Cari Kategori

TESIS PENGARUH EKUITAS MEREK (BRAND EQUITY) TERHADAP KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN SONY ERICSSON PADA MAHASISWA X

(KODE : PASCSARJ-0067) : TESIS PENGARUH EKUITAS MEREK (BRAND EQUITY) TERHADAP KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN SONY ERICSSON PADA MAHASISWA X (PRODI : ILMU MANAJEMEN)




BAB I
PENDAHULUAN


I.1. Latar Belakang
Perkembangan dunia yang begitu cepat dewasa ini dapat dilihat di segala bidang seperti teknologi, ekonomi dan sebagainya. Dampak dari perkembangan ini memberikan suatu tantangan dan peluang bagi industri dan perusahaan besar ataupun kecil. Di era globalisasi, seperti yang terjadi di kawasan Asia Tenggara khususnya Negara Indonesia, dapat dilihat bahwa dengan adanya perdagangan bebas membuka jalan bagi perkembangan industri dan perusahaan dalam memasarkan produk dan memperluas pasarnya.
Era globalisasi menjanjikan suatu peluang dan tantangan bisnis baru bagi perusahaan yang beroperasi di Indonesia. Di satu sisi, era globalisasi memperluas pasar produk perusahaan dan di sisi lain keadaan tersebut memunculkan persaingan yang ketat antar perusahaan domestik maupun dengan perusahaan asing. Fenomena persaingan ini akan semakin mengarahkan sistem perekonomian Indonesia ke mekanisme pasar yang memposisikan pemasar untuk selalu mengembangkan dan merebut pangsa pasar. Salah satu aset untuk mencapai keadaan tersebut adalah dengan merek.
Merek mengidentifikasikan suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Identifikasi tersebut juga berfungsi untuk membedakannya dengan produk yang ditawarkan oleh perusahaan pesaing. Merek juga menjembatani harapan konsumen pada saat perusahaan menjanjikan sesuatu kepada konsumen. Dengan demikian dapat diketahui adanya ikatan emosional yang tercipta antara konsumen dengan penghasil produk melalui merek. Pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip, tetapi mereka tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama.
Kekuatan persaingan adalah persaingan antar merek, maka ekuitas merek suatu perusahaan harus semakin kuat. Dengan semakin kuatnya ekuitas merek suatu produk, maka konsumen akan merasa puas dan semakin kuat pula daya tariknya di mata konsumen untuk mengkonsumsi produk tersebut yang selanjutnya akan membawa konsumen untuk melakukan pembelian secara berulang-ulang sehingga akhirnya menjadi pelanggan yang setia serta mendatangkan keuntungan bagi perusahaan.
Salah satu perusahaan yang mengalami persaingan yang ketat pada saat ini adalah perusahaan telepon seluler. Berbagai merek telepon seluler semakin banyak diperkenalkan dan beredar di pasaran seperti : Nokia, Sony Ericsson, Samsung, Siemens, Motorola, BlackBerry, O2, Dopod, LG, Philips, dan sebagainya.
Dari berbagai merek telepon seluler yang ada dipasaran, salah satunya adalah telepon seluler merek Sony Ericsson. Enam tahun sudah Sony Ericsson, merek yang lahir dari hasil merger antara Divisi Mobile Communication Sony Corporation dan Telefonaktiebolaget LM Ericsson, terus berupaya meramaikan industri telepon selular (ponsel). Walaupun berasal dari dua perusahaan yang kuat, kehadirannya sempat mengundang segudang pertanyaan, khususnya mengenai eksistensinya di masa yang akan datang.
Sony Ericsson yang merger pada Oktober 2001 dan masuk Indonesia secara resmi Februari 2002 itu terbukti mampu mempertahankan keberadaannya di pasar global maupun Tanah Air. Di pasar domestik, serbuan ponsel ini pelan-pelan mampu menggoyang pasar Nokia. Dalam pasar global, pangsa pasar Sony Ericsson terus merangkak naik. Variasi produknya juga sangat banyak dan tersebar di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Merek ponsel ini menyadari bila varian yang banyak merupakan kunci untuk mengenalkan produknya ke pasar.
Dengan menyadari pentingnya kepuasan konsumen bagi pencapaian tujuan perusahaan, Sony Ericsson terus memperkuat ekuitas mereknya. Guna meningkatkan kesadaran masyarakat (brand awareness) terhadap merek Sony Ericsson di Indonesia, pabrikan Jepang dan Swedia itu agresif memasarkan berbagai model barunya ke pasar. Jika semula hanya menawarkan delapan varian dalam waktu lebih dari setahun, kini minimal 12 model baru hadir setiap tahunnya. Pengalaman yang kaya dari Ericsson dalam bidang telekomunikasi menemukan pasangan yang jitu lewat ketangguhan Sony dalam dua bidang : kamera (ingat Sony Cybershot) dan audio (ingat Walkman). Kekuatan Sony ini benar-benar dieksploitasi guna menghasilkan aneka produk ponsel yang memukau. Sony Ericsson mengategorikan produknya menjadi empat, yaitu ponsel berkamera (imaging), gaya hidup (lifestyle), musik (walkmanphone), dan ponsel bisnis (web communication).
Produk yang variatif, desain yang menarik, menu yang mudah digunakan, fitur yang beragam, juga lebih terjangkau oleh masyarakat Indonesia karena disesuai dengan daya beli masyarakat diharapkan mampu menciptakan kepuasan konsumen telepon seluler merek Sony Ericsson. Tersedianya content-content di internet berupa musik, permainan (game), tema (themes), wallpaper dan lain-lain yang dapat didownload gratis juga diharapkan mendukung kepuasan konsumen telepon seluler Sony Ericsson.
Pada mahasiswa tahun ajaran 2005-2007 sejumlah 2507 orang hanya terdapat 526 orang yang menggunakan telepon seluler Sony Ericsson. Dari fenomena dilihat penggunaan merek telepon seluler di Fakultas ini cenderung didominasi oleh merek lain di luar merek Sony Ericsson.
Dominasi merek lain di luar merek Sony Ericsson menunjukkan gejala belum kuatnya pengaruh ekuitas merek terhadap kepuasan dan loyalitas merek konsumen Sony Ericsson di Fakultas ini dan faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi.
Harga produk Sony Ericsson yang ditawarkan sudah pada taraf terjangkau oleh masyarakat Indonesia, tetapi tidak semua konsumen mau untuk membeli semua jenis produk yang ditawarkan.
Terdapatnya produk telepon seluler lain di pasaran dengan variasi produk, kualitas yang sama, pelayanan yang tidak jauh berbeda serta memberikan promosi yang menarik, adakalanya juga menjadi salah satu hal yang membuat konsumen beralih ke produk telepon seluler tersebut.
Ada kecenderungan di kalangan mahasiswa membeli dan menggunakan telepon seluler dengan melihat merek yang paling banyak dipakai dan dikenal masyarakat, rasa gengsi yang diperoleh (prestise), juga kualitas yang dirasakan lebih unggul.
Untuk itulah Sony Ericsson dituntut untuk dapat membentuk kepuasan konsumen secara total dengan memberikan nilai-nilai yang berdayaguna agar pelanggan puas dan tidak berpindah ke merek yang lain. Kegagalan suatu merek menyampaikan citra yang baik kepada konsumen akan memberikan dampak buruk terhadap persepsi mereka terhadap merek tersebut.

I.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Sejauh mana pengaruh ekuitas merek yang terdiri dari; kesadaran merek (brand awareness), kesan kualitas merek (brand perceived quality), asosiasi merek (brand association) terhadap kepuasan konsumen Sony Ericsson pada mahasiswa X.
2. Bagaimana hubungan kepuasan dengan loyalitas mahasiswa konsumen Sony Ericsson pada mahasiswa X.

I.3. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh ekuitas merek yang terdiri dari; kesadaran merek (brand awareness), kesan kualitas merek (brand perceived quality), asosiasi merek (brand association) terhadap kepuasan konsumen Sony Ericsson pada Mahasiswa X.
2. Untuk mengetahui dan menganalisa hubungan variabel kepuasan mahasiswa dengan variabel loyalitas mahasiswa konsumen Sony Ericsson pada mahasiswa X.

