Cari Kategori

JUDUL TESIS PROGRAM PASCASARJANA

This summary is not available. Please click here to view the post.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:00:00

TESIS PEMANFAATAN DANA INPRES DESA TERTINGGAL PASCA PROGRAM STUDI DI DESA X

(Kode : PASCSARJ-0005) : TESIS PEMANFAATAN DANA INPRES DESA TERTINGGAL PASCA PROGRAM STUDI DI DESA X (PRODI : MAGISTER MANAJEMEN)

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis.
A. Latar Belakang Masalah.
Kemiskinan seringkali dipahami sebagai gejala rendahnya tingkat kesejahteraan semata padahal kemiskinan merupakan gejala yang bersifat kompleks dan multidimensi. Rendahnya tingkat kehidupan yang sering sebagai alat ukur kemiskinan pada hakekatnya hanya merupakan salah satu mata rantai dari munculnya lingkaran kemiskinan.
Kemiskinan menjadi masalah negara khususnya di negara-negara dunia ketiga sebagaimana dalam kutipan publikasi Bank Dunia dalam Kuncoro (1995 : 104) tentang klasifikasi negara berdasarkan kelompok penghasilannya. Negara berpenghasilan rendah dan menengah yang seringkali disebut negara berkembang (developing countries) memiliki karakteristik yang relatif sama yaitu antara lain : a) tingkat kehidupan yang rendah yang berdampak pada tingkat produktivitas rendah; b) pertumbuhan penduduk dan tingkat ketergantungan yang tinggi; c) tingkat pengangguran dan setengah pengangguran tinggi cenderung meningkat; d) ketergantungan terhadap produksi pertanian dan ekspor produk primer demikian signifikan; e) dominan tergantung dan rentan terhadap hubungan internasional.
Kemiskinan memiliki wujud yang beraneka ragam termasuk rendahnya tingkat pendapatan dan sumber produktif yang menjamin kehidupan yang berkesinambungan, kelaparan, kekurangan gizi, rendahnya tingkat kesehatan, keterbelakangan, kurang akses kepada pendidikan serta layanan-layanan pokok lainnya. Kemiskinan juga dicirikan oleh rendahnya partisipasi dalam proses pengambilan keputusan dalam kehidupan sipil, sosial dan budaya.
Gambaran kemiskinan tersebut di atas memenuhi kriteria kemiskinan sebagian besar di Indonesia. Kemiskinan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tak dapat ditunda lagi dengan dalih apapun dan menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Dalam paradigma pembangunan kebijaksanaan dan strategi penanggulangan kemiskinan ditempuh dengan strategi tidak langsung melalui kebijaksanaan ekonomi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya. Sebagai indikator berhasil tidaknya pembangunan semata-mata hanya dilihat dari meningkatnya pendapatan nasional sehingga berbagai program penanggulangan kemiskinan lebih bersifat dari atas.
Setelah bertahun-tahun penerapan kebijaksanaan dan strategi melalui pertumbuhan ekonomi ini ternyata belum mencapai hasil yang diharapkan tetapi justru muncul kantong-kantong kemiskinan sebab program ini cenderung disusun dengan asumsi bahwa orang miskin belum mampu menolong dirinya sendiri sehingga perlu bantuan dari pihak luar dan cenderung bias birokrasi sebagai inspirator program akibatnya kebijaksanaan ini hanya dinikmati oleh segelintir orang terutama para pemilik modal dan kelompok elit nasional. Tanpa disadari munculnya kesenjangan sosial, dan ekonomi. Dengan demikian pendekatan pembangunan yang bertujuan mengurangi dan menghapus kemiskinan memerlukan kajian yang mendalam sebab pada dasarnya konsep tentang kemiskinan itu sendiri bersifat dinamis dan tidak statis. Menyadari bahwa pendekatan pembangunan yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi kurang memberikan akses yang tepat untuk pemerataan pembangunan, pendapatan, partisipasi dan kreativitas masyarakat, serta distribusi kekayaan sehingga diupayakan penanggulangan kemiskinan secara langsung yang lebih substansial. Penanganan kemiskinan lebih mendasar melalui upaya peningkatan sumber daya manusia, peningkatan upaya permodalan, pengembangan usaha, peluang kerja dan penguatan kelompok penduduk miskin.
Bertitik tolak pada permasalahan tersebut diatas, maka munculah Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang dilaksanakan berdasarkan Inpres Nomor 5 Tahun 1993 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan melalui program IDT yang bertujuan :
1. Memadukan gerak langkah semua instansi, lembaga pemerintah, masyarakat dan dunia usaha untuk mendukung pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan;
2. Membuka peluang bagi penduduk miskin di desa tertinggal untuk dapat meningkatkan taraf hidupnya dengan cara menciptakan dan memperluas lapangan kerja produktif melalui peningkatan berbagai kegiatan pembangunan di desa tertinggal;
3. Mengembangkan dan memantapkan kehidupan ekonomi penduduk miskin melalui penyediaan bantuan khusus;
4. Meningkatkan kesadaran, kemauan, tanggung jawab, harga diri, rasa kebersamaan dan rasa percaya diri masyarakat.
Kelahiran IDT tidak saja menunjukkan tekad pemerintah mengentaskan kemiskinan tetapi juga sebagai bagian perwujudan bahwa masyarakat tidak lagi sebagai obyek tetapi sebagai subyek pembangunan yang mengambil peran dalam setiap upaya penanggulangan kemiskinan artinya mereka berkuasa membuat dan menjalankan programnya sendiri sehingga pemanfaatan dana IDT pada dasarnya diserahkan kepada penduduk miskin itu sendiri. Mereka yang paling mengetahui sesuatu yang harus diusahakan dan kebutuhan yang paling mendesak dengan bimbingan pemerintah dan tenaga pendamping.
Sasaran dari IDT adalah kelompok miskin di desa tertinggal. Program IDT mengandung tiga pengertian dasar yaitu sebagai berikut :
1. Sebagai pendorong masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan;
2. Sebagai strategi dalam pemerataan pembangunan;
3. Sebagai pengembangan ekonomi rakyat melalui pemberian dana bergulir untuk modal usaha bagi penduduk miskin.
Batasan kelompok penduduk miskin menurut Aisyah mengutip pendapat Sajogya (1997 : 153) bahwa kemiskinan dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu sebagai berikut :
1. Miskin apabila tingkat pendapatannya lebih kecil dari 320 kg nilai tukar beras per kapita per tahun untuk pendesaan dan 480 kg untuk perkotaan;
2. Miskin sekali bila seseorang mempunyai pendapatan 240 kg nilai tukar beras perkapita per tahun untuk pedesaan dan 360 kg beras untuk perkotaan;
3. Melarat dengan pengeluaran sebesar 180 kg nilai tukar beras per kapita per tahun untuk pedesaan dan 270 kg beras untuk perkotaan.
Menurut Mubyarto (1998 : 84) di Jawa Tengah cara menentukan penduduk miskin dengan kriteria sebagai berikut :
1. Tidak mampu makan setara 2.100 kalori per orang per hari;
2. Tingkat pengetahuan, ketrampilan, dan derajat kesehatan rendah;
3. Tidak mempunyai mata pencaharian yang tetap;
4. Pendapatan per kapita per hari kurang dari Rp 500,-;
5. Partisipasi dalam pembangunan rendah;
6. Kondisi perumahan dan lingkungan minimal;
7. Kepemilikan perlengkapan rumah tangga terbatas;
8. Kepemilikan lahan sangat sempit dan tidak produktif.
Berdasarkan Mubyarto (1998 : 8) selama tiga tahun pelaksanaan program IDT di propinsi Jawa Tengah telah menerima dana sebesar Rp 148,94 M :
1. Tahun anggaran 1994/1995 sebesar Rp. 48,78 milyar untuk 443.358 KK dalam 17. 461 pokmas di 2.439 desa;
2. Tahun anggaran 1995/1996 sebesar Rp. 50,48 milyar diperuntukkan 17.398 pokmas di 2.564 desa dan 336.199 KK;
3. Tahun anggaran 1996/1997 sebesar Rp. 49,68 milyar diperuntukkan 2.484 desa.
Dana IDT yang diberikan kepada masyarakat sebagai pancingan bagi kelompok penduduk miskin untuk menumbuhkan, memperkuat kemampuan, dan membuka kesempatan berusaha agar dapat meningkatkan taraf hidup serta memberikan manfaat yang berkelanjutan, tidak berhenti, terus bergulir sebagai dana yang abadi milik masyarakat desa. Keberhasilan program yang sebelumnya di bawah bimbingan teknis pemerintah dan tenaga pendamping diharapkan tetap bisa berjalan dan dikelola dengan baik oleh pokmas.
Keberhasilan program IDT yang sebelumnya diwarnai campur tangan pemerintah yang sangat dominan dan keberadaan para tenaga pendamping IDT untuk membantu pelaksanaan program masih terdapat hambatan apalagi bila tanpa bantuan pemerintah dan tenaga pendamping.
Dana IDT diharapkan memberi manfaat berkelanjutan kepada masyarakat. Sebagaimana diketahui bahwa masyarakat miskin pedesaan sebagian besar hidup dalam lingkaran yang serba terbatas, tidak berdaya, rentan terhadap penyakit, kurang pendidikan, berpendapatan rendah, dan terisolasi secara fisik maupun mental. Keterbatasan ini memberikan pengaruh bagi kelangsungan program IDT pasca pemberian kredit IDT maka perlu dikaji apakah dana ini terus bergulir. Hambatan lain dalam pelaksanaan program IDT ini adalah hambatan internal dari kelompok sasaran miskin antara lain hambatan struktural, kultural, alamiah, yang bersifat ketidakberdayaan dan hambatan yang bersifat eksternal bersumber pada aspek kelembagaan dan adminitrasi birokrasi pemerintah daerah. Dalam pelaksanaan program IDT di desa X tidak lepas dari hambatan internal maupun eksternal.
Dugaan sementara dana tidak berkembang adalah disebabkan karena kegiatan usaha yang dilakukan pokmas memiliki jangka waktu lama untuk menghasilkan uang tunai dan kesulitan dalam memasarkan hasil produksi. Anggota pokmas enggan menerima dana untuk dikembangkan karena takut mengalami kegagalan atau kemacetan dana pada suatu kelompok atau anggota pokmas.
Berdasarkan serangkaian data maupun fakta tentang seputar pelaksanaan program IDT di desa X menarik untuk dikaji lebih lanjut apakah dana bergulir dari program IDT yang dialokasikan di desa tersebut selama tiga tahun anggaran itu masih bergulir sebagai dana abadi masyarakat setelah tidak ada lagi program pemberian bantuan IDT dari pemerintah.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sampai berapa jauh faktor jenis usaha, besar dana yang diterima dan partisipasi pokmas mempengaruhi terhadap keberlanjutan pemanfaatan dana bergulir IDT;
2. Seberapa jauh harapan anggota pokmas dalam memanfatkan dana bergulir IDT pasca program setelah tidak ada dana IDT lagi.

