Cari Kategori

TESIS PERILAKU MASYARAKAT TERKAIT LINGKUNGAN PERDESAAN

(KODE : PASCSARJ-0091) : TESIS PERILAKU MASYARAKAT TERKAIT LINGKUNGAN PERDESAAN (PRODI : PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA)




BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar belakang
Sejak dicanangkan menjelang akhir 1980an, pembangunan berkelanjutan muncul sebagai konsep penting. Banyak negara mengadopsinya untuk memandu proses pembangunan, terutama yang menyangkut pemanfaatan sumberdaya alam. Paradigma dasar dari pembangunan berkelanjutan adalah tidak hanya pembangunan yang berorientasikan kepada produksi semata, tetapi membangun sebuah kawasan secara keseluruhan yang meliputi juga aspek sosial dan lingkungan. Paradigma pembangunan berkelanjutan sesungguhnya merupakan perpaduan dari kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan, pencapaian tujuan-tujuan ekonomi harus selaras dengan tujuan sosial maupun kepentingan lingkungan. Selain itu, kepentingan antar kelompok masyarakat dan antar generasi mendapat perhatian besar (Bruntdland, 1988).
Kelestarian lingkungan merupakan pilar penting dalam pembangunan berkelanjutan. Pelestarian lingkungan dimaksudkan untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan (Wiyono, 2007). Terdapat beberapa cara pandang yang menjelaskan hubungan antara manusia dan lingkungannya. Cara pandang tersebut sangat mempengaruhi tindakan seseorang terhadap lingkungan. Menurut cara pandang lingkungan, manusia adalah subordinat dan seluas-luasnya diatur oleh lingkungan. Cara pandang teologi, menekankan bahwa manusia adalah superior terhadap lingkungan dan manusia mempunyai hak untuk mengatur semua aspek lingkungan. Kedua cara pandang ini adalah cara pandang yang ekstrem sehingga seolah-olah manusia dan lingkungan (alam sekitar) diposisikan sebagai pihak yang bertentangan. Jalan tengah dari dari dua posisi tersebut adalah dari cara pandang ekologi yang mempercayai bahwa manusia adalah bagian yang integral dari alam, adalah hubungan manusia dan lingkungannya seharusnya merupakan hubungan yang simbiotik dan tidak mengeksploitasi. (Muchlis, 2006),
Dalam cara pandang ekologi, manusia bertanggung jawab untuk mengatur alam sekitar dengan seadil-adilnya. Bagaimana seseorang mengambil keputusan untuk mengatur lingkungannya akan terpulang kepada cara pandang yang dia anut. Keputusan yang diambil akan menimbulkan dampak balik kepada manusia, oleh itu diperlukan pengetahuan dan kesadaran serta sikap yang memadai tentang lingkungan.
Dalam kaitan ini, pemeliharaan kemampuan lingkungan untuk mendukung penduduk dan kegiatannya adalah suatu keharusan. Dalam konteks Indonesia, Undang-undang Nomor 23 Tahun tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan ruang berupaya untuk mewujudkan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan (termasuk ruang). Perhatian terhadap perbaikan lingkungan merupakan aspek penting dalam upaya tersebut.
Dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, manusia berupaya untuk memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungannya. Kegiatan tersebut secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada kualitas lingkungan. Kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi terbentur dengan keterbatasan kemampuan lingkungan untuk menyediakannya. Hubungan yang tidak seimbang ini menyebabkan perubahan lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak balik pada manusia itu sendiri.
Perbaikan lingkungan merupakan hal yang esensial dalam mengelola perubahan lingkungan, namun pada umumnya masyarakat banyak yang kesulitan untuk memahaminya. Pemahaman masyarakat terhadap lingkungan dibentuk oleh aneka ragam situasi kemasyarakatan. Masyarakat perkotaan memandang lingkungan sebagai pendukung aktifitas, sedangkan masyarakat perdesaan memandang lingkungan sebagai penyedia utama kebutuhan dasar mereka seperti kebutuhan pangan. Perbedaan pemahaman tersebut menentukan perilaku masyarakat terhadap lingkungannya.
Terlepas dari perbedaan tersebut, pemahaman pentingnya perbaikan lingkungan perlu ditanamkan sehingga masyarakat bersedia untuk melakukan upaya individual maupun kolektif untuk memelihara bahkan meningkatkannya. Pemahaman terhadap pentingnya perbaikan lingkungan dan kesediaan untuk memperbaiki lingkungan merupakan salah satu bentuk perilaku masyarakat. Perilaku masyarakat merupakan resultansi dari berbagai kondisi, baik kondisi internal maupun eksternal dan merupakan refleksi dari pengetahuan, kesadaran dan sikap positif terhadap lingkungan.
Perbaikan lingkungan sangat diperlukan di Bandung Selatan. Kawasan Bandung Selatan memiliki penduduk sekitar 1,5 juta jiwa yang sebagian besar hidup dari industri pengolahan, pertanian dan perdagangan. Pertanian tanaman pangan, perkebunan dan peternakan merupakan kegiatan dominan di wilayah yang penduduknya mayoritas berpendidikan sekolah dasar. Kawasan ini juga memiliki tempat wisata yang cukup atraktif bagi pengunjung dari luar. Kawasan ini terdiri dan gunung dan perbukitan yang menuntut kehati-hatian dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Kombinasi curah hujan dan kemiringan lahan yang tinggi, populasi yang banyak serta budidaya sayuran dan tanaman pangan yang intensif sangat potensial untuk menimbulkan kemerosotan daya dukung lingkungan di kawasan yang menjadi daerah belakang (hinterland) Kota Bandung ini. Kawasan yang merupakan bagian dan Daerah Aliran Sungai Citarum ini juga menjadi konsentrasi industri tekstil yang menjadi beban berat lingkungan karena kebutuhan air yang besar. Tanda-tanda penurunan kualitas lingkungan yang di permukaan muncul sebagai masalah kekurangan air, polusi, erosi dan sedimentasi sudah terjadi di kawasan ini. Penurunan kualitas lingkungan akan menurunkan kualitas hidup masyarakat perdesaan maupun kota-kota kecil (Banjaran, Majalaya, Soreang, Ciwidey dan Ciparay) di kawasan ini.
Perbaikan lingkungan yang tepat mendesak untuk dilakukan di Bandung Selatan. Dalam kaitan ini, masyarakat memerlukan kerangka tindak perbaikan yang sesuai. Kerangka semacam ini belum dimiliki oleh masyarakat di kawasan ini. Mengingat kompleksitas permasalahan yang menyangkut lingkungan sehingga perumusan kerangka tindak memerlukan kajian cermat. Salah satu bentuk kajian sebagai langkah awal dalam penyusunan kerangka tindak perbaikan lingkungan di Bandung Selatan ini adalah kajian mengenai perilaku masyarakat itu sendiri. Kajian mengenai perilaku masyarakat di Bandung Selatan ini diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai pengetahuan dan sikap masyarakat tentang pentingnya perbaikaan lingkungan serta bagaimana mereka melakukan tindakan nyata (practice). Belum adanya kajian mengenai perilaku masyarakat di Bandung Selatan inilah yang menjadi latar belakang dilakukannya penelitian ini.

1.2. Identifikasi Masalah
Sebagian besar wilayah Bandung Selatan memiliki karakteristik perdesaan.Lingkungan perdesaan di Bandung Selatan ini ternyata memiliki masalah lingkungan yang cukup kompleks, hal ini selain disebabkan oleh faktor alam juga berkaitan erat dengan aktivitas manusia yaitu kegiatan ekonomi masyarakat serta populasi masyarakat yang terus berkembang sehingga menciptakan perubahan lingkungan. Kompleksitas permasalahan yang menyangkut lingkungan ini tentunya memerlukan tindakan individual dan kolektif masyarakat untuk memperbaikinya
Tindakan masyarakat terhadap lingkungan merupakan bagian dari perilaku masyarakat. Perilaku masyarakat Bandung Selatan terhadap lingkungannya dipengaruhi oleh perubahan lingkungan yang terjadi. Masyarakat yang berada di bantaran sungai seperti Sungai Citarum berperilaku berdasarkan pemahaman masyarakat terhadap fungsi sungai serta dipengaruhi oleh kondisi eksternal sebagai stimulus (rangsangan). Pemahaman yang salah terhadap fungsi sungai lalu didorong oleh keterbatasan fasilitas kesehatan lingkungan akan berdampak pada perilaku masyarakat yang kurang memperhatikan kualitas lingkungan. Begitupun perilaku masyarakat di kawasan lain (seperti kawasan pertanian dan peternakan, kawasan lahan kritis dan kawasan lainnya yang terkait lingkungan) ditentukan juga oleh bagaimana masyarakat merespon kondisi eksternal lingkungan (sebagai stimulus).
Keterkaitan antara masyarakat dengan kondisi eksternal lingkungan akan menciptakan perilaku konstruktif maupun destruktif terhadap lingkungan. Ada beberapa masalah utama lingkungan perdesaan di Bandung Selatan yaitu banjir, erosi, sampah rumah tangga dan limbah peternakan maupun pertanian. Beberapa masalah lingkungan tersebut masih belum bisa diselesaikan oleh masyarakat baik secara individual maupun kolektif. Salah satu penyebabnya adalah perbedaan respons (tanggapan) masyarakat terhadap masalah lingkungan itu sendiri. Perbedaan yang timbul merupakan resultansi dari interaksi antara kondisi internal dengan eksternal. Kondisi internal merupakan latar belakang masyarakat sedangkan kondisi eksternal bisa bersifat institusional maupun non-institusional. Oleh sebab itu, kajian mengenai perilaku masyarakat terkait lingkungan perdesaan perlu dilakukan agar dorongan dan hambatan yang terkait dengan perilaku masyarakat bisa diidentifikasikan. Belum adanya informasi mengenai perilaku terkait lingkungan perdesaan menjadi argumentasi kuat dilakukan studi ini. Informasi tersebut bisa dimanfaatkan dalam proses perbaikan lingkungan perdesaan seperti peningkatan pengetahuan tentang lingkungan dan pengorganisasian masyarakat yang diharapkan mampu mendorong kolektifitas dan koordinasi dalam bertindak Proses perbaikan lingkungan yang efektif akan menciptakan kelestarian lingkungan. Kondisi inilah yang diharapkan muncul sebagai salah satu prasyarat pembangunan perdesaan berkelanjutan.

1.3. Batasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan yang menyangkut lingkungan, kajian ini akan difokuskan pada kawasan perdesaan. Kawasan ini memerlukan pengkajian tersendiri karena rumitnya permasalahan perdesaan seperti tekanan jumlah penduduk, kemiskinan, keterbatasan pengetahuan dan teknologi dan Iain-lain. Kemudian berdasarkan pertimbangan waktu, tenaga, kemampuan peneliti dan supaya penelitian dapat dilakukan secara mendalam, pembahasan dalam studi ini dibatasi pada perilaku masyarakat berdasarkan kajian teori behavioristik yang memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap stimulus (rangsangan) dari lingkungan eksternal.

1.4. Perumusan Masalah
Dari identifikasi dan batasan masalah tersebut di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perilaku masyarakat dalam merespon stimulus masalah lingkungan perdesaan?
2. Sejauhmana keterkaitan latar belakang masyarakat dengan respon yang terjadi? serta dorongan dan hambatan apa yang muncul?
3. Rekomendasi apa untuk merumuskan tindak kolektif masyarakat untuk memperbaiki lingkungan perdesaan?

1.5. Tujuan dan Sasaran
Tujuan dilakukan studi ini adalah mengidentifikasi bentuk respon pasif dan aktif dari stimulus masalah lingkungan perdesaan yang dipengaruhi oleh kondisi internal individu serta dorongan dan hambatan eksternal, dengan sasaran sebagai berikut:
1. Teridentifikasinya masalah lingkungan perdesaan sebagai stimulus (rangsangan) perilaku masyarakat.
2. Teridentifikasinya respon pasif masyarakat dan keterkaitannya dengan latar belakang masyarakat.
3. Teridentifikasinya respon aktif (tindakan) masyarakat serta dorongan dan hambatan institusional dan non-institusional.
4. Terumuskannya rekomendasi yang dapat menjadi masukan dalam pengorganisasian tindak kolektif masyarakat bagi perbaikan lingkungan perdesaan yang bertanggung jawab.

