Cari Kategori

SKRIPSI MODERNISASI PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF PROF. DR. AZYUMARDI AZRA M.A

(Kode PEND-AIS-0029) : SKRIPSI MODERNISASI PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF PROF. DR. AZYUMARDI AZRA M.A

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama rahmat bagi seluruh alam termasuk di dalamnya hewan, tumbuhan, dan manusia. Manusia sebagai makhluk dinamis membutuhkan sarana untuk mengembangkan diri secara dinamis dan berkelanjutan. Tempat yang mungkin untuk mengembangkan potensi dan dinamisasi diri adalah melalui pendidikan. Pendidikan merupakan institusi tempat menempa diri manusia. Karena pendidikan pada dasarnya adalah sarana untuk membimbing manusia sebagai manusia paripurna.
Islam sebagai agama rahmat memberi peluang kepada manusia untuk mengembangkan diri berdasarkan Al-Quran dan Hadits. Pengembangan diri berdasarkan wahyu merupakan cita-cita Al-Quran. Pengembangan diri tersebut merupakan bagian dari wahyu ketuhanan. Karena dalam al-Quran terdapat perintah untuk mengubah diri, perintah untuk banyak membaca, perintah untuk berfikir. Perintah tersebut mengindikasikan bahwa manusia diajarkan untuk mampu menempa diri dan mengembangkan bakat yang ada dalam dirinya. Tetapi perintah untuk berfikir, mengembangkan diri hanya tinggal konsep. Karena semua konsep tentang pengembangan diri, konsep dasar pendidikan Islam tidak digali dan dikembangkan untuk kemajuan pendidikan Islam.
Memang, kalau ditilik dalam lintasan sejarah, umat Islam mencoba untuk mengembangkan konsep-konsep pendidikan berdasarkan Al-Quran dan Hadist, tetapi hal tersebut hanya berlangsung sebatas pemerintahan atau tokoh pengusung konsep pendidikan tersebut. Setelah para tokoh dan pemerintahan telah meninggal atau pemerintahan tersebut telah hancur, maka konsep pendidikannya juga ikut mengalami kemunduran.
Hampir menjadi sebuah kesepakatan umum, bahwa peradaban masa depan adalah peradaban yang dalam banyak hal didominasi ilmu (khususnya sains), yang pada tingkat praktis dan penerapan menjadi teknologi. Tanpa harus menjadikan sains sebagai "Pseudo-Religion" jelas bahwa maju atau mundurnya suatu masyarakat di masa kini dan mendatang banyak ditentukan tingkat penguasaan dan kemajuan sains khususnya. Meski masa kini dan masa mendatang disebut sebagai zaman globalisasi dalam kedua bidang ilmu ini tetap terbatas. Negara-negara paling terkemuka dalam sains dan teknologi tidak begitu saja memberikan informasi atau melakukan transfer sains dan teknologi kepada negara berkembang. Dengan demikian tantangan bagi masyarakat muslim di bagian dunia manapun untuk mengembangakan sains dan teknologi sekarang dan masa datang tidak lebih ringan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern memasuki dunia Islam, terutama sesudah abad ke sembilan belas, yang dalam sejarah Islam dipandang sebagai permulaan dunia modern. Kontak dengan dunia barat selanjutnya membawa ide-ide baru ke dunia Islam seperti rasionalisme, nasionalisme, demokrasi dan sebagainya. Sebagai halnya di barat, di dunia Islam juga timbul pikiran-pikiran dan gerakan untuk menyesuaikan faham-faham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu dan teknologi modern itu. Dengan jalan demikian pemimpin-pemimpin Islam modern mengharap akan dapat melepaskan ummat Islam dari suasana kemunduran untuk selanjutnya dibawa kepada kemajuan.
Sekolah-sekolah, pendidikan tinggi, guru dan murid mengalami banyak sekali perubahan seperti hal-hal lain di zaman modern ini, malah barangkali lebih sering daripada bidang-bidang lainya. Dan sesungguhnya, karena dahulu sekolah lambat-laun mengalami perubahan maka rata-rata perubahan yang terjadi dewasa ini dalam pendidikan adalah relatif lebih besar dari pada lain-lain bidang dalam kehidupan ini.
Pada masa lalu, teknologi yang dibawa Barat cukup mengagetkan umat Islam. Pada masa kekagetan itu, umat Islam kebingungan dalam menyaring segala sesuatu yang berasal dari Barat. Akibatnya timbul tiga gologan. Gologan pertama melarang segala sesuatu yang datang dari Barat karena berasal dari kaum kafir. Ada golongan yang menerima semua yang berasal dari Barat dengan alasan agar Islam jadi maju. Ada juga yang menyaring mana yang sesuai dengan Islam mana yang tidak.
Kemudian dari pada itu, seiring dengan perkembangan zaman yang ditandai oleh kemajuan di bidang teknologi, mau tidak mau Islam pun dituntut untuk mampu beradaptasi. Semisal fiqih dalam menyikapi masalah perbankan, maka teknologi menjadi suatu keharusan untuk dipelajari sebagai alternatif untuk memecahkan permasalahan tersebut.
Namun, mengapa ketika Pendidikan Islam disuguhkan ke masyarakat umum, yang terjadi justru berbalik fakta. Ketika peradaban zaman berkembang dengan begitu pesatnya, Pendidikan Islam justru lebih fokus pada pembelajaran klasik. Akibatnya Pendidikan Islam acapkali terkucilkan. Pendidikan Islam hingga saat ini nampak sering terlambat memposisikan diri dalam merespon perubahan dan kecenderungan perkembangan budaya masyarakat.
Ketika Pendidikan Islam mencoba menawarkan sistem pembelajaran secara integrated (penggabungan antara materi umum dan keagamaan), untuk memenuhi kekosongan salah satu di antara materi pendidikan umum dan materi Pendidikan Islam, justru kebijakan ini seakan menjadi beban bagi peserta didik.
Disamping itu, berdasarkan laporan political and economic risk consultancy (PERC) terungkap bahwa sistem pendidikan Indonesia adalah yang terburuk di Asia. Mutu pendidikan di Indonesia dengan skor 6,56 masih di bawah Negara Vietnam dan Negara-negara tetangga di Asia. Hal ini membuktikan bahwa pendidikan di Indonesia masih membutuhkan peningkatan, tidak terkecuali pendidikan Islam.
Lantas, sistem Pendidikan Islam itu sendiri masih mengalami berbagai kendala. Salah satu diantaranya adalah kerancuan antara materi umum dengan fan keagamaan. Inilah yang menjadi alasan klasik mengapa prestasi materi umum yang disampaikan di lembaga Pendidikan Islam kalah saing dengan prestasi yang dicapai oleh sekolah umum. Begitu sebaliknya, penyampaian fan ilmu agamanya pun tidak segemilang seperti yang terjadi di pondok pesantren. Kenyataan inilah yang setidaknya mendorong orang tua murid mengambil alternatif lain, yakni mempercayakan anaknya pada lembaga pendidikan yang lebih menjanjikan masa depan.
Dengan diskripsi masalah tersebut diatas, timbul pertanyaan, "Apakah ada yang salah dalam Pendidikan Islam? Lantas, akan dibawa kemana Pendidikan Islam sekarang ini?". Inilah sebidang pertanyaan sebagai pokok bahasan dalam karya tulis ini.
Gerakan pembaharuan mendorong pemimpin-pemimpin Islam untuk menyelidiki sebab-sebab yang membawa kepada kemunduran dan kelemahan umat Islam terutama dari aspek pendidikan agama Islam, dan selanjutnya memikirkan jalan yang harus di tempuh untuk mencapai kemajuan.
Penulis tertarik untuk menggali solusi-solusi dari permasalahan tersebut dari berbagai sumber, yang salah satu diantaranya adalah mencari pemikiran-pemikiran tentang pembaharuan pendidikan khususnya pendidikan Islam, setelah kemudian penulis berusaha memilah pemikiran dan gagasan dari berbagai pakar ahli pendidikan Islam, pilihan penulis jatuh kepada seorang cendekiawan muslim bernama Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A dengan pemikiran-pemikiran briliant yang termaktub dalam beragam tulisanya mengenai pembaharuan dan modernisasi pendidikan Islam. Namanya sering menghiasi berbagai media karena analisisnya yang memang tajam. Semua itu menunjukkan kalau pemikiran Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA. yang kini menjabat sebagai direktur pasca sarjana IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, memang jernih, akurat, dan originil.
Secara garis besar melihat dari input-uotput dunia pendidikan Islam yang kemudian perlu disentuh dengan "modernisasi" secara umum Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA menggambarkan :
1. Input dari masyarakat ke dalam sistem pendidikan.
a. Idiologis-Normatif: orientasi-orientasi idiologis tertentu yang diekspresikan dalam norma-norma nasional (pancasila,misalnya) menuntut sistem pendidikan Islam untuk memperluas dan memperkuat wawasan nasional anak didik. Bagi negara-negara yang relatif baru merdeka dimana intregasi nasional merupakan suatu agenda pokok, maka orientasi idiologis normatif ini sangat ditekankan dalam sistem pendidikan nasional. Dalam kerangka ini, pendidikan dipandang suatu instrumen terpenting bagi pembinaan "nation building". Sangat boleh jadi orientasi idiologis lama -katakanlah Islam-lambat atau cepat tergeser oleh orientasi nasional baru tadi. Atau setidaknya, terjadi semacam situasi anomali atau bahkan krisis identitas idiologis.
b. Mobilisasi Politik : kebutuhan bagi modernisasi dan pembangunan menuntut sistem pendidikan untuk mendidik, mempersiapkan dan menghasilkan kepemimpinan modernitas dan inovator yang dapat memelihara dan bahkan meningkatkan momentum pembangunan. Tugas yang terutama terpikul pada lembaga pendidikan tinggi, mengharuskan lembaga pendidikan tinggi Islam - seperti X misalnya- untuk menerapkan kurikulum yang lebih berorientasi pada modernisme dan modernitas.
c. Mobilitas Ekonomi : kebutuhan akan tenaga kerja yang handal menuntut sistem pendidikan untuk mempersiapkan anak didik menjadi SDM yang unggul dan mampu mengisi berbagai lapangan kerja yang tercipta dalam proses pembangunan. Difersifikasi yang terjadi dalam sektor-sektor ekonomi, bahkan mengharuskan sistem pendidikan untuk melahirkan SDM yang spesialis dalm berbagai bidang profesi. Dalam konteks ini, lembaga-lembaga pendidikan Islam tidak memadai lagi sekedar menjadi lembaga transfer dan tranmissi ilmu-ilmu Islam, tetapi sekaligus juga harus dapat memberikan ketrampilan (skill) dan keahlian (abilities).
d. Mobilitas Sosial : peningkatan harapan bagi mobilitas sosial dalam modernisasi menuntut pendidikan untuk memberikan akses dan vanue ke arah tersebut. Pendidikan islam, dengan demikian tidak cukup lagi sekedar pemenuhan kewajiban menuntut ilmu belaka; tetapi harusjuga memberikan modal dan, dengan demikian kemungkinan akses bagi peningkatan sosial.
e. Mobilisasi Kultural : modernisasi yang menimbulkan perubahan-perubahan kultural menuntut sistem stabilitas dan mengembangkan warisan kultural yang kondusif bagi pembangunan. Dalam konteks pendidikan Islam, khususnya pesantren. Yang mempunyai sub-kultural sendiri yang khas itu, semua ini berarti penilaian ulang terhadap lingkungan kulturalnya sendiri.
2. Output bagi masyarakat
a. Perubahan Sistem Nilai : dengan memperluas "peta kognitif” peserta didik, maka pendidikan menanamkan nilai-nilai yang merupakan alternatif bagi sistem nilai tradisional. Perluasan wawasan ini akan merupakan pendorong bagi tumbuh dan berkembangnya "semangat untuk berprestasi dan mobilitas sosial. Persoalanya kemudian, sejauh mana sistem dan lembaga pendidikan islam khususnya pesantren, yang secara sadar mengorientasikan diri pada perluasan "peta" kognitif ini, bahkan sebaliknya terdapat kesan yang kuat, bahwa pesantren tetap berkutat pada normativisme dan dogmatisme lama yang kurang memberikan kesempatan bagi pengembangan kognisis dan kreativitas.
b. Output politik : Kepemimpinan modernitas dan innovator yang secara langsung dihasilkan sistem pendidikan dapat diukur dengan perkembangan kuantitas dan kekuatan birokrasi sipil-militer, intelektual dan kader-kader administrasi politik lainya, yang direkrut dai lembaga-lembaga pendidikan - terutama pada tingkat menengah dan tinggi. Di sini, kepemimpinan yang dihasilkan lembaga-lembaga pendidikan Islam, khususnya pada tingkat menengah seperti pesantren, kelihatanya sebagian besar masuk ke dalam "kepemimpinan tradisional", tegasnya kepemimpinan keagamaan, yang tentunya berhasil dicapai setelah mendapat pengakuan dari masyarakat. Sedangkan pada tingkat pendidikan tinggi - dalam hal ini IAIN- selain melahirkan kepemimpinan tradisional tadi, tetapi dalam batas tertentu juga melahirkan intelektual dan birokrat, dan segelintir yang masuk ke lingkungan militer terutama menjadi "rohis" (rohani Islam) atau "binroh" (pembinaan rohani).penjajahan madrasah, melalui UUSPN 1989, dengan sekolah umum pada segi lain membuka peluang besar bagai sepektrum kemunculan lapisan-lapisan kepemimpinan di atas dari sistem dan kelembagaan pendidikan Islam.
c. Output ekonomi; ini dapat diukur dari tingkat ketersediaan SDM atau tenaga kerja yang terlatih dan siap pakai, baik "white collar" maupun "blue collar" . hal ini harus diakui masih merupakan suatu masalah besar yang dihadapi sistem dan lembaga pendidikan Islam. Belum terdapat link and match yang jelas dan kuat antara sistem dan lembaga pendidikan Islam dengan masalah tenaga kerja yang terlatih dan siap pakai tersebut.
d. Output social: dapat dilihat dari tingkat integrasi social dan mobilitas peserta didik ke dalam masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal integrasi social, output sistem dan lembaga kelihatanya relative berhasil, karena didukung oleh factor kependudukan Indonesia yang mayoritas beragama islam. Tetapi dalam hal mobilitas social, sestem kelembagaan pendidikan Islam kelihatanya belum lagi kelihatan signifikansinya.
e. Output cultural : tercermin dari upaya-upaya pengembangan kebudayaan ilmiah, rasional dan innovatif, peningkatan peran integrative agama dan pengembangan bahasa pendidikan. Pada tingkat pengembangan tinggi, sistem dan kelembagaan pendidikan Islam -dalam hal ini, IAIN- sulit diingkari sedikit banyak telah mampu mengembangkan paradigma keislaman yang lebih integrative, dengan pendekatanya yang nonmahdzab. Tetapi pada tingkat lembaga pendidikan yang lebih rendah, kebudayaan ilmiah, rasional dan innovatif kelihatanya belum banyak berkembang.
Dengan pertimbangan latar belakang tersebut diatas maka skripsi ini kami tulis dalam sebuah judul "Modernisasi Pendidikan Islam Perspektif Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A" dengan harapan dapat membantu memberikan solusi utnuk pembaharuan pendidikan Islam agar lebih maju dan berkembang sesuai dengan hakikat agama Islam sebagai rahmat untuk seluruh alam dan zaman.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi persoalan utama penelitian ini adalah bagaimana : "Modernisasi Pendidikan Islam" dalam pemikiran Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A. Dapat diajukan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Modernisasi Pendidikan Islam?
2. Bagaimanakah Pemikiran Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A. tentang Modernisasi Pendidikan Islam?
3. Bagaimanakah paradigma alternatif Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia dalam perspektif Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A?