C .Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sejauh mana faktor jenis usaha, besar dana yang diterima, dan partisipasi anggota pokmas mempengaruhi terhadap keberlanjutan pemanfaatan dana bergulir IDT;
2. Untuk mengetahui sejauh mana harapan anggota pokmas memanfaatkan dana bergulir IDT pasca program setelah tidak ada lagi dana IDT bagi pokmas.

D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian tesis ini diharapkan bermanfaat :
1. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang berkepentingan dalam membuat kebijaksanaan untuk memilih strategi pelaksanaan program sejenis di masa yang akan datang sehingga lebih efektif dan efesien;
2. Memberikan kontribusi secara aplikatif kepada masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan;
3. Sebagai bahan acuan dalam penelitian sejenis di tempat lain dan memberikan kesempatan untuk menerapkan teori ke dalam praktek yang sesungguhnya.

E. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. "Jenis usaha yang dilakukan, besar dana diterima, dan partipasi anggota pokmas memiliki pengaruh yang positif terhadap keberlanjutan pemanfaatan dana bergulir IDT"
2. "Diduga anggota pokmas tetap berharap tentang keberlanjutan pemanfaatan dana IDT pasca program"

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 14:33:00

TESIS KUALITAS PROSES DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI MELALUI PENGAJARAN DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA MADRASAH ALIYAH X

(Kode : PASCSARJ-0003) : TESIS KUALITAS PROSES DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI MELALUI PENGAJARAN DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA MADRASAH ALIYAH X (PRODI : PENDIDIKAN SAINS)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan pada saat ini dihadapkan pada tuntutan tujuan yang semakin canggih, semakin meningkat baik ragam, lebih-lebih kualitasnya (Tilaar, 1997). Di sisi lain, berdasarkan hasil evaluasi dengan kurikulum 1994 yang berbasis kontent (Karim, 2000), diketahui bahwa siswa belum mencapai kemampuan optimalnya. Siswa hanya tahu banyak fakta tetapi kurang mampu memanfaatkannya secara efektif. Sementara itu, pemerintah dan masyarakat berharap agar lulusan dapat menjadi pemimpin, manajer, inovator, operator yang efektif dan yang mampu beradaptasi dengan perubahan. Oleh sebab itu, beban yang diemban oleh sekolah, dalam hal ini adalah guru sangat berat, karena gurulah yang berada pada garis depan dalam membentuk pribadi anak didik. Dengan demikian sistem pendidikan di masa depan perlu dikembangkan agar dapat menjadi lebih responsif terhadap tuntutan masyarakat dan tantangan yang akan dihadapi di dunia kerja di masa mendatang.
Dewasa ini, banyak jalur pendidikan yang diupayakan, baik oleh pemerintah berupa sekolah umum maupun yang dikembangkan oleh swasta atau sekolah masyarakat, misalnya sekolah yang dikembangkan di dalam pondok-pondok pesantren. Seluruh jalur pendidikan yang dikembangkan pada hakikatnya mempunyai tuntutan dan tanggung jawab moral yang sama terhadap lulusan atau terhadap kelanjutan peserta didik.
Sejak kemerdekaan Indonesia tahun 1945, tidak sedikit pesantren menerapkan pendidikan dengan sistem madrasah, dan kini terus berkembang sejalan dengan perkembangan sosial yang ada. Sejak tahun 1970-an sejumlah pesantren bahkan membuka sekolah-sekolah umum yaitu SD, SLTP, SMU, dan SMK. Hal ini terjadi karena adanya kesadaran di lingkungan pengasuh pesantren, bahwa tidak semua alumni pondok pesantren ingin menjadi ulama, ustaz, ataupun dai. Mereka justru kebanyakan ingin menjadi warga biasa, yang tidak terlepas dari kebutuhan melanjutkan pendidikan dan mencari pekerjaan yang tentu saja memerlukan pengetahuan dan keterampilan tertentu. Bahkan sejak tahun 1970-an banyak pesantren memberikan pembekalan dan keterampilan ekonomi bagi santrinya, serta terlibat dalam upaya pemberdayaan ekonomi bagi rakyat di lingkungannya (Azizy, A., 2002).
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang memberi pengajaran agama Islam. Menurut Muhtarom (2002), tujuannya tidak semata-mata memperkaya pikiran santri atau siswa dengan teks-teks dan penjelasan-penjelasan yang Islami, tetapi juga untuk meninggikan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah-laku yang jujur dan bermoral, dan menyiapkan murid untuk hidup sederhana dan bersih hati.
Dari uarian di atas, jelas bahwa pendidikan pada Madrasah Aliyah Pondok Pesantren dihadapkan pada dualisme tuntutan. Di satu sisi, lulusan harus dipersiapkan dengan kemampuan akademis yang memadai agar bisa melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi atau perguruan tinggi, di sisi lain, lulusan dituntut harus mempunyai moralitas yang tinggi atau yang lebih dikenal dengan berakhlak mulia sesuai dengan tuntutan Qur'an dan sunnah Rasulullah agar nantinya setelah kembali ke masyarakat dapat menjadi contoh dan teladan yang baik bagi masyarakat. Bahkan jauh dari itu, lulusan diharapkan bisa menjadi seorang dai yang akan menyebarkan nilai-nilai Ilahiyah kepada seluruh lapisan masyarakat.
Kemampuan akademis yang diharapkan adalah sama dengan yang dituntut pada sekolah menengah umum, meliputi kemampuan bidang umum antara lain biologi, fisika, kimia, matematika dan sebagainya dan ditambah dengan kemampuan akademis bidang agama Islam dan kepondokan antara lain Aqidah Akhlaq, Fiqih, Ilmu Hadis, dan sebagainya. Tuntutan akademis bidang agama Islam dan kepondokan inilah yang membedakan pendidikan pada Madrasah Aliyah Pondok Pesantren dengan bidang akademis pada sekolah menengah umum (SMU). Sedangkan tuntutan moralitas atau akhlak mulia antara lain; sikap menghormati dan menghargai sesama manusia, menghargai pendapat orang lain, menghargai adanya perbedaan antar pribadi dalam segala aspek, demokratis, dan sikap-sikap positif lainnya. Dengan demikian, upaya inovasi pengajaran yang mengarah kepada pencapaian kedua tujuan tersebut mutlak diperlukan pada madrasah pondok pesantren.
Ada beberapa alasan mendasar mengapa inovasi pendidikan pesantren terasa urgen dan mendesak untuk dilakukan. Dalam kaitan ini Sudirman Tebba, seorang peneliti pesantren yang dikutip dalam Magfurin (2002) mengemukakan alasannya, yaitu (a) Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan, dakwah, dan sosial dirasakan oleh banyak pihak memiliki potensi besar untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam bidang pendidikan dan pengembangan masyarakat, (b) Jumlah pesantren potensial terbukti pula melaksanakan usaha kreatif yang bersifat rintisan. Upaya inovasi pembelajaran dalam lingkup madrasah pondok pesantren perlu dikembangkan sambil terus melakukan upaya pembenahan terhadap masalah utama yang dihadapi pesantren, baik yang bersifat internal maupun yang eksternal.
Jika ditelaah lebih mendalam pola pengajaran yang dilakukan pada madarasah pondok pesantren, seperti pada Madrasah Aliyah Pondok Pesantren X berdasarkan pengalaman dan pengamatan penulis, maka masih kurang adanya kesesuaian pola pengajaran yang dilakukan dengan dualisme tuntutan pendidikan. Pengajaran bidang-bidang akademis masih dilakukan secara konvensional yang hanya membuahkan kemampuan yang bersifat kognitif semata bagi siswa. Padahal salah satu titik tumpu untuk mencapai dualisme tuntutan di atas adalah melalui pengajaran bidang akademis tersebut. Pola pengajaran yang ada menuntut siswa berakhlak mulia atau bermoralitas tinggi hanya melalui penanaman pemahaman (kognitif) atau pengkajian terhadap ayat-ayat Allah yang terdapat dalam Al-Quran dan hadis pada hampir seluruh bidang keagamaan atau kepondokan seperti mata pelajaran aqidah akhlak, fiqih, ilmu hadis, dan sebagainya.
Jika dianalisis lebih mendalam, bahwa hampir semua sikap positif yang terkandung dalam istilah "akhlak mulia" atau "bermoral" adalah sama halnya dengan keterampilan. Keterampilan tersebut agar bisa mendarah daging pada peserta didik harus dilatihkan secara terus-menerus dan terintegrasi pada semua hidang studi. Jadi tidak cukup dengan pemahaman dan pengkajian saja yang, akan membuahkan hasil yang sifatnya kognitif bagi siswa.
Pada Madrasah Aliyah Ponpes X, sebagaimana sekolah menengah umum, pengajaran IPA, khususnya biologi disesuaikan dengan kurikulum IPA biologi yang berlaku, baik tujuan maupun struktur materi. Tetapi pengajaran biologi hanya terbatas pada produk atau fakta, konsep dan teori saja. Padahal IPA itu sendiri terdiri dari tiga komponen yaitu produk, proses, dan sikap.
Adanya pola pengajaran yang dilakukan pada Madrasah Aliyah Pondok Pesantren X tersebut, di antaranya disebabkan karena kurangya pengetahuan dan pengalaman guru terhadap model pembelajaran yang tepat, dan kurang tersedianya perangkat pembelajaran yang sesuai. Model pembelajaran dan perangkat pembelajaran yang dimaksud adalah, yang bisa meningkatkan kemampuan akademik, melatihkan keterampilan berbicara, sekaligus menanamkan moralitas kepada siswa. Secara teoritis, untuk mengatasi permasalahan tersebut di antaranya dengan mengembangkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
Tersedianya perangkat pembelajaran merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang proses pembelajaran berjalan dengan baik dan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nur (1999a), bahwa perangkat pembelajaran memberikan kemudahan dan dapat membantu guru dalam mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas.
Perangkat ini menyediakan sejumlah strategi untuk mendorong siswa menggunakan gaya-gaya belajar berbeda. Sehingga dengan perencanaan yang seksama, kebutuhan untuk seluruh siswa dapat dipenuhi dalam kelas Sains.
Pola pengajaran seperti yang telah diuraikan di atas, menjadi salah satu penyebab rendahnya prestasi akademik mata pelajaran biologi lulusan Madrasah Aliyah Ponpes X, seperti yang tertera pada tabel 1.1. Sekarang ini, sudah menjadi animo bagi masyarakat umum, bahwa lulusan Pondok Pesantren setelah berada dalam lingkungan masyarakat, mempunyai pola tingkah laku yang tidak jauh berbeda dengan lulusan SMU, karena tujuan yang menuntut lulusan berakhlak mulia atau bermoral tinggi hanya ada pada otak siswa atau lulusan sebagai pengetahuan kognisi.
Tabel 1.1
** TABEL SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **

Data tersebut menunjukkan masih rendahnya prestasi akademik lulusan Madrasah Aliyah Pondok Pesantren X untuk mata pelajaran biologi. Harus disadari bahwa banyak parameter yang mempengaruhi hasil pendidikan, seperti; intelegensi siswa, ketersediaan sarana dan prasarana belajar, latar belakang pendidikan guru, kemampuan guru dalam mengorganisasikan pembelajaran, dan lain sebagainya. Tetapi yang sangat penting dilakukan sekarang ini adalah mengembangkan perangkat pembelajaran, sekaligus melatihkan kepada guru suatu model pembelajaran yang diharapkan bisa mewujudkan dualisme tujuan tersebut.
Tugas guru tidak hanya sekedar mengupayakan para siswanya untuk memperoleh berbagai pengetahuan produk dan keterampilan. Lebih dari itu, guru harus dapat mendorong siswa untuk dapat bekerja secara kelompok dalam rangka menumbuhkan daya nalar, cara berpikir logis, sistematis, kreatif, cerdas, terbuka, dan ingin tahu. Oleh sebab itu dalam kegiatan belajar mengajar perlu dikembangkan pengalaman-pengalaman belajar melalui pendekatan dan inovasi model-model pembelajaran yang sesuai.
Pembelajaran IPA khususnya diarahkan pada kegiatan-kegiatan yang mendorong siswa belajar secara aktif, baik fisik, mental-intelektual, maupun sosial (kelompok) untuk memahami konsep-konsep IPA, khususnya biologi. Dalam mengembangkan pembelajaran biologi di kelas, yang diharapkan adalah keterlibatan aktif seluruh siswa dalam kegiatan pembelajaran, menemukan sendiri pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Intinya pembelajaran biologi yang dikehendaki menurut kurikulum SMU/MA 1994 adalah pembelajaran yang tidak mengabaikan hakikat IPA dan mencerminkan sifat IPA sebagai ilmu pengetahuan alam. Hakikat IPA yang dimaksud adalah mencakup produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah melalui pendekatan keterampilan proses yaitu pendekatan dalam proses belajar mengajar yang menekankan pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan pemerolehannya.
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman penulis, bahwa dalam kegiatan belajar mengajar biologi yang ada pada Madrasah Aliyah Ponpes X Putri selama ini sebenarnya guru bidang studi biologi sudah menerapkan pembelajaran berkelompok untuk menyampaikan konsep-konsep biologi. Beberapa tugas yang harus dikerjakan siswa secara kelompok seperti mengerjakan praktikum di laboratorium, tugas mengerjakan soal-soal latihan, tugas membaca, dan masih banyak lagi tugas lainnya. Tetapi kalau dicermati, kegiatan kelompok tersebut bukan pembelajaran kooperatif. Tujuan dari kerja kelompok hanya menyelesaikan tugas. Kegiatan belajar mengajar tersebut biasanya hanya didominasi oleh siswa yang pandai, sementara siswa yang kemampuannya rendah kurang berperan dalam mengerjakan tugas kelompok. Di samping itu juga siswa tidak dilatihkan untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan menghargai pendapat orang lain. Akibat cara kerja kelompok seperti ini menyebabkan siswa yang kemampuannya kurang memperoleh hasil belajar biologi yang tetap rendah dan adanya kesenjangan yang terlalu jauh antara hasil belajar siswa yang pandai dengan hasil belajar siswa yang kurang pandai.
Pada mata pelajaran biologi SMU/MA kelas I semester 2, terdapat pokok bahasan "Aksi Interaksi". Pokok bahasan Aksi Interaksi membahas tentang hubungan timbal balik antar komponen biotik dengan biotik, dan hubungan komponen biotik dan abiotik dalam ekosistem. Pokok Bahasan Aksi Interaksi terdiri dari tiga subpokok bahasan, yaitu subpokok bahasan pola-pola aksi interaksi, subpokok bahasan suksesi, dan subpokok bahasan macam-macam ekosistem. Setiap subpokok bahasan bukan merupakan materi persyaratan untuk materi yang lain. Berdasarkan tuntutan GBPP Bidang Studi Biologi Kurikulum 1994, pembelajaran yang dianjurkan adalah pembelajaran dengan pendekatan kelompok yang berbasis pada keterampilan proses dan aktivitas siswa yang berorientasi pemecahan masalah berdasarkan pengamatan dan diskusi dengan menggunakan metode ilmiah untuk memahami prinsip dan pola interaksi dalam ekosistem. Dengan demikian, pembelajaran yang mungkin dilakukan adalah pembelajaran yang berorientasi pemecahan masalah berdasarkan hasil pengamatan dan diskusi kelompok yang identik dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
Pengajaran pokok bahasan Aksi Interaksi pada MA Ponpes X biasanya dilakukan dengan metode diskusi. Untuk mengarahkan diskusi guru memberikan sejumlah pertanyaan kepada kelompok yang memuat hampir seluruh isi materi yang ada dalam konsep tersebut. Hasil evaluasi pengajaran konsep ini juga tetap menunjukkan adanya perbedaan yang terlalu jauh antara hasil belajar siswa yang pandai dan hasil belajar siswa yang kurang pandai.
Di sisi lain, berdasarkan hasil wawancara dengan guru bidang studi biologi juga menunjukkan bahwa, selama ini guru bidang studi jarang melakukan kegiatan remedial terhadap siswa yang mempunyai daya serap kurang dan hasil belajar rendah. Kegiatan yang biasa dilakukan adalah memantapkan pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan atau membahas soal-soal biologi menjelang ulangan catur wulan.
Sebagai bagian dari upaya menyikapi adanya dualisme tuntutan pendidikan dan kenyataan yang terjadi pada Madrasah Aliyah Pondok Pesantren X tersebut, maka salah satu yang perlu dilakukan antara lain berupa pengembangan perangkat pembelajaran. Dalam pengembangan perangkat pembelajaran yang diperlukan saat ini adalah pembelajaran yang inovatif dan kreatif yaitu antara lain mengembangkan pembelajaran yang berorientasi model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
Dewasa ini telah banyak digunakan model pembelajaran kooperatif. Bahkan pembelajaran kooperatif ini merupakan suatu model pembelajaran yang banyak dikembangkan. Beberapa ahli menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tidak hanya unggul dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep, tetapi juga membantu siswa menumbuhkan kemampuan kerja sama, berpikir kritis dan mengembangkan sikap sosial siswa. Di samping itu, keterampilan kooperatif menjadi semakin penting untuk keberhasilan dalam menghadapi tuntutan lapangan kerja yang sekarang ini berorientasi pada kerja sama dalam tim. Karena pentingnya interaksi dalam tim, maka penerapan strategi pembelajaran kooperatif dalam pendidikan menjadi lebih penting lagi.
Dalam pembelajaran kooperatif terdapat bermacam-macam tipe, salah satunya adalah pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Lie A. (1994) menyatakan bahwa, jigsaw merupakan salah satu tipe metode pembelajaran kooperatif yang fleksibel. Sejumlah riset telah banyak dilakukan berkaitan dengan pembelajaran kooperatif dengan dasar jigsaw. Riset tersebut secara konsisten menunjukkan bahwa siswa yang terlibat dalam pembelajaran semacam itu memperoleh prestasi yang lebih baik, dan mempunyai sikap yang lebih baik pula terhadap pembelajaran.
Dari uraian di atas, perlu untuk melakukan penelitian dengan mengembangkan perangkat pembelajaran yang bercirikan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sebagai salah satu alternatif dalam mengatasi permasalahan pembelajaran biologi pada Madrasah Aliyah Ponpes X. Penelitian ini berjudul 'Kualitas Proses dan Hasil Belajar Biologi Melalui Pengajaran dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada Madrasah Aliyah Ponpes X NTB."
Pada dasarnya penelitian yang dilakukan ini adalah mengembangkan perangkat pembelajaran yang berorientasi pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, yang meliputi; Materi Ajar, Rencana Pembelajaran, Lembar Kegiatan Siswa, dan Instrumen Tes Hasil Belajar.

B. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah "Bagaimana kualitas proses belajar mengajar dan kualitas hasil belajar biologi siswa pokok bahasan Aksi Interaksi melalui pengajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada Madrasah Aliyah Ponpes X ?"
Rumusan masalah tersebut dapat dirinci dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut :
(1) Bagaimanakah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran kooperatif tipe jigsaw?
(2) Bagaimanakah aktivitas siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw?
(3) Bagaimanakah aktivitas guru dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw?
(4) Bagaimanakah keterampilan kooperatif siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw?
(5) Bagaimanakah respon siswa terhadap penerapan perangkat pembelajaran dan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw?
(6) Bagaimanakah kesan guru terhadap penerapan perangkat pembelajaran dan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang diterapkan?
(7) Bagaimanakah hasil belajar siswa berupa produk dan proses pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
(1) Mengembangkan perangkat pembelajaran Biologi SMU/MA yang bercirikan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pokok bahasan Aksi Interaksi.
(2) Mengetahui kualitas proses dan hasil belajar biologi pokok bahasan Aksi Interaksi melalui penerapan perangkat dan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada siswa kelas I Madrasah Aliyah Ponpes X
2. Tujuan Khusus
Tujuan umum penelitian nomor dua dapat dirinci menjadi tujuan khusus sebagai berikut :
(1) Mendeskripsikan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
(2) Mendeskripsikan aktivitas siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
(3) Mendeskripsikan aktivitas guru dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
(4) Mendeskripsikan keterampilan kooperatif yang dilakukan siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
(5) Mendeskripsikan respon siswa terhadap penerapan perangkat pembelajaran dan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
(6) Mendeskripsikan kesan guru terhadap penerapan perangkat pembelajaran dan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang diterapkan.
(7) Mendeskripsikan hasil belajar siswa berupa produk dan proses pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

D. Asumsi dan Pembatasan Penelitian
1. Asumsi
(1) Siswa yang menjadi subjek penelitian mempunyai ciri perkembangan pribadi yang setara.
(2) Adanya pengamat selama KBM berlangsung tidak menimbulkan pengaruh psikologis yang berarti terhadap guru mitra dan siswa.
(3) Siswa bekerja secara mandiri dan sungguh-sungguh dalam mengerjakan soal tes hasil belajar.
(4) Siswa dalam mengisi angket respon siswa sesuai dengan pendapatnya sendiri.
(5) Pengamat dalam memberikan penilaian bersifat objektif.
2. Pembatasan Penelitian
(1) Sasaran penelitian terbatas pada siswa MA kelas I Ponpes X
(2) Model pembelajaran kooperatif yang diterapkan adalah kooperatif tipe jigsaw.
(3) Keterampilan kooperatif yang dilatihkan, yaitu menghargai kontribusi, mengambil giliran dan berbagi tugas, mengajukan pertanyaan, mendengarkan secara aktif, dan memeriksa ketepatan.
(4) Pokok bahasan yang digunakan adalah Aksi Interaksi, kelas I semester 2.

E. Manfaat Penelitian
(a) Tersedianya perangkat pembelajaran yang bercirikan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk pengajaran siswa Madrasah Aliyah kelas I, semester II, pokok bahasan Aksi Interaksi.
(b) Memberikan kemudahan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif.
(c) Memperluas wawasan pengetahuan guru tentang model pembelajaran.

F. Penjelasan Istilah
Untuk menghindari perbedaan pemahaman beberapa istilah yang digunakan dalam judul dan pertanyaan penelitian, perlu diberikan penjelasan sebagai berikut. a. Kualitas Proses Belajar Mengajar adalah kualitas pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pokok bahasan Aksi Interaksi dengan penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw yang dideskripsikan melalui (1) kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran kooperatif tipe jigsaw; (2) aktivitas siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw; (3) aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran kooperatif tipe jigsaw; (4) keterampilan kooperatif siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw; dan (5) respon siswa dan kesan guru terhadap pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
b. Kualitas Hasil Belajar merupakan gambaran ketuntasan belajar siswa yang meliputi ketuntasan TPK, ketuntasan individual, dan ketuntasan klasikal terhadap TPK yang dianalisis dari skor hasil tes siswa.
c. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw yaitu model pembelajaran yang menuntut siswa belajar secara kelompok dengan anggota 4 sampai 6 orang siswa yang mempunyai kemampuan heterogen. Dalam penelitian ini, satu kelompok terdiri dari lima sampai enam orang yang merupakan campuran antara siswi yang mempunyai kemampuan beragam. Masing-masing anggota kelompok asal bertemu dalam kelompok ahli untuk membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok. Setelah pembahasan selesai kemudian kembali ke kelompok asal dan menjelaskan pada teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan materi.
d. Perangkat pembelajaran adalah sekumpulan sumber belajar yang terdiri dari; Materi Ajar, Lembar Kegiatan Siswa, encana Pembelajaran, Instrumen Tes Hasil Belajar, dan lembar panduan pembelajaran bercirikan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw bagi guru.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 14:28:00

TESIS PENGARUH WIRAUSAHA TERHADAP PENGEMBANGAN KARIR INDIVIDU PADA DISTRIBUTOR MULTI LEVEL MARKETING X

(Kode : PASCSARJ-0002) : TESIS PENGARUH WIRAUSAHA TERHADAP PENGEMBANGAN KARIR INDIVIDU PADA DISTRIBUTOR MULTI LEVEL MARKETING X (PRODI : PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA)

