Cari Kategori

TESIS PTK UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN KETERAMPILAN MENULIS NARASI PADA SISWA KELAS IV SDN X

(KODE PTK-0041X) : TESIS PTK UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN KETERAMPILAN MENULIS NARASI PADA SISWA KELAS IV SDN X (MATA PELAJARAN : BAHASA INDONESIA)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Pendidikan memegang peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa. Hal ini disebabkan pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Departemen Pendidikan Nasional sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan dan telah melakukan pembaharuan sistem pendidikan. Usaha tersebut antara lain adalah penyempurnaan kurikulum, perbaikan sarana dan prasarana, serta peningkatan kualitas tenaga pengajar.
Dalam pengajaran atau proses belajar mengajar guru memegang peran sebagai sutradara sekaligus aktor. Guru sebagai tenaga profesional harus memiliki sejumlah kemampuan mengaplikasikan berbagai teori belajar dalam bidang pengajaran, kemampuan memilih dan menerapkan metode pengajaran yang efektif dan efisien, kemampuan melibatkan siswa berpartisipasi aktif, dan kemampuan membuat suasana belajar yang menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
Oleh karena itu, bahasa yang memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP) mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis, (2) menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara, (3) memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan, (4) menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial, (5) menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, (6) menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia(Permendiknas No 22 Tahun 2006).
Untuk meningkatkan mutu penggunaan bahasa Indonesia, pengajarannya dilakukan sejak dini, yakni mulai dari sekolah dasar yang nantinya digunakan sebagai landasan untuk jenjang yang lebih lanjut. Pembelajaran bahasa Indonesia ini diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Penguasaan bahasa Indonesia yang baik dapat diketahui dari standar kompetensi yang meliputi, membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan (menyimak).
Menulis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam seluruh proses belajar yang dialami siswa selama menuntut ilmu di sekolah. Menulis memerlukan keterampilan karena diperlukan latihan-latihan yang berkelanjutan, terus menerus dan sungguh-sungguh (St.Y.Slamet, 2009:98). Pembelajaran keterampilan menulis pada jenjang Sekolah Dasar merupakan landasan untuk jenjang yang lebih tinggi nantinya. Siswa Sekolah Dasar diharapkan dapat menyerap aspek-aspek dasar dari keterampilan menulis guna menjadi bekal ke jenjang lebih tinggi. Pembelajaran ketrampilan menulis di Sekolah Dasar berfungsi sebagai landasan untuk latihan keterampilan menulis ke jenjang pembelajaran sekolah sesudahnya nanti. Dengan banyaknya latihan pembelajaran menulis, diharapkan dapat membangun keterampilan menulis siswa lebih meningkat lagi. Dengan keterampilan menulis yang dimiliki, siswa dapat mengembangkan kreativitas dan dapat mempergunakan bahasa sebagai sarana menyalurkan kreativitasnya dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu pembelajaran keterampilan menulis yang perlu dipelajari siswa adalah ketrampilan menulis narasi. Dalam pembelajaran menulis, diharapkan siswa tidak hanya dapat mengembangkan kemampuan membuat karangan namun juga diperlukan kecermatan untuk membuat argumen, memiliki kemampuan untuk menuangkan ide atau gagasan dengan cara membuat karangan yang menarik untuk dibaca. Di antaranya mereka harus dapat menyusun dan menghubungkan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain sehingga menjadi karangan yang utuh.
Beberapa keprihatinan akan ketidakmampuan siswa akan keterampilan menulis tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri X. Nilai yang diperoleh siswa pada kompetensi dasar menulis sebagian besar masih jauh dari nilai kriteria ketuntasan minimal(KKM) yang ditargetkan yaitu 65. Dari tes pratindakan yang dilakukan guru mengenai keterampilan menulis narasi baru 27 % siswa yang memenuhi KKM, sedangkan 73% siswa belum memenuhi KKM. Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara (Hasil wawancara prapenelitian dengan guru kelas IV Sekolah Dasar Negeri X, 10 Februari 2009) yang telah dilakukan, masih banyak siswa yang masih belum bisa menulis narasi dengan baik. Ada yang masih bingung bagaimana memulai untuk menulis, tata bahasa yang campur, tidak sistematis, dan tidak ada kesesuaian antara ide pokok dan kalimat utama atau pendukungnya.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab dari kesulitan siswa dalam menulis adalah dari siswa sendiri di mana mereka jarang menulis, kurangnya motivasi pada siswa, dan guru kurang memfasilitasi siswa dengan model pembelajarannya. Bagaimanapun, guru sangat berperan penting dalam proses belajar mengajar, memberi motivasi dan membangkitkan motivasi siswa dalam pencapaian keterampilan menulis.
Dengan mempertimbangkan masalah di atas maka penelitian ini menggunakan media gambar berseri untuk meningkatkan keterampilan menulis narasi pada siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri X Kecamatan X Kabupaten X. Hal ini sesuai dengan pendapat Arif Sadiman (1996:31) yang menyatakan bahwa media gambar sifatnya konkrit dan lebih realistis dalam memunculkan pokok masalah jika dibandingkan dengan bahasa verbal, dapat mengatasi batasan ruang dan waktu, dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita, memperjelas masalah bidang apa saja, harganya murah dan mudah didapat serta digunakan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang akan dirumuskan dalam perumusan masalah penelitian ini adalah :
1. Apakah penggunaan media gambar berseri dapat meningkatkan motivasi untuk menulis narasi siswa Kelas IV SDN X?
2. Apakah penggunaan media gambar berseri dapat meningkatkan keterampilan menulis narasi siswa Kelas IV SDN X?

C. Tujuan Penelitian
Dengan memperhatikan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan:
1. motivasi menulis narasi dengan media gambar berseri siswa Kelas IV SDN X.
2. keterampilan menulis narasi dengan media gambar berseri siswa Kelas IV SDN X .

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Secara Teoretis
Dapat dijadikan acuan bagi guru dalam meningkatkan keterampilan menulis siswa yang berkaitan dengan penulisan narasi.
2. Secara Praktis
a. Penulisan ini diharapkan dapat dijadikan model pembelajaran guna meningkatkan keterampilan berbahasa, khususnya yang berkaitan dengan penulisan narasi.
b. Penulisan ini juga diharapkan dapat dijadikan acuan oleh pengajar keterampilan berbahasa dalam menentukan model pemecahan masalah yang berkaitan dengan pengajaran di kelas, khususnya penulisan narasi.
c. Diharapkan dapat menggugah siswa dalam menulis narasi.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 16:59:00

SKRIPSI PTK UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR PKn MELALUI METODE PEMBELAJARAN THINK-PAIR-SHARE (TPS) BAGI SISWA KELAS VII C SMPN X

