Cari Kategori

Sinar Katode-Struktur Atom Hidrogen-Sinar Laser Dan Teknologi Nuklir

Judul : Makalah Sinar Katode-Struktur Atom Hidrogen-Sinar Laser Dan Teknologi Nuklir
Isi :
Kata Pengantar, Sinar Katode : Tabung Pelucutan Gas, Tabung Sinar Katode, Sinar-X, Struktur Atom Hidrogen : Teori Atom Dalton, Model Atom Thomson, Model Atom Rutherford, Model Atom Bohr, Spektrum Atom Hidrogen, Konsep Tingkat Energi, Percobaan Franck dan Hertz, Mengenal Deret Transisi Spektrum Atom Hidrogen, Sinar Laser, Pembuatan Sinar Laser, Sifat Sinar Laser, Penggunaan Sinar Laser, Teknologi Nuklir, Reaktor Atom, Penggunaan Radio Isotop



Sekilas Isi :

SINAR KATODE
Pada awal tahun 1800, para ahli meneliti partikel-partikel terkandung dalam sebuah atom, melalui :

TABUNG PELUCUTAN GAS
Adalah sebuah tabung kaca yang memiliki dua buah elektroda pada kedua kutubnya, yang kedua ujungnya dihubungkan pada tegangan (tegangan searah 30.000 V – 50.000 V).
Pakar fisika tahun 1870 disimpulkan bahwa cahaya kehijau-hijauan adalah hasil radiasi sinar yang bergerak dari katode menuja anode. Dan disebut sinar katode.
Dan William Crookes (1832 – 1919) melakukan percobaan dengan menggunakan sinar katode dan menunjukkan bahwa sinar katode merambat menuju garis lurus.
Sifat-sifat katode :
Partikel dapat dibelokkan oleh medan listrik dan magnet, jadi sinar katode terdiri atas partikel-partikel bermuatan.
Crookes dan Jean Perrin (1895) menunjukkan sinar katode menumbuk anode maka anode diberi muatan negatif. Jadi sinar katode terdiri atas partikel-partikel bermuatan negatif (elektron). Thomson adalah orang pertama yang menemukan elektron. Jadi sinar katode adalah aliran elektron-elektron yang keluar dari katode dan masuk ke anode. Aliran ini terjadi kalau anode dan katode punya beda potensial sama / lebih besar dari beda tertentu.
Apabila beda potensial lebih kecil, sinar katode tidak terjadi / elektron tidak lepas dari katode.
Dari percobaan-percobaan yang dilakukan pakar-pakar lainnya dapatlah dirangkum sifat sinar katode :
Sinar katode merambat menurut garis lurus.
Dapat memendar sulfida seng dan barium platinasianida.
Terdiri atas partikel-partikel yang bermuatan ( - ) (elektron).
Dapat menghasilkan panas.
Menghitamkan pada foto.
Menyimpang didalam medan megnetik.
Menyimpang didalam medan listrik.

TABUNG SINAR KATODE
Tabung sinar katode dijumpai dalam Osiloskop tabung layar TV, dan display komputer. Pemancaran elektron-elektron dari permukaan zat karena permukaan tersebut dipanasi secara langsung / tidak langsung disebut emisi termionik. Fungsi kisi kontrol adalah untuk mengatur jumlah elektron dalam berkas sinar katode yang menuju sinar anode. Berarti mengatur kecermelangan bintik pada layar. Anode pemfokus berfungsi memfokuskan berkas sinar katode. Gabungan katode (kisi kontrol, anode pemercepat, anode pemfokus) dinamakan pemucu elektron (elektrogun).
Penggunaan tabung sinar katode pada Osiloskop
Untuk alat ukur yang dapat mendisplay grafik tegangan / arus listrik.
Sinar-X
Ditemukan oleh Wilhelm K. Rontgen (1845 – 1923) bulan November tahun 1895 dengan menggunakan elektron-elektron dikeluarkan dari katode dengan cara memanaskan katode (emisi termionik). Sinar ini oleh Rontgen disebut Sinar-X karena pada saat itu Rontgen belum mengetahui sifat sinar tersebut.
Tabung Sinar-X
Digunakan Rontgen untuk menemukan Sinar-X yang digunakan untuk memproduksi Sinar-X diciptakan oleh W.D. Coolige dari Lab General Electric tahun 1913.


Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:34:00

Makalah Induksi Elektromagnetik

Judul : Makalah Induksi Elektromagnetik
Isi :
Kata Pengantar, Bab I : Dinamo/Generator, Generator Arus Searah, Generator Arus Bolak-Balik, Generator Arus Bolak-Balik Dalam Praktek, Bab II : Transformator, Pengertian Transformator, Prinsip Kerja Transformator, Persamaan, Bab III :Transmisi Daya Listrik Jarak Jauh, Penyaluran Daya Listrik, Keuntungan Transmisi Tegangan Tinggi, Daftar Pustaka


Sekilas Isi :
1.1. GENERATOR ARUS SEARAH
Sebuah generator arus searah (DC) sederhana yang terdiri dari satu gelung dengan satu lilitan dan hanya memiliki satu cincin yang terbelah ditengahnya disebut cincin belah atau komutator. Salah satu belahan komutator selalu berpolaritas positif, dan belahan komutator lainnya berpolaritas negatif. Ini menyebabkan arus listrik induksi yang mengalir melalui rangkaian luar (lampu) selalu hanya memiliki satu arah, yaitu dari komutator berpolaritas positif melalui lampu ke komutator berpolaritas negatif. Arus listrik ini disebut arus searah.
Generator arus searah dapat menghasilkan ggl ke satu arah.
1.Cincin kolektor diputus dan disekat.
2.Ujung-ujung kumparan dipatrikan pada sebuah segmen kolektor.
3.Apabila kumparan telah berputar sebesar , selama putaran itu berlangsung terjadi ggl induksi yang arahnya tetap.
4.Pada saat mencapai sudut , sikat-sikat bersinggungan dengan isolator dan dalam rangkaian luar tidak ada arus listrik.
5.Dengan demikian, arus induksi yang dihasilkan pada rangkaian luar merupakan arus induksi searah.
Grafik ggl induksi yang dihasilkan oleh generator arus searah akan tampak seperti pada gambar berikut ini :

1.2. GENERATOR ARUS BOLAK BALIK
Sebuah generator arus bolak-balik (AC) sederhana yang hanya terdiri dari sebuah gelung. Sisi gelung CD yang ujungnya U1 selalu menempel pada cincin C1, dan sisi gelung EF yang ujungnya U2 selalu menempel pada cincin C2. Cincin U1 selalu bersentuhan dengan sikat S1 dan cincin C2 selalu bersentuhan dengan sikat S2.
Prinsip kerja generator arus bolak-balik ini adalah memutar gelung diantara pasangan kutub utara-selatan sebuah magnet sehingga timbul ggl induksi pada ujung-ujung gelung. Supaya gelung berputar searah jarum jam, maka pada sisi gelung yang dekat dengan kutub utara (gelung CD) harus mengalami gaya F keatas. Sesuai dengan kaidah tangan kanan kedua, maka arus induksi yang timbul pada sisi gelung CD haruslah dari C ke D. Dengan demikian arus induksi yang timbul pada gelung EF haruslah dari E ke F. Jadi, perjalanan arus listrik induksi pada rangkaian sehingga lampu pijar kecil menyala adalah dari gelung CDEF, ke ujung U2 ke sikat S2 melalui lampu pijar, ke sikat S1 ke ujung U1. Jika kita hanya memperhatikan rangkaian luar. Sikat S2 ke sikat S1, maka arus listrik mengalir melalui lampu dari sikat S2 ke sikat S1. Ini berarti sikat S2 lebih positif daripada sikat S1 atau sikat S2 berpolaritas positif dan sikat S1 berpolaritas negatif.
Karena setiap setengah putaran gelung, polaritas S1 dan S2 bergantian, maka arus listrik yang dihasilkan generator selalu berlawanan tanda setiap setengah putaran. Untuk membuat generator yang dapat menghasilkan arus listrik / induksi yang besar, dapat dilakukan empat cara sebagai berikut :
1.Memakai kumparan yang terdiri dari banyak lilitan.
2.Memakai magnet yang lebih kuat.
3.Melilit kumparan pada inti besi lunak (elektromagnet).
4.Memutar kumparan lebih cepat.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:33:00

