Cari Kategori

CONTOH JENIS-JENIS PERMAINAN (GAME) DAN SIMULASI DINAMIKA KELOMPOK UNTUK MATERI MOS / MOPD BARU

a. Bakiak

Peralatan : Sendal dari kayu yang dihubungan satu dengan yang lainya menggunakan tali.

Cara Bermain :

Setiap individu dalam tim mengambil peran masing-masing dengan menempatkan dirinya pada sendal kayu yang tersedia secara berbaris. Dalam permainan ini, tim melakukan pergerakan maju dengan menggunakan kaki secara serenta dan seirama dipandu pemimpin barisan yang paling depan. Bila kelompok dapat melakukannya dengan baik dan cepat, maka merekalah pemenangnya.


b. Rolling Cycle

Peralatan : Karpet panjang ukuran 12m x 1/2m (ukuran disesuaikan), kedua ujung dilekatkan sehingga membentuk lingkaran.


Cara Bermain :

Setiap individu dalam tim mengambil tempatnya masing-masing dalam karpet dan menengadahkan tangannya keatas. Pemimpin tim yang terdepan memberi komando untuk melakukan pergerakan secara serentak dan seirama untuk maju. Apa pun caranya, kreativitas tim sangat diharapkan untuk melakukan pergerakan cepat tanpa melakukan kesalahan. Kaki pemain tetap diatas karpet, bila keluar maka pemain dianggap gagal.

c. Ember Bambu

Peralatan :

a.   Bambu besar 2 buah
b.   Bambu kecil 10 buah (sesuaikan dengan jumlah anggota dalam tim)
c.   Ember dan air


Cara Bermain :

Tancapkan kedua bambu besar dengan jarak 5-10m (bisa disesuaikan). Letakan ember berisi air diatas salah satu bambu besar. Setiap individu dalam tim memegang bambu kecil yang disediakan sebagai alat permainan. Pemimpin tim mengkomandokan kepada timnya untuk memindahkan ember yang berada pada salah satu bambu ke bambu besar lainnya dengan menggunakan bambu kecil yang telah dimiliki oleh setiap individu dalam kelompok. Ember tidak boleh jatuh dan hanya boleh memindahkan ember dengan menggunakan bambu kecil tersebut.

d. Catok Ular

Peralatan :

a.   Bambu kecil 6 buah
b.   Sedotan 2 bungkus
c.   Tali 

Cara Bermain :

Ikat 2 bambu kecil dengan tali secara menyilang dan lakukan pada 2 bambu kecil lainnya. Tancapkan bambu tersebut pada tanah sebagai penyangga. Letakkan 1 buah bambu kecil diatas bambu penyangga dan 1 bambu lagi untuk penggantinya bila permainan usai. Taburkan sedotan dibawa bambu sebagai ularnya. Permainannya, setiap tim bekerja sama dalam waktu singkat harus mampu melingkarkan sedotan pada bambu diatasnya sebanyak mungkin. Cara melingkarkannya dengan menyatukan/menyambungkan kedua ujung sedotan.

e. Bola Gayung

Perlatan : Bola 2 buah dan gayung 2 buah

Cara Bermain :
Jumlah individu  dalam tim harus sama, misalnya : Tim I : 7 orang dan Tim II : 7 orang. Jarak individu dalam tim harus 1 rentangan tangan. Letakan bola dalam gayung di depan pemain paling depan.

Saat komando mulai, maka pemain di depan mengambil bola dan mengestafet gayung ke pemain dibelakangnya. Pemain di depan yang memegang bola mengoper bola ke pemain belakang dengan melempar dan pemain belakang menangkap bola dengan gayung (bola tidak boleh jatuh). Saat bola sudah di tangan, maka pemain yang sudah mendapat gayung harus melakukan hal yang sama dengan pemain di depan sebelumnya.

Aturannya, saat mengestafet gayung dan melempar bola, dilarang untuk melihat ke belakang dan pandangan harus kedepan. Setelah bola dan gayung berada pada pemain paling akhir, maka pemain paling akhir harus berlari dengan jigjag melewati seluruh pemain di depannya dengan cepat ke barisan paling depan.

f. Rantai Nama

Permainan ini dimaksudkan bagi kelompok yang belum saling kenal nama masing-masing, agar lebih akrab, serta memberi pengalaman tampil di depan forum.

Langkah-langkah :

1.   Peserta besama pemandu berdiri di dalam lingkaran
2.   Pemandu menjelaskan aturan permainan sebagai berikut :
3.   Salah seorang menyebutkan namanya dengan suara keras agar terdengar oleh setiap peserta, kemudian peserta yang berdiri di sebelahnya (kiri atau kanan) menyebutkan nama peserta pertama tadi ditambah dengan namanya sendiri. Peserta ketiga menyebutkan nama peserta pertama dan kedua ditambah dengan namanya sendiri, begitu seterusnya sampai selesai.
4.   Proses ini diulangi lagi dengan arah berlawanan, dimulai dari peserta yang terakhir menyebutkan rantai nama tersebut.

Variasi :

Buat lingkaran, setiap peserta secara bergiliran menyebutkan nama panggilan, umur, tempat asal, pekerjaan, lalu peserta yang lain menirukan, begitu seterusnya sampai selesai satu putaran.

Putaran kedua, semua peserta mengulangi lagi secara bersama-sama data pribadi tersebut, dengan urutan seperti semula.

g. Pecah Balon

Bila peserta terlalu banyak menguras pikiran atau berdebat tanpa penyelesaian yang memuaskan pada kegiatan sebelumya, hal ini akan sangat mempengaruhi konsentrasi mereka untuk mengikuti kegiatan berikutnya. Tujuan : Memberikan kesegaran kepada peserta dengan melampiaskan emosinya.

Langkah-langkah :

1.   Bagikan kepada setiap peserta sebuah balon dan seutas tali raffia (kira-kira sepanjang 2 jengkal).
2.   Mintalah mereka meniup balon masing-masing.
3.   Mintalah mereka mengikatkan balon tersebut di kaki kirinya.
4.   Mintalah seluruh peserta berdiri di tengah ruang belajar.
5.   Jelaskan kepada peserta bahwa tujuan kegiatan ini adalah memecahkan balon orang lain sebanyak mungkin dengan cara menginjak balon-balon tersebut.
6.   Beri aba-aba untuk mulai.
7.   Bahas bersama peserta apa saja yang mereka rasakan, lihat dan dengar selama kegiatan tadi. Kenapa begitu ? Apa kesimpulan yang dapat ditarik?
8.   Sekarang topic yang direncanakan sudah bisa dimulai.