(KODE PTK-0040) : SKRIPSI PTK UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR PKn MELALUI METODE PEMBELAJARAN THINK-PAIR-SHARE (TPS) BAGI SISWA KELAS VII C SMPN X (MATA PELAJARAN : PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat mengakibatkan perubahan di segala bidang kehidupan. Kemajuan ini tentu memberi dampak pada lembaga pendidikan salah satunya, dimana lembaga pendidikan dituntut untuk dapat menyelenggarakan proses pendidikan secara optimal dan aktif sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan itu sendiri. Peningkatan kualitas dan mutu pendidikan yang baik diharapkan mampu melahirkan lulusan-lulusan yang mempunyai daya saing tinggi untuk menghadapi ketatnya tantangan dan persaingan di dunia kerja. Oleh sebab itu, perbaikan-perbaikan yang membangun di bidang pendidikan harus terus dilaksanakan guna mencapai kualitas dan mutu pendidikan yang sesuai dengan harapan.
Upaya melakukan perbaikan di bidang pendidikan menjadi tanggung jawab semua pihak, salah satunya yaitu guru. Sebagaimana dijelaskan oleh Oemar Hamalik (1991: 44) yang mengatakan bahwa "Guru bertanggung jawab melaksanakan kegiatan pendidikan di sekolah dalam arti memberikan bimbingan dan pengajaran kepada para siswa". Guru harus dapat melakukan suatu inovasi yang menyangkut tugasnya sebagai pendidik yang berkaitan dengan tugas mengajar siswa. Inovasi-inovasi yang dilakukan guru dalam tugasnya sebagai pendidik diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajar siswa. Mengingat bahwa guru juga memberi pengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Sebagaimana dikemukakan oleh Hamzah B. Uno (2008:17) bahwa "Seorang guru sangat berpengaruh terhadap hasil belajar yang dapat ditunjukkan oleh peserta didiknya". Oleh karena itu perubahan-perubahan berkaitan dengan tugas mengajar guru harus selalu ditingkatkan.
Salah satu cara yang dapat ditempuh berkaitan dengan inovasi tugas mengajar guru adalah guru hendaknya mempunyai kemampuan dalam mengembangkan metode mengajarnya. Metode mengajar diartikan sebagai suatu cara atau teknik yang dipakai oleh guru dalam menyajikan bahan ajar kepada siswa untuk mencapai tujuan pengajaran. Khususnya dalam hal ini adalah metode untuk menunjang proses belajar mengajar Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Pemilihan metode mengajar ini juga perlu diperhatikan karena tidak semua materi dapat diajarkan dengan hanya satu metode mengajar. Guru hendaknya dapat memilih metode mengajar yang dianggap sesuai dengan materi yang hendak diajarkan. Hal ini dimaksudkan agar pengajaran khususnya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dapat berlangsung secara efektif, efisien dan tidak membosankan.
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang diwajibkan untuk kurikulum di jenjang pendidikan dasar, menengah, dan mata kuliah wajib untuk kurikulum pendidikan tinggi, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 37. Berdasarkan hal tersebut PKn tidak bisa dianggap remeh karena merupakan mata pelajaran yang diwajibkan, sehingga upaya-upaya untuk memperbaiki proses pembelajaran PKn di sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi harus terus ditingkatkan.
Kenyataan di lapangan pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) masih dianggap sebagai pelajaran nomor dua atau dianggap sepele oleh sebagian besar siswa. Kenyataan ini semakin diperburuk dengan metode mengajar yang dipakai oleh sebagian besar guru PKn masih memakai metode konvensional atau tradisional. Metode konvensional merupakan metode dimana guru memegang peranan utama dalam menentukan isi dan langkah-langkah dalam menyampaikan materi kepada siswa. Sehingga keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar dan mengajar berkurang dan hanya bergantung pada guru. Metode ini berkisar pada pemberian ceramah, tanya jawab, diskusi, dan penugasan. Akibatnya dalam mempelajari materi PKn siswa cenderung kurang semangat dan dianggap sebagai pelajaran yang membosankan. Hal tersebut terjadi pula di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) X.
SMPN X terdiri dari sembilan kelas, meliputi kelas VII A, B, dan C, kelas VIII A, B, dan C, dan kelas IX A, B, dan C. Peneliti memfokuskan perhatian pada kelas VII, yang terdiri dari tiga kelas. Permasalahan yang akan diteliti, peneliti temukan di kelas VII C SMPN X. Kelas tersebut memiliki permasalahan prestasi belajar rata-rata kelas pada mata pelajaran PKn yang rendah. Hal ini dapat dilihat berdasarkan nilai rata-rata PKn kelas VII C semester gasal yaitu 58,2 dengan batas ketuntasan minimalnya (KKM) yaitu 70. Berdasar data tersebut siswa yang mampu mencapai nilai > 70 hanya 40%, sedangkan sisanya memperoleh nilai di bawah batas ketuntasan minimal tersebut. Data ini peneliti dapatkan setelah melakukan wawancara dengan guru PKn di SMP tersebut. Rendahnya prestasi belajar siswa tersebut antara lain disebabkan oleh kurangnya semangat siswa dalam belajar PKn, tidak semua siswa mempunyai buku pegangan atau buku paket PKn, dan metode mengajar guru yang masih berkisar pada ceramah, tanya jawab serta penugasan.
Berdasarkan sebab-sebab tersebut peneliti memfokuskan pada metode mengajar guru yang masih bersifat konvensional. Salah satu cara yang dapat ditempuh oleh guru berkaitan dengan pengembangan metode mengajar agar tidak terpaku pada metode mengajar konvensional adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Hamzah B. Uno (2008:17) yaitu dengan "Mengubah dari sekedar metode ceramah dengan berbagai variasi metode yang lebih relevan dengan tujuan pembelajaran, memperkecil kebiasaan cara belajar peserta yang baru merasa belajar dan puas kalau banyak mendengarkan dan menerima informasi (diceramahi) guru, atau baru belajar kalau ada guru". Oleh karena itu metode konvensional dalam pengajaran PKn harus diubah. Hal ini dilakukan supaya siswa tidak lagi merasa bosan dalam mengikuti pelajaran PKn. Sebaliknya dengan metode baru siswa diharapkan lebih aktif tidak lagi hanya sekedar menerima informasi atau diceramahi guru, tetapi bisa memberikan informasi kepada teman-temannya.
Salah satu metode mengajar yang dapat diterapkan oleh guru untuk mengatasi permasalahan di atas dan mampu menciptakan suasana belajar yang aktif dan tidak membosankan adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS). Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) memberikan kepada siswa waktu untuk berpikir, menjawab, merespon dan membantu satu sama lain. Muslimin dalam Ghiffard (XXXX,http://ghiffard.multiply.com/journal/item/1/skripsi_koe_bab_II) mengatakan bahwa "Langkah-langkah Think-Pair-Share ada tiga yaitu berpikir (thinking), berpasangan (pairing), dan berbagi (sharing)". Melalui metode ini penyajian bahan ajar tidak lagi membosankan karena siswa diberikan waktu untuk berdiskusi menyelesaikan suatu masalah atau soal bersama dengan pasangannya sehingga baik siswa yang pandai maupun siswa yang kurang pandai sama-sama memperoleh manfaat melalui aktivitas belajar ini. Jadi selama proses belajar mengajar diharapkan semua siswa aktif karena pada akhirnya nanti masing-masing siswa secara berpasangan harus membagikan hasil diskusinya di depan kelas kepada teman-teman lainnya. Metode Think-P air-Share (TPS) dikembangkan untuk meningkatkan penguasaan isi akademis siswa terhadap materi yang diajarkan. Hal ini seperti dinyatakan oleh Richard I. Arends (1997:122) bahwa "Think-pair-share and Numbered heads together, described here, are two examples of structures teachers can use to teach academic content or to check on student understanding of particular content ”. Peningkatan penguasaan isi akademis siswa terhadap materi pelajaran dilalui dengan tiga proses tahapan yaitu melalui proses thinking (berpikir) siswa diajak untuk merespon, berpikir dan mencari jawaban atas pertanyaan guru, melalui proses pairing (berpasangan) siswa diajak untuk bekerjasama dan saling membantu dalam kelompok kecil untuk bersama-sama menemukan jawaban yang paling tepat atas pertanyaan guru. Terakhir melalui tahap sharing (berbagi) siswa diajak untuk mampu membagi hasil diskusi kepada teman dalam satu kelas. Jadi melalui metode Think-P air-Share (TPS) ini penguasaan isi akademis siswa terhadap materi pelajaran dapat meningkat dan pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti dengan mengadakan tes kemampuan awal dan wawancara dengan guru PKn kelas VII, maka penelitian ini akan dilaksanakan di kelas VII C SMPN X.
Oleh karena itu untuk meningkatkan prestasi belajar khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), peneliti bermaksud mencobakan metode Think-Pair-Share (TPS) bagi kelas VII C SMPN X. Metode ini diterapkan agar dapat membantu guru khusunya dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Selain itu agar penyajian bahan ajar PKn tidak lagi terbatas hanya ceramah dan membaca isi buku, sehingga diharapkan siswa tidak lagi merasa bosan dan jenuh dengan materi pelajaran.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti terdorong untuk mengadakan penelitian dengan judul "Upaya Peningkatan Prestasi Belajar PKn Melalui Metode Pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) Bagi Siswa Kelas VII C SMPN X Tahun Ajaran XXXX/XXXX".

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah dapat di identifikasikan sebagai berikut:
1. Guru masih memakai metode konvensional dalam melaksanakan pembelajaran, padahal ada beberapa kompetensi dasar di mana metode tersebut kurang tepat untuk diterapkan.
2. Siswa kurang aktif mengikuti proses belajar dan hanya mengorganisir sendiri apa yang diperolehnya tanpa mengkomunikasikan dengan siswa lain.
3. Prestasi belajar rata-rata kelas yang rendah.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah serta identifikasi masalah di atas, maka permasalahan difokuskan pada prestasi rata-rata kelas VII C pada mata pelajaran PKn yang rendah, salah satunya disebabkan oleh penggunaan metode pembelajaran yang masih bersifat konvensional. Untuk mengatasinya akan dicobakan metode pembelajaran Think-Pair-Share (TPS).

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut :
"Apakah melalui metode Think-Pair-Share (TPS), dapat meningkatkan prestasi belajar PKn pada siswa kelas VII C SMPN X tahun ajaran XXXX/XXXX?"

E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: "Untuk mengetahui penggunaan metode pembelajaran Think-P air-Share (TPS) dapat meningkatkan prestasi belajar PKn pada siswa kelas VII C SMPN X tahun ajaran XXXX/XXXX".