Kebijaksanaan Fiskal dan Moneter serta Implikasinya

Judul : Makalah Kebijaksanaan Fiskal dan Moneter serta Implikasinya
Isi :
Kata Pengantar, BAB I : Pendahuluan, BAB II : Pembahasan, Masalah Dalam Implementasi, Indikator Dalam Implementasi Kebijaksanaan Moneter, Target Operasional, Tingkat Bunga, Jumlah Uang yang Beredar, Inflasi, Deregulasi Ekonomi, BAB III : Kesimpulan, Daftar Pustaka


Sekilas Isi :
2.1. Masalah Dalam Implementasi
Penentuan tujuan kebijaksanaan moneter seperti pertumbuhan inflasi serta neraca pembayaran yang sehat hanyalah merupakan salah satu bagian dari kebijaksanaan moneter. Masih banyak masalah yang perlu dipecahkan terutama dalam hal implementasinya.
Masalah tersebut mencakup :
a.bahwa penguasa moneter harus menentukan arah yang hendak dituju untuk mencapai sasaran kebijaksanaan. Seperti misalnya output, employment serta harga.
b.penguasa moneter harus menentukan bagaimana caranya mengatur / mengubah instrumen kebijaksanaan moneter. Seperti misalnya, cadangan minimum, politik diskonto, serta jual beli surat berharga. Agar supaya tujuan / sasaran kebijaksanaan moneter tercapai.

2.2 Indikator Dalam Implementasi Kebijaksanaan Moneter
Indikator kebijaksanaan moneter adalah variabel ekonomi yang memberikan informasi tentang gerakan / perubahan dalam sektor riil apakah sudah bergerak kearah sasaran yang diinginkan atau belum.
Pemilihan indikator merupakan pemilihan variabel moneter yang secara konsisten memberi informasi tentang pengaruh kebijaksanaan moneter terhadap perekonomian. Ini memerlukan adanya hubungan yang pasti antara indikator tersebut dengan tujuan / sasaran kebijaksanaan moneter. Perubahan sektor riil dapat diperkirakan dari adanya perubahan dalam indikator. Dengan melihat indikator ini dapat diperkirakan apakah arah kebijaksanaan moneter itu sejalan / menuju sasaran yang ingin dicapai atau tidak. Kalau tidak, penguasa moneter dapat mengubah instrumen kebijaksanaan moneter. Dengan demikian indikator ini memberikan informasi apakah sasarannya akan tercapai atau tidak. Biasanya variabel moneter yang dipakai sebagai indikator adalah tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar.

2.3. Target Operasional
Target operasional adalah variabel ekonomi / moneter yang selalu diawasi tiap hari oleh penguasa moneter (Bank Sentral) dalam menjalankan kebijaksanaan jual beli surat berharga (open market operation). Syarat-syarat supaya sesuatu variabel dapat dipakai sebagai target operasional antara lain :
a.Bank sentral harus dapat mengukur target operasional ini dalam jangka yang relatif pendek.
 
b.Bank sentral harus dapat mengatur volume target operasional ini dengan cara merubah instrumen kebijaksanaan moneter.
 
c.Perubahan volume target operasional dari waktu ke waktu mempunyai pengaruh yang besar terhadap perubahan dalam variabel indikator.
Ada dua hipotesa utama yang mencoba menjelaskan tentang jalur pengaruh kebijaksanaan moneter terhadap kegiatan ekonomi, yaitu :

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:33:00

Firqoh Muktazilah Agama Islam

Judul : Makalah Firqoh Muktazilah Agama Islam
Isi :
Pendahuluan, Pengertian Firqoh Muktazilah, Pendiri Firqoh Muktazilah, Sejarah Pendirian Firqoh Muktazilah, Doktrin Ajaran Firqoh Muktazilah, Pendapat Penulis, Penutup


Pendiri Firqoh Muktazilah ini adalah Wasil Bin Ata’. Ia lahir pada tahun 81 H di Madinah, dan wafat pada 131 H di Basrah. Wasil Bin Ata’ belajar hukum fiqih pada seorang guru yang bernama Hassan Al Basrah. Walaupun demikian Wasil Bin Ata’ mempunyai pendapat yang berbeda dari gurunya tentang mukmin yang melakukan dosa besar. Wasil Bin Ata’ berpendapat mukmin yang melakukan dosa besar tetapi tidak bertaubat, maka orang itu sudah tidak lagi mukmin, tetapi juga tidak kafir.

Sejak terjadi perbedaan paham dengan gurunya, yaitu Hassan Basri, maka Wasil Bin Ata’ memisahkan dirinya dengan mengadakan kelompok pendidikan sendiri di salah satu bagian di Masjid Basrah. Kelompok Wasil Bin Ata’ inilah yang dinamakan Firqoh muktazilah (orang-orang yang memisahkan diri). Paham Muktazilah sangat menonjolkan pemikiran akal merdeka dari pada tuntunan agama. Menurut Al Baghdadi, Wasil dan temannya ‘Amr Ibn ‘Ubaid Ibn Bad menamakan kaum Muktazilah karena mereka menjauhkan diri dari faham umat Islam tentang soal orang yang berdosa besr. Kata I’tazala yang terdapat dalam Al Qur’an mengandung arti menjauhi yang salah dan tidak benar dan dengan demikian kata Muktazilah mengandung arti pujian. Selanjutnya Ia mengatakan adanya hadist Nabi yang mengatakan bahwa umat akan terpecah menjadi 73 golongan dan yang paling patuh dan terbaik dari seluruhnya adalah golongan Muktazilah. Sebenarnya nama Muktazilah memang sulit, berbagai pendapat dimajukan ahli-ahli tetapi belum ada kata sepakat, yang jelas ialah nama Muktazilah sebagai designatic bagi aliran teologi rasionil dan liberal dalam Islam.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:32:00

PENGARUH REMUNERASI TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KANTOR PELAYANAN PERBENDAHARAAN NEGARA (KPPN)

TESIS PENGARUH REMUNERASI TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KANTOR PELAYANAN PERBENDAHARAAN NEGARA (KPPN)
 
 
1.1. Latar Belakang Masalah
Pelayanan publik di Indonesia mempunyai peran penting bahkan vital pada kehidupan ekonomi dan politik. Pelayanan publik memiliki implikasi yang luas dalam kehidupan ekonomi dan politik. Tetapi kualitas pelayanan publik sampai saat ini secara umum masih belum baik.
 
Buruknya kualitas pelayanan publik menimbulkan krisis kepercayaan di masyarakat terhadap birokrasi publik. Dwiyanto (2006: 1) mengatakan bahwa krisis kepercayaan ditunjukkan dengan munculnya berbagai bentuk protes dan demonstrasi kepada birokrasi baik di tingkat pusat maupun di daerah. Bentuk protes dan demonstrasi ini bahkan sudah sampai pada bentuk pendudukan dan perusakan kantor-kantor pemerintah. Hal ini menunjukkan akumulasi kekecewaan masyarakat terhadap buruknya kualitas pelayanan birokrasi pemerintah.
 
