Cari Kategori

SKRIPSI HUBUNGAN FUNGSI KEPEMIMPINAN CAMAT DENGAN EFEKTIVITAS KERJA PEGAWAI (STUDI PADA KANTOR CAMAT X)

(KODE FISIP-AN-0004) : SKRIPSI HUBUNGAN FUNGSI KEPEMIMPINAN CAMAT DENGAN EFEKTIVITAS KERJA PEGAWAI (STUDI PADA KANTOR CAMAT X)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Di dalam kehidupan ini manusia tidak bisa hidup sendiri sehingga disebut makhluk sosial yang hidupnya saling berdampingan dan membutuhkan manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Dengan hidup yang saling bergantungan tersebut sehingga membentuk manusia kedalam sesuatu kelompok. Suatu kelompok tersebut mempunyai tujuan yang sama, dalam hal ini disebut organisasi.
Suatu organisasi pada dasarnya adalah suatu bentuk kerjasama antar dua orang atau lebih. Baik yang disebut orang ataupun kelompok, tujuannya adalah untuk mencapai sesuatu yang efektif.
Kepemimpinan merupakan kebutuhan mutlak yang harus dimiliki karena kepemimpinan sebagai penggerak roda organisasi, yang dilakukan dengan meyakinkan bawahannya agar bekerja dengan baik untuk mencapai tujuan organisasi.
Menurut Sondang P. Siagian (1991 : 24), kepemimpinan adalah kemampuan dan ketrampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pemimpin satuan kerja untuk mempengaruhi perilaku orang lain terutama bawahannya untuk berfikir, bertindak sedemikian rupa sehingga melalui fikiran yang positif, memberikan sumbangsih nyata dalam mencapai tujuan organisasi. Sedangkan menurut Terry dan Frankin dalam Yuli (2005 : 165), mendefinisikan Kepemimpinan dengan hubungannya dimana seorang pemimpin mempengaruhi orang lain untuk mau bekerja sama melaksanakan tugas-tugas yang saling berkaitan guna mencapai tujuan yang diinginkan pemimpin dan bawahannya. Cara pemimpin mempengaruhi bawahannya dapat bermacam-macam antara lain dengan memberikan tanggung jawab, memberikan perintah, melimpahkan wewenang, mempercayakan bawahan, memberikan penghargaan, memberikan kedudukan, memberikan tugas dan Iain-lain.
Keberhasilan dan kegagalan pemimpin ditentukan oleh gaya bersikap dan bertindak. Gaya bersikap dan bertindak akan tampak dari cara melakukan sesuatu pekerjaan, salah satunya adalah dengan cara mendorong para pegawai agar dapat bekerja dengan efektif sehingga tercapainya tujuan organisasi yang diinginkan. Dengan demikian dibutuhkan kerja sama yang baik antar pemimpin dan para pegawainya.
Pemimpin di setiap organisasi memerlukan dan mengharapkan sejumlah pegawai yang cakap dan terampil di bidang pekerjaannya, sebagai seorang yang membantunya dalam melaksanakan tugas-tugas yang menjadi beban kerja unit masing-masing. Dalam arti seorang pemimpin menginginkan sejumlah pegawai yang efektif dalam melakukan pekerjaannya.
Kepemimpinan akan berlangsung efektif bilamana mampu memenuhi fungsinya. Maksud fungsi di sini adalah jabatan (pekerjaan) yang dilakukan atau kegunaan sesuatu hal atau kerja suatu bagian tubuh (Veitsal Rivai, 2004:53). Untuk itu setiap pemimpin harus mampu menganalisa situasi sosial kelompok atau organisasinya, yang dapat di manfaatkan dalam mewujudkan fungsi kepemimpinan dengan kerja sama dan bantuan orang-orang yang dipimpinnya. Fungsi kepemimpinan itu berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan organisasinya masing-masing, yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam bukan di luar situasi itu. Pemimpin harus berusaha agar menjadi bagian di dalam situasi kelompok atau organisasinya (Nawawi 2000:74). Pemimpin yang membuat keputusan dengan memberikan situasi kelompok atau organisasi akan dirasakan sebagai keputusan bersama yang menjadi tanggung jawab bersama pula dalam melaksanakannya. Dengan demikian akan terbuka peluang bagi pemimpin untuk mewujudkan fungsi-fungsi kepemimpinan sejalan dengan situasi sosial yang dikembangkannya. Oleh karena itu fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan dalam interaksi antar individu di dalam situasi sosial suatu kelompok/organisasi.
Di lain pihak, seorang pemimpin harus berani dan mampu mengambil tindakan terhadap para pegawainya yang malas dan berbuat salah sehingga merugikan organisasi, dengan jalan memberikan teguran dan hukuman yang setimpal dengan kesalahannya. Untuk melaksanakan fungsi-fungsi ini sebaiknya seorang pemimpin perlu menyelenggarakan daftar kecakapan dan kelakuan baik bagi semua pegawai sehingga tercatat semua hadiah dan hukuman yang telah di berikan kepada mereka.
Fungsi kepemimpinan adalah menggerakkan orang yang dipimpin menuju tercapainya tujuan organisasi. Agar dapat menanamkan kepercayaan pada orang yang dipimpinnya dan menyadarkan bahwa mereka mampu berbuat sesuatu dengan baik. Disamping itu, pemimpin harus memiliki pikiran, tenaga dan kepribadian yang dapat menimbulkan kegiatan dalam hubungan antar manusia. Selanjutnya menurut Yuki (1998), fungsi kepemimpinan adalah usaha untuk mempengaruhi dan mengarahkan para pegawainya untuk bekerja keras, memiliki semangat tinggi, dan memotivasi tinggi guna mencapai tujuan organisasi. Fungsi kepemimpinan adalah usaha untuk memandu, menuntun, membimbing, memberi atau membangunkan motivasi-motivasi kerja, menjalin hubungan komunikasi yang baik dalam memberikan pengawasan yang efisien dan membawa para bawahannya kepada sasaran yang ingin di tuju sesuai dengan kriteria dan waktu yang telah ditetapkan. (Kartini kartono, 2005:93).
Selain itu, fungsi kepemimpinan adalah mempengaruhi dan mengarahkan individu atau kelompok yang bertujuan untuk membantu organisasi bergerak kearah pencapaian tujuan. Dengan demikian inti kepemimpinan bukan pertama-tama terletak pada kedudukannya dalam organisasi, melainkan bagaimana pemimpin melaksanakan fungsinya sebagai pemimpin.
Setiap organisasi selalu dihadapkan pada persoalan keterbatasan sumber daya manusia dalam mencapai tujuannya. Interaksi antara berbagai sumber daya tersebut hams dikelola dengan baik agar dapat mencapai sasarannya secara efektif. Efektivitas kerja dapat didefenisikan sebagai kemampuan melakukan sesuatu secara benar dan sebagai kemampuan melakukan sesuatu tepat pada sasaran.
Efektivitas merupakan unsur pokok aktivitas organisasi dalam mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Bila dilihat dari aspek keberhasilan pencapaian tujuan, maka efektivitas adalah memfokuskan pada tingkat pencapaian terhadap tujuan organisasi. Selanjutnya ditinjau dari aspek ketepatan waktu, maka efektivitas adalah tercapainya berbagai sasaran yang telah ditentukan tepat pada waktunya dengan menggunakan sumber-sumber terkait yang telah dialokasikan untuk melakukan berbagai kegiatan. Menurut Siagian (2000:56), efektivitas kerja adalah penyelesaian pekerjaan tepat waktu yang telah ditetapkan. Artinya apakah pelaksanaan tugas dinilai baik atau tidak, sangat tergantung bila tugas itu diselesaikan atau tidak, terutama menjawab pertanyaan dan bagaiman cara melaksanakan dan berapa biaya anggaran yang dikeluarkan untuk menyelesaikan tugas tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa efektivitas kerja adalah kemampuan kerja bagi pegawai untuk dapat bekerja secara maksimal dengan membawa keuntungan bagi organisasi dan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Jadi, apabila kepemimpinan camat mampu meningkatkan efektivitas kerja para pegawainya maka, organisasi tersebut akan mendapatkan keuntungan terhadap pencapaian tujuan dengan waktu yang singkat dalam bekerja dan perolehan hasil kerja yang singkat. Apabila usaha-usaha positif tersebut untuk meningkatkan efektivitas kerja pegawai telah dilakukan, maka hal itu akan memberikan nilai tambah terhadap kepemimpian camat itu sendiri.
Kecamatan X Kabupaten X adalah salah satu instansi pemerintahan. Camat adalah perangkat pemerintahan wilayah kecamatan yang menyelenggarakan pelaksanaan tugas pemerintahan diwilayah kecamatan X X yang bekerja untuk masyarakat sudah seharusnya memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Untuk mendapatkan pelayanan yang baik, pegawai Kantor Camat X harus dapat bekerja seefektif mungkin dalam menjalankan tugasnya. Namun, yang sering terjadi sering sekali para pegawai datang terlambat ke kantor pada jam yang telah ditentukan, bahkan meninggalkan kantor sebelum jam kerja berakhir. Disinilah dituntut fungsi kepemimpinan Camat dalam mengelola para pegawainya dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab agar dapat bekerja dengan efektif demi terwujudnya tujuan organisasi yang diinginkan.
Untuk mencapai efektivitas kerja yang diinginkan, camat X hams dapat menjalankan peran dan tugasnya dengan baik dan diharapkan adanya hubungan komunikasi yang baik antara pemimpin dengan bawahannya sehingga para pegawai dapat bekerja dengan sebaik-baiknya. Camat dan para pegawainya harus saling bekerja sama dalam usaha pencapaian tujuan tesebut.
Oleh sebab itu dalam kesempatan ini penulis mengupayakan suatu kajian ilmiah dalam judul penelitian sebagai berikut "Hubungan Fungsi Kepemimpinan Camat Dengan Efektivitas Kerja Pegawai (Studi Pada Kantor Camat X Kabupaten X)".

