Cari Kategori

CARA INPUT DATA PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013 DAN KTSP SMP DAPODIKDAS 2014

PENGISIAN JJM KURIKULUM 2013 SMP DI APLIKASI DAPODIKDAS 2014 V.3.0.0

Diisi sebagai Jam Wajib (38 Jam) :

1.   Pendidikan Agama : 3 Jam
2.   PKn : 3 jam
3.   Bahasa Indonesia : 6 Jam
4.   Matematika : 5 Jam
5.   IPA : 5 Jam
6.   IPS : 4jam
7.   Bahasa inggris : 4 Jam
8.   Seni Budaya : 3 jam
9.   PJOK : 3 Jam
10. Prakarya : 2 jam


Diisi sebagai Jam Wajib Tambahan (2 Jam) : Khusus Muatan Lokal
Diisi sebagai Jam Tambahan :Selain Jam Wajib dan Jam Wajib Tambahan

PENGISIAN JJM KTSP SMP DI APLIKASI DAPODIKDAS 2014 V.3.0.0

Jam Wajib

1.   Agama : 2 Jam
2.   PKn : 2 Jam
3.   Bahasa Indonesia : 4 jam
4.   Bahasa Inggris : 4 Jam
5.   Matematika : 4 jam
6.   IPA Terpadu : 4 Jam
7.   IPS Terpadu : 4 Jam
8.   Seni Budaya : 2 Jam
9.   PJOK: 2 Jam
10. Keterampilan/TIK : 2 Jam
11. Muatan Lokal : 2 Jam

Jam Wajib Tambahan

·       4 Jam Pelajaran apa saja


PENGISIAN JJM KTSP SMP PADA DAPODIKDAS 2014 V.3.0.0

1.   Jam Wajib adalah Jam yang sesuai dengan Struktur Kurikulum KTSP SMP (32 Jam)
2.   Jam Wajib Tambahan (4 jam) adalah jam pelajaran tambahan untuk mapel yang ada dalam struktur kurikulum
3.   Jam Tambahan adalah JJM Tidak Wajib untuk mapel apa saja baik dalam struktur kurikulum atau tidak diluar 36 jam
4.   Keterampilan dan TIK adalah satu matapelajaran sehingga jika keduanya diselenggarakan maka salah satu masuk ke dalam Jam Wajib Tambahan.
5.   Mata pelajaran Wajib yang JJM Totalnya melebih standart kurikulum (32 Jam) maka akan menjadi Tidak Normal
6.   Mata pelajaran Wajib Tambahan jika melebihi 4 jam maka keseluruhan JJM Wajib Tambahan menjadi tidak normal
7.   Untuk Mata pelajaran Agama dapat diisikan semua Agama yang diajarkan pada kelas ybs, tidak akan mempengaruhi kenormalan jjm rombel
8.   Tidak ada Validasi untuk JJM Tambahan.

CONTOH ROMBEL NORMAL 1 (KTSP) SMP

Jam Wajib (32 Jam)

1.   Agama : 2 Jam
2.   PKn:2 Jam
3.   Bahasa Indonesia : 4 jam
4.   Bahasa Inggris : 4 Jam
5.   Matematika : 4 jam
6.   IPA Terpadu : 4 Jam
7.   IPS Terpadu : 4 Jam
8.   Seni Budaya : 2 Jam
9.   PJOK:2 Jam
10. Keterampilan: 2 Jam
11. Muatan Lokal Bahasa Daerah : 2 Jam

Jam Wajib Tambahan (4 Jam)

1.   TIK: 2Jam
2.   Muatan Lokal Potensi Daerah :2 jam

CONTOH ROMBEL NORMAL 2 (KTSP) SMP

Jam Wajib (32 Jam)

1.   Agama : 2 Jam
2.   PKn : 2 Jam
3.   Bahasa Indonesia : 4 jam
4.   Bahasa Inggris : 4 Jam
5.   Matematika : 4 jam
6.   IPA Terpadu : 4 Jam
7.   IPS Terpadu : 4 Jam
8.   Seni Budaya : 2 Jam
9.   PJOK : 2 Jam
10. Keterampilan: 2 Jam
11. Muatan Lokal Bahasa Daerah : 2 Jam

Jam Wajib Tambahan (4 Jam)

1.   IPA Terpadu : 1 Jam
2.   Matematika : 1 Jam
3.   Muatan Lokal Potensi Daerah :2 jam

CONTOH ROMBEL TIDAK NORMAL KTSP SMP :

Jam Wajib (34 Jam)

1.   Agama : 2 Jam
2.   PKn: 2Jam
3.   Bahasa Indonesia : 4 jam
4.   Bahasa Inggris : 4 Jam
5.   Matematika : 4 jam
6.   IPA Terpadu : 4 Jam
7.   IPS Terpadu : 4 Jam
8.   Seni Budaya : 2 Jam
9.   PJOK: 2Jam
10. Keterampilan: 2 Jam (tidak normal)
11. TIK : 2 Jam (tidak normal)
12. Muatan Lokal Bahasa Daerah : 2 Jam