Kondisi penyelenggaraan pelayanan publik yang buruk oleh aparatur pemerintahan dalam berbagai segi pelayanan diakui oleh Faisal Tamin (pada saat itu sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara) dalam seminar nasional "Menuju terciptanya single identity number" di Hotel Indonesia, Senin, 13 Oktober 2003. Faisal Tamim mengatakan masyarakat selama ini masih merasakan prosedur dan mekanisme pelayanan yang berbelit-belit, tidak transparan, kurang informatif, kurang akomodatif, dan kurang konsisten sehingga tidak menjamin kepastian hukum, waktu, dan biaya. (http://www.tempointeraktif.com/)
 
Buruknya kualitas pelayanan publik juga ditunjukkan pada beberapa jenis layanan publik masih ditemukan adanya praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Kondisi ini terjadi karena adanya beberapa situasi yang mempengaruhi aparat pemerintahan melakukan KKN. Di satu sisi aparat pemerintahan memiliki tingkat penghasilan yang rendah dan di sisi yang lain dihadapkan dengan tingkat kebutuhan yang tinggi. Hal ini mendorong aparat pemerintahan untuk melakukan KKN guna memenuhi kebutuhannya. Pada awalnya perilaku ini merupakan upaya darurat untuk memenuhi kebutuhan yang tidak tercukupi. Tetapi pada tahap selanjutnya berkembang menjadi perilaku dan budaya dari aparat pemerintahan.
 
Aparat pemerintahan melakukan korupsi secara terbuka misalnya dengan meminta "uang administrasi atau uang rokok" dari warga masyarakat yang memerlukan pelayanan. Perilaku korupsi ini diterima di masyarakat sebagai suatu hal yang normal dan wajar karena gaji pegawai negeri sipil yang tidak mencukupi (Prasojo, 2006: 298).
 
KKN merupakan ciri yang menonjol pada birokrasi yang buruk saat ini terutama di Indonesia. Hampir setiap hari media massa baik elektronik maupun cetak memberitakan kasus korupsi yang dilakukan oleh para aparat pemerintahan. Korupsi dilakukan secara berjamaah dari mulai level pegawai terendah sampai dengan pegawai level tertinggi di setiap unit pemerintah. Akhir-akhir ini tidak jarang terlihat pejabat-pejabat tinggi tertangkap tangan sedang melakukan KKN. Beberapa diantaranya sudah dijatuhi hukuman penjara, sedang sebagian yang lainnya masih dalam proses. Korupsi dalam pelayanan publik sudah menjadi praktek sehari-hari di Indonesia dan bahkan sudah terlembaga yang melibatkan semua pihak yang terkait yang saling menjaga rahasia dan saling melindungi (Prasojo, 2006: 298).
 
Menurut Adiningsih (2007), persoalan korupsi adalah masalah struktural dan berhubungan dengan sistem birokrasi. Sikap korup timbul karena gaji yang masih rendah, adanya iming-iming uang yang ditawarkan dalam jumlah yang besar kepada aparat, dan posisi kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan. Faktor kebutuhan hidup yang semakin besar dan godaan yang ada juga menjadi pemicu korupsi (http://www.antara.co.id).
 
Adanya persoalan yang dihadapi oleh aparat pemerintahan ini menjadikan pelayanan publik buruk. Prasojo (2006: 297) mengatakan bahwa perilaku korupsi dapat merugikan rakyat karena pada akhirnya merupakan prinsip zero sum game, yaitu ada pihak yang diuntungkan dan selalu ada pihak yang dirugikan. Pada awalnya perilaku korupsi ini hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya. Karena kesempatan terkait dengan posisi yang dimiliki besar maka korupsi dilakukan untuk menguntungkan diri sendiri. Perilaku memanfaatkan kesempatan melakukan KKN terkait dengan posisi membuat tugas untuk melayani masyarakat diabaikan.
 
Tingkat korupsi di Indonesia memperlihatkan angka yang cukup memprihatinkan dari tahun ke tahun. Hasil riset Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang melingkupi ratusan negara di dunia yang dilakukan oleh Transparency International, Indonesia dibandingkan negara-negara lain yang termasuk dalam objek riset masih berada pada peringkat bawah (lihat tabel 1.1). Erry Riyana Hardjapamekas (waktu itu sebagai Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi) pada Temu Nasional dalam rangka memperingati "100 Tahun Hari Kebangkitan Nasional" di Bandung, Sabtu, 21 Juni 2008 mengusulkan adanya prioritas reformasi birokrasi di lingkungan penyelenggara negara dan pegawai negeri sipil (PNS). Political and Economic Risk Consultancy (PERC) juga menempatkan Indonesia pada posisi kedua negara terkorup di Asia, setelah Filipina tahun 2007. Data ini lebih baik dari tahun sebelumnya dimana Indonesia berada pada urutan pertama dalam daftar tahun 2006 (http ://www.pikiran-rakyat.com).

* Tabel sengaja tidak ditampilkan *

Lebih lanjut Erry Riyana Hardjapamekas mengatakan, birokasi di Indonesia sangat mempengaruhi lemahnya gerak pembangunan dan daya saing bisnis. Hal itu akan terlihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Pada tahun 2005, IPM Indonesia menduduki peringkat ke-110 dari 177 negara. Sedangkan, tahun 2006 Indonesia menduduki peringkat ke-108 dari 189 negara. Ironisnya, pada tahun 2006 tersebut sejumlah negara tetangga Indonesia memiliki IPM yang cukup baik, sebagai contoh IPM Malaysia menduduki peringkat ke-63, IPM Singapura menduduki peringkat ke-25, dan IPM Thailand menduduki peringkat ke-77 (http://www.pikiran-rakyat.com).
 
Prestasi Indonesia di sektor ekonomi juga rendah. Hal ini disebabkan kemudahan berusaha di Indonesia rendah. Dalam survei tahunan bertajuk Doing Business 2008 yang dilakukan Bank Dunia (World Bank) dan International Finance Corporation (IFC) yang dilakukan pada 178 negara di dunia mengungkapkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-135 pada tahun 2006 dan naik ke peringkat ke-123 pada tahun 2007 (http://www.seputar-indonesia.com).
 
Dalam laporan tersebut disebutkan, peringkat kemudahan berusaha di Indonesia posisi Indonesia masih tertinggal dibandingkan pencapaian negara-negara lain. Bahkan di tingkat Asia posisi Indonesia juga tertinggal.

* Tabel sengaja tidak ditampilkan *

Survei yang dilakukan oleh Political and Economic Risk Consultancy Ltd (PERC) tentang kualitas birokrasi Indonesia terhadap 1.000 ekspatriat di Asia menunjukkan buruknya birokrasi di Indonesia. Indonesia menduduki peringkat kedua terburuk dalam hal birokrasi berinvestasi, indikatornya adalah prosedur yang harus dilalui panjang dan membutuhkan biaya yang besar dalam penyelesaian administrasi. Indonesia memperoleh nilai indeks 8,20 dalam survei tersebut. Nilai ini hanya lebih baik dari India yang memperoleh nilai 8,95. Singapura menjadi negara dengan birokrasi terbaik dengan nilai 2,20. Usman Abdhali Mali mengatakan efek domino yang bersumber pada prototipe birokrasi Indonesia yang korup, lamban, preman, boros, dan tidak profesional, salah satunya adalah hengkangnya para investor asing yang berdampak pada PHK massal karyawan pabrik (http://www.sinarharapan.co.id).
 
Survey Litbang Media Group 2007 menunjukkan buruknya pelayanan publik. 65% responden menunjukkan ketidakpuasannya atas layanan birokrasi dimana dalam layanan responden diminta biaya ekstra untuk layanan penerbitan dokumen tertentu. Hal ini dirasakan memberatkan masyarakat dan merupakan penyimpangan karena sebenarnya 70% anggaran negara sudah dikeluarkan untuk membiayai birokrasi. Hanya 9% (dalam 15 tahun terakhir) pengeluaran umum pemerintah untuk melayani rakyat. Berbeda dengan Indonesia, Amerika yang mengalokasikan 16% dari produk domestik bruto untuk belanja pengeluaran umum, China dan India masing-masing mengalokasikan 13%, serta Inggris mengalokasikan 20% (http://www.sinarharapan.co.id).
 
Dalam persepsi masyarakat umum, apabila berurusan dengan birokrasi pasti cenderung lamban, tidak profesional, dan biayanya mahal. Gambaran buruknya birokrasi antara lain berkutat pada permasalahan : organisasi birokrasi gemuk dan kewenangan antarlembaga tumpang tindih; sistem, metode, dan prosedur kerja belum tertib; pegawai negeri sipil belum profesional, belum netral dan sejahtera; praktik korupsi, kolusi dan nepotisme masih mengakar; koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi program belum terarah; serta disiplin dan etos kerja aparatur negara masih rendah. Berbagai kondisi ini mengakibatkan pelayanan kepada publik menjadi tidak memadai sehingga sering dikeluhkan oleh masyarakat.
 
