Cari Kategori

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar.

Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world).


KELEBIHAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING)

1.   Dengan PBL akan terjadi pembelajaran  bermakna. Peserta didik / maha peserta didik yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta didik / maha peserta didik berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan.

2.   Dalam situasi PBL, peserta  didik / maha peserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.

3.   PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik / maha peserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.

LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING)

1.   Konsep Dasar (Basic Concept)

Fasilitator  memberikan konsep dasar, petunjuk, referensi, atau link dan skill yang diperlukan dalam pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik lebih cepat masuk dalam atmosfer pembelajaran dan mendapatkan ‘peta’ yang akurat tentang arah dan tujuan pembelajaran.

2.   Pendefinisian Masalah (Defining the Problem)

Dalam langkah ini fasilitator menyampaikan skenario atau permasalahan dan peserta didik melakukan berbagai kegiatan brainstormingdan semua anggota kelompok mengungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap skenario secara bebas, sehingga dimungkinkan muncul berbagai macam alternatif pendapat.

3.   Pembelajaran Mandiri (Self Learning)

Peserta didik mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu yang sedang diinvestigasi. Sumber yang dimaksud dapat dalam bentuk artikel tertulis yang tersimpan di perpustakaan, halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan.

Tahap investigasi memiliki dua tujuan utama, yaitu:

a.   agar peserta didik mencari informasi dan mengembangkan pemahaman yang relevan dengan permasalahan yang telah didiskusikan di kelas, dan
b.   informasi dikumpulkan dengan satu tujuan yaitu dipresentasikan di kelas dan informasi tersebut haruslah relevan dan dapat dipahami.

4.   Pertukaran Pengetahuan (Exchange knowledge)

Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi dalam langkah pembelajaran mandiri, selanjutnya pada pertemuan berikutnya peserta didik berdiskusi dalam kelompoknya untuk mengklarifikasi capaiannya dan merumuskan solusi dari permasalahan kelompok. Pertukaran pengetahuan ini dapat dilakukan dengan cara peserrta didik berkumpul sesuai kelompok dan fasilitatornya.

5.   Penilaian (Assessment)

Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan.
 
Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian.

Sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, peserta didik terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu. Kemudian peserta didik diminta mencatat masalah-masalah yang muncul.

Setelah itu tugas guru adalah merangsang peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan peserta didik untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan pendapat yang berbeda dari mereka.

Memanfaatkan lingkungan peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar. Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan peserta didik, antara lain di sekolah, keluarga dan masyarakat.

Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar diluar kelas. Peserta didik diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan peserta didik dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran.

SISTEM PENILAIAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING)

Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan.

Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian. Sedangkan penilaian terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan partisipasi dalam diskusi, kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran dalam pembelajaran. Bobot penilaian untuk ketiga aspek tersebut ditentukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.

Penilaian pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment. Penilaian dapat dilakukan dengan portfolio yang merupakan kumpulan yang sistematis pekerjaan-pekerjaan peserta didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan belajar dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian dalam pendekatan PBL dilakukan dengan cara evaluasi diri (self-assessment) dan peer-assessment.

Self-assessment. Penilaian yang dilakukan oleh pebelajar itu sendiri terhadap usaha-usahanya dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin dicapai (standard) oleh pebelajar itu sendiri dalam belajar.

Peer-assessment. Penilaian di mana pebelajar berdiskusi untuk memberikan penilaian terhadap upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah dilakukannya sendiri maupun oleh teman dalam kelompoknya.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 18:09:00

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARASI DENGAN MENGGUNAKAN METODE KONSTRUKTIVISME

Suatu bangsa dikatakan telah memiliki kebudayaan yang maju jika masyarakatnya telah membiasakan diri dalam kegiatan literasi (baca-tulis). Sejalan dengan pernyataan tersebut, Alwasilah (2003) mengungkapkan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menulis. Menulis dapat dipersepsi sebagai bagian literasi yang dapat dijadikan media pengembangan diri. Namun, kondisi objektif yang terjadi pada masyarakat Indonesia hingga saat ini adalah masih membudayanya aliterasi yaitu masyarakat yang dapat membaca dan menulis, tetapi tidak suka membaca dan menulis. Oleh karena itu, keterampilan menulis tampaknya masih sangat sedikit mendapat perhatian. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kegiatan menulis merupakan kegiatan yang paling sedikit dilakukan jika dibandingkan dengan kegiatan menyimak, berbicara, dan mambaca. Sebagaimana hasil penelitian Rankin (dalam Cahyani, 2002:84) terhadap keterampilan berbahasa, memperlihatkan perbandingan yang cukup signifikan yaitu keterampilan menyimak 45%, berbicara 30%, membaca 16%, dan menulis 9%.

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap siswa kelas VII SMPN X, siswa pada umumnya kurang menguasai bahkan tidak tahu sama sekali tentang karangan narasi. Siswa masih bingung membedakan berbagai jenis karangan. Untuk memulai menulis pun siswa masih kesulitan. Banyak alasan yang muncul mulai dari sulit menemukan ide sampai bingung harus memulai tulisan dari mana.

Memang disadari bahwa keterampilan menulis sangat diperlukan dalam kehidupan modern, tetapi pada kenyataannya masih banyak siswa yang belum menguasai keterampilan menulis. Hal ini dikemukakan pula oleh Iis Handayani (2007:2) dalam skripsinya yang berjudul Pembelajaran Menulis Karangan Narasi Sugestif dengan Strategi Field-Trip (karyawisata) Berdasarkan Pengalaman Pribadi Siswa Kelas VII SMP Negeri Z menunjukkan berdasarkan pengamatan di SMPN tersebut, masih banyak siswa yang belum menguasai keempat keterampilan berbahasa terutama keterampilam menulis. Siswa merasakan kesulitan menuangkan ide-ide karena keterbatasan penguasaan kosakata, siswa juga merasakan situasi pembelajaran menulis yang membosankan. Pembelajaran menulis yang sering diterapkan pada siswa sekadar teori saja dan selalu terfokus di dalam kelas. Hal ini mengakibatkan siswa tidak mau berlatih dan malas menulis.

Berdasarkan hasil angket awal observasi yang dilakukan oleh Iis Handayani kepada siswa kelas VII SMP, pada umumnya mereka lebih menyukai jenis karangan narasi, tetapi setelah diberikan tes awal mengenai pengertian karangan serta unsur-unsur karangan narasi diperoleh data yaitu hanya 13% siswa yang mengetahui pengertian karangan, jenis-jenis karangan serta unsur-unsur karangan narasi selebihnya yaitu 87% mereka masih belum mengetahui pengertian karangan, jenis-jenis karangan, serta unsur-unsur karangan narasi. Keterampilan menulis memang tidak mudah, untuk itu minat menulis pada siswa hams selalu ditanamkan. Kondisi ini secara jujur diakui oleh para guru dan sekaligus merupakan tantangan baginya.

