Pembaharuan Hukum Sebagai Upaya Meningkatkan Eksistensi Balai Harta Peninggalan Dalam Pelayanan Hukum
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat dewasa ini telah memasuki era baru, yaitu era Reformasi. Reformasi pada dasarnya merupakan gerakan moral dan kultural untuk mengaktualisasikan kembali secara konsisten nilai-nilai dasar (core values) negara hukum. Berdasarkan kedua nilai-nilai dasar tersebut akan dibangun masyarakat Indonesia baru, yaitu masyarakat yang lebih demokratis, lebih berkeadilan, menghargai harkat dan martabat manusia serta yang lebih menempatkan hukum sebagai suatu yang .supreme. dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara1.
Masyarakat Indonesia tengah berusaha menegakkan kembali nilai-nilai dasar Negara yang berdasar atas hukum. Supremasi hukum menghendaki bahwa dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi, sistem hukumlah yang harus dijadikan pegangan sebagai satu-satunya ukuran yang tertinggi. Dengan demikian, penegakan supremasi hukum tidak perlu mengabaikan perhatian terhadap aspek pembangunan lainnya.
Pembangunan merupakan upaya sadar yang dilakukan untuk merubah suatu kondisi dari suatu tingkat yang dianggap kurang baik ke kondisi baru pada tingkat kualitas yang dianggap baik atau paling baik2. Pembangunan yang dilaksanakan tentu saja pembangunan yang memiliki pijakan hukum yang jelas, bisa dipertanggungjawabkan, terarah serta proporsional antara aspek fisik (pertumbuhan) dan non fisik. Apabila diteliti, semua masyarakat yang sedang membangun selalu dicirikan oleh perubahan, bagaimanapun didefinisikan pembangunan itu dan apapun ukuran yang dipergunakan bagi masyarakat dalam pembangunan. Peranan hukum dalam pembangunan adalah untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan suasana damai dan teratur3.
Istilah pembaharuan hukum sebenarnya mengandung makna yang luas mencakup sistem hukum. Menurut Friedman, sistem hukum terdiri atas struktur hukum (structure), substansi/materi hukum (substance), dan budaya hukum (legal culture).4 Ketika membahas pembaharuan hukum, maka pembaharuan yang dimaksudkan adalah pembaharuan sistem hukum secara keseluruhan yang meliputi struktur hukum, materi dan budaya hukum.
Dalam prosesnya, pembangunan ternyata ikut membawa konsekuensi terjadinya perubahan-perubahan atau pembaharuan pada aspek-aspek sosial lain termasuk di dalamnya peranan hukum. Artinya, perubahan yang dilakukan (dalam bentuk pembangunan) dalam perjalanannya menuntut adanya perubahan-perubahan dalam bentuk hukum. Perubahan hukum ini memiliki arti yang positif dalam rangka menciptakan hukum baru yang sesuai dengan kondisi pembangunan dan nilai-nilai hukum masyarakat.
Bidang hukum diakui memiliki peran yang sangat strategis dalam memacu percepatan pembangunan suatu negara. Usaha ini tidak semata-mata dalam rangka memenuhi tuntutan pembangunan jangka pendek tetapi juga meliputi pembangunan jangka menengah dan jangka panjang, walaupun disadari setiap saat hukum bisa berubah sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang menghendakinya. Di negara-negara berkembang pembaharuan hukum merupakan prioritas utama, terlebih jika negara dimaksud merupakan negara yang baru merdeka dari penjajahan bangsa/negara lain. Oleh karena itu, di negara-negara berkembang pembaharuan hukum senantiasa mengesankan adanya peranan ganda, yaitu :
1. Merupakan upaya untuk melepaskan diri dari lingkaran struktur hukum kolonial. Upaya tersebut terdiri atas penghapusan, penggantian, dan penyesuaian ketentuan hukum warisan kolonial guna memenuhi tuntutan masyarakat kolonial.
2. Pembaharuan hukum berperan pula dalam mendorong proses pembangunan, terutama pembangunan ekonomi yang memang diperlukan dalam rangka mengejar ketertinggalan dari negara maju, dan yang lebih penting adalah demi peningkatan kesejahteraan masyarakat warga negara.
