Cari Kategori

SKRIPSI HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR DAN KEMANDIRIAN DENGAN PRESTASI BELAJAR KETRAMPILAN TANGAN ANAK TUNA GRAHITA RINGAN SISWA KELAS 1 SLTP YPSLB-C X

(Kode : PEND-PLB-0015) : SKRIPSI HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR DAN KEMANDIRIAN DENGAN PRESTASI BELAJAR KETRAMPILAN TANGAN ANAK TUNA GRAHITA RINGAN SISWA KELAS 1 SLTP YPSLB-C X

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Peranan pendidikan dirasakan sangat penting bagi setiap bangsa karena kelangsungan hidup dan kemajuan suatu bangsa, khususnya bagi negara yang sedang membangun ditentukan oleh maju tidaknya pendidikan. Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan pendidikan yang sama, baik anak normal maupun anak luar biasa. Anak luar biasa juga menuntut mendapatkan kesempatan pendidikan yang sama baik dari keluarga, sekolah maupun dari masyarakat. Hal ini sesuai dengan ketetapan MPR RI No. IV/MPR/2004 dalam GBHN disebutkan :
Meningkatkan kepedulian terhadap penyandang cacat, fakir miskin, dan anak- anak terlantar, serta kelompok rentan sosial dengan memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan melalui perwujudan sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu guna memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, sehat, berdisiplin, bertanggung jawab, dan berketrampilan.
Anak berkelainan sangat memerlukan pendidikan, perhatian, bimbingan dan motivasi dari lingkungan keluarga, orang tua, guru maupun masyarakat. Sehingga mereka mampu bersaing dengan anak normal dalam meraih prestasi belajar ketrampilan tangan.
Dalam pendidikan motivasi belajar mempunyai peranan penting dalam mencapai keberhasilan belajar. Keberhasilan belajar atau prestasi belajar yang tinggi akan dapat diraih apabila ada keinginan belajar. Keinginan itu akan muncul apabila ada dorongan (motivasi) baik dalam diri siswa atau luar diri siswa. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan sehingga semakin besar motivasinya akan semakin besar kesuksesan belajarnya. Seorang siswa yang besar motivasinya akan gigih dan tekun dalam usahanya mencapai tujuan yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto (1990 : 62) bahwa “Motivasi seseorang akan meningkat apabila terlihat adanya hubungan antara kegiatan yang dilakukan dengan tujuan yang dicapai“. Diasumsikan bahwa siswa yang sudah mengetahui benar pentingnya belajar bagi dirinya akan memiliki motivasi belajar yang tinggi.
Dalam meningkatkan prestasi belajar ketrampilan, selain motivasi belajar juga ada hal yang lebih penting yaitu kemandirian. Menurut Kartini Kartono (1990 : 57) menyatakan bahwa “Kemandirian yang diartikan sebagai Self Standing yaitu kemampuan berdiri diatas kaki sendiri dengan keberanian dan tanggung jawab atas segala tingkah laku sebagai manusia dalam melaksanakan kewajiban guna memenuhi kebutuhan sendiri”.
Prestasi belajar ketrampilan di YPSLB-C X belum menunjukkan hasil yang memuaskan, terbukti pada nilai mata pelajaran ketrampilan yang masih dibawah nilai rata-rata yang telah ditentukan oleh pihak sekolah. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya kesadaran anak tuna grahita akan pentingnya mata pelajaran ketrampilan tangan bagi kehidupannya di kemudian hari yang dapat menjadi bekal dalam memenuhi kebutuhan sehari- hari.
Selain motivasi belajar dan kemandirian yang dapat meningkatkan prestasi belajar, fasilitas pembelajaran ketrampilan tangan juga sangat mendukung terhadap meningkatnya prestasi belajar ketrampilan tangan. Jika fasilitas yang diberikan sekolah banyak dan beraneka ragam maka bagi anak yang mempunyai motivasi instrinsik yang tinggi akan terdorong untuk menggunakan fasilitas belajar ketrampilan tangan sehingga anak dapat meningkatkan kemampuannya dalam bidang ketrampilan tangan.
Dalam memberikan ketrampilan tangan pada anak tuna grahita harus memperhatikan kemampuan anak. Selain itu juga harus sesuai dengan kebutuhan dan potensi anak untuk mengembangkan ketrampilan tangan. Selama ini, dalam memberikan ketrampilan tangan, guru kurang memperhatikan kemampuan, kebutuhan dan potensi anak. Sehingga anak sulit mengembangkan ketrampilan tangan. Jadi hal ini dapat mempengaruhi prestasi belajar ketrampilan tangan seorang anak.
Bertitik tolak dari latar belakang tentang keadaan dan permasalahan yang dihadapi anak tuna grahita serta perlunya motivasi belajar untuk membantu meningkatkan prestasi belajar ketrampilan tangan, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Hubungan Motivasi Belajar dan Kemandirian Dengan Prestasi Belajar Ketrampilan Tangan Pada Anak Tuna Grahita Ringan Siswa Kelas 1 SLTP YPSLB-C X Tahun Ajaran XXXX/XXXX.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas maka dapat diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut :
1. Kurangnya semangat siswa tuna grahita ringan dalam mengikuti pelajaran di YPSLB-C X.
2. Kemandirian siswa tuna grahita ringan adalah kemampuan siswa tuna grahita ringan untuk tidak menggantungkan diri pada orang lain. Sedangkan kemandirian anak tuna grahita itu mengalamai keterbatasan sehingga timbul masalah dalam pencapaian prestasi belajar.
3. Prestasi belajar siswa tuna grahita rendah terutama prestasi belajar mata pelajaran ketrampilan tangan, pada hal mata pelajaran ketrampilan tangan sangat penting bagi anak tuna grahita di kemudian hari yaitu sebagai bekal dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
4. Motivasi belajar dan kemandirian dapat meningkatkan prestasi belajar ketrampilan tangan.