BAB 1
PENDAHULUAN

I.I. Latar Belakang
Krisis multidimensional yang melanda bangsa Indonesia sejak tahun 1996 tidak saja melumpuhkan dunia usaha, tetapi juga menggoyahkan sendi-sendi kesejahteraan masyarakat luas. Dunia kerja menjadi kian sempit, sementara masyarakat yang membutuhkan kerja terus meningkat. Adanya penganguran dalam anggota keluarga berarti masalah bagi anggota keluarga yang lain. Sebab, mereka terpaksa menanggung beban hidup anggota keluarga yang menganggur. Secara luas, ini juga berarti pengangguran yang disebabkan ketiadaan lapangan kerja akhirnya menjadi beban tanggungan masyarakat juga. Pengangguran ini bukanlah hasil sebuah pilihan untuk tidak bekerja, tetapi akibat dari semakin sulitnya mendapatkan pekerjaan, terutama dikota-kota besar.
Masyarakat yang tinggal di perkotaan sering mengharapkan mendapat pekerjaan formal di kantor-kantor, baik pemerintah maupun swasta. Namun, justru sektor seperti itulah yang pada masa -masa ini paling merasakan dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan. Konsekwensinya adalah efisiensi tenaga kerja dengan sedikit menyerap tenaga kerja baru.
Pada tahun 1996 tingkat pengangguran masih 4,9 persen, dua tahun setelah krisis naik menjadi 6,3 persen, lalu naik lagi menjadi 8,1 persen pada tahun 2001. Setahun kemudian angka pengangguran merangkak naik menjadi 9,1 persen yang berarti jumlah penganggur telah lebih dari 10 juta orang atau 9,9 persen dari angkatan kerja. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) juga memperkirakan pada tahun 2004 jumlah angkatan kerja akan mencapai 102,88 juta orang, termasuk angkatan kerja baru 2,10 juta orang (Sukernas-BPS 2002).
Penciptaan lapangan kerja yang tak mampu mengimbangi pertumbuhan angkatan kerja baru itu menyebabkan angka pengangguran terbuka tahun 2004 meningkat menjadi 10,88 juta orang (10,32 persen dari angkatan kerja), dari tahun sebelumnya 10,13 juta orang (9,85 persen dari angkatan kerja). Terjadinya over-supply tenaga yang tidak diimbangi oleh demand yang memenuhi standar. Sementara tuntutan kualitas sumber daya manusia makin lama makin tinggi dan menuntut kekhususan yang lebih sulit lagi untuk dipenuhi. Dengan melihat kondisi tersebut maka sektot informal merupakan alternatif dapat membantu menyerap orang -orang yang menganggur, tetapi kreatif dan menjadi peredam di tengah pasar global.
Lapangan kerja yang terbatas membuat orang mencari jalan untuk bertahan hidup agar dapat hidup layak. Oleh karena itu untuk menumbuhkan perilaku wirausaha pada masyarakat luas khususnya para pencari kerja akan sangat penting dan strategis bagi pengembangan sumber daya manusia Indonesia yang bermutu, memiliki kejelian dalam menciptakan peluang usaha sendiri yang kreatif dan tetap proaktif mengembangkan usaha tanpa meninggalkan potensi lokal dalam menghadapi pasar global.
Berwirausaha merupakan satu alternatif jalan keluar terbaik. Wirausaha adalah orang yang memiliki dan mengelola serta menjalankan usahanya. Wirausaha didefinisikan sebagai orang yang memiliki gagasan (idea man) dan manusia kerja (man of action) sering dikaitkan orang yang inovatif atau kreatif (Holt, 1992 : 85). Orang yang mendorong perubahan sangat penting dalam menemukan kemungkinan-kemungkinan baru. Wirausaha adalah orang yang suka mengambil resiko dan mampu mengembangkan kreatifitasnya.
Terdapat berbagai macam penggolongan mengenai wirausaha. Gartner (1988 : 268) menggolongkan tipe kewirausahaan berdasarkan bagaimana aktifitas kewirausahaan yang dilaksanakan. Ada 8 tipe, yaitu (1) pelarian terhadap sesuatu yang baru, (2) membuat berbagai jaringan (network) dalam transaksinya, (3) trsanfer keterampilan yang diperoleh dari situasi pekerjaan terdahulu, (4) membeli perusahaan, (5) mengungkit keahlian, (6) mengamalkan pelatihan dan memproduksi produk, (7) mengejar ide yang unik, dan (8) aktifitas bisnis yang berbeda dari pengalaman sebelumnya.
Schermerhorn (1996 : 125) mengatakan terdapat ciri-ciri khas yang dikaitkan dengan seorang wirausaha (entrepreneur) yaitu mampu menentukan nasipnya sendiri, pekerja keras dalam mencapai keberhasilan, selalu tergerak untuk bertindak secara pribadi dalam mewujudkan tujuan menantang, memiliki toleransi terhadap situasi yang tidak menentu, cerdas dan percaya diri dalam mengunakan waktu yang luang.
Salah satu bentuk wirausaha yang dapat menjawab permasalahan di atas adalah berusaha sendiri sebagai distributor Multilevel Marketing (MLM). Konsep MLM merupakan salah satu metode pemasaran dengan membuat jaringan (network). Distributor MLM dalam menjalankan strategi pemasaran secara bertingkatbdituntut memiliki kejelian berimprovisasi untuk mempengaruhi orang lain agar mau bergabung bersama-sama dalam menjalankan usaha MLM.
Sama halnya seperti cara berdagang yang lain, strategi MLM harus memenuhi rukun jual beli serta akhlak (etika) yang baik, di samping itu komoditas yang dijual harus halal (bukan haram maupun syubhat), memenuhi kualitas dan bermanfaat. MLM tidak boleh memperjual belikan produk yang tidak jelas status halalnya. Atau menggunakan modus penawaran produksi promosi tanpa mengindahkan norma-norma agama dan kesusilaan.
Secara kondusif Islam memberikan jalan bagi manusia untuk melakukan berbagai improvisasi dan inovasi mengenai sistem, teknik dan mediasi dalam melakukan perdagangan. Karena sistem MLM dinilai oleh Islam memiliki unsur-unsur silaturrahmi, dakwah, dan tarbiyah, sebagaimana sistem tersebut pernah digunakan Rasulullah dalam melakukan dakwah pada awal-awal diangkat sebagai ulil amri. Dakwah Islam pada saat itu dilakukan melalui teori gethok tular (mulut ke mulut) dari sahabat satu ke sahabat yang lainnya. Sampai pada satu ketika Islam dapat diterima oleh masyarakat. Sebagaimana disebutkan dalam (QS Ar Ra'd : 11) " Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri".
Perusahaan MLM biasa memberi reward atau insentif pada mereka yang berprestasi. Islam bisa membenarkan seseorang mendapatkan insentif lebih besar dari yang lainnya disebabkan keberhasilannya dalam memenuhi target penjualan tertentu, dan melakukan berbagai upaya positif dalam memperluas jaringannya. Kaidah ushul fiqh mengatakan, "Besarnya ijrah (upah) itu tergantung pada kadar kesulitan dan pada kadar kesunguhan". Penghargaan kepada distributor yang mengembangkan jaringan di bawahnya (down line) dengan cara bersungguh-sungguh, memberikan pembinaan (tarbiyah), pengawasan serta keteladanan prestasi (uswah) memang patut dilakukan, karena ini selaras dengan sabda Rasulullah :
"Barang siapa di dalam Islam berbuat suatu kebajikan maka kepadanya diberi pahala, serta pahala dari orang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikitpun..."(hadist).
Penting disadari, pemberian penghargaan dan cara menyampaikan hendaknya tetap dalam koridor tasyakur, untuk menghindarkan penerimanya dari takabur, kufur nikmat, apalagi melupakan Tuhan. Perusahaan MLM harus membuat kebijakan sedemikian rupa agar penghargaan itu memberi manfaat positif bagi penerimanya.
Dalam hal menetapkan insentif ini, sejumlah syarat syariah harus dipenuhi, yakni : adil, terbuka, dan insentif seorang distributor tidak mengurangi hak distributor lain (mitra kerja), sehingga tidak ada yang dizalimi.
Kewajaran dalam memperoleh keuntungan juga merupakan suatu masalah yang diperhatikan oleh Islam. Dalam kaitan ini sebagian masyarakat melihat, ada kecenderungan pada perusahaan MLM tertentu yang menjual produk dengan harga sangat mahal karena menganggap produknya eksklusif. Ini jelas akan memberatkan konsumen. Hal ini sepatutnya dihindari karena ini bisa dikatakan sebagai mengambil keuntungan secara batil. Prinsipnya kita memang bisa merasakan MLM ini sebagai satu strategi yang memberikan peluang usaha (rezeki).
Menurut Asosiasi Penjual Langsung Indonesia (APLI) di Indonesia saat ini sekitar 70 perusahaan MLM, seperti Central Nusa Insan Cemerlang atau CNI, Amway, Foreverindo Insanabadi atau Forever Young, Herbalife merupakan suatu konsep pendistribusian produk langsung kepada konsumen melalui distributor mandiri.
Keunggulan bisnis ini adalah modal kecil dengan peluang yang besar, masa depan ditentukan oleh distributor itu sendiri, tidak ada resiko kredit macet, jam kerja bebas, dapat mencapai impian lebih awal. MLM merupakan suatu metode penjualan barang secara langsung kepada pelanggan melalui jaringan yang dikembangkan oleh distributor secara berantai dan berjenjang. Setiap distributor merekrut atau mensponsori orang lain disebut mitra kerja (downline) yang selalu dikaitkan dengan bonus dan komisi.
Setiap perusahaan MLM memiliki metode perhitungan sendiri. Tenaga penjual atau distributor MLM adalah pengusaha mandiri yang mendapat penghasilan dari aktifitasnya penjualan produk dan menjaring mitra kerja (downline). Cara kerja pengusaha MLM dilakukan tanpa jam kerja yang teratur seperti pada sebuah kantor. Banyak dari mereka melakukan di luar jam kerja untuk mendapatkan penghasilan tambahan.
Dalam banyak kasus, seorang distributor mempunyai pendapatan yang tidak kecil, bahkan melebihi pendapatan dari pekerjaan formalnya. Karena itu, banyak orang tertarik untuk bergabung menjalankan model bisnis ini. Semakin banyak mitra kerja (downline) yang direkrut atau semakin besar jaringan yang dibangun maka semakin besar bonus yang akan diterima oleh distributor. Jadi apabila distributor benar-benar bekerja keras, maka bonus yang diperoleh bisa sampai puluhan bahkan ratusan juta per bulan. Sebagaimana dalam rangking 10 profesi termahal di Indonesia, distributor MLM menempati posisi pertama dengan pendapatan tertinggi yang diperoleh pengusaha (distributor) MLM sebesar Rp 280.940.284,- per bulan. (Warta Ekonomi edisi 26 Maret 2001)
MLM merupakan cara berbisnis yang sah, etis, sukses, dan senantiasa berkembang dimana setiap distributor dapat memperoleh hasil banyak atau sedikit sebagaimana dikehendakinya, dengan sedikit resiko finansial, selama 6 atau 60 jam seminggunya. Di Amerika konsep tersebut telah dikembangkan jauh lebih luas selama berpuluh-puluh tahun, hampir setiap barang dan jasa dapat diperoleh melalui MLM.
Ini merupakan bisnis multinasional, menyangkut jutaan dollar, dan melibatkan jutaan orang. Konsep MLM pertama kali dicetuskan oleh Nutrilite di AS pada tahun 1939, menerapkan sistem bonus sebesar 2 % kepada setiap penjual yang berhasil merekrut penjual baru (Harefa, 1999 : 14).
Koen Verheyen, mantan anggota tim manajemen Oriflame, mengatakan bahwa sampai November 1999 perusahaan yang melakukan penjualan langsung yang tercatat sebagai anggota APLI hanya 28 dari 180 perusahaan. Dari jumlah tersebut, sampai Desember 1997 sekitar 1.400.000 orang tergabung dalam jaringan perusahaan MLM anggota APLI. Total penjualan yang tercatat oleh APLI akhir tahun 1997 berkisar Rp 700 milyar, suatu jumlah yang tidak kecil. Sementara yang tidak tergabung membukukan penjualan Rp 800 milyar, sehingga total penjualan yang dilakukan oleh perusahaan MLM sekitar Rp 1,5 triliyun. Sekitar 40 % dari omset tersebut merupakan pendapatan perusahaan dan 60 % merupakan pendapatan distributor dalam bentuk keuntungan eceran, komisi, bonus, dan lain-lain ( Harefa, 1999 : 17)
Berdasarkan penjelasan diatas, maka perlu untuk menganalisis lebih mendalam suatu penelitian tentang " Pengaruh Wirausaha Terhadap Pengembangan Karir Individu. Pada Distributor MLM ".