Saat ini di Indonesia masih terdapat banyak peraturan-peraturan hukum yang sudah tidak up to date namun tetap dipertahankan. Dalam rangka menyongsong era global dan pasar bebas mendatang, jelas peraturan-peraturan hukum tersebut memerlukan revisi dan jika perlu diubah total dengan bobot materi yang mencerminkan gejala dan fenomena masyarakat saat ini.
Di Indonesia, pembaharuan hukum itu memang lebih menampakkan wujudnya dalam undang-undang. Walaupun bentuk-bentuk lain juga tidak semestinya diabaikan, seperti putusan pengadilan (yurisprudensi) yang menjadi konsepsi hukum utama yang berlaku di negara-negara Anglo Saxon seperti Amerika. Namun yang pasti, pengembangan konsepsionil dari pada hukum sebagai sarana pembaharuan sosial di Indonesia lebih luas jangkauan dan ruang lingkupnya dari pada di tempat kelahirannya sendiri (Amerika), karena beberapa hal :
1) Lebih menonjolkan perundang-undangan dalam proses pembaharuan hukum di Indonesia, walaupun yurisprudensi juga memegang peranan, berlainan dengan di Amerika Serikat dimana teori Pound itu ditujukan terutama pada peranan pembaharuan yang diharapkan dari keputusan-keputusan pengadilan, khususnya keputusan Supreme Court sebagai mahkamah tertinggi.
2) Setiap yang menunjukkan kepekaan terhadap kenyataan masyarakat menolak aplikasi .mechanistis. dari konsepsi .law as a tool of social engineering.. Aplikasi imekanistis demikian yang digambarkan dengan kata .tool. akan mengakibatkan hasil yang tidak banyak berbeda dengan penerapan yang dalam sejarah hukum di Indonesia (Hindia Belanda) telah ditentang dengan keras. Dalam perkembangannya di Indonesia, maka konsepsi (teoritis) hukum sebagai alat/sarana pembaharuan ini dipengaruhi pula oleh pendekatanpendekatan filsafat budaya dan Northrop dan pendekatan .policy oriented. dari Laswell dan Mc. Dougal.5
Jika persoalan-persoalan dalam rangka pembaharuan hukum tidak diatasi, mustahil hukum sebagai sarana yang berfungsi mengkomformikan konflik-konflik sosial masyarakat sebagaimana dikehendaki Pound akan terwujud padahal ke depan menurut Pound, hukum tidak hanya berfungsi sebagai alat kontrol semata melainkan lebih dari itu berfungsi membawa atau menggerakkan masyarakat ke suasana yang lebih baik.
Hal ini bisa dipahami dari pernyataannya yang mengatakan bahwa tugas pokok pemikiran modern mengenai hukum adalah tugas rekayasa sosial, yakni .to construct as efficient a society with minimal friction and waste of resources. (menata masyarakat secara efisien dan baik, di mana kepada setiap warga masyarakat dijamin pemuasan maksimum dari setiap kepentingankepentingannya dengan friksi (pertentangan) dan pemborosan sumber daya seminimal mungkin6.
Reformasi yang diharapkan tersebut adalah reformasi di segala bidang, dan salah satunya di bidang hukum. Reformasi hukum tersebut dapat juga dikatakan sebagai suatu perubahan ataupun pembaharuan hukum. Pembaharuan hukum tersebut dapat juga meliputi beberapa bidang hukum yang ada, seperti hukum pidana, hukum perdata, hukum tata negara, hukum administrasi negara dan sebagainya. Pembaharuan hukum di bidang hukum administrasi negara belum terlaksana dan salah satunya adalah di Balai Harta Peninggalan.
Lembaga Balai Harta Peninggalan (wesskamer en derboedekamer) adalah merupakan suatu institusi yang didirikan untuk pertama kalinya di Jakarta. Keberadaan BHP di Jakarta dinyatakan dalam ketentuan Pasal 415 KUH-Perdata, yaitu bahwa BHP harus ada di tiap-tiap daerah hukum Raad van Justitie (Pengadilan Negeri) yang dahulu hanya ada dibeberapa tempat seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, X, Padang, Makasar yang kemudian diikuti lagi dengan pendirianpendirian perwakilannya yang jauh dari ibukota. Selanjutnya disebutkan bahwa di mana terdapat Lembaga Balai Harta Peninggalan maka di sana terdapat pula dengan apa yang disebut Lembaga Dewan Perwalian (voogdyraad), Pasal 416 dan Pasal 415 KUPerdata7.