C. Pembatasan Masalah
Masalah yang akan diteliti ini berkaitan dengan motivasi belajar dan tingkat kemandirian terhadap prestasi belajar ketrampilan tangan siswa tuna grahita ringan di YPSLB-C X, maka dapat dirumuskan batasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Motivasi belajar yaitu sesuatu yang mendorong siswa dalam belajar. Motivasi ini meliputi motivasi yang digerakkan dalam diri siswa dan dari luar siswa. Dalam motivasi belajar yang akan dibahas adalah motivasi yang digerakkan dalam diri siswa yang berupa minat dan perhatian siswa terhadap mata pelajaran ketrampilan tangan, semangat siswa melakukan tugas-tugas selama pelajaran ketrampilan tangan, tanggung jawab menyelesaikan tugas, reaksi terhadap rangsangan guru, rasa senang dalam mengerjakan tugas dan merasa puas akan hasil yang dicapainya.
2. Kemandirian adalah kemampuan siswa tuna grahita ringan dalam aspek ADL ( membersihkan diri, berpakaian, makan, menyimpan barang, menggunakan uang, membersihkan dan mengatur, sekolah, pergaulan ) bermain, dan bekerja.
3. Prestasi belajar ketrampilan tangan berupa hasil usaha belajar anak pada mata pelajaran ketrampilan tangan yang berwujud angka yang diberikan guru dalam buku raport pada semester 1 tahun ajaran XXXX/XXXX.
4. Subyek penelitian yaitu siswa tuna grahita ringan kelas 1 SLTP YPSLB-C X.
5. Obyek penelitian yaitu :
Variable bebas : variabel bebas pada penelitian ini adalah motivasi belajar dan kemandirian.
Variable terikat : variabel terikat pada penelitian ini berupa prestasi belajar ketrampilan tangan.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah tersebut diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah ada hubungan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar ketrampilan tangan pada anak tuna grahita ringan siswa kelas 1 SLTP di YPSLB-C X tahun ajaran XXXX/XXXX?
2. Apakah ada hubungan antara kemandirian dengan prestasi belajar ketrampilan tangan pada anak tuna grahita ringan siswa kelas 1 SLTP di YPSLB-C X tahun ajaran XXXX/XXXX?
3. Apakah ada hubungan antara motivasi belajar dan kemandirian dengan prestasi belajar ketrampilan tangan anak tuna grahita ringan siswa kelas 1 SLTP di YPSLB-C X?