I.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Hasil penelitian ini dapat direkomendasikan kepada konsumen menjadi faktor pertimbangan dalam memilih telepon seluler yang sesuai dengan keinginan mereka.
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi atau masukan bagi perusahaan telepon seluler merek Sony Ericsson maupun perusahaan ponsel merek lainnya untuk mengetahui pengaruh ekuitas merek (brand equity) terhadap kepuasan dan loyalitas guna peningkatan jumlah penjualan produk mereka.
3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi tambahan bagi pihak akademisi untuk pembahasan mengenai manajemen pemasaran khususnya kekuatan merek dalam kaitannya dengan kepuasan dan loyalitas konsumen.
4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan penahaman peneliti mengenai hal-hal yang berhubungan dengan teori perilaku konsumen dan penerapannya di lapangan.
5. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya pada permasalahan atau subjek yang sama demi pengembangan baik secara umum maupun khusus terhadap ilmu pengetahuan yang dijadikan dasar penelitian ini.

I.5. Kerangka Berfikir
Ekuitas merek memiliki posisi yang penting dalam tercapainya tujuan perusahaan. Bagi perusahaan yang ingin tetap bertahan dan melangkah lebih maju untuk memenangkan persaingan, sangat perlu mengetahui kondisi ekuitas merek produknya. Ekuitas merek yang kuat akan mampu mengembangkan keberadaan suatu merek dalam persaingan apapun dalam jangka waktu yang panjang.
Menurut Aaker (1997) Ekuitas merek adalah : "Serangkaian aset dan kewajiban (liabilities) merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama, dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan dan/atau pelanggan perusahaan tersebut. Agar aset dan liabilitas mendasari ekuitas merek, keduanya harus saling berhubungan dengan nama atau simbol sebuah merek. Dimensi ekuitas merek terdiri atas kesadaran merek (brand awareness), kesan kualitas merek (brand perceived quality), asosiasi merek (brand associations) dan loyalitas merek (brand loyality)".
Sedangkan menurut Simamora (2000) bahwa "Ekuitas merek (brand equity) disebut juga nilai merek, yang menggambarkan keseluruhan kekuatan merek di pasar. Ekuitas merek memberikan suatu keunggulan kompetitif bagi sebuah perusahaan karena orang lebih cenderung membeli produk yang membawa nama merek terkenal dan dihormati".
Konsep ekuitas merek dapat terjadi ketika seorang konsumen memiliki tingkatan yang tinggi terhadap kesadaran dan pengenalan terhadap suatu merek dan berpegang pada kekuatan kegemaran dan keunikan asosiasi-asosiasi merek dalam ingatannya.
Konsumen yang menunjukkan sikap positifnya terhadap suatu merek, mempunyai komitmen pada merek tertentu dan berniat untuk terus membelinya di masa depan menunjukkan kepuasan dan kesetiaannya terhadap merek tersebut.
Kesetiaan merek dipengaruhi secara langsung oleh kepuasan atau ketidakpuasan dengan merek yang telah digunakan dalam jangka waktu tertentu.
Menurut Kotler (2001) bahwa : "Kepuasan konsumen merupakan fungsi dari seberapa dekat antara harapan pembeli atas suatu produk dengan daya guna yang dirasakan dari produk tersebut".
Sedangkan menurut Swan dalam Tjiptono (2005) bahwa : "Kepuasan sebagai evaluasi secara sadar atau penilaian kognitif menyangkut apakah kinerja produk relatif bagus atau jelek atau apakah produk bersangkutan cocok atau tidak cocok dengan tujuan pemakaiannya".
Konsumen dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya dengan membeli produk dengan merek tertentu. Apabila merek yang dipilih konsumen itu dapat memuaskan kebutuhan dan keinginannya, maka konsumen akan memiliki ingatan yang dalam terhadap merek tersebut. Pada pembelian berikutnya, konsumen akan memilih produk dengan merek yang telah memberikannya kepuasan, sehingga akan terjadi pembelian yang berulang-ulang terhadap merek tersebut.
Durianto, dkk (2004) menyatakan bahwa : "Ekuitas merek akan menciptakan nilai, baik kepada konsumen maupun kepada produsen, baik secara langsung maupun tidak langsung. Suatu merek dapat dikatakan memiliki ekuitas yang tinggi, apabila merek tersebut berhasil membuat konsumen puas dan loyal. Dari keempat faktor ekuitas merek, pada kenyataannya kesan kualitas merek (brand perceived quality) dan asosiasi merek (brand association) yang dapat mempertinggi tingkat kepuasan konsumen".
Sedangkan menurut Aaker (1997) bahwa : "Kesan kualitas, asosiasi, dan nama yang terkenal bisa memberikan alasan untuk membeli dan bisa mempengaruhi kepuasan penggunaan. Bahkan jika ketiganya tidak penting dalam proses pemilihan merek, ketiganya tetap bisa mengurangi rangsangan untuk mencoba merek-merek lain. Loyalitas merek adalah salah satu dimensi ekuitas merek dan juga merupakan sesuatu yang dipengaruhi oleh ekuitas merek.

I.6. Hipotesis
Adapun hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Ekuitas merek yang terdiri dari; kesadaran merek (brand awareness), kesan kualitas merek (brand perceived quality), asosiasi merek (brand association) berpengaruh terhadap kepuasan Sony Ericsson pada mahasiswa X.
2. Kepuasan konsumen memiliki hubungan dengan loyalitas konsumen Sony Ericsson pada mahasiswa X.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 23:33:00

TESIS PENGARUH PROMOSI DAN LOKASI TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA PENGUNJUNG X DEPARTEMENT STORETESIS PENGARUH PROMOSI DAN LOKASI TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA PENGUNJUNG X DEPARTEMENT STORE

(KODE : PASCSARJ-0066) : TESIS PENGARUH PROMOSI DAN LOKASI TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA PENGUNJUNG X DEPARTEMENT STORE (PRODI : ILMU MANAJEMEN)




BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Dalam kehidupan modern di kota-kota besar, seperti Kota X penjualan dengan sistem swalayan telah lama dikenal. Bisnis ini berkembang dengan cepat, sehingga pada saat ini di Kota X terdapat berbagai pasar dan toko swalayan dalam jumlah yang cukup banyak, baik dalam skala besar maupun dalam skala kecil. Perkembangan jumlah swalayan tersebut mengakibatkan semakin tingginya persaingan usaha diantara mereka.
Dalam sistem swalayan, selain lokasi usaha yang strategis, fasilitas pelayanan juga mempengaruhi jumlah pembeli. Fasilitas pelayanan adalah berbagai kemudahan yang diberikan oleh perusahaan terhadap konsumennya, baik dalam bentuk fisik maupun dalam bentuk non fisik. Berbagai pelayanan yang diberikan oleh swalayan tersebut diantaranya adalah jenis-jenis barang yang disediakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, fasilitas penunjang pelayanan seperti ATM, parkir dan counter-counter yang dapat memberikan pelayanan dengan cepat kepada setiap pembeli.
Selain fasilitas pelayanan dalam bentuk fisik tersebut, juga dibutuhkan pelayanan non fisik, yaitu kemampuan berkomunikasi dari setiap penjaga atau karyawan yang bertugas di dalam swalayan itu sendiri. Kemampuan berkomunikasi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah bagaimana karyawan tersebut membantu setiap pembeli yang berkunjung sehingga memudahkan pembeli untuk menemukan barang yang akan dibelinya serta sikap ramah dan sopan kepada setiap pengunjung.
Promosi yang dilakukan juga akan mempengaruhi konsumen untuk datang ke suatu swalayan. Promosi yang dilakukan terdiri dari beberapa unsur, yaitu periklanan, publisitas, personal selling, dan sales promotion. Periklanan merupakan unsur promosi yang paling banyak dan paling sering dilakukan oleh produsen.
Lokasi adalah letak usaha atau penjualan barang yang ditentukan perusahaan sehingga dapat dijangkau oleh konsumen. Lokasi yang strategis diartikan sebagai letak yang dapat dijangkau oleh konsumen dan memberikan berbagai kemudahan bagi konsumen dalam memenuhi kebutuhannya.
Keputusan konsumen untuk membeli merupakan sikap konsumen yang memutuskan untuk membeli suatu barang atau jasa yang dibutuhkannya. Keputusan konsumen untuk membeli dipengaruhi oleh beberapa faktor. Sikap ramah dan sopan dari pramuniaga, serta adanya berbagai fasilitas-fasilitas pelayanan dan promosi yang baik akan menarik minat konsumen untuk melakukan pembelian. Kenyamanan dan keamanan penggunaan fasilitas pelayanan tersebut akan menarik minat konsumen untuk melakukan pembelian produk di tempat tersebut. Selain fasilitas pelayanan dan promosi yang baik, lokasi yang mudah dijangkau oleh konsumen akan menjadi pilihan utama dalam melakukan pembelian.
Salah satu supermarket di Kota X adalah X Departement Store. Dalam upaya menarik pembeli, perusahaan ini melakukan promosi serta berbagai strategi pemasaran lainnya. Minat konsumen untuk berbelanja di X Departement Store cukup tinggi, hal ini terutama disebabkan karena lokasi supermarket cukup strategis yang dapat dijangkau dari berbagai jurusan atau arah Kota X.