Jam Wajib Tambahan (4 Jam)

1.   IPA Terpadu : 2 Jam (tidak normal)
2.   Matematika : 2 Jam (tidak normal)
3.   Muatan Lokal Potensi Daerah :2 jam (tidak normal)

Penjelasan

·       Keterampilan dan TIK Tidak Normal karena total JJM : 4 jam
·       Semua Jam wajib tambahan tidak normal karena total JJM Tambahan 6 Jam

Sumber : Validasi Pengisian Data Aplikasi Dapodikdas 2014 untuk Proses Tunjangan Guru

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:36:00

PENGENALAN BENTUK, UKURAN DAN WARNA MELALUI BERMAIN PLAYDOUGH PADA ANAK USIA DINI

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan pemenuhan persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini.

Oleh : EMERENSIANA B.S.H. MAU (1001181039)         

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA 2014

Skripsi ini telah disetujui dan dipertahankan di Depan Dewan Penguji  pada Tanggal 27 Juni  2014

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini telah diterima oleh panitia ujian sarjana Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Nusa Cendana Kupang Dalam Ujian Skripsi Yang Telah Diselenggarakan Pada :

Hari/Tanggal     : Jumat, 27 Juni 2014    
Tempat             : Ruangan Kuliah PG-PAUD FKIP Undana
Dinyatakan       : LULUS

KATA PENGANTAR

Para pembaca sekalian, di tahun 2014 ini pemikiran dan perhatian kita terfokuskan pada dua peristiwa besar yakni peristiwa kampanye pilpres periode 2014-2019 dan laga piala dunia yang menguras tenaga, pikiran serta emosi. Para cendekiawan lebih tepatnya aktifis pendidikan harus lebih mengarahkan pikiran dan perhatian mereka kepada visi/misi capres dan cawapres yang berkaitan dengan dunia pendidikan khususnya pendidikan anak usia dini.

Salah seorang bakal capres menegaskan visi/misinya tentang “revolusi mental”. “Revolusi mental” berarti proses perubahan daya pikir, interaksi sosial, emosional intelegensi serta penanaman karakter nilai budaya bangsa secara cepat bahkan mendadak. Perubahan mental tidak mampu terjadi secara mendadak jika tanpa “evolusi mental” dari dunia pendidikan.

Proses perubahan daya pikir, sosial emosional dan karakter tidak akan pernah mampu diubah oleh seorang presiden maupun wakil presiden dalam waktu lima tahun atau lebih kecuali seorang guru pendidikan anak usia dini. Sesungguhnya hal urgen yang terlupakan oleh para politikus ini adalah “revolusi mental hanya akan dan pasti akan terjadi apabila dibentuk sejak usia dini” tetapi sayangnya belum pernah terpikirkan untuk menyediakan infrastruktur dengan menyiapkan atau memperhatikan tenaga pendidik anak usia dini yang menunjang tercapainya revolusi mental itu sendiri.

Pendidikan anak sejak dini tentang karakter, nilai-nilai luhur, interaksi sosial, kreatifitas, daya juang, melakukan percobaan, dan melakukan penemuan (inovasi) merupakan dasar revolusi mental sebuah generasi baru.

Berkaitan dengan “revolusi mental” lebih tepatnya “evolusi” mental, penelitian ini ditujukan untuk mengarahkan perhatian anak dalam “menciptakan (inovasi)”  sesuatu yang dibutuhkan untuk mencapai perkembangan kognitif mereka. Menciptakan berarti anak melakukan percobaan dan menemukan hal baru meskipun sangat sederhana. Daya inovasi akan meminimalisir kecenderungan sikap konsumerisme dalam diri anak.

Hal sekecil apapun yang dilakukan pada usia dini akan melahirkan pemikiran kreatif untuk melakukan inovasi terhadap sesuatu yang telah ada pada saat mereka memasuki usia produktif, yang pada akhirnya “mental konsumerisme” berubah menjadi “mental inovasi dan kreasi”.

Skripsi ini akan mengulas bagaimana anak melakukan inovasi terhadap sesuatu yang telah dikenalnya dan tentunya dapat memberikan pengalaman berharga bagi perkembangan kognitif anak yang terfokus pada kemampuan mengenal bentuk, ukuran dan warna.

Senada dengan pandangan Vigotsky (dalam Montolalu, 2008) bahwa bermain merupakan kesempatan bagi anak untuk bereksplorasi, mengadakan penelitian, dan percobaan untuk memperoleh pengetahuan, maka pengalaman pembuatan PlayDough dan bermain PlayDough, dapat membantu anak mengenal berbagai macam konsep bentuk, ukuran dan warna secara mendalam lewat percobaan sederhana.

