PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN DAN HADITS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berbicara mengenai pendidikan memang tidak akan pernah ada habisnya. Berbagai persoalan pendidikan pun muncul seiring dengan perkembangan zaman. Begitu juga solusinya, yang kian hari kian banyak opini, pendapat, jurnal, artikel bahkan penelitian khusus tentang pendidikan, baik kajian teoritik maupun empirik.
Kebutuhan manusia akan pendidikan merupakan suatu yang sangat mutlak dalam hidup ini, dan manusia tidak bisa dipisahkan dari kegiatan pendidikan. Fatah Yasin mengutip perkataan John Dewey yang juga dikutip dalam bukunya Zakiyah Daradjat menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia guna membentuk dan mempersiapkan pribadinya agar hidup dengan disiplin.
Pernyataan Dewey tersebut mengisyaratkan bahwa sejatinya suatu komunitas kehidupan manusia, di dalamnya telah terjadi dan selalu memerlukan pendidikan, mulai dari model kehidupan masyarakat primitif sampai pada model kehidupan masyarakat modern. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan secara alami merupakan kebutuhan hidup manusia, upaya melestarikan kehidupan manusia dan telah berlangsung sepanjang peradaban manusia itu ada. Dan hal ini sesuai dengan kodrat manusia yang memiliki peran rangkap dalam hidupnya yaitu sebagai makhluk individu yang perlu berkembang dan sebagai anggota masyarakat di mana mereka hidup. Untuk itu pendidikan mempunyai tugas ganda, yakni di samping mengembangkan kepribadian manusia secara individual, juga mempersiapkan manusia sebagai anggota penuh dari kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa, negara, dan lingkungan dunianya.
Berbicara mengenai pendidikan, tema diskusi dan seminar yang marak akhir-akhir ini adalah tentang pendidikan karakter, bukan hanya karena terpengaruh oleh isu yang dilontarkan oleh Menteri Pendidikan Nasional tentang tema dalam Peringatan Hari Pendidikan Nasional, "Pendidikan Karakter untuk Membangun Peradaban Bangsa", tetapi juga karena keprihatinan yang sama di berbagai kalangan masyarakat.
Berbagai diskusi itu diselenggarakan untuk mencari akar penyebab, dan selanjutnya jika mungkin berusaha menemukan jalan keluarnya, untuk mengurangi rasa prihatin itu. Sudah barang tentu persoalan itu bukan hal ringan, bisa dijawab dengan cepat dan mudah. Persoalannya sudah sedemikian berat dan rumit. Ada berbagai variabel penyebab yang terlanjur terjadi, dan tidak bisa dihapus. Kemerosotan akhlak tersebut adalah merupakan akibat, sedangkan sebab-sebab yang mendahului sudah terjadi, dan karena itu tidak akan mungkin dihilangkan atau ditarik kembali.
Jika ingin mengurai, mengapa keadaan tersebut terjadi, kiranya perlu merenungkan peristiwa-peristiwa beberapa tahun terakhir di negeri ini. Sejak tahun 1998 yang lalu, ketika terjadi reformasi, sehari-hari di kampus-kampus, hingga di kota-kota kecil, dan bahkan di tingkat desa terjadi demonstrasi yang seolah-olah tidak ada henti-hentinya. Dalam setiap demo itu selain mereka membawa poster-poster bernada protes, juga melontarkan teriakan-teriakan yang bernada mengolok-olok, dan bahkan juga menghujat terhadap mereka yang dianggap keliru atau salah dalam mengambil kebijakan.
Maka dalam waktu yang cukup lama, muncul generasi yang pekerjaannya sehari-hari menyalahkan terhadap generasi sebelumnya. Siapapun dianggap salah, apalagi pejabat pemerintah. Dengan begitu sopan santun terhadap generasi tua, termasuk terhadap orang tua, guru, pemimpin menjadi hilang. Kewibawaan menjadi tidak ada. Yang terjadi adalah menyalahkan dan menuduh. Keadaan seperti itu, maka otomatis menghilangkan tradisi yang sekian lama dipelihara, misalnya menghormat kepada orang tua, pemimpin, guru dan seterusnya.
Generasi muda yang telah kehilangan figur mulai merasa bahwa dia yang paling benar dan jika dia disalahkan akan dengan mudah mengembalikan kepada mereka yang telah menuduhnya salah. Prestasi akademik yang membanggakan dirasa cukup baginya untuk menutupi kekeliruan-kekeliruan akhlak yang diperbuat. Sehingga harapan masyarakat Indonesia untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dapat diibaratkan seperti telur di ujung tanduk.