E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan pernyataan yang lengkap, operasional namun tetap konsisten dengan perumusam masalah yang telah dikemukakan, karena untuk memperoleh jawaban atas masalah yang telah dirumuskan. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui hubungan motivasi belajar dengan prestasi belajar ketrampilan tangan pada anak tuna grahita ringan siswa kelas 1 SLTP di YPSLB-C X Semester 1 tahun ajaran XXXX/XXXX.
2. Untuk mengetahui hubungan kemandirian dengan prestasi belajar ketrampilan tangan pada anak tuna grahita ringan siswa kelas 1 SLTP di YPSLB-C X Semester 1 tahun ajaran XXXX/XXXX.
3. Untuk mengetahui hubungan motivasi belajar dan kemandirian dengan prestasi belajar ketrampilan tangan pada anak tuna grahita ringan siswa kelas 1 SLTP di YPSLB-C X Semester 1 tahun ajaran XXXX/XXXX.

F. Manfaat Penelitian
Jika penelitian ini berhasil, maka akan memberikan manfaat baik secara praktis maupun teoritis.
1. Manfaat Praktis
a. Memberikan masukan kepada pihak-pihak terkait ( kepala sekolah, guru, orang tua ) agar berusaha memberikan motivasi terhadap siswa SLTP kelas 1 di YPSLB-C X.
b. Memberikan tambahan kajian teoritis tentang motivasi belajar dan kemandirian, sehingga dapat digunakan untuk mengoptimalkan hasil belajar mengajar.
2. Manfaat Teoritis
a. Memberikan gambaran ada tidaknya hubungan motivasi belajar dengan prestasi belajar.
b. Memberikan gambaran ada tidaknya hubungan antara kemandirian dengan prestasi belajar ketrampilan tangan anak tuna grahita ringan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 13:28:00

TESIS PENDEKATAN PEMBELAJARAN TERPADU CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DAN KONVENSIONAL SERTA MINAT BELAJAR SISWA TERHADAP PENGUASAAN KOMPETENSI DASAR