Novel Linda H.P. (2007:2) dalam skripsinya yang berjudul Pembelajaran Menulis Karangan Narasi dengan Menggunakan Media Flash Card (Penelitian pada Siswa Kelas XI SMK Y) menunjukkan bahwa banyak siswa yang menganggap keterampilan menulis itu sulit. Masalah yang sekarang dilontarkan dalam pembelajaran mengarang adalah siswa menggunakan diksi yang tepat dan judul yang sejalan dengan tema dan jalan cerita, terutama untuk menulis karangan narasi. Adapun hambatan yang berhubungan dengan kurangnya minat siswa dalam hal tulis-menulis, yaitu sebagai berikut.

1) Mereka kesulitan mengungkapkan pendapatnya ke dalam sebuah bentuk tulisan.
2) Pada umumnya mereka sangat miskin dengan bahan yang akan mereka tulis.
3) Kurang memadainya kemampuan kebahasaan yang mereka miliki.
4) Kurang pengetahuan tentang kaidah-kaidah menulis.
5) Kurang kesadaran akan pentingnya latihan menulis.

Dalam kenyataannya, siswa selalu disibukkan dengan struktur kalimat yang baik dan benar. Hal ini menyebabkan siswa mengalami hambatan dalam menulis. Tulisan siswa menjadi kaku dan kurang santai untuk sebuah tulisan. Jarangnya melakukan latihanpun dapat mengakibatkan siswa kurang terampil dalam menulis. Padahal, menulis merupakan suatu proses yang tidak langsung menghasilkan sebuah produk yang bagus.

Selain itu juga, menurut Leni Mariana Kartiwi (2008:3) dalam skripsinya yang berjudul Penggunaan Teknik Wawancara dalam Pembelajaran Menulis Karangan Narasi pada Siswa Kelas XII SMPN W menjelaskan di dalam KTSP 2006 tujuan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis. Ini berarti bahwa keterampilam bahasa Indonesia harus menghasilkan siswa-siswa yang terampil menggunakan bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi. Terampil berbahasa berarti terampil menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Untuk mewujudkan hal itu, keempat aspek keterampilan berbahasa perlu diajarkan secara terpadu.

Dalam dunia pengajaran bahasa ada suatu ungkapan yang patut diperhatikan oleh seorang guru bahasa. Ungkapan itu berbunyi: "Teach not about the language." Semboyan ini cocok dan relevan dengan pengajaran keterampilan berbahasa. Mengajarkan bahasa atau berbahasa sangat berbeda dengan mengajarkan tentang bahasa. Mengajarkan berbahasa cocok untuk tujuan keterampilan berbahasa sedang mengajarkan tentang bahasa sesuai dengan tujuan pengajaran yang bersifat pengetahuan.

Menurut Beeby yang dituliskan oleh Tarigan (1986:98), salah satu kelemahan pengajar dalam kelas di Indonesia terletak pada komponen metode. Guru-guru cenderung mengajar secara rutin. Kurang variasi dalam penyampaian materi.

Cara guru mengajar mempengaruhi cara siswa belajar. Bila guru mengajar hanya dengan metode ceramah maka siswa pun belajar dengan cara mengahafal. Bila guru mengajar dengan memberikan banyak latihan maka siswa belajar melalui pengalaman. "Inti dari seluruh proses pendidikan dan hasil akhir dari seluruh rencana pendidikan letaknya dekat dengan hal ini jika bukan pada metode mengajar sendiri maka pada cara belajar yang lahir mengikutinya". (Beeby, 1979:85). Guru keterampilan berbahasa hendaknya jangan sampai tenggelam dalam penyakit lama, yakni, mengajar secara rutin, monoton, tanpa variasi.

Guru keterampilan yang mengetahui aneka ragam teknik pengajaran keterampilan berbahasa dan dapat mempraktikkannya sangat membantu yang bersangkutan dalam mengajarkan keterampilan berbahasa. Pendek kata, pemilihan dan penggunaan teknik pengajaran yang tepat, termasuk pengajaran keterampilan berbahasa, memberikan keuntungan bagi pelaksanaan proses belajar mengajar. Suasana yang menarik, merangsang, menimbulkan gairah belajar yang tinggi. Gairah belajar yang tinggi dapat menimbulkan prestasi belajar yang tinggi pula.

Pembelajaran dengan menggunakan teknik yang menarik memang lebih efektif. Seperti pada penelitian yang telah dilakukan oleh Dini Guswati pada tahun 2006 dengan judul Pembelajaran Menulis Karangan Narasi dengan menggunakan teknik Reka Cerita Gambar. Pada penelitiannya dihasilkan sebuah simpulan bahwa pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan teknik reka cerita gambar cukup efektif meningkatkan kemampuan siswa menulis karangan narasi.

Bertolak dari permasalahan di atas peneliti bermaksud mengadakan penelitian dengan judul Peningkatan Keterampilan Menulis Karangan Narasi dengan Menggunakan Metode Konstruktivisme (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas VII SMPN X).

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:43:00

SKRIPSI PTK THE USE OF TEXT BASED TASK TO IMPROVE STUDENTS LISTENING ABILITY

(KODE PTK-0054) : SKRIPSI PTK THE USE OF TEXT BASED TASK TO IMPROVE STUDENTS LISTENING ABILITY (MATA PELAJARAN : BAHASA INGGRIS) – (SMP KELAS VIII)




