Cari Kategori

TESIS PENGARUH WIRAUSAHA TERHADAP PENGEMBANGAN KARIR INDIVIDU PADA DISTRIBUTOR MULTI LEVEL MARKETING X

(Kode : PASCSARJ-0002) : TESIS PENGARUH WIRAUSAHA TERHADAP PENGEMBANGAN KARIR INDIVIDU PADA DISTRIBUTOR MULTI LEVEL MARKETING X (PRODI : PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA)

BAB 1
PENDAHULUAN

I.I. Latar Belakang
Krisis multidimensional yang melanda bangsa Indonesia sejak tahun 1996 tidak saja melumpuhkan dunia usaha, tetapi juga menggoyahkan sendi-sendi kesejahteraan masyarakat luas. Dunia kerja menjadi kian sempit, sementara masyarakat yang membutuhkan kerja terus meningkat. Adanya penganguran dalam anggota keluarga berarti masalah bagi anggota keluarga yang lain. Sebab, mereka terpaksa menanggung beban hidup anggota keluarga yang menganggur. Secara luas, ini juga berarti pengangguran yang disebabkan ketiadaan lapangan kerja akhirnya menjadi beban tanggungan masyarakat juga. Pengangguran ini bukanlah hasil sebuah pilihan untuk tidak bekerja, tetapi akibat dari semakin sulitnya mendapatkan pekerjaan, terutama dikota-kota besar.
Masyarakat yang tinggal di perkotaan sering mengharapkan mendapat pekerjaan formal di kantor-kantor, baik pemerintah maupun swasta. Namun, justru sektor seperti itulah yang pada masa -masa ini paling merasakan dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan. Konsekwensinya adalah efisiensi tenaga kerja dengan sedikit menyerap tenaga kerja baru.
Pada tahun 1996 tingkat pengangguran masih 4,9 persen, dua tahun setelah krisis naik menjadi 6,3 persen, lalu naik lagi menjadi 8,1 persen pada tahun 2001. Setahun kemudian angka pengangguran merangkak naik menjadi 9,1 persen yang berarti jumlah penganggur telah lebih dari 10 juta orang atau 9,9 persen dari angkatan kerja. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) juga memperkirakan pada tahun 2004 jumlah angkatan kerja akan mencapai 102,88 juta orang, termasuk angkatan kerja baru 2,10 juta orang (Sukernas-BPS 2002).
Penciptaan lapangan kerja yang tak mampu mengimbangi pertumbuhan angkatan kerja baru itu menyebabkan angka pengangguran terbuka tahun 2004 meningkat menjadi 10,88 juta orang (10,32 persen dari angkatan kerja), dari tahun sebelumnya 10,13 juta orang (9,85 persen dari angkatan kerja). Terjadinya over-supply tenaga yang tidak diimbangi oleh demand yang memenuhi standar. Sementara tuntutan kualitas sumber daya manusia makin lama makin tinggi dan menuntut kekhususan yang lebih sulit lagi untuk dipenuhi. Dengan melihat kondisi tersebut maka sektot informal merupakan alternatif dapat membantu menyerap orang -orang yang menganggur, tetapi kreatif dan menjadi peredam di tengah pasar global.
Lapangan kerja yang terbatas membuat orang mencari jalan untuk bertahan hidup agar dapat hidup layak. Oleh karena itu untuk menumbuhkan perilaku wirausaha pada masyarakat luas khususnya para pencari kerja akan sangat penting dan strategis bagi pengembangan sumber daya manusia Indonesia yang bermutu, memiliki kejelian dalam menciptakan peluang usaha sendiri yang kreatif dan tetap proaktif mengembangkan usaha tanpa meninggalkan potensi lokal dalam menghadapi pasar global.
Berwirausaha merupakan satu alternatif jalan keluar terbaik. Wirausaha adalah orang yang memiliki dan mengelola serta menjalankan usahanya. Wirausaha didefinisikan sebagai orang yang memiliki gagasan (idea man) dan manusia kerja (man of action) sering dikaitkan orang yang inovatif atau kreatif (Holt, 1992 : 85). Orang yang mendorong perubahan sangat penting dalam menemukan kemungkinan-kemungkinan baru. Wirausaha adalah orang yang suka mengambil resiko dan mampu mengembangkan kreatifitasnya.
Terdapat berbagai macam penggolongan mengenai wirausaha. Gartner (1988 : 268) menggolongkan tipe kewirausahaan berdasarkan bagaimana aktifitas kewirausahaan yang dilaksanakan. Ada 8 tipe, yaitu (1) pelarian terhadap sesuatu yang baru, (2) membuat berbagai jaringan (network) dalam transaksinya, (3) trsanfer keterampilan yang diperoleh dari situasi pekerjaan terdahulu, (4) membeli perusahaan, (5) mengungkit keahlian, (6) mengamalkan pelatihan dan memproduksi produk, (7) mengejar ide yang unik, dan (8) aktifitas bisnis yang berbeda dari pengalaman sebelumnya.
Schermerhorn (1996 : 125) mengatakan terdapat ciri-ciri khas yang dikaitkan dengan seorang wirausaha (entrepreneur) yaitu mampu menentukan nasipnya sendiri, pekerja keras dalam mencapai keberhasilan, selalu tergerak untuk bertindak secara pribadi dalam mewujudkan tujuan menantang, memiliki toleransi terhadap situasi yang tidak menentu, cerdas dan percaya diri dalam mengunakan waktu yang luang.
Salah satu bentuk wirausaha yang dapat menjawab permasalahan di atas adalah berusaha sendiri sebagai distributor Multilevel Marketing (MLM). Konsep MLM merupakan salah satu metode pemasaran dengan membuat jaringan (network). Distributor MLM dalam menjalankan strategi pemasaran secara bertingkatbdituntut memiliki kejelian berimprovisasi untuk mempengaruhi orang lain agar mau bergabung bersama-sama dalam menjalankan usaha MLM.
Sama halnya seperti cara berdagang yang lain, strategi MLM harus memenuhi rukun jual beli serta akhlak (etika) yang baik, di samping itu komoditas yang dijual harus halal (bukan haram maupun syubhat), memenuhi kualitas dan bermanfaat. MLM tidak boleh memperjual belikan produk yang tidak jelas status halalnya. Atau menggunakan modus penawaran produksi promosi tanpa mengindahkan norma-norma agama dan kesusilaan.
Secara kondusif Islam memberikan jalan bagi manusia untuk melakukan berbagai improvisasi dan inovasi mengenai sistem, teknik dan mediasi dalam melakukan perdagangan. Karena sistem MLM dinilai oleh Islam memiliki unsur-unsur silaturrahmi, dakwah, dan tarbiyah, sebagaimana sistem tersebut pernah digunakan Rasulullah dalam melakukan dakwah pada awal-awal diangkat sebagai ulil amri. Dakwah Islam pada saat itu dilakukan melalui teori gethok tular (mulut ke mulut) dari sahabat satu ke sahabat yang lainnya. Sampai pada satu ketika Islam dapat diterima oleh masyarakat. Sebagaimana disebutkan dalam (QS Ar Ra'd : 11) " Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri".