Semoga skripsi ini dapat memberikan gambaran informasi yang mendalam bagi para pembaca bahwa PlayDough merupakan media pembelajaran yang melahirkan kreatifitas dan motivasi belajar dalam diri anak khususnya dalam pengembangan aspek kognitif.

Kupang, Juni 2014

Penulis

ABSTRAK

Skripsi Emerensiana B. S. H Mau Tahun 2014 dengan judul “Pengenalan Bentuk, Ukuran dan Warna Melalui Bermain PlayDough Pada Anak Usia 4-5 Tahun Di Tk Kristen Dorkas Nunhila Kupang” menitik beratkan pada masalah “bagaimana proses  Pengenalan Bentuk, Ukuran dan Warna Melalui Bermain PlayDough Pada Anak Usia 4-5 Tahun di TK Kristen Dorkas Nunhila Kupang?” dengan tujuan penelitian yakni untuk menggambarkan secara jelas dan mendalam tentang proses pengenalan bentuk, ukuran dan warna melalui bermain playdough pada anak usia 4-5 tahun di TK kristen dorkas nunhila kupang.

Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan menggunakan teknik observasi dan wawancara. Untuk mendapatkan data dan informasi akurat yang dibutuhkan, peneliti menentukan seorang anak sebagai informan utama. Dalam proses pengabsahan data, peneliti menggunakan triangulasi teknik dengan menggunakan data dokumen sebagai data pembanding, triangulasi sumber menggunakan data hasil wawancara orangtua dan guru dengan data observasi dan wawancara pada anak serta menggunakan triangulasi teori.

Penelitian berlangsung di TK Kristen Dorkas Nunhila Kupang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pengenalan bentuk, ukuran dan warna melalui bermain PlayDough dapat memberikan kontribusi penting bagi perkembangan kognitif anak yakni kemampuan mengenal bentuk, ukuran dan warna. Selain itu, melalui bermain PlayDough daya konsentrasi, minat, ketekunan dan rasa ingin tahu anak terus berkembang melalui pengalaman langsung yang dialami oleh anak, juga kemampuan motorik halus dan bahasa anak turut berkembang selama proses bermain PlayDough.

Emerensiana B. S. H Mau Thesis 2014 with the title “The Introduction Of The Shapes, Sizes And Colors Through Play Pladough On Early Childhood (Case Studies In Christian  Kindergarten Dorcas Nunhila Kupang) with emphasis on the problem of “how the process of introduction of the shapes, sizes and colors through play playdough on early childhood in christian kindergarten dorcas nunhila kupang?” with a research purpose, namely to describe clearly and deeply about the process of introduction of shapes, sizes and colors through paly playdough on on early childhood in christian kindergarten dorcas nunhila kupang.

The method used the qualitative approach using observation, and interviews as a data collector field. In the process pengabsahan data, researchers using triangulation techniques using data document as data comparison, using data sources triangulation interviews parents ad teachers by the results of observation and interviews as well as using triangulation theory.

The study took place in a christian kidergarten dorcas nunhila kupang. The result showed that the indtroduction of shapes, sizes and colors through play pladough can make an important contribution of the development of the child’s cognitive ability to recognize shapes, sizes and colors. In addition, through play pladough concentration, interest, perseverance an curiosity of children continue to grow through direct experience suffered by children, also fine motor skill and co-developing chlidren’s language during play playdough.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang

Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang diarahkan untuk mengembangkan seluruh ranah perkembangan anak, baik aspek nilai moral agama, fisik motorik, bahasa, kognitif maupun sosial emosional. Kelima aspek perkembangan ini harus dikembangkan dan ditingkatkan secara seimbang dan berkesinambungan karena pada dasarnya kelima aspek ini saling berhubungan satu sama lain.

Anak usia 4-5 tahun merupakan rentang masa peka (golden age). Anak-anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya pengembangan seluruh potensi mereka. Masa peka adalah masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan yakni lingkungan pendidikan. Masa ini merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan potensi yang ada dalam diri anak. Oleh sebab itu dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal.

Karena anak usia 4-5 tahun berada dalam rentang usia peka, maka seluruh aspek pengetahuan anak perlu dikembangkan. Piaget (dalam Khasanah.2013) mengatakan bahwa pengetahuan terdiri dari tiga jenis, yaitu pengetahuan fisik, pengetahuan logika matematika dan pengetahuan sosial. Pengetahuan fisik merupakan jenis pengetahuan yang meliputi objek-objek di alam dan karakteristiknya, seperti warna, berat, ukuran, tekstur dan segala sesuatu yang dapat diamati dan berkaitan dengan benda. Pengetahuan fisik disebut juga pengetahuan nyata. Hal ini berkaitan dengan benda-benda yang dapat dilihat, diraba, disentuh, didengar, dan dirasa. Pengetahuan fisik adalah pengetahuan yang berkembang pada anak. Pengetahuan ini adalah pengetahuan dasar karena merupakan pembentuk utama dari struktur mental yang mendasari bentuk-bentuk pengetahuan lain. Pengetahuan fisik berkembang melalui pengamatan anak dan interaksi anak dengan objek dan lingkungan.