1.6. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengelolaan lingkungan di Kawasan Bandung Selatan maupun Kabupaten Bandung pada umumnya. Pembelajaran yang muncul diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi bagi wilayah lain yang memiliki karakteristik serupa. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan konsep akademis di bidang pengelolaan lingkungan.

1.7. Ruang Lingkup Wilayah
Kawasan Bandung Selatan berada dalam wilayah administrasi Kabupaten Bandung. Kawasan Bandung Selatan ini terdiri atas 18 Kecamatan, tetapi yang akan menjadi ruang lingkup wilayah studi ini adalah Kecamatan Pangalengan Pemilihan Kecamatan Pangalengan ini berdasarkan pertimbangan kondisi lingkungannya yang masih bercirikan perdesaan dan sering mengalami masalah lingkungan perdesaan seperti banjir, erosi dan limbah ternak. Sebagai sampel akan diambil tiga desa yang memiliki kompleksitas masalah lingkungan perdesaan.

1.8. Kerangka Pikir Studi
Wilayah Bandung Selatan merupakan wilayah pertanian potensial yang berada di sebelah selatan Kabupaten Bandung. Wilayah ini memiliki masalah lingkungan perdesaan yang cukup kompleks akibat tekanan jumlah penduduk dan tingginya intensitas kegiatan ekonomi masyarakat. Penurunan kualitas lingkungan ini tentunya memerlukan upaya perbaikan dari masyarakat baik secara individual maupun kolektif. Tindakan yang pernah dilakukan oleh masyarakat selama ini belum mampu menyelesaikan masalah lingkungan perdesaan karena masyarakat belum mampu mengarahkan tindakan mereka ke arah perbaikan lingkungan. Tindakan merupakan bentuk respon yang muncul sebagai akibat adanya stimulus. Dalam konteks lingkungan perdesaan, masalah lingkungan merupakan stimulus bagi masyarakat untuk berperilaku. Bentuk respon yang muncul tersebut bisa bersifat pasif berupa pengetahuan masyarakat tentang lingkungan dan kesediaan untuk bertindak maupun bersifat aktif berupa tindakan. Respon yang muncul merupakan resultansi dari pengaruh kondisi internal dan eksternal masyarakat.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:17:00

TESIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DESA

(KODE : PASCSARJ-0090) : TESIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DESA (PRODI : PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA)




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pembangunan perdesaan mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional dan daerah. Di dalamnya terkandung unsur pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, termasuk pemenuhan kebutuhan masyarakat yang bermukim di perdesaan untuk meningkatkan kesejahteraan.
Perhatian ke arah pemerataan hasil-hasil pembangunan khususnya untuk masyarakat perdesaan menjadi sangat penting karena beberapa alasan : (1) sebagian besar masyarakat bertempat tinggal di pedesaan; (2) bagian terbesar masyarakat miskin berada di pedesaan, Kemiskinan di perdesaan dapat menimbulkan berbagai kerawanan sosial yang pada akhirnya dapat memicu ketidakstabilan dan menciptakan gangguan terhadap pembangunan itu sendiri.
Data tahun 2006 menunjukkan bahwa 57,3 juta orang atau 60% dari total tenaga kerja nasional berkerja di perdesaan, sebanyak 37,6 juta atau 65,7% diantaranya bekerja pada sektor pertanian (Sakernas 2006). Berbagai hasil studi menunjukkan bahwa produktivitas perekonomian perdesaan yang bertumpu pada sektor pertanian sangat rendah. Ini tidak saja berkaitan dengan produktivitas pertanian yang makin menurun, tetapi juga berkaitan dengan kebijakan politik yang kurang berpihak pada sektor pertanian, walaupun Indonesia termasuk negara agraris (Hayami & Kikuchi, 1990; Wiradi, 1989; Tjondronegoro, 1993; White, 2000).
Rendahnya produktivitas sektor pertanian dibandingkan dengan sektor-sektor non pertanian seperti sektor industri, jasa, pertambangan, dan sektor lainnya serta adanya kebijakan pembangunan yang bias perkotaan, telah menghasilkan ketimpangan pendapatan antara penduduk di perkotaan dan perdesaan.
Banyak faktor yang membuat ketertinggalan perekonomian perdesaan dibandingkan dengan perkotaan. Secara singkat Evers (1998) mengungkapkan dua sebab : (1) Konteks struktural dan (2) Konteks kultural. Konteks struktural menunjuk pada kebijakan pembangunan (ekonomi & politik) yang lebih mengutamakan pembangunan perkotaan ketimbang perdesaan. Konteks kultural dikaitkan dengan stigma bahwa masyarakat perdesaan itu malas, tertinggal, bodoh, miskin dan karena itulah wajar kalau pendapatan mereka menjadi rendah.
Dalam konteks struktural tersebut, Wiradi (1989) dan Hayami Kikuchi (1990) mengungkapkan bahwa salah satu sebab rendahnya pendapatan penduduk perdesaan adalah karena keterbatasan akses modal, informasi dan teknologi serta yang paling utama adalah akses sarana dan prasarana. Keterbatasan prasarana, terutama transportasi sebagai penunjang utama kegiatan ekonomi, telah menghasilkan kesenjangan dalam standar kehidupan dan kesempatan dalam peningkatan perekonomian antara perdesaan dengan perkotaan. Ini akan berimplikasi pada rendahnya produktivitas ekonomi perdesaan.
Ketimpangan pembangunan khususnya di perdesaan, termasuk di dalamnya pembangunan prasarana dan sarana transportasi di pedesaan, tidak terlepas dari implementasi kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dengan negara sebagai aktor utama. Chamber (1990) menyebutnya sebagai kebijakan pembangunan yang bersifat betting strong policy dengan strategi state centered development. Dalam konteks ini negara menjadi inisiator, pelaksana, sekaligus pengawas dari keseluruhan pembangunan. Melalui aparat birokrasi sebagai kepanjangan tangan pemerintah, hampir semua proses pembangunan baik yang sifatnya fisik maupun non fisik ditentukan, diarahkan dan didorong oleh mereka. Model pembangunan yang top down ini tidak saja telah menciptakan ketergantungan masyarakat kepada negara, lebih dari itu telah mematikan inisiatif dan partisipasi masyarakat. Masyarakat menjadi pasif sekaligus obyek pembangunan. Dalam konteks ini pendekatan development for the people lebih mengedepan ketimbang development of the people.
Sejak tahun 1990-an ketika PBB mencanangkan Dasawarsa Pembangunan II, arah, prinsip, model dan pendekatan pembangunan bergeser menjadi lebih berpihak pada masyarakat. Melalui pendekatan pembangunan yang mengacu pada broad based participatory, pembangunan yang diterapkan lebih menempatkan masyarakat sebagai subjek atau pelaku utama pembangunan. Dengan model people centered development, pelaksanaan pembangunan didorong dengan lebih mendasarkan pada inisiatif dan partisipasi masyarakat.
Pembangunan yang efektif membutuhkan keterlibatan (partisipasi) awal dan nyata di pihak semua pemangku kepentingan {stakeholders) dalam penyusunan rancangan kegiatan yang akan mempengaruhi mereka. Sewaktu masyarakat yang terlibat merasa bahwa partisipasi mereka penting, mutu, efektifitas dan efisiensi pembangunan akan meningkat.
Hasil kajian Brinkerhoff dan Benyamin (2002) di Filipina mengungkapkan bahwa faktor dominan yang mempengaruhi masyarakat untuk bersedia terlibat dalam pembangunan perdesaan adalah sistem sosial berlaku. Sistem sosial mempengaruhi individu atau masyarakat melalui berbagai insentif dan disinsentif.
Berbeda dengan Brinkerhoff dan Benyamin, hasil studi Narayan (1995) menunjukkan bahwa faktor yang mendorong masyarakat untuk terlibat dalam proyek penyediaan air di beberapa kota di Indonesia adalah faktor kemanfaatan yang diperoleh masyarakat. Mereka bersedia terlibat karena secara nyata akan memperoleh manfaat dari proyek yang akan dibangun.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Suharso (2004) dalam studi evaluasi terhadap proyek P2MPD (Program Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Daerah) di 3 Kabupaten (Sleman, Bantul dan Wonogiri, ketiganya di Propinsi Jateng dan DIY) yang didanai oleh Asian Development Bank (ADB) dan Program PKPS BBM (Program Kompensasi Pengurangan Subsisi BBM) Infrastruktur Pedesaan yang didanai oleh APBN. Kedua program tersebut berfokus pada pembangunan infrastruktur perdesaan seperti jalan, jembatan, irigasi, dan drainase. Hasil studi evaluasi kedua proyek tersebut menemukan bahwa kesediaan masyarakat untuk terlibat/berpartisipasi dalam bentuk memberikan sumbangan natura dan innatura didorong oleh faktor harapan terhadap manfaat yang akan diperoleh, sistem sosial, status sosial ekonomi masyarakat dan budaya gotong royong.
Berbeda dengan pandangan kedua kajian di atas, Putnam (1993) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan seseorang atau masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan perdesaan, termasuk dalam membangun infrastruktur perdesaan adalah berkaitan dengan situasi saling ketergantungan, kepercayaan, dan jaringan organisasi sosial yang memfasilitasi kerjasama untuk manfaat bersama.
Berbagai kajian yang membahas tentang faktor-faktor yang mendorong masyarakat untuk terlibat atau berpartisipasi dalam pembangunan perdesaan termasuk pembangunan infrastruktur, sebagian besar membahas hal-hal yang mempengaruhi persepsi, motivasi dan kemampuan dalam berkontribusi, baik secara individu maupun kolektif. Namun demikian kajian dari dimensi kewilayahan tidak banyak yang membahas. Kajian umumnya meletakkan secara parsial pada sisi ekonomi, budaya dan kelembagaan yang melekat pada masyarakat sebagai entitas wilayah dan individu sebagai bagian dari masyarakat. Partisipasi digali pada tingkat individu dan masyarakat sebagai subyek, tidak meletakan pada level yang lebih makro yaitu wilayah sebagai wadah untuk melaksanakan kegiatan. Pemikiran secara parsial yang mengedepankan sektor-sektor tertentu atau lebih kepada satu sudut pandang dari latar belakang expertise penelitinya tidak akan menjawab persoalan secara makro yang sesungguhnya lebih rumit dimana satu dan lainnya saling berhubungan. Partisipasi yang ditujukan dalam rangka meningkatkan keberdayaan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari konteks yang melekat pada masyarakat itu sendiri, seperti perekonomian, kebudayaan dan kehidupan sosialnya. Lebih jelasnya, penting untuk melihat bagaimana partisipasi masyarakat dalam pembangunan infrastruktur desa dilihat dari aspek ekonomi, aspek sosial budaya dan aspek geografi desa. Dengan diketahuinya hubungan antara partisipasi masyarakat dengan aspek tersebut dapat dijadikan acuan bagi para perencana wilayah dalam implementasi kebijakan kedepan.

