Cari Kategori

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN DAN HADITS

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN DAN HADITS



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Berbicara mengenai pendidikan memang tidak akan pernah ada habisnya. Berbagai persoalan pendidikan pun muncul seiring dengan perkembangan zaman. Begitu juga solusinya, yang kian hari kian banyak opini, pendapat, jurnal, artikel bahkan penelitian khusus tentang pendidikan, baik kajian teoritik maupun empirik.
Kebutuhan manusia akan pendidikan merupakan suatu yang sangat mutlak dalam hidup ini, dan manusia tidak bisa dipisahkan dari kegiatan pendidikan. Fatah Yasin mengutip perkataan John Dewey yang juga dikutip dalam bukunya Zakiyah Daradjat menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia guna membentuk dan mempersiapkan pribadinya agar hidup dengan disiplin.
Pernyataan Dewey tersebut mengisyaratkan bahwa sejatinya suatu komunitas kehidupan manusia, di dalamnya telah terjadi dan selalu memerlukan pendidikan, mulai dari model kehidupan masyarakat primitif sampai pada model kehidupan masyarakat modern. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan secara alami merupakan kebutuhan hidup manusia, upaya melestarikan kehidupan manusia dan telah berlangsung sepanjang peradaban manusia itu ada. Dan hal ini sesuai dengan kodrat manusia yang memiliki peran rangkap dalam hidupnya yaitu sebagai makhluk individu yang perlu berkembang dan sebagai anggota masyarakat di mana mereka hidup. Untuk itu pendidikan mempunyai tugas ganda, yakni di samping mengembangkan kepribadian manusia secara individual, juga mempersiapkan manusia sebagai anggota penuh dari kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa, negara, dan lingkungan dunianya.
Berbicara mengenai pendidikan, tema diskusi dan seminar yang marak akhir-akhir ini adalah tentang pendidikan karakter, bukan hanya karena terpengaruh oleh isu yang dilontarkan oleh Menteri Pendidikan Nasional tentang tema dalam Peringatan Hari Pendidikan Nasional, "Pendidikan Karakter untuk Membangun Peradaban Bangsa", tetapi juga karena keprihatinan yang sama di berbagai kalangan masyarakat.
Berbagai diskusi itu diselenggarakan untuk mencari akar penyebab, dan selanjutnya jika mungkin berusaha menemukan jalan keluarnya, untuk mengurangi rasa prihatin itu. Sudah barang tentu persoalan itu bukan hal ringan, bisa dijawab dengan cepat dan mudah. Persoalannya sudah sedemikian berat dan rumit. Ada berbagai variabel penyebab yang terlanjur terjadi, dan tidak bisa dihapus. Kemerosotan akhlak tersebut adalah merupakan akibat, sedangkan sebab-sebab yang mendahului sudah terjadi, dan karena itu tidak akan mungkin dihilangkan atau ditarik kembali.
Jika ingin mengurai, mengapa keadaan tersebut terjadi, kiranya perlu merenungkan peristiwa-peristiwa beberapa tahun terakhir di negeri ini. Sejak tahun 1998 yang lalu, ketika terjadi reformasi, sehari-hari di kampus-kampus, hingga di kota-kota kecil, dan bahkan di tingkat desa terjadi demonstrasi yang seolah-olah tidak ada henti-hentinya. Dalam setiap demo itu selain mereka membawa poster-poster bernada protes, juga melontarkan teriakan-teriakan yang bernada mengolok-olok, dan bahkan juga menghujat terhadap mereka yang dianggap keliru atau salah dalam mengambil kebijakan.
Maka dalam waktu yang cukup lama, muncul generasi yang pekerjaannya sehari-hari menyalahkan terhadap generasi sebelumnya. Siapapun dianggap salah, apalagi pejabat pemerintah. Dengan begitu sopan santun terhadap generasi tua, termasuk terhadap orang tua, guru, pemimpin menjadi hilang. Kewibawaan menjadi tidak ada. Yang terjadi adalah menyalahkan dan menuduh. Keadaan seperti itu, maka otomatis menghilangkan tradisi yang sekian lama dipelihara, misalnya menghormat kepada orang tua, pemimpin, guru dan seterusnya.
Generasi muda yang telah kehilangan figur mulai merasa bahwa dia yang paling benar dan jika dia disalahkan akan dengan mudah mengembalikan kepada mereka yang telah menuduhnya salah. Prestasi akademik yang membanggakan dirasa cukup baginya untuk menutupi kekeliruan-kekeliruan akhlak yang diperbuat. Sehingga harapan masyarakat Indonesia untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dapat diibaratkan seperti telur di ujung tanduk.
Wacana tentang pendidikan karakter yang dikenal oleh dunia telah digagas oleh Dr. Thomas Lickona, seorang profesor pendidikan dari Cortland University pada tahun 1991, namun menurut penulis, penggagas pembangunan karakter pertama kali adalah Rasulullah SAW. Pembentukan watak yang secara langsung dicontohkan Nabi Muhammad SAW merupakan wujud esensial dari aplikasi karakter yang diinginkan oleh setiap generasi. Secara asumtif bahwa keteladanan yang ada pada diri Nabi menjadi acuan perilaku bagi para sahabat, tabi'in dan umatnya. Namun, sampai abad 15 sejak Islam menjadi agama yang diakui universal ajarannya, penerapan pendidikan karakter justru dipelopori oleh negara-negara yang penduduknya minoritas muslim.
Dalam Al-Qur'an, teks yang membicarakan tentang keteladanan telah mengingatkan kita yang mengakui diri sebagai muslim dan memiliki akal untuk berpikir sejak 15 abad silam.
Namun, untuk mewujudkan generasi Qur'ani sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah bukan pekerjaan yang mudah. Ia harus diusahakan secara teratur dan berkelanjutan baik melalui pendidikan informal seperti dalam keluarga, pendidikan formal atau melalui pendidikan non formal (masyarakat). Generasi Qur'ani tidak lahir dengan sendirinya, tetapi ia dimulai dari pembiasaan dan pendidikan dalam keluarga, misalnya menanamkan pendidikan agama yang sesuai dengan tingkat perkembangannya, sebagaimana hadits Nabi : "Perintahlah anak-anakmu mengerjakan shalat, lantaran ia sudah berumur 7 tahun, pukullah mereka setelah mereka berumur 10 tahun dan pisahkan tempat tidurmu dan tempat tidur mereka" (HR. Abu Daud).
Dalam kaitan ini, maka nilai-nilai akhlak mulia hendaknya ditanamkan sejak dini melalui pendidikan agama dan diawali dalam lingkungan keluarga melalui pembudayaan dan pembiasaan. Kebiasaan itu kemudian dikembangkan dan diaplikasikan dalam pergaulan hidup kemasyarakatan. Di sini diperlukan kepeloporan para pemuka agama serta lembaga-lembaga keagamaan yang dapat mengambil peran terdepan dalam membina akhlak mulia di kalangan umat. Oleh karena itu, terlepas dari perbedaan makna karakter, moral dan akhlak, ketiganya memiliki kesamaan tujuan dalam pencapaian keberhasilan dunia pendidikan.
Fenomena pendidikan karakter yang telah dikritisi oleh Prof. H. Imam Suprayogo di atas, membuat penulis merasa tergugah untuk meneliti lebih lanjut bagaimana Al-Qur'an dan Hadits sebagai referensi utama ajaran Islam mengkaji tentang konsep pendidikan karakter.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Al-Qur'an mengkaji tentang konsep pendidikan karakter?
2. Bagaimana Hadits mengkaji tentang konsep pendidikan karakter?
3. Bagaimana relevansi kandungan Al-Qur'an dan Hadits dengan paradigma pendidikan karakter?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui dan memahami bagaimana Al-Qur'an mengkaji tentang konsep pendidikan karakter.
2. Mengetahui dan memahami bagaimana Hadits mengkaji tentang konsep pendidikan karakter.
3. Mengetahui dan memahami relevansi kandungan Al-Qur'an dan Hadits dengan paradigma pendidikan karakter.