CHAPTER I
INTRODUCTION

A. Background of the Study
In the process of teaching and learning English, students' ability in mastering the four language skills becomes an important goal. These will involve receptive skills; listening skill (understanding the spoken language), reading skill (understanding written language) and productive skills; speaking skill (producing spoken language) and writing skill (producing written language). Unfortunately, most of Indonesia education institutions in which English is one of first foreign languages have concerned with the teaching of written language. In fact, mastering spoken language is very important in communication. In order to master the spoken language, we must be able to speak and we must be able to listen to spoken language.
In language classroom, listening tends to be neglected; many language educators assume that listening is automatically acquired while the learners learn to speak a language. Rost states that unlike speaking, however, through which we can record a child's first words and even measure the fluency of a person's contribution to a conversation, listening is less directly observed and less noticeable in both its development and its everyday use (1994:1). However, students need to learn how to listen to improve their listening ability.
Listening is very important in language learning, students understand the content of spoken language by listening. The relationship between listening and language learning is that language learning depends on listening. Listening provides the aural input that serves as the basis for language acquisition and enables learners to interact in spoken language. Rost (1994: 148) states that teaching listening is an important part of second language teaching. Most teaching methodologies emphasize the role of listening in language learning.
Listening is not a simple process. In order to understand the content of spoken language, students require some of listening skills. Nunan describes listening as follows:
In relation to listening, learners need skills in segmenting the stream of speech into meaningful words and phrases: the ability to recognise words, phrases and words classes: ways of relating incoming message to one's own background knowledge, and identifying the rhetorical and functional intent of an utterance or parts of an aural text: skills in interpreting rhythm, stress and intonation to identify information focus and emotional/attitudinal tone: the ability to extract the gist/or essential information from longer aural texts without necessarily understanding every word (1998:6).
In line with Rost (1994:136-137) states that understanding how listening ability develops requires a comprehensive view of what it means to improve. Listening involves psychological skills, such as recognizing between sounds, parsing speech into constituent parts and processing the discourse in term of cohesion, logic and relevant underlying schemas. Rost (1994:148) also says that listening can be taught as component skills. Specific learning activities can be designed which target specific skills. Furthermore, students' listening ability can be improved by developing their listening skill.
Teaching listening of foreign language is the most difficult one. Foreign language students do not have native speakers' competence in using their background knowledge and for recognizing words or grammatical characteristic of spoken language easily. Listening is also more difficult than reading, a reader can cast an eye back over misunderstood phrase, but the listener gets no second time. English is a compulsory subject in Indonesia, which must be taught starting from Junior High School level until University level involving the teaching of listening. The problems which are faced by students in learning listening may be caused by many factors, such as teacher, students, teaching technique and teaching material.
This research focuses on the listening problems as experienced by the eighth grade students of SMPN X. Based on Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) in teaching listening at the eighth grade students of SMP, the students are expected to be able to: 1) understand the meaning of a simple transactional and interpersonal dialogue, 2) understand the meaning of a functional and short simple monologue spoken text in the form of descriptive, narrative, recount, procedure, and report text related to surrounding environment.
In the real condition, the students have lack of listening ability in understanding the content of spoken text. This problem is indicated as follows: 1) the students are difficult to recognize the words and grammatical characteristic of spoken text, 2) the students are difficult to catch the clues information of spoken text, 3) the students are difficult to infer the speaker's intention or meaning, 4) the students are difficult to do the listening task and 5) Most of the students are still confused with the purpose of their listening activity. In addition, the classroom situation is not live during the teaching and learning process, it is shown as follows: 1) Most of the students do not active in answering the teacher's questions, 2) most of the students do not try to ask the teacher about their difficulties in listening, 3) Some of the students just listen to the teacher without doing the listening task, 4) Some of the students are busy in talking to their friends and 5) the students seem to be bored in doing the listening activity.
Those problems are caused by: the lack of the students' vocabularies and grammar, the low of the students' listening strategy; they try to understand the content of spoken language word by word, rather than try to link what they hear with their previous knowledge or try to find clue information, and the difficulties of the listening tasks. Besides, the teaching technique and teaching material are the main factors causing the lack of the students' listening ability. The technique which is used by the teacher is reading the text twice or three times and followed by several questions, rather than gives specific task to the students before listening. It makes the students confused with their listening purpose. The teacher hardly ever uses recorded material in listening that makes the students bored and very difficult to listen to the English of native speakers.
To overcome these problems, the English teacher and I would like to conduct an action research study by using text-based task (TBT). In TBT, students process the text based on the listening task given. Willis gives the term 'text-based task' to design communicative tasks based on reading and listening text or video extracts (1998:67).Text-based tasks also bring efficient listening strategies, strategies to comprehend the content from detail linguistic components and from students' background knowledge. This is argued by Willis (1998:75) who states:
All text based-tasks aim to encourage natural and efficient reading/listening/viewing strategies, focusing initially on retrieval of sufficient relevant meaning for the purpose of the task. This will entail both holistic processing, i.e. gaining an overall impression, and picking up detailed linguistics clues: a combination of what are commonly called 'top-down' and 'bottom-up' processes.
Task is used as a means of delivering teaching materials to students and to create enjoyable classroom environment by engaging students in the learning process through the use of task. According to Willis (1998:40), states that language learners need variety and security. A wide range of topics, texts and task types gives learners variety. A framework with three distinction phases; pre-task, task cycle and language focus also gives them a sense of security. Language focus phase after the task cycle makes students to begin to worry less about new language they meet during the task cycle because they know they will have a chance to explore it later. Willis (1998:83) also explains that the aims of text-based tasks are to provide a wide repertoire of task types and designs based on written and spoken texts and require learners to apply their real-world knowledge and experience to assign meaning to what they see, hear or read.
The research uses recorded text by fluent or native speakers to give variety in teaching listening and to introduce the natural characteristics of spoken text to students. Cross (1995:250) argues that through recording, the class can be offered the chance to hear naturally spoken English, with elisions, linked consonants, weakened vowels and all the hesitations, false starts and imperfections of unplanned speech. In line with Rost (1996:160) states that many language educators, (e.g. Besse, et al) point out that there is a great advantage in using pre-recorded texts of native speaker conversations and native speakers oriented programmes in the classroom because of the genuiness they provide.
Moreover Morton (1999:177) states that the use of authentic texts enable students to study 'real' English instead of the English contrived by teachers. Authentic texts are thought to motivate students because they are derived from the ultimate goal of students' studies-English as used by native speakers. Therefore, recorded text can motivate students and they get a challenge to attempt to understand language as it as actually used by native speakers.
Based on the descriptions above, I am inspired to conduct an action research study at the 8th grade students of SMPN X. Through action research, the teacher and I can observe the students' problems, monitor the students' listening ability improvement by the action research's cycle, and make some reflections to be implemented for further practice. Wallace states that action research involves the collection and analysis of data related to some aspect of our professional practice. This is done so we can reflect on what we have discovered and apply it to our professional action (1999: 16-17). This study aimed at the improvement of the students' listening ability and at the improvement of the classroom listening situation using Text-Based Task.

B. The Problem Statements
The problems of this research can be formulated as follows:
1. Does and to what extent the use of Text-Based Task improve the students' listening ability at the 8th grade students of SMPN X?
2. How is the classroom situation when Text-Based Task is implemented in the listening class?

C. The Objectives of the Study
This study has some objectives which include:
1. To identify the improvement of the students' listening ability during and after implementing Text-Based Task at the 8th grade students of SMPN X.
2. To identify the classroom situation when Text-Based Task is implemented in the listening class.