Perusahaan MLM biasa memberi reward atau insentif pada mereka yang berprestasi. Islam bisa membenarkan seseorang mendapatkan insentif lebih besar dari yang lainnya disebabkan keberhasilannya dalam memenuhi target penjualan tertentu, dan melakukan berbagai upaya positif dalam memperluas jaringannya. Kaidah ushul fiqh mengatakan, "Besarnya ijrah (upah) itu tergantung pada kadar kesulitan dan pada kadar kesunguhan". Penghargaan kepada distributor yang mengembangkan jaringan di bawahnya (down line) dengan cara bersungguh-sungguh, memberikan pembinaan (tarbiyah), pengawasan serta keteladanan prestasi (uswah) memang patut dilakukan, karena ini selaras dengan sabda Rasulullah :
"Barang siapa di dalam Islam berbuat suatu kebajikan maka kepadanya diberi pahala, serta pahala dari orang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikitpun..."(hadist).
Penting disadari, pemberian penghargaan dan cara menyampaikan hendaknya tetap dalam koridor tasyakur, untuk menghindarkan penerimanya dari takabur, kufur nikmat, apalagi melupakan Tuhan. Perusahaan MLM harus membuat kebijakan sedemikian rupa agar penghargaan itu memberi manfaat positif bagi penerimanya.
Dalam hal menetapkan insentif ini, sejumlah syarat syariah harus dipenuhi, yakni : adil, terbuka, dan insentif seorang distributor tidak mengurangi hak distributor lain (mitra kerja), sehingga tidak ada yang dizalimi.
Kewajaran dalam memperoleh keuntungan juga merupakan suatu masalah yang diperhatikan oleh Islam. Dalam kaitan ini sebagian masyarakat melihat, ada kecenderungan pada perusahaan MLM tertentu yang menjual produk dengan harga sangat mahal karena menganggap produknya eksklusif. Ini jelas akan memberatkan konsumen. Hal ini sepatutnya dihindari karena ini bisa dikatakan sebagai mengambil keuntungan secara batil. Prinsipnya kita memang bisa merasakan MLM ini sebagai satu strategi yang memberikan peluang usaha (rezeki).
Menurut Asosiasi Penjual Langsung Indonesia (APLI) di Indonesia saat ini sekitar 70 perusahaan MLM, seperti Central Nusa Insan Cemerlang atau CNI, Amway, Foreverindo Insanabadi atau Forever Young, Herbalife merupakan suatu konsep pendistribusian produk langsung kepada konsumen melalui distributor mandiri.
Keunggulan bisnis ini adalah modal kecil dengan peluang yang besar, masa depan ditentukan oleh distributor itu sendiri, tidak ada resiko kredit macet, jam kerja bebas, dapat mencapai impian lebih awal. MLM merupakan suatu metode penjualan barang secara langsung kepada pelanggan melalui jaringan yang dikembangkan oleh distributor secara berantai dan berjenjang. Setiap distributor merekrut atau mensponsori orang lain disebut mitra kerja (downline) yang selalu dikaitkan dengan bonus dan komisi.
Setiap perusahaan MLM memiliki metode perhitungan sendiri. Tenaga penjual atau distributor MLM adalah pengusaha mandiri yang mendapat penghasilan dari aktifitasnya penjualan produk dan menjaring mitra kerja (downline). Cara kerja pengusaha MLM dilakukan tanpa jam kerja yang teratur seperti pada sebuah kantor. Banyak dari mereka melakukan di luar jam kerja untuk mendapatkan penghasilan tambahan.
Dalam banyak kasus, seorang distributor mempunyai pendapatan yang tidak kecil, bahkan melebihi pendapatan dari pekerjaan formalnya. Karena itu, banyak orang tertarik untuk bergabung menjalankan model bisnis ini. Semakin banyak mitra kerja (downline) yang direkrut atau semakin besar jaringan yang dibangun maka semakin besar bonus yang akan diterima oleh distributor. Jadi apabila distributor benar-benar bekerja keras, maka bonus yang diperoleh bisa sampai puluhan bahkan ratusan juta per bulan. Sebagaimana dalam rangking 10 profesi termahal di Indonesia, distributor MLM menempati posisi pertama dengan pendapatan tertinggi yang diperoleh pengusaha (distributor) MLM sebesar Rp 280.940.284,- per bulan. (Warta Ekonomi edisi 26 Maret 2001)
MLM merupakan cara berbisnis yang sah, etis, sukses, dan senantiasa berkembang dimana setiap distributor dapat memperoleh hasil banyak atau sedikit sebagaimana dikehendakinya, dengan sedikit resiko finansial, selama 6 atau 60 jam seminggunya. Di Amerika konsep tersebut telah dikembangkan jauh lebih luas selama berpuluh-puluh tahun, hampir setiap barang dan jasa dapat diperoleh melalui MLM.
Ini merupakan bisnis multinasional, menyangkut jutaan dollar, dan melibatkan jutaan orang. Konsep MLM pertama kali dicetuskan oleh Nutrilite di AS pada tahun 1939, menerapkan sistem bonus sebesar 2 % kepada setiap penjual yang berhasil merekrut penjual baru (Harefa, 1999 : 14).
Koen Verheyen, mantan anggota tim manajemen Oriflame, mengatakan bahwa sampai November 1999 perusahaan yang melakukan penjualan langsung yang tercatat sebagai anggota APLI hanya 28 dari 180 perusahaan. Dari jumlah tersebut, sampai Desember 1997 sekitar 1.400.000 orang tergabung dalam jaringan perusahaan MLM anggota APLI. Total penjualan yang tercatat oleh APLI akhir tahun 1997 berkisar Rp 700 milyar, suatu jumlah yang tidak kecil. Sementara yang tidak tergabung membukukan penjualan Rp 800 milyar, sehingga total penjualan yang dilakukan oleh perusahaan MLM sekitar Rp 1,5 triliyun. Sekitar 40 % dari omset tersebut merupakan pendapatan perusahaan dan 60 % merupakan pendapatan distributor dalam bentuk keuntungan eceran, komisi, bonus, dan lain-lain ( Harefa, 1999 : 17)
Berdasarkan penjelasan diatas, maka perlu untuk menganalisis lebih mendalam suatu penelitian tentang " Pengaruh Wirausaha Terhadap Pengembangan Karir Individu. Pada Distributor MLM ".

