantu menjelaskan bahan yang abstrak menjadi realistik. (Kasmadi 2001 : 213). 

Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan prestasi belajar siswa adalah dengan menggunakan media gambar atau foto. Dengan media ini siswa akan lebih paham, karena pembelajaran menjadi lebih konkrit dan realistis. Media gambar merupakan sesuatu yang diwujudkan secara visual dalam bentuk dua dimensi sebagai curahan perasaan dan pikiran (Rumampuk 1988 : 8). Sejumlah gambar, baik dari majalah, buku, Koran dan lain-lain yang ada hubungannya dengan pelajaran dapat dipergunakan sebagai alat peraga pembelajaran. Penggunaan media gambar diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa akan materi yang disampaikan guru. 

Berdasarkan penjelasan di atas tergambar bahwa diperlukan upaya untuk meningkatkan prestasi belajar, khususnya pada mata pelajaran TIK pada siswa MTs. Oleh karena itu penelitian ini ingin menemukan alternatif "Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran TIK di MTs X Kec. X Kab. X melalui Penggunaan Media Gambar".

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana prestasi belajar siswa kelas VII MTs X Kec. X Kab. X pada pelajaran TIK dalam materi komponen perangkat keras komputer setelah menggunakan media gambar ?
2. Bagaimana aktifitas belajar siswa kelas VII MTs X Kec. X Kab. X pada pelajaran TIK dalam materi komponen perangkat keras komputer dengan menggunakan media gambar ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan yang akan diperoleh melalui penelitian ini adalah :
1. Mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa kelas VII MTs X Kec. X Kab. X pada pelajaran TIK dalam materi komponen perangkat keras komputer dengan menggunakan media gambar.
2. Mengetahui aktifitas belajar siswa kelas VII MTs X Kec. X Kab. X pada pelajaran TIK dalam materi komponen perangkat keras komputer dengan menggunakan media gambar.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitin ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam pembelajaran TIK.
2. Manfaat Praktis
a. Siswa
Meningkatkan kemampuan siswa kelas VII MTs X Kec. X Kab. X dalam pembelajaran TIK sehingga hasil belajar lebih baik.
b. Guru
Melalui PTK guru dapat mengetahui media pembelajaran khususnya media gambar untuk memperbaiki dan meningkatkan prestasi siswa.
c. Sekolah
Hasil penelitian ini dapat membantu memperbaiki pembelajaran TIK di sekolah serta dijadikan sumbangan pemikiran dan informasi dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 13:47:00

PENGGUNAAN TEKNIK REKA CERITA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS KALIMAT

PENGGUNAAN TEKNIK REKA CERITA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS KALIMAT

A. Latar Belakang Masalah
Bahasa Indonesia baik sebagai bahasa nasional maupun sebagai Bahasa Negara sangat strategis dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Sebagai salah satu pilar pendukung kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Bahasa Indonesia harus dikuasai oleh seluruh masyarakat pemakai bahasa Indonesia, Sehingga bisa memperoleh berbagai kesempatan untuk mempertinggi kualitas kehidupannya. Mengingat sangat pentingnya kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia baik bagi kelangsungan kehidupan bangsa dan negara Indonesia maupun dalam kehidupan warga negara Indonesia maupun dalam kehidupan warga negara secara individual, maka peningkatan dan penguasannya sangat penting. 

Bahasa Indonesia bagi sebagian besar masyarakat Indonesia diperoleh dengan dua cara, yaitu pemerolehan secara formal dan informal. Secara formal yaitu melalui lembaga pendidikan sedangkan secara informal melalui membaca buku, koran, majalah, siaran radio, televisi, bergaul dengan yang lain yang menggunakan bahasa Indonesia ataupun dalam dunia kerja. 