D. The Benefits of the Study
This research is expected to be able to give some benefits for the students, the teacher, the school and me myself.
Through Text-Based Task, students become more purposeful in their listening activity, they know what they have to do because of the task appearance before listening. The function of integrated bottom-up and top-down strategies in TBT to process the text helps students to link what they heard and what they have known in listening text. The use of text recorded by the native speakers introduces the natural characteristic of English speech and to motivate students in listening as it as actually used by native speakers.
By this research, it is expected that the teacher can choose appropriate listening technique in improving students' listening ability. Moreover, the school where the research is conducted get the beneficial contribution of the use of Text-Based Task to overcome the students' problems in learning listening. The result of the study will also give a great experience to me myself to increase my knowledge about TBT and about listening. For English Department of X University and other researchers, the result of the study provides information to lead further study about listening and about action research.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:42:00

SKRIPSI PTK IMPROVING STUDENTS READING COMPREHENSION ON NARRATIVE TEXT USING NARRATIVE VIDEO

(KODE PTK-0053) : SKRIPSI PTK IMPROVING STUDENTS READING COMPREHENSION ON NARRATIVE TEXT USING NARRATIVE VIDEO (MATA PELAJARAN : BAHASA INGGRIS) – (SMA KELAS X)




CHAPTER I
INTRODUCTION


A. Background of the Study
As an International language, English is very important in our daily life. Most electronic tools use English in their instructions, such as computer, rice cooker, washing machine, et cetera. It is very dangerous if those tools are used without its instruction being read. If someone wants to communicate with people from other countries, he should master English well. It is because English is the language used in international communication. So, it is very important for people to learn English.
Nowadays, English is one of the subjects that is taught since in the elementary school until university and examined in the national examination to determine the students' graduation. The provision that English is examined in the final examination is stated in Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Tahun XXXX pasal 7 ayat 1, 2, dan 3 as follow:
(1) Mata pelajaran UN SMA/MA Program IP A, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi.
(2) Mata pelajaran UN SMA/MA Program IPS, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Ekonomi, Sosiologi, dan Geografi
(3) Mata pelajaran UN SMA/MA Program Bahasa, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Bahasa Asing lain yang diambil, Sejarah Budaya/Antropologi, dan Sastra Indonesia.
There are four main skills in English: those are reading, listening, speaking, and writing. Reading and listening are called receptive skill, in which people need the ability to receive written or spoken language when they do it.
While speaking and writing are called productive skill because when people do it, they need the ability to produce written or spoken language (Harmer, 1998: 44).
Reading, which belongs to receptive skill, can be defined as a process whereby one looks at and understands what has been written (Williams, 1999: 2). It means that, when someone reads, he looks at something written and tries to get the meaning to understand it. Reading can also be described as a mental or cognitive process which involves a reader in trying to follow and respond to a message from a writer, who is in distant space and time (Davies, 1995: 1). It means that reading activity connects the reader and the writer although they are in different time and place; for example reading an ancient book, reading personal letter, et cetera.
The reason for teaching reading to the students is because it belongs to the basic language skills in English, just as important as speaking, listening, and writing. Besides, reading is closely related with other subjects. Most of the materials given by the teacher (in English or other subjects) are presented in written form, for example in handbook, handout, et cetera. It means that to understand the materials, the students must have the ability to look at and get the meaning of written text, that is called reading skill. Because of that, reading is very important to be taught to the students.
According to the researcher's observation, the students' reading skill of SMAN X was still low. They still had difficulties in understanding the text. The texts which were taught in the first grade of Senior High School were descriptive, news item, and narrative. Based on the observation in the classroom and the interview with the teacher and the students, the researcher found that they had difficulties in narrative text. They had difficulties in understanding the characteristics of the text including the social function, generic structure, and language feature. The generic structure includes finding detail information and determining the parts of the text. While, the language feature includes vocabulary, finding references, and understanding the tenses.
The students' difficulties in reading were caused by some factors that might come from the students and the teacher. Most of the students admitted that they often felt bored when they had to read a text, especially a long and uninteresting topic text. In the class, some students were sometimes seemed to lean over their head on the table and talk each other. They just paid attention to the teacher when they did exercises but if the time given to do it was too long, they began to be noisy again. When they read a long text, they were not so interested because they often did not understand the meaning of the words used in the text. It was difficult for them to understand the content of the text. However, they were reluctant to bring the dictionary. They just waited until the teacher explained it for them or asked them about the difficult words. Besides, there were some problems that came from the teacher. Actually, the teacher's way in explaining the materials was clear enough but she was too rivet on the textbook. She usually taught using conventional way by staying in class and doing the exercises on the handbook. She used various techniques and media in teaching rarely. So, the students felt that English lesson was boring. All of those factors made the students to have low motivation in learning English, especially reading.
To improve the students' motivation in learning, the teacher must use interesting teaching strategy. Sudiardjo and Siregar, in their article entitled "Media Pembelajaran Sebagai Pilihan dalam Strategi Pembelajaran" define learning strategy as:
"...suatu kondisi yang diciptakan oleh instruktur dengan sengaja (seperti metode, sarana, prasarana, materi, media dan sebagainya), agar siswa difasilitasi (dipermudah) dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan" (Prawiradilaga and Siregar 2004: 4). If the teacher can make the condition that stimulates the students to learn, it will make easier for them to receive the material, so the goal of the teaching will be achieved. As stated in the teaching strategy's definition above, media is one of the ways to facilitate the students to learn. Related to the use of media in teaching, Arsyad states that "Media pembelajaran secara umum adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar " (2005: 4). Teaching media is a concrete thing that can be used by the teacher to convey the material, for example picture, cassette, video, tape recorder, television, computer, internet, et cetera. Media can be used as AVA (Audio Visual Aids) to give concrete experiences to the students, so the teacher's explanation will not be abstract. It can also be used as communication tools to connect the students with the material, so they can receive the material easier (Prawiradilaga and Siregar, 2004: 6).
Related to video, Sadiman states that the message presented in the video can be a fact or fictitious, can be informative, educative, or instructive (1993: 76). Video can catch the students' attention easily. It is informative, it means that much information from many experts in this world can be recorded in video tape, so it can be received by the students everywhere they are. Video is also educative and instructive; it means that the message of the video can give concrete experiences to the students, so they can apply it in their daily life. By video, the teacher can prepare the difficult demonstrations before, so she/he is able to concern on his presentation. The teacher can also present the dangerous object that cannot be brought into the class (Sadiman, dkk, 1993: 76-77).
Based on the benefits of video in learning, it is expected that through video, the students can be interested and motivated in learning English, especially reading. In this case, the researcher intends to use narrative video because this research is focused on reading narrative text. The writer hopes that by using narrative video, it will give the visualization to the students about the contents of the narrative text, so they can understand it easier.
Based on the problems and the proposed solution above, the writer is interested in conducting an action research entitled "Improving Students' Reading Comprehension on Narrative Text Using Narrative Video (An Action Research at Tenth-Year of SMAN X in Academic Year XXXX/XXXX)".

B. Problem Formulation
Considering the background of the study above, the writer can formulate the problems as follows:
1. Can the use of narrative video improve the students' comprehension on narrative texts of tenth year students of SMAN X?
2. What happens when narrative video is applied in teaching narrative for reading?

C. Objective of the Study
Based on the problem formulations above, the objectives of this research are:
1. To know whether the use of narrative video can improve the students' narrative text mastery of the tenth year of SMAN X.
2. To describe what happen when narrative video is applied in teaching narrative reading.