C. Batasan Masalah
Agar pembahasan Modernisasi Pendidikan Islam dalam perspektif Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A tidak melebar dan bisa terfokus, maka perlu adanya batasan masalah-masalah sebagai berikut:
1. Konsep modernisasi pendidikan Islam.
2. Studi analisis terhadap modernisasi pendidikan Islam dalam pemikiran Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A
3. Paradigma alternatif modernisasi pendidikan Islam di Indonesia dalam perspektif Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A

D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui konsep Modernisasi Pendidikan Islam
2. Untuk menggali dan mengetahui Modernisasi Pendidikan Islam Dalam
Perspektif Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A
3. Untuk menggali dan mengetahui paradigma alternatif konsep Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia dalam perspektif Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A

E. Kegunaan penelitian
Hasil penelitian ini sekurang-kurangnya memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi positif dalam
pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu Pendidikan Agama Islam.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan atau pedoman
dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam yang lebih berkualitas.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah pemikiran Islam,
khususnya sebagai upaya pencarian solusi alternatif dalam melakukan
pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia di tengah persaingan global yang
sangat kompetitif.

H. Sistematika Pembahasan
Pembahasan terhadap masalah pokok dalam penelitian ini dibagi menjadi lima bab, yaitu :
Bab Pertama, Pendahuluan, menguraikan tentang : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, serta Sistematika Pembahasan sebagai gambaran awal dalam memahami skripsi ini.
Bab Kedua, Deskripsi Umum Tentang Modernisasi Pendidikan Islam, menguraikan tentang Definisi Modernisasi Pendidikan Islam, Latar Belakang Modernisasi Pendidikan Islam, Perspektif Para Ulama Tentang Modernisasi Pendidikan Islam, serta Urgensi Modernisasi Pendidikan Islam.
Bab Ketiga, Biografi dan Pemikiran Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A; menguraikan tentang ; Biografi Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A yang meliputi riwayat kelahiran, kehidupan intelektual, dan perjalanan karirnya. Selain itu dalam bab ini juga membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemikiranya, perkembangan intelektual dan karya-karyanya, dan pada penghujung bab ini diuraikan Modernisasi Pendidikan Islam Dalam Perspektif Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A.
Bab Keempat, Paradigma Alternatif Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia Perspektif Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A; yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu Sejarah Modernisasi Pendidikan Islam Di Indonesia, Problematika Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia, serta Paradigma Alternatif Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia Perspektif Prof. Dr. Azyumardi Azra M.A.
Bab Kelima; Penutup, menguraikan tentang kesimpulan dan saran.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:55:00

SKRIPSI KONSEP PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF MAHMUD YUNUS