Bahasa Indonesia di dunia pendidikan atau di Sekolah digunakan sebagai bahasa pengantar sejak SD sampai Perguruan Tinggi, sedangkan sebagai mata pelajaran pokok diajarkan sejak SD sampai SMA. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi diajarkan sebagai Mata Kuliah dasar umum pada jurusan non bahasa Indonesia. Walaupun Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran pokok di Sekolah Dasar, akan tetapi di daerah masih dipakai bahasa ibu sebagai alat berinteraksi dalam proses belajar mengajar di kelas, terutama di kelas rendah seperti kelas satu, kelas dua, atau kelas tiga. Hal tersebut terjadi karena bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari adalah bahasa daerah (bahasa ibu). 

Untuk dapat berkomunikasi secara lisan maupun tulisan dengan baik siswa harus mampu menulis kalimat dengan baik. Menulis kalimat merupakan salah satu bagian dari keterampilan berbahasa Indonesia dalam bidang menulis. Maka dari itu pembelajaran menulis kalimat pada mata pelajaran Bahasa Indonesia sangat penting. 

Namun, pada kenyataannya keadaan di lapangan, tempat peneliti melakukan observasi awal menunjukkan hasil belajar menulis kalimat di kelas III sekolah Dasar Negeri X masih sangat kurang dan belum memuaskan dari 29 orang siswa kelas III SDN X hanya 11 orang yang mampu menulis kalimat dengan baik dan benar. Apabila dipersentasikan hanya 37,93% siswa yang mampu menulis kalimat dengan benar, sedangkan 62,07% masih belum mampu menulis kalimat dengan baik dan benar. Siswa yang belum mampu tersebut masih menganggap pelajaran bahasa Indonesia dalam menulis kalimat sangat sulit, tidak menarik dan membosankan. Hal ini terjadi karena siswa kurang memahami tentang menulis kalimat dan tidak menguasai tentang struktur kalimat yang benar serta kurangnya pembendaharaan kata yang dimiliki oleh siswa. 

Dalam hal ini, peran guru sangat penting. Seorang guru bukan hanya harus menguasai materi ajar, tetapi juga harus memiliki dan mengusai teknik-teknik pembelajaran, sehingga pembelajaran dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. 

Untuk menciptakan proses pembelajaran yang baik, seorang guru harus memperhatikan karakteristik anak dan berbagai teori belajar mengajar yang dikemukakan oleh para ahli, serta penggunaan alat peraga yang sesuai dengan materi ajar sehingga dapat tercipta pembelajaran yang tepat, efektif, dan efisien. 

Menurut penelitian sebelumnya yang dikemukakan oleh Samroh Fuadi (2008) teknik reka cerita gambar dalam meningkatkan kemampuan menulis kalimat dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran, dan terbukti dapat dijadikan salah satu alternatif teknik pembelajaran dalam menulis kalimat. 

Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang timbul perlu ditelusuri dengan menggunakan tindakan-tindakan khusus yang mengacu kepada penelitian. Adapun penelitiannya akan menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK), selain memperoleh gambaran mengenai pemecahan masalah tersebut, juga berupaya meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis kalimat dan mengembangkan imajinasi siswa dalam membuat kalimat melalui teknik reka cerita gambar. 

Oleh sebab itu, peneliti melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul "Penggunaaan Teknik Reka Cerita Gambar Untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Kalimat Pada Siswa Kelas III Sekolah Dasar Negeri X Kecamatan X Kabupaten X".