Sujiono (2005) menyatakan bahwa pengembangan pengetahuan fisik dalam mengenal konsep bentuk, ukuran dan warna memiliki beberapa indikator yang hendaknya dicapai anak yaitu:

1)      Memilih benda menurut warna, bentuk dan ukuran,
2)      Mencocokkan benda menurut warna, bentuk dan ukuran,
3)  Membandingkan benda menurut ukurannya (besar-kecil, panjang-lebar, tinggi-rendah),
4)      Mengukur benda secara sederhana,
5)      Mengerti dan mengunakan bahasa ukuran seperti besar- kecil, tinggi-rendah, panjang-pendek dan sebagainya,
6)      Menciptakan bentuk dari kepingan geometri,
7)      Mencontoh bentuk-bentuk geometri,
8)      Menyebut, menunjukan dan mengelompokkan segi empat,
9)      Menyusun menara dari delapan kubus,
10)  Mengenal ukuran panjang berat dan isi serta meniru pola dengan empat kubus.

National Council of Teacher of Mathematics (NCTM,2000, dalam Carol & Barbara. 2008)  mengemukakan bahwa pengenalan Bentuk, Ukuran dan Warna merupakan standar anak memahami pengetahuan dasar matematika. Kegiatan penggolongan (klasifikasi), mengelompokan, dan membandingkan benda-benda yang serupa atau memiliki kesamaan merupakan salah satu proses penting untuk mengembangkan konsep bilangan.

Berdasarkan pandangan tersebut, dapat dipahami bahwa selain pengetahuan yang mendasar dalam pembentukan mental bagi pengetahuan lainnya, Kemampuan anak mengenal dan membedakan sesuatu objek berdasarkan bentuk, ukuran dan warna pun dapat memberikan potensi berkembangnya kecerdasan logika matematika anak.

Fakta yang ditemukan di lapangan pada waktu kegiatan PPL selama kurang lebih 6 bulan, peneliti menemukan anak-anak yang berusia 4-5 tahun memiliki kemampuan mengenal dan membedakan berbagai objek berdasarkan bentuk, ukuran dan warna  masih berada pada taraf yang sangat minim jika bertolak dari karakteristik perkembangan kognitif anak seusia mereka. Mereka mampu mengidentifikasi benda berdasarkan bentuk, ukuran dan warna apabila mereka menjawab bersama teman lain (hanya mengikuti teman lain) tetapi ketika diberi kesempatan untuk menjawab sendiri anak-anak tertentu belum mampu menjawabnya dengan benar.

Dari anak berjumlah 13 orang, hanya sekitar 3 orang (23,07%) yang mampu menjawab dengan benar dan sekitar 10 orang anak (76,92%) belum mampu mengenal dan membedakan bentuk, ukuran dan warna. Keadaan tersebut disebabkan oleh kurangnya kreatifitas guru untuk menciptakan media pembelajaran yang menarik bagi anak.

Guru hanya mengarahkan anak untuk bermain bebas di setiap sentra, dan bermain tanpa adanya suatu pengawasan dalam bentuk  keikutsertaan  pada saat anak bermain agar guru dapat mengeksplor pemahaman anak tentang hal yang akan dikembangkan melalui pertanyaan-pertanyaan eksplorasi. Selain itu, guru belum mampu memodifikasi media khususnya media PlayDough untuk mengembangkan kemampuan anak mengenal bentuk, ukuran dan warna yang ternyata media PlayDough sangat dapat dikreasikan untuk memberikan suatu pemahaman kepada anak. 

Pengenalan bentuk, ukuran dan warna dapat dilakukan melalui kegiatan bermain. Dunia anak merupakan dunia bermain dan anak belajar melalui bermain, maka guru dapat memperkenalkan bentuk, ukuran dan warna kepada anak tanpa harus mencari-cari metode pembelajaran yang menyusahkan bagi anak. Bermain merupakan media yang amat diperlukan untuk proses berpikir karena menunjang perkembangan intelektual melalui pengalaman yang memperkaya cara berpikir anak-anak. Penyelidikan Vigotsky (dalam Montolalu, 2008), membenarkan adanya hubungan erat antara bermain dengan perkembangan kognitif.