(Kode PEND-AIS-0028) : SKRIPSI KONSEP PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF MAHMUD YUNUS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah sesuatu yang esensial bagi manusia, manusia bisa menghadapi alam semesta demi mempertahankan hidupnya agar tetap survive melalui pendidikan karena pentingnya pendidikan, Islam mendapatkan pendidikan pada kedudukan yang penting dan tinggi dalam doktrinnya.
Memasuki abad ke XXI atau milenium ketiga dunia pendidikan dihadapkan pada berbagai masalah pelik yang apabila tidak segera diatasi secara tepat tidak mustahil dunia pendidikan akan ditinggal oleh zaman, kesadaran akan tampilnya dunia pendidikan dalam memecahkan dan merespon berbagai tantangan baru, yang timbul pada setiap zaman adalah suatu hal yang logis, bahkan suatu keharusan hal yang demikian dapat dimengerti, mengingat dunia pendidikan merupakan salah satu pranata yang terlibat langsung dalam mempersiapkan masa depan umat, kegagalan dunia pendidikan dalam menyiapkan masa depan umat manusia adalah merupakan kegagalan bagi kelangsungan kehidupan bangsa.
Pendidikan merupakan sarana strategi untuk meningkatkan kualitas suatu bangsa. Oleh karenanya kemajuan suatu bangsa dan kemajuan pendidikan adalah suatu determinasi kemajuan beberapa negara di dunia ini merupakan akibat perhatian mereka yang besar dalam mengelola sektor pendidikan.
Pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia sangat terkait erat dengan kegiatan dakwa Islamiah, pendidikan Islam berperan sebagai moderator di mana ajaran Islam dapat disosialisasikan kepada masyarakat dalam berbagai tingkatannya. Melalui pendidikan ini, masyarakat Indonesia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan ketentuan al-Qur'an dan as-Sunnah. Pengamalan masyarakat terhadap ajaran Islam amat tergantung pada tingkat kualitas pendidikan Islam yang diterimanya.
Suatu sistem pendidikan Islam mengandung berbagai komponen yang antara satu dan lainnya saling berkaitan. Komponen pendidikan tersebut meliputi landasan, tujuan, kurikulum, kompetensi dan profesionalisme, sarana prasarana, evaluasi dan pembiayaan. Berbagai komponen yang terdapat dalam pendidikan ini seringkali berjalan apa adanya, alami dan tradisional, karena dilanjutkan tanpa perencanaan konsep yang matang akibat keadaan yang demikian, maka menjadikan mutu pendidikan Islam kurang menggembirakan.
Hal ini dikarenakan ketidak tersediaan tenaga pendidik Islam yang profesional yaitu tenaga pendidik yang selain menguasai mated ilmu yang diajarkannya secara baik dan benar, juga harus mampu mengajarkannya secara efisien dan efektif kepada para siswa, serta harus pula memiliki idealisme.
Salah seorang tokoh pendidikan Islam adalah Mahmud Yunus memiliki perhatian dan komitmen yang tinggi terhadap upaya membangun, meningkatkan dan mengembangkan Pendidikan Agama Islam sebagai bagian integral dari sistem pendidikan yang dipemntukkan bagi seluruh masyarakat Indonesia, khususnya yang beragama Islam. Gagasan dan pemikirannya dalam bidang pendidikan secara keseluruhan bersifat strategis dan merupakan karya perintis, dalam arti belum pernah dilakukan oleh tokoh-tokoh pendidikan Islam sebelumnya. Perhatian dan komitmennya terhadap pembangunan, peningkatan dan pengembangan pendidikan Islam tersebut dapat dilihat lebih lanjut.
Dari segi tujuan pendidikan Islam Mahmud Yunus, terlihat pada gagasannya yang menghendaki agar lulusan pendidikan Islam tidak kalah dengan lulusan pendidikan yang belajar di sekolah-sekolah yang sudah maju, bahkan lulusan pendidikan Islam tersebut mutunya lebih baik dari lulusan sekolah-sekolah yang sudah maju. Yaitu lulusan pendidikan Islam yang selain memiliki pengetahuan, keterampilan dan pengalaman dalam bidang ilmu-ilmu umum, juga memiliki wawasan dan kepribadian Islami yang kuat. Dengan cara demikian para peserta didik dapat meraih dua kebahagiaan secara seimbang yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.
Berkaitan dengan tujuan pokok pendidikan Islam, Mahmud Yunus lebih lanjut merumuskannya yaitu pertama, untuk mencerdaskan perseorangan; kedua, untuk kecakapan mengerjakan pekerjaan. Dalam hubungan ini, ia menilai pendapat ulama tradisional yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam hanyalah untuk beribadah dan sekedar untuk mempelajari agama Islam, sebagai pendapat yang terlalu sempit, kurang dan tidak sempurna. Karena menurutnya, beribada itu merupakan salah satu perintah Islam. Sedangkan pekerjaan duniawi yang menguatkan pengabdian kepada Allah juga merupakan perintah Islam. Dengan demikian, berarti pekerjaan duniawi termasuk tujuan pendidikan Islam.
Selanjutnya Mahmud Yunus juga memiliki pandangan dengan gagasan tentang kurikulum yang pada masa itu tergolong baru, dan untuk di masa sekarang tampak masih cukup relevan untuk digunakan, ia melihat kurikulum sebagai unsur penting dalam pengajaran. Dalam hubungan ini ia mengatakan bahwa kurikulum pengajaran adalah hal yang penting dengan ungkapan At-Thariqah Ahammu min al-Maddah
Dalam bidang kelembagaan, terlihat bahwa Mahmud Yunus termasuk orang yang memelopori perlunya mengubah sistem pengajaran dari yang bercorak individual kepada sistem pengajaran klasikal. Diketahui bahwa bercorak individual sebagaimana diterapkan di pesantren-pesantren menggunakan metode sorongan atau weton. Dalam metode sorongan ini biasanya murid satu persatu mendatangi guru dengan membawa kitab yang akan dipelajarinya. Kiai atau guru membacakan kitab yang berbahasa Arab, kata demi kata, dilanjutkan dengan menterjemahkan dan menerangkan maksudnya. Selanjutnya murid menyimak dan mengulangi bacaan berikut makna yang terkandung di dalamnya untuk membuktikan apakah bacaannya itu sudah benar atau belum. Dalam metode sorongan ini belum dikenal adanya sistem kelas.
Selain itu dalam bidang metode pengajaran, Mahmud Yunus amat memberikan perhatian yang cukup besar. Menurutnya, metode adalah jalan yang akan ditempuh oleh gum untuk memberikan berbagai jenis mata pelajaran. Jalan itu adalah khittah (garis) yang direncanakan sebelum masuk ke dalam kelas dan dilaksanakan di dalam kelas pada saat mengajar. Oleh sebab itu seorang guru harus menggunakan metode yang efisien dan efektif. Sehingga tidak melelahkan dan membosankan murid, serta beragam dalam pengguaannya.
Sehubungan dengan mengharapkan metode pada suatu mata pelajaran, Mahmud Yunus, juga sangat memperhatikan psikologi anak didik sesuai dengan kaidah-kaidah pengajaran modern, dengan tujuan agar pelajaran dapat dipahami dan diingat secara kritis oleh murid. la juga sangat menekankan tentang pentingnya penanaman moral dalam proses belajar mengajar, karena moralitas adalah merupakan bagian yang sangat penting dari sistem ajaran Islam.
Pandangan Mahmud Yunus yang demikian itu memperlihatkan bahwa konsep yang dirumuskan dan disosialisasikannya itu benar-benar menyeluruh. Mencakup aspek kognitif, psikomotorik dan afektif. Aspek kognitif karena dalam kegiatan belajar mengajar, Mahmud Yunus lebih menekankan pada pendalaman mated untuk membawa murid berpikir secara kritis. Sehingga para siswa menggunakan penelarannya semaksimal mungkin. Aspek psikomotorik, karena dalam kegiatan belajar mengajar, Mahmud Yunus lebih menekankan pada pengembangan kecakapan murid semaksimal mungkin sehingga seorang anak selain cerdas, juga mampu mengaplikasikan ilmu yang dipelajarinya di masyarakat. sedangkan aspek afektif, terlihat dari cara Mahmud Yunus yang menekankan pentingnya seorang guru kepada murid.
Mahmud Yunus juga memberikan cara-cara membangkitkan minat dan perhatian peserta didik dengan cara mengaktifkan panca indra mereka, baik dengan lisan, tulisan, perbuatan, maupun alat peraga. Setelah pelajaran di bahas lalu disimpulkan dan diartikan dengan latihan dan ulangan. Dengan cara demikian, peserta didik dilatih untuk berpikir dan mampu memecahkan masalah yang dihadapi dengan kekuatannya sendiri, agar pelajaran yang diberikan benar-benar dapat dikuasainya dengan baik.
Selanjutnya Mahmud Yunus juga menyarankan agar setiap pendidik memahami gejolak jiwa, kecenderungan, potensi, gharizah, kemampuan dan bakat yang dimiliki setiap peserta didik. Dengan cara demikian, setiap mata pelajaran yang diberikan dapat diserap oleh anak dengan sebaik-baiknya.
Hubungan antara penerapan metode dengan bakat dan jiwa anak, dapat dilihat dari pendapatnya yang mengatakan bahwa dalam mengajarkan keimanan kepada anak didik harus disesuaikan dengan perkembangan akalnya. Sebab pikiran anak belum berkembang mereka belum berpengalaman dan belum sering melakukan percobaan-percobaan.
Mahmud Yunus menganjurkan agar menggunakan pendekatan integrated dalam mengajar pengetahuan agama dan umum. la menganjurkan agar pelajaran keimanan diintegrasikan dengan pelajaran ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu bumi, ilmu alam, ilmu Biologi, dan sebagainya. selanjutnya sesuai dengan ketentuan dalam ilmu jiwa. Perkembangan, minat keinginan, kesadaran anak untuk beribadah dihidup suburnya dengan cara melatih dan praktik langsung di tempat berwudlu dan tempat shalat, membiasakan membaca basmala pada setiap kali memulai pekerjaan dan membaca hamdala pada saat mengakhiri pekerjaan. Demikian pula pelajaran tentang bermacam-macam shalat fardhu dan sunnat, tata cara mengeluarkan zakat, cara berpuasa dan cara menunaikan ibadah haji hendaknya tidak diberikan teorinya saja melainkan harus dipraktikkan.
Dengan cara demikian, metode pengajaran tersebut selain bersifat integrated juga harus bertolak dari keinginan untuk memberdayakan peserta didik, yaitu mereka yang tidak hanya kaya dalam pengetahuan kognitif (to know). Melainkan juga harus disertai dengan mempraktikkannya (to do), menghayatinya dalam kehidupan sehari-hari (to act), dan mempergunakannya dalam kehidupan sehari-hari (to life together)
Menurut Mahmud Yunus seorang guru hendaklah menggunakan metode yang tepat dengan cara mengetahui perkembangan jiwa anak didiknya. Untuk itu Mahmud Yunus memberi contoh tentang cara menanamkan keimanan, mendorong anak untuk beribadah dan memperhalus budi pekertinya melalui seni, khususnya nyanyian, hal ini perlu dilakukan karena secara psikologis, jiwa anak-anak masih cenderung kreatif dan bermain.
Oleh karena itu penulis ingin meneliti lebih jauh tentang konsep pendidikan Islam menurut pemikiran Mahmud Yunus dan penelitian tersebut diberi judul "Konsep Pendidikan Islam Perspektif Mahmud Yunus".

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas akan memunculkan beberapa masalah yang akan kami angkat dalam penulisan ini. Adapun rumusannya dibuat dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah konsep pendidikan Islam ?
2. Bagaimana konsep Pendidikan Islam perspektif Mahmud Yunus ?
3. Bagaimana implementasi konsep Pendidikan Islam Mahmud Yunus ?

C. Pembatasan Masalah
Agar tidak terjadi kesimpangsiuran atau dalam rangka menyamakan persepsi terhadap permasalahan terhadap permasalahan ini, maka penulis merasa perlu kiranya membuat pembatasan masalah agar fokus pembahasannya lebih jelas danterarah.
Studi ini akan penulis batasi pada pembahasan sekitar Pendidikan Islam menurut konsep Mahmud Yunus yang meliputi :
1. Tujuan pendidikan Islam
2. Kurikulum pendidikan Islam
3. Gum pendidikan Islam
4. Metode dan proses pembelajaran Islam
5. Kelembagaan Islam

D. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian dalam kajian ini adalah :
1. Untuk mengetahui konsep Pendidikan Islam.
2. Untuk mengetahui konsep Pendidikan Islam menurut Mahmud Yunus.
3. Untuk menganalisa konsep Pendidikan Islam menurut Mahmud Yunus yang
diaplikasikan di zaman sekarang.

E. Kegunaan Hasil Penelitian
Adapun kegunaan dari penulisan skripsi ini diharapkan data dijadikan sebagai berikut:
1. Secara teoritis adalah sebagai sumbangsih terhadap pengembangan keilmuan khususnya tentang konsep Pendidikan Islam atas pemikiran Mahmud Yunus.
2. Secara praktis adalah dapat dijadikan sebagai bahan penyusunan hipotesis bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan konsep Pendidikan Islam atas pemikiran Mahmud Yunus.

H. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas pada skripsi ini penulis mencoba menguraikan isi pembahasannya. Adapun sistematika pembahasan skripsi ini terdiri dari lima bab antara lain sebagai berikut:
BAB I : Adalah uraian pendahuluan yang berfungsi sebagai pengantar dalam memahami pembahasan bab-bab berikut yang meliputi; latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB II : Adalah biografi Mahmud Yunus
BAB III : Adalah landasan teori, yang berisikan tentang Pendidikan Agama Islam dan konsep Pendidikan Agama Islam menurut Mahmud Yunus.
BAB IV : Adalah menganalisa atas konsep Pendidikan Agama Islam menurut Mahmud Yunus.
BAB V : Adalah penutup bab terakhir dari skripsi ini yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:53:00