Bahan-bahan :
Balon dan tali raffia sebanyak jumlah peserta.


h. Menggambar Rumah

Latihan ini bisa digunakan untuk mendiskusikan kerjasama dan pengawasan di dalam kelompok. Kadang kita mengira bekerjasama dengan orang lain, padahal dalam kenyataan kita hanya mengawasi seluruh proses, tanpa kita sadari.

Langkah – langkah :

1.   Mintalah peserta untuk berpasangan
2.   Peganglah bolpoin / pensil bersama – sama sedemikian rupa sehingga keduanya bisa menulis dan menggambar.
3.   Di atas kertas yang dibagikan, keduanya menggambar secara bersama – sama dan menuliskan judulnya
4.   Selama menggambar dan menulis dilarang berbicara

Bahan diskusi

a.   Bagaiman perasaan dan reaksi anda selama menggambar tadi ?
b.   Factor apa yang membantu dan menghambat anda selama menggambar tadi ?

Kemudian, mintalah peserta membentuk kelompok 4 (dua pasangan bergabung) untuk mendiskusikan apakah ada hubungan antara pengalaman tadi dengan kenyataan sehari-hari dan masalah kerjasama. Waktunya cukup 15 menit saja, lalu setiap kelompok kecil mempresentasikannya di hadapan kelompok besar.

i. Bermain Tali

Dalam segala hal, selalu akan kita hadapi berbagai masalah, dan kita tidak akan dapat terhindar dari masalah itu. Melalui kegiatan ini kita akan dihadapkan dengan suatu masalah dan bagaimana kita dapat keluar dari masalah itu.

Bahan : Tali raffia

Langkah – langkah :

1.   Potong tali raffia dengan ukuran 1,5 m dan bagikan kepada setiap peserta
2.   Minta mereka berpasangan – pasangan, lalu masing – masing ujung tali yang satu diikatkan ke tangan sebelah kiri. Sebelum mengikat tali yang satu lagi ke tangan kanan, silangkan tali tersebut ke tali pasangannya, kemudian ikatlah ke tangan masing – masing, ingat, sebaiknya iaktan tidak terlalu kencang
3.   Setelah itu minta mereka untuk dapat melepaskan diri dari ikatan tadi tanpa melepaskan ikatan tali
4.   Jika ada pasangan yang berhasil melepaskan diri dari ikatan tersebut, mintalah mereka menunjukkan bagaimana cara mereka untuk melepaskan diri kepada teman – teman yang lain

Tanyakan kepada mereka apa hikmah dari permainan tersebut

j. Bercermin

Latihan yang menyenangkan ini digunakan untuk mendiskusikan perasaan dan sikap dalam menuntun dan mengikuti orang lain. Acara sore yang baik.

Langkah-langkah :

1.   Setiap peserta memilih pasangannya dan berdiri berhadapan dengan tangan ke atas dalam jarak kira-kira sejengkal. Mereka menirukan gerak pasangannya, layaknya sebuah cermin, demikian bergantian sesuai dengan keinginan mereka.
2.   Untuk putaran kedua, pasangan meneruskan bercermin, tapi kali ini kedua tangannya bersentuhan dengan lembut.
3.   Pada putaran ketiga, mintalah mereka merapatkan tangan dengan kuat, dan melanjutkan menuntun mengikuti bergantian.

Bahan diskusi :

1.   Apa bedanya antara ketiga pengalaman tadi ?
2.   Bagaimana perasaan anda pada setiap latihan menuntun dan mengikuti tadi ?
3.   Adakah persamaan yang anda temukan dalam hal menuntun dan mengikuti dengan kenyataan sehari-hari?

k. Menggambar Wajah

Tujuan :

a.   Membantu peserta untuk memandang langsung ke dalam mata pasangannya, saling mengenal cirri-ciri wajahnya, dengan harapan hal ini bisa membantu peserta untuk saling terbuka dan tidak lagi kikuk dengan yang lainnya.
b.   Melatih peserta satu cara sederhana tentang menggambar dan menghilangkan perasaan peserta bahwa mereka tidak mampu menggambar.

Langkah-langkah :

a.   Dengan sehelai kertas setiap pasangan saling berhadapan dan mulai menggambar wajah pasangannya. Bisa mulai dari mana saja tetapi tidak boleh melihat kertas sama sekali.
b.   Gerakkan tangan mengikuti arah gerak pandangannya yang menelusuri garis wajah pasangannya.
c.   Setelah selesai menggambar, masing-masing pasangan bergantian mewawancarai pasangannya, mengenai nama, tempat tinggal, pekerjaan, umur, keluarga dan sebagainya. Waktunya cukup 5 menit saja untuk setiap peserta.
d.   Kemudian setiap pasangan tampil di depan kelompok memperkenalkan pasangannya dengan cara menunjukkan gambar pasangannya sambil menyebutkan :”Nama saya…(nama pasangannya), tempat tinggal….dan seterusnya.

l. Baut Barisan

Tujuan : Agar seluruh peserta bisa berkenalan lebih jauh, fisik maupun sifat-sifat mereka, sekaligus melatih mereka bekerjasama dalam kelompok.

Langkah-langkah :

1.   Peserta di bagi dalam 2 kelompok yang sama banyak (bila jumlah peserta ganjil, seorang pemandu bisa masuk ke dalam salah 1 kelompok).
2.   Pemandu menjelaskan aturan permainan sebagai berikut :
a.   Kedua kelompok akan berlomba menyusun barisan. Barisan disusun berdasarkan aba-aba pemandu :tinggi badan, panjang rambut, usia dst.
b.   Pemandu akan menghitung sampai 10, kemudian kedua kelompok, selesai atau belum, harus jongkok.
c.   Setiap kelompok secara bergantian memeriksa apakah kelompok lawan telah melaksanakan tugasnya dengan benar.
d.   Kelompok yang menang adalah kelompok yang melaksanakan tugasnya dengan benar dan cepat ( bila kelompok dapat meyelesaikan tugasnya sebelum hitungan ke 10 mereka boleh langsung jongkok untuk menunjukkan bahwa mereka telah selesai melakukan tugas).

3.   Sebelum pertandingan di mulai bisa dicoba terlebih dahulu untuk memastikan apakah aturan mainnya sudah dipahami dengan benar.

m. Menggambar Bersama

Sebuah kelompok baru dapat berfungsi sebagaimana mestinya apabila terjadi komunikasi antar orang-orang yang terlibat di dalamnya.

Tujuan : Peserta menyadari arti pentingnya komunikasi dalam suatu kelompok.