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah upaya-upaya membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar dalam menulis kalimat melalui penggunaan teknik reka cerita gambar pada siswa kelas III SDN X ?
2. Bagaimanakah hasil pembelajaran menulis kalimat melalui penggunaan Teknik Reka Cerita Gambar di Kelas III SDN X?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini untuk memperoleh gambaran tentang :
a. Upaya-upaya membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar dalam menulis kalimat melalui Penggunaan Teknik Reka Cerita Gambar di Kelas III SDN X?
b. Hasil Pembelajaran Menulis Kalimat melalui Penggunaan Teknik Reka Cerita Gambar di Kelas III SDN X?
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
a. Bagi guru
1. Untuk menambah pengetahuan tentang teknik pembelajaran guru dapat mengetahui teknik-teknik pembelajaran yang tepat untuk mengatasi masalah yang dihadapi siswa dalam kegiatan pembelajaran.
3. guru menjadi lebih aktif dan kreatif dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan media pembelajaran sesuai tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
4. guru dapat mengetahui alat evaluasi yang sesuai untuk mengukur kemampuan menulis kalimat dengan baik.
b. Bagi Siswa
1. Siswa lebih semangat dalam belajar
2. Siswa dapat lebih mudah memahami materi pelajaran
3. Mengatasi siswa dalam pembelajaran menulis kalimat
4. Meingkatkan kemampuan siswa dalam menulis kalimat
5. Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran menulis kalimat.
c. Bagi Peneliti
1. Menambah wawasan keilmuan tentang penggunaan teknik pembelajaran sehingga mampu diimplementasikan dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas.
2. Menambah wawasan dan penglaman bam mengenai pembelajaran dengan menggunakan teknik reka cerita gambar.

D. Definisi Operasional
1. Penggunaan adalah penerapan atau pelaksanaan sesuatu hal.
2. Metode adalah suatu prosedur untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan, yang meliputi pemilihan bahan, urutan bahan, penyajian bahan, dan pengulangan bahan.
3. Teknik mengandung makna upaya, usaha-usaha atau cara-cara yang digunakan guru untuk mencapai tujuan langsung dalam pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas pada saat itu.
4. Teknik reka cerita gambar merupakan pembelajaran bercerita berdasarkan gambar. Gambar yang digunakan dapat berupa gambar satuan (terpisah) atau gambar berseri atau berurutan. Teknik reka cerita gambar adalah teknik yang bertujuan untuk melatih megembangkan imajinasi siswa.
5. Gambar adalah penyajian visual dua dimensi sebagai sarana pertimbangan mengenai kehidupan sehari-hari misalnya manusia, peristiwa, benda-benda, tempat dan sebagainya.
6. Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik itu maka mereka memahami.
7. Kalimat adalah satu bagian ujaran yang didahului dan diikuti oleh kesenyapan, sedangkan intonasinya menunjukan bahwa bagian-bagian ujaran itu sudah lengkap dan bermakna.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 13:41:00

LATIHAN BERCERITA TENTANG TOKOH IDOLANYA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA

LATIHAN BERCERITA TENTANG TOKOH IDOLANYA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA

A. Latar Belakang Masalah
Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Setiap keterampilan mempunyai hubungan erat dengan keterampilan lainnya. Keterampilan-keterampilan tersebut hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktek dan latihan yang banyak. 

Sebagai salah satu keterampilan berbahasa, berbicara, memang harus dipelajari dengan serius karena manusia lebih banyak berkomunikasi bahasa lisan daripada bahasa tulis. Seseorang dapat bertukar pikiran, perasaan, gagasan dan keinginannya melalui kegiatan berbicara, dengan demikian kegiatan berbicara dapat membangun hubungan mental emosional antara satu individu dengan individu lainnya. Dalam pembelajaran bahasa harus mengajarkan atau melatih agar siswa dapat berbicara dengan baik dan benar, berbicara yang baik adalah berbicara yang cocok dengan kaidah-kaidah kebahasaan. Hal ini bertujuan supaya seseorang ketika berbicara dapat menyampaikan apa yang disampaikan secara jelas dan lawan bicaranya dapat menerima pesan tersebut secara jelas pula. 

Salah satu tujuan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia adalah menjadikan siswa terampil dalam berbahasa Indonesia. Kepandaian berbahasa ini tercermin dalam aktivitas menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Dengan demikian siswa dikatakan pandai berbahasa Indonesia jika terampil dalam kegiatan menyimak, berbicara, membaca dan menulis. 