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
Masalah Umum :
Apakah ada pengaruh wirausaha terhadap pengembangkan karir individu pada distributor Multi Level Marketing ? Masalah Khusus
1. Apakah ada pengaruh Kreatif terhadap pengembangan karir individu pada distributor Multilevel Marketing ?
2. Apakah ada pengaruh Inovatif terhadap pengembangan karir individu pada distributor Multilevel Marketing ?
3. Apakah ada pengaruh Berani terhadap pengembangan karir individu pada distributor Multilevel Marketing ?
4. Variabel manakah di antara kreatif, inovatif, dan berani yang berpengaruh dominan terhadap pengembangan karir individu pada distributor MLM

I.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini terbagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu :
Tujuan Umum
Menganalisis pengaruh wirausaha terhadap pengembangan karir individu pada distributor MLM.
Tujuan Khusus
1. Untuk menganalisis pengaruh Kreatif terhadap pengembangan karir individu pada distributor Multilevel Marketing.
2. Untuk menganalisis pengaruh Inovatif terhadap pengembangan karir individu pada distributor Multilevel Marketing.
3. Untuk menganalisis pengaruh Berani terhadap pengembangan karir individu pada distributor Multilevel Marketing.
4. Untuk mengetahui variabel yang dominan di antara kreatif, inovatif, dan berani berpengaruh terhadap pengembangan karir individu

I.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Sebagai informasi ilmiah mengenai pengembangan karir melalui MLM.
2. Memberikan gambaran mengenai manfaat MLM dalam membentuk jiwa wirausaha.
3. Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai data untuk mengembangkan peran dan fungsi MLM sebagai cara pengembangan karir.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 14:24:00

TESIS PENGARUH KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP KINERJA PT. X

(Kode : PASCSARJ-0001) : TESIS PENGARUH KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP KINERJA PT. X (PRODI : PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA)

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Masalah sumber daya manusia masih menjadi sorotan dan tumpuhan bagi perusahaan untuk tetap dapat bertahan di era globalisasi. Sumber daya manusia mempunyai peran utama dalam setiap kegiatan perusahaan. Walaupun didukung dengan sarana dan prasarana serta sumber dana yang berlebihan, tetapi tanpa dukungan sumber daya manusia yang andal kegiatan perusahaan tidak akan terselesaikan dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia merupakan kunci pokok yang harus diperhatikan dengan segala kebutuhannya. Sebagai kunci pokok, sumber daya manusia akan menentukan keberhasilan pelaksanaan kegiatan perusahaan. Tuntutan perusahaan untuk memperoleh, mengembangkan dan mempertahankan sumber daya manusia yang berkualitas semakin mendesak sesuai dengan dinamika lingkungan yang selalu berubah.
Perubahan perlu mendapat dukungan manajemen puncak sebagai langkah pertama yang penting untuk dilakukan bukan hanya sekedar lip service saja. Pemimpin harus dapat memobilisasi sebuah tim, proses pekerjaan harus dapat dikembangkan dan proses sumber daya manusia harus menjadi fokus utama. Perubahan dan peningkatan peran fungsi sumber daya manusia sangat esensial untuk mendukung keberhasilan organisasi.
Pengelolaan sumber daya manusia terkait dan mempengaruhi kinerja organisasional dengan cara menciptakan nilai atau menggunakan keahlian sumber daya manusia yang berkaitan dengan praktek manajemen dan sasarannya cukup luas, tidak hanya terbatas karyawan oiperasional semata, namun juga meliputi tingkatan manajerial.
Sumber daya manusia sebagai penggerak organisasi banyak dipengaruhi oleh perilaku para pesertanya (partisipannya) atau aktornya. Keikutsertaan sumber daya manusia dalam organisasi diatur dengan adanya pemberian wewenang dan tanggung jawab. Merumuskan wewenang dan tanggung jawab yang harus dicapai karyawan dengan standar atau tolak ukur yang telah ditetapkan dan disepakati oleh karyawan dan atasan. Karyawan bersama atasan masing-masing dapat menetapkan sasaran kerja dan standar kinerja yang harus dicapai serta menilai hasil-hasil yang sebenarnya dicapai pada akhir kurun waktu tertentu.
Peningkatan kinerja karyawan secara perorangan akan mendorong kinerja sumbar daya manusia secara keseluruhan, yang direkflesikan dalam kenaikan produktifitas.
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan penilaian kinerja merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dengan perusahaan. Dukungan dari tiap manajemen yang berupa pengarahan, dukungan sumber daya seperti, memberikan peralatan yang memadai sebagai sarana untuk memudahkan pencapaian tujuan yang ingin dicapai dalam pendampingan, bimbingan, pelatihan serta pengembangan akan lebih mempermudah penilaian kinerja yang obyektif.
Faktor penilaian obyektif memfokuskan pada fakta yang bersifat nyata dan hasilnya dapat diukur,misalnya kuantitas, kualitas, kehadiran dan sebagainya. Sedangkan faktor-faktor subyektif cenderung berupa opini seperti menyerupai sikap, kepribadian, penyesuaian diri dan sebagainya. Faktor-faktor subyektif seperti pendapat dinilai dengan meyakinkan bila didukung oleh kejadian-kejadian yang terdokumentasi. Dengan pertimbangan faktor-faktor tersebut diatas maka dalam penilaian kinerja harus benar-benar obyektif yaitu dengan mengukur kinerja karyawan yang sesungguhnya atau mengevaluasi perilaku yang mencerminkan keberhasilan pelaksanaan pekerjaan. Penilaian kinerja yang obyektif akan memberikan feed back yang tepat terhadap perubahan perilaku ke arah peningkatan produktivitas kinerja yang diharapkan.