Langkah-langkah :
1.   Peserta dibagi dalam kelompok kecil (5 orang) dan setiap anggota kelompok memiliki nomor urut sendiri-sendiri dari nomor 1 sampai 5.
2.   Tiap kelompok mendapat selembar kertas plano dan sebuah spidol untuk menggambar.
3.   Secara berurutan setiap menit, setiap orang dalam kelompok masing-masing diminta menggambar pada kertas plano yang ada, dengan syarat : tidak boleh bertanya atau bicara satu sama lain, setiap orang menggambar apa yang dimaui dan dipikirkan sendiri, kemudian dilanjutkan oleh yang lain pada kertas yang sama menurut apa yang dimaui dan dipikirkan sendiri pula, dan seterusnya sampai seluruh anggota kelompok memperoleh bagian waktunya masing-masing untuk menggambar.

Bahan Diskusi :

a.   Berapa kelompok yang mampu menghasilkan gambar yang utuh dan jelas?
b.   Apa kesan dan perasaan setiap orang terhadap hasil gambar kelompoknya?
c.   Bagaimana seharusnya proses yang ditempuh agar hasil kerja bersama itu memuaskan semua orang dalam kelompok yang bersangkutan ?

n. Mutiara Dalam Guci

Tujuan : Merangsang kreativitas dan keberanian peserta untuk berpendapat.

Langkah-langkah :

a.   Gambarlah sebuah guci dengan berisi berbagai benda di dalamnya, di papan tulis (atau di tempat yang bisa dilihat oleh sluruh peserta).
b.   Katakan kepada peserta bahwa itu adalah gambar sebuah guci yang berisi penuh dengan bermacam kerilik, pecahan beling, dan batu-batu yang tidak berguna. Di bagian dasar ada mutiara yang sangat mahal harganya.
c.   Tanyakan kepada peserta, bagaimana caranya mengeluarkan mutiara itu dalam waktu yang singkat dan gampang.
d.   Diskusikan apa hikmah yang bisa dipetik dari permainan ini.

o. Lingkaran Berbelit

Tujuan : Menyadarkan peserta tentang pentingnya rasa 1 tim untuk memudahkan proses belajar dan bekerja dalam kelompok.

Langkah-langkah :

1. Peserta berdiri dalam lingkaran, lalu menjulurkan kedua tangannya ke depan. Kemudian memegang tangan 2 peserta lainnya (missal : tangan kiri memegang tangan si A, tangan kanan memegang tangan si B) sampai membentuk suatu belitan besar.
2. Semua kerjasama untuk coba membentuk kembali lingkaran sempurna tanpa melepaskan tangan yang dipegang dan tanpa berbicara.

p. Bowling Botol

Peralatan : botol bekas, bola tending

Cara permainan :

1.   Bagi menjadi 2 team
2.   Susun botol sesuka anda sehingga sulit untuk dijatuhkan dalam 1 kali tendangan bola
3.   Tendang bola dari jarak tertentu

Pemenang adalah pengumpul point terbanyak.

q. Lomba Balap Plastic

Peralatan : plastic trashbag

Cara permainan :

1.   Bagi menjadi 2 team
2.   Plastic dibuat membentang menjadi panjang
3.   Kasih tiap team 2 plastic
4.   Buat lintasan race dan beberapa rintangan di lintasan tersebut.
5.   Anggota team tidak boleh keluar dari plastic. Anggap itu seperti perahu.
6.   Team yang duluan sampai garis finish terakhir itu yang menang

r. Mencari Harta Karun

Peralatan : tali raffia, slayer penutup mata, lidi

Cara bermain :

1.   Bagi team menjadi 2. Pilih 1 orang sebagai pencari harta. Sisanya sebagai pengarah.
2.   Tutup mata sang pencari harta.
3.   Lawan boleh mengecoh sang pecari harta.
4.   Tentukan harta yang dicari. Misalnya bendera. Letakkan bendera bersebrangan/ cukup jauh dari start.
5.   Buat lintasan dari tali raffia. Kemudian, letakkan lidi yang banyak sebagai penghalang. Gunakan tali juga sebagai penghalang. Jika sang pencari harta mengenai lidi/tali. Maka sang pencari harta mati dan harus mengulangi dari awal diganti oleh pemain lain.

Peserta yang menang adalah yang mampu menyelesaikan dan menemukan harta karun tersebut.

s. Variasi Komunikasi Kelompok

Peralatan : telinga dan mulut, bisa ditambahkan dengan variasi gambar.

Cara bermain :

1.   bagi team menjadi 2 atau lebih
2.   ambil satu pemimpin atau utusan dari setiap team
3.   team membuat barisan. satu dengan yang lain menghadap satu arah. pemberi pesan menepuk pundak, jika sudah menyampaikan pesan, segera berbalik kembali.
4.   utusan tersebut harus menyampaikan pesan yang diinginkan oleh pemberi pesan. pesan dapat divariasikan mulai dari :
a.   menyampaikan 1 kata/kalimat dari ujung pertama hingga ujung lainnya
b.   menyampaikan 1 gambar, sehingga semua harus menggambar dan menebak gambar apa di akhir ujung barisan
c.   memeragakan 1 kata/kalimat, sehingga semua harus bergerak untuk memeragakan kalimat.
d.   menyampaikan 1 suku kata secara terpisah dari setiap kelompok. nanti semua team harus menggabungkan kata yang didapat dari si pemberi pesan semua kelompok.

t. Build Up Your Own Product

Peralatan : telur, sedotan, semua hal bisa dimasukkan, tergantung mau bikin apa :)

Cara bermain :

1.   bagi team menjadi beberapa bagian
2.   serahkan bahan yang dipunya. bahan tidak harus beli, dapat menggunakan sampah daur ulang yang masih bisa digunakan.
3.   berikan sebuah misi. berikut ini alternatif misi yang dapat diberikan. seru banget loo..
a.   menjatuhkan telur dari ketinggian dan telur tidak boleh pecah bagaimanapun caranya
b.   membuat menara tertinggi dan terkokoh dari terpaan angin dan cuaca
c.   membuat pesawat yang bisa terbang setinggi dan sejauh mungkin dan mengenai sasaran
d.   peragaan busana dari bahan yang tersedia dengan tema tertentu, misal : pahlawan, atau green, dsb.