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: bagaimana pengaruh promosi dan lokasi terhadap keputusan pembelian pada pengunjung X Departement Store ?

1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh promosi dan lokasi terhadap keputusan pembelian pada pengunjung X Departement Store .

1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Sebagai masukan bagi manajemen X Departement Store dan menjadi bahan pertimbangan dalam meningkatkan jumlah pengunjung yang berbelanja.
2. Sebagai menambah referensi dalam pengembangan ilmu pengetahuan bagi Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas X.
3. Sebagai menambah pengetahuan dan wawasan peneliti di bidang ilmu manajemen pemasaran, khususnya dalam bidang bisnis swalayan.
4. Sebagai bahan acuan dan perbandingan bagi peneliti selanjutnya terutama yang berminat untuk melakukan penelitian yang sama di masa mendatang.

1.5. Kerangka Berpikir/Landasan Teori
Promosi adalah arus informasi atau persuasi satu arah yang dibuat untuk mengarahkan seseorang atau organisasi kepada tindakan yang menciptakan pertukaran dalam pembayaran (Swasta, 2002).
Kotler (2000) menyatakan bahwa "promosi adalah berbagai kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk menonjolkan keistimewaan-keistimewaan produknya dan membujuk konsumen sasaran agar membelinya".
Sedangkan menurut Tjiptono (2004), promosi berkaitan dengan upaya untuk mengarahkan seseorang agar dapat mengenal produk perusahaan, lalu memahaminya, berubah sikap, menyukai, yakni, kemudian akhirnya membeli dan selalu ingat akan produk tersebut.
Berdasarkan dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian promosi sebagai berikut:
1) Promosi adalah arus informasi atau persuasi satu arah yang dibuat untuk mengarahkan seseorang atau organisasi kepada tindakan yang menyebabkan pertukaran dalam pemasaran.
2) Promosi adalah semua jenis kegiatan pemasaran yang ditujukan untuk mendorong permintaan.
Kebijaksanaan untuk memperkenalkan produk melalui promosi dapat dilaksanakan secara langsung dan tidak langsung. Kegiatan promosi langsung pada umumnya dilakukan oleh pegawai perusahaan yang disebut salesman, yang mempromosikan langsung produk perusahaannya kepada konsumen. Sedangkan kegiatan promosi tidak langsung adalah kegiatan promosi yang dilakukan melalui media komunikasi seperti surat kabar, majalah, televisi, papan reklame dan radio. Bentuk-bentuk promosi yang umum dilakukan adalan periklanan, personal selling, publisitas, dan sales promotion.
Promosi akan mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli suatu barang di toko, tetapi kemudian yang menjadi pertimbangan konsumen adalah lokasi toko atau tempat menjual barang yang dipromosikan tersebut. Lokasi usaha yang strategis yang dapat dicapai dengan mudah akan memudahkan konsumen untuk mengambil keputusan pembelian.
Salah satu kunci menuju sukses dalam dunia usaha adalah lokasi. Lokasi dimulai dengan memilih komunitas yang akan menjadi calon konsumen utama produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan. Keputusan ini sangat bergantung pada potensi pertumbuhan ekonomis dan stabilitas, persaingan, iklim politik, dan sebagainya (Kotler, 2000).
Pemilihan lokasi dan penampilan tempat perbelanjaan sangat membantu menentukan citra usaha dalam benak konsumen. Pemilihan lokasi yang tepat dan penampilan akan membentuk suasana usaha, dan suasana ini akan mempengaruhi konsumen.
Pemilihan lokasi pada penjualan eceran atau yang lebih dikenal dengan nama pasar swalayan, supermarket atau mini market lebih didasarkan pada konsep store environment yang merupakan suatu konsep perancangan lingkungan pasar atau toko yang nyaman dan menyenangkan bagi para pengunjung sehingga merangsang pengunjung menjadi konsumen untuk menghabiskan waktu dan berbelanja di sana (Harmaizar dan Rozalina, 2003).

1.6. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: promosi dan lokasi berpengaruh terhadap keputusan pembelian pada pengunjung X Departement Store di X.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 23:31:00

SKRIPSI PTK PENGUASAAN TEKNIK DASAR LEMPAR CAKRAM DALAM PEMBELAJARAN PENJASORKES MELALUI PENGGUNAAN MODIFIKASI ALAT PADA SISWA KELAS XI IPS SMAN X