1.2 Perumusan Masalah
Dalam usaha pembangunan infrastruktur perdesaan, pemerintah menghadapi kendala tidak saja dalam masalah pembiayaan tapi juga penolakan dari masyarakat akibat ketidaksesuaian antara infrastruktur yang dibangun dan yang menjadi kebutuhan mereka, maka pelibatan masyarakat merupakan sebuah cara yang efektif. Dengan partisipasi masyarakat tidak hanya akan menjawab kedua permasalahan tersebut, tapi masih banyak lagi keuntungan yang diperoleh kedua belah pihak. Kendatipun demikian, mengikutsertakan masyarakat untuk terlibat secara aktif dalam program-progam pembangunan tidak semudah apa yang dibayangkan.
Data laporan hasil pelaksanaan yang disusun oleh Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten X terhadap pelaksanaan Program Dana Pembangunan dan Operasional Desa/Kelurahan (DPODK) tahun 2006 bagi pengembangan dan pembangunan infrastruktur perdesaan menunjukkan perbedaan keterlibatan masyarakat pada masing-masing desa. Data tersebut menunjukan adanya variasi bentuk/jenis dan besaran partisipasi pada taraf pelaksanaan program pengembangan dan pembangunan infrastruktur perdesaan di 245 desa dan kelurahan se-Kabupaten X.
Selain kenyataan tersebut, kenyataan lainnya adalah kajian yang membahas tentang determinan partisipasi masyarakat pada pelaksanaan pembangunan infrastruktur desa masih sangat minim. Terlebih lagi di Kabupaten X dimana kajian yang membahas tentang hal tersebut belum pernah dilakukan. Untuk itu sangat penting untuk mengetahui lebih lanjut tetang faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan partisipasi masyarakat dalam pembangunan infrastruktur di perdesaan. Hasil kajian dapat dijadikan pedoman bagi perencanaan pengembangan infrastruktur perdesaan.
Bertitik tolak dari pemaparan di atas dimana determinan dari partisipasi merupakan sesuatu yang penting untnk diketahui, maka pertanyaan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: Apakah terdapat hubungan antara aspek ekonomi, sosial budaya dan geografis terhadap partisipasi masyarakat dalam pembangunan infrastruktur perdesaan?

1.3 Tujuan, Sasaran dan Manfaat Studi
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu diketahuinya bentuk, besaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi masyarakat dalam penyediaan infrastruktur desa. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai dalam memenuhi tujuan tersebut adalah :
1. Teridentifikasinya bentuk dan besaran kontribusi masyarakat yang merupakan indikator tingkat partisipasi masyarakat.
2. Teridentifikasinya faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunan infrastruktur desa ditinjau dari aspek ekonomi, sosial budaya dan geografi.
Adapun yang menjadi harapan dari hasil penelitian ini yaitu dapat memberikan manfaat bagi penajaman aplikasi/implementasi program Dana Operasional dan Pembangunan Desa/Kelurahan Kabupaten X dalam upaya pembangunan infrastruktur perdesaan selanjutnya, serta program-program yang sejenis.

1.4 Ruang Lingkup Kajian
1.4.1 Ruang Lingkup Materi
Pokok bahasan tentang partisipasi masyarakat sangat luas dan kompleks, karena menyangkut subjek, objek dan konteks partisipasi itu sendiri. Dengan mempertimbangkan kemampuan yang dimiliki oleh penulis, ruang lingkup materi dalam penelitian ini dibatasi dengan hanya membahas hal-hal yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat khususnya dalam taraf implementasi pembangunan infrastruktur transportasi desa.
1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah Studi
Unit wilayah yang akan dikaji yaitu pada 245 desa dan kelurahan se-Kabupaten X, Provinsi X. Pemilihan wilayah studi ini didasarkan pada lokasi berlangsungnya program Dana Operasional dan Pembangunan Desa/Kelurahan, yang merupakan objek yang akan diteliti.

1.5 Relevansi Studi
Partisipasi dalam paradigma perencanaan dapat dilihat sebagai instrumen atau sebagai tujuan pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, penelitian dengan pokok bahasan partisipasi masyarakat yang dilaksanakan ini memiliki relevansi dengan bidang ilmu perencanaan wilayah dan kota, khususnya bidang Sistim Infrastruktur dan Transportasi. Sesuai dengan manfaat studi yang telah diuraikan di atas, diharapkan hasil penelitian ini akan lebih mempertajam aplikasi/implementasi program-program sejenis dalam rangka pemberdayaan masyarakat desa.

1.6 Metoda penelitian
Faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi masyarakat merupakan suatu pembahasan yang amat luas. Meskipun dalam kajian ini dibatasi hanya dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur, namun karena unit analisis yang akan diteliti adalah perdesaan di Kabupaten X maka jenis data yang memungkinkan untuk dapat dianalisis adalah data sekunder. Penggunaan data sekunder ini didasari dengan pertimbangan bahwa keluaran yang dihasilkan dari analisis nantinya dapat dipergunakan oleh para praktisi dan penentu kebijakan secara relatif lebih cepat dan murah dibandingkan dengan menggunakan data primer.
Selain itu pula, pembahasan tentang partisipasi tidak dapat dilepaskan dari karakteristik yang menyangkut sosial budaya masyarakat lokal. Sedangkan dibanyak literatur dinyatakan bahwa cara yang terbaik dalam mempelajari fenomena yang terjadi dalam masyarakat yaitu dengan menggunakan analisis kualitatif yang data-datanya bersumber dari masyarakat secara langsung.
Untuk itu, dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan diatas, maka penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Untuk data primer akan dianalisis menggunakan analisis kualitatif dan data sekunder akan dianalisis menggunakan analisis kuantitatif.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:15:00

TESIS DAMPAK KONVERSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI PETANI

(KODE : PASCSARJ-0089) : TESIS DAMPAK KONVERSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI PETANI (PRODI : PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA)




BAB I
PENDAHULUAN


I.1 Latar Belakang
Kecamatan X merupakan salah satu kecamatan yang dilalui Jalur Pantura Pulau Jawa yang menghubungkan Jakarta (Pusat Kegiatan Nasional/ PKN)-Cirebon (Pusat Kegiatan Nasional/ PKN). Secara relatif dalam konstelasi wilayah Kabupaten X, Kecamatan X adalah kecamatan terbesar kedua setelah Kecamatan X baik dari luas wilayah, jumlah penduduk ataupun kelengkapan sarana dan prasarana sosial ekonomi. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi X, Kecamatan X merupakan wilayah pantai utara yang diperuntukkan untuk kawasan lahan basah (Revisi RTRW Kab.X Tahun 2002-2012, hal. II. 1). Rencana hirarki kota-kota berdasarkan Revisi RTRW Kabupaten X Tahun 2002-2012 dalam, Kecamatan X merupakan kota hirarki I dengan fungsi utama sebagai pusat pertumbuhan utama dan sebagai gerbang perdagangan ke luar wilayah kabupaten. Sedangkan dalam rencana pembagian fungsi kota-kota, Kota X berfungsi sebagai pusat pertumbuhan dan pusat pelayanan Wilayah Pengembangan II, pusat koleksi dan distribusi hasil pertanian, perikanan dan kebutuhan pokok. Wilayah Pengembangan II meliputi Kota X (sebagai pusat pelayanan Wilayah Pengembangan II), Kota Ciasem, Kota Legonkulon, Kota Blanakan, Kota Pusakanagara, Kota Binong, dan Kota Compreng. Kecamatan X juga merupakan pusat pelayanan di zona utara dengan fokus pengembangan sektor perdagangan (Revisi RTRW Kab.X Tahun 2002, hal. V.39-V.43). Sebagaimana diketahui berdasarkan keragaman karakteristik fisiknya Kabupaten X terbagi menjadi 3 zona pelayanan yaitu zona selatan dengan pusat di Kecamatan Jalancagak, zona tengah berpusat di Kecamatan Pabuaran, pusat pengembangan utama di Kecamatan X, dan zona utara berpusat di Kecamatan X.
Potensi utama di Kecamatan X yang didukung dengan kebijakan pengembangan wilayah Kabupaten X dan Propinsi X adalah sektor pertanian. Hal ini tampak dari besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB atas dasar harga konstan kecamatan, luas area pertanian, dan mata pencaharian penduduk. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kecamatan X Tahun 2002 merupakan terbesar kedua setelah sektor perdagangan, hotel, dan restoran (sebesar 34,17% dari total PDRB kecamatan atau sebesar Rp. 39.165.000.000), yaitu sebesar 30,58% dari total PDRB kecamatan (Rp. 35.053.000.000). Besarnya kontribusi sektor-sektor perekonomian terhadap PDRB Kabupaten X Tahun 2002 dapat dilihat pada Gambar I.2 di bawah ini. Luas lahan yang diperuntukkan bagi sektor pertanian di Kecamatan X tahun 2006 mencapai lebih dari 60% dari seluruh luas wilayah kecamatan. Namun produksi padi mengalami penurunan sebesar 42,57%, yaitu dari 95.000 tahun pada tahun 1993 menjadi 54.561 ton pada tahun 2003. Jumlah penduduk yang bermatapencaharian utama sebagai petani (baik sebagai petani pemilik maupun buruh tani) pada tahun 2006 sebesar 12.108 jiwa (50,18% dari total pekerja di Kecamatan X).
Kebijakan-kebijakan tersebut diatas mendorong perkembangan wilayah Kecamatan X yang berakibat pada peningkatan jumlah penduduk dari 80.898 jiwa pada tahun 1996 menjadi 90.142 jiwa pada tahun 2007 (tingkat pertumbuhan rata-rata 1% per tahun), dengan kepadatan penduduk rata-rata pada tahun 2007 sebesar 118 jiwa/Ha. Jumlah penduduk di Kecamatan X selain dipengaruhi oleh pertumbuhan alamiah (kelahiran) juga migrasi. Migrasi datang tahun 1998 sebesar 163 jiwa menurun menjadi 80 jiwa pada tahun 2007, sedangkan penduduk yang pindah ke luar wilayah Kecamatan X tahun 1998 sebesar 113 jiwa menjadi 117 jiwa pada tahun 2007.
Pertambahan jumlah penduduk pedesaan tentunya berdampak pada peningkatan pemanfaatan lahan baik untuk pemenuhan kebutuhan tempat tinggal, kebutuhan pangan maupun untuk menampung aktivitas manusia dalam keseharian. Namun demikian lahan merupakan sumberdaya yang relatif tidak berubah kuantitasnya, sedangkan kegiatan manusia bersifat dinamis dan terus bertambah dari segi kualitas maupun kuantitasnya (Suhelmi, 1998). Pertambahan jumlah penduduk bukan hanya berdampak secara spasial, tetapi juga menyebabkan perubahan sosioekonomi dan kultural penduduk pedesaam yang antara lain menyangkut struktur produksi, mata pencaharian, cara hidup, perilaku dan banyak aspek sosiokultural lainnya (Giyarsih, 2006). Dengan demikian konversi lahan pertanian tidak hanya menimbulkan persoalan ketahanan pangan, tetapi juga lingkungan dan ketenagakerjaan, karena lahan pertanian atau sawah berperan sangat penting terhadap aspek ekonomi, industri, lingkungan hidup, sosial, politik, dan keamanan.
Ada tiga alasan utama perlunya pencegahan dan/atau pengendalian terhadap kecenderungan perubahan fungsi lahan pertanian. Pertama adalah karena kecenderungan tersebut dipandang sebagai ancaman terhadap upaya untuk mempertahankan swasembada pangan nasional. Kedua, besarnya biaya investasi untuk pembangunan prasarana irigasi selama ini yang akan hilang begitu saja jika peralihan penggunaan lahan sawah terus berlanjut tanpa pengendalian. Ketiga, pencetakan sawah baru di luar Jawa membutuhkan biaya yang besar untuk mengimbangi menyusutnya sawah produktif di pulau Jawa di samping memerlukan waktu yang lama dalam pengembangannya (Harun, 1997;21).
Jadi alasan perlunya pengendalian konversi lahan pertanian ke non pertanian di wilayah Kecamatan X, adalah karena konversi lahan yang telah terjadi dan nampaknya cenderung terus terjadi merupakan ancaman terhadap keberlangsungan kegiatan pertanian lahan basah atau sawah yang merupakan salah satu fungsi utama yang diemban wilayah Kecamatan X (secara makro spasial wilayah Kecamatan X), serta merupakan sektor penghidupan utama bagi sebagian besar masyarakatnya sehingga diperlukan untuk menjaga keberlangsungan kehidupan rumah tangga pertanian yang menggantungkan hidupnya dari lahan pertanian, serta menjaga keberlangsungan kegiatan pertanian bagi rumah tangga pertanian tersebut (secara mikro).