F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, maka diharapkan penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi keilmuan yang bermanfaat dalam dunia pendidikan mengenai penerapan metode Think-Pair-Share (TPS) terhadap peningkatan prestasi belajar siswa.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pembanding, pertimbangan, dan pengembangan bagi penelitian di masa yang akan datang di bidang dan permasalahan sejenis atau bersangkutan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
1) Siswa memperoleh kemudahan dalam mempelajari materi PKn yang sifatnya teoritis.
2) Melalui metode ini siswa tidak lagi merasa bosan dan jenuh dengan pelajaran PKn.
3) Siswa diharapkan mempunyai semangat yang tinggi dalam mempelajari PKn sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa yang bersangkutan.
b. Bagi Guru
1) Sebagai masukan bagi guru di bidang studi PKn dalam menentukan metode mengajar yang tepat sesuai dengan kemampuan tiap kelas, pada mata pelajaran yang bersangkutan, dalam rangka peningkatan prestasi belajar siswanya.
2) Sumbangan dalam rangka perbaikan pembelajaran dan peningkatan mutu proses pembelajaran, khususnya mata pelajaran PKn.
c. Bagi Peneliti
1) Untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama belajar di bangku perkuliahan.
2) Sebagai bekal bagi peneliti kelak ketika menjadi guru supaya memperhatikan metode mengajar yang tepat khususnya metode Think-Pair-Share (TPS).

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 16:57:00

SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN PKN MELALUI METODE TEAM GAME TOURNAMENT (TGT) PADA SISWA KELAS VII SMPN X

(KODE PTK-0039) : SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN PKN MELALUI METODE TEAM GAME TOURNAMENT (TGT) PADA SISWA KELAS VII SMPN X (MATA PELAJARAN : PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Visi reformasi pembangunan yang terdapat dalam garis-garis besar haluan negara adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang berkualitas (E. Mulyasa, 2005: 3). Apalagi dalam menghadapi era globalisasi dan pasar bebas yang menghadapkan manusia pada perubahan-perubahan yang tidak menentu. Perwujudan masyarakat berkualitas tersebut menjadi tanggung jawab pendidikan, terutama dalam mempersiapkan peserta didik menjadi subyek yang makin berperan menampilkan keunggulan dirinya yang tangguh, kreatif, mandiri dan profesional pada bidangnya masing-masing.
Kualitas sumber daya manusia yang baik sangat ditentukan oleh kualitas pendidikan. Sedangkan kualitas pendidikan sangat dipengaruhi oleh kualitas pembelajaran karena proses pembelajaran merupakan bagian yang paling pokok dalam kegiatan pendidikan di sekolah. Pembelajaran adalah suatu proses mengatur dan mengorganisasikan lingkungan sekitar sehingga siswa memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan. Dalam proses pembelajaran diperlukan adanya hubungan timbal balik antara guru dan siswa sehingga terjalin komunikasi dua arah yang menjadikan pembelajaran terarah pada pencapaian kompetensi. Guru harus mampu memahami beberapa hal dari peserta didik seperti kemampuan, potensi, minat, hobi, sikap, kepribadian, kebiasaan, catatan kesehatan, latar belakang keluarga, dan kegiatannya di sekolah.
Disamping pelaksanaan proses pembelajaran dalam suasana komunikasi dua arah, diharapkan siswa juga dapat melakukannya dalam suasana komunikasi multi arah. Dalam proses pembelajaran seperti ini hubungan tidak hanya terjadi antara seorang guru dengan siswa dan sebaliknya, tetapi juga antara siswa-siswa lainnya (Muhibbin Syah, 2005: 238). Secara umum keberhasilan proses pembelajaran sangat ditentukan oleh beberapa komponen. Komponen tersebut antara lain: siswa, lingkungan, kurikulum, guru, metode dan media mengajar dengan tujuan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a. kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b. kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
c. kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. kelompok mata pelajaran estetika;
e. kelompok mata pelaj aran j asmani, olahraga dan kesehatan.
(Anonim, 2005, http://www.presidenri.go.id/DokumenUU.php/104.pdf)
Sedangkan cakupan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian yaitu bahwa kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia.
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat abstrak dan verbal yang berbeda dengan ilmu-ilmu terapan yang bersifat pasti. Hal ini akan menjadikan siswa terkadang merasa kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran. Akibatnya, sering terdapat siswa yang menampakkan sikap acuh dan malas dalam proses belajar mengajar sehingga hasil belajar kurang memuaskan karena siswa banyak melakukan kekeliruan dan kesalahan. Kekeliruan dan kesalahan yang dilakukan siswa ini tidak mutlak disebabkan oleh kurangnya kemampuan siswa dalam pembelajaran PKn tetapi juga karena faktor lain seperti gaya atau metode mengajar guru, lingkungan, sarana dan prasarana belajar, motivasi siswa dan lain-lain.
Guru harus mampu membangkitkan motivasi belajar peserta didik dengan memperhatikan prinsip-prinsip bahwa peserta didik akan bekerja keras kalau ia punya minat dan perhatian terhadap pekerjaannya, memberikan tugas yang jelas dan dapat dimengerti, memberikan penghargaan terhadap hasil kerja dan prestasi peserta didik, menggunakan hadiah dan hukuman secara efektif dan tepat guna. Lingkungan serta sarana dan prasarana belajar juga perlu diperhatikan untuk mendukung berlangsungnya proses belajar mengajar di kelas yang nyaman. Hal tersebut menjadikan guru harus mampu memilih dan menerapkan metode mengajar yang tepat sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap PKn.
Pemilihan metode mengajar yang tepat akan menciptakan situasi belajar yang menyenangkan dan mendukung kelancaran proses belajar mengajar sehingga siswa akan lebih termotivasi untuk belajar. Pemilihan metode perlu memperhatikan beberapa hal seperti materi yang disampaikan, tujuannya, waktu yang tersedia, dan banyaknya siswa serta hal-hal yang berkaitan dengan proses belajar mengajar. Adapun metode-metode yang dapat dipakai guru dalam mengajar antara lain metode ceramah, metode tanya jawab, metode pemberian tugas (resitasi), metode demonstrasi, metode kerja kelompok, metode inkuiri, metode eksperimen, metode simulasi dan sebagainya. Guru yang baik harus mampu menguasai bermacam-macam metode mengajar sehingga dapat memilih dan menentukan metode yang tepat untuk diterapkan pada materi pembelajaran tertentu.
Metode mengajar yang diterapkan oleh guru PKn pada umumnya adalah metode konvensional. Guru dianggap sebagai gudang ilmu, otoriter dan mendominasi kelas, mengajarkan ilmu, langsung membuktikan dalil-dalil dan memberikan contoh. Sedangkan siswa harus duduk rapi mendengarkan, meniru dan mencontoh cara-cara yang diterapkan guru serta menyelesaikan soal-soal atau tugas-tugas yang diberikan guru tanpa ada tindakan lebih lanjut mengenai tugas tersebut.
Sedangkan upaya menyiapkan peserta didik yang berkualitas tidak pernah berhenti pada suatu titik tertentu karena terus berkembangnya tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Instansi-instansi sekolah terutama guru selalu berusaha mengupayakan yang terbaik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran siswanya sehingga dihasilkan siswa-siswa yang berkualitas dan mampu bertahan dalam perkembangan jaman. Hal ini menuntut para guru untuk mengupayakan suatu cara atau metode pembelajaran yang tepat bagi siswanya sehingga pengetahuan dan ketrampilan pada siswa dapat berkembang secara menyeluruh dan maksimal. Demikian pula halnya yang terdapat pada SMPN X, selalu diusahakan upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran bagi siswanya sehingga potensi siswa dapat termanfaatkan secara maksimal.
SMPN X merupakan bangunan peninggalan bangsa Belanda yang telah mengalami banyak perubahan dan perbaikan baik pada kondisi maupun fungsi dari bangunannya. Termasuk juga perubahan kepengurusan. Lokasi sekolah yang dekat sekali dengan jalan raya menjadikan sekolah ini letaknya sangat strategis. Demikian halnya, letaknya yang strategis ini juga mempunyai akibat buruk bagi keberlangsungan proses belajar mengajar. Suasana yang bising dan panas akibat begitu ramainya kendaraan yang lalu-lalang menjadikan proses belajar mengajar sedikit terganggu. Sehingga diperlukan suatu kondisi dimana siswa maupun guru tidak merasakan adanya gangguan tersebut dan tercipta suatu pembelajaran yang menyenangkan.
Siswa di SMPN khususnya siswa kelas VII, cenderung kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran hampir pada semua mata pelajaran terutama pada mata pelajaran PKn dan prestasi belajar PKn siswa tergolong rendah. Hasil ujian mid semester 2 tahun ajaran XXXX/XXXX menunjukkan bahwa siswa kelas VII memperoleh nilai rata-rata kelas yang berada di bawah batas tuntas yaitu 55,05. Sedangkan nilai batas tuntas klasikal mata pelajaran PKn di SMPN X untuk siswa kelas VII adalah 60. Penyebab lain rendahnya prestasi belajar siswa adalah sarana dan prasarana yang kurang memadai seperti tidak semua siswa mempunyai buku paket atau Lembar Kerja Siswa (LKS) sehingga siswa kesulitan mencari sumber belajar untuk mempelajari dan memahami pelajaran PKn.
Penggunaan metode yang kurang tepat juga masih terjadi dan menjadi salah satu faktor utama penyebab rendahnya prestasi siswa, dimana guru masih sering menggunakan metode konvensional sehingga pembelajaran kurang menarik, siswa mudah bosan dan tidak aktif dalam pembelajaran karena kurang diberi kesempatan untuk mengapresiasikan pengetahuannya. Siswa hanya mengikuti apa yang diperintahkan guru, diam, mendengarkan dan mencatat apa yang diajarkan guru. Guru menjadi satu-satunya sumber belajar bagi siswa. Hal ini mengakibatkan siswa tidak bisa berkembang sesuai dengan tingkat kemampuannya.
Melihat kondisi tersebut di atas, maka dirasa perlu adanya suatu perubahan baru dalam pelaksanaan pembelajaran PKn di SMPN X agar siswa lebih aktif dan kreatif sehingga bisa berkembang sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Dalam usaha untuk meningkatkan keaktifan dan kekreatifan siswa dalam proses pembelajaran bisa dengan menggunakan salah satu model dari pembelajaran gotong royong atau cooperative learning. Model pembelajaran yang diterapkan adalah model pembelajaran team game tournament (TGT), yaitu "Suatu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.” (Nadhirin, XXXX, http://nadhirin.blogspot.com/XXXX/08/ metode-pembelajaran-efektif.html).
Model pembelajaran team game tournament (TGT) yang merupakan salah satu model dalam pembelajaran cooperative learning merupakan suatu model pembelajaran yang memungkinkan terjadinya hubungan multi arah yaitu hubungan antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa lain di dalam kelompoknya. Oleh karenanya dengan adanya interaksi ini dapat membantu siswa dalam memahami materi yang diberikan dan siswa lebih aktif serta partisipatif dalam proses pembelajaran yang nantinya akan berpengaruh juga dalam hasil belajar mereka.
Model pembelajaran TGT ini sesuai bila diterapkan pada siswa sekolah menengah yang merupakan anak didik usia remaja yang memiliki kecenderungan suka berkelompok dan memiliki kebutuhan akan aktualisasi diri yang tinggi. Hal ini dikarenakan dalam model pembelajaran TGT siswa mempunyai kesempatan untuk bekerja secara berkelompok dan semua siswa dari semua tingkatan kemampuan awal memiliki kesempatan yang sama untuk dapat menyumbangkan nilai maksimum bagi timnya. Selain itu, dalam pembelajaran dengan metode TGT ini latihan-latihan soal yang diberikan dikemas dalam bentuk game yang dikompetisikan agar siswa dapat menyumbangkan nilai maksimal bagi kelompoknya agar dapat memenangkan turnamen.
Melalui metode pembelajaran kooperatif model TGT ini diharapkan siswa akan termotivasi dalam mengikuti proses pembelajaran PKn. Siswa dituntut untuk aktif dalam kegiatan bermain sambil belajar. Penggunaan model pembelajaran TGT dimaksudkan untuk mempermudah siswa dalam mengikuti pembelajaran sehingga siswa termotivasi untuk terlibat secara aktif dan tidak merasa cepat bosan dalam mengikuti proses pembelajaran.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis ingin melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul "Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran PKn Melalui Metode Team Game Tournament (TGT) pada Siswa Kelas VII SMPN X Tahun Ajaran XXXX/XXXX".