Permasalahan birokrasi terletak pada organ utamanya. Organ utama birokrasi adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS). Hal yang paling mendasar adalah kurang dipahaminya bahwa PNS adalah pelayan publik (abdi masyarakat) dan masyarakat merupakan pelanggan yang harus dilayani secara maksimal. Sebagian besar dana yang digunakan untuk membayar gaji PNS berasal dari masyarakat atau publik sehingga wajar apabila masyarakat menuntut pelayanan prima dari aparat pemerintahan. Kenyataan yang terjadi di lapangan berbeda jauh dengan yang seharusnya terjadi. Masyarakat yang harus melayani aparat pemerintahan untuk mendapatkan pelayanan bukan aparat pemerintahan yang melayani masyarakat. Masyarakat harus mengeluarkan segala daya dan upaya untuk melayani PNS agar mendapatkan pelayanan yang diinginkan. Oleh karena itu muncul stigma yang melekat pada birokrasi yaitu adanya prinsip "jika masih bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah" (http://www.kompas.com).
 
Isa Sofyan Ardin (2007) menilai kualitas pelayanan kepada masyarakat selama reformasi dirasakan semakin menurun dan buruk ditandai dengan lamanya waktu pengurusan dan biaya siluman yang semakin tinggi. Lebih memprihatinkan lagi, penyedia pelayanan kepada masyarakat di beberapa instansi pemerintah secara terang-terangan dan tanpa rasa malu meminta sejumlah uang tertentu yang tidak rasional jumlahnya. Biaya tidak resmi besarnya mencapai 3-5 kali dari biaya resmi. Biaya tidak resmi tersebut menjadi daya tarik banyak orang yang berlomba-lomba (bahkan dengan membayar uang pelicin jutaan rupiah) untuk menjadi seorang PNS yang sebenarnya memiliki struktur gaji yang kecil. Alasan yang sering dilontarkan adalah memang gaji kecil tetapi "sabetannya" besar (http://www.kompas.com) . Alasan inilah yang menjadi pemicu terjadinya korupsi di lingkungan kerj a instansi pemerintah.
 
Penyebab kinerja aparat pemerintahan buruk diantaranya adalah gaji yang diperoleh tidak mencukupi kebutuhannya. Zalbianis dan Sanusi (2006: 8) mengatakan bahwa hasil analisis data kualitatif yang berhubungan dengan take home pay dalam Penelitian Hubungan Besar Sisa Gaji yang Dibawa Pulang dan Komitmen Organisasi Dengan Ketidakhadiran Karyawan di Dinas Kesehatan Propinsi Jambi, diperoleh informasi bahwa alasan paling banyak penyebab mereka tidak masuk kantor adalah karena ada kerj a sampingan. Hal ini dilakukan karena gaji yang mereka terima atau dibawa pulang (take home pay) tidak cukup untuk kebutuhan setiap bulannya. Banyaknya ketidakhadiran pegawai ini menyebabkan pelayanan publik instansi pemerintah terganggu.
 
Sebagaimana birokrasi pada umumnya, kualitas layanan di Departemen Keuangan juga banyak dikeluhkan oleh masyarakat. Salah satu instansi yang bertugas memberikan pelayanan adalah Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Layanan di KPPN sering dikeluhkan oleh para pihak yang menjadi mitra KPPN. Persepsi masyarakat terhadap pelayanan publik adalah berbelit-belit, tidak transparan, adanya pungutan tidak resmi. Kualitas layanan KPPN yang buruk ini sudah menjadi stigma bagi KPPN (Majalah Treasury, 2007).
 
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Direktur Jenderal Perbendaharaan Herry Purnomo mengakui stigma yang melekat pada KPPN yang buruk selama ini. Herry Purnomo (2007) dalam suatu wawancara mengatakan bahwa mindset yang dirasakan pada aparat KPPN dahulu adalah lebih dominan mindset untuk dilayani bukan melayani. Indikasinya kalau tidak ada duit dia tidak akan sungguh-sungguh atau secepatnya menyelesaikan pekerjaan. Kalau ada pemborong datang ke KPPN langsung membagi-bagi duit kepada aparat bahkan sampai kepada aparat yang tidak terlibat langsung dalam penyelesaian pekerjaan. Ada seorang pejabat eselon III minta usul dipindahkan ke KPPN tertentu (di X) agar mendapatkan "sangu/bekal pensiun".
 
Lambat, ketidakpastian dalam penyelesaian, prosedur yang tidak jelas, tidak transparan, penyelesaian berdasarkan pesanan dan persenan adalah stigma yang melekat pada KPPN selama ini. Pelayanan buruk ini sudah pasti akan membawa multiplier effect negative terhadap pembangunan ekonomi di Indonesia. Sebagian dana APBN akan tidak mencapai sasaran pembangunan dan hilang dalam proses birokrasi yang buruk tadi.
 
Untuk mengatasi masalah pelayanan publik yang buruk ini maka dilakukan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi mendesak untuk dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan pemerintah pada masyarakat. Pemerintah telah menyiapkan delapan Undang-Undang untuk mengawal pelaksanaan reformasi birokrasi di antaranya adalah sebagai berikut :
a. Undang-Undang tentang Kementerian dan Kementerian Negara.
b. Undang-Undang tentang Pelayanan Publik.
c. Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan.
d. Undang-Undang tentang Etika Penyelenggara Negara.
e. Undang-Undang tentang Kepegawaian Negara.
f. Undang-Undang tentang Badan Layanan Umum/Nirlaba.
g. Undang-Undang tentang Pengawasan Nasional.
h. Undang-Undang tentang Tata Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah.
Peraturan perundangan yang disiapkan diatas yang telah disahkan adalah UU No. 39/2008 tentang Kementerian dan Kementerian Negara. Saat ini, juga sudah diterbitkan grand design reformasi birokrasi dalam bentuk Peraturan Menpan No. 15/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi, yang merupakan cetak biru reformasi hingga tahun 2025 (http://www.menpan.go.id).
Gambaran umum mengenai reformasi yang tertuang dalam Peraturan Menpan No. 15/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi adalah sebagai berikut :
a. Latar belakang reformasi birokrasi
1) Praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) masih berlangsung hingga saat ini.
2) Tingkat kualitas pelayanan publik yang belum mampu memenuhi harapan publik.
3) Tingkat efisiensi, efektivitas, dan produktivitas yang belum optimal dari birokrasi pemerintahan.
4) Tingkat transparansi dan akuntabilitas birokrasi pemerintahan yang masih rendah.
5) Tingkat disiplin dan etos kerja pegawai yang masih rendah.
b. Visi dan Mi si Reformasi Birokrasi
Visi reformasi birokrasi adalah terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik tahun 2025.
Misi yang dijalankan untuk mencapai visi antara lain salah satunya adalah mengadakan relokasi dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia termasuk perbaikan si stem remunerasi.
c. Tujuan Reformasi Birokrasi
1) Tujuan Umum
Membangun/membentuk profil dan perilaku aparatur negara dengan :
- integritas tinggi, produktivitas tinggi dan bertanggung jawab kemampuan memberikan pelayanan yang prima
2) Tujuan Khusus
Membangun/membentuk :
- birokrasi yang bersih
- birokrasi yang efisien, efektif, dan produktif
- birokrasi yang transparan
- birokrasi yang melayani masyarakat
- birokrasi yang akuntabel
d. Sasaran
Sasaran umum adalah mengubah pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture set) serta sistem manajemen pemerintahan. Sedangkan secara khusus mencakup :

* Tabel sengaja tidak ditampilkan *

e. Prioritas Pelaksanaan Reformasi Birokrasi
1) Prioritas pertama, adalah kementerian/lembaga/pemerintah daerah yang terkait dengan pengelolaan keuangan negara, penegakan hukum, pemeriksaan dan pengawasan keuangan, dan penertiban aparatur negara.
2) Prioritas kedua, adalah kementerian/lembaga yang terkait dengan kegiatan ekonomi, sistem produksi, atau sumber penghasil penerimaan negara, dan unit organisasi yang melayani masyarakat secara langsung (termasuk pemerintah daerah).
3) Prioritas ketiga, adalah kementerian/lembaga yang tidak termasuk dalam prioritas pertama dan kedua.
Kerangka umum pelaksanaan birokrasi digambarkan pada gambar 1.1. sebagaimana tersebut di bawah ini.