1.2 Rumusan Persoalan
Rumusan persoalan yang berkaitan dengan dampak konversi lahan pertanian terhadap kondisi sosial ekonomi petani, adalah belum diketahuinya perubahan kondisi sosial ekonomi petani sebagai akibat dari konversi lahan pertanian. Perubahan kondisi sosial ekonomi diindikasikan oleh perubahan mata pencaharian, perubahan kepemilikan lahan pertanian, dan migrasi penduduk.
Pertanyaan yang dirumuskan pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik perubahan guna lahan di wilayah studi, serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan guna lahan?
2. Seberapa besar dampak konversi lahan pertanian terhadap kondisi sosial ekonomi petani dalam perspektif makro (skala wilayah) dan mikro (skala rumah tangga petani), ditinjau dari aspek struktur mata pencaharian, kepemilikan lahan pertanian, dan migrasi?

1.3 Tujuan dan Sasaran
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perubahan kondisi sosial ekonomi petani dari aspek struktur mata pencaharian, kepemilikan lahan pertanian, dan migrasi akibat konversi lahan pertanian di wilayah studi. Sasaran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Teridentifikasinya karakteristik perubahan guna lahan di wilayah studi, serta faktor yang mempengaruhi perubahan guna lahan.
2. Teridentifikasinya dampak konversi lahan pertanian terhadap kondisi sosial ekonomi petani dalam perspektif makro (skala wilayah) dan mikro (skala rumah tangga petani), ditinjau dari aspek struktur mata pencaharian, kepemilikan lahan, dan migrasi.

1.4 Manfaat Dan Relevansi Studi
Manfaat relevansi dari Dampak Konversi Lahan Pertanian Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Petani (Studi Kasus: Jalur Pantura Kecamatan X) adalah :
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah Kabupaten X untuk mengendalikan pengembangan infrastruktur wilayah, agar dapat mempertahankan fungsi wilayahnya sebagai lumbung padi X, dan menjaga keberlangsungan kehidupan rumah tangga pertanian.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat Kabupaten X dan pihak pengembang swasta dalam pemilihan lokasi pembangunan infrastruktur agar lebih memperhatikan implikasinya bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat pertanian.
3. Sebagai bahan masukan bagi perencana dan stakeholders dalam meneliti dan mengembangkan kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan wilayah di Kabupaten X di masa mendatang.

1.5 Ruang Lingkup
Dalam rangka mewujudkan tujuan penelitian, maka perlu dijelaskan sekilas mengenai ruang lingkup pembahasannya baik itu yang berkaitan dengan ruang lingkup wilayahnya maupun yang berhubungan dengan materinya. Pembatasan ruang lingkup dapat dijadikan sebagai batasan mengenai wilayah yang diteliti serta memberikan arahan materi yang jelas dan tepat dalam proses penyelesaian masalah.
I.5.1 Ruang Lingkup Wilayah studi
Dalam penelitian ini, desa-desa di Kecamatan X yang dijadikan wilayah studi adalah desa-desa yang berada di sepanjang Jalur Pantura, dengan asumsi bahwa di sepanjang Jalur Pantura tersebut mengalami konversi lahan pertanian akibat perkembangan kegiatan perkotaan yang lebih cepat dibandingkan desa-desa lainnya yang jauh dari Jalur Pantura. Desa-desa yang berada di sepanjang Jalur Pantura antara lain:
1. Desa Batangsari
2. Desa Sukamaju
3. Desa Sukasari
4. Desa Sukareja
5. Desa X
6. Desa Mulyasari
7. Desa Mundusari
8. Desa X Sebrang
Selanjutnya batas-batas administratif wilayah studi adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Laut Jawa, Desa X Hilir, Desa Lengkong Jawa, Kecamatan Legonkulon,
Sebelah Selatan : Desa Curugreja, Desa Rancasari, Desa Rancahilir, Desa Bongas, Kecamatan Binong
Sebelah Timur : Kecamatan Pusakanagara
Sebelah Barat : Kecamatan Ciasem
I.5.2 Ruang Lingkup Materi
Lingkup materi dalam penelitian mengenai Dampak Konversi Lahan Pertanian Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Petani (Studi Kasus: Jalur Pantura Kecamatan X) meliputi:
- Penggunaan lahan, di wilayah studi dengan lingkup pembahasan sebagai berikut:
1. Perkembangan penggunaan lahan pada 2 periode yang berbeda, yaitu tahun 1997 dan tahun 2006.
2. Isu-isu dan rencana pembangunan infrastruktur yang memerlukan pengendalian.
- Dampak konversi lahan pertanian menjadi non pertanian terhadap kondisi sosial ekonomi petani dalam perspektif makro (skala wilayah) dan mikro (skala rumah tangga petani).
Adapun kondisi sosial ekonomi yang dimaksudkan dalam penelitian ini merupakan berbagai perubahan yang terjadi pada kondisi sosial ekonomi rumah tangga petani yang difokuskan pada beberapa komponen perubahan, yakni: struktur mata pencaharian, kepemilikan lahan, dan migrasi rumah tangga.
Ketiga komponen tersebut dipilih atas dasar beberapa pertimbangan, yaitu hasil penelitian sebelumnya mengenai dampak konversi lahan pertanian sebagai akibat dari pembangunan wilayah (di antaranya A. Anwar 1993; Edrijani, 1994; Iwan Kustiwan, 1996; Ivan Chofyan, 1997; Siti Fadjarajani, 2001; dll), pengamatan maupun wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat pada survei awal terkait dengan perubahan kondisi sosial ekonomi petani, yang merupakan beberapa faktor perubahan sosial ekonomi petani yang relatif lebih mudah untuk diperoleh informasinya di wilayah studi, di samping adanya pertimbangan keterbatasan waktu, biaya, tenaga dan faktor teknis lainnya.
- Selain itu juga melihat hubungan antara ketiga komponen perubahan yaitu struktur mata pencaharian, kepemilikan lahan, dan migrasi dengan konversi lahan pertanian.

I.6 Kerangka Pemikiran
Sesuai dengan tujuan, sasaran dan berbagai proses di dalamnya, penelitian ini berupaya untuk mengidentifikasi perubahan yang terjadi akibat konversi lahan pertanian, khususnya yang berkaitan dengan aspek struktur mata pencaharian, kepemilikan lahan pertanian, dan migrasi, sehingga pada akhirnya diketahui dampak konversi lahan pertanian di wilayah studi.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:14:00

TESIS RELEVANSI PROGRAM BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN DENGAN KARAKTERISTIK KEBUTUHAN PANGAN MASYARAKAT MISKIN

(KODE : PASCSARJ-0088) : TESIS RELEVANSI PROGRAM BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN DENGAN KARAKTERISTIK KEBUTUHAN PANGAN MASYARAKAT MISKIN (PRODI : STUDI PEMBANGUNAN)




BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Menurut data Susenas tahun 2003 masih terdapat 36,1 juta penduduk Indonesia berada di bawah garis kemiskinan. Krisis ekonomi pada tahun 1997 telah mempunyai pengaruh besar terhadap peningkatan angka kemiskinan ini. Salah satu dampak yang dirasakan oleh masyarakat, adalah naiknya harga-harga barang kebutuhan pokok. Kondisi ini menyebabkan rendahnya kemampuan masyarakat miskin untuk memenuhi kebutuhan dasar, dalam hal ini pangan. Sementara itu, produksi pangan tidak banyak mengalami perubahan dari kondisi swasembada beras yang telah dicapai pada era Orde Baru, meskipun ongkos produksi beras juga ikut naik (Daniel Dalle Sulekale, 2003). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rendahnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangan bukan disebabkan oleh merosotnya produksi pangan, namun lebih disebabkan oleh rendahnya daya beli mereka
Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi-Kepala Pusat Studi Pembangunan, Institut Pertanian Bogor (2003) menyatakan bahwa ketahanan pangan mempakan bagian terpenting dari pemenuhan hak atas pangan sekaligus mempakan salah satu pilar utama hak azasi manusia. Hak atas pangan sehamsnya mendapat perhatian yang sama besar dengan usaha menegakkan pilar-pilar hak azasi manusia lain. Kelaparan dan kekurangan pangan mempakan bentuk terbumk dari kemiskinan yang dihadapi rakyat. Oleh sebab itu usaha pengembangan ketahanan pangan tidak dapat dipisahkan dari usaha penanggulangan masalah kemiskinan.
Pemerintah sesungguhnya bertanggung jawab untuk menjaga ketersediaan pangan bagi penduduk miskin. Hal ini mempakan amanah UUD 1945 pasal 27 dan UU Pangan No 7 Tahun 1996 tentang Ketahanan Pangan. Dalam UU Pangan tersebut disebutkan bahwa hak memperoleh pangan bagi selumh rakyat Indonesia mempakan hak azasi manusia yang hakiki. Artinya setiap warga masyarakat berhak untuk memperoleh bahan pangan yang cukup dalam kondisi apapun.
Pada tahun 1998 sampai dengan 2002 pemerintah mengeluarkan kegiatan Operasi Pasar Khusus Beras (OPKB), yang selanjutnya mulai tahun 2002 sampai XXXX disebut beras untuk keluarga miskin (Raskin). Program ini merupakan upaya pemerintah, untuk memberikan perlindungan pada keluarga miskin, melalui penjualan beras pada tingkat harga bersubsidi, yang diharapkan mampu menjangkau seluruh keluarga miskin.
Keluarga miskin yang berhak menerima beras ini ditetapkan sesuai dengan kriteria miskin dari Badan Pusat Statistik (BPS). Menurutt pedoman umum Raskin XXXX yang dibuat oleh Ditjen Pemberdayaan Masyarakat Desa Departemen Dalam Negeri dan Perum Bulog, setiap penerima manfaat berhak untuk membeli beras bersubsidi ini, maksimal sebanyak 20 Kg per bulan dengan harga Rp 1.000,00 per kg di titik distribusi. Angka 20 Kg beras ini menurut BPS, merupakan jumlah konsumsi minimal sebuah rumah tangga dengan jumlah anggota keluarga 4 orang agar mereka dapat tetap bertahan hidup selama sebulan.
Pada Tahun XXXX berdasarkan keputusan Gubernur X Nomor : 511/199 tanggal 13 Januari XXXX, Kabupaten X menerima alokasi Raskin sebanyak 13.135.000 Kg. Sedangkan jumlah penduduk miskin sesuai dengan data BPS adalah 109.459 RTM. Dari angka-angka tersebut dapat dilihat bahwa setiap keluarga akan menerima sebanyak 10 Kg. Artinya program Raskin di Kabupaten X belum sepenuhnya dapat menjangkau seluruh penerima manfaat di Kabupaten X. Di samping itu, sebagai program nasional, program ini bersifat seragam untuk seluruh kabupaten di Indonesia. Padahal karakteristik fisik dan non fisik berbagai daerah di Indonesia tidak sama.
Oleh karena itu, untuk mengetahui sejauh mana program Raskin dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat miskin, perlu dilakukan penelitian mengenai pelaksanaan program beras untuk keluarga miskin dari sudut pandang penerima manfaat (penerima program).

1.2 Perumusan Masalah
Fenomena yang terjadi di lapangan mengisyaratkan Program Raskin belum sepenuhnya dapat dirasakan manfaatnya oleh penerima manfaat. Diduga ada perbedaan antara persyaratan dan aturan pelaksanaan program yang sifatnya seragam dengan kondisi sosial ekonomi dan perilaku kebutuhan beras penerima manfaat. Oleh karena itu yang menjadi pertanyaan penelitian adalah :
1. Bagaimana karakteristik pemenuhan kebutuhan pangan penerima manfaat program Raskin di Kabupaten X.
2. Bagaimana kemampuan penerima manfaat dalam menyerap alokasi Raskin yang diterimanya.
3. Manfaat apa yang dapat dirasakan oleh penerima manfaat dengan pelaksanaan Program Raskin

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Mengetahui perbedaan karakteristik distribusi program dengan karakteristik kebutuhan pangan penerima manfaat.
2. Mengetahui daya serap penerima manfaat dalam menerima alokasi Raskin yang diberikan.
3. Mengetahui manfaat yang diperoleh penerima manfaat dari pendistribusian Raskin.
Ketiga hal tersebut diatas akan dapat digunakan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pelaksanaan program dalam pencapaian ketahanan pangan. Selanjutnya akan dapat digunakan sebagai masukan untuk perbaikan pelaksanaan program dimasa yang akan datang.