(Kode : PASCSARJ-0014) : TESIS PENDEKATAN PEMBELAJARAN TERPADU CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DAN KONVENSIONAL SERTA MINAT BELAJAR SISWA TERHADAP PENGUASAAN KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN SAINS PADA SISWA SD DI KECAMATAN X KABUPATEN X (PRODI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan ilmu dan teknologi, terutama teknologi informasi menyebabkan arus komunikasi menjadi cepat dan tanpa batas. Hal ini berdampak langsung pada bidang norma kehidupan dan ekonomi, seperti tersingkirnya tenaga kerja yang kurang berpendidikan dan kurang terampil, terkikisnya budaya lokal karena cepatnya arus informasi dan budaya global serta menurunnya norma-norma masyarakat yang bersifat pluralistik, sehingga rawan terhadap timbulnya gejolak sosial dan disintegrasi bangsa. Adanya pasar bebas, kemampuan bersaing dalam penguasaan pengetahuan dan teknologi menjadi semakin penting untuk kemajuan suatu bangsa.
Ukuran kesejahteraan suatu bangsa telah tergeser dari modal fisik atau sumber daya alam ke modal intelektual, pengetahuan, sosial dan kepercayaan. Oleh karena itu, maka dibutuhkan pendidikan yang memberikan kecakapan hidup (life skill) yaitu yang dapat memberikan ketrampilan, kemahiran, dan keahlian dengan kompetensi tinggi kepada peserta didik sehingga mampu bertahan dalam suasana yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif dalam kehidupannya. Kecakapan ini sebenarnya telah diperoleh siswa sejak dini melalui pendidikan formal di sekolah maupun yang bersifat informal, yang akan membuatnya menjadi masyarakat berpengetahuan yang belajar sepanjang hayat (life long learning).
Pada era globalisasi ini pengetahuan manusia semakin banyak dan maju dengan pesat. Akibatnya, pengetahuan seseorang akan cepat usang, tidak relevan lagi dan kehilangan nilai utilitas. Agar pengetahuan selalu mutahkir, maka harus dikembangkan cara-cara belajar yang baru misalnya bagaimana mencari, mengolah, memilih informasi yang demikian banyak sesuai dengan kebutuhannya pemilihan materi kurikulum tidak dapat lagi hanya berbasis isi (contect) tetapi lebih kepada peningkatan kecakapan hidup siswa yang memiliki kompetensi-kompetensi berbagaimana memutahirkan pengetahuan-pengetahuan tersebut dan memanfaatkannya agar berhasil dalam kehidupan.
Selain globalisasi, penyempurnaan kurikulum juga dilakukan dalam konteks reformasi yang bertujuan untuk menegakan demokrasi, menerapakan dan menghargai hak asasi manusia, dalam konteks otonomi daerah : daerah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola daerahnya secara mandiri.menurut peraturan pemerintah (PP) No. 25 Th 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonomi dalam bidang pendidikan dan kebudayaan, dinyatakan perlunya:
1. Penetapan standar kompetensi siswa dan warga belajar
2. Pengaturan kurikulum nasional
3. Penilaian hasil belajar secara nasional
4. Penyusunan pedoman pelaksanaan
5. Penetapan standar materi pelajaran pokok
6. Penetapan kalender pendidikan dan jumlah belajar efektif setiap tahun bagi pendidikan dasar menengah dan luar sekolah.
Salah satu konsekuensi dari ketentuan ini adalah kewenangan yang lebih besar bagi daerah untuk mengatur manajemen, pengembangan silabus (perencanaan pembelajaran) dan pelaksanaan kurikulum nasional. Dengan demikian adalah wajar apabila kurikulum perlu dikembangkan dengan berbasis kompetensi yang memberikan kecakapan hidup (life skill) kepada siswa. Kompetensi ini secara minimal dan memadai ditetapkan secara nasional, sehingga siswa dan orang tua dapat mengetahui hasil belajarnya apabila dibandingkan dengan hasil belajar seluruh siswa secara nasional, melalui program penilaian yang dilakukan sekolah.
Dewasa ini ada kecenderungan untuk kembali pada pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetiti mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali siswa memecahkan persoalan dalam kehidupan di sekolah pada waktu terjadinya proses belajar mengajar berlangsung.
Berangkat dari kondisi di atas maka dalam merancang suatu pembelajaran guru dituntut untuk memperhatikan beberapa komponen yang dapat memberikan pengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran itu sendiri. Begitu pula pada saat seorang guru akan menggunakan suatu model pembelajaran terpadu, dimana model modela pembelajaran pembelajaran terpadu tersebutmempunyai karakteristik sendiri-sendiri, maka guru harus pula memperhatikan empat (4) komponen dengan menyesuaikan karakteristik masing-masing model pembelajaran terpadu yang dipilih. Adapun keempat komponen yang harus diperhatikan yang harus diperhatiakan guru dalam merancang suatu pembelajaran menurut Nasution (1996 : 25), adalah sebagai sebagai berikut :
1. Fokus pembelajaran
2. Tujuan
3. Materi
4. Strategis pembelaj aran
Sekolah Dasar (SD) sebagai salah satu lembaga pendidikan formal berkewajiban mewujudkan cita-cita nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 dinyatakan bahwa pendidikan dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan warga negara serta mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan menengah.