Penilaian kinerja dengan berbagai bentuk seperti key performance indicator atau key performance Index pada dasarnya merupakan suatu sasaran dan proses sistimatis untuk mengumpulkan, menganalisa dan menggunakan informasi untuk menentukan efisiensi dan efektivitas tugas-tugas karyawan serta pencapaian sasaran. Menurut Armstrong (1998), penilaian kinerja didasarkan pada pengertian knowledge, Skill, expertise dan behavior yang diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan dengan baik dan analisa lebih luas terhadap attributes dan perilaku individu. Dalam manajemen kinerja kompetensi lebih berperan pada dimensi perilaku individu dalam menyesuaikan suatu pekerjaan dengan baik. Attributes terdiri dari knowledge, skill dan expertise.
Kompetensi kinerja dapat diartikan sebagai perilaku-perilaku yang ditunjukkan mereka yang memiliki kinerja yang sempurna, lebih konsisten dan efektif, dibandingkan dengan mereka yang memiliki kinerja rata-rata. Menurut Mc.Clelland dalam Cira dan Benjamin (1998), dengan mengevaluasi kompetensi-kompetensi yang dimiliki seseorang, kita akan dapat memprediksikan kinerja orang tersebut. Kompetensi dapat digunakan sebagai kriteria utama untuk menentukan kerja seseorang. Misalnya, untuk fungsi profesional, manajerial atau senior manajer. Karyawan-karyawan yang ditempatkan pada tugas-tugas tersebut akan mengetahui kompetensi-kompetensi apa saja yang diperlukan, serta cara apa yang harus ditempuh untuk mencapai promosi ke jenjang posisi berikutnya. Perusahaan sendiri hanya akan mempromosikan karyawan-karyawan yang memenuhi kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan dan dipersyaratkan oleh perusahaan. PT X tidak terlepas dari kondisi-kondisi di atas karena itu perusahaan perlu memperbaiki kinerja karyawan. Perusahaan perlu mengembangkan model kompetensi yang berintegrasi dengan tolok ukur penilaian kinerja yang dapat dijadikan dasar pengembangan Sumber Daya Manusia.
Dalam lingkungan bisnis yang semakin kompetitif, maka perusahaan dituntut untuk memberdayakan dan mengoptimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki, termasuk Sumber Daya Manusia. Mengelola Sumber Daya Manusia di organisasi perusahaan dengan berbagai ragam sifat, sikap dan kemampuan manusia agar mereka dapat bekerja menuju satu tujuan yang direncanakan perusahaan. Sumber Daya Manusia sebagai pelaku organisasi mempunyai perbedaan dalam sikap (attitude) dan pengalaman (experimen). Perbedaan tersebut menyebabkan tiap individu yang melakukan kegiatan dalam organisasi mempunyai kemampuan kerja atau kinerja (performance) yang masing-masing berbeda juga.
Zweig dalam Prawirosentono (1999), menyatakan bahwa penilaian kinerja adalah proses penilaian hasil kerja yang akan digunakan oleh pihak manajemen untuk memberi informasi kepada para karyawan secara individual, tentang mutu hasil pekerjaannya dipandang dari sudut kepentingan perusahaan. Dalam hal ini, seorang karyawan harus diberitahu tentang hasil pekerjaannya, dalam arti baik, sedang atau kurang. Karyawan akan terdorong untuk berperilaku baik atau memperbaiki serta mengikis kinerja (prestasi) dibawah standart.
Sumber daya manusia yang berbakat, berkualitas, bermotivasi tinggi dan mau bekerja sama dalam team akan menjadi kunci keberhasialn organisasi. Karena itu pimpinan harus dapat menetapkan sasaran kerja yang akan menghasilkan karyawan yang berkualitas tinggi, bermotivasi tinggi dan produktif. Penetapan target-target spesifik dalam kurun waktu tertentu tidak hanya bersifat kuantitatif tetapi juga bersifat kualitatif misalnya, dengan pengembangan diri untuk menguasai pengetahuan dan keahlian yang diperlukan untuk pekerjaan dengan tingkat kompetensi yang makin baik.
Penilaian kinerja karyawan sebagai pelaku dalam organisasi dengan membuat ukuran kinerja yang sesuai dengan tujuan organisasi. Standar penilaian kinerja suatu organisasi harus dapat diproyeksikan kedalam standar kinerja para karyawan sesuai dengan unit kerjanya. Evaluasi kinerja harus dilakukan secara terus menerus agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Untuk itu perlu dilakukan kegiatan penilaian kinerja secara periodik yang berorientasi pada masa lalu atau masa yang akan datang. Perusahaan perlu mengetahui berbagai kelemahan atau kelebihan karyawan sebagai landasan untuk memperbaiki kelemahan dan menguatkan kelebihan dalam rangka meningkatkan produktivitas karyawan.
Indikator penilaian kinerja di perusahaan ini meliputi empat kelompok yaitu hasil kerja yang berhubungan dengan keuntungan perusahaan, kemampuan karyawan ,pelayanan pelanggan dan peningkatan karyawan. Penilaian kinerja yang sudah ada perlu dilengkapi dengan kompetensi yang berhubungan dengan skill dan knowledge yaitu, komunikasi, kerjasama kelompok, kepemimpinan dan pengambilan keputusan secara analitis. Penambahan kompetensi dalam penilaian kinerja diharapkan dapat memperbaiki proses penilaian kinerja karyawan. Bagi perusahaan ini karyawan merupakan pelaksana manajemen puncak yang mampu berinteraksi dengan worker dan manajemen puncak. Oleh karena itu dirasa untuk mengupas lebih lanjut dalam suatu penelitian tentang, "Analisa kompetensi Sumber Daya Manusia terhadap kinerja di PT X."