Berbicara sebagai salah satu indikator kemahiran berbahasa. Masih dianggap sebagai sesuatu pembelajaran yang mudah. Pembelajaran berbicara tidak dilakukan secara serius padahal pada kenyataannya di lapangan, masih banyak siswa yang kurang mampu mengekspresikan lewat kegiatan berbicara. Siswa sering kali malu ketika diminta berbicara atau bercerita di depan kelas. Hal ini dimungkinkan karena rendahnya penguasaan siswa akan topik yang dibahas atau karena luasnya topik bahasa sehingga siswa tidak mampu memfokuskan hal-hal yang ingin diucapkan. Akibatnya, arah pembicaraan siswa kurang jelas sehingga inti dari bahasa tersebut tidak tersampaikan. Dengan demikian dapat diindikasikan bahwa keterampilan berbicara siswa masih rendah karena rata-rata kelas hanya 54,00. Siswa kelas VI SDN X siswa yang 40-50 terdapat 6 siswa, mendapat nilai 60-70 terdapat 8 siswa, mendapat nilai 80-90 terdapat 1 siswa. Data tersebut dapat dikatakan bahwa keterampilan siswa dalam berbicara masih tergolong rendah. Karena Kriteria Ketentuan Minimal (KKM) 60,00. Hal ini jika didasarkan faktor di lapangan yang menyebabkan ada beberapa hal yang melatar belakangi tersebut. 

1. Siswa kurang berminat dalam kegiatan berbicara. Mereka masih kesulitan dalam menentukan batasan topik yang ingin disampaikan. Misalnya siswa ingin membicarakan masalah bencana alam atau tanah longsor, yang terjadi siswa akan berbicara terlalu panjang lebar (meluas) sehingga inti pembicaraan tidak tersampaikan.
2. Ketepatan siswa dalam menggunakan kata dan istilah masih kurang. Ketika siswa berbicara di depan kelas rasa gugup, grogi dan ketakutan keliru tentu saja ada. Sehingga kata yang seharusnya keluar diucapkan menjadi tersendat-sendat atau diulang-ulang.
3. Siswa kurang bisa memilih kata yang tepat dan selaras untuk mengungkapkan gagasan untuk memperoleh sesuatu yang diharapkan.
4. Dalam berbicara di depan kelas siswa kurang mampu mengorganisasi perkataannya sehingga pembicaraannya belum tepat sasaran.
5. Ada sikap ketika berbicara, dalam kegiatan berbicara siswa kelihatan tegang dan kurang rileks. Dengan situasi tersebut akan mempengaruhi mutu bicaranya (tuturannya)

Penyebab kesulitan berbicara di atas tidak terlepas dari akibat penggunaan metode dan media yang digunakan oleh guru. Metode mengajar guru yang masih konvensional membuat pembelajaran berbahasa menjadi sesuatu yang membosankan. Kurangnya pemnafaatan dan media dalam pembelajaran membuat siswa menjadi kurang aktif dan kreatif. Kenyataan yang terjadi di lapangan, siswa mendengarkan ceramah guru mengenai teori kebahasaan termasuk di dalamnya teori berbicara, tetapi presentasi kegiatan praktiknya masih kurang. Hal itu juga karena guru kurang memberdayakan media pembelajaran yang ada yaitu tidak menggunakan media yang sesuai dengan metode pembelajaran yang diterapkan. 

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut diperlukan suatu pemecahan yang dirasa efektif untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas VI SDN X. Dalam hal ini peneliti menggunakan tokoh idola dalam pembelajaran berbicara tokoh idolaku dapat diasumsikan sebagai alat bantu yang mampu memperkonkret masalah yang dibicarakan. Dengan menggunakan tokoh idola ini diharapkan siswa mampu membicarakan masalah sesuai dengan apa yang dilihatnya, mampu meningkatkan daya kreasi dan motivasinya dalam pembelajaran berbicara. 