SKRIPSI ANALISIS KONSEP PENDIDIKAN ISLAM AL-MAWARDI DALAM KITAB ADAB AD-DUNYA WA AD-DIN

(Kode PEND-AIS-0027) : SKRIPSI ANALISIS KONSEP PENDIDIKAN ISLAM AL-MAWARDI DALAM KITAB ADAB AD-DUNYA WA AD-DIN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berbicara pendidikan, terutama konteks pendidikan yang dialami oleh bangsa Indonesia dewasa ini tidak akan pernah ada habisnya. Pendidikan adalah permasalahan yang tidak pernah putus karena menyangkut persoalan manusia dalam rangka memberi makna dan moral. Ada banyak hal yang hams dibenahi menyangkut persoalan yang datang dari luar dunia pendidikan mulai dari masalah birokrasi pendidikan yang masih tumpang tindih, simpang siur dan tidak terkoordinasi dengan baik sampai dengan masalah internal pendidikan itu sendiri, yakni mengenai konsep pendidikan dan aplikasi praksis menciptakan pendidikan yang tepat dan akurat bagi kondisi bangsa. Akibatnya pendidikan sudah lagi tidak mampu memunculkan manusia-manusia yang berkualitas dari segi intelektual maupun kepribadiannya.
Rendahnya tingkat intelektualitas dan kepribadian pada akhirnya melahirkan banyak output pendidikan yang sudah tidak mampu membedakan mana prilaku yang benar dan mana prilaku yang salah. Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya dunia pendidikan di Indonesia ini sedang mengalami sakit yang sudah akut. Munculnya banyak sekali tindakan asusila dan kriminalitas yang dilakukan oleh para pelajar seperti banyaknya anak didik yang terlibat tawuran antar pelajar dan konsumsi miras serta obat-obatan terlarang adalah bukti bahwa out put pendidikan yang diharapkan dari dunia pendidikan itu sendiri pada saat ini telah mencapai titik yang sangat menghawatirkan.
Jika dilihat dari kaca mata pendidikan, hal yang demikian itu mungkin terjadi, karena memang selama ini pendidikan kita lebih berkonsentrasi kepada pembangunan ekonomi pragmatis dengan orientasi keuntungan jangka pendek yang lebih kasat mata, imbasnya pada pendidikan ialah terbengkalainya pendidikan nasional kita, pantaslah apa yang dikatakan Ahmad Tafsir bahwa "pendidikan kita dianggap gagal karena tidak mampu menghasilkan manusia berkualitas, beriman, dan berakhlak".
Kondisi semacam ini ternyata belum mampu menyadarkan para pemikir dan praktisi pendidikan akan dampak lebih besar yang akan dialami oleh dunia pendidikan. Hal ini terbukti dengan masih adanya kecenderungan dalam pendidikan kita yang aktifitasnya berorientasi pada materialistik dan keterampilan yang tujuannya hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat industrial dan menafikan dimensi moral.
Dalam tradisi khazanah keilmuan pendidikan dikenal dua istilah popular, yaitu pendidikan dan pengajaran/pembelajaran. Para pakar menyatakan bahwa pendidikan lebih memfokuskan pada aspek kedirian manusia, sedangkan pengajaran lebih banyak membidik luar manusia. Atau dengan kata lain pendidikan lebih fokus pada human being, sedangkan pengajaran lebih fokus pada sarana dan prasarana, termasuk penciptaan suasana belajar dalam upaya memanusiakan manusia.
Dalam hal ini juga, pendidikan perlu diartikan sebagai upaya sadar mengembangkan seluruh potensi keperibadian individu manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi, guna mencapai kehidupan pribadi sebagai Nafsun Thaibun warabbun ghaffur, kehidupan keluarga yang Ahlun thaiyibun warabbun Ghafur, kehidupan masyarakat sebagai Qoryatun Thaibatun wararabbun ghafur serta kehidupan bernegara sebagai Baldatun thaibatun warabbun ghafurr. Gambaran ini akan terjadi jika acuan pendidikan adalah pendidikan al-akhlak al-karimah dengan pembinaan amar ma 'rufnahi munkar.
Selama ini pendidikan kita lebih banyak menggunakan literatur barat yang steril dan terlepas dari nilai-nilai. Pendidikan yang hanya terbatas pada belantara kulit-kulit teori hanya akan melahirkan pendidikan yang bersifat "dogmatis" tidak "kreatif". Sebaliknya pendidikan yang berwawasan nilai, secara metodologis tidak hanya merupakan transformasi dan proses intruksional melainkan sampai pada proses internalisasi dan trans-internalisasi nilai. Pendidikan berwawasan nilai akan meletakan kebenaran ilmiah adalah pada kebenaran yang bersifat hipotetika-verifikatif yang selalu mendorong para ilmuwan untuk meneruskan kebenaran yang telah diajukan oleh para ilmuwan lain.
Realitanya, pendidikan kita lebih fokus pada dimensi kedua yaitu pengajaran, terutama berkaitan dengan administrasi dan kurikulum pengajaran. Dimensi mendasar dari pendidikan berupa dimensi human being mulai sedikit terabaikan. Munculnya pelbagai fenomena dalam pengabaian dimensi dasar human being karena disebabkan beberapa hal : Pertama, pendidikan kita hanya terfokus pada landasan filosofis materialisme dan empirisme barat. Kedua, implikasi dari landasan filosofis makna manusia secara holistik, sehingga hakikat makna manusia kurang tersentuh oleh dunia pendidikan kita.
Keadaan ini sebenarnya jika kita lihat dari prespektif sejarah merupakan dampak dari kebijakan kolonialisme belanda yang menerapkan sistem sekularisme dalam sistem pendidikan di Indonesia. Pada akhirnya sistem tersebut mempengaruhi pola pikir intelektual bangsa Indonesia. Bentuk pengaruh dari kebijakan politik pendidikan belanda tersebut adalah adanya kecenderungan yang dilakukan oleh para pemikir dan praktisi pendidikan untuk berkiblat pada teori-teori dan konsep pendidikan barat yang kering dengan muatan-muatan nilai. Keadaan ini pada akhirnya melahirkan produk pendidikan yang kering dari nilai dan moral.
Disisi lain, sistem dan metode pendidikan yang dibangun oleh bangsa ini memang tidak pernah mengalami kejelasan. Setiap kali terjadi pergantian pemerintahan selalu ada saja perombakan. Meskipun semua itu dilakukan demi perbaikan namun tetap saja hal itu membingungkan, apalagi kalau sistem itu belum matang dan baru dijalankan harus mengalami perombakan lagi.
Memperbincangkan dunia pendidikan pada hakikatnya merupakan perbincangan mengenai diri kita sendiri. artinya, perbincangan tentang manusia sebagai pelaksana pendidikan sekaligus sebagai pihak penerima pendidikan. Persoalan pendidikan adalah persoalan yang berhubungan langsung dengan kehidupan manusia, oleh karena itu persoalan tersebut.akan mengalami perubahan serta perkembangan sesuai dengan perubahan dan perkembangan tersebut.
Sebagai subjek dan penerima pendidikan, perbincangan tentang manusia sampai kapanpun akan tetap aktual dikedepankan, lebih-lebih dalam suasana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini. Manusia merupakan makhluk yang multi dimensial. Bukan saja karena manusia secara teologis adalah subjek yang memiliki potensi untuk mengembangkan pola kehidupannya akan tetapi lebih dari itu sekaligus juga menjadi objek dalam keseluruhan aktivitas dan kreatifitasnya. Manusia secara individu terlahir tanpa memiliki apapun, tetapi ia telah dilengkapi dengan fitrah yang memungkinkannya menguasai berbagai pengetahuan dan peradaban. Dengan potensinya itu manusia belajar dari lingkungan dan masyarakat untuk kemudian membangun sebuah peradaban.
Alexis carrel, seorang ahli bedah dan fisika Amerika mengakui bahwa ilmu pengetahuan tentang manusia belum lagi mencapai kemajuan seperti yang dicapai oleh ilmu-ilmu yang lain, kendatipun sebenarnya manusia telah mencurahkan perhatian dan usahanya untuk mengetahui dirinya. Oleh karena itu dalam upaya memperbincangkan apapun jenis paradigma pendidikan, seyogyanya berangkat dan berorientasi pada kerangka dasar manusia. Harapan selanjutnya pendidikan hams mampu menjadi wadah dan sarana dalam rangka optimalisasi dan aktualisasi potensi manusia.
Dalam realitas pendidikan, sebagai kondisi riil pendidikan, dapat dilihat adanya perubahan sosial yang begitu cepat, proses transformasi budaya yang semakin deras dan dahsyat, juga perkembangan politik universal, kesenjangan ekonomi serta pergeseran nilai yang fundamental, mau tidak mau mengharuskan pendidikan menfokuskan bidikannya kearah ini. Karena pendidikan harus senantiasa toleran dan tunduk pada perubahan normatif dan Kultural yang terjadi. Pengertian ini menghendaki pendidikan berfungsi sebagai lembaga sosial dalam rangka membentuk insan yang berbudaya dan melakukan proses pembudayaan nilai. Dengan demikian, pendidikan dan dan kebudayaan merupakan dua hal yang penting yang terkait satu sama lain dalam rangka meningkatkan kualitas hidup manusia.
Abdul munir Mulkhan mengatakan bahwa pengembangan dan pelestarian kebudayaan dalam suatu proses pendidikan memerlukan rekayasa pendidikan, sementara itu pengembangan pendidikan juga membutuhkan sistem kebudayaan sebagai akar dan pendukung berlangsungnya pendidikan tersebut. Pengembangan kebudayaan memerlukan kebebasan kreatif sementara pendidikan memerlukan stabilitas budaya yang mapan. Selanjutnya dalam kaitan hubungan ketergantungan antara pendidikan dan kebudayaan munir menambahkan bahwa ketergantungan tersebut menunjukkan pengertian bahwa kualitas pendidikan akan menunjukkan kualitas budaya dan sebaliknya untuk selanjutnya kualitas kebudayaan menunjukkan kualitas manusia sebagai pendukungnya.
Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Islam, dalam rangka pelestarian dan pengembangan kebudayaan yang mengedepankan dan menjunjung tinggi nilai moralitas melalui cipta karya manusia, dengan pengoptimalan potensinya, mempunyai andil yang sangat besar untuk mewujudkannya. Umat Islam mempunyai tanggung jawab yang besar akan hal itu.
Namun ditengah pusaran berbagai ideologi, pandangan, teori pendidikan yang berbasis kultur peradaban barat, seperti liberalisme, esensialisme, progresifisme, nativisme, empirisme dan konfergensi wacana pendidikan Islam nampaknya selalu marginal. Ide-ide dan teori pendidikan yang lahir dari konsepsi Islam sangat sulit dijual keruang publik. Orang berfikir bahwa pendidikan Islam lebih berurusan dengan wilayah terbatas dari sebuah aktifitas manusia terkait dengan perbaikan moral.
Selain itu, perkembangan Hmu Pendidikan Islam terkesan lambat dibanding disiplin ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti Fiqih, Hmu Kalam, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits dan sebagainya. Keterlambatan ini bukan disebabkan kurangnya bahan untuk menyusun Ilmu Pendidikan Islam, melainkan karena aktifitas penelitian dan kajian dibidang Ilmu Pendidikan Islam memang tampak kurang banyak dilakukan para ahli. Fenomena ini terjadi seiring dengan kemunduran Islam-terutama setelah kejatuhan Bagdad tahun 1258 M, pendidikan dalam dunia Islam pun ikut mengalami kemunduran dan ke-jumudan.
Pendidikan Islam yang selama ini ada lebih tampak sebagai sebuah praktek pendidikan, dan bukan sebagai ilmu yang memiliki struktur bahasan dan metodologi penelitiannya sendiri. Hal ini jauh berbeda dengan Ilmu Pendidikan pada umumnya yang pertumbuhan dan perkembangannya jauh lebih pesat dibandingkan dengan Ilmu Pendidikan Islam. Berbagai aspek yang berkaitan dengan Ilmu Pendidikan pada umumnya, seperti filsafat pendidikan, metodologi pembelajaran, kurikulum, hingga lingkungan pendidikan dan sebagainya sudah demikian dikaji, namun tidak demikian dengan Ilmu Pendidikan Islam. Dari keadaan ini dapat diduga mengapa citra dan mutu pendidikan Islam pada umumnya kurang baik dibanding citra pendidikan pada umumnya.
Keadaan ini ternyata bukan hanya terjadi pada masa sekarang saja, melainkan juga terjadi pada masa lalu. Sejak masa klasik hingga sekarang belum banyak pakar dan ulama' Islam yang mempelajari dan meneliti masalah pendidikan Islam. Dalam rangka mencari solusi untuk mengeluarkan dunia pendidikan dari keterpurukan, khususnya dunia pendidikan di Indonesia, yang membutuhkan sumbangsih besar dari umat Islam, kondisi ini hams segera diatasi dengan cara menumbuhkan dan mengembangkan Ilmu Pendidikan melalui serangkaian penelitian yang intensif.
Berangkat dari hal tersebut, penulis mencoba meneliti konsep pendidikan tokoh-tokoh yang mempunyai perhatian besar terhadap dunia pendidikan. Dalam penelitian ini penulis mengangkat pemikiran seorang ilmuan muslim bernama Al-Mawardi. Harapannya dapat menggugah semangat para intelektual Islam yang berkompeten dalam Pendidikan Islam untuk melakukn pengkajian dan penelitian yang dapat menghasilkan suatu gebrakan pembaharuan dan perumusan konsep pendidikan Islam yang unggul dan terpadu sebagai jawaban dari problematika pendidikan yang ada.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis mengklasifikasikan beberapa rumusan masalah, yaitu:
1. Siapakah Al-Mawardi itu?
2. Bagaiamana konsep Al-Mawardi tentang pendidikan Islam?
3. Paradigma pendidikan apakah yang ditawarkan oleh Al-Mawardi?
4. Bagaimanakah karakteristik pemikiran pendidikan Al-Mawardi?