B. Perumusan Masalah
Untuk dapat mempermudah penelitian ini nantinya dan agar penelitian ini memiliki arah yang jelas dalam menginterprestasikan fakta dan data kedalam penulisan skripsi, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahan yang akan diteliti.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah "Apakah Fungsi Kepemimpinan Camat mempunyai hubungan Dengan Efektivitas Kerja Pegawai Pada Kantor Camat X Kabupaten X".

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana fungsi kepemimpinan Camat pada Kantor Camat X Kabupaten X
2. Untuk mengetahui bagaimana efektivitas kerja pegawai pada Kantor Camat X Kabupaten X
3. Untuk mengetahui apakah Fungsi Kepemimpinan Camat mempunyai hubungan dengan efektivitas kerja pegawai pada Kantor Camat X Kabupaten X.

D. Manfaat Penelitian
Disamping tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini, maka suatu penelitian harus memiliki manfaat. Adapun manfaat yang hendak dicapai oleh penulis melalui penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis khususnya, penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan menulis karya ilmiah, terutama dalam menganalisa permasalahan yang terjadi di masyarakat yang ada kaitannya dengan teori akademis.
2. Bagi instansi terkait, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang berguna dalam meningkatkan efektivitas kerja pegawai bagi instansi itu sendiri.
3. Bagi Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas X, penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya ragam penelitian mahasiswa dan sebagai sumbangan pemikiran yang berguna untuk penelitian selanjutnya.

E. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, defenisi operasional dan sisitematika penulisan.
BAB II METODE PENELITIAN
Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi, dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian berupa sejarah singkat, serta struktur organisasi
BAB IV PENYAJIAN DATA
Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan yang dianalisis
BAB V ANALISIS DATA
Bab ini memuat pembahasan atau interprestasi dari data-data yang disajikan pada bab sebelumnya
BAB VI PENUTUP
Bab ini memuat kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang dilakukan

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:48:00

SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS PELAYANAN PUBLIK (STUDI DI DESA X)

(KODE FISIP-AN-0003) : SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS PELAYANAN PUBLIK (STUDI DI DESA X)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Pelayanan merupakan tugas utama yang hakiki dari sosok aparatur, sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Tugas ini telah jelas digariskan dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yang meliputi 4 (empat) aspek pelayanan pokok aparatur terhadap masyarakat, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dan diperjelas lagi dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 tahun 2003 yang menguraikan pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik.
Pelayanan sebagai proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara lansung, merupakan konsep yang senantiasa aktual dalam berbagai aspek kelembagaan. Bukan hanya pada organisasi bisnis, tetapi telah berkembang lebih luas pada tatanan organisasi pemerintah (Sinambela, 2006:42-43).
Dewasa ini kehidupan masyarakat mengalami banyak perubahan sebagai akibat dari kemajuan yang telah dicapai dalam proses pembangunan sebelumnya dan kemajuan yang pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan yang dapat dirasakan sekarang ini adalah terjadinya perubahan pola pikir masyarakat ke arah yang semakin kritis. Hal itu dimungkinkan, karena semakin hari warga masyarakat semakin cerdas dan semakin memahami hak dan kewajibannya sebagai warga. Kondisi masyarakat yang demikian menuntut hadirnya pemerintah yang mampu memenuhi berbagai tuntutan kebutuhan dalam segala aspek kehidupan mereka, terutama dalam mendapatkan pelayanan yang sebaik-baiknya dari pemerintah. Dalam kaitannya itu (Rasyid 1997:11) mengemukakan bahwa : Pemerintah modern, dengan kata lain, pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat. Memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai kemajuan bersama
Pemberian palayanan yang memenuhi standar yang telah ditetapkan memang menjadi bagian yang perlu dicermati. Saat ini masih sering dirasakan bahwa kualitas pelayanan minimum sekalipun masih jauh dari harapan masyarakat. Yang lebih memprihatinkan lagi, masyarakat hampir sama sekali tidak memahami secara pasti tentang pelayanan yang seharusnya diterima dan sesuai dengan prosedur pelayanan yang baku oleh pemerintah. Masyarakatpun enggan mengadukan apabila menerima pelayanan yang buruk, bahkan hampir pasti mereka pasrah menerima layanan seadanya. Kenyataan semacam ini terdorong oleh sifatpublic goods menjadi monopoli pemerintah khususnya dinas/instansi pemerintah daerah dan hampir tidak ada pembanding dari pihak lain. Praktek semacam ini menciptakan kondisi yang merendahkan posisi tawar dari masyarakat sebagai penggunan jasa pelayanan dari pemerintah, sehingga memaksa masyarakat mau tidak mau menerima dan menikmati pelayanan yang kurang memadai tanpa protes.
Satu hal yang belakangan ini sering dipermasalahkan adalah dalam bidang publik service (Pelayanan Umum), terutama dalam hal kualitas atau mutu pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat. Pemerintah sebagai service provider (Penyedia Jasa) bagi masyarakat dituntut untuk memberikan pelayanan yang berkualitas. Apalagi pada era otonomi daerah, kulitas dari pelayanan aparatur pemerintah akan semakin ditantang untuk optimal dan mampu menjawab tuntutan yang semakin tinggi dari masyarakat, baik dari segi kulitas maupun dari segi kuantitas pelayanan. Di negara-negara berkembang dapat kita lihat mutu pelayanan publik merupakan masalah yang sering muncul, karena pada negara berkembang umumnya permintaan akan pelayanan jauh melebihi kemampuan pemerintah untuk memenuhinya sehingga pelayanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat kurang terpenuhi baik dilihat dari segi kulitas maupun kuantitas.
Secara mendasar, keluhan tentang rendahnya kulitas pelayanan publik sudah tema pembicaraan sehari-hari. Dalam sebuah koran Harian Analisa edisi senin, 24 november 2008 yang berjudul "Indonesia peringkat 69 dalam penangan pelayanan birokrasi" tertulis bahwa penanganan pelayanan birokrasi di Indonesia masih terbilang lambat.
Menurut KR.Ranah dalam jurnal "Pelayanan Publik yang Berbelit; Warisan Penjajah Agar Kita Tak Bisa Maju" yang terbit 31 januari 2008 menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi tidak berjalannya pelayanan publik dengan baik yaitu : pertama, masalah struktural birokrasi yang menyangkut penganggaran untuk pelayanan publik. Kedua yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik adalah adanya kendala kultural di dalam birokrasi. Selain itu ada pula faktor dari perilaku aparat yang tidak mencerminkan perilaku melayani, dan sebaliknya cenderung menunjukkan perilaku ingin dilayani.
Selain itu, dalam Seminar Pelayanan Publik Dalam Era Desentralisasi" yang diselenggarakan oleh Bappenas, pada tanggal 18 Desember 2003, di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, ada beberapa permasalah yang ada dalam pelayanan publik yaitu: kurang responsif, kurang informatif, kurang accessible, kurang koordinasi, birokratis, kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat, dan efisien.
Dari beberapa permasalahan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa apa yang dilakukan oleh aparat pemerintah belum sepenuhnya memberikan pelayanan yang memuasakan kepada masyarakat, apa yang dilakukan hanyalah bentuk pelayanan yang didasari oleh kewajiban sebagai pekerja pemerintah bukan sebagai abdi masyarakat. Adanya prilaku demikian menyebabkan timbulnya tudingan-tudingan negatif yang dilontarkan oleh berbagai kalangan terhadap aparatur pemerintah, seperti aparat dianggap kurang profesional, berbelit-belit (tidak efisien), disiplin kerja rendah, korupsi, lalai dalam melakukan pengawasan dalam kegiatan bisnis besar dalam melibatkan uang negara maupun masyarakat dan lain sebaginya. Semua itu merupakan bukti atas masih rendahnya kualitas pelayanan yang dimiliki oleh masyarakat atau yang diberikan kepada masyarakat.
Dari uraian diatas maka penulis memilih lokasi penelitian di pemerintahan Desa X Kecamatan X karena berdasakan pengamatan penulis bahwa permasalahan mengenai kenerja aparat pemerintah dalam memberikan pelayanan publik juga terjadi di Pemerintahan Desa X Kecamatan X.
Berdasarkan masalah dan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul "Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Publik (Studi Pada Desa X Kecamatan X)".