Bermain memberikan  kesempatan bagi anak untuk bereksplorasi, mengadakan penelitian, mengadakan percobaan untuk memperoleh pengetahuan. Bermain juga membawa kesempatan bagi anak untuk bereksplorasi, mengadakan penelitian-penelitian, mengadakan percobaan dan menumbuhkan daya imajinasi melalui kegiatan membentuk benda-benda seperti binatang sesuai imajinasi anak menggunakan tanah liat, PlayDough ( plastisin) dan balok (Montolalu, 2008).

Salah satu kemampuan kognitif yang dapat dikembangkan melalui kegiatan bermain yakni kemampuan mengenal benda berdasarkan bentuk, ukuran dan warna menggunakan PlayDough.

PlayDough merupakan salah satu media yang tepat untuk membantu anak mengenal dan membedakan objek berdasarkan bentuk, ukuran dan warna. Melalui bermain playDough, anak membentuk berbagai objek dengan ukuran yang berbeda, anak dapat memanipulasi berbagai bentuk geometris menggunakan adonan PlayDough, serta anak dapat mengenal jenis warna yang terdapat dalam adonan PlayDough  tersebut.

Dengan membentuk berbagai objek berdasarkan bentuk, ukuran dan warna, anak dapat mengembangkan daya pikir yakni daya imajinasi yang melahirkan kreatifitas dari dalam diri anak. US Departemen of Health and Human Services,2001 (dalam Swartz,2005), mengemukakan bahwa melalui bermain PlayDough, anak dapat mengembangkan kemampuannya di berbagai aspek seperti sosial emosional, bahasa, seni kreatifitas, dan kognitif (matematika yang berkaitan dengan pengenalan benda berdasarkan bentuk, ukuran, dan warna).

Pengalaman dengan bermain PlayDough (Plastisin) memungkinkan anak untuk bereksperimen dan bereksplorasi dengan cara yang bervariasi. Melalui bermain PlayDough, anak dapat menunjukan dan meningkatkan minat serta kesadaran angka dan menghitung sebagai sarana untuk memecahkan masalah dan menentukan kuantitas. Anak juga mulai menggunakan bahasa untuk membandingkan jumlah benda dengan istilah seperti lebih, kurang, lebih besar, kurang dari dan sama dengan.

Selain itu anak juga dapat mengembangkan kemampuan menggabungkan, memisahkan benda sesuai jumlah, dapat membedakan benda yang memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda serta anak dapat membangun pemahaman tentang letak suatu benda seperti di atas, di bawah, di depan, di belakang, di luar dan di dalam (Swartz,2005). Dari ulasan di atas dapat menjembatani pikiran kita bahwa bermain PlayDough cukup urgen dalam mengembangkan kemampuan anak mengenal konsep bentuk, ukuran dan warna.

Dengan adanya fenomena yang terungkap serta memahami begitu bermanfaatnya kegiatan bermain PlayDough bagi kemampuan anak mengenal bentuk, ukuran dan warna, maka peneliti terinspirasi untuk melakukan suatu penelitian dengan judul  “Pengenalan Bentuk, Ukuran dan Warna Melalui Bermain PlayDough Pada Anak Usia 4-5 Tahun di TK Kristen Dorkas Nunhila Kupang”.

Download skripsi tentang Pengenalan Bentuk, Ukuran dan Warna Melalui Bermain Playdough Pada Anak Usia Dini (Studi Kasus Di TK. Kristen Dorkas Nunhila Kupang), silahkan download di sini… Semoga bermanfaat dan terimakasih…

Pengirim Karya Tulis : rinche.halle@yahoo.co.id

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:25:00

LIMA INDEKS PENDIDIKAN INDONESIA MENDESAK DITERAPKAN PADA TAHUN 2015

Fokus utama pembangunan pendidikan adalah menghasilkan lulusan yang lebih baik. Untuk itu, indeks pendidikan sebagai instrumen pengukuran dan acuan dalam merencanakan program pendidikan ke depan mendesak untuk diterapkan.

Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Pemjaminan Mutu Pendidikan Kemdikbud Syawal Gultom mengatakan, ada lima indeks pendidikan yang mendesak diterapkan pada tahun depan.


Pertama, kata dia, adalah indeks kompetensi lulusan untuk seluruh jenjang. “Kompetensi dalam arti komprehensif, kalau kita bicara kompetensi selalu di dalamnya ada sikap dan mental,” katanya pada talkshow dengan tema “Pembinaan Profesi Guru” yang disiarkan di TV One, Kamis (2/10/2014).

Syawal mengatakan, indeks kedua adalah indeks kinerja guru. Menurut dia, indeks kinerja guru harus ditentukan secara jelas. Misalnya, kata dia, ada basis yang digunakan untuk menghitung upaya dalam rangka membina guru ke depan. “Supaya jangan ada lagi sinyalemen seperti guru kita kurang adaptif,” katanya.