(KODE PTK-0020) : SKRIPSI PTK PENGUASAAN TEKNIK DASAR LEMPAR CAKRAM DALAM PEMBELAJARAN PENJASORKES MELALUI PENGGUNAAN MODIFIKASI ALAT PADA SISWA KELAS XI IPS SMAN X (MATA PELAJARAN : PENDIDIKAN JASMANI)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan jasmani merupakan bagian pendidikan secara umum yang mengutamakan aktivitas gerak sebagai media dalam pembelajaran. Pendidikan jasmani (Penjas) mempunyai peran penting untuk meningkatkan kualitas manusia. Hal ini sesuai pendapat bahwa,
"Pendidikan jasmani merupakan bagian dari pendidikan secara umum. Pendidikan jasmani dapat didefmisikan sebagai suatu proses pendidikan yang ditujukan untuk mencapai tujuan pendidikan melalui gerakan fisik. Pendidikan sebagai salah satu sub-sistem pendidikan yang berperan yang penting dalam mengembangkan kualitas manusia Indonesia (Toho Cholik Mutohir & Rusli Lutan, 2001: 2).".
Penjas merupakan pendidikan yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan lainnya. Melalui penjas aspek-aspek yang ada pada diri siswa dikembangkan secara optimal untuk mendukung pencapaian tujuan pendidikan secara keseluruhan. Adapun tujuan pendidikan jasmani menurut Adang Suherman (2000: 23) bahwa, "Secara umum tujuan penjas dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori yaitu: (1) perkembangan fisik, (2) perkembangan gerak, (3) perkembangan mental dan, (4) perkembangan sosial".
Penjas merupakan pendidikan yang di dalamnya diajarkan beberapa macam cabang olahraga menurut jenjang pendidikannya. Hal ini artinya, materi penjas antara tingkat sekolah dasar dengan tingkat sekolah di atasnya (SMP dan SMA/SMK) berbeda-beda. Dalam KTSP, menurut Depdiknas (2007: 3-4), "Ruang lingkup mata pelajaran penjas sekolah dasar meliputi aspek-aspek: permainan dan olahraga, aktivitas pengembangan, aktivitas senam, aktivitas ritmik, aktivitas air, pendidikan luar kelas dan kesehatan".
Dalam mengajarkan materi penjas seorang guru harus bisa menyesuaikan materi sesuai dengan kondisi atau karakteristik anak sekolah menengah atas ( SMA ) yang memiliki kekhasaan dalam bersikap yang diungkapkan melalui bermain. Karakteristik siswa inilah yang harus diangkat untuk menjembatani antara keinginan guru dan anak, serta guru harus mampu menerapkan model pembelajaran yang baik dan tepat sesuai dengan perkembangan anak sekolah menengah atas. Banyaknya model pembelajaran menuntut seorang guru pendidikan jasmani memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang model-model pembelajaran. Namun pada kenyataannya, sekarang ini masih banyak para guru pendidikan jasmani kurang memahami model pembelajaran penjas. Hal ini sering dijumpai di lapangan pada saat pembelajaran penjas siswa dibiarkan berolahraga sendiri, sedangkan gurunya hanya berteduh atau bahkan ngobrol di kantor. Kondisi semacam ini sangat memprihatinkan, karena kaidah-kaidah pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah menengah atas tidak dilaksanakan, sehingga tujuan pendidikan jasmani tidak dapat tercapai.
Pembelajaran penjasorkes melalui penggunaan modifikasi alat mempakan salah satu karakteristik model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran penjas. Adanya model pembelajaran dengan modifikasi alat menuntut seorang guru pendidikan jasmani harus menguasai dan memahaminya dan dapat diterapkan dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Dalam melaksanakan pembelajaran pendidikan jasmani seorang guru harus aktif menciptakan suasana pembelajaran yang sebaik mungkin agar motivasi belajar siswa dapat meningkat. Kemampuan seorang guru membangkitkan motivasi siswa dalam belajar, maka tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
Model pembelajaran dengan modifikasi alat menuntut kreatifitas dan inisiatif guru penjas untuk menciptakan kegiatan belajar mengajar yang beraneka ragam. Selain itu juga, pembelajaran yang dilaksanakan harus efektif agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Dan hal yang tak kalah pentingnya, seorang guru harus mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa dalam belajar, sehingga siswa responsif dengan pembelajaran yang diterimanya, sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai secara optimal. Model pembelajaran dengan modifikasi alat mempakan model pembelajaran yang menuntut kemampuan guru dalam mengorganisasi pembelajaran dan menuntut siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran sangat penting, sehingga tujuan pembelajaran akan dapat tercapai dengan baik dan efektif.
Dari berbagai mata pelajaran yang ada di sekolah menengah atas, atletik merupakan salah satu kegiatan yang digemari para siswa sesuai dengan ciri perkembangannya. Atletik yang dapat diperlombakan adalah lari, lompat, lempar. Fenomena itulah yang saat ini terjadi di SMAN X kelas XI IPS. Hasil survei yang telah dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa tingkat penguasaan teknik dasar dalam mengikuti pembelajaran lempar cakram masih rendah sehingga perlu di tingkatkan.
Pada umumnya pembelajaran lempar cakram yang sering dilaksanakan guru penjas masih bersifat tradisional. Pembelajaran penjas secara tradisional yaitu, guru menerangkan mated pelajaran yang diajarkan, kemudian memberikan contoh dan siswa harus mengulang-ulang sampai materi yang dipelajari dikuasai siswa. Jika materi belum dapat diselesaikan, maka pada pertemuan berikutnya diulang kembali. Pembelajaran seperti ini sangat menoton, siswa merasa jenuh, siswa harus mengikuti semua instruksi dari guru, bahkan terkadang siswa merasa takut dengan gurunya bila tidak dapat melaksanakannya. Di samping itu juga, guru terkadang kurang inovatif dan kreatif, sehingga pembelajarannya kelihatan monoton. Pembelajaran pendidikan jasmani yang monoton disebabkan oleh beberapa hal di antaranya tidak adanya sarana mendukung, dan dari pihak guru sendiri tidak kreatif dan inovatif dalam membelajarkan pendidikan jasmani. Kegiatan-kegiatan pembelajaran lempar cakram yang monoton akan berdampak pada motivasi belajar menurun. Jika dalam belajar penguasaan materi siswa menurun, maka tujuan pembelajaran tidak dapat dicapai secara maksimal.
Menerapkan model pembelajaran yang tepat adalah sangat penting dalam pembelajaran lempar cakram pada siswa SMA. Dengan model pembelajaran yang baik dan tepat, direncanakan dengan baik, disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik siswa, aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan, maka pembelajaran penjas akan berjalan dengan baik dan tujuan pembelajaran akan tercapai. Di samping itu juga, siswa akan termotivasi dalam belajarnya, merasa senang karena bentuk pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan kondisi dirinya. Tetapi sebaliknya, jika pembelajaran tidak sesuai dengan kondisi dan karakteristik siswa, maka siswa akan merasa bosan dan jenuh, sehingga siswa akan malas melaksanakan tugas ajar, sehingga penguasaan materinya menurun. Bagaimanakah model pembelajaran pendidikan jasmani khususnya nomor cabang lempar cakram pada siswa kelas XI IPS SMAN X tahun ajaran XXXX/XXXX, apakah model pembelajaran dengan modifikasi alat sudah diterapkan secara optimal ataukah sebaliknya belum mengetahui model pembelajaran dengan modifikasi alat. Untuk mengetahui sejauh mana optimalisasi penerapan model pembelajaran dengan modifikasi alat, maka perlu dilakukan penelitian dengan judul, "Peningkatan Penguasaan Teknik Dasar Lempar Cakram Dalam Pembelajaran Penjasorkes Melalui Penggunaan Modifikasi Alat Pada Siswa Kelas XI IPS SMAN X Tahun Ajaran XXXX/XXXX"

B. Perumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah penggunaan modifikasi alat dapat meningkatkan penguasaan teknik dasar lempar cakram dalam pembelajaran penjasorkes pada siswa kelas XI IPS SMAN X tahun ajaran XXXX/XXXX?

C.Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui peningkatan penguasaan teknik dasar lempar cakram dalam pembelajaran penjasorkes siswa kelas XI IPS SMAN X tahun ajaran XXXX/XXXX dengan penggunaan modifikasi alat.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Melalui model pembelajaran dengan modifikasi alat, penguasaan teknik dasar dalam pembelajaran lempar cakram meningkat diharapkan siswa lebih bersemangat dan terpacu dalam mengikuti pelajaran di sekolah dan lebih berprestasi lagi.
b. Bagi Guru
Penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi guru Penjasorkes di SMAN X yaitu bahwa model pembelajaran dengan modifikasi alat dapat meningkatkan penguasaan teknik siswa, sehingga dapat mendukung pencapaian prestasi belajar secara maksimal, khususnya penguasaan teknik dasar lempar cakram.
c. Bagi Kepala Sekolah
Dapat menyediakan sarana dan prasarana pembelajaran khususnya pengembangan media pembelajaran olahraga.
d. Bagi Peneliti Lainnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi peneliti lain dengan objek penelitian yang sama.
2. Manfaat Teoritis
a. Mendapatkan pengetahuan baru tentang cara meningkatkan penguasaan teknik pada pembelajaran lempar cakram melalui model pembelajaran dengan modifikasi alat.
b. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan untuk referensi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan hal yang sama.
c. Dapat dipergunakan sebagai media alternatif bagi guru Penjas di sekolah lain dalam meningkatkan penguasaan teknik atau materi yang lebih efektif dan menyenangkan bagi siswa yaitu melalui model pembelajaran dengan modifikasi alat sehingga siswa dapat meningkat keterampilan olahraganya.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 13:13:00

SKRIPSI PTK PENGGUNAAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN DLM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR LEMPAR LEMBING SISWA KELAS VII 2 SMP X

(KODE PTK-0019) : SKRIPSI PTK PENGGUNAAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN DLM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR LEMPAR LEMBING SISWA KELAS VII 2 SMP X (MATA PELAJARAN : PENDIDIKAN JASMANI)



BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Anak merupakan investasi dan sumber masa depan perkembangan suatu bangsa. Pengelolaan dan perlakuan yang benar terhadap anak akan mempertinggi peluang tercapainya kemajuan masa depan suatu bangsa dan negara. Aspek perkembangan jasmani merupakan suatu faktor dominan yang tidak dapat dikesampingkan, bahkan merupakan prioritas untuk dikelola dengan benar dan optimal.
Pengembangan aspek jasmani anak dapat ditunjang melalui beberapa kegiatan antara lain melalui kegiatan olahraga. Kegiatan yang lebih mengarah pada proses pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah-sekolah melalui program-program yang tertuang dalam kurikulum mata pelajaran pendidikan jasmani.
Menurut Rusli Lutan (2001), bahwa Pendidikan Jasmani merupakan serangkaian materi pelajaran yang memberikan konstribusi nyata dalam kehidupan sehari-hari dalam upaya meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta rohani peserta didik. Ol eh karena itu penyelenggaraan Pendidikan jasmani harus lebih dikembangkan ke arah yang lebih optimal sehingga peserta didik akan lebih inovatif, terampil, kreatif, dan memiliki kesegaran jasmani dan kebiasaan hidup sehat serta memiliki pengetahuan dan pemahaman gerak manusia.
Di setiap jenjang sekolah, upaya untuk meningkatkan kualitas proses dan manajemen pendidikan jasmani serta kualitas output pendidikan itu sendiri telah dilakukan dengan berbagai cara, termasuk berbagai peraturan dan kebijakan yang mendukung telah dilahirkan dan dilaksanakan, serta mulai menampakkan hasilnya meskipun belum optimal.
Upaya untuk meningkatkan kualitas proses dan manajemen. Pendidikan Jasmani di sekolah tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan, hal ini terlihat dari siswa masih kesulitan dalam memahami konsep dan penguasaan terhadap teknik dasar olahraga dan guru-guru juga kesulitan dalam menanamkan konsep dan penguasaan teknik dasar olahraga pada siswa sehingga berakibat pada rendahnya hasil belajar siswa. Dari hasil ujian sekolah tahun XXXX/XXXX diperoleh hasil penguasaan siswa SMP X pada materi lempar lembing hanya (58, 94 %).
Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya hasil belajar siswa antara lain kurang kreatifnya guru Pendidikan jasmani di sekolah dalam membuat dan mengembangkan media pembelajaran sederhana, guru miskin akan model-model pembelajaran, sehingga dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang monoton, guru hanya menggunakan metode ceramah dan metode tugas, karena mereka hanya mengejar bagaimana materi pelajaran tersebut dapat selesai tepat waktu, tanpa memikirkan bagaimana pembelajaran itu bermakna dan dapat diaplikasikan oleh siswa dalam kesehariannya.
Di lain pihak hasil pengamatan penulis di kelas VII SMP X menunjukan proses pembelajaran belum melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan belajar dan pembelajaran. Proses belajar mengajar hanya didominasi oleh beberapa siswa saja, hal ini menunjukan kurang efektifnya suatu metode dalam proses belajar dan pembelajaran yang diterapkan oleh guru dan kurangnya tingkat partisipasi siswa dalam proses pembelajaran. Akibatnya hanya sebagian siswa saja yang secara aktif mengikuti proses pembelajaran, sedangkan beberapa siswa masih asyik bercanda, ngobrol dengan teman, atau bermain sendiri dilapangan tanpa menghiraukan apa yang dijelaskan oleh guru. Dari pengamatan yang dilakukan oleh penulis, dari 33 siswa menunjukan bahwa 40,62% siswa yang memperhatikan pelajaran, 31,25% siswa yang tidak serius mengikuti pelajaran, 28,12% siswa yang tidak fokus terhadap pelajaran. Kurangnya partisipasi siswa dalam mengikuti pelajaran akan menurunkan tingkat keberhasilan siswa dalam belajar oleh karena itu diperlukan suatu tindakan yang mampu melibatkan partisipasi siswa dan sekaligus dapat digunakan untuk mempermudah siswa dalam mengikuti proses pembelajaran demi tercapainya tujuan pembelajaran yang direncanakan.
Faktor lain dalam pengajaran pendidikan jasmani yang dianggap membosankan dan kurang disenangi adalah model pembelajaran guru yang tidak menyesuaikan dengan karakteristik, kemampuan, dan perkembangan anak. Guru pendidikan jasmani mengajarkan materi dan memperlakukan siswa sama dengan orang dewasa. Pendidikan Jasmani untuk Sekolah Menengah Pertama seharusnya berbeda dengan orang dewasa. Kegiatan jasmani merupakan sebuah kegiatan yang perlu diprogramkan dengan pengelolaan yang benar melalui pendekatan pertumbuhan dan perkembangan anak. "Anak bukanlah orang dewasa dalam ukuran kecil" (Harsono, 1988) Untuk itu setiap anak memiliki ciri dan sifat yang khas yang harus diberikan perlakuan yang khas pula.
Bila orang dewasa memiliki kegiatan jasmani dalam bentuk olahraga dengan fasilitas yang standar, maka anak-anak memerlukan implementasi kegiatan jasmani dengan segala peralatannya yang khas sesuai dengan ciri dan sifat anak tersebut. Kondisi ini sangat diperlukan agar anak dapat melakukan kegiatan jasmani dan olahraga sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya.
Upaya untuk menyesuaikan pembelajaran pendidikan jasmani dengan karakteristik, kemampuan, dan perkembangan siswa SMP, dapat dilakukan melalui pembelajaran pendidikan jasmani yang dimodifikasi. Menurut Soepartono (2004) bahwa modifikasi pendidikan jasmani dapat dilakukan dengan penekanan pada berbagai aspek seperti materi, alat, ukuran lapangan, bentuk, jumlah pemain.
Untuk mewujudkan suatu kondisi pembelajaran pendidikan jasmani yang memaksimalkan pengalaman belajar siswa, diperlukan alat-alat pembelajaran dalam jumlah yang memadai, bila sekolah tidak memiliki peralatan, guru pendidikan jasmani bersama siswa dapat membuat peralatan sederhana (Depdiknas, 2004).
Dalam penelitian ini, modifikasi pendidikan jasmani difokuskan pada aspek alat yaitu modifikasi lembing. Secara umum kendala yang sering dihadapi guru dalam pembelajaran lempar lembing adalah keterbatasan alat dengan jumlah siswa yang cukup besar. Setiap kelas terdiri atas 33 orang siswa, sedangkan alat yang tersedia hanya empat buah lembing. Apabila proses pembelajaran teknik dasar lempar lembing dilaksanakan apa adanya, guru pendidikan jasmani tidak akan mampu menciptakan suatu strategi pembelajaran yang baik. Akibatnya pengalaman belajar siswa sangat kurang sekali. Artinya kesempatan belajar yang diperoleh untuk menguasai teknik-teknik dasar lempar lembing hanya beberapa kali saja. Di sisi lain alokasi waktu yang tersedia yang semestinya digunakan oleh siswa untuk memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, karena minimnya alat-alat pembelajaran, malah lebih banyak digunakan untuk mengambil lembing yang dilempar jauh, dan menunggu giliran untuk melempar.
Modifikasi adalah pengubahan. Dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti akan mencoba strategi modifikasi dalam pembelajaran Pendidikan Jasmani pada siswa kelas VII SMP X tahun ajaran XXXX/XXXX, dengan materi teknik dasar lempar lembing. Peningkatan hasil belajar dengan yang dimaksud peneliti adalah modifikasi pembelajaran dengan pendekatan permainan yang mengarah terhadap pendekatan teknik. Disamping itu, modifikasi yang digunakan peneliti adalah suatu metode pembelajaran untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam mengikuti proses belajar dan pembelajaran Penjas khususnya materi teknik dasar lempar lembing. Dengan diadakannya modifikasi pembelajaran pendidikan jasmani yang dilakukan peneliti, diharapkan akan memecahkan atau akan mengetahui sekaligus akan menemukan jalan keluar dari masalah yang dihadapi guru dan siswa dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani, khususnya pembelajaran teknik dasar lempar lembing.
Tujuan modifikasi lembing ini ialah agar siswa lebih tertarik, senang dan mudah menguasai teknik dasar lempar lembing. Setidak-tidaknya sifat kaku tradisional yang terikat pada peraturan dan teknik dasar praktik pembelajaran lempar lembing, untuk sementara dapat diabaikan.
Guru dalam mengajarkan lempar lembing harus selalu memikirkan tentang bagaimana bagian dari materi pelajaran lempar lembing dapat dibuat semenarik dan menyenangkan mungkin. Bentuk peralatannya, susunan kelompok, dan gerakan lemparnya harus bervariasi.
Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis dan dari masalah umum yang dihadapi guru penjas dalam menyampaikan materi khususnya teknik dasar lempar lembing, maka penulis merasa tertarik dan yakin untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pada siswa kelas VII SMP X Kabupaten X dengan judul "Penggunaan Alat Bantu Pembelajaran dalam Meningkatkan Hasil Belajar Lempar Lembing".
Diharapkan dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang penulis lakukan dapat memberikan jalan keluar dari masalah yang selama ini dihadapi oleh para guru Pendidikan Jasmani, olahraga dan kesehatan dalam pembelajaran Pendidikan Jasmani pada umumnya dan pembelajaran teknik dasar lempar lembing pada khususnya, serta mampu memperbaiki proses pembelajaran pendidikan jasmani yang akhirnya mampu meningkatkan partisipasi aktif dan kemampuan siswa dalam bidang olahraga pada umumnya, di bidang penguasaan teknik dasar lempar lembing pada khususnya.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas dapat di identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Proses pembelajaran yang berlangsung di kelas VII SMP X belum mencapai hasil yang optimal.
2. Partisipasi siswa dalam proses pembelajaran khususnya di kelas VII.2 SMP X masih kurang.
3. Kurangnya sarana dan prasarana yang menunjang pelaksanaan proses pembelajaran khususnya di kelas VII SMP X.
4. Kurang kreatifnya guru Pendidikan jasmani dalam membuat dan mengembangkan media pembelajaran sederhana di dalam proses pembelajaran khususnya di kelas VII SMP X.