1.4. Batasan dan Lokasi Penelitian
Penelitian dibatasi pada pelaksanaan program Raskin di Kabupaten X Tahun XXXX. Kecamatan yang dijadikan lokasi penelitian terdiri atas kecamatan Ayah, Gombong, X, Prembun dan Mirit. Kelima kecamatan tersebut tersebar di Kabupaten X dengan kondisi geografis dan kehidupan masyarakat yang sangat beragam, dari daerah pegunungan sampai dengan pesisir, desa dan kota. Selain itu, dua dari lima kecamatan tersebut yaitu kecamatan X dan Mirit, merupakan daerah penderita gizi buruk di Kabupaten X pada tahun XXXX.

1.5. Pendekatan Masalah
Penelitian ini akan membahas pelaksanaan pendistribusian beras untuk keluarga miskin (program Raskin). Program Raskin sendiri merupakan program pemerintah dalam meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan perlindungan pada keluarga miskin melalui pendistribusian beras sebanyak maksimal 20 Kg netto/KK/bulan dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah di titik distribusi .
Sebagaimana telah diuraikan di atas, permasalahan yang dihadapi masyarakat miskin sampai sekarang adalah masih sulitnya mereka untuk mengakses pangan, padahal program Raskin telah berjalan cukup lama. Karena itu, pembahasan dalam penelitian ini akan di titik beratkan pada tiga hal sebagai berikut:
1. Karakteristik masyarakat miskin. Dalam pembahasan ini akan dilihat karakteristik penerima manfaat, sebagaimana terealisasi di lapangan dan dibandingkan dengan karakteristik masyarakat miskin penerima manfaat yang ditetapkan oleh program.
2. Daya serap penerima manfaat. Pembahasan tentang daya serap akan menganalisis bagaimana kemampuan penerima manfaat dalam menyerap alokasi Raskin. Untuk itu akan dibahas perilaku kebutuhan beras penerima manfaat dengan realisasi berbagai ketentuan program yang mencakup penentuan penerima manfaat, mutu beras, harga jual beras, durasi waktu dan alokasi yang diterima serta yang dapat terbeli oleh penerima manfaat.
3. Manfaat pelaksanaan Raskin. Dalam pembahasan ini akan dianalisis mengenai efek yang dirasakan oleh penerima manfaat dengan adanya pelaksanaan program Raskin. Kemungkinan munculnya efek lain akibat pelaksanaan program dan adanya resistensi pada akhirnya akan mempengaruhi pencapaian tujuan/sasaran yang diinginkan dari program.

1.6 Metoda Pengumpulan dan Analisis Data
Penelitian bertujuan untuk mengetahui karakteristik penerima manfaat dan kemampuan penerima manfaat dalam menyerap alokasi Raskin di Kabupaten X serta manfaat yang dirasakan oleh penerima manfaat. Oleh karena itu digunakan metoda kualitatif dan kuantitatif dengan tekhnik pengumpulan data primer dan sekunder sebagai berikut:
1.6.1 Data Primer
Data primer dalam penelitian ini didapat dari masyarakat miskin penerima manfaat mengenai pelayanan dalam pendistribusian beras untuk keluarga miskin. Disamping itu, data ini juga didapatkan dari seluruh stake holder yang terlibat dengan pelaksanaan program. Untuk mendapatkan data primer ini maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Observasi
Tekhnik observasi dilakukan secara langsung terhadap obyek penelitian menyangkut berbagai aktivitas yang dilakukan sampel terkait dengan mekanisme dan proses penyelesaian tugas pada obyek penelitian dimaksud. Observasi dilakukan terhadap pelaksanaan pendistribusian Raskin di Kabupaten X dengan para pelaku di antaranya penerima manfaat dan pelaksana program. Obeservasi ini dilakukan untuk melihat kondisi penerima manfaat dan pelaksanaan program serta dampak-dampaknya sehingga akan dapat diperoleh gambaran yang lebih komprehensif dari pelaksanaan pendistribusian Raskin di Kabupaten X
b. Wawancara
Tekhnik wawancara digunakan dalam menjaring dan memperoleh data primer yang berhubungan dengan pendapat/permasalahan Raskin menurut penerima manfaat. Tekhnik ini dilakukan di sela-sela kesibukan mereka memenuhi kebutuhan hidupnya seperti bercocok tanam maupun aktivitas lainnya. Pelaksanaan wawancara diharapkan akan diperoleh hal-hal yang lebih mendalam mengenai pelaksanaan Program Raskin di Kabupaten X.
Wawancara dilakukan terhadap masyarakat baik itu penerima manfaat, pelaksana program baik di tingkat kabupaten maupun di desa, dan anggota masyarakat lain yang tidak menerima program ini. Penerima manfaat merupakan sumber informasi utama sedangkan wawancara dengan anggota masyarakat lain dan pelaksana program digunakan untuk melengkapi data dan informasi yang relevan dengan tujuan penelitian ini. Pelaksanaan wawancara dilakukan pada bulan Desember XXXX.
c. Pembagian Kuesioner
Pembagian kuesioner dilakukan untuk memperoleh data kuantitatif tentang jenis pekerjaan dan penghasilan rata-rata. Mengingat keterbatasan yang ada penyebaran kuesioner tidak secara sensus kepada seluruh populasi melainkan dengan menetapkan sampel sebagai perwakilan dari populasi yang ada.
Populasi yang dijadikan objek dalam penelitian ini meliputi seluruh keluarga mi skin penerima Raskin sesuai dengan data dari BPS untuk tahun XXXX sebanyak 109.459 KK. Berdasarkan perhitungan menurut Taro Yamane, dengan jumlah populasi tersebut diperoleh sampel sebanyak 100 orang. Jumlah responden di masing-masing kecamatan penelitian ditentukan berdasarkan perbanding jumlah populasi kecamatan, yaitu sebagai berikut:

** Tabel sengaja tidak ditampilkan **

Penentuan responden di masing-masing kecamatan dilakukan secara simple random sampling, yang dipilih secara acak tanpa memperhatikan strata/tingkatan dalam anggota populasi tersebut.
1.6.2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data pendukung dari data primer yang akan memperjelas hasil analisis dari data primer. Data tersebut diperoleh dengan cara pengumpulan atau pencatatan kembali dari pihak luar yang terkait (instansi pemerintah dan swasta) dan dapat juga dari hasil studi yang telah ada. Tekhnik yang digunakan untuk pengumpulan data sekunder ini adalah melalui studi kepustakaan, untuk mempelajari berbagai literatur maupun laporan-laporan periodik (bulanan/ tahunan) yang tersedia tentang obyek penelitian. Data sekunder yang dipelajari tercantum dalam tabel berikut ini :

** Tabel sengaja tidak ditampilkan **

1.6.3. Metoda Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk memperoleh data dari kuesioner dengan menggunakan distribusi frekwensi sederhana. Analisis kualitatif dilakukan dengan menginterpretasikan dan membandingkan berbagai fenomena yang terjadi dengan persyaratan program dan teori-teori serta preseden-preseden pembangunan yang ada.
Dengan demikian dapat diketahui ada dan tidaknya perbedaan antara kondisi faktual dengan teori teori yang ada dan yang disyaratkan program. Selanjutnya akan dirumuskan kebijakan-kebijakan bagi peningkatan pelaksanaan program dan manfaat yang dapat diperoleh penerima manfaat
1.6.4 Alur Pikir Penelitian
Kajian ini merupakan evaluasi atas pelaksanaan program Raskin di Kabupaten X, dengan menggunakan responden keluarga mi skin penerima manfaat dari program Pendistribusian Beras untuk Keluarga Miskin tahun XXXX. Evaluasi dimulai dengan menggunakan analisis deskriptif pembahasan akan dimulai dengan review terhadap pelaksanaan program pendistribusian beras untuk keluarga miskin, organisasi, kendala dan hambatan yang ditemui sebagai dasar untuk mengevaluasi pelaksanaan program pendistribusian beras untuk keluarga miskin di Kabupaten X. Evaluasi dilakukan melalui kajian terhadap dokumen atau data sekunder dan juga wawancara dengan berbagai stakeholder.
Setelah dilakukan kajian dan evaluasi terhadap program, maka selanjutnya program dianalisa sesuai dengan pendapat masyarakat dan fakta yang diperoleh di lapangan. Pengkajian tersebut mencakup karakteristik dan daya serap penerima manfaat serta manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan program Raskin di Kabupaten X. Berdasarkan pengkajian tersebut diperoleh kesimpulan yang dijadikan sebagai dasar untuk memberikan rekomendasi kepada pelaksana program untuk pelaksanaan kegiatan di waktu yang akan datang.

1.7. Sistematika Penulisan
Penulisan laporan ini terdiri atas lima bab, yaitu:
Bab I yang merupakan pendahuluan didalamnya berisi tentang latar belakang munculnya fenomena-fenomena yang terjadi didalam pelaksanaaan pendistribusian beras Raskin. Setelah latar belakang dalam Bab I dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian dilaksanakan serta batasan-batasan penelitian. Selanjutnya disampaikan metodologi yang digunakan untuk menganalisa data-data yang diperoleh untuk menjawab pertanyaan penelitian serta ditutup dengan sistematika penulisan atau alur pemikiran dalam penulisan thesis ini
Bab II tinjauan pustaka, berisi konsep konsep teori yang mempunyai hubungan keterkaitan dengan pelaksanaan pendistribusian beras Raskin dalam hal ini meliputi teori tentang kemiskinan, ketahanan pangan, dan pembangunan. Teori teori inilah yang selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam melakukan penelitian
Bab III adalah gambaran umum. Dalam bab ini dipaparkan deskripsi objek penelitian yang berisi tentang gambaran umum Kabupaten X. Di dalamnya meliputi kondisi geografis dan kependudukan serta realisasi pelaksanaan program Raskin di Kabupaten X. Bab IV berisi analisis atas data-data yang diperoleh. Dalam melakukan analisis menggunakan metode analisis deskriptif evaluatif dengan bantuan distribusi frekwensi
Bab V adalah kesimpulan dan saran. Dalam kesimpulan ini berisi dari hasil hasil atas analisa yang dilakukan penulis atas data-data yang didapatkan dengan menggunakan alat uji yang telah ada. Selanjutnya berdasarkan kesimpulan tersebut maka penulis mengajukan beberapa saran yang ditujukan kepada pemegang kebijakan terhadap kegiatan pelaksanaan pendistribusian Raskin di Kabupaten X Propinsi X.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:12:00

TESIS ANALISIS PELAYANAN INFORMASI PUBLIK YANG BERBASIS WORLD WIDE WEB

(KODE : PASCSARJ-0087) : TESIS ANALISIS PELAYANAN INFORMASI PUBLIK YANG BERBASIS WORLD WIDE WEB (PRODI : STUDI PEMBANGUNAN)




BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang
Situs web pemerintah daerah merupakan salah satu strategi didalam melaksanakan pengembangan e-government secara sistematik melalui tahapan yang realistik dan terukur. Pembuatan situs web pemerintah daerah merupakan tingkat pertama dalam pengembangan e-Government di Indonesia dengan sasaran agar masyarakat Indonesia dapat dengan mudah memperoleh akses kepada informasi dan layanan pemerintah daerah, serta ikut berpartisipasi di dalam pengembangan demokrasi di Indonesia dengan menggunakan media internet.
Berdasarkan sifat transaksi informasi dan pelayanan publik yang disediakan oleh Pemerintah Daerah melalui jaringan informasi, pengembangan e-government dapat dilaksanakan melalui 4 (empat) tingkatan, yaitu :
Tingkat 1-Persiapan
- Pembuatan situs web sebagai media informasi dan komunikasi pada setiap lembaga.
- Sosialisasi situs web untuk internal dan publik.
Tingkat 2-Pematangan
- Pembuatan situs web informasi publik yang bersifat interaktif.
- Pembuatan antar muka keterhubungan dengan lembaga lain.
Tingkat 3-Pemantapan
- Pembuatan situs web yang bersifat transaksi pelayanan publik.
- Pembuatan interoperabilitas aplikasi dan data dengan lembaga lain.
Tingkat 4-Pemanfaatan
- Pembuatan aplikasi untuk pelayanan yang bersifat Government to Government (G2G), Government to Business (G2B), Government to Consumers (G2C).
Situs web pemerintah daerah provinsi dan daerah otonom (Kabupaten, dan Kota) dapat dikatakan sebagai perubahan bentuk penggunaan media komunikasi dengan memanfaatkan teknologi informasi komunikasi (Information Comummnication Technology-ICT).
Pembuatan situs web pemerintah daerah sesuai dengan keinginan pemerintah di dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat yaitu :
1) perolehan informasi secara mudah, benar, adil, dan luas cakupan;
2) penyebarluasan informasi melalui media elektronik yang meliputi :
- semua bahan yang telah diterbitkan atau bahan-bahan yang telah berada di luar perlindungan hak cipta (boleh diketahui oleh umum);
- semua informasi yang dibuat dan dikumpulkan sesuai undang-undang yang berlaku (tunduk kepada pertimbangan-pertimbangan kepekaan komersial dan rahasia pribadi);
- semua dokumen yang diperlukan bagi kepentingan masyarakat.
Situs web pemerintah daerah dimaksudkan untuk diterapkan dan digunakan pada instansi-instansi pemerintah daerah yang secara teratur berhubungan satu sama lain, serta harus memberikan informasi dan layanan kepada masyarakat. Sumber : panduan penyelenggaraan situs web pemerintahan daerah-kominfo
Informasi publik di X sudah dipublikasikan secara terbatas, seperti tv, radio, surat kabar, situs web dan sebagainya. Situs web merupakan sarana alternatif dalam penyampaian informasi (media lainnya misal: koran, brosur, televisi). Dengan berkembangnya teknologi internet, situs web tidak hanya berisi informasi berupa text dan gambar, tapi juga berisi audio (suara), animasi dan video (visual audio). Selain itu informasi menggunakan situs web juga banyak mengalami perkembangan, mulai dari informasi pengetahuan sampai menjadi sarana iklan.
Pemerintah daerah dalam hal ini Pemda X memilih situs web sebagai salah satu media alternatif, karena faktor kemudahan dalam distribusi, kecepatan penyampaian informasi, dan interaktivitasnya dibandingkan dengan sarana konvensional lainnya (misal: televisi dan koran).
Selain itu situs web sebagai sarana menciptakan transparansi pengelolaan sumber daya publik, transfer pengalaman dan ilmu pengetahuan, publikasi informasi dan data.
Contoh penerapan pelayanan publik melalui situs web pada pemkot Denpasar dan Surabaya (yang belum dimiliki pemkab/pemkot X) :
- Memiliki fasilitas untuk memperpanjang KTP/KK secara online
- Memiliki cyberschool, seluruh SMP/SMU terhubung jaringan TIK
- Memiliki site safe community, untuk tanggap darurat
- Memiliki e-commerce
- Memiliki SIK, sistem informasi kesehatan
- Memiliki e-procurement

I.2 Rumusan masalah
Unsur terpenting dari sebuah tampilan yang efektif situs web di internet adalah isi (content) dan disain yang baik serta menarik. Organisasi yang ada di Pemerintah Daerah hendaknya mengembangkan situs-situs web dengan isi yang selalu baru serta ditulis dengan baik, jelas, dan singkat yang memenuhi kebutuhan masayarakat luas, serta mudah diakses. Suatu informasi mutakhir yang dipublikasikan pada situs web di internet hendaknya bersamaan dengan publikasi yang ada di media lain.
Sebuah situs web pemerintah daerah mempunyai persyaratan minimal untuk isi. Pengelola situs web pemerintah daerah harus mampu menentukan apa yang diharapkan oleh para pengguna mengenai apa yang seharusnya ada di situs web. Organisasi-organisasi yang ada di pemerintah daerah sendirilah yang akan menentukan bagaimana sebaiknya mengatur isi dengan memperhatikan masyarakat pengguna situs web bersangkutan.
Analisis dan pengetahuan mengenai masyarakat pengguna untuk sebuah situs web adalah penting, karena adanya kemungkinan perbedaan yang cukup besar antara masyarakat untuk bagian-bagian situs web yang berbeda, atau untuk situs-situs web yang berbeda di dalam sebuah tingkat organisasi pemerintahan daerah. Pada saat merencanakan dan mengembangkan situs web pemerintah daerah, sebaiknya dilakukan riset pasar yang dilakukan berulang kali untuk mendapatkan masukan tentang isi yang disajikan pada situs web pemerintah daerah.

I.3 Tujuan tesis
Tesis ini akan melakukan tinjauan dan analisis terhadap pelayanan informasi publik di X, terutama akses situs web pemda, pemkab dan pemkot di X. Selain media radio, tv dan koran yang sudah dimiliki, situs web yang dimiliki pemda saat ini masih belum sesuai harapan masyarakat, selain sulit untuk mendapatkan suatu informasi, kontennya juga kurang menarik dan aksesnya masih tergolong lambat, keakuratannya masih kurang. Analisis ini sangat berperan dalam kelancaran proses untuk mengakses data di lingkungan pemda X.
Tujuan yang ingin dicapai adalah melihat seberapa efektif keberadaan situs web X selaku media penyampaian informasi publik. Berdasarkan kriteria web terbaik yang pernah dilombakan oleh Kominfo, keefektifan ini diukur dengan melakukan analisis terhadap informasi (konten) yang terkandung di web tsb, layout-nya, userfrienly-nya, validitasnya, respon akses-nya dan up to date-nya.
Secara umum analisis yang dimaksud mencakup analisis seperti apa sebenarnya harapan publik terhadap web X. Dalam hal ini masalah keakuratan, up to date, kecepatan akses dan kontennya suatu web serta web mana saja yang sudah ada pelayanan informasi publiknya.
Melalui layanan situs web diharapkan pemerintah daerah mampu ikut berperan serta dalam pertukaran informasi di dunia luas, mengoptimalkan dan melestarikan potensi lokal, ikut berbagi pengalaman dalam menjalankan aktivitas di dalam masyarakat.

1.4 Metodologi penelitian
Metodologi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mempelajari pelayanan informasi publik, teknologi informasi, situs web dan berbagai kendala situs web pemda, pemkap, pemkot X.
2. Melakukan tinjauan dan mengumpulkan data temuan tentang kondisi situs web pemda, pemkab, pemkot X.
3. Mengkaji regulasi, peraturan dan perundang-undangan yang berlaku pada sistim informasi publik.
4. Melakukan wawancara dalam hal ini menyebarkan kuisioner kepada para pengguna internet di wilayah kerja CPI dan masyarakat umum X untuk mengetahui situs web pemda mana yang paling bagus dan bernuansa informasi publik serta pelayanan publik online apa yang diinginkan responden.
5. Membuat Kesimpulan dan Saran, untuk dijadikan sebagai strategi perbaikan dan pengembangan sistem informasi dan pelayanan publik X.

1.5 Sistematika penulisan
Sistematika penulisan tesis ini disusun berdasarkan Pendahuluan (Bab-1), ditulis latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, serta batasan dan asumsi dari tesis ini. Latar belakang meliputi permasalahan yang mendasari penelitian ini. Perumusan masalah adalah langkah langkah yang membawa ke penyelesaian masalah. Sedangkan tujuan penelitian merupakan hal-hal yang akan dijawab melalui penelitian ini. Untuk memfokuskan penelitian ini, maka ditetapkan batasan dan asumsi.
Dalam Landasan Teori (Bab-2), Tinjauan pustaka merupakan teori dasar yang digunakan untuk acuan dalam pengolahan data dan analisa maupun penetapan rekomendasi yang akan diberikan. Melalui tinjauan pustaka dan studi lapangan juga ditetapkan tujuan maupun batasan dan asumsi penelitian ini. Disini membahas teori pelayanan informasi publik, kriteria web yang bagus dan program pemerintah untuk melaksanakan e-government yang tahapannya ada 4 yaitu persiapan, pematangan, pemantapan dan pemanfaatan.
Sementara dalam Metodologi Penelitian dan Implementasi (Bab-3), metode yang digunakan untuk menyelesaikan penelitian ini. Selain itu tahap demi tahap yang dilakukan dalam penelitian ini. Melalui bab ini, diperoleh gambaran mengenai langkah-langkah penelitian ini. Selain itu dalam bab ini dijelaskan juga gambaran tentang metode untuk menyelesaikan permasalahan dan untuk mencapai tujuan. Disini menggunakan metode wawancara untuk mendapatkan data primer dan pooling kuisioner untuk mendapatkan data sekunder. Analisa lebih lanjut menggunakan metodologi deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
Selanjutnya dalam Analisis dan Pembahasan (Bab-4), Data dari studi lapangan diolah dalam bab ini. Baik data kualitatif maupun kuantitatif diolah melalui landasan teori dan tinjauan pustaka. Pengolahan data diperlukan sebagai dasar untuk analisa dan rekomendasi yang akan dijelaskan pada bab berikutnya. Tiga aspek yaitu informasi (konten), pengelola dan teknologi menjadi pembahasan dalam penelitian informasi publik berbasis web ini. Aspek pengelola, pembahasan menggunakan hasil wawancara kepada beberapa pengelola web dan aspek informasi (konten) berdasarkan hasil analisis kuisioner yang disebar kepada responden yang ditunjang dengan studi literatur dari berbagai sumber. Selanjutnya untuk aspek teknologi dilakukan eksperimen dengan melihat respon akses beberapa web.
Terakhir dalam Kesimpulan dan Saran (Bab-5), kesimpulan merupakan bab terakhir dalam tesis ini. Bab ini berisi kesimpulan dari penelitian ini. Kesimpulan merupakan rangkuman dari interpretasi dan rekomendasi. Selain ini juga meliputi telaah terhadap metode yang digunakan dalam penelitian ini. Diharapkan dalam kesimpulan penelitian ini, dapat menjawab semua pertanyaan yang ada di tujuan penelitian.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:06:00

SKRIPSI PENDIDIKAN PRASEKOLAH DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM DAN IMPLIKASINYA THD PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK

(KODE PEND-AIS-0053) : SKRIPSI PENDIDIKAN PRASEKOLAH DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM DAN IMPLIKASINYA THD PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Manusia tercipta di dunia ditakdirkan sebagai makhluk monodualisme, yaitu di satu sisi manusia adalah makhluk individu dan di sisi lain manusia adalah makhluk sosial. Dalam keberadaannya sebagai makhluk yang tercipta dalam bentuk ciptaan yang paling sempurna di antara semua makhluk Tuhan, sebagaimana firman-Nya:
Artinya: "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya."
Manusia secara kodrati mempunyai potensi-potensi yang hanya bisa berkembang bila ada rangsangan-rangsangan dari lingkungan sosialnya. Dari hubungan timbal balik (reciprocal interaction) dengan lingkungan sosialnya, manusia memperoleh stimulus-stimulus sosial, seperti: sikap-sikap, kebiasaan-kebiasaan, nilai, norma dan aturan.
Dalam kaitannya berinteraksi dengan orang lain, ketrampilan sosial merupakan satu ketrampilan yang mutlak diperlukan seseorang dalam kehidupannya di dunia. Dengan ketrampilan sosial, seseorang bisa berhubungan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga bisa survive. Bahkan dalam pendapat kontemporer tentang arti kecerdasan, kecerdasan emosilah yang memegang peranan penting, yang di dalamnya memuat kecerdasan sosial.
Kecerdasan sosial tidak muncul begitu saja, namun melalui tahapan-tahapan perkembangan dan pembelajaran. Perkembangan seseorang merupakan rangkaian perubahan yang bersifat maju, berkelanjutan, teratur, mulai dari yang global sebelum menuju kepada yang paling sederhana kemudian terarah ke yang majemuk. Begitu pula dengan perkembangan sosial. Kemampuan bersosialisasi seseorang bukanlah satu keajaiban yang turun dari langit, namun lebih merupakan hasil belajar, bukan sekedar hasil dari kematangan saja. Perkembangan sosial diperoleh dari kematangan dan kesempatan belajar dari berbagai respon lingkungan terhadap orang tersebut.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, kemampuan bersosialisasi diperoleh di samping merupakan hasil kematangan seseorang, juga melalui aspek pembelajaran, yang hal itu dimulai sejak masa kanak-kanak, khususnya usia-usia prasekolah. Mengapa ditekankan pada usia-usia prasekolah? Karena pada periode pertama dalam kehidupan seorang anak (usia 6 tahun pertama) merupakan periode yang amat kritis. Periode ini mempunyai pengaruh yang sangat mendalam dalam pembentukan pribadi seseorang. Hal-hal yang terekam dalam benak anak pada periode ini, akan tampak pengaruhnya pada kepribadiannya ketika mencapai usia dewasa.
Jika kita korelasikan dengan pendidikan Islam, para pakar pendidikan Islam, seperti Al-Ghozali, Ibnu Khaldun dan Ibnu Maskawaih, mengungkapkan bahwa periode awal kehidupan seorang anak adalah saat yang tepat untuk pembinaan aspek kognitif dan afektif, yang termasuk di sana perkembangan sosial, yang di dalamnya sarat dengan bagaimana seorang anak seharusnya bertingkah laku dalam lingkungan sosialnya.
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat dan bagaimana menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Proses ini lazim disebut dengan sosialisasi. Perkembangan sosialisasi seorang anak akan lebih optimal manakala
anak memasuki tatanan belajar yang lebih formal, yang berupa tatanan sosial yang sehat dan sasaran yang memberikan kesempatan pada anak umtuk mengembangkan konsep diri yang positif, ketrampilan sosial dan kesiapan untuk belajar secara formal. Dengan demikian anak tidak hanya belajar bersosialisasi antar-personal, namun juga dengan tatanan aturan yang ada, sebagai bekal untuk bersosialisasi dengan tata aturan masyarakat yang lebih luas.
Melihat fakta-fakta tersebut, dewasa ini banyak bermunculan lembaga-lembaga pendidikan prasekolah, baik yang bersifat formal maupun informal, dengan berbagai macam program unggulan yang ditawarkan. Hal ini merupakan satu hal yang menggembirakan, karena salah satu di antara sejumlah keuntungan pendidikan prasekolah adalah bahwa pusat pendidikan prasekolah tersebut memberikan pengalaman sosial di bawah bimbingan para guru yang terlatih yang membantu mengembangkan hubungan yang menyenangkan antar-personal. Hal ini akan sangat membantu perkembangan sosialisasi anak dalam mempelajari perilaku mana yang diterima dan ditolak secara sosial, sehingga anak lebih siap berinteraksi dengan lingkungan sosial yang lebih besar dari lingkungan keluarganya di rumah.
Bahkan berbagai studi menunjukkan bahwa anak yang mengikuti pendidikan prasekolah melakukan penyesuaian sosial lebih baik dibandingkan anak-anak yang tidak mengikutinya. Alasannya adalah mereka telah dipersiapkan secara lebih baik untuk melakukan partisipasi yang aktif dalam kelompok dibandingkan anak-anak yang aktivitas sosialnya terbatas dengan anggota keluarga di rumah dan anak-anak dari lingkungan tetangga terdekat saja. Beberapa ahli mengatakan bahwa dengan lebih banyak berinteraksi dengan teman-teman sebaya, seperti dalam preschool atau Taman Kanak-kanak (TK), kepekaan-kepekaan sosial anak akan muncul, seperti yang diungkapkan oleh Zick Rubin, pengarang Children's Friendships, bahwa anak-anak, khususnya usia prasekolah mendapatkan ketrampilan sosial mereka lebih banyak dari interaksi dengan sesama dibanding dari orang tua.
Uraian di atas semakin memperjelas kita bahwa perkembangan sosial seorang anak yang melalui berbagai tahapan proses kematangan dan pembelajaran akan diperoleh manakala anak mendapat kesempatan belajar dari berbagai respon lingkungan terhadap anak. Dan hal tersebut akan lebih optimal lagi jika didukung dengan proses pembelajaran dalam lingkup yang lebih formal, seperti lembaga-lembaga pendidikan prasekolah (preschool). Untuk itu perlulah kiranya kita ketahui dan kaji lebih lanjut mengenai konsep preschool yang sedang menjamur sekarang ini dari berbagai perspektif, termasuk pendidikan Islam, serta implikasinya terhadap perkembangan sosial anak. Dengan demikian akan memberikan bekal bagi para pendidik dalam membimbing anak-anak menjadi generasi yang cerdas dalam menghadapi persaingan global. Cerdas, bukan hanya cerdas rasionalitasnya, namun juga cerdas menyikapi lingkungan sosialnya dengan mengasah sisi-sisi emosionalitasnya, yang di sana termuat kecerdasan-kecerdasan sosial.

B. Alasan Pemilihan Judul
Ada beberapa hal yang mendorong penulis untuk memilih judul tersebut, yaitu:
1. Perkembangan masyarakat dunia yang semakin mengglobal memasuki milenium ketiga yang memunculkan persaingan global antarbangsa, menuntut seseorang untuk lebih cerdas dalam menyikapinya. Kecerdasan tersebut tidak hanya melulu kecerdasan intelektualitas atau yang terwujud dalam nilai-nilai akademik, namun juga kecerdasan yang terwujud dalam kemampuan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, sehingga dia lebih bisa masuk dan diterima oleh masyarakat global.
2. Perkembangan sosial seseorang bukanlah sesuatu yang "given" atau datang begitu saja, tapi lebih merupakan hasil dari tahapan-tahapan proses kematangan dan pembelajaran yang dimulai sejak masa kanak-kanak.
3. Tujuan dasar dari suatu pembelajaran adalah terjadinya perubahan-perubahan positif secara mendasar. Proses pembelajaran ketrampilan bersosialisasi akan tercapai dengan optimal jika dimulai sejak dini, yaitu periode awal kehidupan seorang anak (usia 6 tahun pertama) atau masa prasekolah. Pada masa itulah saat yang tepat untuk mengajarkan ketrampilan-ketrampilan sosial, karena sikap dan perilaku sosial yang terbentuk pada usia-usia tersebut biasanya menetap dan hanya mengalami perubahan sedikit.
4. Proses pembelajaran ketrampilan sosial akan berlangsung lebih optimal manakala anak mendapat kesempatan belajar dari respon lingkungan yang seluas-luasnya terhadap dirinya, yang salah satunya adalah dengan memasuki lembaga-lembaga pendidikan prasekolah, atau yang lazim disebut dengan preschool, seperti play group, atau yang berada dalam jenjang pendidikan formal yaitu Taman Kanak-kanak (TK). Karena berbagai studi menunjukkan bahwa anak-anak yang mengikuti pendidikan prasekolah melakukan penyesuaian sosial lebih baik dibandingkan anak-anak yang tidak mengikutinya.

C. Penegasan Istilah dan Pembatasan Masalah
Agar kajian ini dapat dipahami secara tepat dan benar, serta untuk menghindari kesalahpahaman, maka penulis memandang perlu untuk menjelaskan kata-kata yang esensial dalam judul, yaitu sebagai berikut:
1. Konsep Preschool (Pendidikan Prasekolah)
Dalam Webster's Encyclopedic, "concept" diartikan "an idea, general notion, an idea of something formed by mentally combining all its characteristics or particulars".
Artinya : "Suatu ide umum, suatu ide tentang sesuatu yang dibentuk secara mental yang merupakan gabungan dari sifat-sifatnya maupun kekhususannya."
Sedangkan "preschool" menurut Webster's Encyclopedic mempunyai dua arti, yaitu:
a. adjective of pertaining to, or intended for a child between infancy and school age.
Artinya : "Kata sifat yang dimaksudkan untuk seseorang anak yang berada pada usia bayi dengan usia sekolah".
b. a school or nursery for preschool children.
Artinya : "Sekolah untuk anak-anak prasekolah".
Adapun pendidikan prasekolah, dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 27 tahun 1990 disebutkan bahwa:
Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan anak sebelum memasuki pendidikan dasar, yang diselenggarakan di jalur pendidikan sekolah atau pendidikan luar sekolah.
Jadi konsep preschool yang penulis maksud di sini adalah pengertian (pandangan) mengenai sekolah untuk anak-anak usia prasekolah, yaitu usia 3-6 tahun.
2. Pendidikan Islam
Menurut Drs. Ahmad D. Marimba, pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam, yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam.
3. Perkembangan Sosial Anak
Sosial mempunyai pengertian berkenaan dengan hubungan di antar dua individu atau lebih.
Adapun perkembangan sosial dimaksudkan sebagai pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi, meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama.
Sedangkan anak yaitu masa dalam perkembangan dari berakhirnya masa bayi hingga menjelang masa pubertas. Yaitu usia 0,0 -12,0.
Perkembangan sosial anak di sini dimaksudkan sebagai perkembangan tingkah laku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang berlaku di dalam masyarakat di mana anak berada.
Jadi yang dimaksud dengan konsep preschool dalam perspektif pendidikan Islam dan implikasinya terhadap perkembangan sosial anak adalah bagaimana implikasi dari penyelenggaraan konsep preschool terhadap perkembangan sosial anak-anak yang mengikuti program tersebut tentunya.

D. Permasalahan
Berpijak dari uraian di atas, ada beberapa pokok permasalahan yang menjadi bahan kajian penulis, yaitu:
1. Bagaimanakah konsep preschool di TK X?
2. Bagaimanakah perkembangan sosial anak di TK X?
3. Bagaimanakah implikasi konsep preschool terhadap perkembangan sosial anak di TK X ?

E. Tujuan Penulisan Skripsi
Berangkat dari beberapa permasalahan di atas, ada beberapa hal yang menjadi tujuan penelitian ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui dan mengkaji konsep preschool di TK X.
2. Untuk mengetahui dan mengkaji perkembangan sosial anak di TK X.
3. Untuk menganalisis lebih lanjut tentang implikasi konsep preschool terhadap perkembangan sosial anak di TK X.

F. Metode Penulisan Skripsi
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif. Adapun metode-metode yang akan digunakan ialah sebagai berikut:
1. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini penulis menggunakan tiga metode, yaitu:
a. Library research
Yaitu melalui riset kepustakaan untuk mengkaji sumber-sumber tertulis baik yang telah dipublikasikan atau belum.
Metode ini berguna untuk mengkaji sumber-sumber tentang konsep preschool dan perkembangan sosial anak sebagai landasan teori dalam penelitian ini.
b. Metode observasi
Yaitu cara pengambilan data dengan menggunakan pengamatan langsung dengan tujuan dan prosedur yang sistematis.
Metode ini digunakan untuk mengamati secara langsung perilaku-perilaku sosial anak di sekolah (TK).
c. Metode wawancara
Yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).
Metode ini digunakan untuk memperoleh keterangan dari pihak sekolah, dalam hal ini pengelola TK X, berkaitan dengan konsep preschool yang diterapkan di TK X.
2. Metode Analisis Data
Setelah data-data terkumpul, selanjutnya disusun secara sistematis dan dianalisa secara kualitatif dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut:
a. Metode deskriptif
Yaitu suatu metode yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki. Metode ini berguna untuk menganalisis data-data yang berasal dari sumber-sumber pustaka tentang konsep preschool dan perkembangan sosial anak.
b. Metode deduktif
Yaitu suatu metode yang beranjak pada pemikiran yang bersifat umum kemudian disimpulkan dalam pengertian khusus.
c. Metode induktif
Yaitu metode yang bermula dari fakta khusus, akhirnya ditarik kesimpulan yang bersifat umum.
Metode ini berguna untuk menganalisa fakta yang ada di lapangan untuk kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum sesuai dengan landasan teori yang ada.