* Gambar sengaja tidak ditampilkan *

Reformasi birokrasi di Departemen Keuangan digulirkan dalam rangka pembenahan birokrasi secara utuh. Substansi dasar dari program reformasi birokrasi adalah mewujudkan pelayanan yang lebih baik di instansi pengelola keuangan negara ini sesuai harapan masyarakat. Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan Mulia P. Nasution (2007) mengatakan program reformasi birokrasi di departemennya tidak hanya mencakup soal peningkatan kesejahteraan pegawai tetapi juga mencakup upaya untuk mewujudkan pelayanan yang lebih baik.
 
Menurut Mulia (2007) substansi dasar dari program reformasi birokrasi adalah mewujudkan pelayanan yang lebih baik sesuai harapan masyarakat. Dalam program reformasi birokrasi, setiap elemen organisasi ditata, prosedur kerja diperbaiki, dan ukuran-ukuran keberhasilan kinerja diefektifkan. Di Departemen Keuangan diharapkan tidak ada lagi istilah business as usual. Yang dimaksud business as usual adalah berbagai ketidakdisiplinan pegawai departemen, misalnya ada yang ngobyek, ada yang datang telat, dan sebagainya. Sistem baru yang dibangun akan mempertegas mekanisme reward and punishment. Para aparat dinaikkan tunjangannya karena selama ini aparatnya merasa tidak dapat bekerja serius karena penghasilannya tidak memadai.
 
Dengan sistem reward yang diterapkan tidak diperbolehkan lagi persoalan penghasilan menjadi alasan buruknya kinerja. Dibandingkan dengan pegawai departemen/lembaga lain, pegawai Departemen Keuangan memperoleh penghasilan yang lebih memadai. Dengan pemberian remunerasi jika masih ada yang tidak disiplin dan profesional, akan ditindak tegas. (http://www.suarakarya-online.com).
Departemen Keuangan meru
pakan departemen yang strategis sebagai pengelola fiskal. Instansi ini memiliki kantor vertikal yang tersebar di seluruh Indonesia dan bersifat holding type organization, dengan jumlah pegawai sekitar 60.000 orang. Terkait dengan reformasi birokrasi, Departemen Keuangan menjadi salah satu pilot project program refomrasi birokrasi dimana apabila program ini berhasil akan dikembangkan/diterapkan pola yang sama di departemen/lembaga pemerintah yang lain. Departemen Keuangan mulai melakukan reformasi birokrasi, sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 30/KMK.01/2007 tentang Reformasi Birokrasi Departemen Keuangan dan Nomor 31/KMK.01/2007 tentang Pembentukan Tim Reformasi Birokrasi Pusat Departemen Keuangan Tahun Anggaran 2007.
Program utama dalam reformasi birokrasi tahun 2007 antara lain meliputi empat poin, yaitu penataan organisasi, perbaikan business process, peningkatan manajemen SDM dan perbaikan remunerasi. Jadi perbaikan remunerasi merupakan sistem reward yang menjadi bagian dari program reformasi birokrasi.
 
Sistem penggajian di Departemen Keuangan diberikan sebagaimana sistem penggajian PNS pada umumnya yang berlaku di departemen/lembaga negara yang lain. Tetapi pegawai Departemen Keuangan memperoleh tunjangan khusus yaitu Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara (TKPKN) yang diberikan dengan pertimbangan :
a. Usaha peningkatan dan pengamanan penerimaan dan pengeluaran negara.
b. Usaha preventif sekaligus sebagai imbangan atas tindakan yang akan diambil guna menertibkan dan mendisiplinkan pegawai, sehingga penyimpangan dalam bidang penerimaan dapat ditekan seminimal mungkin.
c. Agar pegawai dapat melaksnaakan tugas jabatannya dengan keinsyafan sedalam-dalamnya dengan penuh rasa tanggung jawab serta dapat memberikan prestasi kerja seoptimal mungkin.
d. Penertiban dan pembersihan aparatur Departemen Keuangan.
Sebagai tindak lanjut dari reformasi birokrasi, dilakukan perbaikan struktur remunerasi melalui pemberian TKPKN. Dengan demikian, struktur remunerasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Reformasi Birokrasi Departemen Keuangan. Struktur remunerasi tersebut berbasis kinerja (performance based remuneration) dan diberikan berdasarkan Job Grade (total terdapat 27 grade). Rincian grade dan besarnya tunjangan dapat dilihat pada tabel 1.3. Diharapkan pemberian remunerasi pegawai Departemen Keuangan dalam reformasi birokrasi ini akan meningkatkan kinerja dalam memberikan pelayanan publik.
 
Adanya perkembangan modern dan tingkat persaingan yang cukup tinggi membuat pelayanan baik oleh pemerintah dan swasta dituntut terus memberikan sesuatu yang terbaik. Karyawan (pegawai) dapat bertahan dan ikut serta membangun institusi dalam mengembangkan pelayanan lebih baik jika diberikan sistem kompensasi yang memadai. Hasil survei Work Asia 2007/2008 yang dilakukan oleh konsultan sumber daya manusia, Watson Wyatt, menunjukkan salah satu pendorong utama engagement (keterikatan) karyawan, salah satunya adalah faktor kompensasi dan benefit (Majalah Human Capital No. 11/Februari 2005).

* Tabel sengaja tidak ditampilkan *

Penelitian global tentang opini dan perilaku karyawan tersebut dilakukan di 11 negara Asia Pasifik ini, termasuk Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, Jepang, India, dan Australia. Penelitian tersebut menunjukkan tiga faktor pendorong utama keterikatan (engagement) karyawan di negara Asia Pasifik, yakni fokus kepada pelanggan (65%), kompensasi dan benefit (50%), serta komunikasi (49%). Faktor tersebut merupakan hasil opini karyawan yang menjadi partisipan dari riset ini. Lebih dari 6.500 responden, dimana mereka mewakili perusahaan yang minimal memiliki 250 karyawan.
 
Kondisi di Indonesia berdasarkan survai Work Indonesia terungkap bahwa tiga pendorong utama keterikatan karyawan di Indonesia adalah fokus kepada pelanggan (67%), komunikasi (43%) dan kompensasi & benefit (41%). Menurut Lilis Halim, karyawan di Indonesia merasa sudah memahami apa yang menjadi tugas dan pekerjaannya, serta melihat bahwa perusahaannya sudah mengutamakan fokus kepada pelanggan. Dijelaskan pula oleh Lilis Halim, tingkat engagement karyawan di Indonesia hampir sama dengan karyawan di negara tetangga, bahkan di Australia, China dan Hongkong dengan perbedaan tipis, Indonesia mencapai 64%, Australia 65%, China 67% dan Hongkong 68%. Namun, mayoritas karyawan di Indonesia rendah tingkat kepuasannya terhadap kompensasi dan benefit yang mereka terima dari perusahaan (51%) (Majalah Human Capital No. 11/Februari 2005).
 
Reformasi birokrasi mensyaratkan adanya penataan organisasi atau kelembagaan, perbaikan tata laksana, peningkatan sumber daya manusia (SDM), serta pembenahan sistem pengawasan. Perbaikan sistem remunerasi atau kesejahteraan adalah bagian dari manajemen SDM yang diawali sejak rekrutmen, pembinaan karier, hingga pensiun. Berkaitan dengan hal ini Menteri Keuangan Sri Mulyani, memberikan pernyataan untuk menanggapi pertanyaan pers yang mempertanyakan upaya reformasi birokrasi dikaitkan dengan remunerasi (www.depkeu.go.id):
 
"Upaya reformasi yang dilakukan oleh Departemen Keuangan menjadi tidak kontraproduktif apabila cara pandang terhadap program reformasi tidak hanya dikerdilkan dan dikaitkan semata dengan pemberian remunerasi".
 