C. Pembatasan Masalah
Sehubungan dengan luasnya permasalahan yang timbul dari topik kajian maka pembatasan masalah perlu dilakukan guna memperoleh kedalaman kajian dan menghindari perluasan masalah. Adapun pembatasan masalah dalam hal ini adalah:
1. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP X semester ganjil Tahun Pelajaran XXXX/XXXX.
2. Objek Penelitian
a. Pembelajaran teknik dasar lempar lembing yang dimodifikasi melalui penggunaan rudal dalam meningkatkan hasil belajar lempar lembing siswa kelas VII SMP X.
b. Partisipasi siswa mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan, dan berpartisipasi dalam pembelajaran lempar lembing.

D. Perumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah, identifikasi dan pembatasan masalah, maka permasalahan yang menjadi pokok penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah penggunaan alat bantu (rudal) dalam pembelajaran penjaskes dapat meningkatkan hasil belajar lempar lembing siswa kelas VII SMP X.
2. Bagaimanakah cara meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran Penjas khususnya pembelajaran teknik dasar lempar lembing siswa kelas VII SMP X.

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui:
1. Meningkatkan hasil belajar lempar lembing siswa kelas VII SMP X tahun ajaran XXXX/XXXX melalui penggunaan alat bantu pembelajaran berupa rudal/lembing yang dimodifikasi.
2. Meningkatkan partisipasi siswa kelas VII SMP X tahun ajaran XXXX/XXXX melalui penggunaan alat bantu pembelajaran berupa rudal/lembing yang dimodifikasi.

F. Manfaat Penelitian
1. Bagi Lembaga Pendidikan (Instansi)
a. Sebagai bahan masukan/saran untuk mengembangkan strategi belajar mengajar yang tepat dalam rangka untuk meningkatkan kualitas proses dan kualitas hasil belajar siswa ataupun mutu lulusan.
2. Bagi Guru
a. Memotivasi kreatifitas guru di sekolah dalam membuat dan mengembangkan media pembelajaran sederhana
b. Sebagai bahan masukan/ saran bagi guru dalam memilih alternatif pembelajaran yang dapat meningkatkan keterlibatan atau partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar
3. Bagi Siswa
Memacu siswa agar lebih berpartisipasi dan berperan serta secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar agar mendapatkan hasil belajar yang lebih baik dan dapat meningkatkan prestasi belajarnya.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 13:11:00

SKRIPSI PTK UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL JIGSAW PADA KELAS XI TAV-B SMKN X

(KODE PTK-0018) : SKRIPSI PTK UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL JIGSAW PADA KELAS XI TAV-B SMKN X (MATA DIKLAT : KOMPETENSI KEJURUAN 3)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi setiap orang dalam mengarungi kehidupan terutama pada jaman yang penuh dengan informasi dan teknologi seperti sekarang ini, agar tidak gagap teknologi. Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia. Di belahan bumi manapun terdapat masyarakat dan di sana pula terdapat pendidikan. Manusia diwajibkan belajar untuk selalu menerima dan menyerap informasi yang selalu up to date dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari karena ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang seiring dengan perubahan jaman.
Fenomena pendidikan di Indonesia sekarang cenderung hanya menuntaskan materi kurikulum. Siswa juga cenderung hanya mengejar nilai dan ijazah saja. Sekolah kurang mementingkan kuantitas, sehingga mutu dan pendidikan menjauh dari apa yang diharapkan. Sudah saatnya sekarang memikirkan kualitas sumber daya manusia Indonesia agar tujuan pendidikan semakin cepat teraih.
Di lain pihak kurikulum yang terus berganti yang tidak sertai sarana prasana yang memadai membawa dampak psikologis guru dan siswa. Sebagai pendidik yang bertanggung jawab transfer of value pada mata diklat yang diajarkan supaya anak didik dapat merasakan begitu pentingnya ilmu yang telah didapatkan. Kitapun harus menyadari bahwa keberhasilan belajar tidak lepas dari potensi kecerdasan siswa, kemampuan guru dalam mendidik dan lingkungan sekitar yang dapat mempengaruhi perkembangan jiwa siswa secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam proses belajar mengajar yang berlangsung sekian lama bergulir paradigma lama yang menganggap pikiran anak seperti kertas putih kosong bersih. Dia siap menerima coretan-coretan guru layaknya bejana kosong yang siap diisi ilmu pengetahuan. Dari sinilah muncul kegiatan belajar mengajar yang memosisikan siswa secara pasif. Siswa siap menerima ilmu pengetahuandari guru yang menggunakan metode ceramah dengan program siswa 3DCH (Duduk, Dengar, Diam, Catat dan Hafal). Proses belajar mengajar sistem itu sekedar memindahkan pengetahuan dari guru kepada siswa.
Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiap-kan siswa terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. SMKN X adalah salah satu sekolah kejuruan yang juga mengalami kendala mengenai prestasi siswa.
Dari data dokumentasi pada nilai semester 1 tahun pelajaran XXXX/XXXX pada kelas XI TAV-B dimana peneliti mengampu kelas tersebut pada mata diklat Kompetensi Kejuruan 3 bahwa nilai rata-rata siswa kurang dari 75%, kemungkinan prestasi belajar tidak optimal, karena kurangnya inovasi guru dalam mata diklat Kompetensi Kejuruan 3. Pada umumnya mata diklat Kompetensi Kejuruan 3 masih menggunakan metode ceramah dan tidak menggunakan metode pembelajaran secara optimal. Model pembelajaran kooperatif merupakan contoh model pembelajaran yang dapat membantu peningkatan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang ada. Hal ini dikarenakan adanya interaksi siswa di dalam kelompoknya dan juga interaksi serta keaktifan dengan guru. Dalam pembelajaran kooperatif ini, siswa saling membantu pembelajaran agar setiap anggota kelompok dapat mencapai tujuan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik. Di dalam kelompok, siswa yang berkemampuan lebih tinggi akan membantu proses pemahaman bagi siswa yang berkemampuan sedang atau rendah. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa dikelompokkan secara variatif (beraneka ragam) berdasarkan prestasi mereka sebelumnya, kesukaan, kebiasaan. Adanya kelompok dengan berbagai kemampuan heterogen inilah yang membuat interaksi aktif dalam setiap kelompok dapat berjalan baik.
Pembelajaran kooperatif tepat digunakan dalam pembelajaran kelas XI TAV-B, karena kelas tersebut mempunyai kemampuan yang heterogen pada mata diklat Kompetensi Kejuruan 3 khususnya pada kompetensi menguasai elektronika digital dan komputer, materi ini disajikan secara bersama dalam kelompok yang kecil dimana dalam satu kelompok dibentuk seorang team ahli, dalam kelompok kecil ini siswa akan mencoba memecahkan masalah yang diberikan oleh seorang guru dalam kelompok tersebut apabila dalam kelompok tersebut tidak bisa memecahkan masalah tersebut dapat berdiskusi dengan kelompok lain. Dalam pembelajaran kooperatif ini siswa benar-benar dituntut untuk mampu memecahkan masalah yang diberikan oleh seorang guru. Dengan pemilihan pembelajaran kooperatif model Jigsaw diharapakan siswa akan mudah memahami pelajaran yang diberikan oleh seorang guru, sehingga implikasinya prestasi belajar dan aktivitas belajar akan meningkat.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka berbagai permasalahan dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Pendidikan di Indonesia sekarang cenderung hanya menuntaskan materi kurikulum.
2. Kurikulum yang terus berganti membawa dampak psikologis guru dan siswa.
3. Metode pembelajaran lama 3DCH (Duduk, Dengar, Diam, Catat dan Hafal), merupakan metode yang kurang efektif.
4. SMKN X adalah salah satu sekolah kejuruan yang juga mengalami kendala mengenai prestasi siswa.
5. Keaktifan siswa dalam mata diklat Kompetensi Kejuruan 3 di kelas XI TAV-B perlu ditingkatkan melalui metode pembelajaran kooperatif model jigsaw.
6. Pembelajaran kooperatif model jigsaw diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar pada mata diklat Kompetensi Kejuruan 3 di kelas XI TAV-B.