B. Perumusan Masalah
Dalam suatu penelitian, yang sangat penting dalam suatu penelitian adalah adalanya masalah yang akan diteliti. Menurut Arikunto, agar dapat dilaksanakan penelitian dengan sebaik-baiknya makna peneliti haruslah merumuskan masalah dengan jelas dari mana harus mulai, kemana harus pergi dan dengan apa (Arikunto, 1996:19).
Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: "Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik di Desa X Kecamatan X".

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mendeskripsikan bagaimana kualitas pelayanan publik di Desa X Kecamatan X.
2. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik di Desa X Kecamatan X.

D. Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya kegiatan penelitian ini tentunya akan memberi manfaat bagi sipenulis maupun pihak lain yang memerlukannya. Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Secara Subjektif
Sebagai suatu tahapan untuk melatih dan mengembangakan kemampuan berfikir ilmiah dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya tulis ilmiah berdasarkan kajian-kajian teori yang diproleh dari Ilmu Administrasi Negara.
2. Secara Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan dan penyempurnaan teori-teori didalam ilmu administrasi Negara terutama menyangkut pelayanan administrasi.
3. Secara Praktis
Penelitian dapat memberikan sumbangan berharga bagi pemerintah atau lembaga-lembaga yang membutuhkan, selain itu hasil penelitian ini juga dapat menjadi acuan penelitian-penelitian pada bidang yang sama dimasa yang akan datang.

E. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan
Pada bab ini berisikan Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Defenisi Konsep, Defenisi Operasional, dan Sistematika Penulisan
BAB II : Metode Penelitian
Pada bab ini ini berisikan Bentuk Penelitian, Lokasi Penelitian, Informan, Teknik Pengumpulan Data dan Teknik Analisa Data.
BAB III : Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Dalam bab ini berisikan Sejarah Singkat Berdirinya Desa, Kedudukan, Tugas dan Fungsi Pokok Organisasi
BAB IV : Penyajian Data
Dalam bab ini berisikan hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi yang akan dianalisis
BABV : Analisa Data
Analisa data berisikan pembahasan atau interpretasi dari data-data yang disajikan dan diperoleh dari lokasi penelitian.
BAB VI : Penutup
Pada bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang bersifat membangun bagi objek penelitian.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:45:00

SKRIPSI EVALUASI IMPLEMENTASI PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL TAHAP PEMBERANTASAN DI DESA X

(KODE FISIP-AN-0002) : SKRIPSI EVALUASI IMPLEMENTASI PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL TAHAP PEMBERANTASAN DI DESA X