D. Manfaat Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
a. Memberikan informasi tentang wacana pendidikan karakter dalam telaah dua sumber pokok ajaran Islam (Al-Qur'an dan Hadits).
b. Memberikan kontribusi secara ilmiah mengenai konsep pendidikan karakter dalam sudut pandang dua sumber hukum Islam (Al-Qur'an dan Hadits).
2. Kegunaan Praktis
a. Memberi pengalaman moril dan tambahan khazanah pemikiran baru dalam Al-Qur'an dan Hadits tentang pendidikan karakter.
b. Menambah kecintaan terhadap Al-Qur'an sehingga akan terus tertarik untuk mendalami isi dan kandungannya.
c. Menambah kecintaan terhadap Rasulullah sehingga akan terus meneladani akhlak beliau.

E. Ruang Lingkup Penelitian
Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak melebar jauh serta lebih mudah dipahami, maka penulis membatasi kajian pada ayat-ayat Al-Qur'an yang berkaitan dengan pendidikan karakter melingkupi dasar pendidikan karakter, waktu yang tepat untuk menanamkan pendidikan karakter, siapa saja subjek dan objek pendidikan karakter dan bagaimana proses membentuk karakter. Adapun dari Hadits, penulis hanya membatasi pada hadits yang menguatkan ayat-ayat yang dimaksud.

F. Definisi Operasional
1. Pendidikan
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Adapun yang dimaksud dengan pendidikan dalam tulisan ini adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup dan segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan hidup.
2. Karakter
Dalam Kamus Bahasa Indonesia karakter diartikan sebagai tabiat; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain; watak; Karakter juga dapat didefinisikan sebagai huruf, angka, ruang, simbol khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik.
Adapun yang dimaksud dalam tulisan ini, karakter adalah tabiat atau potensi yang dimiliki manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna dalam penciptaannya.
3. Pendidikan Karakter
Menurut Thomas Lickona, seorang psikolog perkembangan dan Profesor Pendidikan di Universitas Negeri New York di Cortland mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan untuk "membentuk" kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya.
Adapun yang dimaksud dalam tulisan ini, pendidikan karakter adalah konsep internalisasi nilai dan transformasi ilmu pengetahuan yang ditumbuhkembangkan pada peserta didik, sehingga potensi yang dimilikinya dapat dibangun dan diasah dengan baik sesuai dengan ajaran agama Islam. 
4. Al-Qur'an
Menurut ulama ahli bahasa, ahli Fiqh dan ahli Ushul Fiqh definisi Al-Qur'an adalah firman Allah yang bersifat (berfungsi) mukjizat (sebagai bukti kebenaran atas kenabian Muhammad) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, yang tertulis di dalam mushaf-mushaf, yang dinukil (diriwayatkan) dengan jalan mutawatir, dan yang membacanya dipandang beribadah.
Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia, Al-Qur'an diartikan sebagai firman-firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. dengan perantara malaikat Jibril untuk dibaca, dipahami, dan diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman hidup bagi umat manusia atau kitab suci umat Islam.
Adapun yang dimaksud dengan Al-Qur'an dalam tulisan ini sesuai dengan definisi di atas dengan artian bahwa sebagai kitab suci umat Islam maka sepatutnya umat Islam merujuk semua sisi problematika kehidupan padanya dan mengambilnya sebagai solusi dari setiap permasalahan tersebut. 
5. Hadits
Dalam pengertian terbatas, Hadits dapat diartikan sebagai perkataan, perbuatan, pernyataan dan sifat-sifat atau keadaan-keadaan Nabi Muhammad SAW. yang lain, yang semuanya hanya disandarkan kepada beliau saja. Adapun dalam arti luas Hadits diartikan sebagai segala berita yang marfu', mauquf (disandarkan kepada sahabat) dan maqthu' (disandarkan kepada tabi'iy).
Adapun yang dimaksud dengan Hadits dalam tulisan ini adalah beberapa Hadits Nabi yang dikategorikan sebagai Hadits yang berkaitan dengan konsep pembentukan karakter dan Hadits yang sebatas penulis temukan.

G. Sistematika Pembahasan
BAB I : Pendahuluan, meliputi : latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, definisi operasional, tinjauan pustaka dan sistematika pembahasan.
BAB II : Kajian Pustaka, meliputi : definisi pendidikan karakter, dasar pembentukan karakter, metode pendidikan karakter, tujuan pendidikan karakter dan perbedaan antara pendidikan karakter dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak.
BAB III : Metode Penelitian, meliputi : jenis penelitian, jenis pendekatan, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.
BAB IV : Paparan data berupa ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits Nabi yang berkaitan dengan pendidikan karakter berikut penjelasan atau tafsiran dari masing-masing ayat dan hadits tersebut.
BAB V : Pembahasan berupa analisis ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits yang mengkaji tentang konsep pendidikan karakter dan relevansi kandungan Al-Qur'an dan Hadits dengan paradigma pendidikan karakter.
BAB VI : Kesimpulan dan Saran. 
DAFTAR PUSTAKA

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 13:12:00

CARA CEK HASIL SINKRONISASI DAPODIKDAS 2014-2015 PADA PROGRESS PENGIRIMAN DAPODIK DITJEN DIKDAS

Melakukan cek progress pengiriman pada web Dapodik Ditjen Dikdas ini bertujuan untuk melihat dan membandingkan antara data-data yang telah dientrykan oleh operator sekolah yang telah berhasil dikirimkan (disinkronisasikan) via aplikasi Dapodikdas dari operator sekolah dengan data-data yang sudah masuk ke server Dapodik pusat.

Hal ini dimaksud agar pengguna dapat melihat data mana yang belum masuk ke dalam server pusat karena kemungkinan masih ada data-data yang belum terkirim atau bahkan gagal dalam melakukan sinkronisasi, sehingga harus dilakukan sinkronisasi melalui aplikasi Dapodikdas 2014/2015 kembali. Untuk mengecek progress pengiriman setiap sekolah / per sekolah, caranya adalah sebagai berikut:

2.   Pilih provinsi ==> kabupaten/kota ==> kecamatan ==> nama sekolah.

3.  Masukkan kode registrasi yang sama dengan kode registrasi yang digunakan pada aplikasi Dapodikdas sebelumnya.

4.  Klik tombol “Buka”, lalu secara otomatis akan dialihkan ke laman individual sekolah.

5.   Selesai.

Demikian cara cek hasil pengiriman data / sinkronisasi pada aplikasi Dapodikdas 2014/2015 yang terbaru saat ini, semoga bermanfaat dan terimakasih…

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 23:56:00

PENERAPAN METODE PROYEK UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK (PGTK)