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
Masalah Umum :
Apakah ada pengaruh wirausaha terhadap pengembangkan karir individu pada distributor Multi Level Marketing ? Masalah Khusus
1. Apakah ada pengaruh Kreatif terhadap pengembangan karir individu pada distributor Multilevel Marketing ?
2. Apakah ada pengaruh Inovatif terhadap pengembangan karir individu pada distributor Multilevel Marketing ?
3. Apakah ada pengaruh Berani terhadap pengembangan karir individu pada distributor Multilevel Marketing ?
4. Variabel manakah di antara kreatif, inovatif, dan berani yang berpengaruh dominan terhadap pengembangan karir individu pada distributor MLM

I.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini terbagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu :
Tujuan Umum
Menganalisis pengaruh wirausaha terhadap pengembangan karir individu pada distributor MLM.
Tujuan Khusus
1. Untuk menganalisis pengaruh Kreatif terhadap pengembangan karir individu pada distributor Multilevel Marketing.
2. Untuk menganalisis pengaruh Inovatif terhadap pengembangan karir individu pada distributor Multilevel Marketing.
3. Untuk menganalisis pengaruh Berani terhadap pengembangan karir individu pada distributor Multilevel Marketing.
4. Untuk mengetahui variabel yang dominan di antara kreatif, inovatif, dan berani berpengaruh terhadap pengembangan karir individu

I.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Sebagai informasi ilmiah mengenai pengembangan karir melalui MLM.
2. Memberikan gambaran mengenai manfaat MLM dalam membentuk jiwa wirausaha.
3. Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai data untuk mengembangkan peran dan fungsi MLM sebagai cara pengembangan karir.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 14:24:00

TESIS PENGARUH KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP KINERJA PT. X

(Kode : PASCSARJ-0001) : TESIS PENGARUH KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP KINERJA PT. X (PRODI : PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA)

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Masalah sumber daya manusia masih menjadi sorotan dan tumpuhan bagi perusahaan untuk tetap dapat bertahan di era globalisasi. Sumber daya manusia mempunyai peran utama dalam setiap kegiatan perusahaan. Walaupun didukung dengan sarana dan prasarana serta sumber dana yang berlebihan, tetapi tanpa dukungan sumber daya manusia yang andal kegiatan perusahaan tidak akan terselesaikan dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia merupakan kunci pokok yang harus diperhatikan dengan segala kebutuhannya. Sebagai kunci pokok, sumber daya manusia akan menentukan keberhasilan pelaksanaan kegiatan perusahaan. Tuntutan perusahaan untuk memperoleh, mengembangkan dan mempertahankan sumber daya manusia yang berkualitas semakin mendesak sesuai dengan dinamika lingkungan yang selalu berubah.
Perubahan perlu mendapat dukungan manajemen puncak sebagai langkah pertama yang penting untuk dilakukan bukan hanya sekedar lip service saja. Pemimpin harus dapat memobilisasi sebuah tim, proses pekerjaan harus dapat dikembangkan dan proses sumber daya manusia harus menjadi fokus utama. Perubahan dan peningkatan peran fungsi sumber daya manusia sangat esensial untuk mendukung keberhasilan organisasi.
Pengelolaan sumber daya manusia terkait dan mempengaruhi kinerja organisasional dengan cara menciptakan nilai atau menggunakan keahlian sumber daya manusia yang berkaitan dengan praktek manajemen dan sasarannya cukup luas, tidak hanya terbatas karyawan oiperasional semata, namun juga meliputi tingkatan manajerial.
Sumber daya manusia sebagai penggerak organisasi banyak dipengaruhi oleh perilaku para pesertanya (partisipannya) atau aktornya. Keikutsertaan sumber daya manusia dalam organisasi diatur dengan adanya pemberian wewenang dan tanggung jawab. Merumuskan wewenang dan tanggung jawab yang harus dicapai karyawan dengan standar atau tolak ukur yang telah ditetapkan dan disepakati oleh karyawan dan atasan. Karyawan bersama atasan masing-masing dapat menetapkan sasaran kerja dan standar kinerja yang harus dicapai serta menilai hasil-hasil yang sebenarnya dicapai pada akhir kurun waktu tertentu.
Peningkatan kinerja karyawan secara perorangan akan mendorong kinerja sumbar daya manusia secara keseluruhan, yang direkflesikan dalam kenaikan produktifitas.
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan penilaian kinerja merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dengan perusahaan. Dukungan dari tiap manajemen yang berupa pengarahan, dukungan sumber daya seperti, memberikan peralatan yang memadai sebagai sarana untuk memudahkan pencapaian tujuan yang ingin dicapai dalam pendampingan, bimbingan, pelatihan serta pengembangan akan lebih mempermudah penilaian kinerja yang obyektif.
Faktor penilaian obyektif memfokuskan pada fakta yang bersifat nyata dan hasilnya dapat diukur,misalnya kuantitas, kualitas, kehadiran dan sebagainya. Sedangkan faktor-faktor subyektif cenderung berupa opini seperti menyerupai sikap, kepribadian, penyesuaian diri dan sebagainya. Faktor-faktor subyektif seperti pendapat dinilai dengan meyakinkan bila didukung oleh kejadian-kejadian yang terdokumentasi. Dengan pertimbangan faktor-faktor tersebut diatas maka dalam penilaian kinerja harus benar-benar obyektif yaitu dengan mengukur kinerja karyawan yang sesungguhnya atau mengevaluasi perilaku yang mencerminkan keberhasilan pelaksanaan pekerjaan. Penilaian kinerja yang obyektif akan memberikan feed back yang tepat terhadap perubahan perilaku ke arah peningkatan produktivitas kinerja yang diharapkan.
Penilaian kinerja dengan berbagai bentuk seperti key performance indicator atau key performance Index pada dasarnya merupakan suatu sasaran dan proses sistimatis untuk mengumpulkan, menganalisa dan menggunakan informasi untuk menentukan efisiensi dan efektivitas tugas-tugas karyawan serta pencapaian sasaran. Menurut Armstrong (1998), penilaian kinerja didasarkan pada pengertian knowledge, Skill, expertise dan behavior yang diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan dengan baik dan analisa lebih luas terhadap attributes dan perilaku individu. Dalam manajemen kinerja kompetensi lebih berperan pada dimensi perilaku individu dalam menyesuaikan suatu pekerjaan dengan baik. Attributes terdiri dari knowledge, skill dan expertise.
Kompetensi kinerja dapat diartikan sebagai perilaku-perilaku yang ditunjukkan mereka yang memiliki kinerja yang sempurna, lebih konsisten dan efektif, dibandingkan dengan mereka yang memiliki kinerja rata-rata. Menurut Mc.Clelland dalam Cira dan Benjamin (1998), dengan mengevaluasi kompetensi-kompetensi yang dimiliki seseorang, kita akan dapat memprediksikan kinerja orang tersebut. Kompetensi dapat digunakan sebagai kriteria utama untuk menentukan kerja seseorang. Misalnya, untuk fungsi profesional, manajerial atau senior manajer. Karyawan-karyawan yang ditempatkan pada tugas-tugas tersebut akan mengetahui kompetensi-kompetensi apa saja yang diperlukan, serta cara apa yang harus ditempuh untuk mencapai promosi ke jenjang posisi berikutnya. Perusahaan sendiri hanya akan mempromosikan karyawan-karyawan yang memenuhi kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan dan dipersyaratkan oleh perusahaan. PT X tidak terlepas dari kondisi-kondisi di atas karena itu perusahaan perlu memperbaiki kinerja karyawan. Perusahaan perlu mengembangkan model kompetensi yang berintegrasi dengan tolok ukur penilaian kinerja yang dapat dijadikan dasar pengembangan Sumber Daya Manusia.
Dalam lingkungan bisnis yang semakin kompetitif, maka perusahaan dituntut untuk memberdayakan dan mengoptimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki, termasuk Sumber Daya Manusia. Mengelola Sumber Daya Manusia di organisasi perusahaan dengan berbagai ragam sifat, sikap dan kemampuan manusia agar mereka dapat bekerja menuju satu tujuan yang direncanakan perusahaan. Sumber Daya Manusia sebagai pelaku organisasi mempunyai perbedaan dalam sikap (attitude) dan pengalaman (experimen). Perbedaan tersebut menyebabkan tiap individu yang melakukan kegiatan dalam organisasi mempunyai kemampuan kerja atau kinerja (performance) yang masing-masing berbeda juga.
Zweig dalam Prawirosentono (1999), menyatakan bahwa penilaian kinerja adalah proses penilaian hasil kerja yang akan digunakan oleh pihak manajemen untuk memberi informasi kepada para karyawan secara individual, tentang mutu hasil pekerjaannya dipandang dari sudut kepentingan perusahaan. Dalam hal ini, seorang karyawan harus diberitahu tentang hasil pekerjaannya, dalam arti baik, sedang atau kurang. Karyawan akan terdorong untuk berperilaku baik atau memperbaiki serta mengikis kinerja (prestasi) dibawah standart.
Sumber daya manusia yang berbakat, berkualitas, bermotivasi tinggi dan mau bekerja sama dalam team akan menjadi kunci keberhasialn organisasi. Karena itu pimpinan harus dapat menetapkan sasaran kerja yang akan menghasilkan karyawan yang berkualitas tinggi, bermotivasi tinggi dan produktif. Penetapan target-target spesifik dalam kurun waktu tertentu tidak hanya bersifat kuantitatif tetapi juga bersifat kualitatif misalnya, dengan pengembangan diri untuk menguasai pengetahuan dan keahlian yang diperlukan untuk pekerjaan dengan tingkat kompetensi yang makin baik.
Penilaian kinerja karyawan sebagai pelaku dalam organisasi dengan membuat ukuran kinerja yang sesuai dengan tujuan organisasi. Standar penilaian kinerja suatu organisasi harus dapat diproyeksikan kedalam standar kinerja para karyawan sesuai dengan unit kerjanya. Evaluasi kinerja harus dilakukan secara terus menerus agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Untuk itu perlu dilakukan kegiatan penilaian kinerja secara periodik yang berorientasi pada masa lalu atau masa yang akan datang. Perusahaan perlu mengetahui berbagai kelemahan atau kelebihan karyawan sebagai landasan untuk memperbaiki kelemahan dan menguatkan kelebihan dalam rangka meningkatkan produktivitas karyawan.
Indikator penilaian kinerja di perusahaan ini meliputi empat kelompok yaitu hasil kerja yang berhubungan dengan keuntungan perusahaan, kemampuan karyawan ,pelayanan pelanggan dan peningkatan karyawan. Penilaian kinerja yang sudah ada perlu dilengkapi dengan kompetensi yang berhubungan dengan skill dan knowledge yaitu, komunikasi, kerjasama kelompok, kepemimpinan dan pengambilan keputusan secara analitis. Penambahan kompetensi dalam penilaian kinerja diharapkan dapat memperbaiki proses penilaian kinerja karyawan. Bagi perusahaan ini karyawan merupakan pelaksana manajemen puncak yang mampu berinteraksi dengan worker dan manajemen puncak. Oleh karena itu dirasa untuk mengupas lebih lanjut dalam suatu penelitian tentang, "Analisa kompetensi Sumber Daya Manusia terhadap kinerja di PT X."