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah dapat di identifikasikan sebagai berikut:
1. Kualitas pembelajaran PKn siswa kelas VII SMPN X masih rendah
2. Proses belajar mengajar masih terfokus pada guru, karena guru masih menggunakan metode konvensional
3. Pengelolaan kelas kurang kondusif

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang serta identifikasi masalah di atas maka masalah di atas dapat dibatasi agar lebih jelas, berikut pembatasan masalahnya: "Masalah dalam penelitian ini adalah tentang kualitas pembelajaran PKn siswa kelas VII SMPN X tahun ajaran XXXX/XXXX yang rendah. Rendahnya kualitas pembelajaran akan ditingkatkan melalui penerapan metode team game tournament (TGT)".

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah yang telah disampaikan di atas, diajukan rumusan masalah sebagai berikut : "Apakah metode team game tournament (TGT) dapat meningkatkan kualitas pembelajaran PKn siswa kelas VII SMPN X tahun ajaran XXXX/XXXX?"

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah serta perumusan masalah di atas maka penulis mempunyai tujuan sebagai berikut :
"Untuk mengetahui peningkatan kualitas pembelajaran PKn siswa kelas VII SMPN X tahun ajaran XXXX/XXXX melalui metode team game tournament (TGT)".

F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat menemukan teori atau pengetahuan baru tentang peningkatan kualitas pembelajaran PKn melalui penggunaan metode team game tournament (TGT)
b. Sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi siswa
1) Memberikan suasana pembelajaran yang berbeda dengan yang selama ini dialami sehingga dapat menghilangkan rasa bosan dan jenuh pada diri siswa
2) Siswa terlatih untuk dapat berperan aktif dan berpartisipasi dalam pembelajaran di kelas baik dengan sesama siswa maupun dengan guru
3) Menghilangkan anggapan bahwa belajar kelompok itu cukup dikerjakan oleh satu atau dua orang saja sehingga memupuk tanggungjawab individu maupun kelompok
b. Manfaat bagi sekolah
Dapat mengetahui karakteristik siswa sehingga mampu mengupayakan tindakan yang relevan dengan kondisi siswa
c. Manfaat bagi peneliti
Memberikan masukan bagi calon guru dalam memilih dan menggunakan metode TGT sebagai metode yang tepat untuk meningkatkan kualitas pembelajaran PKn.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 16:55:00

SKRIPSI PTK PENGGUNAAN MODEL PORTOFOLIO SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN DAYA KRITIS SISWA PADA MATA PELAJARAN PKN DI KELAS VIII E SMPN X

(KODE PTK-0038) : SKRIPSI PTK PENGGUNAAN MODEL PORTOFOLIO SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN DAYA KRITIS SISWA PADA MATA PELAJARAN PKN DI KELAS VIII E SMPN X (MATA PELAJARAN : PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN)