Adapun indeks ketiga adalah indeks kepala sekolah (kepsek). Dia menyebutkan, dengan jumlah sekolah di Indonesia sebanyak 207 ribu maka dibutuhkan kepala sekolah sebanyak 207 ribu juga. Saat ini, kata dia, ada sebanyak 260 ribu master teacher. “Kita berharap ini (kepsek) akan jadi jabatan karir. Master teacher itu nanti yang bisa jadi kepala sekolah,” katanya.

Selanjutnya, indeks keempat adalah indeks kinerja pengawas, sedangkan kelima adalah indeks efektivitas sekolah berdasarkan delapan standar nasional pendidikan (SNP). “Kalau lima indeks ini bisa kita kerjakan di 2015 saya yakin kita akan tahu persis upaya-upaya apa yang kita lakukan untuk mendorong kinerja guru,” katanya.

Syawal mengingatkan, guru harus menyadari betul posisi strategisnya terhadap pembangunan bangsa ini. Guru yang ideal, kata dia, adalah guru yang bisa menginspirasi muridnya lewat ucapan, perilaku, dan perbuatan. “Jangan pernah lelah, jangan pernah menyerah. Tampil prima dengan materi segar yang selalu ditunggu terus oleh muridnya,” katanya. (Agung SW)

Sumber artikel : Kemdikbud RI

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:21:00

MASYARAKAT MADANI - MAKALAH PKN


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sebagai teori atau konsep, civil society sebenarnya sudah lama dikenal sejak masa Aristoteles pada zaman Yunani Kuno, Cicero, pada zaman Roma Kuno, pada abad pertengahan, masa pencerahan dan masa modern. Dengan istilah yang berbeda-beda, civil society mengalami evolusi pengertian yang berubah dari masa ke masa. Di zaman pencerahan dan modern, istilah tersebut dibahas oleh para filsuf dan tokoh-tokoh ilmu-ilmu sosial seperti Locke, Hobbes, Ferguson, Rousseau, Hegel, Tocquiville, Gramsci, Hebermas.Dahrendorf, Gellner dan di Indonesia dibahas oleh Arief Budiman, M.Amien Rais, Fransz, Magnis Suseso, Ryaas Rasyid, AS. Hikam, Mansour Fakih.
Mewujudkan masyarakat madani adalah membangun kota budaya bukan sekedar merevitalisasikan adab dan tradisi masyarakat local, tetapi lebih dari itu adalah membangun masyarakat yang berbudaya agamis sesuai keyakinan indvidu, masyarakat berbudaya yang saling cinta dan kasih yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan.
Peradaban adalah istilah Indonesia sebagai terjemahan dari civilization. Asal katanya artinya kehalusan, pembawaan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun, tata-susila, kemanusiaan atau kesasteraan. Ungkapan lisan dan tulisan tentang masyarakat madani semakin marak akhir-akhir ini seiring dengan bergulirnya proses reformasi di Indonesia. 
Proses ini ditandai dengan munculnya tuntutan kaum reformis untuk mengganti Orde Baru yang berusaha mempertahankan tatanan masyarakat yang status quo menjadi tatanan masyarakat yang madani. Untuk mewujudkan masyarakat madani tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Namun, memerlukan proses panjang dan waktu serta menuntut komitmen masing-masing warga bangsa ini untuk mereformasi diri secara total dan konsisten dalam suatu perjuangan yang gigih. Karena itulah untuk itu kami mencoba untuk menulusuri konsep pemikiran masyarakat tentang asas-asas masyarakat madani dengan tujuan ingin mengetahui sejauh mana masyarakat mengetahui tentang masyarakat madani.

B. Tujuan Penulisan
• Untuk menambah wawasan pengetahuan pembaca.
• Untuk membangkitkan rasa nasionalisme kebangsaan sebagai warga negara yang menganut asas pancasila.
• Untuk Mengetahui sejauh mana pandangan seseorang tentang suatu kelompok atau organisasi Indonesia dalam menjalankan kegiatannya sesuai dengan asas “Masyarakat Madani”.