C. Tujuan Penelitian
Dengan empat rumusan masalah di atas, tentu saja penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jawaban-jawaban atas rumusan masalah tadi, diantaranya:
1. Untuk mengungkap sosok Al-Mawardi sebagai seorang pemikir pendidikan
Islam yang hidup pada masa kejayaan peradaban dunia Islam
2. Untuk memperoleh gambaran tentang konsep pendidikan yang ditawarkan
ol eh Al -Mawardi.
3. Untuk memperoleh data yang konkrit tentang karakteristik dari pemikiran
pendidikan Al-Mawardi.

D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bukan sekedar untuk mengugurkan kewajiban dalam menempuh study, tetapi lebih dari itu penelitian ini nantinya juga sangat bermanfaat bagi:
1. Bagi peneliti sendiri dapat menambah wawasan dan pengalaman baru dalam
kehidupan riil, sekaligus sebagai bentuk kecil aplikasi dari ilmu-ilmu teoritis
yang diperoleh dari bangku kuliah.
2. Bagi praktisi pendididikan, penelitian ini dapat dijadikan tambahan referensi
guna membangun pendidikan menuju yang lebih bait.
3. Bagi masyarakat umum, penelitian ini dapat pula dijadikan bahan untuk
mengkaji lebih mendalam mengenai perkembangan dunia, khususnya apa
yang peneliti lakukan.

E. Definisi Operasional
Sebagai upaya antisipasi agar nantinya judul atau tema yang penulis angkat tidak menimbulkan persepsi dan interpretasi yang keliru maka perlu penjelasan lebih detail. Dan dalam skripsi yang sedang dijalani oleh penulis ini, judul atau tema yang diangkat adalah "Analisis Konsep Pendidikan Islam Al-Mawardi dalam Kitab Adab Ad-Dunya wa Ad-Din". Kemudian lebih jelasnya, judul tersebut dijelaskan sebagai berikut:
Analisis : Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata Analis mempunyai pengertian sebuah analisa atau penyelidikan tentang sesuatu dengan menguraikan bagian-bagiannnya.
Konsep : Sebuah aturan rancangan atau buram. Kata konsep jika dijadikan kata konsepsi menjadi kata turunan mempunyai pengertian pendapat (paham) rancangan cita-cita yang telah ada dalam pikiran. konsep Yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebuah pendapat (pemikiran) yang mempunyai landasan filosofis.
Pendidikan Islam : Segala usaha yang dilakukan untuk mendidik manusia dengan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya berlandaskan nilai-nilai luhur ajaran Islam sehingga dapat tumbuh dan berkembang serta memiliki potensi atau kemampuan sebagaimana mestinya.
Kitab Adab Ad-dunya Wa Ad-din : Sebuah kitab karya Imam Al-Mawardi yang mengupas tentang pemikiran pendidikan beliau berkaitan dengan pembentukan kepribadian dalam rangka membentuk manusia-manusia berkualitas.

H. Sistematika Pembahasan
Penyampaian hasil penelitian dalam bentuk tulisan yang sistematis akan mempermudah para pembaca dalam memahaminya, sehingga dari sini sangat dibutuhkan sistematika pembahasan yang terstruktur dan rinci. Kemudian sistematika pembahasan dalam skripsi yang tentunya juga sebagai laporan hasil penelitian ini, adalah sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan, yang terdiri dari beberapa sub bab, diantaranya; latar belakang yang melatar belakangi penelitian ini serta menjadi pijakan
dalam menentukan rumusan masalah, rumusan masalah sebagai landasan dalam mengarahkan proses penelitian, tujuan penelitian sebagai patokan yang hams dicapai dalam penelitian, kegunaan penelitian yang merupakan arti penting dari tujuan penelitian yang sudah dirumuskan, penegasan judul sebagai penjelas dari variabel penelitian agar tidak terjadi bias dalam mengambil kesimpulan dalam penelitian, metodologi penelitian sebagai acuan untuk memperoleh data dalam penelitian dan sistematika pembahasan sebagai gambaran format pelaporan penelitian.
BAB II : Menguraikan tentang biografi Al-Mawardi mencakup sejarah kehidupan beliau, situasi social politik pada masa hidup beliau, sketsa histories pendidikan dan kepribadian beliau, kiprah beliau dalam dunia Islam dan karya-karya beliau dan pengakuan integritas beliau dari dunia Islam.
BAB III : Paparan hasil penelitian mencakup gambaran tentang konsep pendidikan Al-Mawardi, paradigma dan model pendidikan yang ditawarkan beliau.
BAB IV : Analisis pemikiran pendidikan Al-Mawardi dan mendiskripsikan karakteristik pemikiran beliau.
BAB V : Penutup yang berisikan tentang kesimpulan dan saran-saran penulis sekaligus peneliti.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:50:00

GAYA HIDUP MANUSIA DAN ARSITEKTUR PASAR (STUDI KASUS PASAR X)

(KODE ARSITEKR-0002) : SKRIPSI GAYA HIDUP MANUSIA DAN ARSITEKTUR PASAR (STUDI KASUS PASAR X)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Perkembangan teknologi konstruksi, manajemen dan informasi yang semakin pesat yang disertai dengan persaingan yang bebas dewasa ini menuntut kita melakukan efisiensi di segala bidang. Hal ini juga terkait dengan biaya konstruksi yang merupakan suatu persyaratan yang utama yang harus dilakukan pada kondisi sekarang ini, dimana biaya konstrukisi semakin lama semakin tinggi dan cenderung berubah dengan cepat. Oleh karena itu, kontraktor dituntut untuk untuk dapat menekan biaya konstruksi seminimal mungkin. Dengan melakukan salah satu teknik dalam hal mengendalikan biaya yaitu value engineering, maka biaya konstruksi akan berkurang tanpa mengorbankan kualitas dan fungsi dari proyek. Value Engineering (VE) dilakukan agar mendapatkan hasil yang optimal untuk sejumlah uang yang dikeluarkan dengan memakai teknik yang sistematis untuk menganalisa dan mengendalikan total biaya proyek.
Secara definisi, Value Engineering, juga dikenal dengan Value Management atau Value Analysis, adalah suatu pendekatan tim yang profesional dalam penerapannya, berorientasi fungsi dan sistematis yang digunakan untuk menganalisa dan meningkatkan nilai suatu produk, disain fasilitas, sistem, atau servis - suatu metodologi yang baik untuk memecahkan masalah dan atau mengurangi biaya namun meningkatkan persyaratan kinerja atau kualitas yang ditetapkan1. Value Engineering adalah teknik terefektif yang diketahui untuk mengidentifikasi dan menghapuskan biaya yang tidak perlu (unnecessary cost) dalam disain, pengujian, fabrikasi, konstruksi produk.
Studi Value Engineering pekerjaan arsitektur pada proyek Rusunami X yang tepat dan dilakukan dengan pendekatan pasar akan memberi dampak yang sangat baik dalam menghemat biaya produksi sekaligus memperhatikan risiko yang mungkin terjadi. Berdasarkan pengalaman, VE dapat meningkatkan kualitas dan sangat menguntungkan bagi pembangunan konstruksi di Indonesia pada saat ini khususnya dan pembangunan konstruksi di dunia pada umumnya.
Dalam penelitian ini yang dibahas adalah studi Value Engineering pada proyek Rusunami X. Hal ini dikarenakan proyek Rusunami ini memiliki potensi pasar yang besar ditamnah lagi berbagai developer sedang berlomba-lomba untuk melakukan kajian mengenai kelayakan pelaksanaan proyek ini karena diperkirakan memiliki potensi daya tarik investasi yang sangat tinggi. Walaupun memiliki potensi yang sangat besar, tetapi tingkat resiko investasi pada proyek ini masih terlalu tinggi. Hal ini disebabkan oleh banyaknya faktor risiko yang perlu dipertimbangkan karena melibatkan peran pemerintah yang belum mengeluarkan peraturan baku berkaitan dengan proyek ini yang mempengaruhi pencapaian kebutuhan perusahaan (corporate needs) dan kebutuhan pengguna fasilitas (consumer needs) dan juga berbagai critical succes factor lainnya yang perlu dipertimbangkan.
Oleh karena itu, skripsi ini bertujuan untuk mendapatkan Rencana Anggaran Biaya yang paling optimal bagi proyek Rusunami tersebut khususnya Rusunami X sebagai studi kasusnya. Hal ini dikarenakan Rusunami X merupakan proyek Rusunami yang pertama kali diresmikan sebagai proyek percontohan pembangunan Rusunami di tengah kota. Namun, sampai saat ini masih terdapat permasalahan mulai dari okupansi yang rendah hingga pelaksanaan proyek yang tidak sesuai dengan perencanaan pada awal proyek.

1.2 DESKRIPSI PERMASALAHAN
Saat ini kebutuhan akan hunian yang layak, sehat dan terjangkau bagi masyarakat sangatlah tinggi dan kian mendesak. Untuk itu, perlu disiasati pembiayaan proyek yang optimal sehingga dapat memberikan keuntungan bagi tiap stakeholder yang terlibat. Dalam hal ini kontraktor dapat memperoleh keuntungan yang tinggi tanpa mengorbankan kualitas dan fungsi dari proyek tersebut dan juga investor dapat membuat skema pendanaan yang sesuai.
Salah satu cara dalam mensiasati hal tersebut diperlukan penelitian studi VE pekerjaan arsitektur pada proyek Rusunami X. Pekerjaan arsitektur merupakan bagian dari Rencana Anggaran Biaya yang memiliki kontribusi berimbang dengan pekerjaan struktur sehingga dapat memberikan penghematan biaya yang cukup besar apabila dilakukan studi VE.

1.3 SIGNIFIKANSI MASALAH
Perencanaan pembiayaan proyek yang tidak optimal untuk pemenuhan rusunami sebagai hunian yang layak, sehat dan terjangkau bagi masyarakat, maka akan mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :
• Tingginya resiko investasi pada proyek
• Tingginya pendanaan proyek
Kedua hal diatas akan menyulitkan pengambilan keputusan untuk melakukan investasi pada proyek ini baik untuk kontraktor maupun investor. Pada akhirnya, kebutuhan tersebut tidak terpenuhi dikarenakan tidak adanya ketertarikan untuk berinvestasi pada proyek tersebut.
Untuk itu diperlukan studi Value Engineering untuk mendapatkan Rencana Anggaran Biaya yang optimal. Hal ini menjadi penting karena kita dapat melihat seberapa besar penghematan biaya yang dihasilkan khususnya dari pekerjaan arsitektur.

1.4 RUMUSAN MASALAH
Berikut adalah beberapa pertanyaan yang akan dikaji dalam skripsi ini :
1. Berapa besar biaya yang optimal dan harus dipenuhi untuk berinvestasi pada proyek Rusunami ?
2. Komponen biaya apa saja yang harus dilakukan studi value engineering sehingga didapatkan Rencana Anggaran Biaya yang paling optimal yang sesuai dengan keinginan pasar ?
3. Faktor risiko apa saja yang mungkin muncul akibat dilakukan studi value engineering pada proyek Rusunami tersebut?
4. Respon risiko apa yang dilakukan?

1.5 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk melakukan studi VE yang tepat sehingga mendapatkan Rencana Anggaran Biaya yang paling optimal bagi proyek Rusunami tersebut.