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu dasar bagi sebuah Negara untuk dapat berkembang. UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 10 ayat 1 mengatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui 2 (dua) jalur, yaitu: Jalur Pendidikan Sekolah dan Jalur Pendidikan Luar Sekolah.
Pendidikan Luar sekolah adalah salah satu jalur pendidikan nasional yang turut bertugas dan bertanggungjawab untuk mengantar bangsa agar siap menghadapi perkembangan jaman dan mampu meningkatkan kualitas hidup bangsa dimasa mendatang.
Pendidiakan luar sekolah diprioritaskan ke dalam beberapa progam, antara lain pemberantasan buta aksara, kejar paket, pendidikan anak usia dini, pendidiakan berkelanjutan, dan lain sebagainya. Dari beberapa program pendidikan luar sekolah tersebut penulis memutuskan untuk menyoroti tentang pemberantasan buta huruf. Karena penulis merasa bahwa program ini berhubungan dengan masyarakat golongan bawah. Jika program ini berhasil diimplementasikan maka dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat golongan bawah.
Di Negara Ghana Program Keaksaraan Fungsional terbentuk sekitar tahun 1987, saat terjadi krisis ekonomi. Seperti yang ditulis oleh Aya Aoki tentang tentang Ghana's national functional literacy program dalam Australian Journal of Adult Learning Volume 45, Number 1, April 2005, menyebutkan "Between 1968 and 1986, in the midst of an economic decline in the country, adult literacy programs were left in the hands of various religious and secular organisations. Realizing the significance of nonformal learning approaches and the need to coordinate different nonformal education activities in the country, the government under the Rawlings administration created the Non-Formal Education Division in the Ministry of Education (NFED/MOE) in 1987. Motivation for the National Functional Literacy Program (NFLP) heightened after the 1989 census showed an adult illiteracy rate of 67% (The World Bank 1992, 1998)." Bahwa diantara tahun 1968-1986, ditengah-tengah krisis ekonomi di Ghana, Program Keaksaraan dijalankan oleh beraneka ragam organisasi-organisasi keagamaan dan duniawi. Dalam merealisasikan pendekatan pendidikan non formal dan kebutuhan untuk mengkoordinasi aktivitas pendidikan non formal yang berbeda di Ghana, pemerintah melalui The Rawlings administration membentuk divisi pendidikan non formal di dalam kementrian pendidikan (NFED/MOE) pada tahun 1987. Program Keaksaraan Fungsional Nasional (NFLP) semakin digencarkan setelah sensus menunjukkan bahwa tahun 1989 penyandang buta aksara di Negara Ghana menunjukkan angka 67% (The World Bank 1992, 1998).
Berbeda dengan di Indonesia, upaya pemberantasan buta huruf di Indonesia sudah dimulai sebelum kemerdekaan atau semasa perang kemerdekaan. Pada waktu itu para pejuang di samping bergerilya, juga memberikan pelajaran membaca dan menulis kepada rekan pejuang lainnya yang masih buta aksara dan kepada masyarakat luas. Setelah kemerdekaan ada program pemberantasan buta aksara yang diselenggarakan melalui kursus-kursus PBH, yang lazim disebut "Kursus ABC".
Kemudian pada tahun 1964 dilakukan Pemberantasan Buta Huruf (PBH) secara tradisional dan tahun 1965 Indonesia menyatakan bebas buta huruf, akan tetapi berdasarkan sensus tahun 1970 ternyata jumlah buta huruf masih mencapai 31 %. Oleh karena itu, mulai permulaan dekade tahun 70-an, dirintis program pemberantasan buta huruf gaya baru yang dikenal dengan Kejar Paket A, dan pada tahun 1995 mulai dikembangkan program Keaksaraan Fungsional (KF) yang sekarang ini menurut UU Nomor 20 tahun 2003 diistilahkan dengan Pendidikan Keaksaraan.
Program Pemberantasan Buta Huruf atau yang sekarang disebut dengan Program Keaksaraan Fungsional, merupakan suatu program yang dimaksudkan untuk melayani warga masyarakat yang tidak sekolah dan atau putus sekolah dasar sehingga memiliki kemampuan keaksaraan. Program ini memiliki tujuan untuk memberdayakan warga belajar agar mampu membaca, menulis, berhitung dan berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Program Keaksaraan Fungsional merupakan bagian integral pengentasan masyarakat dari kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, dan ketidakberdayaan dalam kerangka makro pengembangan kualitas sumberdaya manusia Indonesia. Pemberantasan buta huruf menjadi sangat penting dan strategis mengingat pendidikan penduduk Indonesia masih rendah.
Sampai sekarang status tingkat keaksaraan di Indonesia masih belum menggembirakan. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya daerah yang masyarakatnya masih menyandang status buta aksara. Sebagai contoh, rekapitulasi data di Kecamatan X Kabupaten X bawah ini, menggambarkan bahwa masih banyak kepala keluarga yang tidak tamat SD, dimana hal ini akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan hidup.
Upaya mengatasi tantangan diatas, Direktorat Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda berusaha untuk mengintensifkan pelaksanaan program Keaksaraan Fungsional. Dengan peningkatan program tersebut, diharapkan dapat menekan laju tingkat kebutaaksaraan di Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Dakar pada tahun 2000, dimana pada tahun 2015 tingkat keaksaraan harus mencapai 50% untuk usia 15 sampai 44 tahun. Sementara tekad pemerintah sekarang, yakni menetapkan kebijakan pengurangan penduduk buta aksara 15 tahun ke atas hingga tinggal 5% pada tahun 2009, sedangkan penyandang buta aksara di Indonesia saat ini mencapai 12, 8 juta orang (8, 07%).
Program Keaksaraan Fungsional diharapakan mampu menekan tingkat kebutaaksaraan diatas. Adapun tujuan Program keaksaraan fungsional yaitu:
a. Warga belajar diharapkan dapat menggunakan hasil belajar untuk mengatasi masalah kehidupan sendiri.
b. Warga belajar termotifasi untuk menemukan jalan sumber-sumber kehidupannya.
c. Warga dapat menjalani kehidupan yang efektif.
d. Warga mampu memanfaatkan sumber-sumber penghidupan yang dimiliki.
e. Warga mampu menggali, mempelajari pengetahuan, ketrampilan dan sikap sehingga memiliki kemampuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat dan bangsa.
Sedangkan sasaran Program Keaksaraan Fungsional yaitu:
a. Warga belajar yang tidak bisa membaca, menulis dan berhitung murni.
b. Warga belajar yang DO kelas 1 sampai kelas 3 SD.
c. Warga belajar yang tidak mempunyai ketrampilan.
Program Keaksaraan Fungsional dibagi ke dalam 3 tahap pembelajaran, yaitu:
1. Tahap Pemberantasan
Pada tahap ini, diperuntukkan bagi mereka yang belum memiliki ketrampilan dasar calistung (membaca, menulis dan berhitung), belum mengenal huruf, belum bisa merangkai kata lancer, dan belum mengerti arti sebuah kalimat dengan jelas. Tahap ini adalah bagaimana membantu warga belajar buta huruf murni agar dapat menulis, membaca dan berhitung sebdiri secara sederhana, dengan menggunakan teknik-teknik yang telah ditentukan bersama.
2. Tahap Pembinaan
Pada tahap ini, warga belajar sudah dapat membaca, menulis serta memiliki pengetahuan dan pengalaman, namun mereka belum memiliki kemampuan fungsional. Mereka jarang menggunakan ketrampilan calistung dalam kehidupan sehari-hari. Ketrampilan mereka juga belum cukup untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, sehingga pada tahap ini tutor (guru) dapat membantu mereka dengan menggunakan bahan belajar dari kehidupan sehari-hari dan membantu mereka dalam mengembangkan kemampuan fungsionalnya untuk memecahkan masalah yang ada di sekelilingnya.
3. Tahap Pelestarian
Pada tahap pelestarian dimaksudkan untuk membentuk sikap warga belajar agar terus lestari belajar. Untuk itu perlu diupayakan bahan belajar yang memadahi dan sesuai dengan minat dan kebutuhan warga belajar. Tahap ini warga belajar dapat memilih topic belajar dan membuat rencana belajar, menilai kemampuan kelompok belajar, menulis laporan, menulis proposal, membuat jaringan kerja dengan instansi lain dan membuat pusat belajar masyarakat, serta dapat memanfaatkan keaksaraan dalam kehidupan sehari-hari.
Sampai saat ini pelaksanaan Program Keaksaraan Fungsional masih berlangsung. Namun tahap pertama telah selesai bulan Januari tahun 2007 silam. Oleh karena itu, penulis mengambil judul "EVALUASI IMPLEMENTASI PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL TAHAP PEMBERANTASAN DI DESA X KECAMATAN X KABUPATEN X". Penulis memutuskan untuk mengambil judul tersebut karena, penulis melihat bahwa program ini perlu dievaluasi untuk mengetahui seberapa besar manfaat yang diberikan tahap pemberantasan dari Program Keaksaraan Fungsional tersebut bagi para sasaran program. Apakah tahap pertama Program Keaksaraan Fungsional memberikan dampak sesuai dengan apa yang diinginkan, apakah tujuan yang ingin dicapai program tersebut telah sesuai dengan hasil nyata yang terjadi di masyarakat.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merumuskan perumusan masalah, yaitu:
- Bagaimana proses pelaksanaan Program Keaksarran Fingsional Tahap Pemberantasan di Desa X Kecamatan X Kabupaten X?
- Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Pelaksanaan Program Keaksaraan Fungsional di Desa X Kecamatan X Kabupaten X?
- Bagaimana kemanfaatan Program Keaksaraan Fungsional terhadap sasaran program?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui keberhasilan program Keaksaraan Fungsional Tahap Pemberantasan di Desa Xpandeyan
2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan Program Keaksaraan Fungsional Tahap Pemberantasan di Desa X
3. Untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar kesarjanaan (S-1) Ilmu Administrasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas X.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Pendidikan Luar Sekolah
Diharapkan dapat menjadi masukan dan evaluasi terhadap pemberantasan buta aksara yang telah dilakukan
2. Bagi Pembaca
Karya ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan informasi tentang pemberantasan buta aksara
3. Bagi Penulis
Karya ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memberikan informasi tentang pemberantasan buta aksara. Serta merupakan syarat kelulusan S-1.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:44:00

SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS PERMULAAN DENGAN METODE KOOPERATIF INTEGRASI MEMBACA DAN KOMPOSISI (CIRC)