Apakah dengan pemberian remunerasi profesionalisme dan kinerja PNS sebagai abdi masyarakat akan membaik? Inilah pertanyaan yang selalu dilontarkan pada Departemen Keuangan. Pertanyaan itu menguat kembali dengan adanya beberapa kasus tentang pelayanan yang belum optimal dan penangkapan oknum yang menyalah gunakan wewenang muncul di media massa.
 
Salah satu instansi teknis di Departemen Keuangan yang menjadi pelaksana layanan unggulan Departemen Keuangan dalam program reformasi birokrasi adalah Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) X. Sejak tanggal 30 Mi 2007, KPPN X ditetapkan menjadi KPPN Percontohan bersama 18 KPPN lainnya di seluruh Indonesia untuk merepresentasikan layanan unggulan di Departemen Keuangan. Instansi ini melayani kantor/instansi pemerintah lain dalam hal pembayaran tagihan belanja negara guna melaksanakan tugas pemerintahan untuk melayani masyarakat. KPPN Percontohan mengemban misi sebagai institusi pelayanan yang memenuhi unsur : transparansi, cepat, tepat dan tanpa biaya.

1.2. Perumusan Masalah
Dengan adanya perbaikan penghasilan melalui pemberian remunerasi diharapkan kualitas pelayanan di Departemen Keuangan khususnya KPPN X meningkat. Dampak pemberian remunerasi terhadap perbaikan kualitas pelayanan perlu dikaji lebih mendalam. Hal ini penting karena pemberian remunerasi berdampak pada anggaran yang besar yang harus dikeluarkan pemerintah. Seluruh pegawai Departemen Keuangan mulai 1 Juli 2007 menerima kenaikan tunjangan khusus pembinaan keuangan negara (TKPKN) yang nilainya bervariasi, mulai dari Rp1.330.000 per bulan untuk golongan terendah hingga Rp46,95 juta per bulan untuk eselon satu tertentu. Biaya yang diperlukan untuk TKPKN ini diperkirakan mencapai Rp4,3 triliun per tahun menurut seorang pejabat Departemen Keuangan (Bisnis Indonesia, Jumat, 06 Juli 2007).
 
Selain itu keberhasilan reformasi yang disertai pemberian remunerasi ini akan menjadi bahan evaluasi pemerintah untuk pelaksanaan reformasi bagi seluruh instansi pemerintah. Apabila rencana reformasi dijalankan di seluruh instansi pemerintah maka anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk pemberian remunerasi akan lebih besar lagi.
 
Berdasarkan uraian di atas dirumuskan pokok permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut :
- Bagaimana pengaruh remunerasi terhadap kualitas pelayanan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) X ?

1.3. Tujuan dan Signifikansi Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana pengaruh remunerasi terhadap kualitas pelayanan KPPN Percontohan X. Selanjutnya penelitian ini akan menganalisis apakah pengaruh pemberian remunerasi tersebut terhadap kualitas pelayanan KPPN X signifikan atau tidak.
1.3.2. Signifikansi Penelitian
Penelitian ini akan memberikan manfaat baik akademis maupun praktis sebagai berikut :
1. Manfaat Akademis
a. Penelitian ini akan memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap teori remunerasi dan pelayanan publik. Penelitian ini dimaksudkan untuk membuktikan kebenaran teori remunerasi dan pelayanan publik. Penelitian ini dimungkinkan untuk menambah sudut pandang baru bagi teori tersebut.
b. Penelitian ini akan menguji kesesuaian antara teori remunerasi dan pelayanan publik dengan praktek yang terjadi di lapangan. Praktek di lapangan seringkali berbeda dengan teori yang ada sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
c. Penelitian ini melengkapi penelitian terdahulu. Dengan penelitian ini maka pembahasan terhadap teori remunerasi dan pelayanan publik akan bertambah sehingga akan menambah referensi bagi kegiatan akademik. Penelitian ini juga dapat menjadi pijakan untuk penelitian berikutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi Departemen Keuangan untuk mengevaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi yang sedang berjalan.
b. Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi Departemen/Lembaga di luar Departemen Keuangan untuk melaksanakan reformasi birokrasi.

1.4. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut :
Bab I PENDAHULUAN
Bab ini membahas latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian dan signifikansi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas tinjauan pustaka atas teori administrasi publik, penelitian terdahulu, konsep remunerasi, pelayanan, dan motivasi, model analisis, hipotesis, dan operasionalisasi konsep.
Bab III METODE PENELITIAN
Bab ini membahas pendekatan penelitian yang dipilih, jenis penelitian, teknik pengumpulan data, populasi dan sampel, uji validitas dan reabilitas, teknik analisis data dan keterbatasan penelitian.
Bab IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
Bab ini menguraikan gambaran umum mengenai objek penelitian.
Bab V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Bab ini membahas hasil penelitian dibandingkan dengan konsep-konsep yang menjadi acuan.
Bab VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan kesimpulan dan saran yang dapat diberikan berdasarkan pembahasan hasil penelitian.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:30:00

ANALISIS VOLATILITAS NILAI AKTIVA BERSIH ANTARA REKSA DANA CAMPURAN KONVENSIONAL DENGAN REKSA DANA CAMPURAN SYARIAH

SKRIPSI ANALISIS VOLATILITAS NILAI AKTIVA BERSIH ANTARA REKSA DANA CAMPURAN KONVENSIONAL DENGAN REKSA DANA CAMPURAN SYARIAH

I.1. Latar Belakang
Sesuai dengan Undang-Undang Pasar Modal no. 8 tahun 1995, pasal 1 ayat 27, reksa dana adalah suatu wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manager investasi yang telah mendapat izin dari Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal). Portofolio investasi dari reksa dana dapat terdiri dari berbagai macam instrumen surat berharga seperti saham, obligasi, instrumen pasar uang, atau campuran dari instrumen-instrumen diatas.
 
Dalam beberapa tahun terakhir jumlah investor dan dana yang diinvestasikan dalam reksadana meningkat dengan pesat. Nilai Aktiva Bersih mulai mengalami peningkatan di tahun XXXX yang mencapai Rp 110 triliun, dan mencapai puncaknya pada bulan Februari XXXX dengan total dana yang dikelola mencapai Rp 113 triliun. Namun pada triwulan akhir XXXX sempat mengalami penurunan, baik dalam hal NAB maupun jumlah investor. Peningkatan NAB dan investor ini disebabkan situasi ekonomi yang relatif stabil dan kondusif bagi perkembangan reksadana serta semakin banyaknya jumlah Wakil Agen Penjual Reksa Dana. Apalagi saat ini kita dapat menggunakan media Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang tersebar di seluruh Indonesia untuk mendapatkan pelayanan reksa dana.
 
Berikut merupakan jenis-jenis reksa dana yang terdapat di Indonesia beserta efek, resiko, dan tujuan investasinya.