1.6 BATASAN PENELITIAN
Mengingat waktu penelitian yang terbatas dan agar penelitian dapat terarah pada tujuan yang telah ditetapkan, maka penelitian ini dibatasi hanya kepada hal-hal berikut :
• Objek penelitian adalah proyek Rusunami dengan acuan Proyek Pembangunan Rusunami X PT X Development. Hal ini dikarenakan Rusunami X merupakan proyek Rusunami yang pertama kali diresmikan sebagai proyek percontohan pembangunan Rusunami di tengah kota. Namun, sampai saat ini masih terdapat permasalahan mulai dari okupansi yang rendah hingga pelaksanaan proyek yang tidak sesuai dengan perencanaan pada awal proyek.
• Sudut pandang yang digunakan hanya sudut pandang investor sebagai pengembang dan kontraktor
• Studi Value Engineering hanya untuk pekerjaan arsitektur. Pekerjaan arsitektur merupakan bagian dari Rencana Anggaran Biaya yang memiliki kontribusi berimbang dengan pekerjaan struktur sehingga dapat memberikan penghematan biaya yang cukup besar apabila dilakukan studi VE.

1.7. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut :
• Untuk kontraktor
• Untuk penulis
• Untuk bidang IPTEK
• Untuk proyek precast
- Mendapatkan RAB yang optimal yang didasari oleh studi VE sehingga diharapkan dapat meningkatkan peluang pasar terhadap bisnis pracetak khususnya untuk pemenuhan Rusunami.
- Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai perkembangan metode konstruksi, khususnya proyek precast ini.
- Mendapatkan biaya proyek yang optimal untuk proyek Rusunami.
- Mendapatkan solusi biaya yang murah untuk proyek serupa.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 09:32:00

PEMANFAATAN KEMBALI ARSITEKTUR MASA LALU SEBAGAI TEMPAT BELANJA

(KODE ARSITEKR-0001) : SKRIPSI PEMANFAATAN KEMBALI ARSITEKTUR MASA LALU SEBAGAI TEMPAT BELANJA

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Bangunan arsitektur masa lalu yang merupakan warisan peninggalan budaya banyak terbengkalai atau tidak lagi terurus oleh pemiliknya bahkan oleh pemerintah selaku pemilik aset penting negara ini. Hal ini disebabkan adanya pertentangan dengan kepentingan ekonomi karena bangunan ini memiliki biaya pemeliharaan yang
tinggi sementara tingkat kesadaran masyarakat yang kurang akan arti penting keberadaan warisan masa lalu ini sebagai bukti peradaban masa lalu.
Seharusnya bangunan ini tidak hanya mengandalkan nilai sosial-budaya saja untuk bertahan. Bangunan dapat difungsikan sebagai bangunan komersil yang dapat menghasilkan keuntungan materi yang dapat digunakan setidaknya untuk biaya pemeliharaan bangunan itu sendiri.
Tetapi pemerintah memiliki aturan terkait dengan bangunan masa lalu ini, khususnya untuk masalah pemugaran sebagai bentuk pemanfaatan kembali arsitektur masa lalu. Sedangkan suatu kegiatan komersil misalnya kegiatan belanja yang menjadi kegiatan utama dalam pemenuhan kebutuhan hidup manusia yang dapat mendatangkan keuntungan bagi pemilik atau pengelola tempat belanja tersebut, memiliki persyaratan dalam desain bangunan yang harus dipenuhi.

I.2 Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk menelaah mengenai apa saja aturan yang telah ditetapkan mengenai bangunan arsitektur masa lalu oleh pemerintah, kemudian akan dikaitkan dengan persyaratan desain bangunan tempat belanja. Sehingga akhirnya dapat diketahui apakah arsitektur masa lalu dapat berpotensi menghasilkan keuntungan materi sebagai tempat belanja, sehingga dapat memenuhi biaya pemeliharaan bangunan tersebut yang menjadikannya tetap bertahan di tengah persaingan ekonomi dan modernitas arsitektur dalam kehidupan masyarakat saat ini.
Dari penulisan ini pula dapat diketahui apakah seharusnya bangunan masa lalu yang beradaptasi dengan persyaratan tempat belanja atau sebaliknya.

I.3 Lingkup Pembahasan
Penulisan ini akan dibatasi pada bangunan arsitektur masa lalu berikut aturan pemugaran yang terkait, serta persyaratan tempat belanja yang hanya ditinjau dari segi arsitektur bangunan melalui aspek eksterior dan interior, terlepas dari pembahasan mengenai struktur dan utilitas bangunan.

I.4 Metode Pendekatan
1. Studi literature
Berupa studi kepustakaan
2. Observasi
Tinjauan langsung ke lapangan

I.5 Metode Penulisan
Penulisan karya tulis ini dibagi dalam 4 bab yang disusun sebagai berikut :
Bab 1 berisi latar belakang, tujuan penulisan, lingkup pembahasan, metode pendekatan, dan metode penulisan.
Bab 2 berisi kajian umum mengenai pengertian bangunan masa lalu, Bangunan Cagar Budaya, pemanfaatan arsitektur masa lalu, kegiatan belanja, belanja bagian dari kegiatan komersil,desain tempat belanja, klasifikasi tempat belanja dan pemanfaatan arsitektur masa lalu sebagai tempat belanja.
Bab 3 berisi tinjauan umum studi kasus, data teknis, sejarah bangunan,analisa bangunan dan analisa bangunan sebagai tempat belanja.
Bab 4 berisi kesimpulan dan saran.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 09:29:00

KAJIAN PEMAKAIAN BAHASA DALAM SMS (SHORT MESSAGE SERVICE) MAHASISWA FKIP UNIVERSITAS X (SEBUAH TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK)

(Kode : PEND-BSI-0061) : SKRIPSI KAJIAN PEMAKAIAN BAHASA DALAM SMS (SHORT MESSAGE SERVICE) MAHASISWA FKIP UNIVERSITAS X (SEBUAH TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pada hakikatnya manusia merupakan suatu makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia membutuhkan bahasa baik lisan maupun tulisan guna bergaul dengan manusia lain, baik untuk menyatakan pendapatnya, maupun untuk mempengaruhi orang lain demi kepentingannya sendiri maupun kelompok atau kepentingan bersama. Peranan bahasa yang utama adalah sebagai alat untuk berkomunikasi antara manusia yang satu dengan yang lain dalam suatu masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Mustakim (1994 : 2) bahwa bahasa sebagai alat komunikasi digunakan oleh anggota masyarakat untuk menjalin hubungan dengan masyarakat lain yang mempunyai kesamaan bahasa. Melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan dengan manusia lainnya, walaupun latar belakang sosial dan budayanya berbeda. Oleh karena itu, fungsi bahasa yang paling mendasar adalah untuk berkomunikasi (P.W.J. Nababan, 1993 : 40), yaitu alat pergaulan dan perhubungan sesama manusia sehingga terbentuk suatu sistem sosial atau masyarakat. Bahasa sebagai bagian dari masyarakat merupakan gejala sosial yang tidak dapat lepas dari pemakainya. Sosiolinguistik sebagai cabang ilmu bahasa merupakan interdisipliner ilmu bahasa dan ilmu sosial, berusaha menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakaian di dalam masyarakat.
Pemakaian bahasa dalam masyarakat selain dipengaruhi faktor-faktor linguistik juga dipengaruhi oleh faktor-faktor nonlinguistik. Faktor-faktor nonlinguistik yang berpengaruh itu antara lain; status sosial, tingkat ekonomi, jenis kelamin, umur, dan sebagainya. Sedangkan faktor situasional yang mempengaruhi pemakaian bahasa adalah siapa yang berbicara, dengan bahasa apa, kapan, di mana, kepada siapa, dan mengenai apa (Suwito, 1991 : 3). Mengingat bahasa sebagai alat komunikasi, maka sesuai dengan keperluannya maka bahasa dipakai dalam berbagai jenis kegiatan yang tergantung pada fungsi dan situasinya seperti di kantor, di stasiun, di ruang kuliah, dan sebagainya. Fungsi dan situasi tersebut akan menimbulkan variasi. Pemilihan variasi yang berdasarkan pada fungsi dan situasi bahasa dapat menimbulkan munculnya ragam bahasa. Pemilihan terhadap ragam bahasa dipengaruhi oleh faktor kebutuhan penutur atau penulis akan alat komunikasi yang sesuai dengan situasi (Sugihastuti, 2005 : 123).
Seiring perkembangan zaman, teknologi dalam berkomunikasi pun mengalami kemajuan yang pesat. Seseorang dapat berkomunikasi dengan orang lain tanpa harus bertatapan langsung. Dalam berkomunikasi dengan orang lain, kita dapat berkomunikasi secara primer maupun sekunder. Proses komunikasi secara secara primer merupakan proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai media (Onong Uchjana Effendy, 1999 : 11). Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan. Media primer atau lambang yang paling banyak digunakan dalam berkomunikasi adalah bahasa. Akan tetapi, tidak semua orang pandai mencari kata-kata yang tepat yang dapat mencerminkan perasaan yang sesungguhnya.
Berkembangnya masyarakat beserta peradaban dan kebudayaannya, komunikasi bermedia mengalami kemajuan. Tidak hanya dengan bertatap muka saja orang dapat berkomunikasi dengan orang lain. Bahkan dengan berbagai alat komunikasi yang canggih seseorang dapat berkomunikasi selayaknya berhadaphadapan dengan lawan bicara seperti percakapan biasa yaitu melaui media telepon genggam atau handphone (HP). Seseorang dapat menggunakan media kedua dalam berkomunikasi Karena adanya kecanggihan teknologi misalkan melalui HP, televise, radio, dan lain sebagainya. Proses komunikasi seperti hal tersebut merupakan proses komunikasi secara sekunder, yakni proses penyampaian komunikasi oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai madia kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama (Onong Uchjana Effendy, 1999 : 16).
Adanya peranan media, yakni media sekunder seperti HP, dalam komunikasi tidak perlu bertatap muka langsung maka komunikator dan komunikan dapat berkomunikasi menyampaikan ide, gagasan, pendapat, dan sebagainya tentang berbagai hal yang tentu saja melalui bahasa. Oleh karena itu, terjadilah efesiensi dalam berkomunkasi.yang tidak terpancang pada jarak dan waktu.
Gejala kontemporasi bahasa yaitu berubahnya serta berkembangnya bahasa sesuai situasi dan kondisi merupakan konsekuensi dari fungsi bahasa sebagai alat komunikasi dan bagian dari budaya masyarakat. Masyarakat menggunakan lambang-lambang bahasanya berdasarkan pengalaman dan pemikiran manusia yang memang terus berkembang. Perkembangan masyarakat dan perubahan budaya menyebabkan timbulnya berbagai macam variasi atau keragaman bahasa, termasuk munculnya kosakata baru.
Demikian halnya mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah FKIP Universitas X selalu berkomunikasi dengan mahasiswa lainnya. Selain berkomunikasi secara lisan mahasiswa juga berkomunikasi melalui tulisan SMS, apabila mereka tidak dapat saling bertemu melalui tatap muka. Mengingat HP merupakan media yag efektif dalam berkomunikasi melalui SMS (Short Message Service) yang relatif murah, maka SMS pun efektif dan efisien dalam menjalin suatu komunikasi antar mahasiswa.
Dalam berkomunikasi melalui SMS, pemakai SMS harus menuliskan pesan yang berjumlah 160 karakter. Keterbatasan jumlah karakter dalam sekali kirim akan menimbulkan suatu keragaman berbahasa dalam ber-SMS. Demikian halnya mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah FKIP X menggunakan suatu bahasa yang mempunyai suatu keragaman tersendiri dalam ber-SMS karena selain disebut anak muda, mereka juga sering menggunakan bahasa yang selalu mengikuti perkembangan. Sebagai mahasiswa yang kuliah di Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah yang paling tidak mengetahui seluk-beluk mengenai penggunaan bahasa, maka bahasa yang digunakan dalam ber-SMS pun mempunyai suatu variasi atau keragaman tersendiri yang menimbulkan suatu keuikan dalam berbahasa. Pilihan kata yang tidak sesuai dengan kaidah ketatabahasaan serta penggunaan simbol-simbol ekspresi atau disebut emoticon menimbulkan suatu keunikan tersendiri dalam berkomunikasi berbentuk bahasa tulis melalui media handphone/HP.
Contoh umum emoticon atau simbol yang sering digunakan dalam ber- SMS adalah : -) yang artinya “Si pengirim pesan sedang senang” atau juga simbol : -( yang menandakan si pengirim pesan sedang sedih. Selain digunakan sebagai ekspresi wajah atau ekspresi keadaan diri saat ber-SMS, penggunaan simbol ekspresi melalui berbagai tanda baca digunakan untuk menghemat pemakaian karakter. Keterbatasan karakter dalam ber-SMS maka pengirim SMS juga berusaha kreatif dengan menciptakan singkatan-singkatan yang unik. Sekarang ini singkatan yang lazim digunakan adalah singkatan umum yang diadopsi dari bahasa Inggris dan diadaptasi dari istilah yang digunakan pengguna fasilitas chatting di internet. Misalnya, C U (see you) artinya “sampai jumpa lagi”, Be4 (before) artinya “sebelumnya”. Istilah tersebut kerap digunakan dalam ber-SMS, karena pada awal perkembangannya, bahasa Inggrislah yang sering dipergunakan dalam komunikasi chatting. Namun, dalam perkembangannya singkatan dalam bahasa Indonesia juga sangat kerap digunakan oleh pengguna SMS.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti berusaha mengembangkan sebuah penelitian mengenai wujud pemakaian bahasa dalam SMS yang digunakan mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah serta hal-hal yang melatarbelakangi pemakaian bahasa dalam SMS. Pada penelitian ini, peneliti memberi judul “Kajian Pemakaian Bahasa dalam SMS (Short Message Service) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah FKIP Universitas X : Sebuah Tinjauan Sosiolinguistik.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, agar penelitian ini jelas dan lebih terarah maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimanakah wujud pemakaian bahasa dalam SMS mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah FKIP X?
2. Hal-hal apa sajakah yang melatarbelakangi pemakaian bahasa dalam SMS mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah FKIP X?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan deskripsi yang jelas mengenai :
1. Wujud Pemakaian bahasa dalam SMS mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah FKIP X.
2. Hal-hal yang melatarbelakangi pemakaian bahasa dalam SMS mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah FKIP X.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah teori yang berhubungan dengan penggunaan bahasa dalam SMS.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi :
a. Bagi Mahasiswa
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada mahasiswa mengenai adanya faktor-faktor sosiolinguistik yang di terapkan pada pemakaian bahasa dalam SMS.
b. Bagi Pengguna Jasa SMS
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai bahasa dalam SMS yang digunakan dalam berkomunikasi.
c. Peneliti Lain
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan inspirasi maupun bahan pijakan kepada peneliti lain untuk melaksanakan penelitian lanjutan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 13:37:00