(KODE PTK-0052) : SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS PERMULAAN DENGAN METODE KOOPERATIF INTEGRASI MEMBACA DAN KOMPOSISI (CIRC) (MATA PELAJARAN : BAHASA INDONESIA)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Membaca adalah modal bagi seseorang untuk mempelajari buku dan mencari informasi tertulis. Membaca bagi seorang siswa juga menjadi modal agar dapat mengikuti kegiatan pembelajaran. Selain membaca, menulis juga harus dikuasai oleh siswa agar siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan lancar. Karena itu, kemampuan membaca dan menulis bagi siswa menjadi modal utama untuk dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar atau kegiatan pembelajaran.
Membaca dan menulis merupakan dasar bagi seseorang untuk dapat melakukan komunikasi secara tertulis. Komunikasi merupakan satu hal yang penting bagi manusia untuk dapat tetap bertahan hidup dan bermasyarakat. Tanpa komunikasi, maka manusia tidak akan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Karena itulah maka komunikasi sangat penting bagi manusia dalam menjalani hidup di dunia ini. Salah satu bekal untuk dapat berkomunikasi tersebut manusia harus dapat membaca dan menulis.
Kemampuan membaca dan menulis tersebut dimaksudkan untuk dapat memahami bahasa komunikasi. Bahasa merupakan salah satu alat untuk berkomunikasi dan sangat besar fungsinya. Karena pentingnya membaca dan menulis, maka hal tersebut diajarkan kepada siswa di sekolah. Dengan belajar dan menulis, maka siswa akan dapat melakukan komunikasi dalam kehidupan sosialnya sehari-hari.
Pentingnya kemampuan membaca dan menulis bagi siswa menjadikan pembelajaran membaca dan menulis menjadi pelajaran paling awal yang harus diikuti oleh siswa. Karena itu, pelajaran membaca dan menulis permulaan dimasukkan dalam kurikulum sekolah dasar pada kelas I. Namun demikian, adanya tuntutan jaman yang semakin canggih dan cepat, pelajaran membaca dan menulis telah dikenalkan kepada para peserta didik di TK. Hal ini tentunya akan mempengaruhi kemampuan membaca dan menulis permulaan siswa ketika masuk ke sekolah tingkat dasar.
Pembelajaran membaca dan menulis permulaan merupakan bagian dari pembelajaran bahasa. Bahasa merupakan alat penting bagi manusia untuk komunikasi (Gorys Keraf, 980: 1). Selain itu, bahasa merupakan sarana berpikir keilmuan (Herman J Waluyo, 2006: 30). Sebagai sarana komunikasi dan juga sebagai sarana berpikir keilmuan, maka bahasa menjadi vital dan penting untuk dipelajari. Pembelajaran bahasa dimulai dari pembelajaran membaca dan menulis.
Kurikulum sekolah di Indonesia saat ini, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006: 22) di dalamnya mencantumkan pelajaran bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran wajib. Sebagai pelajaran wajib, maka semua siswa mendapatkan pembelajaran bahasa Indonesia. Pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tertulis.
Pembelajaran di sekolah memerlukan pengelolaan yang baik agar dapat diperoleh pembelajaran yang efektif. Pembelajaran yang efektif adalah suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk belajar keterampilan spesifik, ilmu pengetahuan, dan sikap serta membuat siswa senang (Dick E Reiser, 1998). Sementara itu Dunne & Wragg (1996) menjelaskan bahwa pembelajaran efektif memudahkan siswa belajar sesuatu yang bemanfaat seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, cara hidup serasi dengan sesama, atau sesuatu hasil belajar yang diinginkan. Karena itulah untuk dapat memperoleh pembelajaran yang efektif guru harus dapat mengelola kegiatan belajar mengajar dengan sebaik-baiknya, yaitu kegiatan belajar yang aktif, kreatif, dan menyenangkan. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh A Malik Fajar bahwa secara umum KBM di sekolah harus menyenangkan, mengasikkan, mencerdaskan, dan menguatkan daya pikir siswa, yang berpedoman pada tujuan, sehingga KBM akan lebih efektif (pengelolaan KBM, 2003. 1).
Pembelajaran yang efekti merupakan pembelajaran yang dilakukan untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan saat ini merupakan suatu hal yang segera harus dilakukan. Mengingat mutu pendidikan saat ini mulai menurun, terutama pendidikan moral yang dapat dilihat dari hasil pendidikan yang saat ini banyak yang tidak memiliki moral. Banyaknya pejabat yang melakukan tindakan amoral merupakan salah satu petunjuk bahwa pendidikan di Indonesia belum memperoleh hasil sebagaimana yang diharapkan. Rendahnya mutu pendidikan dikarenakan oleh kegiatan pendidikan yang tidak berkualitas. Untuk dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas, maka hal tersebut hanya dapat dihasilkan melalui pendidikan yang berkualitas juga (Umaedi, 1999: 1).
Pembelajaran bahasa Indonesia hingga saat ini belum menampakkan hasil yang maksimal. Banyak siswa yang tidak dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Dapat dilihat di beberapa jenjang pendidikan termasuk pendidikan tinggi, bahkan para lulusan perguruan tinggi sering melakukan kesalahan dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kesalahan penggunaan bahasa Indonesia sering terlihat pada kegiatan menulis. Rendahnya kemampuan lulusan sekolah dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dikarenakan pembelajaran bahasa Indonesia yang kurang berhasil.
Kurangnya keberhasilan pembelajaran bahasa Indonesia dikarenakan guru tidak melakukan pengelolaan kegiatan pembelajar mengajar sebagaimana mestinya. Perlu diketahui bahwa dalam kegiatan pembelajaran, terdapat tiga aspek dalam pembelajaran (Lindgren, 1976). Ketiga aspek tersebut, pertama, siswa yang merupakan faktor yang paling penting karena tanpa siswa tidak akan ada proses belajar. Kedua, proses belajar yaitu apa saja yang dihayati siswa apabila mereka belajar, bukan apa yang harus dilakukan pendidik untuk mengajarkan materi pelajaran melainkan apa yang dilakukan siswa untuk mempelajarinya. Ketiga, situasi belajar, yaitu lingkungan temapt terjadinya proses belajar dan semua factor yang mempengaruhi siswa atau proses belajar seperti pendidik, kelas dan interaksi di dalamnya.
Pembelajaran bahasa dimulai dari membaca dan menulis. Pembelajaran membaca dan menulis dimulai sejak anak masuk di kelas I sekolah dasar. Dalam hal ini, siswa belajar membaca dan menulis permulaan. Belajar membaca dan menulis permulaan yaitu belajar mengenal huruf, bunyi huruf, merangkai huruf menjadi suku kata, merangkai suku kata menjadi kata, dan akhirnya merangkai kata menjadi kalimat. Pembelajaran membaca dan menulis permulaan pada siswa kelas I dimaksudkan agar siswa dapat memiliki keterampilan membaca dan menulis. Keterampilan membaca dan menulis dalam hal ini merupakan keterampilan dalam tingkat dasar, yaitu siswa dapat membaca dan menulis dengan lancar.
Agar keterampilan membaca dan menulis permulaan pada siswa SD dapat dilakukan dengan baik serta diperoleh hasil yang maksimal, diperlukan suatu strategi pembelajaran yang efektif dan efisien. Mengingat pentingnya pelajaran membaca dan menulis permulaan sebagai dasar untuk memperoleh ilmu pengetahuan, maka perlu diupayakan suatu alternatif strategi pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya dalam pembelajaran membaca dan menulis permulaan di SD yang tepat. Keluhan tentang kekurang terampilan siswa dalam membaca dan menulis di SD pada pelajaran bahasa Indonesia sampai saat ini masih dirasakan, bahkan dalam kenyataan ada keluhan guru yang mengajar di kelas II dan III SD masih ada siswa yang belum dapat membaca dan menulis. Banyak faktor yang mempengaruhi keadaan tersebut, namun utamanya adalah dalam pembelajaran membaca dan menulis permulaan. Keberhasilan pembelajaran membaca dan menulis permulaan memerlukan dukungan dari beberapa faktor, antara lain adalah faktor keluarga, fasilitas, motivasi, dan terutama adalah metode pembelajaran yang sesuai.
Kemampuan membaca dan menulis permulaan pada siswa kelas I yang berada di daerah perkotaan dan pedesaan tentunya juga memiliki perbedaan. Kasus yang sama juga dapat terjadi antara sekolah dengan tingkatan menengah atas dengan sekolah pada tingkatan menengah bawah. Hal ini tentunya dapat menjadi perhatian tersendiri bagi pada praktisi pendidikan. Karena itu, sangat perlu dilakukan penelitian agar gap atau jarak antara sekolah dengan kategori menengah atas dengan menengah bawah tidak telalu jauh.
Berbagai metode dan pendekatan pembelajaran membaca dan menulis permulaan pada siswa kelas I cukup banyak. Banyaknya metode tersebut tentunya memerlukan kemampuan guru untuk memilih metode yang paling sesuai dengan situasi dan kondisi. Karena setiap metode memiliki kelebihan dan kelemahan yang berbeda-beda. Karena itulah maka guru harus dapat memahami kelasnya masing-masing agar dapat memilih metode yang tepat untuk kelasnya.
Siswa kelas I di Sekolah Dasar Negeri X selama ini masih memiliki kemampuan menulis dan membaca yang rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang mungkin mempengaruhi rendahnya kemampuan siswa tersebut adalah pada metode pembelajaran yang digunakan guru selama ini. Oleh karena itu, perlu dilakukan eksperimen atau tindakan pembelajaran dengan metode yang berbeda. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan adalah dengan metode pembelajaran kooperatif Integrasi Membaca dan Komposisi (CIRC). Karena itulah maka penelitian ini dilakukan untuk mencoba menggunakan metode pembelajaran kooperatif Integrasi Membaca dan Komposisi (CIRC) dalam pembelajaran membaca dan menulis permulaan bagi siswa kelas I Sekolah Dasar.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah penerapan metode pembelajaran kooperatif Integrasi Membaca dan Komposisi (CIRC) dalam upaya meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan pada siswa kelas I SD Negeri X?
2. Apakah penerapan metode pembelajaran kooperatif Integrasi Membaca dan Komposisi (CIRC) dapat meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan pada siswa kelas I SD Negeri X?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mendeskripsikan dan menjelaskan penerapan metode pembelajaran kooperatif Integrasi Membaca dan Komposisi (CIRC) dalam upaya meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan pada siswa kelas I SD Negeri X.
2. Meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan dengan penerapan metode pembelajaran kooperatif Integrasi Membaca dan Komposisi (CIRC) pada siswa kelas I SD Negeri X.

D. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:
1. Bagi siswa
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan membaca menulis permulaan.
b. Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan keaktifan, motivasi, minat, dan partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran.
2. Bagi guru
a. Hasil penelitian dapat menjadi wawasan bagi guru dalam menggunakan metode pembelajaran kooperatif Integrasi Membaca dan Komposisi (CIRC).
b. Hasil penelitian dapat menjadi bahan inspirasi untuk menentukan metode lain dalam melakukan kegiatan belajar mengajar.
3. Bagi sekolah
Bagi sekolah diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi sekolah secara keseluruhan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:32:00

SKRIPSI PTK PENERAPAN METODE NUMBERED HEADS TOGETHER SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI SISWA DALAM PEMBELAJARAN PKN

(KODE PTK-0051) : SKRIPSI PTK PENERAPAN METODE NUMBERED HEADS TOGETHER SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI SISWA DALAM PEMBELAJARAN PKN (MATA PELAJARAN : PKN)




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran merupakan suatu proses yang melibatkan berbagai komponen, bersifat timbal balik, dan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pada dasarnya baik tidaknya pembelajaran yang berlangsung sangat menentukan perolehan hasil belajar, yang pada kenyataannya tidak pernah lepas dari masalah.
Masalah proses belajar mengajar pada umumnya terjadi di kelas. Kelas dalam hal ini dapat berarti ruangan yang digunakan oleh guru dan anak didiknya dalam melakukan segala kegiatan yang berkaitan dengan proses belajar mengajar.
Salah satu upaya pembaharuan dalam bidang pendidikan adalah pembaharuan metode mengajar. Metode mengajar dapat dikatakan relevan jika mampu mengantarkan siswa mencapai tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pendidikan kewarganegaraan pada khususnya.
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah salah satu mata pelajaran wajib pada kurikulum pendidikan dasar dan menengah serta kurikulum pendidikan tinggi sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 37 ayat (1) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: (a) Pendidikan agama; (b) Pendidikan kewarganegaraan; (c) Bahasa; (d) Matematika; (e) Ilmu pengetahuan alam; (f) Ilmu pengetahuan sosial; (g) Seni dan budaya; (h) Pendidikan jasmani dan olahraga; (i) Ketrampilan/kejuruan; dan (j) Muatan lokal dan ayat (2) Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat: (a) Pendidikan agama; (b) Pendidikan kewarganegaraan; dan (c) Bahasa.
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, serta membentuk sikap dan perilaku cinta tanah air yang bersendikan kebudayaan bangsa (Kardiyat Wiharyanto, 2005 : 3).
Pendidikan Kewarganegaraan adalah salah satu mata pelajaran yang pengusaannya menuntut siswa menghafal materi yang telah disampaikan, sehingga terkadang siswa merasa kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran. Akibatnya, siswa menampakkan sikap acuh dan malas. Perilaku siswa yang demikian tentu saja menunjukkan motivasi mereka terhadap pembelajaran PKn masih rendah. Motivasi yang masih rendah tersebut mungkin juga dipengaruhi oleh faktor gaya mengajar atau metode mengajar yang diterapkan oleh guru.
Guru dituntut dapat mengkomunikasikan materi pelajaran kepada siswa dengan baik agar materi dapat dipahami sepenuhnya oleh siswa. Tetapi guru juga harus bisa membangkitkan motivasi siswa, karena bagaimanapun motivasi akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Pembelajaran PKn saat ini dirasa masih banyak menggunakan metode mengajar konvensional. Hal ini menyebabkan siswa menjadi kurang termotivasi dalam belajar. Dalam metode ini, siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru dan kurang melibatkan peran serta siswa, sehingga siswa cenderung jenuh dan tidak dapat berkonsentrasi dalam belajar. Demikian pula yang terjadi di SMPN X.
SMPN X adalah merupakan sekolah yang sekarang telah mengalami berbagai perubahan. Adanya pergantian pemimpin yang semakin lama bergerak kearah perbaikan. Keadaan sekolah terletak strategis di tepi jalan raya menyebabkan kondisi belajar mengajar sedikit tergganggu. Sehingga diperlukan suatu kondisi pembelajaran yang menyenangkan.
Berdasarkan wawancara dengan seorang guru PKn kelas VII SMPN X pada bulan Januari XXXX dilaporkan bahwa ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung ada sebagian siswa yang ramai, tidak serius, dan tidak berkonsentrasi. Sikap siswa yang demikian menunjukkan bahwa motivasi mereka dalam mengikuti pembelajaran PKn masih rendah.
Guru memaparkan bahwa motivasi siswa yang rendah disebabkan karena beberapa kemungkinan, diantaranya: siswa lebih tertarik dengan mata pelajaran yang lain, siswa menganggap mudah mata pelajaran PKn, metode yang selama ini diterapkan oleh guru masih konvensional.
Berdasarkan hasil wawancara di atas terdapat tiga kemungkinan penyebab rendahnya motivasi siswa dalam pembelajaran PKn. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memperbaiki model pembelajaran. Ada berbagai model pembelajaran, diantaranya: "model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran kontekstual, model pembelajaran langsung dan model pembelajaran induktif" (Mohammad Faiq, XXXX).
Dalam usaha untuk meningkatkan motivasi siswa maka dapat digunakan model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan interaksi siswa sehingga menumbuhkan kemampuan kerja sama dan mengembangkan sikap sosial siswa. Di samping itu model pembelajaran kooperatif bisa membantu meningkatkan peran serta siswa dalam pembelajaran di kelas, sehingga siswa tidak mudah jenuh. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat berbagai macam metode, yaitu: " Student Teams Achievement Division (STAD), Group Investigation (GI,) Jigsaw, Structural Approach (Numbered Heads Together dan Think Pare Share)" (Richard I. Arends, 2000: 323-326).
Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah metode Numbered Heads Together. Diantara metode pembelajaran kooperatif yang lain metode Numbered Heads Together lebih mudah untuk diterapkan. Selain itu metode Numbered Heads Together dapat meningkatkan motivasi siswa, sebagaimana dipaparkan oleh Suci Intan Sari (2007) dalam sebuah penelitian yang berjudul "Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Dalam Upaya Meningkatkan Motivasi Dan Prestasi Belajar Matematika Siswa (Suatu Penelitian Tindakan Kelas Terhadap Siswa Kelas X-B SMA Negeri 1 Lembang)". Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa penerapan metode Numbered Heads Together dapat meningkatkan motivasi belajar matematika siswa.
Metode Numbered Heads Together adalah suatu metode mengajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian secara acak guru memanggil salah satu nomor dari siswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari guru. Guru menunjuk siswa lain untuk memberikan tanggapannya, kemudian guru memberi kesimpulan. Metode ini dikembangkan untuk membangun kelas sebagai komunitas belajar yang menghargai semua kemampuan siswa. Hal ini disebabkan dalam metode pembelajaran Numbered Heads Together, semua siswa dituntut untuk mengemukakan pendapat sesuai dengan apa yang mereka pahami. Kelebihan Metode Numbered Heads Together yaitu setiap siswa siap, dan siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Melalui metode Numbered Heads Together diharapkan siswa akan termotivasi dalam mengikuti proses pembelajaran PKn. Siswa dituntut untuk berperan aktif dalam kelompoknya sehingga tidak mudah merasa bosan dan tetap berkonsentrasi selama pembelajaran berlangsung.
Berdasar uraian dan fenomena di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul " Penerapan Metode Numbered Heads Together Sebagai Upaya Meningkatkan Motivasi Siswa Dalam Pembelajaran PKn kelas VII E SMPN X Tahun Ajaran XXXX/XXXX".

B. Identifikasi Masalah
Berdasar latar belakang masalah di atas maka masalah dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Motivasi siswa dalam pembelajaran PKn kelas VII E SMPN X masih rendah.
2. Proses belajar mengajar masih terfokus pada guru, karena guru masih menggunakan metode konvensional.
3. Pengelolaan kelas kurang kondusif.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang serta identifikasi di atas maka masalah dapat dibatasi agar lebih jelas.
Masalah dalam penelitian ini adalah tentang motivasi siswa dalam pembelajaran PKn kelas VII E SMPN X tahun ajaran XXXX/XXXX yang rendah. Rendahnya motivasi akan ditingkatkan melalui penerapan metode Numbered Heads Together

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah disampaikan di atas, maka masalahnya dapat dirumuskan sebagai berikut :
"Apakah metode Numbered Heads Together dapat meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran PKn kelas VII E SMPN X?"

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah serta perumusan masalah di atas maka penulis mempunyai tujuan sebagai berikut :
"Untuk mengetahui apakah metode Numbered Heads Together dapat meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran PKn kelas VII E SMPN X".