C. Rumusan Masalah
• Apa pengertian Masyarakat Madani itu ?
• Bagaimana sejarah perkembangan masyarakat madani ?


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Masyarakat Madani
Wacana tentang Masyarakat Madani di Indonesia memiliki banya kesamaan istilah dan penyebutan, namun memiliki karakter dan peran yang berbeda satu dari yang lainnya. Dengan merujuk sejarah perkembangan masyarakat sipil (civil society) di Barat, sejumlah ahli di Indonesia menggunakan istilah yang berbeda untuk maksud serupa: masyarakt sipil yang umumnya memiliki peran dan fungsi yang berbeda dengan lembaga negara yang dikenal dewasa ini. 
Untuk pertama kali istilah Masyarakat Madani dimunculkan oleh Anwar Ibrahim mantan wakil perdana menteri Malaysia. Menurut Anwar Ibrahim, sebagaimana dikutip Dawam Rahardjo, Masyarakat Madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat. Inisiatif dari individu dan masyarakat akan berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan individu. Ibrahim juga menyebutkan definisi negatif dengan melukiskan keadaan manusia yang bertentangan dengan ciri-ciri Masyarakat Madani. Lebih lanjut ia mengatakan
Kemelut yang diderita umat manusia seperti meluasnya keganasan, sikap melampaui dan tidak tasamuh kemiskinan dan kemelaratan ketidakadilan dan kebejatan sosial. Kejahilan, kelesuan intelektual serta kemuflisan budaya adalah manifestasi kritis masyarakat madani. Kemelut ini kita saksikan di kalangan masyarakat Islam, baik di Asia maupun afrika, seolah-olah umat terjerumus kepada satu kezaliman; kezaliman akibat kediktatoran atau kezaliman yang timbul dari runtuhnya atau ketiadaan order politik serta peminggiran rakyat dari proses politik.
Mengacu pada definisi ideal dan kondisi berlawanan Masyarakat Madani, menurut Ibrahim, masyarakat sipil di kawasan Asia dan Afrika masih jauh dari ciri-ciri ideal Masyarakat Madani. Masyarakat sipil di belahan dunia ini masih berkutat dengan kemiskinan, ketidakadilan ketiadaan tatanan, peminggiran politik dan kentalnya budaya tidak toleran. Dari kesimpulan Ibrahim, nampak sekali cita ideal masyarakat sipil yang hendak ia rumuskan masih bersumber pada realitas social masyarakat sipil di dunia Barat. Menurut Anwar Ibrahim, masyarakat madani mempunyai ciri-cirinya yang khas: kemajemukan budaya (multicultural), hubungan timbal balik (reprocity), dan sikap saling
memahami dan menghargai. Lebih lanjut Anwar Ibrahim menegaskan bahwa karakter Masyarakat madani ini merupakan "guiding ideas", meminjam istilah Malik Bennabi, dalam melaksanakan ide-ide yang mendasari masyarakat madani, yaitu prinsip moral, keadilan, keseksamaan, musyawarah dan demokrasi.
Sejalan dengan gagasan Anwar Ibrahim, Dawam Rahardjo mendefinisikan masyarakat madani sebagai proses penciptaan peradaban yang mengacu kepada nilai-nilai kebijakan bersama. Menurutnya, dalam masyarakat madani, warga Negara bekerja sama membangun ikatan sosial, jaringan produktif dan solidaritas kemanusian yang bersifat non-negara. Selanjutnya Dawam menjelaskan, dasar utama dari masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi sosial yang didasarkan pada suatu pedoman hidup, menghindarkan diri dari konflik dan permusuhan yang menyebabkan perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan.
Sejalan dengan ide-ide di atas, menurut Azyumardi Azra, masyarakat madani lebih dari sekedar gerakan pro-demokrasi, karena ia juga mengacu pada pembentukan masyarakat berkualitas dan ber-tamadun (civility). Sejalan dengan pandangan di atas, Nurcholish Madjid menegaskan bahwa makna masyarakat madani berakar dari kata "civility" yang mengandung makna toleransi, kesediaan pribadi-pribadi untuk menerima pelbagai macam pandangan politik dan tingkah laku sosial.
Sebelum membahas wacana Masyarakat Madani di Indonesia, seyogianya kita berkenalan secara ringkas sejarah perkembangan wacana civil society di Barat.