Wacana tentang pendidikan karakter yang dikenal oleh dunia telah digagas oleh Dr. Thomas Lickona, seorang profesor pendidikan dari Cortland University pada tahun 1991, namun menurut penulis, penggagas pembangunan karakter pertama kali adalah Rasulullah SAW. Pembentukan watak yang secara langsung dicontohkan Nabi Muhammad SAW merupakan wujud esensial dari aplikasi karakter yang diinginkan oleh setiap generasi. Secara asumtif bahwa keteladanan yang ada pada diri Nabi menjadi acuan perilaku bagi para sahabat, tabi'in dan umatnya. Namun, sampai abad 15 sejak Islam menjadi agama yang diakui universal ajarannya, penerapan pendidikan karakter justru dipelopori oleh negara-negara yang penduduknya minoritas muslim.
Dalam Al-Qur'an, teks yang membicarakan tentang keteladanan telah mengingatkan kita yang mengakui diri sebagai muslim dan memiliki akal untuk berpikir sejak 15 abad silam.
Namun, untuk mewujudkan generasi Qur'ani sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah bukan pekerjaan yang mudah. Ia harus diusahakan secara teratur dan berkelanjutan baik melalui pendidikan informal seperti dalam keluarga, pendidikan formal atau melalui pendidikan non formal (masyarakat). Generasi Qur'ani tidak lahir dengan sendirinya, tetapi ia dimulai dari pembiasaan dan pendidikan dalam keluarga, misalnya menanamkan pendidikan agama yang sesuai dengan tingkat perkembangannya, sebagaimana hadits Nabi : "Perintahlah anak-anakmu mengerjakan shalat, lantaran ia sudah berumur 7 tahun, pukullah mereka setelah mereka berumur 10 tahun dan pisahkan tempat tidurmu dan tempat tidur mereka" (HR. Abu Daud).
Dalam kaitan ini, maka nilai-nilai akhlak mulia hendaknya ditanamkan sejak dini melalui pendidikan agama dan diawali dalam lingkungan keluarga melalui pembudayaan dan pembiasaan. Kebiasaan itu kemudian dikembangkan dan diaplikasikan dalam pergaulan hidup kemasyarakatan. Di sini diperlukan kepeloporan para pemuka agama serta lembaga-lembaga keagamaan yang dapat mengambil peran terdepan dalam membina akhlak mulia di kalangan umat. Oleh karena itu, terlepas dari perbedaan makna karakter, moral dan akhlak, ketiganya memiliki kesamaan tujuan dalam pencapaian keberhasilan dunia pendidikan.
Fenomena pendidikan karakter yang telah dikritisi oleh Prof. H. Imam Suprayogo di atas, membuat penulis merasa tergugah untuk meneliti lebih lanjut bagaimana Al-Qur'an dan Hadits sebagai referensi utama ajaran Islam mengkaji tentang konsep pendidikan karakter.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Al-Qur'an mengkaji tentang konsep pendidikan karakter?
2. Bagaimana Hadits mengkaji tentang konsep pendidikan karakter?
3. Bagaimana relevansi kandungan Al-Qur'an dan Hadits dengan paradigma pendidikan karakter?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui dan memahami bagaimana Al-Qur'an mengkaji tentang konsep pendidikan karakter.
2. Mengetahui dan memahami bagaimana Hadits mengkaji tentang konsep pendidikan karakter.
3. Mengetahui dan memahami relevansi kandungan Al-Qur'an dan Hadits dengan paradigma pendidikan karakter.
D. Manfaat Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
a. Memberikan informasi tentang wacana pendidikan karakter dalam telaah dua sumber pokok ajaran Islam (Al-Qur'an dan Hadits).
b. Memberikan kontribusi secara ilmiah mengenai konsep pendidikan karakter dalam sudut pandang dua sumber hukum Islam (Al-Qur'an dan Hadits).