F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Dapat menemukan teori atau pengetahuan baru tentang peningkatan motivasi belajar melalui penggunaan metode Number Heads Together
b. Sebagai dasar penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa, dapat menikmati model pembelajaran yang tidak seperti biasanya sehingga mereka tidak jenuh dan tertarik untuk mengikuti proses pembelajaran yang sedang berlangsung.
b. Bagi guru, dapat mengembangkan metode dalam pembelajaran PKn agar lebih bervariatif sehingga tidak menimbulkan kebosanan bagi peserta didiknya.
c. Bagi sekolah, hasil pengembangan ini dapat dijadikan acuan dalam upaya pengadaan inovasi pembelajaran PKn bagi para guru PKn yang lain
d. Bagi peneliti, memberikan masukan bagi calon guru dalam memilih dan menggunakan metode Numbered Heads Together sebagai metode yang tepat untuk meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran PKn.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:30:00

SKRIPSI PTK PENINGKATAN KREATIFITAS ANAK DIDIK MELALUI PERCOBAAN SAINS DI TK

(KODE PTK-0050) : SKRIPSI PTK PENINGKATAN KREATIFITAS ANAK DIDIK MELALUI PERCOBAAN SAINS DI TK




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Pendidikan mempunyai perencanaan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan tersebut mengenali, menghargai, dan memanfaatkan sumber daya manusia dan hal ini berkaitan erat dengan kualitas pendidikan yang diberikan kepada anggota masyarakatnya, kepada peserta didik.
Sumber daya manusia yang berkualitas hanya dapat diciptakan lewat lembaga pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Kedua lembaga ini secara simultan memproses row input untuk dapat lebih cerdas sebagaimana yang diamanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alinea ke empat, "mencerdaskan kehidupan bangsa".
Indikator sumber daya manusia yang berkualitas, satu diantaranya adalah munculnya produk kreatif seseorang. Produk kreatif akan muncul bila mana ada motivasi baik motivasi intrinsik maupun ekstrinsik disertai komitmen yang tinggi untuk mencapai prestasi serta adanya wahana yang memungkinkan munculnya kreativitas. Semakin tinggi potensi kreativitas seseorang dan didukung keterbukaan wahana untuk mengekspresikan kreativitasnya, maka semakin terbuka pulalah peluang munculnya produk kreatif.
Berkenaan dengan hal diatas, maka fungsi sekolah sebagai wahana menumbuh kembangkan kreativitas jiwa harus dioptimalkan. (Dedi Supriyadi, 1997:18). Guru harus piawai didalam menyusun skenario pembelajaran. Skenario atau desain pembelajaran yang baik adalah yang memungkinkan siswa dapat mengekspresikan kreativitasnya.
Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupanya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan ayat (3) menegaskan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Untuk itu, seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan negara Indonesia. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003.
Tujuan pendidikan pada umumnya ialah menyediakan lingkungan yang memungkinkan anak didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuanya secara optimal, sehingga ia dapat mewujudakan dirinya dan berfungsi sepenuhnya, sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan kebutuhan masyarakat. Setiap orang mempunyai bakat dan kemampuan yang berbeda-beda pula. Pendidikan bertujuan untuk memandu (yaitu mengidentifikasi dan membina serta memupuk (yaitu mengemengembangkan dan meningkatkan) bakat tersebut, termasuk dari mereka yang berbakat istimewa atau memiliki kemampuuan dan kecerdasan luar biasa. (Munandar. 1999:6).
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Penerimaan seseorang sebagai peserta didik dalam suatu satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, agama, suku, ras, kedudukan sosial, dan tingkat kemampuan ekonomi dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Adapun pendidikan formal seperti yang diuraikan pada pasal 14 UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas menyatakan bahwa jenjang pendidikan formal terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Berkaitan dengan usaha pemerintah meningkatkan kesiapan calon peserta didik untuk jenjang pendidikan dasar, maka diberlakukan kebijakan pendidikan anak usia dini.
Program pendidikan nasional, secara umum, meliputi tiga tahapan yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar dimulai ketika anak menginjak usia enam tahun atau lebih. Sementara itu ketika anak berusia kurang dari enam tahun (antara empat sampai dengan lima tahun ), anak umumnya telah mengikuti pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK), walaupun menurut program pendidikan nasional, pendidikan TK ini bukan merupakan jenjang pendidikan yang harus diikuti. Pendidikan di TK merupakan bentuk pendidikan fakultatif dalam rangka mempersiapkan anak-anak masuk ke pendidikan SD. Sekalipun bersifat fakultatif pendidikan di TK, tetap diakui eksistensinya sebagai suatu jenis pendidikan yang penting karena keberadaanya itu merupakan basis bagi pendidikan selanjutnya, terutama dalam bidang pendidikan kreatif.
Dalam PP RI Nomor 27, tahun 1990 tentang pendidikan prasekolah menjadi lebih kuat setelah munculnya dasar hukum tambahan. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 0486/U/1992 Bab I Pasal 2 Ayat (1) yang telah dinyatakan bahwa Pendidikan Taman Kanak-kanak merupakan wadah untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rokhani anak didik sesuai dengan sifat-sifat alami anak (Soemantri Patmodewo, 2000 :44).
Taman Kanak-kanak didirikan sebagai usaha mengembangkan seluruh segi kepribadian anak didik dalam rangka menjembatani pendididkan dalam keluarga ke pendidikan sekolah. TK merupakan salah satu bentuk pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik diluar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar.
Kegiatan di Taman Kanak-kanak tentunya sangat berbeda dengan kegiatan pembelajaran di Sekolah Dasar. Kegiatan di TK dilaksanakan dengan cara bermain sesuai dengan prinsip TK yaitu "bermain sambil belajar, dan belajar seraya bermain", hal ini merupakan cara yang paling efektif, karena dengan bermain anak dapat mengembangkan berbagai kreativitas anak didik di TK, termasuk perkembangan motorik halus anak, meningkatkan penalaran dan memahami keberadaan lingkungan, terbentuk imajinasi, mengikuti imajinasi, mengikuti peraturan, tata tertib dan disiplin. Dalam kegiatan bermain anak menggunakan seluruh aspek pancainderanya.
Dengan bermain anak dapat menemukan lingkungan orang lain, dan menemukan dirinya sendiri, sehingga anak dapat bersosialisasi dengan lingkungan tersebut, anak dapat menghargai orang lain, tenggang rasa terhadap orang lain, tolong menolong sesama teman dan yang lebih utama anak dapat menemukan pengalaman baru dalam kegiatan tersebut. Bermain dapat memotivasi anak untuk mengetahui segala sesuatu secara lebih mendalam, dan secara spontan anak dapat mengembangkan bahasanya, dengan bermain anak dapat bereksperimen.
Kegiatan bermain di TK merupakan hal yang menyenangkan, kegiatan belajar di TK adalah bermain yang kreatif dan menyenangkan. Dengan demikian anak didik tidak akan canggung lagi menghadapi cara pembelajaran dijenjang berikutnya. Dalam memberikan kegiatan belajar pada anak didik harus diperhatikan kematangan atau tahap perkembang kreativitas anak didik, alat bermain atau alat bantu, metode yang digunakan, serta waktu dan tempat bermainya.
Kegiatan percobaan sains ini merupakan salah satu cara agar anak lebih bersemangat mengikuti pembelajaran di TK, karena kegiatan percobaan sains dapat mengembangkan aspek perkembangan anak didik, yakni aspek bahasa, kognitif, kreativitas, psikososial, dan fisiologis, dalam kegiatan percobaan sains anak akan diajak bereksplorasi, mengidentifikasi melakukan klasifikasi, prediksi, eksperimen, dan melakukan evaluasi. (Depdiknas, 2003 :3)
Menurut Hildebrand (1986), bahwa anak TK mempunyai dorongan yang kuat untuk mengenal lingkungan alam sekitar dan lingkungan sosialnya lebih baik. Anak ingin memahami segala sesuatu yang dilihat dan didengar (Moeslichatoen, 1999 : 10). Segala sesuatu yang diamati oleh inderanya. Untuk menanggapi dorongan tersebut anak berusaha menemukan jawaban sendiri dengan berbagai cara. Misalnya jawaban terhadap segala sesuatu yang dilihat, didengar, dicium, dirasakan atau diraba itu. Tentang bagaimana terjadinya, dari mana segala sesuatu itu berasal atau apa yang terjadi bila sesuatu itu dipegang, diubah kedudukanya, dibanting dan sebagainya.
Untuk mendapatkan informasi dan pengalaman anak TK mempunyai dorongan yang kuat untuk menjelajahi dan meneliti lingkunganya. Dengan menggerakkan dan memainkan sesuatu, anak akan memperoleh pengalaman. Anak juga mempunyai dorongan yang kuat untuk menguji dan mencoba kemampuan dan ketrampilanya terhadap sesuatu. Kegiatan mencoba ini tidak hanya memberikan kesenangan bagi anak melainkan juga memberi pengalaman yang lebih baik tentang sifat-sifat yang dimiliki sesuatu benda. Karena itu, bila anak TK diberi kesempatan untuk bereksperimentasi, mencoba, menguji dengan berbagai sumber belajar mereka akan memperoleh penyempurnaan dalam cara kerja mereka dan juga dapat mengapresiasi cara kerja anak lain.
Taman Kanak-kanak X, khususnya kelompok A, dalam pembelajaran sains dari prestasi akademik sudah membanggakan. Hal ini terbukti dengan nilai rata-rata ulangan harian selama semester I adalah 7,1. ini berarti taraf serap siswa mencapai 7,1% (Dokumentasi Guru, 2004). Dengan demikian Tujuan Pengembangan Produk masih sangat merisaukan. Dari daftar Nilai Pengamatan, diperoleh rata-rata nilai anak didik untuk Kreativitas masih 5,4 yang berarti masih dibawah batas belajar tuntas, yakni 7,5% (Dokumentasi Guru, 2004). Jumlah anak didik kelompok A adalah 44 anak, yang terdiri dari kelompok A1 berjumlah 22 anak dan kelompok A2 berjumlah 22 anak, dengan latar belakang sosial ekonomi orang tua lebih dari 80% mampu dan sudah sadar akan pendidikan anaknya, sehingga setiap anak didik memiliki berbagai perlengkapan untuk menunjang belajarnya di Sekolah.
Berpijak pada hal-hal tersebut diatas, secara khusus, patut dipertanyakan pula bagaimana percobaan sains di TK itu berlangsung dan dengan kata lain apakah percobaan sains dapat meningkatkan aspek perkembangan kreativitas anak didik di Taman Kanak-kanak.