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : "Apakah ada pengaruh kompetensi sumber daya manuasia terhadap kinerja karyawan ?"

1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini dibagi atas tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut :
1.3.1. Tujuan Umum
Menganalisis sejauh mana kompetensi komunikasi, kerjasama kelompok, kepemimpinan, pemutusan pendapat secara analisis yang dimiliki karyawan terhadap kinerja PT X.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi dan menganalisis variabel-variabel dominan yang mempengaruhi kinerja.
2. Menganalisis variabel-variabel dominan tersebut terhadap kinerja.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian antara lain :
1.4.1. Bagi Kepentingan Akademis
1. Sebagai sumbangan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu pengebangan sumber daya manusia dan dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya.
1.4.2. Bagi Kepentingan Dunia Bisnis
1. Menjadi masukan informasi bagi perusahaan dalam meningkatkan kompetensi sumber daya manusia dan kinerja.
2. Dapat digunakan untuk pengembangan perusahaan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 14:07:00

SKRIPSI PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN X NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK REKLAME DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

(Kode ILMU-HKM-0046) : SKRIPSI PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN X NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK REKLAME DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan pada hakekatnya adalah proses perubahan secara terus menerus, yang merupakan kemajuan dan perbaikan menuju kearah yang ingin dicapai. Didalam GBHN disebutkan tujuan Pembangunan Nasional adalah mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata baik materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tentram, tertib dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
Dalam usaha pencapaian tujuan pembangunan tersebut diperlukan suatu penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien. Negara Republik Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintahannya menganut asas desentralisasi.
Menurut Henry Maddick yang disebut dengan desentralisasi adalah penyerahan kekuasaan hukum untuk menangani bidang-bidang atau fungsi-fungsi tertentu kepada daerah otonom. Daerah otonom adalah satuan pemerintahan didaerah yang penduduknya berwenang mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri berdasarkan aspirasinya. Disebut daerah otonom karena setelah dilakukan desentralisasi oleh pemerintah pusat, daerah berhak mengurus dan mengatur urusannya sendiri berdasarkan aspirasi dan kepentingan masyarakatnya. (Hanif Nurcholis, 2005 : 55-56).
Otonomi daerah dilaksanakan dengan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan didukung dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah serta Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Tercapainya efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan daerah sangat dipengaruhi adanya proses penyeimbangan empat asas yang berlaku didaerah yaitu asas sentralisasi, asas desentralisasi, asas dekonsentrasi dan asas tugas pembantuan. Keempat asas tersebut harus menjadi landasan pokok bagi para penyelenggara pemerintahan dalam mengemban misi dan tanggung jawabnya sebagai koordinator pelaksana pembangunan sekaligus memberikan pelayanan kepada masyarakat guna meningkatkan taraf hidup masyarakat secara menyeluruh.
Kebijakan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan daerah dalam bidang perekonomian dan keuangan daerah secara esensi sudah ditetapkan pada awal Pelita I, dimana kebijakan pemerintah yang dinilai cukup potensial untuk mengembangkan daerah dengan segala kemampuannya tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 mengenai Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Motivasi utama dengan diambilnya kebijakan tersebut adalah dalam rangka meningkatkan dan memacu pembangunan diberbagai sektor guna meningkatkan kemandirian daerah terhadap pusat.
Dalam pelaksanaan pemerintahan daerah yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab tersebut maka daerah harus memenuhi komponen-komponen penting dalam sistem administrasi pemerintahan daerah. Adapun salah satu komponen penting dalam sistem administrasi pemerintahan daerah adanya keuangan (Hanif Nurcholis, 2005 : 66). Faktor keuangan merupakan salah satu faktor yang cukup penting bagi daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya, berkaitan dengan pentingnya posisi keuangan tersebut, Pamudji menegaskan bahwa :
"Pemerintahan daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan Dan keuangan inilah yang merupakan salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri (Pamudji, 1980 : 61-62)."
Mengingat pentingnya faktor keuangan tersebut, maka pemerintah mengatur ketentuan mengenai keuangan daerah secara lebih terperinci dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 mengenai segi penggalian dana bagi daerah, yaitu :
"Agar daerah dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan sebaik-baiknya, maka kepadanya perlu diberikan sumber pembiayaan yang cukup. Tetapi tidak semua sumber pembiayaan pemerintahan dapat diberikan kepada daerah, maka kepada daerah dianjurkan menggali sumber keuangan sendiri berdasarkan Peraturan Perundangan-undangan yang berlaku". Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dengan Daerah menyatakan sumber keuangan daerah adalah sebagai berikut :
1. Pendapatan asli daerah, yaitu :
a) Pajak daerah
b) Retribusi daerah
c) Laba BUMD dan hasil pengelolaan kekayaan lainnya
d) Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
2. Dana perimbangan
3. Pinjaman daerah, dan
4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Untuk memaksimalkan upaya kabupaten dalam meningkatkan sumber pendapatan daerahnya melalui penggalian terhadap sektor-sektor yang cukup potensial, pemerintah telah menetapkan political will-nya untuk terus mengupayakan dan merealisasikan terwujudkan otonomisasi kabupaten dengan menerapkan prinsip efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan jumlah sumber penerimaan daerah yang telah diberikan pusat pada daerah.
Manifestasi dari political will yang ditetapkan pemerintah pusat tersebut ditindak lanjuti dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang mengatur tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Dasar pertimbangan dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 ini adalah untuk memperkuat upaya peningkatan penerimaan daerah yang nyata dan bertanggung jawab dengan menitikberatkan pada kabupaten.
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 ini secara tegas menetapkan jenis-jenis pajak dan retribusi yang dapat dipungut daerah dalam rangka penyederhanaan jenis-jenis pajak dan retribusi yang telah ada. Selain bertujuan untuk menyederhanakan terhadap pajak dan retribusi daerah, Undang-Undang ini juga bertujuan untuk memperbaiki sistem administrasi perpajakan daerah dan retribusi sejalan dengan sistem administrasi perpajakan nasional.
Meskipun format pajak dan retribusi daerah yang diserahkan sepenuhnya pada Kabupaten jumlahnya disederhanakan namun jenis pajak dan retribusi daerah yang diserahkan pada daerah tersebut memiliki kemampuan yang lebih berbobot dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten. Sedangkan jenis pajak dan retribusi yang kurang begitu potensial dikembangkan oleh Kabupaten menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tersebut harus dihapuskan karena dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan daerah.
Sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah di Kabupaten, maka konsekuensi secara langsung yang diterima oleh Kabupaten dari pusat adalah adanya kewenangan penuh untuk mengelola sejumlah pajak dan retribusi. Untuk melaksanakan kewenangan dari pusat tersebut maka pemerintah daerah harus mempunyai peraturan daerah yang dapat mengatur mengenai pengelolaan dan pemanfaatan pajak dan retribusi untuk meningkatkan penerimaan pendapatan daerah.
Dasar pertimbangan yang melatar belakangi penulis mengambil tema dalam penelitian ini adalah bahwa Peraturan Daerah Kabupaten X Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame, merupakan salah satu peraturan daerah yang dapat digunakan pemerintah daerah untuk mengelola dan mengatur sektor keuangan daerah dalam hal ini pajak daerah.
Dengan dasar ini maka Peraturan Daerah Kabupaten X Nomor 12 Tahun 2003 memiliki peranan yang sangat penting untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
Dipilihnya Pajak Reklame sebagai obyek penelitian karena sebagai salah satu jenis pajak daerah yang dikembangkan Pemerintah Daerah Kabupaten X, Pajak Reklame sebagai kontributor dalam penerimaan Pendapatan Asli Daerah meskipun realisasinya tidak sebesar dibandingkan dengan jenis pajak daerah lain seperti pajak kendaraan bermotor, pajak penerangan jalan, pembangunan dan lain-lain. Atas dasar itulah maka Pajak Reklame dapat digunakan sebagai peningkat Pendapatan Asli Daerah.
Berdasarkan pertimbangan hal-hal di atas itulah maka penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul :
“PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN X NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK REKLAME DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH". (Studi Kasus di BPKD Kabupaten X).

B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah adalah untuk mengidentifikasi persoalan yang diteliti secara jelas, biasanya berisi pertanyaan kritis, sistematis dan representative untuk mencari jawaban dari persoalan yang ingin dipecahkan. Arti penting perumusan masalah adalah sebagai pedoman bagi tujuan dan manfaat penelitian dalam rangka mencapai kualitas yang optimal. Berdasarkan hal tersebut maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah :
1. Bagaimanakah pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten X Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ?
2. Apa yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten X Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dan bagaimana cara mengatasinya?

C. Tujuan Penelitian
Dalam suatu penelitian pasti memiliki arah dan tujuan yang pasti dan jelas. Sebab tanpa suatu arah dan tujuan penelitian ini tidak akan tidak akan memberikan kegunaan serta kemanfaatan. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang akan diteliti, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif :
a. Untuk mengetahui pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten X Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
b. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten X Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah serta cara mengatasinya.
2. Tujuan Subyektif :
a. Untuk meningkatkan wawasan pengetahuan dan pemikiran penulis tentang Peraturan Daerah Kabupaten X Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame sebagai usaha peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten.
b. Untuk memperoleh data sebagai bahan utama penyusunan skripsi guna memenuhi syarat-syarat yang diperlukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas X.
D. Manfaat Penelitian
Diharapkan dari penelitian ini akan memberikan manfaat riil bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Adapun manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis :
a. Menambah literatur dan referensi khasanah dunia kepustakaan yang dapat dijadikan dasar bagi penelitian selanjutnya.
b. Memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sedang diteliti.
2. Manfaat Praktis :
a. Untuk menyumbangkan pemikiran dibidang hukum khususnya dibidang Hukum Tata Negara.
b. Untuk memberikan informasi dan gambaran mengenai pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten X Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame.

E. Sistematika Penulisan Hukum
Guna mendapatkan gambaran yang komperhensif mengenai bahasan dalam penulisan hukum ini, penulis dapat menguraikan sistematika penulisan hukum sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab I ini merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab II ini berisi tentang dasar-dasar pemahaman untuk membahas dan menganalisa hasil penelitian yang berisi tentang : Tinjauan Tentang Pemerintahan Daerah, Tinjauan Tentang Pendapatan Asli Daerah, Tinjauan Tentang Pajak Daerah, Tinjauan Tentang Pajak Reklame.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab III ini menguraikan mengenai hasil penelitian yang diperoleh penulis mengenai pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten X Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Reklame dalam upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, hambatan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah tersebut serta cara mengatasinya.
BAB IV : PENUTUP
Bab IV ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari jawaban permasalahan-permasalahan yang menjadi obyek penelitian. Bab ini juga berisi saran-saran yang dapat dimanfaatkan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten X Nomor 12 Tahun 2003.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 19:51:00

SKRIPSI EFEKTIFITAS PERDA TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA X TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN TERHADAP PENINGKATAN PAD KOTA X