2.2 Sejarah Pemikiran Masyarakat Madani (Civil Society)
Adalah filsuf Yunani Aristoteles (384-322 SM) yang memandang civil society sebagai sistem kenegaraan atau identik dengan negara itu sendiri. Pandangan ini merupakan fase pertama sejarah wacana civil society. Tentu saja pandangan ini telah berubah sama sekali dengan rumusan civil society yang berkembang dewasa ini, yakni masyarakat sipil di luar dan penyeimbang lembaga negara. Mazhab pandangan Aristoteles selanjutnya dikembangkan oleh Marcus Tullius Cicero (106-43 SM), Thomas Hobbes (1588-1679 SM) dan John Locke (1632-1704 SM).
Pada masa Aristoteles civil society dipahami sebagai sistem kenegaraan dengan menggunakan istilah koinonia politike, yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonomi-politikdan pengambilan keputusan. Istilah koinonia politike yang dikemukakan oleh Aristoteles ini digunakan untuk menggambarkan sebuah masyarakat politis dan etis dimana warga negara di dalamnya berkedudukan sama di depan hukum. Hukum sendiri dianggap etos, yakni seperangkat nilai yang disepakati tidak hanya berkaitan dengan prosedur politik, tetapi juga sebagai substansi dasar kebijakan dari berbagai bentuk interaksi di antara warga negara.
Berbeda dengan Aristoteles, Marcus Tullius Cicero (106-43 SM) menamakannya dengan societies civilies, yaitu sebuah komunitas yang mendominasi komunitas yang lain. Istilah yang digunakan Cicero lebih menekankan pada konsep negara kota (city-state), yakni untuk menggambarkan kerajaan, kota dan bentuk korporasi lainnya, sebagai kesatuan yang terorganisir. Rumusan Cicero ini lebih menekankan pada konsep civility atau kewargaan di satu pihak dan urbanity yakni budaya kota di lain pihak. Kota, dalam pengertian itu, bukan hanya sekedar sebuah konsentrasi penduduk, tetapi sebagai pusat kebudayaan dan pusat pemerintahan.
Rumusan civil society selanjutnya dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-1679 M) dan John Locke (1632-1704), yang memandangnya sebagai kelanjutan dari evolusi natural society. Menurut Hobbes, sebagai entitas negara civil society mempunyai peran untuk meredam konflik dalam masyarakat sehingga ia harus memiliki kekuasaan mutlak, sehingga ia mampu mengontrol dan mengawasi secara ketat pola-pola interaksi (prilaku politik) setiap warga negara.
Berbeda dengan Hobbes, menurut John Locke, kehadiran civil soci ety adalah untuk melindungi kebebasan dan hak milik setiap warga negara. Mengingat sifatnya yang demikian itu, civil society tidaklah absolut dan harus membatasi perannya pada wilayah yang tidak bisa dikelola masyarakat dan memberikan ruang yang manusiawi bagi warga negara untuk memperoleh haknya secara adil dan proporsional.
Fase kedua, pada tahun 1767 Adam Ferguson mengembangkan wacana civil society dengan konteks sosial dan politik di Skotlandia. Berbeda dengan pendahulunya, Ferguson lebih menekankan visi etis pada civil society dalam kehidupan sosial. Pemahamannya ini lahir tidak lepas dari pengaruh dampak revolusi industri dan kapitalisme yang melahirkan ketimpangan sosial yang mencolok.
Menurut Ferguson, ketimpangan sosial akibat kapitalisme harus dihilangkan, la yakin bahwa publik secara alamiah memiliki spirit solidaritas sosial dan sentimen moral yang dapat menghalangi munculnya kembali despotisme. Kehawatiran Ferguson atas semakin menguatnya sikap individulistis dan berkurangnya tanggungjawab sosial masyarakat mewarnai pandangannya tentang civil society pada fase ini. 
Fase ketiga, berbeda dengan pendahulunya, pada 1792 Thomas Paine mulai memaknai wacana civil society sebagai sesuatu yang berlawanan dengan lembaga Negara, bahkan ia dianggap sebagai antitesa negara. Bersandar pada paradigma ini, peran negara sudah saatnya dibatasi. Menurut pandangan ini negara tidak lain hanyalah keniscayaan buruk belaka. Konsep negara yang absah, menurut mazhab ini, adalah perwujudan dari delegasi kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat demi terciptanya kesejahteraan bersama. Semakin sempurna sesuatu masyarakat sipil, semakin besar pula peluangnya untuk mengatur kehidupan warganya sendiri.

2.3. Karakter Masyarakat Madani
Karaketeristik masyarakat madani dimaksudkan untuk menjelaskan dalam merealisasikan wacana masyarakat madani diperlukan persyaratan-persyaratan yang menjadi nilai universal dalam penegakan masyarakat madani, karateristik tersebut antara lain:
- FREE PUBLIC SPHERE
Maksudnya adalah ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat.
- DEMOKRATIS
Merupakan satu entitas yang penegak wacana masyarakat madani, warga Negara memiliki kebebasan penuh untuk menjalankan aktivitas sehariannya. Jadi Demokratis berarti masyarakat dapat berlaku santun dalam pola hubungan interaksi dengan masyarakat sekitarnya dengan tidak mempertimbangkan suku, ras, dan agama.
- TOLERAN
Merupakan sikap yang dikembangkan dalam masyarakat madani untuk menunjukkan saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan oleh orang lain.
- PLURALISME
Menurut Nurchalish Madjid adalah pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaaban dan pluralisme adalah juga suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia.
- KEADILAN SOSIAL
Maksudnya adalah keseimbangan dan pembagian yang profesional terhadap hak dan kewajiban setiap warga Negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan.


BAB III
PENUTUP

Masyarakat Madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam al-Quran, gambaran masyarakat ideal itu dinyatakan dengan “baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur” (negerimu adalah negeri yang baik dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha pengampun).
Kata Madani merupakan penyifatan terhadap kota Madinah, yaitu sifat yang ditunjukkan oleh kondisi dan sistem kehidupan yang berlaku di kota Madinah pada masa kepemimpinan Nabi Muhammad saw.


DAFTAR PUSTAKA

Azyumardi, Azra. 2000. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani.Jakarta: Tim ICCE UIN.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:20:00