Bahan-bahan pelajaran yang diajarkan di Sekolah Dasar (SD) selain bersumber pada kejadia-kejadian alam yang dapat diamati di lingkungan sekitar dalam kehidupan sehari-hari, juga dari buku-buku pelajaran ataupun dari sumber-sumber lainnya yang sudah direkomendasikan. Dalam pelaksanaan pembelaj aran di Sekolah Dasar, antara mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran yang lainnya tidak saling berkaitan tetapi terpisah-pisah menurut alokasi waktu tertentu. Hal tersebut menimbulkan fenomena bahwa kencenderungan terjadinya pengkotak-kotakan bidang studi terutama pada kelas-kelas tinggi, pebelajaran hanya menekankan pada pencapaian tujuan instruksional, sistem evaluasi yang berorientasi pada tes dengan menekankan reproduksi informasi. Lebih lanjut dampak dari kenyataan tersebut adalah hilangnya hakikat perkembangan peserta didik secara holistik.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka penerapan pembelajaran terrpadu di Sekolah Dasar merupakan suatu alternatif yang tepat untuk memenuhi kebutuhan pesta didik selanjutnya dapat diharapkan akan membentuk pribadi yang kebutuhan yang memiliki pemahaman yang menyeluruh terhadap semua aspek dari mata pelajaran mata pelajaran. Pembelajaran terpadu tidak hanya berorientasi pada pencapaian tujuan instruksional semata, melainkan juga pada efek pengirimannya. Hal ini masih belum dapat terwujud, karena pernan guru dalam proses pembelajaran masih dominan dan kurang memberikan kesempatan menjadikan berbagai bidang studi untuk mengembangkan cara-cara berpikir kreatif, obyektif dan logis.
Pendekatan konvensional merupakan pendekatan pembelajaran yang dilakukan dengan mengkombinasikan bermacam-macam metode pembelajaran. Dalam prakteknya metode ini berpusat pada guru (teacher Centered) atau guru lebih banyak berdominasi kegiatan pembelajaran. Metode pembelajaran yang dilakukan berupa metode ceramah, pemberian tugas, dan tanya jawab. Metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran yang banyak dilakukan disekolah saat ini, yang menggunkan urutan kegiatan, contoh dan latihan. Pemusatan perhatian dalam proses pembelajaran sangat diperlukan bagi siswa, karena kehadiran minat belajar dalam diri siswa akan merangsang motivasi untuk belajar yang lebih besar. Oleh karena itu, guru harus dapat mengelola keadaan psikis peserta didiknya untuk dapat menumbuhkan minat belajar yang tinggi. Hanya siswa belajar tinggi yang dapat mengikuti dengan baik terhadap proses pembelajtran. Dengan demikian, diharapkan melalui pemupukan minat belajar yang baik maka diharapkan siswa lebih mudah dalam pengurusan kompetensi dasar.
Sesuai dengan prinsip diversifikasi dan desentralisasi pendidikan, maka pengembangan kurikulum digunakan prinsip dasaratuan dalam kebijakan dan keragaman dalam pelaksanaan. Prinsip kesatuan dalam kebijakan yaitu dalam mencapai tujuan pendidikan perlu ditetapkan standar kompetensi yang harus dicapai siswa secara nasional, pada setiap jenjang pendidkna. Prinsip keberagaman dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, penilaian dan pengelolaannya mengakomodasikan perbedaan-perbedaan yang berkaitan dengan kesiapan, potensi akademik, minat, lingkunagn, budaya dan sumber daya daerah atau sekolah sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan masing-masing.
Pada prinsipnya, dalam proses belajar mengajar tetap dibutuhkan kurikulum biasa, tetapi dengan kompetensi siswa diharapkan mampu:
1. Berpikir bagimana berpikir dan belajar bagaimana belajar
2. Memadukan belajar formal dan informal
3. Mengakses, memilih dan mengelola informasi
4. Mengatasi situasi yang kabur, permasalahan dan tantangan yang tidak dapat diramalkan atau tidak pasti.
Pada kurikulum 2004 yang bisa disebut dengan kurikulum berbasis kompetensi (KBK), kebutuhan, fungsi dan peranan penilai dalam pembelajaran mengenali perubahan. Orientasi penilaian dalam KBK lebih ditentukan kepada penilaian berbasis kelas, yaitu semua aktivitas yang terjadi di kelas baik proses maupun hasilnya. Kemudian yng menjadi obyek evaluasinya didasarkan kepada kompetensi apa yang diharapkan pada setiap level dan kecakapan hidup (life skill) yang diperlukan oleh setiap siswa.
Oleh karena kemajuan belajar siswa adalah salah satu indikator keberhasilannya dalam memberikan pengajaran, maka penilaian merupakan komponen yang penting. Hal ini disebabkan karena penilaian merupakan salah satu pertimbangan seorang guru dalam memberikan keputusan terhadap pencapaian sains, guru harus memiliki kompetensi dalam melaksanakan penilaian dengan segala karakteristik mata pelajaran tersebut.
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penguasaan kompetensi dasar adalah faktor dari dalam diri siswa yaitu minat belajar. Minat sebagai pernyataan psikis yang menunjukkan adanya pemutusan perhatian terhadap suatu materi pelajaran karena obyek tersebut menarik bagi dirinya. Pemutusan perhatian dalam proses pembelajaran sangat diperlukan, karena kehadiran minat belajar dalam pribadi seseorang akan merangsang motivasi keadaan psikis siswanya untuk dapat menumbuhkan minat belajar yang tinggi. Hanya siswa dengan minat belajar tinggi yang dapatmengikuti dengan seksama proses pembelajaran. Dengan demikian diharapkan melalui pembinaan minat belajar yang baik maka kompetensi dasar dapat dicapai dengan optimal.
Crow & Crow dalam Slameto (1995:60) menyatakan bahwa kalaupun ada siswa yang memiliki minat secara alamiah, maka minat yang beragama itu diperoleh dari pengalamannya. Dengan demikian, pada prinsipnya minat seseorang dapat ditumbuhkan kembangkan. Untuk menentukan besar kecilnya perhatian dan aktivitas yang dilakukan seseorang nampaknya memang ditentukan oleh minat seseorang. Aiken dalam Slameto (1995:61) menyatakan bahwa pada pada umumnya karena minat sebagai salah satu aspek tingkah laku efektif yang memiliki ciri-ciri antara lain bersosialisasi dengan aktivitas, bersifat tetap dan terus menerus, mempunyai intensitas dan kenderungannya untuk menerima atau menolak untuk melakukan suatu aktivitas maka minat dapat ditumbuhakan kembangkan.
Atas dasar latar belakang tersebut, maka penulis memandang perlu suatu penilitian denga judul "Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Terpadu dan Minat Belajar Siswa Terhadap Penguasaan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Sains Pada Siswa SD di Kecamatan X Kabupaten X".