PENERAPAN METODE PROYEK UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK (PGTK)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Anak prasekolah merupakan sosok individu yang sedang mengalami proses tumbuh kembang dengan pesat di berbagai aspek perkembangan. Salah satunya adalah aspek perkembangan sosial. Kebutuhan sosial merupakan hal yang harus dipenuhi untuk mencapai kehidupan yang sehat, bergairah penuh semangat dan bebas dari rasa cemas. Anak membutuhkan kondisi-kondisi yang dapat membuat dirinya mampu menyalurkan kebutuhan sosialnya dan kebutuhan ini dapat dilakukan melalui bersosialisasi. Sebagaimana dikemukakan Bronfrenbrenner dan Crouter (Yusuf, 2007 : 35) bahwa lingkungan perkembangan merupakan berbagai peristiwa, situasi atau kondisi di luar organisme yang diduga mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perkembangan individu.
Sosialisasi pertama dilakukan di lingkungan keluarga yang dimulai sejak masa bayi. Ketika bayi tersenyum terhadap ibunya, di hati ibunya tumbuh perasaan sayang dan mencintai bayi. Interaksi ibu dan bayi ini merupakan awal bagi tumbuh dan berkembangnya kemampuan sosial anak. Interaksi anak dengan orang lain selanjutnya akan diteruskan di luar lingkungan keluarga, salah satunya di lingkungan Taman Kanak-kanak.
Di Taman Kanak-kanak anak belajar bersosialisasi melalui interaksi dengan teman sebaya, guru dan orang dewasa lainnya. Interaksi tersebut dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar berbagi, membantu, saling menyayangi, menghormati, saling percaya dan mengerti perasaan masing-masing. Selain itu melalui interaksi anak belajar tentang perilaku yang disenangi dan tidak disenangi, yang dibolehkan dan tidak dibolehkan, sehingga dari pengalaman itu diharapkan pada akhirnya akan menghasilkan kesadaran sosial yakni perilaku-perilaku yang sesuai dengan aturan-aturan yang harus dipatuhi dan tidak berperilaku semaunya.
Aspek perkembangan sosial sangat penting untuk dikembangkan sejak dini agar anak segera memiliki keterampilan sosial yang optimal, sehingga anak mampu menyesuaikan diri dan berperilaku sesuai aturan yang ada, serta keberadaan anak dapat diterima lingkungannya. Combs dan Salby dalam Cartlede dan Milburn (Sarianti, 2008 : 6) menyatakan bahwa : "Keterampilan sosial sebagai kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain pada konteks sosial dalam cara-cara spesifik yang secara sosial diterima dan bernilai dalam waktu yang sama memiliki keuntungan untuk pribadi dan orang lain".
Memperhatikan pendapat di atas, dapat dikemukakan bahwa keterampilan sosial sangat perlu untuk dimiliki anak sebagai bekal dalam berinteraksi dengan orang lain baik di masa sekarang maupun di masa depan.
Keberhasilan dalam interaksi dengan teman sebaya membuat kepekaan sosial anak semakin terasah. Selain itu keinginan anak untuk diterima dalam kelompok sosial merupakan kebutuhan yang sangat kuat, sehingga anak akan berusaha menguasai keterampilan sosial sesuai dengan nilai-nilai yang ada di kelompok sosialnya. Ketercapaian keterampilan sosial bagi anak sangat penting, karena ketika anak menampilkan keterampilan sosial yang diharapkan oleh lingkungan, anak akan memperoleh penerimaan sosial dari orang-orang di sekitarnya. Hal ini diungkapkan Afiati (2006 : 5) bahwa penerimaan sosial terhadap diri anak akan menumbuhkan kenyamanan dan hubungan harmonis yang secara signifikan mampu meningkatkan motivasi belajar anak. Semua ini merupakan pengalaman sosial awal bagi anak.
Pengalaman sosial awal sangat menentukan kepribadian setelah anak menjadi dewasa (Hurlock alih bahasa Meitasari, 1997 : 256). Mengingat masa anak merupakan masa pembentukan, maka pola perilaku yang dipelajari pada usia dini cenderung menetap dan mempengaruhi perilaku dalam situasi sosial pada usia selanjutnya. Pola perilaku sosial menurut Hurlock alih bahasa Meitasari (1997 : 262) antara lain kerjasama, persaingan, kemurahan hati, hasrat akan penerimaan sosial, simpati, ketergantungan, empati, meniru, sikap ramah, sikap tidak mementingkan diri sendiri, dan perilaku kelekatan. Perilaku sosial yang baik ini tidak hanya ditunjukkan dalam hubungannya dengan teman sebaya tetapi dengan orang dewasa lainnya.
Sebaliknya apabila pengalaman sosial awal tidak dibina sejak dini anak akan memulai kehidupan sosial dengan awal yang buruk, yang dapat mendorong anak menjadi tidak sosial. Adapun pola perilaku tidak sosial menurut Hurlock alih bahasa Meitasari, 1997 : 263) yaitu negativisme, agresi, pertengkaran, mengejek dan menggertak, perilaku yang sok kuasa, egosentrisme, prasangka, dan antagonisme jenis kelamin. Ketidakmampuan anak dalam keterampilan sosial sesuai apa yang diharapkan akan menimbulkan kesulitan bagi anak untuk bergaul dengan temannya, sehingga anak akan dijauhi dan tidak mempunyai teman serta minimnya pengalaman bersosialisasi. Apabila ketidakmampuan bersosialisasi tidak segera diatasi dikhawatirkan perilaku-perilaku seperti itu akan terbentuk dan menjadi lebih sulit untuk diubah, yang tentunya akan berpengaruh pada perilakunya kelak.
Hasil penelitian Asher, et al. (Katz dan Chard, 1991 : 26) menunjukan bahwa anak-anak yang gagal mengembangkan keterampilan sosial pada umur 4 sampai 6 tahun memiliki kemungkinan akan memiliki masalah pada usianya kelak. Selanjutnya Parker dan Asher (Katz dan Chard, 1991 : 26) menyatakan bahwa masalah yang mungkin timbul adalah putus sekolah, antisosial dan memiliki masalah pada pernikahan dan kesehatan jiwanya. Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegagalan anak dalam mengembangkan keterampilan sosialnya sejak dini akan berpengaruh negatif dalam menjalani kehidupannya di masa depan.
Tercapainya tugas-tugas perkembangan anak secara wajar dan optimal merupakan harapan setiap orang tua, guru bahkan masyarakat pada umumnya. Tugas perkembangan anak prasekolah yaitu harus sudah mampu menjalin hubungan dengan orang lain baik guru, teman sebaya atau orang dewasa lainnya. Namun kenyataan yang ada di lapangan ternyata tidak semua anak sudah memiliki keterampilan sosial.
Berdasarkan pengamatan awal di Taman Kanak-kanak X, keterampilan sosial anak belum berkembang dengan optimal. Hal ini terlihat masih ada anak yang tidak menghargai temannya, tidak mau menolong, sulit untuk berbagi, tidak mau membantu, tidak mau mengalah, susah untuk bekerjasama, tidak mau bersabar dalam menunggu giliran. Selain itu metode pembelajaran yang digunakan untuk mengembangkan keterampilan sosial kurang bervariasi dan masih berpusat pada guru.
Guru Taman Kanak-kanak memiliki peran yang sangat penting dalam mengimplementasikan pembelajaran, salah satunya harus mampu menerapkan berbagai metode pembelajaran yang dapat membawa anak pada kegiatan yang bermakna dan menyenangkan, sehingga melalui aktivitas yang menyenangkan diharapkan anak bisa memaknai perilaku serta mampu berperilaku sesuai aturan.
Salah satu metode yang dapat diterapkan oleh guru dalam mengembangkan keterampilan sosial adalah metode proyek. Hal ini sesuai dengan pendapat Katz dan Chard (1991 : 9) bahwa metode proyek adalah metode pembelajaran yang tepat untuk merangsang dan memantapkan perkembangan intelektual dan sosial anak. Lebih lanjut Moeslihatoen (1999 : 122) mengungkapkan bahwa metode proyek merupakan salah satu cara pemberian pengalaman belajar dengan menghadapkan anak pada persoalan sehari-hari yang harus dipecahkan secara kelompok.
Memperhatikan pendapat di atas, metode proyek dapat memberikan kesempatan bagi anak untuk berinteraksi sosial, oleh karena itu keterlibatan anak dalam suatu kegiatan bersama teman-temannya diharapkan keterampilan sosial anak berkembang optimal.
Metode proyek merupakan salah satu pendekatan yang berpusat pada anak, karena anak memiliki kesempatan untuk belajar mencari jalan keluar dari permasalahan yang mereka hadapi. Penggunaan metode proyek memberikan anak pengalaman belajar dalam berbagi pekerjaan dan tanggung jawab yang dilaksanakan secara terpadu dalam rangka mencapai tujuan akhir bersama. Adapun pelaksanaan metode proyek terdiri dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Mengingat metode proyek erat kaitannya dengan interaksi sosial, maka sebagai motivator, fasilitator dan evaluator guru mempunyai banyak kesempatan untuk membantu anak didik dalam meningkatkan keterampilan sosialnya.
Berdasarkan latar belakang di atas, dalam upaya memecahkan masalah keterampilan sosial anak diperlukan perbaikan proses dan hasil pembelajarannya, dengan harapan akan mengalami peningkatan dan perubahan ke arah yang lebih baik. Sehubungan dengan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "PENERAPAN METODE PROYEK UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK".

B. Batasan dan Rumusan Masalah
Secara umum yang menjadi rumusan masalah adalah "Bagaimana penerapan metode proyek untuk meningkatkan keterampilan sosial anak", yang secara rinci dijabarkan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : 
1. Bagaimana kondisi awal pembelajaran di Taman Kanak-kanak X dalam rangka meningkatkan keterampilan sosial anak ?
2. Bagaimana pelaksanaan metode proyek dalam meningkatkan keterampilan sosial anak Taman Kanak-kanak X ?
3. Bagaimana keterampilan sosial anak Taman Kanak-kanak X setelah dilakukan pembelajaran melalui metode proyek ?
4. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam mengembangkan keterampilan sosial anak melalui penerapan metode proyek di Taman Kanak-kanak ?