Maksud dan tujuan pembentukan BHP pada mulanya untuk memenuhi kebutuhan orang-orang VOC. Makin meluasnya kekuasaan VOC di Indonesia, maka timbullah kebutuhan bagi para anggotanya, khususnya dalam mengurusi harta-harta yang ditinggalkan oleh mereka bagi kepentingan ahli warisnya yang berada di Nederland, anak yatim piatu dan sebagainya, untuk menanggulangi kebutuhankebutuhan itulah oleh Pemerintah Belanda dibentuk suatu lembaga yang diberi nama BHP pada tanggal 1 Oktober 1624 berkedudukan di Jakarta seperti tersebut di atas. Kemudian berkembang dan meluas mencakup mereka yang termasuk golongan Eropah, China dan Timur Asing lainnya.
BHP merupakan unit pelaksana penyelenggara hukum di bidang harga peninggalan, perwalian, kepailitan di lingkungan Departemen Kehakiman yang berada dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Hukum dan Perundangundangan sekarang Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum melalui Direktur Perdata.
Dalam menjalankan tugasnya sehari-hari ditinjau dari segi teknis, BHP di bawah Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-undangan sekarang Direktorat Administrasi Hukum Umum, sedangkan dari segi fasilitatif di bawah Kantor Wilayah Departemen Kehakiman8 sekarang Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Saat ini ada 5 (lima) BHP di Indonesia yang berkedudukan di Jakarta, Semarang, Surabaya, X dan Ujung Pandang dengan wilayah kerja masingmasing sebagai berikut :
1) BHP Jakarta meliputi Propinsi DKI Jakarta, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Barat.
2) BHP Surabaya meliputi Propinsi Jawa, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.
3) BHP X meliputi Propinsi Sumatera Utara, D.I. Aceh atau Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Riau, Sumatera Barat dan Bengkulu.
4) BHP Ujung Pandang meliputi Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, dan Maluku.
5) BHP Semarang meliputi Propinsi Irian Jaya, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Adapun perwakilan-perwakilan BHP yang ada di daerah telah dilikuidasi atau dihapus dengan melalui Surat Keputusan Menteri Kehakiman Nomor : M.02.07.01 Tahun 1986, Nomor : 04-PR.07.01 Tahun 1987 dan Nomor : M.06-PR.07.01 Tahun 1987 dan tanggal 05 September 1987, perwakilan-perwakilan tersebut sebanyak 32 BHP.
Dengan dihapuskannya perwakilan-perwakilan BHP di daerah, maka segala tugas teknis dikembalikan kepada BHP yang membawahinya dan hal-hal yang berhubungan dengan personil dan inventaris perwakilan tersebut diserahkan kepada Kantor Wilayah Departemen Kehakiman setempat (Pasal 2 junto Pasal 3 Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M.01-PR.08.01 Tahun 1987 tanggal 24 Januari 1980 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas BHP pada Perwakilan-perwakilan yang dihapus). Penghapusan beberapa kantor perwakilan BHP sebagaimana tersebut diatas tidak merubah struktur organisasi Balai Harta Peninggalan yang telah ada.
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, BHP didukung oleh peraturan-peraturan yang ada serta kebijaksanaan pemerintah berupa Surat Keputusan Menteri, Instruksi Menteri dan Surat-surat Edaran yang ada dikeluarkan oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia9. Bila dilihat dari peraturan dan dasar hukum yang menjadi landasan tugas BHP masih banyak menggunakan peraturan warisan kolonial yang masih berlaku karena belum diganti dan dicabut, walaupun sering kali mungkin tidak diperlukan lagi atau perlu diubah, diperbaharui atau sudah perlu diganti dengan peraturan yang sama sekali baru, agar dapat memenuhi kebutuhan perkembangan zaman.