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri sebagai warga negara Indonesia yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannnya untuk menjadi warga Negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Pendidikan Kewarganegaraan sangat penting untuk mendidik generasi bangsa untuk secara sukarela mengikatkan pada norma atau nilai-nilai moral. Sebagai bidang studi ilmiah, pendidikan kewarganegaraan bersifat interdisipliner (antar-bidang) bukan monodisipliner, karena kumpulan pengetahuan yang membangun ilmu kewarganegaan ini diambil dari berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu politik, ilmu hukum, ekonomi, psikologi, sosiologi, administrasi negara, tata negara, sejarah, filsafat dan berbagai bahan kajian lainnya yang berasal dari nilai budi pekerti, hak-hak asasi manusia dengan penekanaan kepada hubungan antar warga-negara, warga dengan pemerintahan, serta hubungan antar negara (Arnie Fajar, 2005:144).
Kegiatan pembelajaran merupakan proses interaksi antara siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Metode pembelajaran merupakan strategi yang digunakan guru dalam melaksanakan pembelajaran. Metode pembelajaran yang dipilih guru harus sesuai dengan rencana dan tidak boleh asal-asalan. Guru berperan penting dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan karakteristik dan tujuan mata pelajaran tersebut di atas, jelas bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bukan merupakan mata pelajaran hafalan, para siswa harus diajak untuk ikut menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu cara yang yang ditempuh adalah menggunakan model yang inovatif, yakni model pembelajaran yang mampu menempatkan siswa sebagai subyek belajar, peristiwa dan masalah sosial sebagai sumber belajar, sedangkan guru bertindak sebagai director of learning, yakni pihak yang mengkondisikan dan memotivasi siswa untuk belajar.Hal ini siswa dituntut untuk lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar agar dapat menumbuhkembangkan pemikiran dalam menyelesaikan masalah.
Kamii dalam Arnie Fajar (2005:43) menyebutkan ada beberapa pembelajaran menurut beberapa aliran. Pembelajaran menurut aliran behavioristik, pembelajaran menurut aliran kognitif, humanistic serta kontemporer. Pembelajaran menurut aliran kontemporer yang dimaksud adalah berdasarkan teori belajar kontruktivisme. Model pembelajaran portofolio merupakan teori belajar kontruktivisme yang pada prinsipnya menggambarkan bahwa si belajar membentuk atau membangun pengetahuannya melalui interaksinya dengan lingkungannya.
Prinsip yang paling umum dan paling essensial yang dapat diturunkan dari konstruktivisme bahwa dalam merancang suatu pembelajaran adalah anak-anak(siswa) memperoleh banyak pengetahuan diluar sekolah (kelas). Pemberian pengalaman belajar yang beragam memberikan kesempatan siswa untuk mengelaborasikanya. (Arnie Fajar, 2005:43)
Bapak Suwadi, guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SMPN X menyampaikan bahwa sebagian besar siswa kelas VIII E dapat dikatakan memiliki daya kritis rendah dibanding dengan kelas lain hal ini dibuktikan dengan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan kurang mendapatkan perhatian yang baik dari siswa, kurangnya respon dari siswa apabila guru sedang memberikan materi di kelas, jarang sekali ada feedback dari siswa. Kebanyakan siswa menganggap materi dalam pendidikan kewarganegaaraan cenderung menghafal saja sehingga siswa merasa bosan. Saat guru menerangkan tidak ada umpan balik dari para siswa kadang siswa malah ramai sendiri dan membuat suasana gaduh dikelas, mereka cenderung pasif, motivasi belajar rendah, saat diberi pertanyaan hanya ada beberapa siswa saja yang menjawab.
Wina Sanjaya (2006: 216) menjelaskan bahwa "Metode Pembelajaran Portofolio dianggap dapat meningkatkan daya kritis siswa yang dalam hal ini terlihat dari keterampilan intelektual siswa dalam berfikir kritis pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan seperti keterampilan dalam memecahkan masalah sosial."
Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan minat siswa terhadap pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah dengan menggunakn model portofolio. Melalui model pembelajaran portofolio, siswa dapat meningkatkan daya kritisnya yang hal ini terlihat dari seberapa dalam siswa mampu memecahkan masalah sosial yang dilakukan melalui analisis ilmiah terhadap isu-isu strategis yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara seperti norma hukum dan peraturan, sistem hukum dan peradilan nasional dan internasional kemudian hak dan kewajiban warga negara serta kekuasaan dan politik dalam pemerintahan yang terkait dengan penyelesaian masalah sosial budaya yang berkembang dimasyarakat.
Isu-isu masyarakat sosial yang berkembang dimasyarakat tersebut perlu dianalisis dan hasil analisis ini merupakan alternatif tindakan dan atau kebijakan baru yang lebih baik. Siswa dalam proses ini ditempatkan dan diperlakukan sebagai subyek, yang harus secara aktif berperan dalam proses pembejaran, sehingga siswa akan menemukan kebermaknaan belajar. Kebermaknaan belajar akan diperoleh apabila siswa mencari, menemukan dan mengalami sendiri berbagai hal yang berkaitan dengan materi pembelajaran.
Portofolio dalam pembelajaran berarti menempatkan siswa pada posisi sentral dalam pembelajaran. Pembelajaran dengan menerapkan metode portofolio sangat memperhatikan dan melakukan suatu pemecahan masalah dengan cara isu atau masalah sosial yang muncul dalam lingkungan sekitar atau yang sedang menjadi sorotan digunakan sebagai dasar pembahasan, diskusi dan investigasi kegiatan di dalam atau di luar kelas. (Yager dalam Arnie Fajar, 2005: 16)
Dari uraian diatas maka peneliti tertarik untuk megadakan penelitian tindakan kelas dengan model pembelajaran portofolio karena portofolio menempatkan siswa pada posisi sentral dalam pembelajaran sehingga diharapkan kemampuan daya kritis siswa akan meningkat karena siswa sebagai sentral dalam proses pembelajaran. Sehubungan dengan uraian tersebut, penulis bermaksud mengangkat permasalahan ini dalam penelitian berjudul "Penggunaan Model Portofolio Sebagai Upaya Meningkatkan Daya Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII SMPN X Tahun XXXX".

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka penulis dapat memberikan rumusan masalah dalam penelitian sebagai berikut:
Apakah penerapan model pembelajaran portofolio dapat meningkatkan daya kritis siswa dalam proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk:
Mengetahui apakah model pembelajaran portofolio dapat meningkatkan day a kritis siswa dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang dapat diambil dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini secara teoritik akan memperkaya khasanah pengetahuan mengenai model pembelajaran portofolio sehingga model pembelajaran lebih inovatif.
2. Manfaat Praktis
1. Bagi peneliti, penelitian ini akan meningkatkan pengetahuan dan pengalaman kongkrit dalam mengembangkan model pembelajaran portofolio yang inovatif.
2. Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan guru dalam mengajar secara lebih professional.
3. Sebagai masukan sekolah untuk mengadakan variasi model pembelajaran guna meningkatkan kualitas pembelajaran dan prestasi belajar.
4. Sebagai bahan pertimbangan untuk pembuatan kebijakan-kebijakan baru dalam dunia pendidikan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 16:53:00

SKRIPSI PTK PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN TERPADU SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI SISWA PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS VIII SMP X