Pemenang adalah yang mampu menyelesaikan misi dengan baik

u. Trading :D

Peralatan : kertas, penggaris, gunting, dan pensil

Cara bermain :

1.   bagi peserta menjadi beberapa kelompok
2.   penyelenggara berfungsi sebagai regulatory (berhak menentukan item dan harga yang dapat berubah setiap saat, berhak menentukan nilai tukar mata uang, dapat menentukan suku bunga dan inflasi, serta dapat menentukan cuaca dan jangka waktu)
3.   peserta diberikan modal uang dalam jumlah tertentu. barang berupa raw material (kertas) dan alat produksi (gunting, penggaris, cetakan, dsb) harus dibeli dengan uang yang diberikan. setiap kelompok berhak membeli apapun sesuai dengan yagn diinginkan, harga ditentukan oleh regulatory, jadi tidak ada monopoli harga.
4.   barang yang dijual ialah potongan kertas berbentuk sesuai yang diinginkan, bisa segitiga, atau bentuk lain. semakin sulit dibuat, semakin tinggi harganya.

Biarkan dinamika kelompok bermain. batasi waktu hingga 3 jam saja. banyak hal menarik akan terjadi. buat skenario misalnya harga suku bunga tinggi, jadi menyimpan uang di bank lebih tinggi hasilnya, atau misalnya buat hujan, dengan menyemprotkan air ke kertas peserta sehingga harga jatuh. dan skenario lainnya.

v. Variasi Memindahkan atau Menangkap Barang Bersama

Perlengkapan : bisa bola, karet gelang, sedotan, gambar, bendera, dll

Cara bermain :

1.   bagi peserta menjadi beberapa kelompok
2.   atur peserta sehingga dengan keterbatasan alat yang digunakan harus memindahkan barang yang ada sehingga sampai garis finish/lokasi yang diinginkan. berikut ini contohnya:
a.   pindahkan karet gelang dari satu korek api/ sedotan yang digigit di mulut ke yang lainnya
b.   siapkan tali rapia banyak, kemudian pindahkan bola plastik besar dari satu titik ke titik lainnya
c.   memindahkan obor/lilin dari satu titik ke titik lainnya untuk menyalakan obor. tim lainnya harus menyiram dengan air hingga team tersebut gagal.
d.   menangkap bendera di ketinggian, sehingga tiap team berusaha membuat menara dari manusia atau menggunakan alat yang ada untuk mengambil

Referensi artikel :

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 02:41:00

KEMDIKBUD TEKANKAN EMPAT HAL DALAM PELAKSANAAN KEGIATAN AWAL TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Jakarta, Kemdikbud --- Awal tahun pelajaran baru tahun 2014/2015 jatuh pada hari Senin, 14 Juli 2014. Karena awal tahun pelajaran tersebut bertepatan dengan bulan Ramadan, maka Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) memberikan rambu-rambu untuk pelaksanaan kegiatan awal tahun pelajaran 2014/2015.


“Kementerian mengirimkan edaran atas nama Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah ke dinas pendidikan kabupaten/kota,” ujar Dirjen Pendidikan Dasar (Dikdas), Hamid Muhammad, saat jumpa pers di Gedung Ki Hajar Dewantara Kemdikbud, Jakarta, (08/07/2014).

Setidaknya ada empat rambu yang ditekankan kemdikbud melalui Ditjen Dikdas dan Ditjen Dikmen.

Pertama, kegiatan awal tahun pelajaran di SD, SMP, dan SMA/SMK, khususnya pada minggu pertama, dapat diisi dengan kegiatan seperti diskusi/ceramah Ramadan, proses pembelajaran yang berorientasi pada nasionalisme, budi pekerti, dan pendidikan karakter, Masa Orientasi Peserta Didik (khusus siswa kelas 1, 7, dan 10), serta pengecekan kesiapan guru dan buku untuk memastikan pelaksanaan Kurikulum 2013 dapat berjalan dengan baik.

Rambu kedua, Kemdikbud mengimbau agar kegiatan pengenalan program sekolah dilakukan dengan baik dan menghindari bentuk-bentuk tindakan kekerasan atau pelecehan yang merugikan, baik secara fisik maupun psikologis, di dalam maupun di luar sekolah. Karena itu dinas pendidikan kabupaten/kota harus bisa mengawasi dengan baik.

Ketiga, agar proses pembelajaran yang berbasis Kurikulum 2013 dapat berjalan dengan baik, kepala sekolah diimbau melakukan pengecekan kesiapan guru dan buku pelajaran. “Pihak sekolah mengecek semua persiapan Kurikulum 2013 yang ada di sekolah, termasuk juga untuk stakeholder dan komite sekolah,” kata Hamid.

Terakhir, untuk menciptakan lingkungan sekolah yang mampu mendukung pelaksanaan Kurikulum 2013, Kemdikbud mengimbau kepala sekolah dapat melakukan berbagai program kegiatan seperti program sosialiasi internal kepada tenaga kependidikan dan peserta didik, dan program sosialisasi eksternal kepada orang tua peserta didik dan komite sekolah. (Desliana Maulipaksi)

Sumber artikel : Kemdikbud RI

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 21:56:00

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar.

Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world).


KELEBIHAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING)

1.   Dengan PBL akan terjadi pembelajaran  bermakna. Peserta didik / maha peserta didik yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta didik / maha peserta didik berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan.

2.   Dalam situasi PBL, peserta  didik / maha peserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.

3.   PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik / maha peserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.

LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING)

1.   Konsep Dasar (Basic Concept)

Fasilitator  memberikan konsep dasar, petunjuk, referensi, atau link dan skill yang diperlukan dalam pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik lebih cepat masuk dalam atmosfer pembelajaran dan mendapatkan ‘peta’ yang akurat tentang arah dan tujuan pembelajaran.

2.   Pendefinisian Masalah (Defining the Problem)

Dalam langkah ini fasilitator menyampaikan skenario atau permasalahan dan peserta didik melakukan berbagai kegiatan brainstormingdan semua anggota kelompok mengungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap skenario secara bebas, sehingga dimungkinkan muncul berbagai macam alternatif pendapat.

3.   Pembelajaran Mandiri (Self Learning)

Peserta didik mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu yang sedang diinvestigasi. Sumber yang dimaksud dapat dalam bentuk artikel tertulis yang tersimpan di perpustakaan, halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan.

Tahap investigasi memiliki dua tujuan utama, yaitu:

a.   agar peserta didik mencari informasi dan mengembangkan pemahaman yang relevan dengan permasalahan yang telah didiskusikan di kelas, dan
b.   informasi dikumpulkan dengan satu tujuan yaitu dipresentasikan di kelas dan informasi tersebut haruslah relevan dan dapat dipahami.