* Tabel sengaja tidak ditampilkan *

Dalam penelitian yang penulis lakukan ini, penulis lebih memfokuskan diri pada reksa dana campuran. Alasan pemilihan reksa dana jenis ini adalah untuk memudahkan melakukan pembandingan karena pada reksa dana campuran terdapat jenis konvensional dan syariah. Reksa dana campuran adalah jenis reksa dana yang menginvestasikan dananya pada berbagai instrumen keuangan seperti portofolio saham, obligasi, dan surat berharga pasar uang dengan komposisi yang berbeda-beda. Reksa dana campuran di Indonesia terbagi menjadi 2 yaitu reksa dana campuran konvensional dan reksa dana campuran syariah. Ada beberapa hal yang membedakan kedua reksa dana tersebut. Reksadana campuran syariah memiliki kebijakan investasi yang berbasis pada prinsip-prinsip Islam. Instrumen investasi yang dipilih dalam portofolionya haruslah yang dikategorikan halal. Dikatakan halal, jika pihak yang menerbitkan instrumen investasi tersebut tidak melakukan usaha yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam, tidak melakukan riba atau membungakan uang. Jadi, saham, obligasi dan sekuritas lainnya yang dikeluarkan perusahaan yang usahanya berhubungan dengan produksi atau penjualan minuman keras, rokok dan tembakau, produk mengandung babi, bisnis hiburan berbau masksiat, bisnis senjata, perjudian, pornografi, dan sebagainya tidak akan dimasukkan ke dalam portofolio reksadana. Intisarinya, hanyalah sekuritas yang dikategorikan halal yang bisa masuk dalam portofolio reksadana syariah ini. Di samping itu, segi pengelolaan dana reksadana ini juga berdasarkan Islam, yang tidak mengizinkan penggunaan strategi investasi yang menjurus ke arah spekulasi.
 
Acuan yang diperlukan reksadana ini, sudah tentu haruslah juga berprinsip Islam. Kira-kira setahun yang lalu, di Bursa Efek Jakarta sudah diluncurkan indeks harga saham yang disebut indeks syariah atau sering disebut dengan Jakarta Islamic Index (JII). Saham-saham yang masuk ke dalam JII adalah saham-saham yang dikategorikan halal. Salah satu tujuan peluncuran indeks syariah ini, tak lain adalah untuk memudahkan dan menarik minat investor muslim untuk berinvestasi pada saham-saham yang dikategorikan halal. Dari nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana per 31 Maret, total kapitalisasi reksa dana campuran di Indonesia sebesar Rp9,54 triliun dengan tingkat pertumbuhan sebesar 46,3 %. Dengan tingkat pertumbuhan yang sebesar ini maka reksa dana campuran semakin menarik untuk diteliti. Hal ini pula lah yang menjadi alasan pemilihan reksa dana ini sebagai topik penelitian dalam skripsi ini.
 
Namun saat ini masih banyak investor reksa dana yang hanya membandingkan return saja dan mengabaikan faktor risiko. Padahal reksa dana juga mempunyai resiko, termasuk pada reksa dana campuran konvensional dan syariah. Ada beberapa hal yang mungkin menyebabkannya :
- Volatilitas dari Nilai Aktiva Bersih
- Resiko redemption (rush) yaitu Fund manager mungkin terpaksa menjual efeknya di waktu yang tidak tepat karena terjadi redemption
Karena adanya perbedaan profil resiko pada reksa dana konvensional dan syariah maka penulis ingin melakukan perbandingan antar kedua jenis reksa dana tersebut dengan melakukan perbandingan volatilitas. Hal ini dilakukan untuk mengetahui reksadana mana yang lebih volatile antara kedua reksadana tersebut. Dalam melakukan analisis tersebut penulis menggunakan jenis reksadana dari perusahaan investasi yang sama agar perbedaan policy antar manajer investasi dapat diminimalkan.
 
Salah satu cara untuk menganalisa risiko sebelum berinvestasi adalah dengan analisa volatilitas (analisa teknikal) NAB reksa dana di masa lampau. Sehingga dengan adanya analisa volatilitas dari satu atau beberapa aset maka diharapkan tingkat variabilitasnya akan terdeteksi. Jika suatu aset memiliki volatilitas yang tinggi mengindikasikan bahwa harga aset tersebut sangat fluktuatif sehingga return yang dihasilkan juga berfluktuasi.
 
Volatilitas merupakan sebuah terminologi kepekaan (sensitifitas) atau ukuran dari ketidakpastian sebuah data deret waktu keuangan sehingga merupakan risiko yang mungkin dihadapi investor dalam perdagangan di bursa dimana besaran ini dinyatakan sebagai standar deviasi dari laju perubahan penyusun data deret waktu keuangan. (Yohanes Surya dan Hokky Situngkir, Sifat Statistika Data Keuangan)
 
Analisis volatilitas ini akan dilakukan dengan menggunakan model ARCH/GARCH. Metode ARCH/GARCH digunakan karena mengandung konsep Conditional Heteroscedastic, yaitu sebuah konsep tentang ketidak-konstanan varians dari data acak dimana perubahan variansi ini dipengaruhi oleh data acak sebelumnya.
 
Sampel yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian ini harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain :
a. Reksa dana campuran konvensional dan syariah yang dipilih berada di bawah Manajer Investasi yang sama.
b. Data NAB yang diambil memiliki periode yang sama

1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan manakah jenis reksadana yang lebih volatile antara reksadana campuran konvensional atau reksadana campuran syari'ah dengan menggunakan pemodelan ARCH GARCH.

1.3. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan karakteristik volatilitas kondisional reksadana campuran konvensional dan reksadana campuran syari'ah dengan menggunakan pemodelan ARCH GARCH.
Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa pergerakan volatilitas kondisional antara reksa dana campuran konvensional dengan reksa dana campuran syariah pada periode 3 Januari XXXX-28 Desember XXXX.

1.4. Metode Pemilihan Sampel
Pada penelitian ini peneliti menggunakan sample reksa dana campuran konvensional yang diwakili oleh AAA Balanced Fund, BNI Dana Flexible, Danareksa Anggrek dibandingkan dengan reksa dana campuran syariah AAA Syariah Fund, BNI Danaplus Syariah, dan Danareksa Syariah Berimbang.
Sampel yang diambil adalah data nilai aktiva bersih selama 2 (dua) tahun dari 3 Januari XXXX- 28 Desember XXXX. Alasan pemilihan penelitian pada periode tersebut adalah karena reksa dana campuran, khususnya syariah, baru mulai berkembang secara pesat pada awal tahun XXXX.

1.5. Metode Pengolahan Data
Penulis mengambil data Nilai Aktiva Bersih selama periode 3 Januari XXXX-28 Desember XXXX. Setelah itu dilakukan pemeriksaan apakah setiap harinya sudah terisi Nilai Aktiva Bersih. Jika ada yang masih kosong (karena hari libur nasional atau sebab yang lain), maka akan diisi dengan Nilai Aktiva Bersih pada hari sebelumnya (asumsi efficient market) .
Pengumpulan data untuk penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang telah beredar di masyarakat dan secara mudah didapatkan melalui internet atau website badan-badan terkait.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pemodelan ARCH/GARCH. Metode ARCH/GARCH digunakan karena kebanyakan data keuangan mengandung konsep Conditional Heteroscedastic, yaitu sebuah konsep tentang ketidak-konstanan variansi dari data acak dimana perubahan variansi ini dipengaruhi oleh data acak sebelumnya. Secara garis besar langkah-langkah penelitian ini sebagai berikut :
1. Pengumpulan data-data yang akan digunakan dalam penelitian, dalam hal ini nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana campuran konvensional dan syariah, serta melakukan normalisasi
2. Cek Stasioneritas
3. Membersihkan data dari day of the week effect
4. Estimasi stationary mean
5. Pengujian autocorrelation
6. Pengujian ARCH error
7. Estimasi conditional volatility
8. Pembentukkan GARCH variance series
Untuk pengolahan data digunakan alat bantu berupa software E-Views versi 4.1 dan Microsoft Excel.