(KODE PTK-0037) : SKRIPSI PTK PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN TERPADU SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI SISWA PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS VIII SMP X (MATA PELAJARAN : PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat mengakibatkan perubahan di segala bidang kehidupan. Kemajuan ini tentu memberi dampak pada lembaga pendidikan salah satunya, dimana lembaga pendidikan dituntut untuk dapat menyelenggarakan proses pendidikan secara optimal dan aktif sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan itu sendiri. Peningkatan kualitas dan mutu pendidikan yang baik diharapkan mampu melahirkan lulusan-lulusan yang mempunyai daya saing tinggi untuk menghadapi ketatnya tantangan dan persaingan di dunia kerja. Oleh sebab itu, perbaikan-perbaikan yang membangun di bidang pendidikan harus terus dilaksanakan guna mencapai kualitas dan mutu pendidikan yang sesuai dengan harapan.
Upaya melakukan perbaikan di bidang pendidikan menjadi tanggung jawab semua pihak, salah satunya yaitu guru. Sebagaimana dijelaskan oleh Oemar Hamalik (1991:44) yang mengatakan bahwa "Guru bertanggung jawab melaksanakan kegiatan pendidikan di sekolah dalam arti memberikan bimbingan dan pengajaran kepada para siswa". Guru harus dapat melakukan suatu inovasi yang menyangkut tugasnya sebagai pendidik yang berkaitan dengan tugas mengajar siswa. Inovasi-inovasi yang dilakukan guru dalam tugasnya sebagai pendidik diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajar siswa. Mengingat bahwa guru juga memberi pengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Sebagaimana dikemukakan oleh Hamzah B. Uno (2008:17) bahwa "Seorang guru sangat berpengaruh terhadap hasil belajar yang dapat ditunjukkan oleh peserta didiknya". Oleh karena itu perubahan-perubahan berkaitan dengan tugas mengajar guru harus selalu ditingkatkan.
Salah satu cara yang dapat ditempuh berkaitan dengan inovasi tugas mengajar guru adalah guru hendaknya mempunyai kemampuan dalam mengembangkan metode mengajarnya. Metode mengajar diartikan sebagai suatu cara atau teknik yang dipakai oleh gum dalam menyajikan bahan ajar kepada siswa untuk mencapai tujuan pengajaran. Khususnya dalam hal ini adalah metode untuk menunjang proses belajar mengajar Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Pemilihan metode mengajar ini juga perlu diperhatikan karena tidak semua mated dapat diajarkan dengan hanya satu metode mengajar. Guru hendaknya dapat memilih metode mengajar yang dianggap sesuai dengan mated yang hendak diajarkan. Hal ini dimaksudkan agar pengajaran khususnya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dapat berlangsung secara efektif, efisien dan tidak membosankan.
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang diwajibkan untuk kurikulum di jenjang pendidikan dasar, menengah, dan mata kuliah wajib untuk kurikulum pendidikan tinggi, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 37. Berdasarkan hal tersebut PKn tidak bisa dianggap remeh karena merupakan mata pelajaran yang diwajibkan, sehingga upaya-upaya untuk memperbaiki proses pembelajaran PKn di sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi harus terus ditingkatkan.
Kenyataan di lapangan pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) masih dianggap sebagai pelajaran nomor dua atau dianggap sepele oleh sebagian besar siswa. Kenyataan ini semakin diperburuk dengan metode mengajar yang dipakai oleh sebagian besar guru PKn masih memakai metode konvensional atau tradisional. Metode konvensional merupakan metode dimana guru memegang peranan utama dalam menentukan isi dan langkah-langkah dalam menyampaikan materi kepada siswa. Sehingga keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar dan mengajar berkurang dan hanya bergantung pada guru. Metode ini berkisar pada pemberian ceramah, tanya jawab, diskusi, dan penugasan. Akibatnya dalam mempelajari materi PKn siswa cenderung kurang semangat dan dianggap sebagai pelajaran yang membosankan. Hal tersebut terjadi pula di Sekolah Menengah Pertama X.
SMP X terdiri dari enam kelas, meliputi kelas VII A dan B, kelas VIII A, dan B, dan kelas IX A dan B. Peneliti memfokuskan perhatian pada kelas VIII, yang terdiri dari dua kelas. Permasalahan yang akan diteliti, peneliti temukan di kelas VIIIA SMP X. Kelas tersebut memiliki permasalahan prestasi belajar rata-rata kelas pada mata pelajaran PKn yang rendah. Hal ini dapat dilihat berdasarkan nilai rata-rata PKn kelas VIII A Mid semester gasal yaitu 58,2 dengan batas ketuntasan minimalnya (KKM) yaitu 70. Berdasar data tersebut siswa yang mampu mencapai nilai > 70 hanya 40%, sedangkan sisanya memperoleh nilai di bawah batas ketuntasan minimal tersebut. Data ini peneliti dapatkan setelah melakukan wawancara dengan guru PKn di sekolah tersebut. Rendahnya prestasi belajar siswa tersebut antara lain disebabkan oleh kurangnya semangat siswa dalam belajar PKn, tidak semua siswa mempunyai buku pegangan atau buku paket PKn, dan metode mengajar guru yang masih berkisar pada ceramah, tanya jawab serta penugasan.
Berdasarkan sebab-sebab tersebut peneliti memfokuskan pada metode mengajar guru yang masih bersifat konvensional. Salah satu cara yang dapat ditempuh oleh guru berkaitan dengan pengembangan metode mengajar agar tidak terpaku pada metode mengajar konvensional adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Hamzah B. Uno (2008:17) yaitu dengan mengubah dari sekedar metode ceramah dengan berbagai variasi metode yang lebih relevan dengan tujuan pembelajaran, memperkecil kebiasaan cara belajar peserta yang baru merasa belajar dan puas kalau banyak mendengarkan dan menerima informasi (diceramahi) guru, atau baru belajar kalau ada guru.
Oleh karena itu metode konvensional dalam pengajaran PKn harus diubah. Hal ini dilakukan supaya siswa tidak lagi merasa bosan dalam mengikuti pelajaran PKn. Sebaliknya dengan metode baru siswa diharapkan lebih aktif tidak lagi hanya sekedar menerima informasi atau diceramahi guru, tetapi bisa memberikan informasi kepada teman-temannya.
Berdasarkan uraian di atas peneliti bermaksud menggunakan model pembelajaran terpadu. Model ini dipilih karena melalui pembelajaran terpadu peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal yang dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara holistik, bermakna, otentik, dan aktif. Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang gum sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman bagi para peserta didik. Pengalaman belajar lebih menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti dengan mengadakan tes kemampuan awal dan wawancara dengan guru PKn kelas VIII, maka penelitian ini akan dilaksanakan di kelas VIIIA SMP X.
Oleh karena itu untuk meningkatkan prestasi belajar khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), peneliti bermaksud mencobakan model pembekajaran terpadu pada kelas VIII A SMP X. Metode ini diterapkan agar dapat membantu guru khusunya dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Selain itu agar penyajian bahan ajar PKn tidak lagi terbatas hanya ceramah dan membaca isi buku, sehingga diharapkan siswa tidak lagi merasa bosan dan jenuh dengan materi pelajaran.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti terdorong untuk mengadakan penelitian dengan judul "Penggunaan Model Pembalajaran Terpadu Sebagai Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Kelas VIII A SMP X tahun XXXX/XXXX".

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah dapat di identifikasikan sebagai berikut:
1. Guru masih memakai metode konvensional dalam melaksanakan pembelajaran, padahal ada beberapa kompetensi dasar di mana metode tersebut kurang tepat untuk diterapkan.
2. Siswa kurang aktif mengikuti proses belajar dan hanya mengorganisir sendiri apa yang diperolehnya tanpa mengkomunikasikan dengan siswa lain.
3. Prestasi belajar rata-rata kelas yang rendah.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah serta identifikasi masalah di atas, maka permasalahan difokuskan pada prestasi rata-rata kelas VIII A pada mata pelajaran PKn yang rendah, salah satunya disebabkan oleh penggunaan metode pembelajaran yang masih bersifat konvensional. Untuk mengatasinya akan dicobakan Model pembelajaran terpadu.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut:
"Apakah melalui model pembelajaran terpadu, dapat meningkatkan prestasi belajar PKn pada siswa kelas VIII A SMP X tahun ajaran XXXX/XXXX?"

E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: "Untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran terpadu terhadap prestasi belajar PKn pada siswa kelas VIII A SMP X tahun ajaran XXXX/XXXX".

F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, maka diharapkan penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi keilmuan yang bermanfaat dalam dunia pendidikan mengenai penerapan model pembelajaran terpadu terhadap peningkatan prestasi belajar siswa.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pembanding, pertimbangan, dan pengembangan bagi penelitian di masa yang akan datang di bidang dan permasalahan sejenis atau bersangkutan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
1) Siswa memperoleh kemudahan dalam mempelajari mated PKn yang sifatnya teoritis.
2) Melalui metode ini siswa tidak lagi merasa bosan dan jenuh dengan pelajaran PKn.
3) Siswa diharapkan mempunyai semangat yang tinggi dalam mempelajari PKn sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa yang bersangkutan.
b. Bagi Guru
1) Sebagai masukan bagi guru di bidang studi PKn dalam menentukan metode mengajar yang tepat sesuai dengan kemampuan tiap kelas, pada mata pelajaran yang bersangkutan, dalam rangka peningkatan prestasi belajar siswanya.
2) Sumbangan dalam rangka perbaikan pembelajaran dan peningkatan mutu proses pembelajaran, khususnya mata pelajaran PKn.
c Bagi Peneliti
1) Untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama belajar di bangku perkuliahan.
2) Sebagai bekal bagi peneliti kelak ketika menjadi guru supaya memperhatikan metode mengajar yang tepat khususnya model pembelajaran terpadu.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 16:52:00