Dasar pemberlakuan peraturan perundang-undangan yang ada, khusus produk kolonial yang sampai sekarang ini masih berlaku adalah Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 jo Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1945, yang menjelaskan bahwa untuk mengisi kekosongan hukum, maka segala badan negara dan peraturan yang masih ada langsung berlaku sebelum diadakan yang baru UUD 1945. hal ini berarti bahwa peraturan perundang-undangan yang diciptakan pada zaman kolonial masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 sebagaimana yang dikemukakan oleh mantan Menteri Kehakiman Saharjo yang mengatakan :
.Burgerlijke Wetboek dan Wetboek van Koophandel bukan Kodifikasi lagi (dikatakannya sudah menjadi .rechants boek.). Dari kedua buku itu yang berlaku ialah pasal-pasal yang betul-betul hidup di Indonesia dengan syarat : a). Tidak bertentangan dengan jiwa UUD 1945; b). Tidak bertentangan dengan keadaan, pasalpasal yang memenuhi syarat itu berlaku sebagai hukum yang tidak tertulis..10
Balai Harta Peninggalan berada di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (selanjutnya disebut Dit.Jen AHU) bidang keperdataan yang menggunakan dasar hukum Staatsblad No. 166 Tahun 1872 yang disebut ordonansi tanggal 5 Oktober 1872 yang dalam bahasa aslinya berjudul .Instruktie Voor de Weeskamers in Indonesie. atau disebut Instruksi untuk Balai-Balai Harta Peninggalan, di mana ordonansi tersebut mendasarkan pada Burgelijk Wetboek (Kitab Undang-undang Hukum Perdata atau disingkat dengan KUHPerdata).11 Keberadaan BHP dipertegas lagi di lingkungan Dit.Jen AHU dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : M-01.PR.07.10 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI yang menyatakan BHP adalah salah satu unit Pelaksana Tehnis dalam lingkungan Departemen Hukum dan HAM RI, berada dibawah Devisi Pelayanan Hukum dan Hak Asasi Manusia, namun secara tehnis bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum12.
Dalam Pasal 2 Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Harta Peninggalan mengatur tentang Tugas dan Fungsi Balai Harta Peninggalan, .Tugas Balai Harta Peninggalan ialah mewakili dan mengurus kepentingan orang-orang yang karena hukum atau Keputusan Hakim tidak dapat menjalankan sendiri kepentingannya berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku..
Dalam Pasal 3 Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia tersebut menyatakan bahwa untuk menjalankan tugas tersebut sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 2, Balai Harta Peninggalan mempunyai fungsi :
a. Melaksanakan penyelesaian masalah Perwalian, Pengampunan, Ketidakhadiran dan Harta Peninggalan yang tidak ada Kuasanya dan lain-lain masalah yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan.
b. Melaksanakan Pembukuan dan Pendaftaran Surat Wasiat sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
c. Melaksanakan penyelesaian masalah Kepailitan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.13
Secara umum dasar hukum pelaksanaan tugas BHP adalah sebagai berikut :
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata L.N 1847 No. 23.
2. Ordonansi Daftar Pusat Wasiat, L.N. 1920 No. 305 jo. 1921 No. 568.
3. Hukum Acara Perdata.
4. Hukum Acara Pidana.
5. Instruksi Untuk Balai, L.N. 1872 No. 166.
6. Peraturan tentang Rumah Tangga Balai dan Budel, Bijblad No. 5849.
7. Peraturan tentang Majelis Pengurus Budel, L.N. 1928 No. 46.
8. Peraturan tentang Dewan Perwalian, L.N. 1927 No. 28.
9. Petunjuk tentang Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan pada BHP.
10. Undang-Undang tentang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002.
11. Undang-Undang Kepailitan dan PKPU Nomor 37 Tahun 2004.
12. Undang-Undang tentang Administrasi Kependudukan Nomor 23 Tahun 2006.
13. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2007 tentang Jenis dan Tarif PNBP di Departemen Hukum dan HAM RI.