4.   Pertukaran Pengetahuan (Exchange knowledge)

Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi dalam langkah pembelajaran mandiri, selanjutnya pada pertemuan berikutnya peserta didik berdiskusi dalam kelompoknya untuk mengklarifikasi capaiannya dan merumuskan solusi dari permasalahan kelompok. Pertukaran pengetahuan ini dapat dilakukan dengan cara peserrta didik berkumpul sesuai kelompok dan fasilitatornya.

5.   Penilaian (Assessment)

Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan.
 
Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian.

Sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, peserta didik terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu. Kemudian peserta didik diminta mencatat masalah-masalah yang muncul.

Setelah itu tugas guru adalah merangsang peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan peserta didik untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan pendapat yang berbeda dari mereka.

Memanfaatkan lingkungan peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar. Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan peserta didik, antara lain di sekolah, keluarga dan masyarakat.

Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar diluar kelas. Peserta didik diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan peserta didik dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran.

SISTEM PENILAIAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING)

Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan.

Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian. Sedangkan penilaian terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan partisipasi dalam diskusi, kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran dalam pembelajaran. Bobot penilaian untuk ketiga aspek tersebut ditentukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.

Penilaian pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment. Penilaian dapat dilakukan dengan portfolio yang merupakan kumpulan yang sistematis pekerjaan-pekerjaan peserta didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan belajar dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian dalam pendekatan PBL dilakukan dengan cara evaluasi diri (self-assessment) dan peer-assessment.

Self-assessment. Penilaian yang dilakukan oleh pebelajar itu sendiri terhadap usaha-usahanya dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin dicapai (standard) oleh pebelajar itu sendiri dalam belajar.

Peer-assessment. Penilaian di mana pebelajar berdiskusi untuk memberikan penilaian terhadap upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah dilakukannya sendiri maupun oleh teman dalam kelompoknya.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 18:09:00

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARASI DENGAN MENGGUNAKAN METODE KONSTRUKTIVISME

Suatu bangsa dikatakan telah memiliki kebudayaan yang maju jika masyarakatnya telah membiasakan diri dalam kegiatan literasi (baca-tulis). Sejalan dengan pernyataan tersebut, Alwasilah (2003) mengungkapkan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menulis. Menulis dapat dipersepsi sebagai bagian literasi yang dapat dijadikan media pengembangan diri. Namun, kondisi objektif yang terjadi pada masyarakat Indonesia hingga saat ini adalah masih membudayanya aliterasi yaitu masyarakat yang dapat membaca dan menulis, tetapi tidak suka membaca dan menulis. Oleh karena itu, keterampilan menulis tampaknya masih sangat sedikit mendapat perhatian. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kegiatan menulis merupakan kegiatan yang paling sedikit dilakukan jika dibandingkan dengan kegiatan menyimak, berbicara, dan mambaca. Sebagaimana hasil penelitian Rankin (dalam Cahyani, 2002:84) terhadap keterampilan berbahasa, memperlihatkan perbandingan yang cukup signifikan yaitu keterampilan menyimak 45%, berbicara 30%, membaca 16%, dan menulis 9%.

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap siswa kelas VII SMPN X, siswa pada umumnya kurang menguasai bahkan tidak tahu sama sekali tentang karangan narasi. Siswa masih bingung membedakan berbagai jenis karangan. Untuk memulai menulis pun siswa masih kesulitan. Banyak alasan yang muncul mulai dari sulit menemukan ide sampai bingung harus memulai tulisan dari mana.

Memang disadari bahwa keterampilan menulis sangat diperlukan dalam kehidupan modern, tetapi pada kenyataannya masih banyak siswa yang belum menguasai keterampilan menulis. Hal ini dikemukakan pula oleh Iis Handayani (2007:2) dalam skripsinya yang berjudul Pembelajaran Menulis Karangan Narasi Sugestif dengan Strategi Field-Trip (karyawisata) Berdasarkan Pengalaman Pribadi Siswa Kelas VII SMP Negeri Z menunjukkan berdasarkan pengamatan di SMPN tersebut, masih banyak siswa yang belum menguasai keempat keterampilan berbahasa terutama keterampilam menulis. Siswa merasakan kesulitan menuangkan ide-ide karena keterbatasan penguasaan kosakata, siswa juga merasakan situasi pembelajaran menulis yang membosankan. Pembelajaran menulis yang sering diterapkan pada siswa sekadar teori saja dan selalu terfokus di dalam kelas. Hal ini mengakibatkan siswa tidak mau berlatih dan malas menulis.

Berdasarkan hasil angket awal observasi yang dilakukan oleh Iis Handayani kepada siswa kelas VII SMP, pada umumnya mereka lebih menyukai jenis karangan narasi, tetapi setelah diberikan tes awal mengenai pengertian karangan serta unsur-unsur karangan narasi diperoleh data yaitu hanya 13% siswa yang mengetahui pengertian karangan, jenis-jenis karangan serta unsur-unsur karangan narasi selebihnya yaitu 87% mereka masih belum mengetahui pengertian karangan, jenis-jenis karangan, serta unsur-unsur karangan narasi. Keterampilan menulis memang tidak mudah, untuk itu minat menulis pada siswa hams selalu ditanamkan. Kondisi ini secara jujur diakui oleh para guru dan sekaligus merupakan tantangan baginya.

Novel Linda H.P. (2007:2) dalam skripsinya yang berjudul Pembelajaran Menulis Karangan Narasi dengan Menggunakan Media Flash Card (Penelitian pada Siswa Kelas XI SMK Y) menunjukkan bahwa banyak siswa yang menganggap keterampilan menulis itu sulit. Masalah yang sekarang dilontarkan dalam pembelajaran mengarang adalah siswa menggunakan diksi yang tepat dan judul yang sejalan dengan tema dan jalan cerita, terutama untuk menulis karangan narasi. Adapun hambatan yang berhubungan dengan kurangnya minat siswa dalam hal tulis-menulis, yaitu sebagai berikut.

1) Mereka kesulitan mengungkapkan pendapatnya ke dalam sebuah bentuk tulisan.
2) Pada umumnya mereka sangat miskin dengan bahan yang akan mereka tulis.
3) Kurang memadainya kemampuan kebahasaan yang mereka miliki.
4) Kurang pengetahuan tentang kaidah-kaidah menulis.
5) Kurang kesadaran akan pentingnya latihan menulis.

Dalam kenyataannya, siswa selalu disibukkan dengan struktur kalimat yang baik dan benar. Hal ini menyebabkan siswa mengalami hambatan dalam menulis. Tulisan siswa menjadi kaku dan kurang santai untuk sebuah tulisan. Jarangnya melakukan latihanpun dapat mengakibatkan siswa kurang terampil dalam menulis. Padahal, menulis merupakan suatu proses yang tidak langsung menghasilkan sebuah produk yang bagus.