B. Fokus Permasalah
Dari uraian latar belakang diatas, dapat diidentifikasi permaslahan yang timbul pada pembelajaran melalui percobaan sains di Taman Kanak-Kanak X adalah sebagai berikut :
1. Percobaan sains di TK masih menekankan pada tujuan pengembangan produk yang berupa prestasi akademik anak didik. Hal ini berarti baru potensi kecerdasan anak didik yang dikedepankan.
2. Proses ilmiah, khususnya kreativitas anak didik belum dikembangkan seoptimal mungkin.
3. Aktivitas guru dan siswa belum optimal, sehingga pembelajaran masih berpusat pada guru.

C. Rumusan Masalah
Dari fokus masalah tersebut diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
"Bagaimanakah peningkakan aspek perkembangan kreativitas anak didik di Taman Kanak-kanak X setelah dilakukan percobaan sains ?"

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Penelitian Tindakan Kelas ini adalah meningkatkan kreativitas anak didik di Taman Kanak-Kanak X melalui percobaan-percobaan sains
2. Tujuan Khusus Penelitian Tindakan Kelas ini adalah setelah penelitian ini berahir, kreativitas siswa semakin meningkat secara bermakna yang ditunjukkan oleh indikator-indikator sebagai berikut :
a. Sekurang-kurangnya guru terampil membuat rencana pembelajaran melalui percobaan sains dengan metode eksperimen
b. Sekurang-kurangnya aktivitas guru selama percobaan sains dengan metode eksperimen meningkat baik.
c. Sekurang-kurangnya akti vitas anak didik yang berupa gagasan kreatif dan sikap ilmiah baik.

E. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut :
1. Peneliti
Dengan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini peneliti memiliki pengetahuan, keterampilan dan pengalaman tentang PTK, khususnya penerapan metode eksperimen yang benar dan tepat, serta peneliti mampu mendeteksi permasaslahan yang ada didalam proses pembelajaran sekaligus mencari alternatif solusi yang tepat. Selain itu, peneliti mampu memperbaiki proses pembelajaran didalam kelas dalam rangka meningkatkan kreativitas siswa.
2. Anak Didik
a. Anak Didik dapat berekspresi kreatif sesuai dengan potensi kreativitasnya
b. Mengurangi rasa ketakutan untuk berbeda pendapat, karena didalam kreativitas memungkinkan adanya keberagaman.
3. Yayasan Lembaga Pendidikan Islam Taman Kanak-Kanak X
a. Penelitian Tindakan Kelas ini merupakan aset penting karena hal ini dalam rangka meningkatkan kreativitas siswa.
b. Sebagai acuan jika akan melakukan kegiatan sejenis.

F. Sistematika Skripsi
Skripsi ini penulis susun dalam sistematika sebagai berikut:
1. Bagian Awal, berisi : halaman judul, halaman persetujan pembimbing, halaman pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, sari, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, daftar lampiran.
2. Bagian isi, terdiri dari :
Bab I : Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, fokus masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika skripsi.
Bab II : Landasan teori.
Bab III : Metode penelitian, yang terdiri dari rancangan penelitian, data dan teknik pengumpulanya, serta indikator kinerja.
Bab IV : Hasil penelitian dan pembahasan
Bab V : Penutup berisi : simpulan dan saran.
3. Bagian Ahir, berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:28:00

SKRIPSI PTK TEACHING ENGLISH THROUGH FUN ACTIVITIES

(KODE PTK-0049) : SKRIPSI PTK TEACHING ENGLISH THROUGH FUN ACTIVITIES (MATA PELAJARAN : BAHASA INGGRIS)




CHAPTER I
INTRODUCTION


A. Background of the Study
English has played an important role in the world as a means of international communication. Crystal (in Lee McKey.2000: 7) says that English is rapidly assuming the role of a world language, and no other language has spread around the globe so extensively, making English a truly international language. Thus, the mastery of English is a requisite for a nation to communicate with other nations.
In Indonesia, English is the first foreign language that has to be taught in many levels of education, from the Primary School to the university. In recent years, most of the Primary Schools have begun to introduce English into their curriculum as a local content. It is clearly sated in the curriculum in primary education:
"Pengajaran Bahasa Inggris tidak diwajibkan di sekolah dasar melainkan diselenggarakan sebagai muatan local. Pengajaran Bahasa Ingris di sekolah Dapat di mulai di kelas IV (GBPP MI SD 1995 : P.1)
It is not easy to teach English in the primary school. Teaching English in the primary school is really different from teaching English in higher level. Primary school students, as the young learner or children, have certain characteristics and need certain treatment. Consequently, it is necessary to the teacher to know about the primary school students' characteristics as young learners and notice their needs in order to make the learning - teaching process effectively done.
A good teacher should ensure that his or her teaching methods are suited to the level of cognitive development reached by the children at their schooling stage, and thus avoid many behavior problems that occur when children become bored and unable to follow what is being taught. Routine activities in learning can make the students bored.
One of the causes of failure in teaching English at the primary school is that the teacher still teaches with the routine activities without considering that it will make the students bored and lost their attention to the learning - teaching process. As a result, the students will not be able to follow the lesson well because they loose their interest. Douglash (1987. p 48) stated "Routine activities in learning can make the students bored. As a result, their motivation and participation in learning will decrease". Here, interest becomes a crucial factor in deciding in teaching children on classroom practice. So, the teacher should apply the right teaching technique which can increase the students' interest to the learning process in the classroom. In other words, the technique used by the teacher in teaching English to the primary school students should be able to create an interesting atmosphere so that the students will be enthusiastic to the learning process.
At the primary school where the writer conducts the research, there is the same phenomenon in which the students face the problem in learning English. The students' motivation is still low. Most of the students are not interested in the learning - teaching process. It can be seen from their behaviors in the classroom when the learning - teaching process is in progress. They are still noisy all the time and do not pay attention to the teacher's explanation. However, when the teacher shows them some things interesting such as pictures, toys, flashcards, etc, they are little bit quiet to know what the teacher is going to do. They always want to have a joyful and interesting atmosphere in the learning - teaching process. They are really not interested in a monotonous or routine activity done by the teacher.
Based on the phenomenon found in the teaching English at primary school above, the writer wants to carry out a research about improving the students' motivation and achievement in learning English. Here, the writer uses fun creating activities as the technique in teaching English. It is also aimed to change the atmosphere in the classroom, so that the students will feel more interested in having lesson and to be easier in learning English. The writer would like to study "Teaching English through Fun Activities" (A Classroom action Research in the Second Year Students of SD Negeri X).

B. Formulation of the Problem
In this research, the writer wants to know whether the use of fun creating activities can improve the students' motivation and achievement in learning English at primary school. The problems can be formulated as follows:
1. Does the use of fun activities improve the students' motivation in learning English?
2. Does the use of fun activities improve the students' vocabulary mastery?
3. What are the problems in implementing fun activities in the teaching process?

C. The Objectives of the study
The objectives of the study are intended to improve the students' motivation and vocabulary mastery and to know what problems that may appear during the implementation of fun activities.

D. The Benefits of the Study
The research result is expected to be able to give some benefits to the teacher who teaches English at primary school, because the teacher can get description about how to use the teaching technique in teaching English to primary school students.
Besides, it can lead the teacher to create an interesting and comfortable atmosphere in the classroom, so that the students will not feel bored with the learning process.
For the students, it can serve them a different situation inside the classroom, so that they will be more interested in following the lesson. Related to the achievement, they will make a good progress.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:26:00