SKRIPSI PTK PENERAPAN REMEDIAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA LANCAR SISWA KELAS II SDN X

(KODE PTK-0036) : SKRIPSI PTK PENERAPAN REMEDIAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA LANCAR SISWA KELAS II SDN X (MATA PELAJARAN : BAHASA INDONESIA)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Dengan memperhatikan arah dan prioritas pendidikan nasional dinyatakan bahwa penguasaan kemampuan membaca dikenal sebagai kunci pembuka untuk memasuki dunia yang lebih luas dan penguasaan kemampuan membaca sejak dini dipandang sebagai salah satu upaya peningkatan kemampuan membaca. Melalui pembelajaran membaca yang baik akan dapat memacu penguasaan kemampuan membaca dan perkembangan dimensi afektif anak dapat dioptimalkan.
Kemampuan membaca merupakan salah satu standar kemampuan Bahasa dan Sastra Indonesia yang harus dicapai pada semua jenjang, termasuk di jenjang Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (MI). Melalui kemampuan membaca tersebut diharapkan siswa mampu membaca dan memahami teks bacaan dengan kecepatan yang memadai (Depdiknas, 2003). Tanpa memiliki kemampuan membaca yang memadai sejak dini, anak akan mengalami kesulitan belajar di kemudian hari. Dengan terbatasnya kemampuan membaca siswa sangat mengganggu aktifitas belajar mengajar, tidak hanya pada guru sendiri melainkan juga pada siswa. Kemampuan membaca menjadi dasar utama tidak saja bagi pengajaran bahasa sendiri, tetapi juga bagi pengajaran mata pelajaran lain (Depdikbud, 1991/1992).
Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar bertujuan meningkatkan kemampuan siswa berkomunikasi secara efektif, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan membaca sebagai salah satu kemampuan berbahasa tulis yang bersifat reseptif perlu dimiliki siswa SD agar mampu berkomunikasi secara tertulis. Oleh karena itu, peranan pengajaran Bahasa Indonesia, khususnya pembelajaran membaca di SD menjadi sangat penting.
Pembelajaran Bahasa Indonesia diawali dengan pengajaran keterampilan reseptif sedangkan keterampilan produktif dapat turut tertingkatkan pada tahap-tahap selanjutnya. Membaca merupakan salah satu jenis kemampuan bahasa tulis yang reseptif. Dengan membaca, seorang akan dapat memperoleh informasi, ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan, dan pengalaman baru. Semua yang diperoleh melalui bacaan akan memungkinkan seseorang mampu mempertinggi daya pikirannya, mempertajam pandangannya dan memperluas wawasannya.
Kemampuan membaca harus segera dikuasai oleh para siswa di SD karena kemampuan ini secara langsung berkaitan dengan seluruh proses belajar siswa di SD. Keberhasilan belajar siswa dalam mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di sekolah sangat ditentukan oleh penguasaan kemampuan membaca mereka. Siswa yang tidak mampu membaca dengan lancar akan mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Siswa akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan memahami informasi yang disajikan dalam berbagai buku pelajaran, buku-buku penunjang dan sumber-sumber belajar tertulis yang lain. Akibatnya, kemajuan belajar juga lamban jika dibandingkan dengan teman-temannya yang lancar dalam membaca.
Ketidakmampuan membaca lancar ini juga dialami dan terjadi di kelas II SDN X terutama pada awal semester II. Ini tercermin dari hasil tes kemampuan membaca secara individual yang dilakukan guru. Dari 18 siswa, ada sebanyak 6 anak yang belum lancar membaca sehingga materi bacaan yang dibaca harus dieja. Materi yang seharusnya terselesaikan tidak dapat terselesaikan karena harus diulang-ulang.
Selain harus mengeja kata demi kata pengucapan lafal dan intonasi kalimat belum benar. Selain itu siswa belum bisa memahami isi bacaan. Tuntutan dalam kurikulum KTSP kelas II siswa harus dapat membaca teks atau kalimat dengan lafal dan intonasi yang tepat dan dapat menceritakan isi bacaan. Standar kemampuan yang tertuang dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 dalam standar isi pelajaran Bahasa Indonesia kelas II, khususnya aspek membaca disebutkan bahwa siswa mampu membaca nyaring teks (15-20 kalimat) dengan memperhatikan lafal dan intonasi yang tepat dan menyebutkan teks agak panjang (20-25 kalimat) yang dibaca dalam hati.
Sebagai bagian dari standar kemampuan yang akan dicapai dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, kemampuan membaca mempunyai peranan yang sangat penting dalam peningkatan kualitas hidup seseorang. Melalui kemampuan membaca tidak hanya memungkinkan seseorang meningkatkan keterampilan kerja dan pengusaan berbagai bidang akademik, tetapi juga memungkinkan berpartisipasi dalam kehidupan sosial-budaya, politik dan memenuhi kebutuhan emosional. (Mulyono Abdurrahman, 2003: 200).
Pengajaran membaca pada dasarnya memberi bekal pengetahuan kepada siswa untuk menguasai teknik-teknik membaca yang baik dan benar. Betapa besar manfaat membaca dalam rangka menambah pengetahuan siswa. Membaca juga bermanfaat untuk rekreasi atau untuk memperoleh kesenangan. Oleh karena itu guru perlu merancang pembelajaran membaca yang baik sehingga mampu menumbuhkan kebiasaan membaca sebagai sesuatu yang menyenangkan.
Kebiasaan membaca dapat dibiasakan sejak anak berada pada Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah. Pembelajaran membaca pada siswa sekolah dasar dimulai dari hal yang paling dasar yaitu kelancaran membaca. Salah satu tujuan pengajaran membaca di sekolah dasar adalah agar siswa dapat menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual serta kematangan emosional dan sosial.
Walaupun pengajaran membaca banyak dilatihkan tetapi kenyataan menunjukkan kemampuan membaca siswa masih memprihatinkan. Masalah kesulitan membaca lancar ini merupakan masalah yang perlu dicari penyebab dan cara pemecahannya.
Faktor-faktor penyebab dari permasalahan rendahnya kemampuan membaca siswa antara lain sebagai berikut: (1) Penguasaan gramatika Bahasa Indonesia yang kurang (2) Sikap siswa terhadap Bahasa Indonesia masih kurang (3) Rendahnya kemampuan kebahasaan para siswa (4) Kemandirian belajar siswa (5) Status sosial siswa (6) Ketidakmampuan guru dalam memilih dan menerapkan pendekatan yang kurang tepat (7) Penekanan bahan pengajaran yang teortis (8) Kurangnya kegiatan praktis dalam meningkatkan kemampuan membaca siswa (9)Sistem penilaian yang kurang tepat (10) Ketersediaan waktu yang kurang memadai dan sebagainya.
Siswa berkesulitan membaca lancar harus memperoleh perhatian yang cukup dari para guru dan secepatnya harus segera ditangani. Kenyataan tersebut tidaklah mustahil apabila ada siswa yang belum dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Hal ini menunjukkan bahwa siswa belum tuntas dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.
Mengacu kenyataan di atas, maka untuk meningkatkan kemampuan membaca lancar perlu kiranya guru memberikan program pengajaran yang tepat, yaitu memberikan remedial teaching. Proses remedial teaching merupakan salah satu bentuk pelayanan khusus karena disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik kesulitan belajar yang dihadapi siswa. Proses bantuan lebih ditekankan pada usaha perbaikan cara belajar, cara mengajar, menyesuaikan materi pelajaran, penyembuhan hambatan-hambatan yang dihadapi. Jadi dalam remedial teaching yang diperbaiki adalah keseluruhan proses belajar.
Dari uraian di atas, penulis bermaksud mengadakan penelitian dengan judul "Penerapan Remidial Teaching Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Lancar Siswa Kelas II SDN X Kabupaten X Tahun Pelajaran XXXX/XXXX ".

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti rumuskan masalah sebagai berikut : Apakah penerapan model remedial teaching dapat meningkatkan kemampuan membaca lancar siswa kelas II SDN X Kabupaten X ?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca lancar siswa kelas II SDN X Kabupaten X dengan menerapkan remedial teaching.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat :
1. Manfaat Teoretis
a. Dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada guru dalam meningkatkan kemampuan membaca lancar.
b. Dapat memberikan arah para guru dalam proses pembelajaran dengan memperhatikan perbedaan siswa.
c. Dapat meningkatkan kualitas pembelajaran membaca lancar.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa
Penerapan remedial teaching dalam pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya kemampuan membaca lancar memungkinkan siswa melakukan aktivitas pembelajaran melalui proses yang tepat dan memudahkan siswa memahami dan mengikuti pelajaran berikutnya serta dapat meningkatkan prestasi belajar Bahasa Indonesia.
b. Bagi guru
Hasil penelitian ini dapat memberikan pengalaman langsung pada guru khususnya peneliti yang terlibat dalam memperoleh pengalaman baru untuk menerapkan metode yang lebih inovasi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dan menjadi acuan dalam penerapan strategi pembelajaran Bahasa Indonesia yang tepat dan sesuai dalam mengatasi masalah pembelajaran.
c. Bagi sekolah
Hasil penelitian ini dapat memberikan pengalaman pada guru-guru lain sehingga memperoleh pengalaman baru untuk menerapkan remidial teaching dalam pembelajaran Bahasa Indonesia serta dapat menumbuhkan pembelajaran yang aktif, efektif dan menyenangkan. Selain itu sebagai masukan untuk program sekolah agar dapat membimbing dan mendidik siswa yang berkesulitan belajar, disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik kesulitan belajar yang dihadapi untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 16:50:00

SKRIPSI PTK PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS BERITA PADA SISWA KELAS VIII B SMP X

(KODE PTK-0035) : SKRIPSI PTK PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS BERITA PADA SISWA KELAS VIII B SMP X (MATA PELAJARAN : BAHASA INDONESIA)




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Setiap lembaga pendidikan pasti mempunyai tujuan yang sama dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satunya yaitu dengan senantiasa meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan masing-masing lembaga pendidikan tersebut. Begitu pula yang dilakukan oleh SMP X yang terus berusaha menerobos dalam peningkatan mutu dan kualitas sekolah. Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala yang timbul dalam kaitannya dengan mutu pendidikan. Termasuk bersikap terbuka dan bekerjasama dengan peneliti untuk menemukan inovasi-inovasi baru di dalam pembelajaran. Inovasi-inovasi baru ini diharapkan bisa diterapkan dengan baik sehingga bisa mengatasi kendala-kendala yang selama ini timbul dan perlu segera ditangani.
Salah satu kendala yang kini sedang dihadapi SMP X terkait dengan keterampilan berbahasa adalah rendahnya kemampuan menulis siswa. Hal ini bisa diketahui dan diidentifikasi dari beberapa hal. Pertama, hasil wawancara peneliti dengan guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia (Dian Perdani, S. Pd) yang mengajar di sekolah tersebut tertanggal 7 Januari XXXX. Guru menjelaskan bahwa kemampuan menulis siswa kelas VIII masih sangat rendah, terutama menulis teks berita. Siswa masih bingung dengan pengemasan bahasa berita yang singkat, padat dan jelas. Mereka pun terkadang tidak memperhatikan kelengkapan data pokok berita. Selain itu aspek ejaan dan tanda baca juga masih rendah. Beliau menambahkan, "Jadi siswa itu kalau diterangkan, kalau ditanya, sudah paham atau belum, jawabannya itu sudah, tapi kalau disuruh mengerjakan itu masih banyak kesalahannya." Lebih lanjut, ditambahkan juga dari kelima kelas, kelas VIII B lah yang memiliki kemampuan menulis paling rendah.
Bertolak dari pernyataan tersebut, peneliti pun mengadakan observasi awal prasiklus (12 Januari XXXX) untuk memastikan kebenaran informasi yang diberikan guru sebelumnya.
Dari hasil observasi prasiklus dapat disimpulkan bahwa kualitas hasil kemampuan menulis teks berita siswa di kelas VIII B rendah. Berikut disajikan data hasil nilai kemampuan awal menulis teks berita siswa kelas VIII B.