G. Sistematika Penulisan Skripsi
Dalam sistematika penulisan skripsi ini penulis membagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian depan, isi dan akhir. Pada bagian depan memuat halaman judul, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, halaman kata pengantar dan halaman daftar isi.
Adapun bagian isi memuat lima bab, yang secara berurutan terdiri dari bab Pendahuluan, Konsep Preschool dan Perkembangan Sosial Anak, Konsep Preschool dan Perkembangan Sosial Anak di TK X, Analisa Konsep Preschool dalam Perspektif Pendidikan Islam dan Implikasinya terhadap Perkembangan Sosial Anak, dan yang terakhir Penutup.
Pada bab I, Pendahuluan, memuat secara global mengenai kerangka skripsi yang meliputi latar belakang masalah, alasan pemilihan judul, penegasan istilah dan pembatasan masalah, permasalahan, tujuan penulisan skripsi, kajian pustaka, metode dan sistematika penulisan skripsi.
Pada bab II, yaitu Konsep Preschool dan Perkembangan Sosial Anak, memaparkan konsep preschool di Indonesia, konsep pendidikan prasekolah dalam perspektif pendidikan Islam dan perkembangan sosial anak.
Adapun pada bab III, tentang Konsep Preschool dan Perkembangan Sosial Anak di TK X, menjelaskan tentang konsep preschool TK X dan perkembangan sosial anak di TK X.
Pada bab IV, akan dibahas tentang analisis psikologis dan pendidikan Islam tentang penyelenggaraan konsep preschool di TK X, analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak dan nilai-nilai manfaat yang terdapat dalam penyelenggaraan preschool serta implikasinya terhadap perkembangan sosial anak.
Sedangkan pada bab V (terakhir) berisi tentang kesimpulan, saran dan penutup.
Adapun pada bagian ketiga dari penulisan skripsi ini adalah bagian akhir, yang berisi daftar pustaka, lampiran-lampiran dan daftar riwayat pendidikan penulis.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 12:08:00

SKRIPSI MODERNISASI PENDIDIKAN DI PONDOK PESANTREN

(KODE PEND-AIS-0052) : SKRIPSI MODERNISASI PENDIDIKAN DI PONDOK PESANTREN X




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan menempuh produktifitas di segala sektor kehidupan, bahkan untuk menanamkan kemampuan baru kepada generasi muda sebagai penerus pelaksana pendidikan di Indonesia. Dalam praktek masyarakat ikut terlibat dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa ini, baik dari segi materiil dan moril.
Secara historis timbulnya kelembagaan Islam di Indonesia antara lain merupakan reaksi terhadap dominasi pendidikan colonial yang sekuler, reaksi itu menimbulkan ide penyelenggaraan pendidikan Islam sehingga timbul pesantren, madrasah, dan sebagainya setelah Indonesia merdeka . pemerintah menyusun satu sistem nasional, sehingga pendidikan Islam sebagai sub sistem pendidikan Islam yang nasional yang diakui eksistensinya.
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Perkembangan masyarakat dewasa ini menghendaki adanya pembinaan peserta didik yang dilaksanakan secara seimbang antara lain: sikap pengetahuan, kecerdasan, dan keterampilan kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat secara luas, serta meningkatkan kesadaran terhadap alam lingkungannya, azas pembinaan seperti inilah yang ditawarkan oleh pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia.
Pondok pesantren selama ini diakui telah mampu memberikan pembinaan dan pendidikan bagi para santri untuk menyadari sepenuhnya atas kedudukannya sebagai manusia, mukluk utama yang harus menguasai alam sekelilingnya. Hasil pembinaan pondok pesantren juga membuktikan bahwa para santri menerima pendidikan untuk memiliki nilai-nilai kemasyarakatan selain akademis keberhasilan pondok pesantren dalam bidang pembinaan bangsa ini didorong, oleh adanya potensi besar yang dimiliki oleh pondok pesantren, yakni potensi pengembangan masyarakat dan potensi pendidikan keagamaan.
Sebagai lembaga pendidikan, pondok pesantren telah menampilkan pola pembelajaran yang berbeda yakni dengan sistem bandongan, sorogan, bahsul masa'il dan lain sebagainya. Dengan sistem pembelajaran tersebut, pondok pesantren senantiasa mengedapankan penguasaan kitab yang dipelajari, mulai dari kitab dasar hingga kitab yang tinggi.
Pada dasarnya fungsi utama pondok pesantren adalah sebagai lembaga yang bertujuan mencetak muslim yang memiliki dan menguasai ilmu-ilmu agama (tafaqquh fi al-din) secara mendalam serta menghayati dan mengamalkan dengan ikhlas semata-mata ditunjukkan untuk mengabdi kepada Allah SWT di dalam hidup dan kehidupan dengan kata lain tujuan pesantren adalah mencetak ulama' yang mengamalkan ilmu serta menyebarkan dan mengajarkan ilmunya kepada orang lain.
Sebagaimana firman Allah SWT:
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar merekalah orang-orang yang beruntung". (QS.Al Imron : 104).
Pondok Pesantren X merupakan salah satu lembaga pendidikan yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang menuntut adanya pembinaan terhadap nilai dan sikap yang dilaksanakan secara seimbang antara aspek kognitif, psikomotorik dan afektif, yang dilandasi dengan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, serta kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat.
Dalam kegiatan pembelajarannya, Pondok Pesantren X mempunyai ciri tersendiri yakni di samping pengajaran kitab kuning, juga sekolah diniyah yang ditempuh 9 tahun mulai dari Ula 3 wustho 3 tahun dan ulya 3 tahun.5 juga diselenggarakan sekolah formal PADU, Raudhatul Athfal (RA), Madrasah Ibtida'iyah (MI), Paket A dan Paket B, yang merupakan upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran secara berdaya guna dan berhasil guna, sehingga dalam perkembangannya output dari pesantren tersebut dampak positifnya dapat dirasakan oleh berbagai pihak, baik itu lembaga pendidikan peserta didik maupun masyarakat sebagai mana firman Allah :
"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagianmu dari (kenikmatan) duniawi".(QS. Al-Qashas: 77)
Keberhasilan yang diraih Pondok Pesantren X membina para santrinya membentuk atau menciptakan manusia yang mampu dalam semua aspek disertai iman dan taqwa, tidak terlepas dari pemikiran seorang pemimpin (Pengasuh Pondok) untuk mengembangkan pendidikan agama Islam di lembaga itu.
Pengasuh Pondok Pesantren X berpendapat bahwa santri harus mengikuti perkembangan zaman agar para santri tidak tertinggal dan monoton terhadap pada hal-hal yang klasik, hal ini diuraikan dalam pernyataannya yaitu:
"Para santri sekalian berpakaianlah dengan budi (aklaqul karimah), perdalam dan peganglah ilmu yang telah kamu peroleh serta jangan bosan untuk menambah ilmu baik ilmu dunia (perkembangan zaman) maupun Ilmu syari'at, berbuatlah dengan perbuatan yang sesuai dengan ilmu syari'at agar kalian bisa berhubungan antara makhluk dengan khaliqnya dan jangan lupa hormati orang tua atau guru, ridho Allah karena ridho beliau".
Pemikiran ini berbeda dengan pemikirannya pendiri pondok pesantren X, beliau lebih mengarahkan para santrinya untuk mendalami kitab kuning serta mengamalkannya dan selalu istiqamah untuk mendalami bahkan diwajibkan untuk menghafalnya.
Perbedaan ini di mulai pada 1999, disamping sekolah diniyah, di pondok juga mengadakan sekolah formal mulai PADU kemudian dilanjutkan sampai MI di masukan ilmu-ilmu umum seperti bahasa Inggris, Biologi, Matematika, Ilmu sosial, Ekonomi dan lain sebagainya di dalam kurikulum pendidikan sekolah diniyah pesantren dengan perbandingan 40% ilmu umum dan 60% ilmu agama, juga digalakkan dengan adanya keterampilan-keterampilan seperti keterampilan menjahit, kaligrafi produksi tempe murni, pengobatan tradisional, elektronik dan lain-lain sebagainya, serta diadakannya sekolah terbuka, baik persamaan-persamaan, kejar paket A dan B dengan kurikulum yang sesuai pendidikan nasional.
Pemikiran K. Saiful Rijal adalah menekankan santri selalu mengetahui wacana dan suasana perkembangan zaman, seperti komputer, internet, politik, sehingga santri bisa menempatkan diri di tengah masyarakat yang madani, masyarakat intelektual, maupun masyarakat yang praktis selalu canggih dalam segala aspek.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang pemikiran KH. Saiful Rijal sebagai pengasuh pondok pesantren X dalam mengembangkan pendidikan Islam di Pondok Pesantren X yang terletak di X.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan konteks penelitian yang telah diuraikan di atas, maka rumusan penelitian ini adalah tentang modernisasi pola pendidikan Islam di pondok pesantren:
1. Apa modernisasi tujuan pendidikan dan pengajaran Pondok Pesantren X?
2. Apa materi modernisasi materi pendidikan dan pengajaran Pondok Pesantren X?
3. Apakah modernisasi metode pendidikan dan pengajaran di Pondok Pesantren X?
4. Bagaimana modernisasi evaluasi pendidikan dan pengajaran di Pondok Pesantren X?

C. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini bertujuan ingin mengetahui tentang modernisasi pola pendidikan pondok pesantren X :
1. Tujuan modernisasi pola pendidikan dan pengajaran Pondok Pesantren X.
2. Materi modernisasi pola pendidikan dan pengajaran Pondok Pesantren X.
3. Metode modernisasi pola pendidikan dan pengajaran Pondok Pesantren X.
4. Evaluasi modernisasi pola pendidikan dan pengajaran Pondok Pesantren X.

D. Kegunaan Penelitian
1. Untuk menambah pengetahuan, pengalaman, serta keterampilan dalam meneliti dan memahami modernisasi pola pendidikan di pondok pesantren dalam mengembangkan ilmu pengetahuan Islam, serta untuk memenuhi sebagian syarat atau salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana.
2. Untuk mengetahui tujuan, materi dan metode modernisasi pola pendidikan pengajaran di Pondok Pesantren X.
3. Bagi lembaga yang diteliti, sebagai bahan tambahan masukan dan evaluasi dalam meningkatkan mutu pendidikannya.
4. Bagi pengasuh pondok pesantren, sebagai kaca motivasi dan bahan pertimbangan untuk mengedapankan kualitas pendidikan yang ada di Pondok Pesantren X.

E. Sistematika Pembahasan
Skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut :
Dalam bab I pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab II kajian pustaka yang meliputi: kajian tentang pendidikan Islam, pondok pesantren, sistem pendidikan dan pengajaran pondok pesantren; tujuan pendidikan pesantren/materi pendidikan pesantren, metode pendidikan di pesantren/evaluasi pendidikan dan pengajaran di pondok pesantren dan penelitian sebelumnya.
Bab III metode penelitian yang meliputi: pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian/kehadiran penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, tahap-tahap penelitian.
Bab IV laporan hasil penelitian yang meliputi: latar belakang obyek penelitian, sejarah pondok pesantren X, letak geografi pondok pesantren X, biografi K. Saiful Rijal, penyajian data tentang tujuan pendidikan dan pengajaran, materi pendidikan, metode pendidikan, evaluasi pendidikan di pondok pesantren, dan analisis data.
Kemudian bab V penutup yang meliputi: kesimpulan dan saran-saran.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 12:02:00