C. Pembatasan Masalah
Agar dalam penelitian dapat mencapai hasil yang optimal perlu adanya pembatasan masalah sebagai berikut:
1. Permasalahan dibatasi pada bagaimana upaya meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajar dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif model jigsaw.
2. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan pada siswa kelas XI TAV-B Semester 2 Tahun Pelajaran XXXX/XXXX
3. Tindakan kelas dilaksanakan pada tahun pelaj aran XXXX/XXXX
a. Pra tindakan dilaksanakan bulan Desember XXXX
b. Siklus 1 dilaksanakan pada bulan Februari XXXX
c. Siklus 2 dilaksanakan pada bulan Maret XXXX.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah melalui metode pembelajaran kooperatif model jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa bagi kelas XI TAV-B mata diklat Kompetensi Kejuruan 3 pada kompetensi menguasai teknik digital dan komputer Semester 2 SMKN X pada tahun pelajaran XXXX/XXXX?
2. Apakah melalui metode pembelajaran Kooperatif model jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar siswa bagi kelas XI TAV-B mata diklat Kompetensi Kejuruan 3 pada kompetensi penerapan teknik digital dan komputer semester 2 SMKN X pada tahun pelajaran XXXX/XXXX?

E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajar pada mata diklat Kompetensi Kejuruan 3 pada kompetensi menguasai elektronika digital dan komputer dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif model jigsaw.
2. Tujuan Khusus
Untuk meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajar pada mata diklat Kompetensi Kejuruan 3 pada kompetensi menguasai elektronika Digital dan komputer melalui metode pembelajaran kooperatif model jigsaw pada siswa kelas XI TAV-B semester 2 SMKN X pada tahun pelajaran XXXX/XXXX.

F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat dipetik dari penelitian ini terbagi menjadi 2 yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Untuk menambah dan mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan tentang peningkatan aktivitas belajar dan pestasi balajar dengan metode pembelajaran kooperatif model jigsaw.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa
Siswa lebih mudah memahami kompetensi menguasai elektronika digital dan komputer sebagai implikasi aktivitas belajar dan prestasi belajar meningkat.
b. Bagi guru
Dapat meningkatkan kualitas mengajar melalui inovasi pembelajaran yang menggunakan metode pembelajaran kooperatif model jigsaw pada mata diklat Kompetensi Kejuruan 3.
c. Bagi SMKN X
Hasil penelitian dapat di pakai oleh Guru di SMKN X sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:49:00

SKRIPSI PTK IMPROVING THE STUDENTS CAPABILITY IN COMPREHENDING READING PASSAGE THROUGH GROUP WORK

(KODE PTK-0017) : SKRIPSI PTK IMPROVING THE STUDENTS CAPABILITY IN COMPREHENDING READING PASSAGE THROUGH GROUP WORK (MATA PELAJARAN : BAHASA INGGRIS)




CHAPTER I
INTRODUCTION


A. Background of Study
Learning a language is expected not only to help the students realize themselves, their culture and others but also help them to express ideas and opinions to participate in their lives. English is a means of communication spoken and written. Communication means to understand or produce spoken and written texts that can be realized through four language skills; listening, speaking, reading and writing. These four skills will be used to create discourse in their lives.
Therefore, English lesson is pointed to develop those skills because Junior High School graduates are expected to be able to communicate and make discourse in certain level of literacy (Depdikbud, 2006: 277). Wells, in Depdikbud (2006: 277) states that the levels of literation include performative, functional, informational, and epistemic. In performative level, the students are able to read, write, listen, and speak with symbols used. In functional level, the students are able to use the language to fulfill their daily needs such as reading newspaper, manual or direction. In informative level, the students are able to access knowledge using their language ability while in the epistemic level, the students are able to express knowledge using target language. In Junior high school, the students are expected to reach functional level means they are expected to be able to communicate spoken and written to participate in their lives. Therefore, at Junior high school, the students are expected to learn daily expressions related to their lives when they are in class, interaction with others, etc. The standard of reading for SMP on the ninth grades, the students are expected to understand the meaning of functional text and short essay in descriptive, narrative, recount and should read aloud with acceptable pronunciation and intonation, response rhetorical ways accurately and fluently in the form of descriptive, narrative, report and recount text. Besides, the students must comprehend the text deeply as in national standard for examination. Reading always becomes an important skill. That's why reading must be comprehended by the students in Junior High school. In national standard for examination, it is mentioned that the student must comprehend some comprehension skill: (1) finding information explicitly and implicitly; (2) finding main idea; (3) finding meaning.
Furthermore, in learning English, there are four skills; listening, speaking, reading, and writing which should be mastered by the learner. Reading is similar to listening in many way involves the need of additional skills and require a higher level of syntactic sophistication (Adam in Harris, 1975: 448). However, in reading, the learners must organize the material into meaningful phrases and thought units (Harris, 1975: 448).
Reading has been the major medium not only for transmitting thought but also for building concepts, developing vocabulary, providing knowledge, giving pleasure, giving personal enrichment, growing in intellectual, aiding in understanding personal problems, improving one's self-concept and conveying the problems and ways of other people and culture (Petty, 1980: 209). In other words, by reading, reader can communicate with the writer by using printed or written text in order to get information, ideas, pleasure, and develop vocabulary to understand the writer's message.
In process of reading, the learner should use two process; bottom up and top down process to comprehend the passage (Hammer, 2001: 201). In bottom up process, the readers get general view of reading passage by knowing multiplicity of linguistic signals (letters, morphemes, syllables, words, phrases, grammatical cues, discourse maker) and then comprehension would be derived from all of the parts (Brown, 2001: 299). Meanwhile, in top down process, the readers use their own intelligences and experiences to understand passages (Hammer, 2001: 201). It means that the reader focuses on individual word and phrases to achieve understanding of whole passage.
Reading is difficult when the readers do not have enough vocabulary to understand the text/passage and short or long sentences in reading passage (Harris, 1975: 469). He also states that the difficulty in comprehending reading passage is the use of pronoun. It becomes more difficult when there are many words between pronoun and antecedent. Besides, the sentences printed materials tend to use much more formal style of English than the students is accustomed to use in conversation (Harris, 1975: 470). Nuttal (1985: 83) says that:
It is possible to have a pretty good idea of a writer's message without understanding the signification of every sentence, but it is not possible to be absolutely certain of it, nor to give the fullest response. This entails, first, understanding all the vocabulary as one of the student ( SK ) said:
Saya merasa kesulitan ketika menemui kosa kata baru dalam memahami bacaan, mungkin karena kosa kata memang sangat kurang di tambah lagi saya kadang malas untuk mencarinya.
In this class, the students have lack of vocabulary when they comprehend the text and they have problems in comprehension skill. The indications can be seen from the result of students' preliminary test. The average of students' score is 53.9. There were only 16.6% or 4 students who got score above 70 and the others or 83.3% were failed in comprehending reading passage. The scores of students showed that the worst element of comprehending reading passage is lateral comprehension. The average score of interpretative comprehension was adequate. The average of critical comprehension was not enough. It means the students' capability in comprehending reading passage was far from the expectation because their vocabulary was not enough to comprehend reading passage. Furthermore, the result of questionnaire showed that 30.4% students like to read. Although they like to read, 69.5% students still have difficulty in understanding new vocabulary and 56.5% students have difficulty in comprehending reading passage. In addition, 78.2% students like to discuss in comprehending reading passage.
From the preliminary observation above, the researcher found out two causes; from the teacher and the students. First, the teacher still used traditional technique in which the students only had less time to read whereas reading passage is the complex activity. The teachers just read the passage and discussed with the whole class until the students did not have time to share about the passage freely. The teacher seldom used varied technique to make the students become a better reader. The teachers asked the students to read and answer the questions individually. After that, they submitted the assignment without discussing the answers with other students. Whereas, reading is the complex activity because this activity need more time to comprehend the passage deeply. Second, the students did not comprehend the passage well. They have lack of vocabulary so that it made them difficult to comprehend the passage in lateral comprehension, interpretative comprehension and critical comprehension. It made them have low motivation in reading activity because the students had low capability in comprehending reading passage and the results of reading were not good. Besides, the students still have less confident if they are asked to read in front of their friend. They feel shy if they make mistake in reading the text. Sometime their friends laugh if there is a unique sound. This situation make the lesson crowded because the students did not concentrate with reading activity.
Based on the reason above, the researcher proposed the use of group work as a solution to overcome those problems. Group work is a guidance that comes not only from the teachers but also from fellow-students to understand the text and discuss together on the chance of getting the best interpretation (Nuttal, 1982: 159). It means that group work makes the students possible to help each other because it is a technique where the students can work together to solve the problem. In group work, students are divided into four or less than that. They sat together, face to face one another and talk freely based on the problem. In this study, the writer tried to apply group work during the reading activity. Hopefully, it could make the students motivated to exchange knowledge and information each other during reading activity. It gives much time to get the point of the text/ passage and the students can express their analysis freely. Furthermore, group work is the form of discussion in which the teachers group the students into four in order to give maximum participation in reading activity. Therefore, group work can improve the students' capability in comprehending reading passage.