2. Kegunaan Praktis
a. Memberi pengalaman moril dan tambahan khazanah pemikiran baru dalam Al-Qur'an dan Hadits tentang pendidikan karakter.
b. Menambah kecintaan terhadap Al-Qur'an sehingga akan terus tertarik untuk mendalami isi dan kandungannya.
c. Menambah kecintaan terhadap Rasulullah sehingga akan terus meneladani akhlak beliau.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak melebar jauh serta lebih mudah dipahami, maka penulis membatasi kajian pada ayat-ayat Al-Qur'an yang berkaitan dengan pendidikan karakter melingkupi dasar pendidikan karakter, waktu yang tepat untuk menanamkan pendidikan karakter, siapa saja subjek dan objek pendidikan karakter dan bagaimana proses membentuk karakter. Adapun dari Hadits, penulis hanya membatasi pada hadits yang menguatkan ayat-ayat yang dimaksud.
F. Definisi Operasional
1. Pendidikan
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Adapun yang dimaksud dengan pendidikan dalam tulisan ini adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup dan segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan hidup.
2. Karakter
Dalam Kamus Bahasa Indonesia karakter diartikan sebagai tabiat; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain; watak; Karakter juga dapat didefinisikan sebagai huruf, angka, ruang, simbol khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik.
Adapun yang dimaksud dalam tulisan ini, karakter adalah tabiat atau potensi yang dimiliki manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna dalam penciptaannya.
3. Pendidikan Karakter
Menurut Thomas Lickona, seorang psikolog perkembangan dan Profesor Pendidikan di Universitas Negeri New York di Cortland mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan untuk "membentuk" kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya.
Adapun yang dimaksud dalam tulisan ini, pendidikan karakter adalah konsep internalisasi nilai dan transformasi ilmu pengetahuan yang ditumbuhkembangkan pada peserta didik, sehingga potensi yang dimilikinya dapat dibangun dan diasah dengan baik sesuai dengan ajaran agama Islam.
4. Al-Qur'an
Menurut ulama ahli bahasa, ahli Fiqh dan ahli Ushul Fiqh definisi Al-Qur'an adalah firman Allah yang bersifat (berfungsi) mukjizat (sebagai bukti kebenaran atas kenabian Muhammad) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, yang tertulis di dalam mushaf-mushaf, yang dinukil (diriwayatkan) dengan jalan mutawatir, dan yang membacanya dipandang beribadah.
Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia, Al-Qur'an diartikan sebagai firman-firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. dengan perantara malaikat Jibril untuk dibaca, dipahami, dan diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman hidup bagi umat manusia atau kitab suci umat Islam.
Adapun yang dimaksud dengan Al-Qur'an dalam tulisan ini sesuai dengan definisi di atas dengan artian bahwa sebagai kitab suci umat Islam maka sepatutnya umat Islam merujuk semua sisi problematika kehidupan padanya dan mengambilnya sebagai solusi dari setiap permasalahan tersebut.
5. Hadits
Dalam pengertian terbatas, Hadits dapat diartikan sebagai perkataan, perbuatan, pernyataan dan sifat-sifat atau keadaan-keadaan Nabi Muhammad SAW. yang lain, yang semuanya hanya disandarkan kepada beliau saja. Adapun dalam arti luas Hadits diartikan sebagai segala berita yang marfu', mauquf (disandarkan kepada sahabat) dan maqthu' (disandarkan kepada tabi'iy).
Adapun yang dimaksud dengan Hadits dalam tulisan ini adalah beberapa Hadits Nabi yang dikategorikan sebagai Hadits yang berkaitan dengan konsep pembentukan karakter dan Hadits yang sebatas penulis temukan.
G. Sistematika Pembahasan
BAB I : Pendahuluan, meliputi : latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, definisi operasional, tinjauan pustaka dan sistematika pembahasan.
BAB II : Kajian Pustaka, meliputi : definisi pendidikan karakter, dasar pembentukan karakter, metode pendidikan karakter, tujuan pendidikan karakter dan perbedaan antara pendidikan karakter dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak.
BAB III : Metode Penelitian, meliputi : jenis penelitian, jenis pendekatan, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.
BAB IV : Paparan data berupa ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits Nabi yang berkaitan dengan pendidikan karakter berikut penjelasan atau tafsiran dari masing-masing ayat dan hadits tersebut.
BAB V : Pembahasan berupa analisis ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits yang mengkaji tentang konsep pendidikan karakter dan relevansi kandungan Al-Qur'an dan Hadits dengan paradigma pendidikan karakter.
BAB VI : Kesimpulan dan Saran.
DAFTAR PUSTAKA