D. Benefit of the Study
If this research gives positive result, it is expected that the result is able to give some benefits for students, teachers, and other researchers.
1. For the students, it is expected that this technique will help them improve their reading skill. The students will be able to:
- Understand the vocabularies used in the text by looking at its context
- Understand the main idea of the text by skimming
- Understand the detail information of the text by scanning
- Understand the goal, the parts, and the language features of narrative text
2. For the teachers, it is expected that the result of this research will give them a reference in their teaching so they can apply video in improving the students' reading skill.
3. For other researcher, it is expected that the result of this research will help them in finding references or resources for further research.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:41:00

SKRIPSI PERANCANGAN KENDALI PID UNTUK MOTOR DC MENGGUNAKAN MIKROKONTROLER H8/3052

(KODE T-ELEKTRO-0002) : SKRIPSI PERANCANGAN KENDALI PID UNTUK MOTOR DC MENGGUNAKAN MIKROKONTROLER H8/3052


BAB 1
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Motor DC merupakan aktuator yang sangat lazim digunakan. Ada berbagai macam alasan mengapa motor DC sangat populer digunakan. Salahsatunya adalah sistem tenaga listrik DC masih umum digunakan pada industri, automobil, dan robotika. Dan meskipun tidak ada sumber tenaga listrik DC, rangkaian penyearah dan chopper dapat digunakan untuk menghasilkan sumber listrik DC yang diinginkan. Motor DC juga digunakan karena kebutuhan akan variasi kecepatan motor yang lebar.
Dalam dunia industri, pengendalian posisi dan kecepatan motor DC sangat penting. Misalnya pada industri plastik. Pada proses penggulungan plastik, kecepatan penggulungan plastik harus disesuaikan dengan kecepatan mesin pengirim plastik dan juga disesuaikan dengan jari-jari gulungan. Jika tidak maka hasil gulungan plastik tidak rapi atau kusut.
Pada robotika pengendalian posisi dan kecepatan motor DC juga sangat penting misalnya dalam Kontes Robot Indonesia (KRI) dan Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI). Robot harus dapat bergerak cepat dan tepat, meskipun terdapat berbagai halangan ataupun gangguan. Karena itu pergerakan robot memerlukan pengaturan posisi dan kecepatan motor yang baik agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai.
Karena itulah kendali PID diperlukan disini yaitu untuk mengendalikan posisi dan kecepatan motor DC. Pengendali PID merupakan pengendali yang umum digunakan dalam berbagai macam proses industri. Popularitas pengendali PID disebabkan khususnya karena performansinya yang baik dalam jangkauan yang lebar dari berbagai kondisi operasi dan khususnya dalam kesederhanaan fungsi PID, yang memungkinkan engineer untuk mengoperasikannya secara simpel dan langsung. Untuk mengimplementasikan pengendali PID, tiga parameter harus ditentukan pada proses yang dikendalikan yang meliputi proportional gain, integral gain, dan derivative gain.

1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan skripsi ini yaitu untuk merancang suatu pengendali motor DC dengan kendali PID berbasis mikrokontroler H8/3052 dengan PC sebagai pemberi set point, pengukur data, dan penyimpan data.

1.3 Pembatasan Masalah
Penulisan skripsi ini dibatasi pada pengendalian posisi dan kecepatan motor DC menggunakan feedback encoder dengan hasil yang didapatkan memenuhi kriteria yang diinginkan. Pengendalian dilakukan dengan sistem pengendali PID. Pengendali tersebut diharapkan dapat diaplikasikan untuk semua range posisi atau kecepatan. Pengendalian tersebut diharapkan menghasilkan sebuah sistem yang mempunyai persen overshoot kecil, settling time yang cepat, dan nilai steady-state error mendekati nol.

1.4 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini meliputi:
1. Pendekatan studi pustaka, yaitu dengan melakukan studi literatur dari buku-buku pustaka, referensi yang ada di internet, dan manual book atau datasheet dari suatu piranti.
2. Pendekatan diskusi dengan pembimbing skripsi.
3. Perancangan perangkat keras dan perangkat lunak.
4. Pengujicobaan.

1.5 Sistematika Penulisan
Agar pembahasan masalah pada skripsi lebih sistematis, maka skripsi ini dibagi menjadi beberapa bab.
Bab Pertama, Pendahuluan, meliputi latar belakang, tujuan penulisan, pembatasan masalah, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab Kedua, membahas mengenai mikrokontroler H8/3052, dan fitur-fitur pendukung mikrokontroler meliputi ITU, port I/O, SCI, dan Interrupt Controller.
Bab Ketiga, menjelaskan tentang perancangan kendali PID motor DC yang terdiri atas perancangan motor DC, perancangan blok kendali, perancangan kendali PID, perancangan perangkat lunak, serta perancangan perangkat keras.
Bab Keempat menuliskan pengujian dan analisa dari percobaan yang dilakukan.
Bab Kelima adalah kesimpulan dari skripsi.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 14:12:00

SKRIPSI APLIKASI PERMAINAN VIRTUAL ANIMAL PADA MOBILE DEVICE

(KODE T-ELEKTRO-0001) : SKRIPSI APLIKASI PERMAINAN VIRTUAL ANIMAL PADA MOBILE DEVICE




BAB I
PENDAHULUAN

Pada Bab Pendahuluan ini akan dijelaskan tentang latar belakang mengapa tugas akhir ini dibuat, perumusan masalah cara dan bagaimana tugas akhir ini dibuat, tujuan dari tugas akhir ini, batasan masalah yang membatasi tugas akhir ini agar tidak melebar ke permasalahan lain, metoda-metoda penelitian dari tugas akhir ini, dan sistematika penulisan tugas akhir ini bab per bab.

1.1 Latar Belakang
Kegiatan memelihara binatang peliharaan masih digemari oleh banyak orang. Namun untuk memelihara binatang, pasti ada pengorbanan yang harus dilakukan. Pengorbanan yang pertama adalah masalah tempat, dimana tempat binatang peliharaan itu tinggal harus disediakan dan dirawat. Masalah yang kedua adalah adanya biaya tambahan untuk membelikan pakan dan kebutuhan lain untuk perawatan binatang peliharaan tersebut. Masalah yang ketiga adalah di tempat-tempat tertentu, seperti apartemen, dilarang untuk memelihara binatang peliharaan, karena kebijakan dari lingkungan setempat. Masalah yang keempat adalah resiko akan penyebaran ancaman penyakit yang disebarkan melalui binatang peliharaan tersebut, serta resiko akan ancaman serangan dari binatang peliharaan tersebut.
Penanaman sifat kasih sayang dapat juga dilakukan dengan cara memelihara binatang. Dengan memelihara binatang, maka sang pemelihara akan mencurahkan rasa cinta kasihnya kepada binatangnya tersebut, hal ini akan meningkatkan nilai moral bagi sang pemelihara. Sifat kasih sayang yang biasa dicurahkan sang pemelihara kepada binatang peliharaannya, akan dapat diimplementasikan pada orang lain. Namun jika ada batasan dan perlunya beberapa pengorbanan untuk memelihara binatang, hal ini akan mengurangi minat orang-orang yang ingin memelihara binatang. Penanaman sifat kasih sayang baik ditanamkan ketika usia anak masih kecil, sekitar 8-15 tahun. Hal ini agar perkembangan jiwa si anak dapat berjalan dengan baik. Penanaman sifat kasih sayang ini dapat menjadikan anak tersebut menjadi individu yang baik.
Oleh karena itu, dibuatlah aplikasi Virtual Animal ini. Agar anak-anak atau orang-orang yang ingin memelihara binatang peliharaan dapat memelihara binatang tanpa perlu banyak berkorban seperti layaknya memelihara binatang sebenarnya. Pemain atau pemelihara binatang virtual hanya membutuhkan mobile device dan/atau Personal Computer (PC) yang dapat menjalankan aplikasi ini.