** tabel sengaja tidak ditampilkan **

Kedua, dari hasil survei dan observasi prasiklus di kelas VIII B (Senin, 12 Januari XXXX) diperoleh gambaran awal kondisi pembelajaran menulis teks berita yang menunjukkan bahwa siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran menulis. Pada saat pemberian materi terlihat sekali dominasi guru. Guru menerapkan metode ceramah dan siswanya hanya disuruh mendengarkan dan mencatat jika memang diperlukan. Selesai menerangkan materi, guru meminta siswa membaca contoh teks berita yang ada di buku panduan mereka. Sedangkan guru hanya duduk di bangku depan. Kondisi ini berlangsung sekitar 15 sampai 20 menit. Waktu yang cukup lama dan terkesan tidak efektif. Siswa terlihat bosan dan sibuk dengan aktivitas mereka sendiri (mengobrol dengan teman sebangkunya, memandang ke langit-langit dan terlihat melamun, memain-mainkan alat tulis, dst). Keadaan ini menunjukkan kurangnya kualitas proses pembelajaran.
Sejauh ini pembelajaran menulis di SMP X berlangsung dengan menggunakan metode dan cara yang sama dari waktu ke waktu, yaitu hanya dengan memberikan tugas menulis dan dikerjakan di rumah kemudian dikumpulkan pada batas waktu yang telah ditentukan. Dalam hal ini guru tidak pernah mengetahui bagaimana proses pengerjaan siswa. Guru hanya mengetahui hasil akhirnya sebagai bahan penilaian. Dengan kata lain, pembelajaran lebih berorientasi pada produk. Penggunaan media serta sarana prasarana yang ada juga belum dimanfaatkan secara optimal.
Dari hasil wawancara dengan siswa (12 Januari XXXX) mengindikasikan bahwa minat siswa terhadap pembelajaran menulis rendah, minat membaca siswa pun rendah, padahal minat baca sangat bertalian erat dengan kemampuan menulis. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Semi (1995: 5) bahwa semakin banyak siswa membaca, cenderung semakin lancar dia menulis. Saat diwawancara beberapa siswa mengatakan kesulitan dalam menuangkan ide mereka sehingga mereka merasa malas, takut dan bosan ketika ada pelajaran menulis. Mereka juga menilai guru mereka kurang kreatif dalam menyampaikan materi, sehingga saat pembelajaran tidak bisa menumbuhkan motivasi dan minat mereka. Selain itu, siswa juga mengeluhkan tidak adanya penghargaan lebih terhadap karya mereka.
Rendahnya kemampuan menulis siswa (baik dari proses maupun hasil) menunjukkan adanya ketidakberhasilan di dalam pembelajaran menulis. Kesulitan siswa melakukan aktivitas menulis di sekolah maupun kekurangtepatan guru memilih strategi pembelajaran menulis menjadi faktor penyebab ketidakberhasilan sekolah menjadikan menulis sebagai suatu budaya/tradisi baik bagi siswa ataupun guru tersebut. Hal ini memungkinkan pelajaran menulis menjadi kegiatan yang membosankan bagi siswa.
Untuk mengoptimalkan hasil belajar, terutama bidang keterampilan seperti menulis, sudah selayaknyalah diperlukan sebuah teknik atau cara pengajaran yang lebih memudahkan siswa dalam melewati proses kreatif, yaitu dari mulai menemukan ide sampai menuangkannya. Usia anak SMP amerupakan usia transisi menuju dewasa. Sebagaimana yang dinyatakan Hoover (1964: 29) bahwa adolescent is seen as a dynamic individual caught in all the stresses and strains of transitions from childhood to a young adult. Selain itu, karakteristik dari remaja pada umumnya adalah mereka senang berkelompok dengan teman sebayanya. Hal ini dikemukakan oleh Warkitri (2002: 49) bahwa hampir setiap remaja memiliki teman-teman sebaya dalam bentuk kelompok. Berangkat dari hal tersebut peneliti menetapkan sebuah teknik pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan psikologi siswa remaja yaitu Metode Cooperative Learning dengan tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD).
Menurut Slavin (2008: 10) siswa yang bekerjasama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap teman satu timnya mampu membuat diri mereka belajar sama baiknya. Dalam hal ini penerapan pembelajaran kooperatif dilaksanakan, atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan konsep-konsep itu dengan temannya. Sementara itu Student Teams Achievement Divisions (STAD) merupakan salah satu metode yang sangat mengutamakan kerja sama yang baik di dalam tim. Sebagaimana yang tertuang dalam Slavin (2008: 144) bahwa tim adalah fitur yang paling penting dalam STAD. Jika para siswa ingin agar timnya mendapatkan penghargaan tim, mereka harus membantu teman satu timnya untuk mempelajari materinya. Mereka harus mendukung teman satu timnya untuk melakukan yang terbaik, menunjukkan norma bahwa belajar itu penting, berharga, dan menyenangkan.
Penelitian tentang peningkatan keterampilan menulis teks berita dengan metode Student Teams Achievement Divisions (STAD) belum pernah diteliti oleh orang lain di SMP X. Selain itu, pembelajaran menulis teks berita yang berlangsung di SMP X hanya berkisar tentang pemberian materi dan tugas menulis teks berita dengan penugasan pekerjaan rumah. Guru tidak menerapkan sebuah teknik ataupun media yang bisa digunakan agar anak lebih tertarik dan tertantang. Atas dasar itu, maka peneliti merasa perlu melakukan penelitian terhadap permasalahanyang dihadapi di kelas VIII B SMP X. Penelitian ini diharapakan bisa membawa dampak positif bagi guru dan siswa dalam rangka peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran menulis teks berita di sekolah tersebut.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diungkapkan di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. apakah penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis teks berita siswa?
2. apakah metode pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dapat meningkatkan kualitas hasil pembelajaran menulis teks berita siswa?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis teks berita siswa melalui penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD).
2. meningkatkan kualitas hasil pembelajaran menulis teks berita siswa melalui penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD).

D. Indikator Keberhasilan
Untuk mengukur ketercapaian tujuan tersebut dirumuskan indikator-indikator keberhasilan tindakan baik proses maupun hasil sebagai berikut.

** tabel sengaja tidak ditampilkan

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan kontribusi dalam pembelajaran bahasa yang berkaitan dengan teori keterampilan menulis, khususnya keterampilan menulis teks berita. Lebih lanjut dikaitkan dengan metode pembelajaran kooperatif Student Teams Achievement Divisions (STAD).
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa
Dapat melakukan aktivitas menulis dengan lebih mudah dan menyenangkan, karena siswa merasa terbantu dengan metode pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) yang mengutamakan kerja kelompok. Akan tetapi tanggung jawab individupun tetap menjadi prioritas.
b. Bagi guru
Dapat mengembangkan pembelajaran menulis dengan berorientasi pada proses dan bukan hanya hasil, serta secara kreatif dan inovatif menggunakan cara yang lebih bisa memudahkan siswanya dalam mencapai keberhasilan pembelajaran.
c. Bagi sekolah
Sekolah bisa mendapatkan masukan strategi dan cara yang bagus tentang sistem pembelajaran, terutama pembelajaran menulis, sehingga sekolah bisa menerapkan cara yang efektif dan inovatif dalam sistem pembelajarnnya, sekaligus dapat dijadikan acuan dalam menemukan inovasi-inovasi baru lainnya.
d. Bagi peneliti
Menambah wawasan dan memperoleh pengalaman langsung tentang penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD), pada pembelajaran menulis teks berita pada siswa SMP.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 16:49:00