Peneliti ini menggunakan gambar tokoh idola sebagai alat bantu pembelajaran keterampilan berbicara. Hal ini dimaksudkan agar siswa mampu memfokuskan pikiran dan pengetahuan yang mereka miliki sehingga akan lebihmudah mengorganisasikan ide-ide dan gagasannya kepada bahasa lisan. Selain itu, agar siswa tidak berbicara yang menyimpang dari kompetensi dasar yang telah ditentukan. Dengan demikian, siswa akan mampu mencapai kompetensi dasar yang telah ditetapkan, yaitu berminat dalam pembelajaran berbicara dan terampil dalam kegaiatan berbicara. 

Penggunaan gambar/foto tokoh idola, seperti artis, penyanyi dan olahragawan dimaksudkan agar siswa menjadi tertarik dan senang dalam mengikuti pembelajaran berbicara. Hal ini juga dimaksudkan untuk lebih manyita perhatian siswa ketika mengikuti pembelajaran berbicara, serta menjadikan pembelajaran berbicara lebih bermakna dan terus diingat oleh siswa. 

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, untuk mengatasi permasalahan yang ada berkaitan dengan upaya meningkatkan keterampilan berbicara dengan menggunakan gambar sebagai media pembelajaran, maka peneliti mengadakan penelitian pada siswa kelas VI SDN X yang berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul "Latihan Bercerita Tentang Tokoh Idolanya untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara pada Siswa Kelas VI SDN X, Kecamatan X, Kabupaten X. 

Rendahnya kemampuan berbicara salah satu sebab utamanya adalah kurangnya latihan berbicara. Berkenaan dengan latihan berbicara dapat dianalogikan dengan latihan bahasa asing lisan permulaan. Belajar bahasa asing lisan permulaan agar lebih fasih harus berlatih minimal enam kali pertemuan. Dalam setiap pertemuan minimal latihan enam kali. Jeda waktu antar pertemuan minimal satu hari maksimal enam hari. Memberikan pujian dan kritikan merupakan salah satu keterampilan berbicara. Keterampilan tersebut perlu dipelajari dan dilatih agar mampu mengemukakan ide. Banyak orang pintar tetapi tidak dapat mengemukakan ide. Apalagi berbicara didepan banyak orang. Mengapa ? Alasannya sederhana, ia tidak begitu terampil berbicara. 

Berdasarkan latar belakang di atas, untuk mengatasi rendahnya kemampuan berbicara, peneliti melakukan tindakan kelas dengan latihan bercerita tentang tokoh idolanya.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah, peneliti dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
"Apakah latihan bercerita tentang tokoh idolanya dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas VI SDN X ?"

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah meningkatkan keterampilan siswa berbicara dengan menggunakan media gambar tokoh idola siswa kelas VI SDN X.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoretis maupun secara praktis. Adapun manfaat dari hasil penelitian dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Manfaat Teoretis
a. Bagi Guru
1) Dapat memberikan sumbangan kepada guru dalam pembelajaran khususnya pelajaran Bahasa Indonesia.
2) Dapat memperluas wawasan guru dalam melaksanakan pembelajaran
b. Bagi Siswa
1) Dapat meningkatkan keterampilan berbicara.
2) Mendapatkan motivasi untuk terus belajar Bahasa Indonesia.
c. Bagi Sekolah
1) Mendapatkan pembelajaran yang berkualitas sehingga prestasi siswa dapat meningkat.
2) Pembelajaran berlangsung secara efektif dan efisien.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru
1) Dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam berbicara.
2) Mendapat pengalaman dalam menggunakan media pembelajaran.
b. Bagi Siswa
1) Mendapat motivasi belajar agar kemampuan berbicara meningkat.
2) Mendapatkan pembelajaran yang sesuai tingkat perkembangannya.
c. Bagi Sekolah
1) Sebagai kegiatan untuk meningkatkan keterampilan berbicara.
2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya, yaitu penelitian yang berhubungan dengan keterampilan berbicara.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 13:39:00