Selain itu juga, menurut Leni Mariana Kartiwi (2008:3) dalam skripsinya yang berjudul Penggunaan Teknik Wawancara dalam Pembelajaran Menulis Karangan Narasi pada Siswa Kelas XII SMPN W menjelaskan di dalam KTSP 2006 tujuan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis. Ini berarti bahwa keterampilam bahasa Indonesia harus menghasilkan siswa-siswa yang terampil menggunakan bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi. Terampil berbahasa berarti terampil menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Untuk mewujudkan hal itu, keempat aspek keterampilan berbahasa perlu diajarkan secara terpadu.

Dalam dunia pengajaran bahasa ada suatu ungkapan yang patut diperhatikan oleh seorang guru bahasa. Ungkapan itu berbunyi: "Teach not about the language." Semboyan ini cocok dan relevan dengan pengajaran keterampilan berbahasa. Mengajarkan bahasa atau berbahasa sangat berbeda dengan mengajarkan tentang bahasa. Mengajarkan berbahasa cocok untuk tujuan keterampilan berbahasa sedang mengajarkan tentang bahasa sesuai dengan tujuan pengajaran yang bersifat pengetahuan.

Menurut Beeby yang dituliskan oleh Tarigan (1986:98), salah satu kelemahan pengajar dalam kelas di Indonesia terletak pada komponen metode. Guru-guru cenderung mengajar secara rutin. Kurang variasi dalam penyampaian materi.

Cara guru mengajar mempengaruhi cara siswa belajar. Bila guru mengajar hanya dengan metode ceramah maka siswa pun belajar dengan cara mengahafal. Bila guru mengajar dengan memberikan banyak latihan maka siswa belajar melalui pengalaman. "Inti dari seluruh proses pendidikan dan hasil akhir dari seluruh rencana pendidikan letaknya dekat dengan hal ini jika bukan pada metode mengajar sendiri maka pada cara belajar yang lahir mengikutinya". (Beeby, 1979:85). Guru keterampilan berbahasa hendaknya jangan sampai tenggelam dalam penyakit lama, yakni, mengajar secara rutin, monoton, tanpa variasi.

Guru keterampilan yang mengetahui aneka ragam teknik pengajaran keterampilan berbahasa dan dapat mempraktikkannya sangat membantu yang bersangkutan dalam mengajarkan keterampilan berbahasa. Pendek kata, pemilihan dan penggunaan teknik pengajaran yang tepat, termasuk pengajaran keterampilan berbahasa, memberikan keuntungan bagi pelaksanaan proses belajar mengajar. Suasana yang menarik, merangsang, menimbulkan gairah belajar yang tinggi. Gairah belajar yang tinggi dapat menimbulkan prestasi belajar yang tinggi pula.

Pembelajaran dengan menggunakan teknik yang menarik memang lebih efektif. Seperti pada penelitian yang telah dilakukan oleh Dini Guswati pada tahun 2006 dengan judul Pembelajaran Menulis Karangan Narasi dengan menggunakan teknik Reka Cerita Gambar. Pada penelitiannya dihasilkan sebuah simpulan bahwa pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan teknik reka cerita gambar cukup efektif meningkatkan kemampuan siswa menulis karangan narasi.

Bertolak dari permasalahan di atas peneliti bermaksud mengadakan penelitian dengan judul Peningkatan Keterampilan Menulis Karangan Narasi dengan Menggunakan Metode Konstruktivisme (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas VII SMPN X).

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:43:00

SKRIPSI PTK THE USE OF TEXT BASED TASK TO IMPROVE STUDENTS LISTENING ABILITY

(KODE PTK-0054) : SKRIPSI PTK THE USE OF TEXT BASED TASK TO IMPROVE STUDENTS LISTENING ABILITY (MATA PELAJARAN : BAHASA INGGRIS) – (SMP KELAS VIII)