1.2 Perumusan Masalah
Proses pemeliharaan binatang dalam dunia nyata dapat dibuatkan aplikasi perangkat lunak, yang berprilaku seperti pemeliharaan binatang pada umumnya. Proses pemberian makan pada binatang peliharaan, memerintahkan binatang peliharaan tersebut untuk beristirahat atau tidur, dan melatih berbagai keterampilan kepada binatang peliharaan tersebut. Dengan kemajuan industri perangkat keras dan perangkat lunak pada dunia mobile device, sehingga pembuatan aplikasi Virtual Animal dapat dilakukan pada mobile device. Salah satu bahasa pemrograman yang sudah didukung pada mobile device secara umum adalah J2ME. Spesifikasi bahasa J2ME yang diperlukan dalam sisi perangkat lunak untuk pembuatan aplikasi Virtual Animal adalah MIDP 2.0 dan CLDC 1.1. Namun dengan segala keterbatasan dalam perangkat mobile device yang memiliki kemampuan komputasi yang relatif kecil dibandingkan dengan perangkat PC, sehingga diperlukan pembuatan aplikasi yang efektif dan efisien agar tidak melampau resource atau sumber daya yang tersedia dalam mobile device. Hal ini akan menimbulkan pertanyaan, bagaimana cara membuat aplikasi Virtual Animal pada mobile device menggunakan bahasa J2ME dengan spesifikasi MIDP 2.0 dan CLDC 1.1 dengan efektif serta efisien?
Perkembangan dunia jaringan (network) juga sudah mencapai tingkat yang maju, sehingga perkembangan jaringan dalam mobile device juga mengalami kemajuan. Salah satu teknologi jaringan yang banyak digunakan dalam dunia mobile device adalah teknologi Bluetooth. Komunikasi antara perangkat dapat didukung oleh teknologi Bluetooth ini, salah satu contohnya adalah komunikasi antara mobile device dengan PC. Hal ini memungkinkan untuk dibuatnya komunikasi aplikasi Virtual Animal, yang dimainkan dalam mobile device, dengan aplikasi lainnya yang berada dalam PC. Misalnya, pembuatan toko (item mall) pada PC yang menyediakan barang-barang kebutuhan untuk binatang peliharaan yang dimainkan dalam aplikasi Virtual Animal. Hal ini akan menimbulkan pertanyaan, bagaimana cara membuat koneksi antara aplikasi Virtual Animal dalam mobile device dengan aplikasi pendukung dalam PC dengan menggunakan teknologi Bluetooth?

1.3 Tujuan
Tujuan dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
a) membuat aplikasi Virtual Animal yang berupa MIDlet menggunakan bahasa pemrograman J2ME dengan spesifikasi MIDP 2.0 dan CLDC 1.1 yang dapat dijalankan pada mobile device;
b) memperhatikan efektifitas dan efisiensi penggunaan resource yang tersedia dalam mobile device agar aplikasi Virtual Animal dapat berjalan dengan baik;
c) membuat aplikasi pendukung seperti item mall pada perangkat PC yang berlaku sebagai toko untuk mendukung aplikasi Virtual Animal;
d) membangun hubungan komunikasi jaringan antara mobile device dengan perangkat PC menggunakan teknologi Bluetooth sebagai penghubung aplikasi Virtual Animal dengan aplikasi pendukung lainnya.

1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
- aplikasi Virtual Animal hanya memiliki satu tokoh binatang peliharan untuk mewakili varian tokoh binatang yang dapat dibuat dalam aplikasi tersebut;
- tokoh binatang dalam aplikasi Virtual Animal dapat melakukan aksi makan, tidur, dan berlatih lari;
- tokoh binatang dalam aplikasi Virtual Animal memiliki atribut power (kekuataPi), flexibility (kelenturan), dan self-confidence (percaya diri);
- pemain dapat memiliki beberapa tokoh binatang dalam sebuah aplikasi yang dibedakan dengan identitas nama, jenis kelamin, dan umur;
- nilai atribut dari tokoh binatang dalam aplikasi Virtual Animal dapat diubah dengan melakukan aksi tertentu serta dipengaruhi oleh waktu;
- pembelian barang kebutuhan dari binatang dalam aplikasi Virtual Animal dapat dilakukan pada item mall atau toko yang tersedia dalam perangkat PC menggunakan koneksi Bluetooth;
- toko atau item mall yang merupakan aplikasi tambahan untuk mendukung aplikasi Virtual Animal menyediakan persediaan barang yang tak hingga, harga yang sudah diatur sejak awal, dan tidak memiliki GUI;

1.5 Metoda Penelitian
Tahapan-tahapan dalam pelaksanaan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
a) studi pustaka dan literatur;
b) Perancangan aplikasi Virtual Animal pada perangkat mobile device serta aplikasi pendukungnya berupa item mall;
c) Pembangunan aplikasi Virtual Animal menggunakan bahasa pemrograman J2ME dengan spesifikasi MIDP 2.0 CLDC 1.1, serta aplikasi pendukung item mall menggunakan bahasa pemrograman J2SE 1.6;
d) Pengujian aplikasi Virtual Animal pada perangkat mobile device dan pengaksesan item mall menggunakan koneksi Bluetooth.