C. Tujuan dan Manfaat 
1. Tujuan
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk membahas penerapan metode proyek untuk meningkatkan keterampilan sosial anak di Taman Kanak-kanak, sedangkan secara khusus tujuannya adalah : 
a. Untuk memperoleh data, pemahaman dan wawasan mengenai kondisi awal pembelajaran dalam meningkatkan keterampilan sosial anak di Taman Kanak-kanak X.
b. Untuk memperoleh data, pemahaman dan wawasan mengenai pelaksanaan metode proyek untuk meningkatkan keterampilan sosial anak Taman Kanak-kanak X.
c. Untuk memperoleh data, pemahaman dan wawasan mengenai keterampilan sosial anak Taman Kanak-kanak X sesudah dilakukan pembelajaran melalui metode proyek.
d. Untuk memperoleh data, pemahaman dan wawasan mengenai kendala-kendala yang dihadapi untuk meningkatkan keterampilan sosial anak melalui penerapan metode proyek.
2. Manfaat
Secara umum manfaat penelitian ini yaitu untuk mengetahui penerapan metode proyek untuk meningkatkan keterampilan sosial anak, serta diharapkan metode proyek dapat menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan keterampilan sosial anak di Taman Kanak-kanak. Sedangkan secara khusus manfaatnya yaitu : 
a. Bagi Penulis
Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan, wawasan dan pemahaman mengenai penerapan metode proyek untuk meningkatkan keterampilan sosial anak.
b. Bagi Guru
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan dan pemahaman mengenai perkembangan sosial anak Taman Kanak-kanak, juga sebagai masukan dalam memfasilitasi aspek perkembangan sosial anak melalui metode proyek.
c. Bagi Orang tua
Sebagai referensi untuk menambah pengetahuan, wawasan dan pemahaman tentang perkembangan sosial anak usia Taman Kanak-kanak serta upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan keterampilan sosial anak.

D. Definisi Operasional
Untuk memperjelas arah penelitian dan juga kemungkinan salah tafsir, maka perlu adanya definisi operasional terhadap beberapa istilah penting yang dipergunakan yaitu : 
1. Keterampilan sosial merupakan kemampuan seseorang dalam beradaptasi secara baik dengan lingkungannya dan menghindari konflik saat berkomunikasi secara fisik maupun verbal (Matson dan Ollendck, 1988 : 5).
Berdasarkan rujukan di atas maka yang dimaksud dengan keterampilan sosial dalam penelitian ini adalah kemampuan seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya melalui cara-cara yang sesuai dengan tuntutan sosial, yang indikatornya meliputi perilaku kerjasama, empati, tidak mementingkan diri sendiri dan kemurahan hati. Perilaku kerjasama pada anak dapat ditunjukkan dengan ikut serta dalam kegiatan bersama, bergantian menggunakan alat tanpa menimbulkan pertengkaran serta mau bersabar dalam menunggu giliran.
Perilaku empati dapat ditunjukkan anak dengan menunjukan keprihatinan pada teman yang lagi sedih dan menunjukan keceriaan pada teman yang sedang gembira. Perilaku tidak mementingkan diri sendiri dapat ditunjukkan anak dengan membantu orang lain mengerjakan tugas dan peduli dan membantu teman yang membutuhkan. Sedangkan kemurahan hati dapat ditunjukkan anak dengan berbagi sesuatu dengan orang lain dan memberi sesuatu pada orang lain.
2. Metode proyek adalah metode pembelajaran yang tepat untuk merangsang dan memantapkan perkembangan intelektual dan sosial anak (Katz dan Chard, 1991 : 26). Metode proyek pelaksanaannya memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar dari pengalamannya sehari-hari, memberikan keseimbangan dalam beraktivitas serta diharapkan dapat mengembangkan aspek kognitif dan sosial anak. Metode proyek merupakan metode pembelajaran yang berpusat pada anak yang membutuhkan adanya partisipasi aktif dari anak itu sendiri. Metode proyek menekankan adanya peran guru untuk merangsang respon anak dalam berinteraksi dengan orang lain, benda-benda dan lingkungan keseharian yang dihadapi anak, sehingga dengan tingkat kemampuan yang berbeda, anak akan terlibat dalam kehidupan yang sebenarnya dan belajar untuk bekerjasama dalam kelompoknya.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 16:35:00

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA DINI ANAK TAMAN KANAK-KANAK MELALUI DUKUNGAN PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR (PGTK)