CHAPTER I
INTRODUCTION

A. Background of the Study
In the process of teaching and learning English, students' ability in mastering the four language skills becomes an important goal. These will involve receptive skills; listening skill (understanding the spoken language), reading skill (understanding written language) and productive skills; speaking skill (producing spoken language) and writing skill (producing written language). Unfortunately, most of Indonesia education institutions in which English is one of first foreign languages have concerned with the teaching of written language. In fact, mastering spoken language is very important in communication. In order to master the spoken language, we must be able to speak and we must be able to listen to spoken language.
In language classroom, listening tends to be neglected; many language educators assume that listening is automatically acquired while the learners learn to speak a language. Rost states that unlike speaking, however, through which we can record a child's first words and even measure the fluency of a person's contribution to a conversation, listening is less directly observed and less noticeable in both its development and its everyday use (1994:1). However, students need to learn how to listen to improve their listening ability.
Listening is very important in language learning, students understand the content of spoken language by listening. The relationship between listening and language learning is that language learning depends on listening. Listening provides the aural input that serves as the basis for language acquisition and enables learners to interact in spoken language. Rost (1994: 148) states that teaching listening is an important part of second language teaching. Most teaching methodologies emphasize the role of listening in language learning.
Listening is not a simple process. In order to understand the content of spoken language, students require some of listening skills. Nunan describes listening as follows:
In relation to listening, learners need skills in segmenting the stream of speech into meaningful words and phrases: the ability to recognise words, phrases and words classes: ways of relating incoming message to one's own background knowledge, and identifying the rhetorical and functional intent of an utterance or parts of an aural text: skills in interpreting rhythm, stress and intonation to identify information focus and emotional/attitudinal tone: the ability to extract the gist/or essential information from longer aural texts without necessarily understanding every word (1998:6).
In line with Rost (1994:136-137) states that understanding how listening ability develops requires a comprehensive view of what it means to improve. Listening involves psychological skills, such as recognizing between sounds, parsing speech into constituent parts and processing the discourse in term of cohesion, logic and relevant underlying schemas. Rost (1994:148) also says that listening can be taught as component skills. Specific learning activities can be designed which target specific skills. Furthermore, students' listening ability can be improved by developing their listening skill.
Teaching listening of foreign language is the most difficult one. Foreign language students do not have native speakers' competence in using their background knowledge and for recognizing words or grammatical characteristic of spoken language easily. Listening is also more difficult than reading, a reader can cast an eye back over misunderstood phrase, but the listener gets no second time. English is a compulsory subject in Indonesia, which must be taught starting from Junior High School level until University level involving the teaching of listening. The problems which are faced by students in learning listening may be caused by many factors, such as teacher, students, teaching technique and teaching material.
This research focuses on the listening problems as experienced by the eighth grade students of SMPN X. Based on Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) in teaching listening at the eighth grade students of SMP, the students are expected to be able to: 1) understand the meaning of a simple transactional and interpersonal dialogue, 2) understand the meaning of a functional and short simple monologue spoken text in the form of descriptive, narrative, recount, procedure, and report text related to surrounding environment.
In the real condition, the students have lack of listening ability in understanding the content of spoken text. This problem is indicated as follows: 1) the students are difficult to recognize the words and grammatical characteristic of spoken text, 2) the students are difficult to catch the clues information of spoken text, 3) the students are difficult to infer the speaker's intention or meaning, 4) the students are difficult to do the listening task and 5) Most of the students are still confused with the purpose of their listening activity. In addition, the classroom situation is not live during the teaching and learning process, it is shown as follows: 1) Most of the students do not active in answering the teacher's questions, 2) most of the students do not try to ask the teacher about their difficulties in listening, 3) Some of the students just listen to the teacher without doing the listening task, 4) Some of the students are busy in talking to their friends and 5) the students seem to be bored in doing the listening activity.
Those problems are caused by: the lack of the students' vocabularies and grammar, the low of the students' listening strategy; they try to understand the content of spoken language word by word, rather than try to link what they hear with their previous knowledge or try to find clue information, and the difficulties of the listening tasks. Besides, the teaching technique and teaching material are the main factors causing the lack of the students' listening ability. The technique which is used by the teacher is reading the text twice or three times and followed by several questions, rather than gives specific task to the students before listening. It makes the students confused with their listening purpose. The teacher hardly ever uses recorded material in listening that makes the students bored and very difficult to listen to the English of native speakers.
To overcome these problems, the English teacher and I would like to conduct an action research study by using text-based task (TBT). In TBT, students process the text based on the listening task given. Willis gives the term 'text-based task' to design communicative tasks based on reading and listening text or video extracts (1998:67).Text-based tasks also bring efficient listening strategies, strategies to comprehend the content from detail linguistic components and from students' background knowledge. This is argued by Willis (1998:75) who states:
All text based-tasks aim to encourage natural and efficient reading/listening/viewing strategies, focusing initially on retrieval of sufficient relevant meaning for the purpose of the task. This will entail both holistic processing, i.e. gaining an overall impression, and picking up detailed linguistics clues: a combination of what are commonly called 'top-down' and 'bottom-up' processes.
Task is used as a means of delivering teaching materials to students and to create enjoyable classroom environment by engaging students in the learning process through the use of task. According to Willis (1998:40), states that language learners need variety and security. A wide range of topics, texts and task types gives learners variety. A framework with three distinction phases; pre-task, task cycle and language focus also gives them a sense of security. Language focus phase after the task cycle makes students to begin to worry less about new language they meet during the task cycle because they know they will have a chance to explore it later. Willis (1998:83) also explains that the aims of text-based tasks are to provide a wide repertoire of task types and designs based on written and spoken texts and require learners to apply their real-world knowledge and experience to assign meaning to what they see, hear or read.
The research uses recorded text by fluent or native speakers to give variety in teaching listening and to introduce the natural characteristics of spoken text to students. Cross (1995:250) argues that through recording, the class can be offered the chance to hear naturally spoken English, with elisions, linked consonants, weakened vowels and all the hesitations, false starts and imperfections of unplanned speech. In line with Rost (1996:160) states that many language educators, (e.g. Besse, et al) point out that there is a great advantage in using pre-recorded texts of native speaker conversations and native speakers oriented programmes in the classroom because of the genuiness they provide.
Moreover Morton (1999:177) states that the use of authentic texts enable students to study 'real' English instead of the English contrived by teachers. Authentic texts are thought to motivate students because they are derived from the ultimate goal of students' studies-English as used by native speakers. Therefore, recorded text can motivate students and they get a challenge to attempt to understand language as it as actually used by native speakers.
Based on the descriptions above, I am inspired to conduct an action research study at the 8th grade students of SMPN X. Through action research, the teacher and I can observe the students' problems, monitor the students' listening ability improvement by the action research's cycle, and make some reflections to be implemented for further practice. Wallace states that action research involves the collection and analysis of data related to some aspect of our professional practice. This is done so we can reflect on what we have discovered and apply it to our professional action (1999: 16-17). This study aimed at the improvement of the students' listening ability and at the improvement of the classroom listening situation using Text-Based Task.

B. The Problem Statements
The problems of this research can be formulated as follows:
1. Does and to what extent the use of Text-Based Task improve the students' listening ability at the 8th grade students of SMPN X?
2. How is the classroom situation when Text-Based Task is implemented in the listening class?

C. The Objectives of the Study
This study has some objectives which include:
1. To identify the improvement of the students' listening ability during and after implementing Text-Based Task at the 8th grade students of SMPN X.
2. To identify the classroom situation when Text-Based Task is implemented in the listening class.

D. The Benefits of the Study
This research is expected to be able to give some benefits for the students, the teacher, the school and me myself.
Through Text-Based Task, students become more purposeful in their listening activity, they know what they have to do because of the task appearance before listening. The function of integrated bottom-up and top-down strategies in TBT to process the text helps students to link what they heard and what they have known in listening text. The use of text recorded by the native speakers introduces the natural characteristic of English speech and to motivate students in listening as it as actually used by native speakers.
By this research, it is expected that the teacher can choose appropriate listening technique in improving students' listening ability. Moreover, the school where the research is conducted get the beneficial contribution of the use of Text-Based Task to overcome the students' problems in learning listening. The result of the study will also give a great experience to me myself to increase my knowledge about TBT and about listening. For English Department of X University and other researchers, the result of the study provides information to lead further study about listening and about action research.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:42:00

SKRIPSI PTK IMPROVING STUDENTS READING COMPREHENSION ON NARRATIVE TEXT USING NARRATIVE VIDEO

(KODE PTK-0053) : SKRIPSI PTK IMPROVING STUDENTS READING COMPREHENSION ON NARRATIVE TEXT USING NARRATIVE VIDEO (MATA PELAJARAN : BAHASA INGGRIS) – (SMA KELAS X)