(KODE ILMU-HKM-0045) : SKRIPSI EFEKTIFITAS PERDA NOMOR 11 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA X NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk Republik. Tujuan Negara Indonesia berdasarkan Pembukaan UUD 1945 alenia ke-4, antara lain : memajukan kesejahteran umum, mencerdasakan kehidupan bangsa, serta menjaga ketertiban dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut maka dibentuk pemerintahan baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Indonesia sebagai negara yang sedang membangun berusaha untuk melakukan pembangunan di segala bidang kehidupan untuk mencapai masyarakat yang sejahtera. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur secara merata baik materiil maupun spiritual, dimana pembangunan nasional merupakan pembangunan manusia indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia
Pada dasarnya Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, merata, materiil, spiritual melalui peningkatan taraf hidup masyarakat, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat. Pembangunan tersebut diharapkan dapat dilaksanakan secara merata bagi seluruh rakyat yaitu sesuai dengan asas keadilan sosial. Masalah keuangan merupakan hal vital dan mendasar yang digunakan sebagai modal pembangunan Nasional. Oleh karena itu, pemerintah daerah sebagai fasilitator pembangunan di daerah berusaha menghimpun dana sebanyak-banyaknya untuk pelaksanaan pembangunan, khususnya pembangunan daerah.
Mengingat Indonesia sebagai negara dengan wilayah yang luas yang terdiri dari ribuan pulau dengan budaya, sosial dan kondisi perekonomian yang berbeda antar masing-masing daerah membutuhkan suatu sistem pembangunan daerah yang lebih ef j Menghadapi kondisi yang demikian maka pemerintah memberikan otonomi pada pemerintah daerah yang dimaksudkan agar daerah tersebut mengatur serta mengurus rumah tangganya sendiri. Prinsip pemberian otonomi kepada pemerintah daerah pada dasarnya adalah untuk membantu pemerintah pusat dalam menjalankan pemerintahan daerah agar dapat membiayai pembangunan di daerah.
Suatu daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Seperti yang tertuang dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu : "Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan."
Kewenangan daerah yang dimaksud adalah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain. Di mana kewenangan bidang lain tersebut meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional.
Dengan pemberian otonomi kepada daerah maka memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna peyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat.
Dalam pelaksanaan tugas suatu negara, negara itu tergantung pada sarana-sarana keuangan dan kemungkinan-kemungkinan lain yang tersedia untuk menjalankan tugas-tugas tertentu. Oleh karena itu, setiap pemerintahan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah itu harus mempunyai penerimaan anggaran. Adapun sumber-sumber pendapatan daerah dalam pelaksanaan pemerintah daerah berdasarkan Pasal 157 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah :
1. Pendapatan Asli Daerah, terdiri dari :
a) Hasil pajak daerah.
b) Hasil retribusi daerah.
c) Hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan.
d) Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
2. Dana Perimbangan.
3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah
Untuk dapat meyelenggarakan otonomi daerah yang optimal, maka diperlukan dana yang cukup. Sebagian dana tersebut diusahakan oleh daerah sendiri, yaitu berupa Pendapatan Asli Daerah yang harus mencukupi bagi kepentingan rumah tangganya sendiri. Suatu daerah yang mempunyai Pendapatan Asli Daerah yang cukup, akan dengan mudah menyelenggarakan urusan rumah tangganya dan kemakmuran rakyat juga akan tercipta. Untuk mendukung peningkatan Pendapatan Asli Daerah, dalam rangka perwujudan otonomi daerah dilakukan upaya untuk peningkatan jumlah penerimaan retibusi daerah.
Pajak daerah dan retribusi daerah selama ini merupakan sumber pendapatan daerah dominan, oleh karena itu perlu ditingkatkan penerimaannya. Salah satu retribusi yang yang menjadi sumber pendapatan asli daerah adalah Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan. Retribusi ini tergolong cukup penting dan dominan dalam menunjang pendapatan asli daerah (PAD).
Kota X adalah salah satu wilayah perkotaan di Provinsi Jawa Tengah yang saat ini merupakan wilayah yang sedang berkembang, baik dalam bidang industri, jasa, permukiman, pendidikan, perdagangan maupun transportasi. Kehadiran sejumlah bangunan untuk aktivitas bisnis dan pelayanan umum, menunjukkan semakin maraknya kehidupan (keramaian) Kota X. Megahnya bangunan dengan segala model dan bentuk seakan menunjukkan meningkatnya perekonomian masyarakat. Paling tidak, dengan dimulainya kegiatan bisnis di sejumlah mal ataupun pusat perbelanjaan atau pusat-pusat perkantoran, maka kawasan di sekitarnya menjadi ramai. Dengan keramaian dan banyaknya jumlah penduduk di kota X tentunya jumlah sampah yang ada di sekitar lingkungan di daerah X juga cukup banyak.
Bahwa dalam rangka untuk mewujudkan kebersihan dan keindahan kota yang memenuhi tuntutan kebutuhan serta aspirasi masyarakat maka perlu didukung sarana dan prasarana pelayanan persampahan dan kebersihan yang memadahi sehingga Pemerintah Kota X mengeluarkan Peraturan Daerah Kota X Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan.
Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang ditindaklanjuti Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah maka produk Hukum Daerah perlu disesuaikan ,sehubungan dengan perubahan tersebut maka Peraturan Daerah Kota X Nomor 4 Tahun 2001 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan perlu disesuaikan agar pelaksanaan pelayanan kebersihan lebih optimal dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah sehingga dikeluarkanlah Peraturan Daerah Kota X Nomor 11 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota X Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis mencoba menyusun skripsi dengan judul " EFEKTIFITAS PERDA NOMOR 11 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA X NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA X".

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mencoba merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana Efektifitas pelaksanaan Perda Nomor 11 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota X Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan terhadap peningkatan pendapatan asli daerah Kota X ?
2. Hambatan apa yang terjadi dalam pengelolaan retribusi persampahan/kebersihan di Kota X ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui Efektifitas pelaksanaan Perda Nomor 11 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota X Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan terhadap peningkatan pendapatan asli daerah Kota X b. Untuk mengetahui hambatan yang terjadi dalam pengelolaan retribusi persampahan/kebersihan di Kota X
2. Tujuan Subjektif
a. Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan bagi penyusunan skripsi sebagai syarat mencapai gelar sarjana di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas X.
b. Untuk menambah memperluas, mengembangkan pengetahuan dan pengalaman penulis serta pemahaman aspek hukum di dalam teori dan praktek lapangan hukum yang sangat berarti bagi penulis.
c. Untuk memberi gambaran dan sumbangan pemikiran bagi ilmu hukum

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Merupakan salah satu sarana bagi penulis untuk mengumpulkan data sebagai bahan penyusunan skripsi guna melengkapi persyaratan untuk mencapai gelar keserjanaan di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret X.
b. Untuk memberi pikiran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.
2. Manfaat Praktis
a. Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai bekal untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti

E. Sistematika Skripsi
BAB I : Pendahuluan
Dalam bab ini penulis akan mengemukakan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
BAB II : Tinjauan Pustaka
Dalam bab yang kedua ini memuat dua sub bab, yaitu kerangka teori dan kerangka pemikiran.
BAB III : Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada bab ini memuat diskripsi lokasi penelitian yaitu Dinas Pendapatan Daerah Kota X dan hasil penelitian, yaitu : Apakah pelaksanaan Perda Nomor 11 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota X Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan mempengaruhi peningkatan pendapatan asli daerah Kota X, dan Hambatan yang terjadi dalam pengelolaan ratribusi persampahan/kebersihan.
BAB IV : Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 19:49:00