B. Problem Formulation
Based on the background of the study above, the statements of the problem are;
1. Can group work improve the students capability in comprehending reading passage?
2. What happens when group work is implemented at ninth grade students of X?

C. Objectives of the Study
In general, this study was proposed to improve the students capability in comprehending reading passage of class IX X.
Particularly, in accordance with the problem formulation above, the objectives of the study are:
1. To know whether group work can improve the students capability in comprehending reading passage.
2. To know what happens when group work is implemented at nine grade students of X.

D. The Benefit of the Study
The researcher hopes that this study can be useful to the English teacher, the students, and the other researchers and even to the researcher herself. For the English teacher, this research provides the other technique that is proposed to teaching reading and the result of the research can be useful input in English teaching learning process especially for improving reading comprehension. Then, for the students, this research finding will enrich the students reading comprehension because they can think and collaborate with others using group work in understanding reading passage. Therefore, they can improve their capability in comprehending reading passage. Then, for the other researchers, this research can give the information to be developed for further studies. The last, for the researcher, this research gives more understanding about group work implemented in classroom.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:47:00

SKRIPSI PTK IMPROVING STUDENTS READING ABILITY USING RECIPROCAL TEACHING

(KODE PTK-0016) : SKRIPSI PTK IMPROVING STUDENTS READING ABILITY USING RECIPROCAL TEACHING (MATA PELAJARAN : BAHASA INGGRIS)




CHAPTER I
INTRODUCTION


A. Background of the Study
Curriculum of MAN X as mentioned in Model KTSP Madrasah Aliyah (2007: 49) intends to obtain the achievement of Competence Standard in students' reading ability: (1) to understand the meaning in transactional and interpersonal conversation formally and sustainably; (2) to understand the meaning in the short functional and monologue text in the form of the narrative, spoof, and hortatory; (3) to express the meaning in the transactional and interpersonal conversation text formally and sustainably; (4) to express the meaning in the short functional and monologue text in the form of narrative, spoof, and hortatory accurately, fluently and acceptably; (5) to understand the written monologue text in the form of narrative accurately, fluently and acceptably in the daily life context and to access the science; and (6) to express the meaning in the written monologue text/essay in the form of narrative in the daily life context. The target of the achievement in English competence is hoped more than 65 as kriteria ketuntasan minimal (KKM).
However, there are some problems faced by the students of MAN X in reading competence as follows: (1) they get difficulties in finding main idea of the text; (2) they get difficulties to deduce the meaning; (3) they get difficulties to retell the text; (4) they have difficulties to state the generic structure of text; and (5) most students have difficulties to interpret the text.
In accordance with the result of pre-test, the researcher finds the score of the students' reading achievement.. There are 40 students in the class, 5 students get the score > 75, 6 students get 65 - 75, and 29 others get < 60 in daily test. So, the result of the students' English test is less than 30% achieving KKM.
In addition to the indicator to the reading competence, it can also be seen that the real situations in reading class are as follows: (1) the students show their reluctance; (2) they have low motivation; (3) they always chat to others; (4) they do not care about the reading activity; and (5) mostly they cannot finish their tasks completely.
From the real situation in reading class above, there are some indicators such as: (1) some students cannot find main idea in each paragraph; (2) some students have a difficulty to comprehend the text; (3) it is difficult for students to find the generic structure of the text; and (4) most of students get low value in reading test.
There are some causes why the problems emerge as follows: (1) teaching reading is not enjoyable; (2) the teacher uses a conventional method in teaching reading; (3) during the teaching learning process, the teacher transfers information (monotonous approach); (4) the teacher never lets students express their own opinion freely; and (5) the teacher is dominant in teaching reading process.
Weistein and Meyer (1986) cited in Arends (1997: 243) state that "good teaching includes teaching students how to learn, how to remember, and how to motivate themselves". The writer believes what they state will make students more creative and interested in reading the material. The better reading text given to the students must be motivating, interesting and meaningful for the students. It can stimulate them to enjoy and learn better.
In real situation, the researcher does not find the ideal reading teaching in MAN X because most English teachers still teach using grammar translation method in reading comprehension. Therefore, it is very important to provide an alternative technique to improve students' reading ability. To improve the students' reading comprehension, the researcher uses reciprocal technique in teaching reading as an implementation for improving the students' reading ability.
Reciprocal teaching is a very powerful strategy for improving reading comprehension. Teachers need to explicitly teach and model the four basic strategies: predicting, questioning, clarifying, and summarizing (Palinscar, 1984: 117). Predicting is something most children are familiar with and use regularly to activate background knowledge and to confirm their hypothesis. Questioning is the strategy in which students generate questions about what they are reading. Clarifying supports students in monitoring their own comprehension-it gets them to think about what is confusing to them as they read. Summarizing is recalling and arranging information and constructing overall understanding..
It is important that students understand that skilled readers employ the reciprocal teaching strategies every time they read something, and that this is a great habit to develop as a way to improve their comprehension skills. This can be accomplished with short pieces of fiction or nonfiction; the entire class can brainstorm examples of the various types of comprehension strategies. Small groups can then choose 3-4 questions from each category to answer and share with the entire class.
According to Alverman and Phelps (1998: 42) in their book, Content Reading and Literacy: Succeeding in Today's Diverse Classroom, reciprocal teaching has two major features: (1) instruction and practice of the four comprehension strategies—predicting, question generating, clarifying, and summarizing; and (2) a special kind of cognitive apprenticeship where students gradually learn to assume the role of teacher in helping their peers construct meaning from text.
According to Rosenshine and Meister (1994: 79), there are four important instructional practices embedded in reciprocal teaching: (1) Direct teaching of strategies, rather than reliance solely on teacher questioning; (2) Student practice of reading strategies with real reading, not with worksheets or contrived exercises; (3) Scaffolding of instruction; students as cognitive apprentices; and (4) Peer support for learning.
Reciprocal teaching involves a high degree of social interaction and collaboration, as students gradually learn to assume the role of teacher in helping their peers construct meaning from text.
The National Education Department has applied the CBC 2004 and KTSP 2004 revised in 2006, the purpose is developing the communicative competence; especially reading comprehension. The reciprocal teaching is expected to be able to help the students comprehend the text easier. Hence, the researcher will observe the use of reciprocal teaching to activate the second year students of MAN X to comprehend and understand such text.
In doing the research, it is important to establish the target that wanted to be reached. The target of this research is that the students can improve their understanding of the text. Based on the target above, the researcher finally wishes that:
1) 100% of the students can understand in comprehending the text in terms of: a) finding the main idea; b) getting the content of the text; and c) raising the reading score.
2) 80% of the students can study more active to interact in the classroom and have higher motivation to study.
To gain the target of the research, the researcher will train the students to comprehend the text and help them to find main idea, supporting idea, explicit information, and master vocabulary. When the students are able to comprehend the text, it is expected that they can reach the understanding of the text.

B. Statement of the Problem
From the background of the study, the researcher has the research questions that should be answered:
1. Does and to what extent reciprocal teaching improve students' reading ability?
2. How is the situation when reciprocal teaching is implemented in the reading class?

C. The Objective of the Study
This research aims to improve the students' reading ability with a reciprocal technique. In details, the research has the objectives as follows:
1. To identify whether and to what extent reciprocal teaching can improve students' reading ability.
2. To describe the situation when reciprocal teaching is implemented in reading class.

D. The Benefits of the Study
The result of the study can give the following benefits:
1. For the students:
The students can apply reciprocal teaching strategies in their study club to improve their reading ability. It helps them become better learner and help them to evaluate and have responsibility for their own learning.
2. For the teachers:
This study can give a contribution to other teachers to innovate learning strategy, especially utilizing reciprocal teaching, so that they can increase both teaching-learning quality and the students' learning achievement.
3. For the institution of education:
The institution can conduct this study for other subject material especially by reciprocal teaching. It means for developing and increasing the students' learning achievement and learning performance. At last, the improvement of learning achievement can give a good effect to increase a credibility of the institution.
4. For other researcher:
The result of the study can be used as a reference for starting point to conduct further study about teaching and learning English, especially by applying reciprocal teaching strategy in every classroom activity. For the reason, it can be seen from some researches that the application Reciprocal Teaching technique shows the improvement of students' achievement and motivation in learning English.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:46:00