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDEKATAN BEYOND CENTERS AND CIRCLE TIME (BCCT) DI PUSAT PAUD X (PRODI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)

(Kode : PASCSARJ-0016) : TESIS PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDEKATAN BEYOND CENTERS AND CIRCLE TIME (BCCT) DI PUSAT PAUD X (PRODI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan yang bermutu merupakan prasyarat untuk meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas bangsa di era global. Pendidikan yang bermutu, memerlukan proses yang panjang, harus dimulai sejak usia dini karena pada masa ini merupakan usia emas, pada usia ini kesempatan yang baik untuk mengembangkan semua potensi anak.
Menurut Bambang Sudibyo (2005), pendidikan bermutu tidak hanya dilihat dari kemampuan lulusan dalam penguasaan pengetahuan dan tehnologi tetapi juga dalam pemahaman nilai-nilai keimanan dan beragama, etika, kepribadian dan estetika serta meningkatkan kualitas jasmani yang dapat mengantarkan Indonesia menuju bangsa yang modern dan madani. Hal tersebut sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yaitu :
Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beraklak mulia, berilmu,cakap,kreatifdan mandiri serta menjadi warga negara yang bertanggang jawab (UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003).
Sejalan dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pendidikan Anak Usia Dini atau PAUD makin mendapatkan perhatian dari pemerintah. Bukan saja karena makin tidak adanya kesempatan atau kemampuan orang tua untuk mendidik anak-anaknya melainkan karena adanya kesadaran baru bahwa pengembangan potensi kecerdasan seseorang hanya bisa optimal apabila diberikan sejak dini.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang perlindungan anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara nyata sesuai dengan harkat dan martabat manusia, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Salah satu bentuk perlindungan dari antara lain : setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka mengembangkan bakat dan minatnya.
Pentingnya pendidikan bagi anak usia dini didasarkan adanya berbagai hasil penelitian yang menyebutkan bahwa masa usia dini merupakan periode kritis. Anggapan bahwa pendidikan baru bisa dimulai sekitar usia sekolah (7 tahun) ternyata tidak benar. Bahwa pendidikan yang dimulai pada saat Taman Kanak-Kanak (4-6 tahun) pun sebenarnya sudah terlambat. Menurut hasil penelitian di bidang neurologi pada usia tersebut otak pertama separuh kapasitas kecerdasan manusia sudah terbentuk, apabila pada usia tersebut otak tidak mendapat rangsangan yang maksimal, maka potensi otak anak tidak akan berkembang secara optimal. Secara keseluruhan sampai usia 8 tahun 80% kapasitas kecerdasan manusia sudah terbentuk, artinya kapasitas kecerdasan anak hanya bertambah 30% setelah usia 4 tahun hingga mencapai 100% setelah berusia 18 tahun (Fasli Jalal, 2002).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahawa usia lahir sampai memasuki pendidikan dasar merupakan masa keemasan (golden age) sekaligus masa kritis dalam tahap kehidupan manusia, yang menentukan perkembangan selanjutnya. Masa ini adalah yang tepat untuk meletakkan dasar-dasar pengembangan fisik, bahasa, sosial emosional, konsep diri, seni, moral dan nilai-nilai agama, sehingga upaya pengembangan seluruh potensi anak usia dini harus dimulai sejak awal agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal.
Perkembangan anak menunjukkan pada bertambahnya fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang terstruktur dan diramalkan sebagai proses pematangan dalam belajar, jika pertumbuhan bersifat kuantitatif maka kemajuan bersifat kualitatif. Dalam perkembangannya anak sangat memerlukan perhatian, kasih sayang, sentuhan dan kesungguhan dalam pengasuhan dan orang tua serta orang dewasa disekitarnya. Perkembangan anak dapat dibedakan dalam empat aspek yakni kognisi, sosial dan sosial, bahasa dan aspek spiritual ( Muh. Noor,2005).
Aspek kognitif menunjuk pada proses berpikir anak, kemampuan ini sudah ada sejak anak dilahirkan dan merupakan kapasitas dalam otak manusia untuk berpikir dan memahami masalah. Lingkungan yang kaya stimulus dan slimulus yang diberikan secara tepat akan menambah cabang dendrit, meningkatkan preliferasi sinaps, memingkatkan mielininasi dalam otak sehingga informasi cepat dihantar. Hal ini merupakan peningkatan kemampuan kognisi atau kecerdasan otak (Ismail dalam Muh. Noor, 2005). Perkembangan kognisi adalah perubahan proses berpikir dan pemahaman anak dalam hal : (1) belajar memecahkan masalah,dan (2) berpikir logis (Hadis,dalam Muh. Noor 2005). Walaupun sebagian besar kemampuan kognisi berasal dari kondisi biologis namun lingkungan mempunyai peran yang sangat besar dalam menstimulasi perkembangannya. Hal yang perlu diperhatikan meskipun lingkungan punya andil yang besar namun perlu dipertimbangkan dengan melihat kemampuan anak karena masing-masing anak memiliki memampuan yang berbeda-beda.
Perkembangan sosial dan emosi anak diarahkan pada anak untuk mengontrol dirinya, mengenal perasaan dan mengekspresikan melalui cara-cara yang dapat diterima baik secara sosial maupun kultural. Untuk mengembangkan emosi yang sehat anak membutuhkan dasar rasa aman dari lingkungannya serta teman sebaya yang sehat. Perkembangan sosial dan emosi atau biasa disebut perkembangan sosio-emosinal pada dasarnya adalah perubahan pemahaman anak tentang diri dan lingkungannya kearah yang lebih sempurna.
Perkembangan sosio-emosional diawali dari pengalaman anak dalam berinteraksi dengan orang tua terutama ibu. Sikap serta perilaku ibu yang tepat pada anak akan menumbuhkan rasa kepercayaan dasar anak pada orang tua, kepercayaan dasar pada lingkunganya, selanjutnya akan menumbuhkan rasa kemandirian dan timbulnya inisiatif anak. Ketiga kemampuan ini : kemampuan dasar, kemandirian, dan inisitatif harus dicapai sampai dengan anak usia 6 tahun. Pada saat anak telah mulai dapat menggunakan simbol yaitu ketika sudah berbahasa, pada saat itu pula telah dilakukan latihan untuk mengidentifikasi emosinya, menyatakan perasaannya dengan tepat dan mengajarkan membantu memahai orang lain. Aktifitas ini dimulai dengan dari orang-orang terdekat, misalnya orang tua, saudara atau teman sebaya. Ketika sudah bergabung teman sebaya perkembangan emosi anak akan berjalan lebih cepat. Bermain bersama, membantu teman, menunggu giliran, berbagi mainan dan atau makanan mejadi aktivitas yang penting sebagai sarana perkembangan sosial emosi yang sehat.
Aspek bahasa juga merupakan aspek yang penting pula yang perlu dikembangkan, kerena sangat berpengaruh dalam perkembangan kepribadian. Ketika anak telah menggunakan bahasa,anak telah mulai dapat berpikir dengan sumbol-simbol. Pada saat ini apa yang dilihat dan dirasakan diungkapkan dengan bahasa, perkembangtan bahasa diarahkan pada peningkatan kemampuan anak untuk : (1) mendengar secara aktif dengan berkomuniksi menggunakan bahasa;dan (2) memahami bahwa sesuatu dapat diwakilkan dengan tulisan dan dapat dibaca, mengetahui abjad, menulis angka dan huruf (Hadis dalam Muh.Noor 2005). Meskipun anak sudah memiliki kemampuan bahasa dalam otaknya namun perkembanganya dipengaruhi stimulasi bahasa dari lingkungannya. Orang tua, pendidik serta orang dewasa dilingkungannya merupaka model bagi anak untuk megembangka kemampuan bahasanya melaui percakapan sehari-hari.
Selain ketiga aspek tersebut diatas aspek spiritual juga sangat penting untuk dikembangkan. Perkembangan spiritual yang mengacu pada keyakinan bahwa ada kekuatan besar yang menggerakkan manusia pada kesempurnaan, kekuatan tersebut adalah Tuhan (Muh. Noor, 2005). Seorang anak diharapkan telah memiliki konsep kepercayaan kepada Tuhan dan keyakinan bahwa Tuhanlah yang menggerakan manusia. Konsep spiritual disini bersifat umum bukan agama. Apabila anak memahai konsep tentang Tuhan maka pendidikan agama akan lebih mudah ditanamkan pada anak
Pencanangan pelaksanaan pendidikan anak usia dini oleh Presiden Megawati Sukarno Putri, pada acara Hari Anak Nasional tanggal 23 Juli 2003, merupakan sumber semangat bagi para komponen pendidik usia dini untuk memberikan kesempatan pada pemenuhan hak-hak anak, khususnya untuk mendapatkan pendidikan sejak usia dini.
Fungsi pendidikan bagi anak usia dini tidak hanya sekedar memberikan berbagai pengalaman belajar seperti pendidikan pada orang dewasa, akan tetapi juga berfungsi mengoptimalkan perkembangan kapabilitas kecerdasanya. Pendidikan disini hendaknya diartikan secara luas, mencakup seluruh proses stimulasi psikososial yang tidak terbatas pada proses pembelajaran yang dilakukan secara klasikal. Artinya pendidikan dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, baik yang dilakukan sendiri di lingkungan keluarga maupun oleh lembaga pendidikan di luar keluarga.
Pembelajaran harus dilakukan secara menyenangkan, yaitu melalui bermain. Kesenangan yang diperoleh melalui bermain memungkin anak belajar tanpa terpaksa dan tekanan sehingga di samping dapat berkembangnya motorik kasar maupun halus juga dapat dikembangkan berbagai kecerdasan yang lain secara optimal. Pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran yang berpusat pada anak, dimana anak mendapatkan pengalaman yang nyata yang bermakna bagi kehidupan selanjutnya.
Dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 pasal 28 ditegaskan bahwa : (1) Pendidikan anak usia dini deselenggaran sebelum jenjang pendidikan dasar yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun;(2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformaldan/atau informal; (3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK), Roudatul Athfal (RA) atau bentuk lain yang sederajat; pendidikan anak usia dini pada jalur nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat; (5) Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