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA DINI ANAK TAMAN KANAK-KANAK MELALUI DUKUNGAN PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR (PGTK)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan suatu bangsa bukan hanya dilihat dari semakin canggihnya teknologi yang digunakan tetapi ilmu pengetahuan juga sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menuntut setiap orang untuk terus menerus melakukan peningkatan diri dalam mengimbangi hal tersebut. Penguasaan berbahasa merupakan salah satu hal yang penting sebagai modal untuk sumber daya manusia yang berkualitas. Bahasa adalah suatu sistem simbol untuk berkomunikasi dengan orang lain. Bahasa merupakan sistem dimana kita menambah pengetahuan yang kita akumulasikan melalui pengalaman dan belajar. Dengan kata lain, bahasa seseorang mencerminkan pikirannya, semakin trampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas jalan pikirannya.
Berbahasa bagi anak juga sangat penting, kemampuan bahasa dipelajari dan diperoleh anak usia dini secara alamiah untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Sebagai alat sosialisasi, bahasa merupakan suatu cara untuk merespon orang. Menurut Jamaris (2005 : 30) aspek-aspek yang berkaitan dengan perkembangan bahasa anak diantaranya : 1. Kosakata; 2. Sintaksis (tata bahasa); 3. Semantik (penggunaan kata sesuai dengan tujuannya); 4. Fonem (satuan bunyi terkecil yang membedakan kata).
Masih menurut Jamaris (2005 : 32) karakteristik kemampuan bahasa anak usia lima sampai enam tahun diantaranya : 
Anak sudah dapat mengucapkan lebih dari 2.500 kosakata, lingkup kosakata yang dapat diucapkan anak menyangkut : warna, ukuran, bentuk, rasa, bau, keindahan, kecepatan, suhu, perbedaan, perbandingan, jarak permukaan (kasar- halus), anak usia lima sampai enam tahun sudah dapat melakukan peran sebagai pendengar yang baik, dapat berpartisipasi (anak sudah dapat mendengarkan orang lain berbicara dan menanggapi pembicaraan) dalam suatu percakapan, selain itu percakapan yang dilakukan oleh anak usia lima sampai enam tahun telah menjangkau berbagai komentarnya terhadap apa yang dilakukan oleh dirinya sendiri dan orang lain, serta apa yang dilihatnya, anak sudah dapat melakukan ekspresi diri, menulis, membaca dan berpuisi.
Di dalam perkembangan bahasa anak, keterampilan berbahasa mencakup empat macam bentuk, yaitu : diawali dengan keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan diakhiri dengan keterampilan menulis. Keempat keterampilan itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena memiliki hubungan yang erat antara satu dengan lainnya.
Keterampilan membaca menduduki urutan yang ketiga dalam perkembangan bahasa anak, namun tidak menutup kemungkinan perkembangan bahasa anak itu dapat berbeda-beda. Membaca dini merupakan salah satu bagian dari keterampilan berbahasa, adapun pendapat dari Plaum dan Steinberg (Tampubolon, 1993 : 64) yang dapat dilihat dari tanda-tanda kesiapan membaca dini, dikemukakan dalam bentuk pertanyaan : 
1. Apakah anak sudah dapat memahami bahasa lisan ?
2. Apakah anak sudah dapat mengujarkan kata-kata dengan jelas ?
3. Apakah anak sudah dapat mengingat kata-kata ?
4. Apakah anak sudah dapat mengujarkan bunyi huruf ?
5. Apakah anak sudah menunjukkan minat membaca ?
6. Apakah anak sudah dapat membedakan dengan baik ?
Membaca adalah sebuah jendela yang membuat seseorang bisa menelaah dan mengetahui segala sesuatu yang dimiliki orang lain dengan cara yang sangat mudah dan sederhana, membaca merupakan kebutuhan yang sangat pokok dan prinsip dalam kehidupan kita pada zaman modern ini. Bagi manusia, membaca menempati posisi dan kedudukan yang sangat penting dalam hidupnya. Membaca merupakan sarana manusia untuk belajar dan mengajar, dengan membaca seseorang dapat memperoleh banyak pengetahuan. Membaca harus dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari dan sedini mungkin, karena apabila tidak dibiasakan untuk membacakan buku sejak dini atau tidak dibiasakan membaca buku sejak dini dapat berpengaruh pada masa depannya.
Keterampilan berbahasa anak, khususnya membaca dini dapat berkembang secara optimal apabila lingkungan dimana anak tersebut berada dapat ikut serta menstimulasinya. Menurut Dhieni (2005 : 5.14) faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca diantaranya : 
1. Motivasi
Faktor motivasi akan menjadi pendorong semangat anak untuk membaca. Dalam hal ini ada motivasi intrinsik, yaitu yang bersumber pada anak itu sendiri dan motivasi ekstrinsik, yang sumbernya terletak di luar anak itu.
2. Lingkungan keluarga
a. Interaksi interpersonal, yang terdiri atas pengalaman-pengalaman baca tulis bersama orang tua, saudara, dan anggota keluarga lain di rumah
b. Lingkungan fisik, mencakup bahan-bahan bacaan di rumah.
c. Suasana yang penuh perasaan (emosional) dan memberikan dorongan (motivasional) yang cukup hubungan antar individu di rumah, terutama yang tercermin pada sikap membaca.
3. Bahan bacaan
Minat baca serta kemampuan membaca seseorang juga dipengaruhi oleh bahan bacaan. Bahan bacaan yang terlalu sulit untuk seseorang dapat mematikan selera untuk membaca. Bagi anak, penyajian bahan bacaan disertai dengan gambar-gambar yang menarik. Gambar lebih dominan daripada tulisan.
Pengembangan berbahasa, khususnya membaca pada anak dapat dilakukan secara konseptual, perlu diperhatikan beberapa butir teori yang berkaitan dengan perolehan kemampuan membaca.
Menurut Morrow (Dhieni, 2005 : 5.15) teori-teori tersebut diantaranya : membaca dipelajari melalui interaksi dan kolaborasi sosial artinya dalam proses pembelajaran membaca dan menulis situasi kelompok kecil memegang peranan penting, anak belajar membaca sebagai hasil pengalaman kehidupan, anak mempelajari keterampilan membaca bila mereka melihat tujuan dan kebutuhan proses membaca, membaca dipelajari melalui pembelajaran keterampilan langsung, kemampuan membaca melalui beberapa tahap.
Menurut Holdoway (Dhieni, 2005 : 5.16) menyatakan ada empat proses yang memungkinkan anak mempelajari kemampuan membaca. Pertama, pengamatan terhadap perilaku membaca, yaitu dengan dibacakan atau melihat orang dewasa membaca. Kedua, kolaborasi yaitu menjalin kerjasama dengan individu yang memberikan dorongan motivasi dan bantuan bila diperlukan. Ketiga, proses yaitu anak mencobakan sendiri apa yang sudah dipelajarinya. Keempat, unjuk kerja, yaitu dengan berbagi apa yang sudah dipelajari dan mencari pengakuan dari orang dewasa.
Pengembangan bahasa anak pada dasarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti : faktor internal (diri anak itu sendiri) serta faktor eksternal, baik lingkungan keluarga, lingkungan sekitar, maupun lingkungan kelas yang baru tempat anak bermain di Taman Kanak-kanak. Taman Kanak-kanak sebagai salah satu lembaga pendidikan untuk anak usia empat sampai enam tahun wajib memberikan fasilitas dalam mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak secara optimal, salah satunya adalah membaca dini. Taman Kanak-kanak merupakan taman bermain bagi anak, dimana dalam bermainnya itu anak mendapatkan pembelajaran dan pengalaman yang bermakna. Strategi yang digunakan dalam mengembangkan kemampuan membaca dini adalah dengan pendekatan pengalaman berbahasa yang menerapkan konsep DAP (Developmentally Appropriate Practice). Pendekatan ini disesuaikan dengan karakteristik anak di Taman Kanak-kanak, yakni melalui bermain dengan menggunakan metode mengajar yang tepat untuk mengembangkan kemampuan membaca dini serta melibatkan anak dalam kegiatan yang dapat memberikan berbagai pengalaman bagi anak.
Selain metode yang digunakan, perlu diperhatikan pula motivasi dan minat anak dalam kemampuan membaca dini, karena faktor tersebut mempengaruhi perkembangan membaca anak. Metode memang sangat penting dalam meningkatkan kemampuan membaca dini anak tetapi media juga sangat diperlukan kegunaannya, karena dengan menggunakan media dapat membantu pendidik dalam proses pembelajaran. Media pembelajaran adalah sebagai alat pembelajaran dalam proses kegiatan belajar mengajar yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari pengirim ke penerima sehingga apa yang diharapkan dalam tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Secara sederhana, media pembelajaran dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu : media visual, media audio dan media audiovisual.
Media visual adalah media yang hanya dapat dilihat, media visual terdiri atas media yang diproyeksikan (projected visual), seperti media proyeksi diam misalnya gambar diam (still pictures) dan proyeksi gerak misalnya gambar bergerak (motion pictures). Selain itu media yang tidak dapat diproyeksikan (non-projected visual), contohnya : media gambar diam/mati, media grafis, media model, dan media realita.
Media audio adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (hanya dapat didengar) yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan anak untuk mempelajari isi tema. Contohnya yaitu : program kaset suara dan program radio. Media audiovisual merupakan kombinasi dari media audio dan media visual atau biasa disebut media pandang-dengar. Contoh dari media audio visual ini di antaranya program televisi/video pendidikan/instruksional, program slide suara.
Media gambar merupakan salah satu jenis media grafis yang termasuk pada media visual. Media gambar sebagai media pembelajaran yang terhitung lebih murah apabila dibandingkan dengan slide, film, ataupun VCD pembelajaran. Media gambar sebagai media yang mengkombinasikan fakta dan gagasan secara jelas dan kuat melalui suatu kombinasi pengungkapan kata-kata dan gambar-gambar.
Menurut Sadiman (1996 : 29) media gambar memiliki beberapa kelebihan daripada yang lain, diantaranya : 
"Sifatnya konkrit, (gambar lebih realistis menunjukkan pokok masalah dibandingkan dengan media verbal semata), gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu, media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita, dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan kesalahpahaman, selain itu murah harganya dan gampang didapat serta digunakan, tanpa memerlukan peralatan khusus."
Pada dasarnya media gambar dapat mewakili berbagai aneka ragam bentuk yang ada dalam kehidupan sehari-hari, baik itu tentang binatang, tumbuhan, ataupun benda lainnya yang disertai dengan sedikit tulisan, tujuannya untuk menunjukkan makna dari gambar tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan di TK X kelompok B kondisi objektif kemampuan membaca dini anak TK X kelompok B masih belum optimal, hal ini terlihat dari hasil pengamatan terhadap anak dan hasil wawancara dengan guru kelas. Anak ragu-ragu dalam menyebutkan huruf antara huruf vokal dan huruf konsonan yang ditunjuk oleh guru, anak belum bisa membedakan huruf yang ditunjuk dan diperintahkan guru dalam mengucapkannya, seperti 'd' atau 'b' dan 'p' atau 'q', anak tidak dapat menyebutkan simbol-simbol huruf awal yang dikenal pada kata 'Apel', 'Ikan', 'Unta', 'Ember', 'Obor', 'Domba', 'Flamingo', 'Gitar', 'Harimau', 'Jerapah', 'Pisang', 'Nanas'. Bahkan masih ada anak yang belum bisa membaca dan menuliskan namanya sendiri.
Metode pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan membaca dini anak yang digunakan guru kurang bervariasi, yang digunakan hanya ceramah dan tanya jawab. Anak kurang aktif dalam proses pembelajaran, terlihat pasif dan hanya menjawab apabila guru bertanya.
Di sisi lain orangtua anak TK X mengharapkan bahwa anak-anaknya harus bisa membaca dan menulis ketika akan memasuki Sekolah Dasar, hal ini membuat guru kelas berusaha mencari jalan keluar yang tepat agar stimulasi yang diberikan benar-benar sesuai dengan usia perkembangan anak. Hal ini harus disadari dan dipahami betul bagaimana caranya supaya kemampuan membaca dini pada anak dapat meningkat. Namun harus diperhatikan pula metode yang tepat dalam penyampaiannya sesuai dengan karakteristik usia perkembangan anak. Serta hams diperhatikan pula faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi kemampuan membaca dini anak Taman Kanak-kanak.
Durkin (Tampubolon, 1991 : 63) telah mengadakan penelitian tentang pengaruh membaca dini pada anak-anak. Dia menyimpulkan bahwa tidak ada efek negatif pada anak-anak dari membaca dini. Anak-anak yang telah diajar membaca sebelum masuk SD pada umumnya lebih maju di sekolah dari anak-anak yang belum pernah memperoleh membaca dini. Hasil diskusi dengan guru kelas, alternatif yang diambil adalah salah satunya dengan menggunakan media gambar dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan membaca dini anak TKA Al-Hi day ah.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merasa tertarik untuk membahas lebih jauh melalui skripsi ini dengan judul "MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA DINI ANAK TAMAN KANAK-KANAK MELALUI PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR".