1.6 Sistematika Penulisan
Penulisan tugas akhir ini terbagi menjadi lima bab. Kelima bab tersebut adalah
sebagai berikut.
BAB I. PENDAHULUAN
Bab I berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, metodologi penulisan, serta sistematika penulisan.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab II berisi tentang tinjauan pustaka dari pemrograman dengan J2ME, J2SE, dan teknologi bluetooth.
BAB III. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM
Bab III berisi tentang perancangan dan implementasi aplikasi yang akan dibangun dalam pelaksanaan tugas akhir ini, yaitu aplikasi permain Virtual Animal dan rancangan modul pendukung aplikasi tersebut.
BAB IV. PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM
Bab IV berisi tentang pengujian dan analisis aplikasi permainan Virtual Animal dalam suatu skenario alur cerita permainan, dan mengamati penggunaan memori dengan fasilitas memori monitor yang diberikan oleh emulator WTK 2.5.1.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
Bab V berisi kesimpulan akhir dan saran pengembangan selanjutnya.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 14:11:00

TESIS KORELASI HITUNGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KONDISI KEMISKINAN

(KODE : PASCSARJ-0097) : TESIS KORELASI HITUNGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KONDISI KEMISKINAN (PRODI : STUDI PEMBANGUNAN)




Bab I
Pendahuluan


I.l Latar Belakang
Hakekat pembangunan dalam suatu wilayah adalah proses multidimensional yang mencakup perubahan yang mendasar meliputi struktur-struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional dengan tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan. Pembangunan juga merupakan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan tanpa mengabaikan kerjasama, kebutuhan dasar, dan keinginan mayoritas individu maupun kelompok sosial yang ada untuk bergerak maju menuju suatu kondisi yang lebih baik (SULASDI, 2006).
Dapat dikatakan bahwa pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian proses sosial, ekonomi dan institusional demi mencapai kehidupan yang lebih baik. Apapun komponen spesifik atas "kehidupan yang lebih baik" itu, pembangunan di semua masyarakat paling tidak memiliki tiga tujuan inti yaitu peningkatan ketersediaan kebutuhan pokok, peningkatan standar hidup, dan perluasan pilihan ekonomis dan sosial setiap individu.
Sejalan dengan hal tersebut di atas dan dengan semangat otonomi daerah yang dituangkan pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah disempurnakan lagi oleh Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004, sistem pemerintahan di Indonesia berubah dari sistem sentralistis menjadi desentralistis sehingga untuk setiap daerah diberi kewenangan yang seluas-luasnya di dalam menyelenggarakan otonomi daerah dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya sendiri. Tetapi sebenarnya desentralisasi mengandung resiko, salah satunya adalah masalah pemerataan. Untuk melaksanakan pembangunan yang secara adil dan merata, isu strategis yang menjadi tantangan pembangunan nasional adalah tingkat kemiskinan yang masih tinggi dan semakin bertambahnya penduduk miskin.
Adanya kemiskinan di dalam suatu wilayah merupakan potret bahwa pembangunan itu secara umum kurang berhasil sehingga pada dasarnya keberhasilan pembangunan suatu wilayah tergantung pada kegiatan pembangunan dan pemerataan hasil-hasilnya.
Kunci desentralisasi yang sukses adalah sikap dan perilaku pemerintah pusat yang menjamin desentralisasi berjalan sesuai dengan kepentingan masyarakat sehingga kesepakatan sosial harus dibuat. Kesepakatan itu adalah bahwa sebagai warga negara Indonesia berhak atas pembangunan baik pembangunan ekonomi maupun pembangunan manusia. Standar pembangunan manusia yang menjadi kesepakatan antara lain berhak untuk bisa membaca dan menulis, untuk hidup sehat, untuk bisa mendapatkan penghasilan yang layak, untuk mendapat rumah yang memadai, dan untuk hidup sebagai satu bangsa dengan damai dan aman. Diharapkan dengan desentralisasi atau yang lebih populer disebut otonomi daerah dapat memotivasi daerah-daerah tingkat propinsi maupun kabupaten/kota untuk lebih memprioritaskan mengurangi kemiskinan dan mempersiapkan diri dalam sumberdaya manusia yang handal.
Pada tahun 1996, untuk pertama kalinya Badan Pusat Statistik (BPS) dan United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia mempublikasikan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai alat tolok ukur pembangunan manusia. IPM mengukur aspek-aspek yang relevan dengan pembangunan manusia melalui indeks komposit yang terdiri dari tiga komponen utama yaitu kesehatan, pendidikan, dan pendapatan (daya beli). Pada saat ini IPM dianggap lebih mencerminkan hasil-hasil pembangunan yang berfokus pada pembangunan manusia.
Sejak diterbitkan dan dipublikasikan IPM menjadi suatu perbincangan yang hangat sebagai alat ukur tunggal dan sederhana. IPM sangat cocok sebagai alat ukur kinerja pembangunan khususnya pembangunan manusia yang dilakukan di suatu wilayah pada waktu tertentu atau secara spesifik IPM merupakan alat ukur kinerja dari pemerintahan suatu wilayah.
Publikasi tentang IPM memberikan semangat terhadap propinsi-propinsi bahkan kabupaten/kota dengan melakukan hitungan IPM untuk kepentingan daerahnya. Upaya untuk menghitung IPM sampai ke tingkat kabupaten/kota sangat penting karena proses desentralisasi yang berjalan di Indonesia memindahkan sebagian besar proses pembangunan ke tangan pemerintah daerah dan masyarakat lokal. Untuk itu, tentu dibutuhkan pemahaman yang lebih baik tentang kondisi setempat dengan dukungan data yang lebih memadai bagi semua kabupaten/kota di Indonesia.
Seperti daerah pada umumnya, dengan adanya desentralisasi pembangunan di Kota X tidak hanya tertuju pada pembangunan ekonomi saja tetapi pembangunan manusia juga merupakan prioritas utama, penduduk ditempatkan sebagai objek dan sekaligus subjek pembangunan. Konsep ini menempatkan manusia sebagai titik pusat dan sekaligus modal dasar kekuatan, menjadi faktor yang dominan dan menjadi sasaran utama bagi pembangunan itu sendiri. Pemerintah Kota X melalui misi dan agenda-agenda pembangunannya secara eksplisit telah melaksanakan pembangunan manusia. Upaya-upaya peningkatan kualitas penduduk sebagai sumberdaya dapat dilihat dari berbagai aspek yaitu pendidikan, kesehatan, kesejahteraan ekonomi maupun aspek non fisik dalam hal ini agama dan budaya.
IPM yang merupakan tolok ukur pembangunan suatu wilayah sebaiknya berkorelasi positif terhadap kondisi kemiskinan di wilayah tersebut karena diharapkan suatu daerah yang memiliki nilai IPM tinggi, idealnya kualitas hidup masyarakat juga tinggi atau dapat dikatakan pula bahwa jika nilai IPM tinggi, maka seharusnya tingkat kemiskinan masyarakat rendah. Kemiskinan dapat ditinjau dari berbagai macam sudut pandang baik dari aspek ekonomi maupun dari aspek sosial. Aspek ekonomi antara lain adalah kepemilikan lahan, kualitas rumah, pendapatan keluarga, pengeluaran kesehatan sedangkan aspek sosial dapat dilihat dari hal-hal seperti fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, kesehatan ibu dan balita dan lain-lain.
Pada kenyataannya, besaran nilai IPM tidak menjamin tingkat kesejahteraan masyarakat akan tinggi atau tidak menjamin tingkat kemiskinan masyarakat akan rendah, sebagai contoh hal ini tercermin dari tabel sebagai berikut.