14. Surat Keputusan Menteri Kehakiman.
15. Instruksi Menteri Kehakiman.
16. Instruksi Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum.
17. Surat Edaran Menteri Kehakiman dan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum.
Lebih rinci tugas-tugas BHP beserta dasar hukumnya adalah sebagai berikut :
1. Perwalian, Wali Sementara, Pengawas (UU Perlindungan Anak, Pasal 359 KUHPerdata, Instruksi Balai, Peraturan Rumah Tangga Balai, Penetapan Pengadilan Negeri, PP tentang Jenis dan Tarif PNBP).
2. Pengampunan, Pengampu Kandungan, Pengampu Pengawas (Pasal 348 KUHPerdata, Instruksi Balai, Peraturan Rumah Tangga Balai).
3. Ketidakhadiran/Afwezig (Pasal 463, 464, 465 KUHPerdata, Penetapan PN, Peraturan Rumah Tangga Balai, PP tentang Jenis dan Tarif PNBP, Surat Edaran Menteri Kehakiman No. M.01.HT.05.10 Tahun 1990 tentang Petunjuk Pengajuan Ijin Prinsip dan Pelaksanaan Penjualan Budel, Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M-02.HT.05.10 Tahun 2005 tentang Ijin Pelaksanaan Penjualan Budel afwezig dan onbeheerde nalatenschap).
4. Harta Peninggalan Tak Terurus (Pasal 1126, 1127, 1128, 1129 KUHPerdata, Akta Kematian, Instruksi Ijin Prinsip dan Pelaksana Penjualan Budel, Peraturan Menkumham No. M-02.HT.05.10 Tahun 2005 tentang Ijin Pelaksanaan Penjualan Budel afwezig dan onbeheerde nalatenschap, POLIGAMI tentang Jenis dan Tarif PNBP).
5. Sebagai Kurator dan Pengurus (UU tentang Kepailitan dan PKPU Nomor 37 Tahun 2004, PP tentang Jenis dan Tarif PNBP).
6. Menerima Laporan Salinan Akta Wasiat dari para Notaris (Ketentuan-Ketentuan tentang Pernyataan Berlaku dan Peralihan ke Perundang-undangan Baru).14
Mengenai tugas dan wewenang Balai Harta Peninggalan dapat dilihat dari beberapa aspek hukum keperdataan yang dibagi menurut sistematika Hukum Keluarga, Hukum Benda, Hukum Perjanjian dan Hukum Kepailitan.15
Beberapa pasal di dalam KUHPerdata yang mengatur hukum keluarga yang berkenaan dengan Balai Harta Peninggalan, antara lain :
1. Dalam Pasal 2 KUHPerdata yang menyatakan bahwa orang dewasa ditaruh di bawah pengampuan.
2. Dalam Pasal 61-63 KUHPerdata yang mengatur pencegahan perkawinan yang dapat dilakukan oleh orang tua, wali, wali pengawas, pengampuan dan pengampuan pengawas.
3. Dalam Pasal 26 KUHPerdata yang mengatur tentang pembubaran perkawinan.
4. Dalam Pasal 302 KUHPerdata yang mengatur tentang Kewenangan Pengadilan Negeri untuk memerintahkan penampungan anak dalam waktu tertentu dalam sebuah Lembaga Negara atau pertikulir yang ditunjuk.
5. Dalam Pasal 306 KUHPerdata yang mengatur tentang perwalian anak-anak luar kawin yang telah diakui sah.
6. Dalam Pasal 331 a KUHPerdata yang mengatur tentang pengangkatan wali.
7. Dalam Pasal 335 KUHPerdata yang mengatur tentang jaminan wali atas pengurusan mereka terhadap harta kekayaan anak yang belum dewasa.
8. Dalam Pasal 338 KUHPerdata yang mengatur tentang pengurusan harta kekayaan anak belum dewasa.
9. Dalam Pasal 348 KUHPerdata yang mengatur tentang Tugas Balai Harta Peninggalan untuk menjadi pengampu atas bayi yang ada dalam kandungan si istri yang ditinggal mati suaminya.
10. Dalam Pasal 359 KUHPerdata yang mengatur tentang Pengurusan Diri Pribadi Anak di bawah umur selama belum ada wali.
11. Dalam Pasal 259 jo Pasal 360 jo. Pasal 348 KUHPerdata yang mengatur tentang wali sementara.
12. Dalam Pasal 360, Pasal 366, Pasal 370 dan Pasal 418 KUHPerdata yang mengatur tentang wali pengawas (toezeinde curatrice van ander curatele gestelden).