B. Rumusan Masalah
Atas dasar permasalahan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah "Bagaimana meningkatkan kemampuan membaca dini anak TK X kelompok B melalui penggunaan media gambar ?". Secara lebih rinci rumusan masalah dalam penelitian ini dituangkan ke dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut : 
1. Bagaimana kondisi objektif kemampuan membaca dini anak TK X kelompok B sebelum menggunakan media gambar ?
2. Bagaimana langkah-langkah penggunaan media gambar dalam meningkatkan kemampuan membaca dini anak TK X kelompok B ?
3. Bagaimana peningkatan kemampuan membaca dini anak TK X kelompok B setelah menggunakan media gambar ?

C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca dini anak TK X kelompok B melalui penggunaan Media gambar.
Adapun tujuan khususnya adalah sebagai berikut : 
1. Mengetahui kondisi objektif kemampuan membaca dini anak TK X kelompok B sebelum menggunakan media gambar
2. Mengetahui langkah-langkah penggunaan media gambar dalam meningkatkan kemampuan membaca dini anak TK X kelompok B
3. Mengetahui peningkatan kemampuan membaca dini anak TK X kelompok B setelah menggunakan media gambar

D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat menambah keilmuan tentang penggunaan media gambar dalam meningkatkan kemampuan membaca dini anak usia Taman Kanak-kanak.
Selain itu manfaat penelitian secara praktis adalah sebagai berikut : 
1. Bagi Kepala Sekolah
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi kepala sekolah dalam meningkatkan mutu dan perbaikan kemampuan membaca dini pada anak di Taman Kanak-kanak.
b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi kepala sekolah dalam mengembangkan pengajaran kemampuan membaca dini pada anak.
2. Guru
a. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pengetahuan dalam mengembangkan program pembelajaran kemampuan membaca dini pada anak Taman Kanak-kanak.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi guru atau pendidik dalam memilih metode pembelajaran kemampuan membaca dini yang menyenangkan pada anak.
3. Bagi Anak
a. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan membaca dini pada anak di TK X dengan menggunakan media gambar. 
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suasana yang baru dalam kegiatan pembelajaran meningkatkan kemampuan membaca dini anak.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 16:44:00

MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI MELALUI PENGGUNAAN METODE BERMAIN PERAN (PGTK)

MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI MELALUI PENGGUNAAN METODE BERMAIN PERAN (PGTK)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Anak adalah anugerah yang diberikan oleh Allah SWT, dimana anak dibekali dengan berbagai potensi yang dapat dikembangkan melalui pendidikan. Pendidikan anak usia dini adalah suatu pendidikan yang ditujukan kepada anak usia dini yang ditujukan untuk merangsang setiap perkembangan dan pertumbuhan anak untuk persiapan memasuki pendidikan lebih lanjut. Seperti yang dijelaskan dalam Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Anak Usia Dini pasal 1 ayat 1, dinyatakan bahwa : 
"Pendidikan anak usia dini yang selanjutnya disebut PAUD adalah suatu upaya pembinaan yang ditunjukkan kepada anak sejak lahir sampai berusia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut".
Adapun tujuan dari pendidikan anak usia dini adalah untuk membantu dalam mengembangkan potensi-potensi yang ada pada diri anak. Dalam pendidikan anak usia dini terdapat aspek-aspek yang harus dikembangkan dan ditanamkan dalam diri anak, diantaranya aspek kognitif, bahasa, nilai agama dan moral serta sosial. Sosial mencakup sikap tenggang rasa, peduli, saling menghargai, saling menghormati, bekerjasama, empati dan lain sebagainya.
Mengapa keterampilan sosial anak perlu dikembangkan adalah pada dasarnya setiap anak akan memerlukan bantuan orang lain dan akan hidup menjadi manusia sosial, namun dalam kenyataannya masih banyak anak yang tidak dapat bersosialisasi dengan orang lain. Oleh karena itu anak harus memiliki keterampilan sosial pada dirinya.
Keterampilan sosial merupakan bentuk perilaku, perbuatan dan sikap yang ditampilkan oleh individu ketika berinteraksi dengan orang lain disertai dengan ketepatan dan kecepatan sehingga memberikan kenyamanan bagi orang yang berada di sekitarnya (Chaplin dalam Suhartini, 2004 : 18).
Menurut Septiana (2009) kurangnya seseorang memiliki keterampilan sosial menyebabkan kesulitan perilaku di sekolah, kenakalan, tidak perhatian, penolakan rekan, kesulitan emosional, bullying, kesulitan dalam berteman, agresivitas, masalah dalam hubungan interpersonal, miskin konsep diri, kegagalan akademik, kesulitan konsentrasi, isolasi dari teman sebaya dan depresi.
Kurniati (2005 : 35) bahwa keterampilan sosial adalah kebutuhan primer yang perlu dimiliki anak-anak bagi kemandirian pada jenjang kehidupan selanjutnya, hal ini bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan keluarga dan lingkungan sekitarnya. Libet dan Lewinsohn (dalam Cartledge dan Milburn, 1995) mengemukakan keterampilan sosial sebagai kemampuan yang kompleks untuk menunjukkan perilaku yang baik dinilai secara positif atau negative oleh lingkungan, dan jika perilaku itu tidak baik akan diberikan punishment oleh lingkungan.
Mengingat keterampilan sosial sangat penting dalam kehidupan sehari-hari sebaiknya keterampilan sosial ditanamkan pada anak sedini mungkin.
Keterampilan sosial pada anak dapat dikembangkan melalui berbagai metode di antaranya, metode bercerita, metode tanya jawab, metode karyawisata, dan metode bermain peran. Salah satu metode yang lebih efektif untuk mengembangkan empati anak yaitu metode bermain peran.
Metode bermain peran adalah suatu proses pembelajaran artinya anak dapat berperan langsung dengan apa yang telah dilihatnya serta dengan melaksanakan metode bermain peran anak dapat menyelami perasaan orang lain tanpa anak ikut larut di dalamnya. Sebagaimana di kemukakan Rachmawati (2007 : 31), bermain peran yaitu permainan yang memerankan tokoh-tokoh atau benda-benda sekitar anak yang akan mengembangkan imajinasi dan penghayatan terhadap bahan kegiatan yang dilaksanakan.
Menurut Moeslichatoen (2004 : 38) bermain pura-pura adalah bermain yang menggunakan daya khayal anak yaitu dengan memakai bahasa atau berpura-pura bertingkah laku seperti benda tertentu, situasi tertentu, atau orang tertentu dan binatang tertentu yang dalam dunia nyata tidak dilakukan.
Bentuk kegiatan bermain pura-pura merupakan cermin budaya masyarakat di sekitarnya dalam kehidupan sehari-hari. Segala sesuatu yang dilihat dan didengar akan terulang dalam kegiatan bermain pura-pura tersebut. Dengan anak melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran atau bermain pura-pura, keterampilan sosial pada anak akan tumbuh dan masuk ke dalam diri anak dan melihat keadaan dari sisi orang lain, seolah-olah ia adalah orang itu.
Kondisi objektif yang ditemukan di TK X ini masih jarang lagi diterapkan metode bermain peran, khususnya untuk mengembangkan keterampilan sosial anak TK X. Aktivitas pembelajaran di TK ini masih monoton, seperti halnya mengisi majalah sekolah, menggambar dan mewarnai gambar. Selain itu, aktivitas pembelajarannya masih banyak ditekankan pada segi akademis dan sering kali menggunakan metode tanya jawab atau ceramah yang dimana guru yang lebih banyak berperan aktif. Sehingga metode bermain peran masih sangat jarang diterapkan pada anak di TK ini. Selain metode pembelajaran yang monoton pada anak pun keterampilan sosial tidak terlihat, seperti yang terlihat disini keterampilan sosial anak belum muncul, anak tidak mau membantu temannya dalam hal meminjamkan alat tulis, tidak mau berbagi pada teman yang tidak membawa makanan, anak yang suka mengejek temannya, anak tidak mau membantu temannya saat merapikan meja, dan saat ada anak yang terjatuh anak lain menertawakan bukan menolong. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian terkait dengan penerapan metode bermain peran untuk meningkatkan keterampilan sosial anak di TK tersebut.
Berdasarkan permasalahan diatas, maka penelitian ini memfokuskan kajian pada "MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI MELALUI PENGGUNAAN METODE BERMAIN PERAN".