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : "Apakah ada pengaruh kompetensi sumber daya manuasia terhadap kinerja karyawan ?"

1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini dibagi atas tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut :
1.3.1. Tujuan Umum
Menganalisis sejauh mana kompetensi komunikasi, kerjasama kelompok, kepemimpinan, pemutusan pendapat secara analisis yang dimiliki karyawan terhadap kinerja PT X.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi dan menganalisis variabel-variabel dominan yang mempengaruhi kinerja.
2. Menganalisis variabel-variabel dominan tersebut terhadap kinerja.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian antara lain :
1.4.1. Bagi Kepentingan Akademis
1. Sebagai sumbangan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu pengebangan sumber daya manusia dan dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya.
1.4.2. Bagi Kepentingan Dunia Bisnis
1. Menjadi masukan informasi bagi perusahaan dalam meningkatkan kompetensi sumber daya manusia dan kinerja.
2. Dapat digunakan untuk pengembangan perusahaan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 14:07:00

SKRIPSI PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN X NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK REKLAME DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

(Kode ILMU-HKM-0046) : SKRIPSI PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN X NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK REKLAME DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan pada hakekatnya adalah proses perubahan secara terus menerus, yang merupakan kemajuan dan perbaikan menuju kearah yang ingin dicapai. Didalam GBHN disebutkan tujuan Pembangunan Nasional adalah mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata baik materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tentram, tertib dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
Dalam usaha pencapaian tujuan pembangunan tersebut diperlukan suatu penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien. Negara Republik Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintahannya menganut asas desentralisasi.
Menurut Henry Maddick yang disebut dengan desentralisasi adalah penyerahan kekuasaan hukum untuk menangani bidang-bidang atau fungsi-fungsi tertentu kepada daerah otonom. Daerah otonom adalah satuan pemerintahan didaerah yang penduduknya berwenang mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri berdasarkan aspirasinya. Disebut daerah otonom karena setelah dilakukan desentralisasi oleh pemerintah pusat, daerah berhak mengurus dan mengatur urusannya sendiri berdasarkan aspirasi dan kepentingan masyarakatnya. (Hanif Nurcholis, 2005 : 55-56).
Otonomi daerah dilaksanakan dengan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan didukung dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah serta Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Tercapainya efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan daerah sangat dipengaruhi adanya proses penyeimbangan empat asas yang berlaku didaerah yaitu asas sentralisasi, asas desentralisasi, asas dekonsentrasi dan asas tugas pembantuan. Keempat asas tersebut harus menjadi landasan pokok bagi para penyelenggara pemerintahan dalam mengemban misi dan tanggung jawabnya sebagai koordinator pelaksana pembangunan sekaligus memberikan pelayanan kepada masyarakat guna meningkatkan taraf hidup masyarakat secara menyeluruh.
Kebijakan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan daerah dalam bidang perekonomian dan keuangan daerah secara esensi sudah ditetapkan pada awal Pelita I, dimana kebijakan pemerintah yang dinilai cukup potensial untuk mengembangkan daerah dengan segala kemampuannya tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 mengenai Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Motivasi utama dengan diambilnya kebijakan tersebut adalah dalam rangka meningkatkan dan memacu pembangunan diberbagai sektor guna meningkatkan kemandirian daerah terhadap pusat.
Dalam pelaksanaan pemerintahan daerah yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab tersebut maka daerah harus memenuhi komponen-komponen penting dalam sistem administrasi pemerintahan daerah. Adapun salah satu komponen penting dalam sistem administrasi pemerintahan daerah adanya keuangan (Hanif Nurcholis, 2005 : 66). Faktor keuangan merupakan salah satu faktor yang cukup penting bagi daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya, berkaitan dengan pentingnya posisi keuangan tersebut, Pamudji menegaskan bahwa :
"Pemerintahan daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan Dan keuangan inilah yang merupakan salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri (Pamudji, 1980 : 61-62)."
Mengingat pentingnya faktor keuangan tersebut, maka pemerintah mengatur ketentuan mengenai keuangan daerah secara lebih terperinci dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 mengenai segi penggalian dana bagi daerah, yaitu :
"Agar daerah dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan sebaik-baiknya, maka kepadanya perlu diberikan sumber pembiayaan yang cukup. Tetapi tidak semua sumber pembiayaan pemerintahan dapat diberikan kepada daerah, maka kepada daerah dianjurkan menggali sumber keuangan sendiri berdasarkan Peraturan Perundangan-undangan yang berlaku". Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dengan Daerah menyatakan sumber keuangan daerah adalah sebagai berikut :
1. Pendapatan asli daerah, yaitu :
a) Pajak daerah
b) Retribusi daerah
c) Laba BUMD dan hasil pengelolaan kekayaan lainnya
d) Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
2. Dana perimbangan
3. Pinjaman daerah, dan
4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Untuk memaksimalkan upaya kabupaten dalam meningkatkan sumber pendapatan daerahnya melalui penggalian terhadap sektor-sektor yang cukup potensial, pemerintah telah menetapkan political will-nya untuk terus mengupayakan dan merealisasikan terwujudkan otonomisasi kabupaten dengan menerapkan prinsip efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan jumlah sumber penerimaan daerah yang telah diberikan pusat pada daerah.
Manifestasi dari political will yang ditetapkan pemerintah pusat tersebut ditindak lanjuti dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang mengatur tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Dasar pertimbangan dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 ini adalah untuk memperkuat upaya peningkatan penerimaan daerah yang nyata dan bertanggung jawab dengan menitikberatkan pada kabupaten.
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 ini secara tegas menetapkan jenis-jenis pajak dan retribusi yang dapat dipungut daerah dalam rangka penyederhanaan jenis-jenis pajak dan retribusi yang telah ada. Selain bertujuan untuk menyederhanakan terhadap pajak dan retribusi daerah, Undang-Undang ini juga bertujuan untuk memperbaiki sistem administrasi perpajakan daerah dan retribusi sejalan dengan sistem administrasi perpajakan nasional.
Meskipun format pajak dan retribusi daerah yang diserahkan sepenuhnya pada Kabupaten jumlahnya disederhanakan namun jenis pajak dan retribusi daerah yang diserahkan pada daerah tersebut memiliki kemampuan yang lebih berbobot dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten. Sedangkan jenis pajak dan retribusi yang kurang begitu potensial dikembangkan oleh Kabupaten menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tersebut harus dihapuskan karena dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan daerah.
Sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah di Kabupaten, maka konsekuensi secara langsung yang diterima oleh Kabupaten dari pusat adalah adanya kewenangan penuh untuk mengelola sejumlah pajak dan retribusi. Untuk melaksanakan kewenangan dari pusat tersebut maka pemerintah daerah harus mempunyai peraturan daerah yang dapat mengatur mengenai pengelolaan dan pemanfaatan pajak dan retribusi untuk meningkatkan penerimaan pendapatan daerah.
Dasar pertimbangan yang melatar belakangi penulis mengambil tema dalam penelitian ini adalah bahwa Peraturan Daerah Kabupaten X Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame, merupakan salah satu peraturan daerah yang dapat digunakan pemerintah daerah untuk mengelola dan mengatur sektor keuangan daerah dalam hal ini pajak daerah.
Dengan dasar ini maka Peraturan Daerah Kabupaten X Nomor 12 Tahun 2003 memiliki peranan yang sangat penting untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
Dipilihnya Pajak Reklame sebagai obyek penelitian karena sebagai salah satu jenis pajak daerah yang dikembangkan Pemerintah Daerah Kabupaten X, Pajak Reklame sebagai kontributor dalam penerimaan Pendapatan Asli Daerah meskipun realisasinya tidak sebesar dibandingkan dengan jenis pajak daerah lain seperti pajak kendaraan bermotor, pajak penerangan jalan, pembangunan dan lain-lain. Atas dasar itulah maka Pajak Reklame dapat digunakan sebagai peningkat Pendapatan Asli Daerah.
Berdasarkan pertimbangan hal-hal di atas itulah maka penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul :
“PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN X NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK REKLAME DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH". (Studi Kasus di BPKD Kabupaten X).

B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah adalah untuk mengidentifikasi persoalan yang diteliti secara jelas, biasanya berisi pertanyaan kritis, sistematis dan representative untuk mencari jawaban dari persoalan yang ingin dipecahkan. Arti penting perumusan masalah adalah sebagai pedoman bagi tujuan dan manfaat penelitian dalam rangka mencapai kualitas yang optimal. Berdasarkan hal tersebut maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah :
1. Bagaimanakah pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten X Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ?
2. Apa yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten X Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dan bagaimana cara mengatasinya?