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Pengaruh Anemia Terhadap Motivasi Belajar Siswa Di SMP X

(Kode KEBIDANN-0018) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Pengaruh Anemia Terhadap Motivasi Belajar Siswa Di SMP X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan nasional merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Untuk mewujudkan cita-cita pembangunan diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Depkes RI, 2002).
Akan tetapi masih banyak masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, salah satunya adalah anemia. Anemia adalah penyakit yang ditandai oleh rendahnya kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah sehingga mengakibatkan fungsi dari Hb untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh tidak berjalan dengan baik. Di Indonesia, kasus anemia umumnya terjadi karena kekurangan zat besi. Persoalan zat besi masih menjadi persoalan serius bagi Indonesia karena kekurangan zat besi memainkan andil besar terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia. Diperkirakan 20% sampai 80% anak di Indonesia menderita anemia gizi besi.
Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga di Indonesia tahun 2001 prevalensi anemia pada remaja sekitar 26,5%. Jenis dan besaran masalah gizi di Indonesia tahun 2001-2003 menunjukkan 3,5 juta remaja dan WUS menderita anemia gizi besi (Sutaryo dalam Republika, 2006).
Dampak yang ditimbulkan anemia gizi besi ini, terutama pada anak sekolah antara lain adalah kesakitan dan kematian meningkat, pertumbuhan fisik, perkembangan otak, motorik, mental dan kecerdasan terhambat, daya tangkap belajar menurun, pertumbuhan dan kesegaran fisik menurun serta interaksi sosial kurang. Bahkan anemia dapat menurunkan produktivitas kerja hingga 20%. Keadaan ini tentu memprihatinkan bila menimpa anak-anak Indonesia yang akan menjadi penerus pembangunan (Depkes RI, 2005).
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh bagaimana pengaruh anemia terhadap motivasi belajar siswa di SMP X.

B. Rumusan Masalah
Seberapa besar pengaruh anemia terhadap motivasi belajar siswa di SMP X?.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh anemia terhadap motivasi belajar siswa.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui seberapa besar prosentase motivasi belajar siswa kelas 1 yang mengalami anemia di SMP X.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang pengaruh anemia terhadap motivasi belajar siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai masukan bagi institusi sekolah agar dapat lebih memperhatikan siswanya yang menderita anemia.
b. Sebagai masukan bagi orang tua agar dapat lebih memperhatikan kesehatan anaknya.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 20:52:00

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Antara Harga Diri Dan Prestasi Belajar Pada Mahasiswa Semester III Akademi Kebidanan X

(Kode KEBIDANN-0016) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Antara Harga Diri Dan Prestasi Belajar Pada Mahasiswa Semester III Akademi Kebidanan X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sumber daya manusia merupakan modal utama pembangunan. Pembangunan yang berhasil membutuhkan manusia yang berkualitas, yang memungkinkan pembangunan dilaksanakan dengan baik dan bertanggung jawab menuju pada keberhasilan pembangunan.
Salah satu aspek kepribadian yang penting adalah harga diri. Harga diri yang tinggi akan mempengaruhi kepribadian seseorang, yaitu sikap optimis, kemampuan mengendalikan hal-hal yang terjadi akan dirinya, mempunyai pandangan yang positif, dan mempunyai penerimaan terhadap diri sendiri. Hal ini akan membuat seseorang mampu melanjutkan kehidupannya meskipun dia menghadapi kejadian-kejadian buruk dan masa lalunya yang buruk (Robinson & Shaver, 1990).
Seseorang yang mempunyai harga diri tinggi akan mempunyai pikiranpikiran positif, dan orang yang mempunyai harga diri rendah biasanya mempunyai pikiran negatif tentang upaya dan masa depannya. Seseorang yang mempunyai harga diri tinggi akan sedikit mengalami kecemasan, mau menerima banyak resiko dan mau meningkatkan usaha mereka untuk meraih sukses (Antony & Miles, 1996). Disamping itu seseorang yang mempunyai harga diri tinggi akan lebih termotivasi untuk menambah kemampuan mereka, sedangkan yang harga dirinya rendah akan termotivasi untuk melindungi diri mereka dari kegagalan dan kekecewaan (Baumuster & Huthon, 1994).
Masa remaja adalah masa persiapan dalam memasuki dunia kedewasaan. Pada masa ini seorang remaja akan mengalami perubahan fisik, sexual, psikologis maupun perubahan sosial. Hal ini terjadi pada umur 12-21 tahun. Perubahan itu kemudian menyebabkan remaja berusaha mencapai kematangan dan mencoba menggunakan kesempatan seluas-luasnya bagi pertumbuhan kepribadiannya sendiri (Hurlock, 2002).
Masa remaja menuntut pemenuhan kebutuhan harga diri, kasih sayang, dan rasa aman. Jika kebutuhan itu tidak terpenuhi akan menyebabkan gangguan kepribadian. Pemenuhan kebutuhan merupakan pembangunan seutuhnya, pembangunan lahir batin, dan yang paling penting adalah kebutuhan harga diri (Coopersmith, 1995).
Harga diri merupakan aspek kepribadian yang pada dasarnya dapat berkembang. Kurangnya harga diri pada remaja dapat mengakibatkan masalah akademik, olah raga, dan penampilan sosial. Selain itu dapat juga menimbulkan gangguan pada proses pikir dalam konsentrasi belajar, dan berinteraksi dengan orang lain, terutama yang masih mengikuti pendidikan sehingga berpengaruh terhadap proses dan prestasi belajar (Elliot & Littlefield, 2000).
Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk (Ngalim. P, 2004).
Proses belajar akan berhasil bila seseorang mampu memusatkan perhatian pada pelajaran, tetapi apabila pada dirinya terdapat masalah kejiwaan, seperti kecewa, malu, sedih, dan kurang percaya diri maka dengan sendirinya akan mempengaruhi prestasi belajar (Warsiki, 1993).
Prestasi belajar merupakan penampakan dari hasil belajar. Prestasi belajar dapat diukur dengan evaluasi belajar, antara lain tes sumatif yang dapat menentukan indeks prestasi (Winkel, 2005).
Mahasiswa semester III Akademi Kebidanan X tahun 2007 ada 63 mahasiswa. Hasil evaluasi mahasiswa semester III Indek Prestasi (IP) antara 3,51-4,00 (1,59%), indek prestasi antara 2,75-3,50 (36,51%), indek prestasi antara 2,00-2,74 (61,90%). Berdasarkan hasil yang didapat maka prestasi yang dicapai mahasiswa masih tergolong rendah. Adapun hasil wawancara yang dilakukan penulis terhadap beberapa dosen di Akademi Kebidanan X menyatakan bahwa sebagian besar keaktifan mahasiswa dalam proses belajar mengajar cukup baik, walaupun ada beberapa mahasiswa yang kurang dan tidak aktif.
Sehubungan dengan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti ”Apakah ada hubungan antara harga diri dengan prestasi belajar pada remaja mahasiswa semester III Akademi Kebidanan X?”.