13. Dalam Pasal 449 KUHPerdata yang mengatur tentang Pengampu Pengawas orang yang berada di bawah pengampuan (toezeinde curatrice van andercuratele gestelden).
14. Dalam Pasal 463 KUHPerdata yang mengatur tentang pengurus harga kekayaan dan kepentingan orang yang tiada di tempat (beheerde en waarnemer van goederen en belangen van afwezigen). 16
Beberapa pasal di dalam KUHPerdata yang mengatur hukum benda yang berkenaan dengan Balai Harta Peninggalan, antara lain :
1. Dalam Pasal 942 KUHPerdata jo Pasal 42 O.V yang mengatur tentang Surat Wasiat kepada BHP.
2. Dalam Pasal 1046 KUHPerdata yang mengatur tentang ketidak-bolehan perempuan yang telah bersuami, anak yang belum dewasa dan orang yang diletakkan di bawah pengampuan untuk menerima warisan apabila tidak mengindahkan peraturan mengenai orang tersebut.
3. Dalam Pasal 1072 KUHPerdata yang mengatur mengenai kehadiran BHP dalam hal pemisahan harta peninggalan.
4. Dalam Pasal 1126-1129 KUHPerdata yang mengatur tentang pengurus/pengelola harta peninggalan yang terurus (Onbeheerde natalenschappen)17
Selain hukum keluarga dan hukum benda, maka ada juga beberapa pasal di dalam KUHPerdata yang mengatur hukum perjanjian yang berkenaan dengan Balai Harta Peninggalan, antara lain :
1. Dalam Pasal 1446 KUHPerdata yang mengatur tentang perbuatan hukum dalam melakukan pembuatan perikatan yang dilakukan oleh orang yang belum dewasa diletakkan di bawah pengampuan adalah batal demi hukum.
2. Dalam Pasal 1448 KUHPerdata yang mengatur tentang acara-acara yang ditentukan untuk sahnya sementara perbuatan yang dilakukan oleh wali atau pengampu.
3. Dalam Pasal 1454 KUHPerdata yang mengatur tentang jangka waktu untuk berlakunya suatu perikatan yang telah dilakukan oleh orang yang belum dewasa dan orang yang di bawah pengampuan.
4. Dalam Pasal 1798 KUHPerdata yang mengatur tentang pemberian kuasa kepada orang yang belum dewasa dan orang perempuan.
5. Dalam Pasal 1852 KUHPerdata yang mengatur tentang wali-wali dan pengampu-pengampu yang tidak dapat melakukan tindakan perdamaian dalam suatu perkara atau mencegah terjadinya perkara.18
Sebagaimana yang telah diketahui saat ini di seluruh Indonesia hanya ada 5 (lima) Kantor Balai Harta Peninggalan dan berkedudukan di Ibukota Propinsi, yaitu X, Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Makasar. Mengingat hanya ada 5 (lima) kantor BHP di Indonesia, maka dalam prakteknya 5 (lima) kantor BHP yang sekarang ada inilah yang melayani penggunaan jasa BHP di seluruh Indonesia sehingga 1 (satu) kantor BHP wilayah kerjanya mencakup beberapa wilayah Propinsi, melebihi wilayah kerja Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM RI,19 contoh BHP X wilayah kerjanya mencakup 6 Propinsi yaitu Propinsi D.I Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Pekan Baru, Kepulauan Riau dan Bengkulu. Oleh karena itu dengan luasnya wilayah kerja dari 1 (satu) BHP secara rasio jumlah Kantor BHP masih relatif kecil, sehingga dimungkinkan dalam pelayanan terhadap masyarakat umum kurang efektif.