C. Tujuan Penelitian
Dalam suatu penelitian pasti memiliki arah dan tujuan yang pasti dan jelas. Sebab tanpa suatu arah dan tujuan penelitian ini tidak akan tidak akan memberikan kegunaan serta kemanfaatan. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang akan diteliti, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif :
a. Untuk mengetahui pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten X Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
b. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten X Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah serta cara mengatasinya.
2. Tujuan Subyektif :
a. Untuk meningkatkan wawasan pengetahuan dan pemikiran penulis tentang Peraturan Daerah Kabupaten X Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame sebagai usaha peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten.
b. Untuk memperoleh data sebagai bahan utama penyusunan skripsi guna memenuhi syarat-syarat yang diperlukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas X.
D. Manfaat Penelitian
Diharapkan dari penelitian ini akan memberikan manfaat riil bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Adapun manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis :
a. Menambah literatur dan referensi khasanah dunia kepustakaan yang dapat dijadikan dasar bagi penelitian selanjutnya.
b. Memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sedang diteliti.
2. Manfaat Praktis :
a. Untuk menyumbangkan pemikiran dibidang hukum khususnya dibidang Hukum Tata Negara.
b. Untuk memberikan informasi dan gambaran mengenai pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten X Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame.

E. Sistematika Penulisan Hukum
Guna mendapatkan gambaran yang komperhensif mengenai bahasan dalam penulisan hukum ini, penulis dapat menguraikan sistematika penulisan hukum sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab I ini merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab II ini berisi tentang dasar-dasar pemahaman untuk membahas dan menganalisa hasil penelitian yang berisi tentang : Tinjauan Tentang Pemerintahan Daerah, Tinjauan Tentang Pendapatan Asli Daerah, Tinjauan Tentang Pajak Daerah, Tinjauan Tentang Pajak Reklame.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab III ini menguraikan mengenai hasil penelitian yang diperoleh penulis mengenai pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten X Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame dalam upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, hambatan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah tersebut serta cara mengatasinya.
BAB IV : PENUTUP
Bab IV ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari jawaban permasalahan-permasalahan yang menjadi obyek penelitian. Bab ini juga berisi saran-saran yang dapat dimanfaatkan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten X Nomor 12 Tahun 2003.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 19:51:00

SKRIPSI EFEKTIFITAS PERDA TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA X TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN TERHADAP PENINGKATAN PAD KOTA X

(KODE ILMU-HKM-0045) : SKRIPSI EFEKTIFITAS PERDA NOMOR 11 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA X NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk Republik. Tujuan Negara Indonesia berdasarkan Pembukaan UUD 1945 alenia ke-4, antara lain : memajukan kesejahteran umum, mencerdasakan kehidupan bangsa, serta menjaga ketertiban dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut maka dibentuk pemerintahan baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Indonesia sebagai negara yang sedang membangun berusaha untuk melakukan pembangunan di segala bidang kehidupan untuk mencapai masyarakat yang sejahtera. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur secara merata baik materiil maupun spiritual, dimana pembangunan nasional merupakan pembangunan manusia indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia
Pada dasarnya Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, merata, materiil, spiritual melalui peningkatan taraf hidup masyarakat, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat. Pembangunan tersebut diharapkan dapat dilaksanakan secara merata bagi seluruh rakyat yaitu sesuai dengan asas keadilan sosial. Masalah keuangan merupakan hal vital dan mendasar yang digunakan sebagai modal pembangunan Nasional. Oleh karena itu, pemerintah daerah sebagai fasilitator pembangunan di daerah berusaha menghimpun dana sebanyak-banyaknya untuk pelaksanaan pembangunan, khususnya pembangunan daerah.
Mengingat Indonesia sebagai negara dengan wilayah yang luas yang terdiri dari ribuan pulau dengan budaya, sosial dan kondisi perekonomian yang berbeda antar masing-masing daerah membutuhkan suatu sistem pembangunan daerah yang lebih ef j Menghadapi kondisi yang demikian maka pemerintah memberikan otonomi pada pemerintah daerah yang dimaksudkan agar daerah tersebut mengatur serta mengurus rumah tangganya sendiri. Prinsip pemberian otonomi kepada pemerintah daerah pada dasarnya adalah untuk membantu pemerintah pusat dalam menjalankan pemerintahan daerah agar dapat membiayai pembangunan di daerah.
Suatu daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Seperti yang tertuang dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu : "Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan."
Kewenangan daerah yang dimaksud adalah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain. Di mana kewenangan bidang lain tersebut meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional.
Dengan pemberian otonomi kepada daerah maka memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna peyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat.
Dalam pelaksanaan tugas suatu negara, negara itu tergantung pada sarana-sarana keuangan dan kemungkinan-kemungkinan lain yang tersedia untuk menjalankan tugas-tugas tertentu. Oleh karena itu, setiap pemerintahan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah itu harus mempunyai penerimaan anggaran. Adapun sumber-sumber pendapatan daerah dalam pelaksanaan pemerintah daerah berdasarkan Pasal 157 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah :
1. Pendapatan Asli Daerah, terdiri dari :
a) Hasil pajak daerah.
b) Hasil retribusi daerah.
c) Hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan.
d) Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
2. Dana Perimbangan.
3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah
Untuk dapat meyelenggarakan otonomi daerah yang optimal, maka diperlukan dana yang cukup. Sebagian dana tersebut diusahakan oleh daerah sendiri, yaitu berupa Pendapatan Asli Daerah yang harus mencukupi bagi kepentingan rumah tangganya sendiri. Suatu daerah yang mempunyai Pendapatan Asli Daerah yang cukup, akan dengan mudah menyelenggarakan urusan rumah tangganya dan kemakmuran rakyat juga akan tercipta. Untuk mendukung peningkatan Pendapatan Asli Daerah, dalam rangka perwujudan otonomi daerah dilakukan upaya untuk peningkatan jumlah penerimaan retibusi daerah.
Pajak daerah dan retribusi daerah selama ini merupakan sumber pendapatan daerah dominan, oleh karena itu perlu ditingkatkan penerimaannya. Salah satu retribusi yang yang menjadi sumber pendapatan asli daerah adalah Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan. Retribusi ini tergolong cukup penting dan dominan dalam menunjang pendapatan asli daerah (PAD).
Kota X adalah salah satu wilayah perkotaan di Provinsi Jawa Tengah yang saat ini merupakan wilayah yang sedang berkembang, baik dalam bidang industri, jasa, permukiman, pendidikan, perdagangan maupun transportasi. Kehadiran sejumlah bangunan untuk aktivitas bisnis dan pelayanan umum, menunjukkan semakin maraknya kehidupan (keramaian) Kota X. Megahnya bangunan dengan segala model dan bentuk seakan menunjukkan meningkatnya perekonomian masyarakat. Paling tidak, dengan dimulainya kegiatan bisnis di sejumlah mal ataupun pusat perbelanjaan atau pusat-pusat perkantoran, maka kawasan di sekitarnya menjadi ramai. Dengan keramaian dan banyaknya jumlah penduduk di kota X tentunya jumlah sampah yang ada di sekitar lingkungan di daerah X juga cukup banyak.
Bahwa dalam rangka untuk mewujudkan kebersihan dan keindahan kota yang memenuhi tuntutan kebutuhan serta aspirasi masyarakat maka perlu didukung sarana dan prasarana pelayanan persampahan dan kebersihan yang memadahi sehingga Pemerintah Kota X mengeluarkan Peraturan Daerah Kota X Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan.
Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang ditindaklanjuti Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah maka produk Hukum Daerah perlu disesuaikan ,sehubungan dengan perubahan tersebut maka Peraturan Daerah Kota X Nomor 4 Tahun 2001 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan perlu disesuaikan agar pelaksanaan pelayanan kebersihan lebih optimal dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah sehingga dikeluarkanlah Peraturan Daerah Kota X Nomor 11 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota X Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis mencoba menyusun skripsi dengan judul " EFEKTIFITAS PERDA NOMOR 11 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA X NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA X".

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mencoba merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana Efektifitas pelaksanaan Perda Nomor 11 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota X Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan terhadap peningkatan pendapatan asli daerah Kota X ?
2. Hambatan apa yang terjadi dalam pengelolaan retribusi persampahan/kebersihan di Kota X ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui Efektifitas pelaksanaan Perda Nomor 11 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota X Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan terhadap peningkatan pendapatan asli daerah Kota X b. Untuk mengetahui hambatan yang terjadi dalam pengelolaan retribusi persampahan/kebersihan di Kota X
2. Tujuan Subjektif
a. Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan bagi penyusunan skripsi sebagai syarat mencapai gelar sarjana di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas X.
b. Untuk menambah memperluas, mengembangkan pengetahuan dan pengalaman penulis serta pemahaman aspek hukum di dalam teori dan praktek lapangan hukum yang sangat berarti bagi penulis.
c. Untuk memberi gambaran dan sumbangan pemikiran bagi ilmu hukum

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Merupakan salah satu sarana bagi penulis untuk mengumpulkan data sebagai bahan penyusunan skripsi guna melengkapi persyaratan untuk mencapai gelar keserjanaan di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret X.
b. Untuk memberi pikiran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.
2. Manfaat Praktis
a. Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai bekal untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti

E. Sistematika Skripsi
BAB I : Pendahuluan
Dalam bab ini penulis akan mengemukakan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
BAB II : Tinjauan Pustaka
Dalam bab yang kedua ini memuat dua sub bab, yaitu kerangka teori dan kerangka pemikiran.
BAB III : Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada bab ini memuat diskripsi lokasi penelitian yaitu Dinas Pendapatan Daerah Kota X dan hasil penelitian, yaitu : Apakah pelaksanaan Perda Nomor 11 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota X Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan mempengaruhi peningkatan pendapatan asli daerah Kota X, dan Hambatan yang terjadi dalam pengelolaan ratribusi persampahan/kebersihan.
BAB IV : Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 19:49:00