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini dituangkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut : 
1. Bagaimana kondisi objektif sekolah TK X ?
2. Bagaimana gambaran umum keterampilan sosial anak usia dini di kelompok B TK X ?
3. Bagaimana langkah-langkah metode bermain peran di kelompok B TK X untuk meningkatkan keterampilan sosial anak ?
4. Bagaimana peningkatan keterampilan sosial anak usia dini di kelompok B TK X setelah menggunakan metode bermain peran ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 
1. Untuk mengetahui kondisi objektif sekolah TK X.
2. Untuk mengetahui gambaran umum keterampilan sosial anak usia dini di kelompok B TK X.
3. Untuk mengetahui langkah-langkah metode bermain peran di kelompok B TK X, dalam rangka meningkatkan keterampilan sosial anak.
4. Untuk mengetahui peningkatan keterampilan sosial anak usia dini di kelompok B TK X setelah menggunakan metode bermain peran.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat pada penelitian ini sebagai berikut : 
1. Bagi anak
a. Membantu anak dalam mengembangkan keterampilan sosial di lingkungannya.
b. Di masa akan datang anak akan memiliki keterampilan sosial yang baik.
2. Bagi Guru
a. Memberikan masukan kepada guru dalam menentukan metode pembelajaran yang tepat, yang dapat menjadi alternative lain dalam pembelajaran khususnya pada anak didik.
b. Dapat membantu guru dalam membangun keterampilan sosial anak agar di masa yang akan datang anak dapat diterima dengan baik di lingkungannya.
3. Bagi TK
a. Memberikan masukan kepada pihak sekolah untuk berusaha menciptakan interaksi yang baik dalam lingkungan sekolah antara guru dengan guru, guru dengan anak, maupun anak dengan anak yang meliputi perhatian, kasih sayang, keterbukaan, suasana harmonis sehingga nantinya dapat dijadikan bekal bagi anak dalam membentuk kepribadian dan perilaku sehingga mudah dan dapat diterima dalam pergaulan yang luas baik di sekolah maupun lingkungan sekitar anak.
b. Memberi sumbangan informasi untuk meningkatkan mutu pendidikan Taman Kanak-kanak.

E. Asumsi Penelitian
Asumsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 
1. Menurut Rachmawati (2007 : 31), bermain peran yaitu permainan yang memerankan tokoh-tokoh atau benda-benda sekitar anak yang akan mengembangkan imajinasi dan penghayatan terhadap bahan kegiatan yang dilaksanakan.
2. Matson (Gimpel dan Merrel, 1998) mengatakan bahwa keterampilan sosial (Social Skill), baik secara langsung maupun tidak membantu seseorang untuk dapat menyesuaikan diri dengan standar harapan masyarakat dalam norma-norma yang berlaku di sekelilingnya
3. Combs & Slaby (Gimpel dan Merrell, 1998) memberikan pengertian keterampilan sosial (Social Skill) adalah kemampuan berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial dengan cara-cara yang khusus yang dapat diterima secara social maupun nilai-nilai dan di saat yang sama berguna bagi dirinya dan orang lain.

F. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode PTK yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru bersama dengan orang lain (kolaborasi) dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu dalam upaya perbaikan terhadap kegiatan belajar mengajar di kelas berdasarkan permasalahan yang di temui di dalam kelas. Penelitian ini dilakukan sebanyak tiga siklus di Taman Kanak-kanak X. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh anak kelompok B yang berjumlah 12 orang terdiri dari laki-laki : 3 orang dan perempuan : 9 orang.

G. Sistematika Penulisan
Bab 1 pendahuluan yang memaparkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan masalah, manfaat penelitian, asumsi penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab 2 kajian teoritis yang pertama membahas konsep keterampilan sosial yang berupa definisi keterampilan sosial, faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan sosial, jenis keterampilan sosial dan karakteristik keterampilan sosial, dan yang kedua membahas konsep metode bermain peran berupa definisi bermain peran, langkah-langkah bermain peran, jenis bermain peran, macam-macam bermain peran.
Bab 3 metode penelitian yang memaparkan secara lebih rinci metode yang akan di gunakan dalam penelitian, lokasi dan subjek penelitian, definisi operasional variabel, instrumen penelitian, prosedur penelitian, teknis pengumpulan data dan validasi data.
Bab 4 hasil penelitian dan pembahasan yang memaparkan hasil penelitian dimulai dari observasi awal, siklus 1, siklus 2, siklus 3 serta observasi akhir.
Pembahasan menganalisis data dari hasil penelitian, faktor kendala yang dialami saat penelitian, dan meningkatnya keterampilan sosial setelah dilakukan metode bermain peran.
Bab 5 kesimpulan dan rekomendasi, kesimpulan memaparkan hasil ringkasan dari bab 1 sampai bab 4, dan rekomendasi memberi masukan kepada guru, kepada sekolah dan kepada peneliti selanjutnya agar dapat menjadi lebih baik dalam melakukan penelitian selanjutnya.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 16:48:00

FUNGSI FITUR TOMBOL ACTION MENU APLIKASI DAPODIKDAS 2014 / 2015

Fitur baru pada aplikasi Dapodikdas 2014 salah satunya adalah adanya penambahan tombol “Action Menu”. Action Menu berfungsi untuk memunculkan data terhapus dan memunculkan data terfilter , salin penugasan dan lanjutkan data periodik.


Pada tombol ini tersedia beberapa pilihan sub menu diantaranya:

Tampilkan data PD terhapus, berfungsi untuk mengembalikan data peserta didik yang sudah terhapus sebelumnya. Dapat digunakan jika sewaktu-waktu terjadi kesalahan dalam menghapus data, dengan mencentang pilihan ini maka data yang terhapus tadi dapat dikembalikan ke dalam tabel utama. Action Menu pada Tabel Peserta Didik lanjutkan data periodik PD untuk menyalin data periodik tahun sebelumnya, sehingga tidak perlu input ulang. Dengan asumsi data periodik tersebut tidak mengalami perubahan.

Lanjutkan Data Periodik PD, berfungsi untuk melanjutkan data periodik peserta didik yang sudah pernah diinputkan di semester sebelumnya. Tombol ini dapat membantu pengguna agar tidak perlu mengisi kembali data periodik peserta didik dari awal. Syarat utama untuk menggunakan pilihan ini, pengguna wajib mengisi data periodik peserta didik di semester sebelumnya.

Action Menu pada Tabel PTK  salin penugasan untuk menyalin penugasan PTK tahun 2013 ke 2014 secara otomatis sehingga tidak perlu input ulang di menu penugasan.

Action Menu  pada Tabel Prasarana dibagi menjadi 2 yaitu : Tampilkan data prasana terhapus dan Lanjutkan data periodik. Lanjutkan data periodik berfungsi untuk menyalin tingkat kerusakan prasarana tahun sebelumnya sehingga tidak perlu input ulang, dengan asumsi bahwa tidak ada perubahan kerusakan ruangan.