Dari hal tersebut di atas maka, Balai Harta Peninggalan diharapkan berperan dalam memberikan pelayanan secara optimal sehingga sesuai dengan adanya tuntutan reformasi dan demokratisasi sejak tahun 1997 yang memasyarakatkan perubahan paradigma kepemerintahan, pembaharuan sistem kelembagaan dan peningkatan kompetensi sumber daya manusia dalam penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan yang mengacu pada terselenggaranya pemerintahan yang baik yaitu mewujudkan pemerintah yang bersih dan berwibawa serta transparan (good governance).20
Namun setidaknya terdapat beberapa alasan yang menyebabkan penelitian ini diperlukan, antara lain tugas dan kewenangan Balai Harta Peninggalan masih diatur dalam peraturan produk kolonial sehingga sangat dimungkinkan peraturan-peraturan tersebut tidak relevan lagi dengan kebutuhan perkembangan masyarakat saat ini.
Perkembangan masyarakat dewasa ini banyak membutuhkan keterkaitan dengan tugas dan kewenangan Balai Harta Peninggalan. Terlebih ketika terjadinya peristiwa bencana alam gempa bumi dan tsunami tanggal 26 Desember 2004 dan gempa bumi selanjutnya pada tanggal 28 Maret 2005 di Wilayah Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Propinsi Sumatera Utara yang telah mengakibatkan korban jiwa dan harta benda. Berbagai urusan-urusan masyarakat dewasa ini terkait dengan eksistensi Balai Harta Peninggalan, sementara produk peraturan yang ada tidak tegas mengatur dari kewenangan Balai Harta Peninggalan.
Masih terdapatnya sejumlah hambatan-hambatan yang menyebabkan kurang optimalnya pelaksanaan tugas Balai Harta Peninggalan di masyarakat, yaitu hambatan-hambatan dalam hal Sumber Daya Manusia (SDM) kendala sarana dan prasarana serta kendala ego sektoral.
Selanjutnya saat ini Indonesia sedang menyusun Rancangan Undang-Undang Balai Harta Peninggalan sehingga perlu melihat konsep-konsep pengembangan Balai Harta Peninggalan di masa depan yang kemudian dapat terpenuhinya layanan hukum sesuai kebutuhan masyarakat.
Berdasarkan uraian yang telah peneliti kemukakan di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti masalah Eksistensi Balai Harta Peninggalan dan menuangkannya dalam bentuk tesis yang berjudul : .Pembaharuan Hukum Sebagai Upaya Meningkatkan Eksistensi Balai Harta Peninggalan dalam Pelayanan Hukum..
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan antara lain sebagai berikut :
1. Apakah peraturan perundang-undangan kolonial sebagai dasar hukum pelaksanaan tugas dan wewenang Balai Harta Peninggalan masih relevan pada saat ini?
2. Bagaimanakah pengaturan tugas dan kewenangan Balai Harta Peninggalan dalam pelayanan hukum terhadap masyarakat yang memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini?
3. Hambatan-hambatan apa sajakah yang terjadi dalam pelaksanaan pelayanan hukum pada Balai Harta Peninggalan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah diutarakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui peraturan perundang-undangan Balai Harta Peninggalan sebagai dasar hukum pelaksanaan tugas dan wewenang Balai Harta Peninggalan.
2. Untuk mengetahui pengaturan tugas dan kewenangan Balai Harta Peninggalan dalam pelayanan hukum terhadap masyarakat.
3. Untuk mendapatkan solusi terhadap hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan pelayanan hukum pada Balai Harta Peninggalan.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bentuk sumbang saran untuk perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan untuk bidang hukum administrasi negara pada khususnya yang berhubungan dengan pembaharuan hukum sebagai upaya meningkatkan eksistensi Balai Harta Peninggalan dalam pelayanan hukum.
2. Secara prakteknya sangat bermanfaat dan membantu bagi semua pihak, baik itu para pegawai di Kantor Balai Harta Peninggalan dan masyarakat yang melakukan pengurusan di Balai Harta Peninggalan menjadi lebih efektif, efisien dan akurat.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran informasi yang dilakukan peneliti di perpustakaan Universitas X dan Kepustakaan Sekolah Pascasarjana, maka penelitian dengan judul .Pembaruan Hukum Sebagai Upaya Meningkatkan Eksistensi Balai Harta Peninggalan X dalam Pelayanan Hukum., belum pernah ada yang melakukan penelitian sebelumnya. Dengan demikian, maka penelitian ini dapat dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan dari segi ilmiah.