CHAPTER I
INTRODUCTION


A. Background of the Study
As an International language, English is very important in our daily life. Most electronic tools use English in their instructions, such as computer, rice cooker, washing machine, et cetera. It is very dangerous if those tools are used without its instruction being read. If someone wants to communicate with people from other countries, he should master English well. It is because English is the language used in international communication. So, it is very important for people to learn English.
Nowadays, English is one of the subjects that is taught since in the elementary school until university and examined in the national examination to determine the students' graduation. The provision that English is examined in the final examination is stated in Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Tahun XXXX pasal 7 ayat 1, 2, dan 3 as follow:
(1) Mata pelajaran UN SMA/MA Program IP A, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi.
(2) Mata pelajaran UN SMA/MA Program IPS, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Ekonomi, Sosiologi, dan Geografi
(3) Mata pelajaran UN SMA/MA Program Bahasa, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Bahasa Asing lain yang diambil, Sejarah Budaya/Antropologi, dan Sastra Indonesia.
There are four main skills in English: those are reading, listening, speaking, and writing. Reading and listening are called receptive skill, in which people need the ability to receive written or spoken language when they do it.
While speaking and writing are called productive skill because when people do it, they need the ability to produce written or spoken language (Harmer, 1998: 44).
Reading, which belongs to receptive skill, can be defined as a process whereby one looks at and understands what has been written (Williams, 1999: 2). It means that, when someone reads, he looks at something written and tries to get the meaning to understand it. Reading can also be described as a mental or cognitive process which involves a reader in trying to follow and respond to a message from a writer, who is in distant space and time (Davies, 1995: 1). It means that reading activity connects the reader and the writer although they are in different time and place; for example reading an ancient book, reading personal letter, et cetera.
The reason for teaching reading to the students is because it belongs to the basic language skills in English, just as important as speaking, listening, and writing. Besides, reading is closely related with other subjects. Most of the materials given by the teacher (in English or other subjects) are presented in written form, for example in handbook, handout, et cetera. It means that to understand the materials, the students must have the ability to look at and get the meaning of written text, that is called reading skill. Because of that, reading is very important to be taught to the students.
According to the researcher's observation, the students' reading skill of SMAN X was still low. They still had difficulties in understanding the text. The texts which were taught in the first grade of Senior High School were descriptive, news item, and narrative. Based on the observation in the classroom and the interview with the teacher and the students, the researcher found that they had difficulties in narrative text. They had difficulties in understanding the characteristics of the text including the social function, generic structure, and language feature. The generic structure includes finding detail information and determining the parts of the text. While, the language feature includes vocabulary, finding references, and understanding the tenses.
The students' difficulties in reading were caused by some factors that might come from the students and the teacher. Most of the students admitted that they often felt bored when they had to read a text, especially a long and uninteresting topic text. In the class, some students were sometimes seemed to lean over their head on the table and talk each other. They just paid attention to the teacher when they did exercises but if the time given to do it was too long, they began to be noisy again. When they read a long text, they were not so interested because they often did not understand the meaning of the words used in the text. It was difficult for them to understand the content of the text. However, they were reluctant to bring the dictionary. They just waited until the teacher explained it for them or asked them about the difficult words. Besides, there were some problems that came from the teacher. Actually, the teacher's way in explaining the materials was clear enough but she was too rivet on the textbook. She usually taught using conventional way by staying in class and doing the exercises on the handbook. She used various techniques and media in teaching rarely. So, the students felt that English lesson was boring. All of those factors made the students to have low motivation in learning English, especially reading.
To improve the students' motivation in learning, the teacher must use interesting teaching strategy. Sudiardjo and Siregar, in their article entitled "Media Pembelajaran Sebagai Pilihan dalam Strategi Pembelajaran" define learning strategy as:
"...suatu kondisi yang diciptakan oleh instruktur dengan sengaja (seperti metode, sarana, prasarana, materi, media dan sebagainya), agar siswa difasilitasi (dipermudah) dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan" (Prawiradilaga and Siregar 2004: 4). If the teacher can make the condition that stimulates the students to learn, it will make easier for them to receive the material, so the goal of the teaching will be achieved. As stated in the teaching strategy's definition above, media is one of the ways to facilitate the students to learn. Related to the use of media in teaching, Arsyad states that "Media pembelajaran secara umum adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar " (2005: 4). Teaching media is a concrete thing that can be used by the teacher to convey the material, for example picture, cassette, video, tape recorder, television, computer, internet, et cetera. Media can be used as AVA (Audio Visual Aids) to give concrete experiences to the students, so the teacher's explanation will not be abstract. It can also be used as communication tools to connect the students with the material, so they can receive the material easier (Prawiradilaga and Siregar, 2004: 6).
Related to video, Sadiman states that the message presented in the video can be a fact or fictitious, can be informative, educative, or instructive (1993: 76). Video can catch the students' attention easily. It is informative, it means that much information from many experts in this world can be recorded in video tape, so it can be received by the students everywhere they are. Video is also educative and instructive; it means that the message of the video can give concrete experiences to the students, so they can apply it in their daily life. By video, the teacher can prepare the difficult demonstrations before, so she/he is able to concern on his presentation. The teacher can also present the dangerous object that cannot be brought into the class (Sadiman, dkk, 1993: 76-77).
Based on the benefits of video in learning, it is expected that through video, the students can be interested and motivated in learning English, especially reading. In this case, the researcher intends to use narrative video because this research is focused on reading narrative text. The writer hopes that by using narrative video, it will give the visualization to the students about the contents of the narrative text, so they can understand it easier.
Based on the problems and the proposed solution above, the writer is interested in conducting an action research entitled "Improving Students' Reading Comprehension on Narrative Text Using Narrative Video (An Action Research at Tenth-Year of SMAN X in Academic Year XXXX/XXXX)".

B. Problem Formulation
Considering the background of the study above, the writer can formulate the problems as follows:
1. Can the use of narrative video improve the students' comprehension on narrative texts of tenth year students of SMAN X?
2. What happens when narrative video is applied in teaching narrative for reading?

C. Objective of the Study
Based on the problem formulations above, the objectives of this research are:
1. To know whether the use of narrative video can improve the students' narrative text mastery of the tenth year of SMAN X.
2. To describe what happen when narrative video is applied in teaching narrative reading.

D. Benefit of the Study
If this research gives positive result, it is expected that the result is able to give some benefits for students, teachers, and other researchers.
1. For the students, it is expected that this technique will help them improve their reading skill. The students will be able to:
- Understand the vocabularies used in the text by looking at its context
- Understand the main idea of the text by skimming
- Understand the detail information of the text by scanning
- Understand the goal, the parts, and the language features of narrative text
2. For the teachers, it is expected that the result of this research will give them a reference in their teaching so they can apply video in improving the students' reading skill.
3. For other researcher, it is expected that the result of this research will help them in finding references or resources for further research.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:41:00