* tabel sengaja tidak ditampilkan *

Tabel I.1 menunjukkan bahwa kenaikan nilai IPM yang merupakan hasil pengukuran keberhasilan pembangunan manusia tidak serta merta diikuti dengan pengurangan jumlah penduduk miskin. Salah satu penyebabnya adalah hitungan nilai IPM didasari oleh nilai agregat yang menggunakan prinsip nilai rata-rata sehingga terjadi ketidakakuratan hitungan nilai IPM tersebut.
Hitungan dan publikasi IPM di X yang telah dilakukan sejak XXXX sampai dengan sekarang menunjukkan peningkatan. IPM tersebut di X digunakan sebagai patokan dasar dalam perencanaan pembangunan. Sedemikian penting IPM tersebut, sehingga sudah seharusnya hitungan IPM dilakukan dengan data yang selalu diperbaharui dan akurat. Peran IPM sebagai alat ukur pembangunan akan lebih terlihat bila dilengkapi dengan data basis dan hitungan yang benar sampai ke wilayah terkecil dan tidak mengabaikan kondisi kemiskinan, sehingga diharapkan perencanaan pembangunan akan benar-benar memihak masyarakat tanpa terkecuali.

I.2 Rumusan Permasalahan Penelitian
Pembangunan merupakan realisasi dan aspirasi suatu bangsa. Tujuan pembangunan yang dimaksudkan adalah untuk melakukan perubahan secara struktural melalui upaya sistematis dan terencana. Proses perencanaan meliputi pemantauan dan evaluasi terhadap berbagai program yang telah diimplementasikan pada periode sebelumnya. Dalam konteks pembangunan daerah, IPM ditetapkan sebagai salah satu ukuran utama yang dicantumkan dalam Pola Dasar Pembangunan Daerah. Hal ini menandakan bahwa IPM menduduki satu posisi penting dalam manajemen pembangunan daerah. Fungsi IPM dan indikator pembangunan manusia lainnya akan menjadi kunci bagi terlaksananya perencanaan dan pembangunan yang terarah.
Kedudukan dan peran IPM dalam pembangunan akan lebih terlihat kalau dilengkapi dengan suatu data yang berisikan indikator yang relevan dengan IPM dan disusun sebagai suatu sistem data yang lengkap. Sistem data yang lengkap dan akurat akan lebih dapat mengkaji berbagai kendala dan implementasi program pembangunan pada periode sebelumnya, dan potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah untuk dimasukkan sebagai masukan dalam perencanaan pembangunan periode berikutnya, sehingga diharapkan nilai IPM sebagai tolok ukur pembangunan dapat mencerminkan kondisi kemiskinan masyarakat yang sesungguhnya.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, dilakukan penelitian untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan:
(1) Bagaimana implementasi hitungan IPM riil di Kota X?
(2) Bagaimana kondisi IPM riil di X?
(3) Bagaimana korelasi antara hitungan IPM dan kondisi kemiskinan di X?

I.3 Tujuan, Sasaran, dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji korelasi antara hitungan IPM dan kondisi kemiskinan di Kota X.
Sasaran yang dicapai dari penelitian ini adalah:
(1) Mengkaji hitungan IPM di Kota X.
(2) Mengkaji kondisi kemiskinan di X berdasarkan peningkatan IPM.
Penelitian ini merupakan salah satu syarat kelulusan dari pendidikan program Magister Studi Pembangunan dan diharapkan penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:
(1) Sebagai bahan masukan bagi proses perencanaan pembangunan di Kota X. Bahan masukan yang tepat dapat membawa kearah perubahan yang diinginkan yaitu pembangunan yang tepat sasaran, merata, berhasil dinikmati masyarakat dan berkelanjutan adalah yang diharapkan oleh masyarakat.
(2) Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kota X untuk menentukan kebijakan pembangunan yang berkaitan kepada capaian IPM yang sebenarnya.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini sebagai berikut:
(1) Ruang Lingkup Wilayah
Wilayah penelitian meliputi wilayah administrasi Kota X.
(2) Ruang Lingkup Materi
Materi penelitian meliputi:
(i) Hitungan IPM berdasarkan indikator-indikatornya yaitu pendidikan, kesehatan, pendapatan (daya beli). (ii) Pembangunan yang terkait dengan pencapaian IPM yaitu pembangunan pendidikan, pembangunan kesehatan, dan pembangunan ekonomi. (iii) Keterkaitan pencapaian IPM terhadap kondisi kemiskinan di wilayah X.
(3) Waktu Penelitian dilaksanakan pada Bulan Mei XXXX

1.5 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk menghitung ulang nilai IPM dengan menggunakan metode hitungan IPM yang lazim digunakan oleh BPS. Metode kualitatif digunakan sebagai penunjang data dari metode kuantitatif.
Metode kualitatif dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif eksploratif. Pendekatan deskriptif eksploratif dilakukan dengan cara studi dokumen dan wawancara.

I.6 Sistematika Penulisan Penelitian
Untuk memperoleh gambaran tentang penulisan tesis ini, sistematika penulisan tesis dapat diuraikan sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang dilakukannya penelitian yang meliputi perumusan permasalahan, tujuan, sasaran dan manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan tesis secara umum.
Bab II Konsep Pembangunan, Konsep Tolok Ukur Pembangunan, dan Konsep Kemiskinan
Bab ini berisi uraian tentang alur pikir dan perkembangan keilmuan topik kajian, konsep-konsep dan definisi-definisi yang menunjang penelitian dan menjadi literatur dasar dalam melaksanakan penelitian, meliputi konsep pembangunan, konsep tentang IPM, dan konsep kemiskinan.
Bab III Pelaksanaan Penelitian
Bab ini menguraikan secara rinci cara dan pelaksanaan penelitian dengan menggunakan metode yang dianggap mampu membantu menjawab pertanyaan penelitian.
Bab IV Gambaran Umum Kota X
Bab ini menguraikan secara jelas gambaran umum Kota X secara administratif dan geografis, kondisi pemerintahan dan kinerja pemerintahan, kondisi sosial ekonomi serta kondisi kecamatan yang ada di wilayah X.
Bab V Identifikasi dan Analisis Korelasi Hitungan Indeks
Pembangunan Manusia dan Kondisi Kemiskinan Kota X
Bab ini menguraikan analisis dan pembahasan tentang implementasi hitungan IPM sebenarnya di Kota X, keterkaitan pencapaian IPM terhadap kondisi kemiskinan di X dan program-program pemerintah yang mendukung pembangunan manusia dan pengentasan kemiskinan.
Bab VI Kesimpulan dan Saran
Bab ini menguraikan tentang ringkasan hasil analisis implementasi hitungan IPM di Kota X dan memberikan bahan masukan bagi perencanaan pembangunan di Kota X dengan memperhatikan keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki dalam penelitian ini.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 13:59:00