Tombol action menu pada tabel Rombel yang pertama adalah point Tampilkan data Rombel terhapus point Lanjutkan semester. Selengkapnya silahkan dipelajari dalam Manual Aplikasi Dapodikdas 2014 versi 3.0.0. Semoga bermanfaat dan terimakasih…

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 02:12:00

MAKALAH PANCASILA - PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Benarkah pancasila masih bisa dijadikan sebagai ideologi bangsa Indonesia, falsafah atau pandangan hidup? Ataukah hanya sekedar mitos belaka yang kini makin keras mengejawantahkannya dalam kehidupan sehari-hari? Dengan latar belakang diatas sehingga pembahasan in sangat penting untuk di kaji, diketahui dan dipahami oleh khalayak mahasiswa lebih-lebih mahasiswa UAD fakultas ekonomi yang nantinya terjun ke zona publik.

1.2 Rumusan Masalah
- Apa maksud pancasila sebagai ideologi nasional?

1.3 Sistematika Penulis
Dalam penyelesaian penyusunan makalah ini penulis menggunakan study kepustakaan, yaitu penulis mencari buku-buku yang berhubungan dengan Pancasila dan kewarganegaraan.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pancasila
Pancasila adalah ideologi negara indonesia sehingga pancasila begitu di sanjung dan dimonumentalkan dalam rona perjuangan negara yang berbentuk republik ini. Andai saja pancasila bisa tersenyum, tertawa, menangis dan bersedih layaknya manusia pada umumnya maka tak khayal kalau sang pancasila akan menangis histeris. Karna tidak bisa dipungkiri lagi bahwa orang semakin tidak peduli terhadap pancasila. Maksudnya ada atau tidak adanya pancasila bukan menjadi persoalan.

2.2 Keberagaman Tafsir
Bagaimana tafsir pancasila yang bisa mengejawantah dalam ranah perkembangan kekinian. Ini bisa dilihat dari teori mutakhir menurut Coleman dan Fukuyama. Bahwa Pancasila katanya bisa menjadi jaminan untuk saling percaya antar anak bangsa, gotong royong atau solidaritas. Semuanya itu bisa masuk dalam bingkai nilai trust (kebenaran). Semacam resep penggerak kemajuan bangsa menuju kemoderenan sebagaimana yang telah dicapai bangsa yang lebih dulu maju: Jepang, Jerman, USA dan negara-negara maju lainnya

2.3 Pancasila Sebagai Ideologi Nasional
Filsafat merupakan suatu nilai atau kebenaran yang dijadikan keyakinan atau pandangan hidup suatu bangsa. Bagi suatu bangsa, kebenaran ini menjadi dijadikan dasar negara atau ideologi negara.
Ideologi berasal dari kata ideo artinya cita-cita, gagasan, konsep pengertian dasar, cita-cita. dan logy berarti: pengetahuan, ilmu dan paham. Dalam pengertian sehari-hari, idea disamakan artinya dengan “cita-cita”. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai sehingga cita-cita itu sekaligus merupakan dasar atau pandangan/paham. 
Hubungan manusia dan cita-ctanya disebut dengan ideologi. Ideologi berisi seperangkat nilai, dimana nilai-nilai itu menjadi cita-citanya atau manusia bekerja dan bertindak untuk mencapai nilai-nilai tersebut. Ideologi yang pada mulanya berisi seperangkat gagasan, dan cita-cita berkembang secara luas menjadi suatu paham mengenai seperangkat nilai atau pemikiran yang dipegang oleh seseorang atau sekelompok orang untuk menjadi pegangan hidup.
Adapun ideologi negara itu termasuk dalam golongan pengetahuan sosial, dan tepatnya dapat digolongkan ke dalam ilmu politik atau political sciences sebagai anak cabangnya. Bila kita terapkan rumusan ini pada Pancasila dengan definisi-definisi filsafat dapat kita simpulkan, maka Pancasila itu ialah hasil usaha pemikiran manusia untuk mencari kebenaran, kemudian sampai mendekati atau menganggap suatu kesanggupan yang digenggamnya seirama dengan ruang dan waktu. 
Hasil pemikiran manusia Indonesia yang sungguh-sungguh secara sistematis radikal itu kemudian dituangkan dalam suatu rangkaian kalimat yang mengandung satu pemikiran yang bermakna bulat dan utuh untuk dijadikan dasar, asas dan pedoman atau norma hidup dan kehidupan bersama dalam rangka perumusan satu negara Indonesia merdeka, yang diberi nama Pancasila.
Pancasila sebagai dasar negara, maka mengamalkan dan mengamankan Pancasila sebagai dasar negara mempunyai sifat imperative dan memaksa, artinya setiap warga negara Indonesia harus tunduk dan taat kepadanya. Siapa saja yang melanggar Pancasila sebagai dasar negara harus ditindak menurut hukum, yaitu hukum yang berlaku di Indonesia. 
Dengan kata lain pengamalan Pancasila sebagai ideologi, yaitu pelaksanaan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari tidak disertai sanksi-sanksi hukum tetapi mempunyai sifat mengikat, artinya setiap manusia Indonesia terkait dengan cita-cita yang terkandung didalamnya untuk mewujudkan dalam hidup dan kehidupannya, sepanjang tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Jadi mengamalkan dan mengamankan Pancasila sebagai dasar negara mempunyai sifat imperative dan memaksa. Sedangkan pengamalan atau pelaksanaan Pancasila sebagai pandangan hidup dalam hidup sehari-hari tidak disertai sanksi-sanksi hukum tetapi punya sifat mengikat.
Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara dihubungkan dengan fungsinya sebagai dasar negara, yang merupakan landasan idiil bangsa Indonesia dan negara Republik Indonesia dapatlah disebut sebagai ideologi nasional atau lebih tepat ideologi negara. Artinya Pancasila merupakan satu ideologi yang dianut oleh negara atau pemerintah dan rakyat Indonesia secara keseluruhan, bukan milik atau monopoli seseorang ataupun sesuatu golongan masyarakat tertentu.
Dalam ideologi terkandung nilai-nilai. Nilai-nilai itu dianggap sebagai nilai yang baik, luhur dan dianggap menguntungkan masyarakat sehingga diterima nilai tersebut. Oleh karena itu, ideologi digambarkan sebagai seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama. Seperangkat nilai yang dianggap benar, baik dan adil dan menguntungkan itu dijadikan nilai bersama. Apabila sekelompok masyarakat bangsa menjadikan nilai dalam ideologi sebagai nilai bersama maka ideologi tersebut menjadi ideologi bangsa atau ideologi nasional bangsa yang bersangkutan.
Ada 2 (dua) fungsi utama ideologi dalam masyarakat, Pertama yaitu sebagai tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai secara bersama oleh suatu masyarakat. Kedua, sebagai pemersatu masyarakat dan karenanya sebagai prosedur penyelesaian konflik yang terjadi di masyarakat. Dalam kaitannya dengan yang pertama, nilai dalam ideologi menjadi cita-cita atau tujuan dari masyarakat. Tujuan hidup bermasyarakat adalah untu mencapai terwujudnya nila-nilai dalam ideologi itu. Adapun dalam kaitannya yang kedua , nilai dalam ideologi itu merupakan nilai yang disepakati bersama sehingga dapat mempersatukan masyarakat itu, serta nilai bersama tersebut dijadikan acuan bagi penyelesaian suatu masalah yang mungkin timbul dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan.


BAB III
PENUTUP

Karena itu, pancasila sebagai perekat bangsa dan sebuah ideologi, dengan penafsiran terbuka masih mampu sebagai jembatan multikultur. Tentu saja dengan membuat penafsiran baru akan semakin memberi nuansa pemikiran yang bisa mempersatukan dalam perbedaan dan membedakan dalam konteks kebersamaan. Karena itu ideologi pancasila bukan lagi sebagai sesuatu yang patut ditinggalkan karena dia bukan mitos yang semakin atos. Wallahu a’lam.
Berdasarkan uraian di atas kiranya kita dapat menyadari bahwa Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia, maka kita harus menjunjung tinggi dan mengamalkan sila-sila dari Pancasila tersebut dengan setulus hati dan penuh rasa tanggung jawab.


DAFTAR PUSTAKA

DR. Kaelani, M.S, pendidikan pancasila, cetakan ke delapan, penerbit Offset, Yogyakarta
Sumaatmadja, Nursid, dkk (2007). Konsep Dasar IPS. Penerbit Universitas Terbuka, Jakarta.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 16:11:00