Kelompok bermain sebagai salah satu penyelenggara pendidikan anak usia dini pada jalur nonformal adalah bentuk layanan pendidikan bagi anak usia dini khususnya usia tiga tahun sampai enam tahun yang berfungsi untuk membantu meletakkan dasar-dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan usia dini dalam menyesuaikan diri dengan lingkunganya dan untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya, sehingga siap memasuki pendidikan dasar (Direktorat PAUD, 2002). Hal ini sesuai dengan pasal 28 Undang-undang nomor 20 tahun 2003. Pada hakekatnya Kelompok Bermain adalah untuk mengangkat harga diri anak dan keluarga memalui penyediaan fasilitas permainan, dengan pelayanan yang diberikan, menjamin anak dan keluaraganya mampu melakuakan berbagai penyesuaian sesuai tuntutan dan kebutuhan yang selalu berkembang.
Kegiatan pada kelompok bermain diarahkan untuk mengembangkan anak seoptimal mungkin sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak melalui kegiatan bermain sambil belajar. Hakekat proses pendidikan anak usia dini adalah melakukan stimulasi perkembangan dan pertumbuhan anak. Proses stimulasi tersebut akan efektif, sesuai dengan perkembangan usia anak, bila dilakukan dengan kegiatan bermain. Melalui kegiatan bermain dapat dilakukan pembiasaan perilaku positif sehingga anak memahami perilaku yang baik sesuai dengan nilai norma yang berlaku dimasyarakat. Oleh karena itu, program kelompok bermain tidak dirancang untuk mempersiapkan anak masuk sekolah, walaupun peningkatan potensi diri yang mencakup aspek pengembangan anak secara tidak langsung membantu mereka ketika memasuki pendidikan dasar.
Untuk dapat melayani anak usia dini memerlukan beberapa komponen, : yaitu : lembaga, sarana prasarana, dukungan masyarakat, kesadaran orang tua tentang pendidikan anak usia dini juga tak kalah pentingnya adalah pendidik. Pendidik anak usia dini mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengembangan segala potensi yang dimiliki anak. Sejalan dengan semakin meningkatnya kesadaran orang tua dan masyarakat pada PAUD dengan ditandai banyaknya dibuka lembaga yang menangani anak usia dini otomatis makin dibutuhkan pendidik anak usia dini baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Pada umumnya pendidik anak usia dini lulusan SLTA dan Diploma II TK, atau bahkan mungkin lulusan SLTA yang mau menjadi pembimbing anak usia dini. Hal ini akan mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran. Kualitas pendidik yang memenuhi standar diharapkan dapat melaksanakan tugas secara benar dan tepat. Pendidik yang memahami metode pembelajaran akan lebih mudah mengantarkan anak didik untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuannya, sehingga tidak akan terjadi anak mengalami kejenuhan belajar yang disebabkan proses belajar yang tidak sesuai dengan porsinya pada usia dini.
Banyak dijumpai di lapangan pelaksanaan pembelajaran pada penyelenggaraan anak usia dini baik di Taman Kanak-Kanak maupun Kelompok Bermain guru maupun pembimbing masih mengunakan metode satu arah dimana guru mengajarkan sesuai dengan kemampuan guru atau program belajar tidak melihat kemampuan anak sehingga anak akan mengalami kejenuhan belajar, ketergantungan, kurang mandiri, tidak kreatif bahkan yang terjadi anak bisa pada tingkat awal di sekolah dasar mengalami tinggal kelas karena kejenuhan yang disebabkan oleh pembelajaran pada masa masa usia dini yang keliru. Sering terjadi pelaksanaan di Taman Kanak-kanak maupun kelompok bermain pelaksanaannya seperti di SD yaitu adanya pembajaran membaca, menulis berhitung. Pembelajaran difokuskan pada penguasaan akademik, dengan menghafal dan kemampuan baca tulis hitung yang menyimpang dari prinsip-prinsip pendidikan anak usia dini.
Pembelajaran yang baik untuk anak usia dini harus menyesuikan dengan kebutuhan dan perkembangan anak. Pada masa ini anak masih suka bermain, dengan menerapkan prinsip bermain sambil belajar, proses pembelajaran akan lebih mencapai sasaran. Melalui bermain anak dapat memetik manfaat baik perkembangan aspek fisik, motorik, kecerdasan dan sosial emosional (Meyke 2001). Bermain merupakan jembatan bagi anak dari belajar secara informal menjadi formal. Bermain mempunyai banyak manfaat dalam mengembangkan ketrampilan anak sehingga anak lebih siap menghadapi lingkungannya dan lebih siap dalam mengikuti pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Bermain bagi seorang anak adalah kegiatan yang sangat penting. Lewat bermain itulah anak belajar bagaimana hidup dan kehidupan seseorang. Baik untuk masa kini, maupun masa mendatang.
Menurut Ismed Yusuf, (XXXX) dalam proses bermain ada lima unsur penting yang terkandung didalamnya yaitu (1) Kepuasan, dalam bermain anak dapat kepuasan dari apa yang berpengaruh dalam dirinya; (2) Kehendak sendiri dan kebebasan, lewat bermain anak dapt mengekpresikan kehendaknya sendiri secarea bebas dan sekaligus belajar batasan-batasan tertentu dari proses bermain tersebut; (3) menyenangkan dan dapat dinikmati. Dalam bermain anak merasa senang dan meninkmati apa yang sedang dihadapi dan dilakukan; (4) Imajinasi dan kreatifitas. Dalam bermain anak berimajinasi sesuai dengan kemampuan proses berpikir, sekaligus dalam imajinasi tersebut muncul kreatifitas yang ada pada anak itu sendiri; (5) Aktif dan sadar, selama kegiatan anak secara aktif dan sadar melakukan aktifitas sesuai dengan apa yang dikehendaki dan secara bebas mengekspresikan segala energi dalam proses bermain tersebut
Uraian diatas menunjukkan bahwa bermain merupakan kebutuhan bagi anak untuk dapat berkembang secara optimal, bahkan bermain merupakan gizi bagi untuk jiwa anak. Dengan demikian diperlukan pendekatan yang tepat agar anak dapat memperoleh pendidikan yang diperlukan sesuai dengan kebutuhannya. Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini dapat menggunakan pembelajaran dengan pendekatan Beyond Centers and Circle Time (BCCT), atau dalam bahasa Indonesianya adalah Lebih Jauh Tentang Sentra dan Saat Lingkaran
Kegiatan bermain sambil belajar pada sentra-sentra (sentra persiapan, peran makro, mikro, balok, imtaq, seni, dan sentra bahan alam), dalam rangka mengembangkan seluruh potensi kecerdasanan hak. Anak dituntut aktif dan kreatif dalam kegiatan sentra-sentra dan pendidik berperan sebagai motivator dan fasilitator memberi pijakan-pijakan (scaffolding). Pijakan yang diberikan sebelum dan sesudah anak yang bermain dalam setting duduk melingkar sehingga dikenal sebagai saat lingkaran. Pijakan lainnya adalah pijakan lingkungan (penataan lingkungan), dan pijakan pada setiap anak dilakukan selama anak bermain (Ditjen Dikluspa, 2005). Pendekatan ini dikembangkan oleh Creative Pre School Florida Amerika Serikat dan mulai dikembangkan juga di Indonesia. Metode ini merupakan pengembangan dari metode Montessori, High Scope dan Reggio Emilio, yang menfokuskan kegiatan anak-anak di sentra-sentra, sudut-sudut, atau area-area untuk mengoptimalkan seluruh kecerdasan anak.
Pusat Pendidikan Anak Usia Dini X merupakan lembaga yang menangani anak usia dini, yang pembelajarannya menggunakan pendekatan BCCT (pembelajaran dengan menggunakan sistem sentra-sentra), dan memiliki 7 (tujuh) sentra dan Pusat PAUD X mempunyai keunggulan karena dalam pembelajarannya juga mengunakan bahasa asing (Inggris dan arab), sehingga banyak orang tua yang mengikutsertakan anaknya pada PAUD X.
Sehubungan dengan paparan di atas maka penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul "PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDEKATAN BEYOND CENTERS AND CIRCLE TIME (BCCT) DI PUSAT PAUD X".

B. Rumusan Masalah
Bertolak pada latar belakang masalah selanjutnya dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut ini :
1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan BCCT di Pusat PAUD X?.
2. Sejauhmana pendekatan BCCT dapat mengembangkan perilaku dan kemampuan dasar anak di pusat PAUD X?
3. Faktor apa saja yang menjadi kekuatan dan kelemahan pelaksanaan pembelajaran melalui pendekatan BCCT pada Pusat PAUD X?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Pelaksanaan pembelajaran melalui pendekatan BCCT di Pusat PAUD X.
2. Pengembangan perilaku dan kemampuan dasar dengan pendekatan BCCT di Pusat PAUD X
3. Faktor-Faktor apa saja yang menjadi kekuatan dan kelemahan pelaksanaan pembelajaran melalui pendekatan BCCT di Pusat PAUD X.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharap memperoleh mafaat secara praktis maupun teoritis.
1. Manfaat secara Praktis :
Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan memperoleh manfaat sebagai berikut :
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pemikiran mengenai perbaikan dalam menggunakan pendekatan pembelajaran BCCT
b. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai bahan refleksi bagi pengelola Pusat PAUD dalam membuat kebijakan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan anak usia dini.
2. Manfaat Secara Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut :
a. Menambah khasanah keilmuan terutama berkenaan dengan pembelajaran menggunakan pendekatan BCCT dalam upaya peningkatan kemampuan dasar anak usia dini
b. Dapat dipakai sebagai kajian lebih mendalam bagi penelitian-penelitian lanjutan yang sifatnya lebih luas dan mendalam baik dari sisi wilayah maupun substansi permasalahannya.
c. Dapat dijadikan kajian apakah model BCCT memang tepat dan pas untuk dikembangkan di Indonesia, sehingga dapat menarik peneliti yang lain untuk mengembangkan lebih lanjut.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 13:35:00