B. Perumusan Masalah
Berdasar latar belakang di atas, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan:
Apakah ada hubungan antara harga diri dengan prestasi belajar pada remaja mahasiswa Akademi Kebidanan X?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara harga diri dengan prestasi belajar pada remaja mahasiswa Semester III Akbid X.

D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Mengetahui bahwa harga diri yang baik akan diikuti dengan peningkatan prestasi belajar.
2. Praktis
a. Diharapkan penelitian ini dapat memberi masukan pada dunia pendidikan dan orang tua akan pentingnya harga diri terhadap pencapaian hasil belajar.
b. Memberi masukan pada remaja mengenai hubungan antara harga diri dengan prestasi belajar.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 20:51:00

Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Pengetahuan Tentang Imunisasi Tetanus Toksoid Dengan Status Imunisasi Tetanus Toksoid Wanita Usia Subur Desa X

(Kode KEBIDANN-0017) : Karya Tulis Ilmiah (KTI) D-IV Hubungan Pengetahuan Tentang Imunisasi Tetanus Toksoid Dengan Status Imunisasi Tetanus Toksoid Wanita Usia Subur Di Desa X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indikator dalam mengukur derajat kesehatan masyarakat diantaranya adalah Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi. Hal ini disebabkan karena ibu dan bayi merupakan kelompok yang mempunyai tingkat kerentanan yang besar terhadap penyakit dan kematian. Dalam rencana Strategi Nasional Making Pregnancy Safer, target dari dampak kesehatan untuk bayi baru lahir adalah menurunkan angka kematian neonatal dari 25 per 1000 kelahiran hidup (tahun 1997) menjadi 15 per 1000 kelahiran hidup. Hasil SKRT 2001 (Survei Kesehatan Rumah Tangga) di Indonesia kematian neonatal kelompok umur 8-28 hari tertinggi adalah infeksi sebesar 57,1% (termasuk tetanus, sepsis, pneumonia, diare), proporsi kematian karena tetanus neonatorum yaitu 9,5% (Depkes RI, 2003).
Berdasarkan hasil laporan bulanan kesehatan ibu dan anak (LB3–KIA) di kabupaten X, selama tahun XXXX jumlah kasus kematian maupun kesakitan akibat tetanus neonatorum yaitu 5 kasus, sedangkan pada periode Januari hingga Desember XXXX ada 1 kasus. Dilihat dari hasil laporan Imunisasi periode Januari sampai dengan Oktober XXXX, Puskesmas X cakupan Imunisasi TT1 sebesar 17,83%, TT2 sebesar 83,09%, TT3 sebesar 7,13%, TT4 sebesar 0%, TT5 sebesar 0% dengan sasaran WUS (Wanita Usia Subur) 3365 jiwa, maka cakupan Puskesmas X masih rendah (Subdin P2P Dinkes X, XXXX).
Penyakit Tetanus adalah penyakit menular yang tidak ditularkan dari manusia ke manusia secara langsung. Penyebabnya adalah sejenis kuman yang dinamakan Clostridium Tetani, kuman ini terutama spora atau bijinya banyak berada di lingkungan. Basilus Clostridium Tetani, tersebar luas di tanah dalam bentuk spora, binatang seperti kuda dan kerbau bertindak sebagai harbour atau persinggahan sementara. Kuman tetanus dalam kehidupannya tidak memerlukan/kurang oksigen (anaerob). Tetanus timbul akibat masuknya spora Clostridium Tetani masuk lewat pertahanan alamiah tubuh, seperti kulit, mukosa, sebagian besar lewat luka tusuk, luka bakar kotor, patah tulang terbuka dan tali pusat (Achmadi. U.F, XXXX). Meskipun Tetanus Neonatorum terbukti sebagai salah satu penyebab kesakitan dan kematian neonatal, sesungguhnya dapat dicegah, pencegahan yang dilakukan diantaranya adalah pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) serta perawatan tali pusat yang memenuhi syarat kesehatan. Imunisasi TT seharusnya diperoleh wanita usia subur sebanyak 5 kali, kenyataannya masih belum optimal, hal ini dipengaruhi faktor perilaku (Behavior Clauses) manusia dari tingkat kesehatan, ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi orang/masyarakat yang bersangkutan disamping lingkungan fisik, ketersediaan fasilitas, (sarana-sarana kesehatan) sikap dan perilaku para petugas kesehatan (Notoadmodjo, S. 2003).
Dengan adanya kejadian kasus TN (Tetanus Neonatorum), tahun XXXX sebanyak 5 kasus dan tahun XXXX sebanyak 1 kasus di kabupaten X, khususnya di desa (daerah pedesaan), merupakan masalah yang sangat kompleks. Data sensus penduduk kabupaten X tahun 2000, rata-rata pendidikan sangat rendah yaitu 354.208 jiwa tidak tamat SD, tamat SD sebanyak 198.458 jiwa (BPS dengan Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten X, XXXX), sehingga informasi tentang Imunisasi Tetanus Toksoid sangat terbatas.
Oleh karena itu dengan adanya kasus Tetanus Neonatorum (TN) di kabupaten X, serta cakupan Imunisasi di Puskesmas X periode Januari sampai dengan Oktober XXXX yang rendah, maka penulis ingin meneliti mengenai hubungan pengetahuan tentang Imunisasi TT dengan status Imunisasi TT di daerah Puskesmas X, sebagai sampel WUS (Wanita Usia Subur) di desa X.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan data dan latar belakang dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah ada hubungan pengetahuan tentang imunisasi tetanus toksoid dengan status imunisasi tetanus toksoid wanita usia subur di desa X Puskesmas X Kabupaten X ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui apakah ada hubungan pengetahuan tentang imunisasi tetanus toksoid dengan status imunisasi tetanus toksoid wanita usia subur.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengidentifikasi pengetahuan WUS tentang pengertian imunisasi Tetanus Toksoid (TT).
b. Dapat mengidentifikasi pengetahuan WUS tentang jadwal pemberian dan masa perlindungan Imunisasi TT.
c. Dapat mengidentifikasi pengetahuan WUS tentang manfaat imunisasi TT.
d. Dapat mengidentifikasi pengetahuan WUS tentang reaksi Imunisasi TT dan efek samping.
e. Dapat mengidentifikasi pengetahuan WUS tentang indikasi kontra Imunisasi TT.
f. Dapat mengidentifikasi pengetahuan WUS tentang penyakit Tetanus.
g. Dapat mengidentifikasi status Imunisasi TT pada WUS.

D. Manfaat Penelitian
1. Aspek Teoritik
Sebagai dasar sebagai peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian mengenai Wanita Usia Subur (WUS) terhadap status Imunisasi TT (Tetanus Toksoid).
2. Aspek Aplikatif
a. Bagi Petugas Kesehatan
Dapat memberikan masukan dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan hasil cakupan Imunisasi TT WUS sampai status TT5, menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi akibat Tetanus Neonatorum, dan meningkatkan ketrampilan, pengetahuan tentang Imunisasi TT.
b. Bagi Masyarakat
Dapat memberikan informasi tentang imunisasi TT, sehingga masyarakat, khususnya Wanita Usia Subur (WUS) mendapat pelayanan Imunisasi TT secara lengkap (TT5).

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 20:51:00