1.6. Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini akan terdiri dari lima bab utama, diantaranya :
Bab I : Pendahuluan
Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II : Landasan Teori
Bab ini akan berisikan tinjauan literatur mengenai teori-teori dan konsep-konsep tentang investasi, reksa dana, konsep volatilitas, model optimal tingkat mean dan varians, dan GARCH variance series.
Bab III : Metodologi Penelitian
Bab ini menjabarkan langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini mulai dari cek stasioneritas, penyusunan model optimal tingkat mean dan varians dengan menggunakan ARCH/GARCH, hingga pembentukan GARCH variance series.
Bab IV : Analisis dan Pembahasan Penelitian
Bab ini berisikan analisis dari penelitian yang dilakukan dan juga akan dijelaskan bagaimana temuan yang didapatkan dari hasil penelitian tersebut.
Bab V : Penutup
Bab ini berisikan kesimpulan atas hasil penelitian, keterbatasan penelitian serta saran-saran yang terkait dengan penelitian ini sehigga diharapkan dapat berguna untuk penelitian selanjutnya.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:28:00

Kinerja Kantor Kecamatan X Dalam Memberikan Pelayanan Kepada Masyarakat

Tesis Kinerja Kantor Kecamatan X Dalam Memberikan Pelayanan Kepada Masyarakat

1.1. Latar Belakang
Berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah berlaku, maka terjadi perubahan terhadap sistem pemerintah nasional. Perubahan sistem pemerintahan nasional tersebut terlihat pada asas pemerintahan. Dengan pemberlakuan Undang-Undang tersebut maka terjadi suatu perubahan asas yang semula bersifat sentralisasi menjadi asas yang bersifat desentralisasi. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab dalam rangka peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
 
Fungsi utama pemerintah daerah menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang diperbaharui dengan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yakni sebagai pelayan masyarakat. Berdasarkan peradigma tersebut aparat pemerintah daerah khususnya aparat pemerintah kecamatan dituntut untuk dapat memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat.
 
Penjelasan undang-undang tersebut selaras dengan tuntutan rakyat yang menghendaki suatu penyelenggaraan pemerintah yang bersih dan berwibawa serta berwawasan pelayanan kepada masyarakat. Akan tetapi pada kenyataannya masih terdapat kantor kecamatan yang kurang memperhatikan bagaimana memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada karakter birokrasi perangkat kecamatan yang belum sesuai harapan di wilayahnya. Sejalan dengan otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah sebagai mana di sebutkan dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah merupakan perwujudan pertanggung jawaban sabagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah merupakan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik.
 
Pembenahan dalam penyelenggaraan pemerintah yang berorientasi pada fungsi pelayanan masyarakat, hendaknya di titik beratkan pada pemerintah kecamatan. Karena kecamatan merupakan pusat pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat.
 
Perbaikan dalam penyelenggaraan pemerintahan kecamatan harus dilakukan, terutama bagaimana menumbuhkan dan meningkatkan kinerja aparat kantor kecamatan sebagai abdi negara dan abdi masyarakat yang mau tidak mau harus berupaya meningkatkan kemampuan kerjanya semaksimal mungkin, karena pelaksanan tugas pelayanan oleh pemerintah kecamatan sangat tergantung pada kinerja aparatnya. Sedangkan masyarakat hanya dapat menilai kinerja kantor kecamatan dari kualitas pelayanan yang di terimanya.
 
Sehubungan dengan jumlah aparat kantor kacamatan yang kurang memadai atau tidak sebanding dengan volume/beban kerja yang diterima, terutama dalam hal pelayanan kepada masyarakat, maka perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan kinerja aparat kantor kecamatan terhadap pelayanan kepada masyarakat demi tercapainya pelayanan yang baik dari kantor kecamatan.
 
Kinerja merupakan terjemahan dari performance, yang diartikan sebagai perbuatan, pelaksanaan pekerjaan, prestasi kerja, pelaksanaan pekerjaan berdaya guna.”performance is defined as the record of outcomes produced on a spesific job function or activity during a spesific time period”. Arti kinerja didefinisikan sebagai catatan mengenai outcomes yang dihasilkan dari suatu aktivitas tertentu, selama kurun waktu tertentu” (Bemadian, jhon dan Joyje E.A Russel, dikutip oleh Sedamaryanti,2001:4). Sedangkan kinerja (performace) dalam arti yang sederhana adalah prestasi kerja (Sadu Wasistiono,2002:45). Sementara itu menurut Rue dan Byars (1981:375) mendefinisikan kinerja sebagai tingkat pencapaian hasil atau ”The degree of accomplishment” Hal ini menunjukan bahwa kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi.
 
Kinerja aparat kantor kecamatan yang cukup tinggi diharapkan dapat mewujudkan suatu efektifitas dalam penyelenggaraan pemerintah kecamatan sebagai bentuk kesiapan aparat kantor kecamatan dalam menghadapi perubahan perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
 
Pelayanan dalam Kamus Bahasa Indonesia (1996:571) berasal dari kata layan yang berarti membantu (mengurus) apa-apa yang diperlukan seseorang. Sedangkan kata pelayanan mempunyai arti perihal atau melayani.
 
Menurut Moenir (1998:17) ”Pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain yang langsung” Kemudian menurut Eko Supriyanto dan Sri Sugiyanti (2001:9) pelayanan adalah upaya untuk membantu menyiapkan, atau mengurus keperluan orang lain. Belum jelas apabila belum ada yang memuat tentang proses itu sendiri, untuk menerangkan lebih lanjut mengenai proses itu sendiri menurut Fred Luthans (1973:188): ”Any action which is performed by management to achieve organizational objective” Di sini pengertian proses terbatas dalam kegiatan management dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Jadi pelayanan disini adalah rangkaian organisasi manajemen.
 
Peningkatan kualitas pelayanan yang menjadi tuntutan masyarakat harus di penuhi oleh aparat kecamatan sebagai penyelenggara pemerintah di kecamatan. Karena pada dasarnya menerima pelayanan yang memuaskan dari aparat pemerintah merupakan hak yang dimiliki setiap warga masyarakat. Dengan pelayanan yang diterima tersebut maka diharapkan masyarakat akan berpartisipasi aktif dalam mendukung tugas-tugas aparat pemerintah, sehingga terjadi keseimbangan antara hak yang ditetapkan oleh masyarakat dan kewajiban yang harus dijalankan sebagai warga negara.
 
Pelayanan yang diberikan tanpa memandang status, pangkat, dan golongan dari suatu masyarakat. Pada saat yang sama masyarakat mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pelayanan tersebut dengan landasan yang bersifat umum dalam bentuk pedoman tata laksana pelayanan umum.
 
Melalui keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1993 tentang pedoman Tata Laksana Pelayanan Umum, pemerintah mengatur tata cara pelaksanaan tugas dan fungsi pelayanan di tingkat kecamatan. Khusus diKecamatan X pemberian pelayanan masyarakat memerlukan perhatian yang serius dan tanggung jawab moral yang tinggi. Hal itu merupakan tantangan tersendiri bagi aparatur pemerintah, khususnya yang bertugas dikantor kecamatan untuk selalu memperlihatkan kinerja yang optimal dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dengan realitas seperti itu, maka mereka harus berprilaku sebagai aparat yang bersih dan berwibawa, menegakkan disiplin dan penuh keihklasan dalam melayani masyarakat.

1.2. Perumusan Masalah
Melalui penelitian ini akan dikaji berbagai masalah yang berkaitan dengan kinerja kecamatan dalam pelayanan masyarakat. Untuk itu setelah diidentifikasikan, masalah dapat dirumuskan sebagai pelayanan kepada masyarakat di kecamatan X yaitu :
1. Bagaimana kinerja kantor kecamatan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat di kecamatan X

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian secara umum adalah untuk mengetahui kinerja kecamatan X dalam pelayanan masyarakat, Sedangkan secara khusus adalah sebagai berikut:
(1). Untuk mengetahui kinerja aparat kantor kecamatan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
(2). Untuk mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi kinerja aparat kecamatan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
(3). Untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam meningkatkan kinerja aparat kecamatan X dalam pelayanan masyarakat

1.3.2. Manfaat Penelitian
Setelah penelitian ini dilaksanakan dan menempatkan suatu gambaran yang ada sesuai dengan data dilapangan, diharapkan dapat memberikan masukan yang berguna bagi dunia akademis maupun dunia praktis. Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Sebagai bahan kajian studi perbandingan antara pengetahuan yang sifatnya teoritis terutama konsep-konsep tentang kinerja dengan kenyataan yang ada di lapangan dan guna mendapatkan gambaran tentang peningkatan kinerja aparat kantor kecamatan dan pelayanan masyarakat.
2. Manfaat Praktis.
Sebagai sumbangan pemikiran atau bahan masukan bagi aparat kantor kecamatan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat di kecamatan X.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:26:00