B. Identifikasi Masalah
Bedasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Minat belajar Sekolah Dasar (SD) untuk pelajaran sains rendah yang disebabkan oleh salah satunya adalah pembelajaran strategis pembelajaran yang ditetapkan oleh guru kurang menarik bagi siswa.
2. Guru merasa kesulitan untuk memilih metode pembelajaran yang tetap yang sesuai dengan karakter siswa dan materi pembelajaran.
3. Sebagaian besar siswa Sekolah Dasar (SD) menyatakan bahwa mata pelajaran sains, merupakan salah satu mata pelajaran yang sulit.
4. Guru mata pelajaran sains dalam menerapkan metode pembelajaran dalam proses belajar mengajar mempunyai kendala pada keterbatasan sarana dan prasarana (media pembelajaran).
5. Motivasi belajar siswa Sekolah Dasar (SD) untuk pelajaran Sains relatif rendah yang disebabkan oleh metode pembelajaran yang diterapakan oleh guru untuk mata pelajaran sains cenderung monoton.

C. Pembatasan Masalah
Bertolak dari latar belakang dan identifikasi masalah di atas serta mengingat terbatasnya kemampuan peneliti (baik kemampuan metodologis maupun finansial/logistik) dan terbatasnya waktu, maka berbagai persoalan yang tekah teridentifikasi tidak mungkin ditangani peneliti sekaligus. oleh karena itu dalam bagian ini peneliti membatasi lingkup penelitian yang akan digharap, dengan harapan supaya hasil penelitian lebih terfokus. pada pendekatan pembelajaran terpadu Contextual Teaching and Learning (CTL) dan konvensional serta minat belajar siswa terhadap penguasaan kompetensi dasar mata pelajaran sains.
Obyek penelitian adalah siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri di lingkungan Dinas Pendidikan Kecamatan X.

D. Rumusan Masalah
Bedasarkan judul dan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diajukan penelitian ini adalah :
1. Apakah terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan pendekatan pembelajaran terpadu Contextual Teaching and Learning (CTL) dan konvensional terdapat penguasaan kompetensi dasar mata pelajaran sains pada siswa Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan X, Kabupaten X?
2. Apakah terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara minat belajar tinggi dan minat belajar rendah terhadap penguasaan kompetensi dasar mata pelajaran sains pada siswa Sekolah Dasar di Kecamatan X, Kabupaten X?
3. Apakah ada interaksi pengaruh yang signifikan antara pendekatan pembelajaran dan minat belajar terhadap penguasaan kompetensi dasar mata pelajaran sains pada siswa Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan X, Kabupten X?

E. Tujuan Penelitian
Dalam setiap penelitian tentu mempunyai tujuan penilaian, demikian juga dalam penulisan tesis ini. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh yang signifikan pendekatan pembelajaran terpadu Contextual Teaching and Learning (CTL) dan konvensional serta minat belajar siswa terhadap penguasaan kompetensi dasar mata pelajaran sains pada siswa Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan X, Kabupaten X.
2. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh yang signifikan minat belajar tinggi dan minat belajar rendah terhadap penguasaan kompetensi dasar mata pelajaran sains pada siswa Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan X, Kabupaten X.
3. Untuk mengetahui interaksi pengaruh yang signifikan antara pendekatan pembelajaran dan minat belajar terhadap penguasaan kompetensi dasar mata pelajaran sains pada siswa Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan X, Kabupaten X.

F. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis
a. Dapat menambahkan dan mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan serta lebih mendukung teori-teori yang telah ada sehubungan dengan masalah yang diteliti.
b. Dapat memberikan kontribusi pengetahuan dalam dunia pendidikan khususnya mata pelajaran sains pada jenjang Sekolah Dasar (SD) dan yang sederajat.
c. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh guru sebagai acuan atau dasar untuk meningkatkan prestasi belajar siswa Sekolah Dasar (SD) khususnya untuk mata pelajaran sains.
b. Dapat membantu guru dalam memilih metode pembelajaran yang tetap dan sesuai dengan karakteristik siswa maupun materi pelajaran yang akan diajarkan.
c. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh instansi terkait, khususnya Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan X, Kabupaten X sebagai bahan pertimbangan sekaligus sebagai bahan masukan dalam usaha peningkatan kualitas pendidikan melalui peningkatan minat belajar siswa maupun pemilihan metode pembelajaran yang tetap.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:37:00

TESIS IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL) SEBAGAI REALISASI PELAKSANAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) DI SDN X

(Kode : PASCSARJ-0013) : TESIS IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL) SEBAGAI REALISASI PELAKSANAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) DI SD NEGERI X (PRODI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan proses transformasi budaya dari generasi ke generasi berikutnya, baik yang berbentuk ilmu pengetahuan, nilai dan moral maupun budaya dalam bentuk pola pikir. Sebagai proses transformasi, sudah barang tentu pendidikan diharapkan mampu menyesuaikan dengan kondisi yang berkembang, baik kemajuan tekonologi, pola pikir, maupun tuntutan hidup baik di masa sekarang maupun masa yang akan datang. Dengan kata lain pendidikan merupakan suatu bentuk upaya mempersiapkan sumber daya manusia yang mampu menghadapi problem hidup yang senantiasa berkembangan dari masa ke masa.
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak pada globalisasi pengetahuan dan berpengaruh pula kepada tuntutan hidup manusia, maka pendidikan sebagai sebuah proses transformasi pengetahuan, budaya dan pola pikir dituntut untuk mampu memberikan kontribusinya dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang mampu menghadapi tantangan dan tuntutan hidup masa kini dan masa yang akan datang. Perubahan paradigma dunia pendidikan, adalah merupakan wujud kepedulian pendidikan dalam menghadapi perkembangan teknologi dan tuntutan jaman.
Salah satu perubahan paradigma dunia pendidikan dalam rangka menyesuaikan dengan kemajuan jaman adalah dalam pengelolaan proses pembelajaran sebagai bentuk riil dari pengembangan kurikulum yang berlaku. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mulai diberlakukan secara bertahap mulai tahun ajaran XXXX merupakan penyempurnaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang pernah diberlakukan pada tahun sebelumnya adalah kurikulum yang berorientasi pada pembelajaran berbasis kompetensi dan kontekstual (Masnur Muslich, XXXX:6). Dalam KTSP menuntut perubahan dari pola pembelajaran yang berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan menjadi pola pembelajaran yang lebih memberdayakan peserta didik dengan segala aktivitasnya dalam menemukan dan mengkonstruksikan pengetahuan barunya sebagai hasil belajar.
Suatu kenyataan yang selama ini nampak di lapangan adalah bahwa pola dan proses pembelajaran yang dirancang oleh guru sebagai bentuk pengembangan kurikulum lebih sering diwarnai oleh penggunaan metoda pembelajaran yang dikuasai oleh guru serta media yang terkesan seadanya. Pembelajaran kurang berorientasi pada tujuan yang semestinya dicapai, sehingga target kompetensi dan pengetahuan belum terwujud pada setiap akhir pembelajaran. Jika kondisi demikian tetap berlangsung, maka kurikulum yang sebagus apapun tidak akan berkembang dan bahkan menuju pada kematian, karena pada dasarnya pembelajaran yang dirancang dan dikembangkan oleh guru merupakan ruhnya setiap kurikulum yang ada.
Dari kenyataan inilah kami merasa perlu untuk mengetahuai sejauh mana guru mengaplikasikan pendekatan Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) sebagai wujud pengembangan kurikulum yang berlaku, yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) khususnya di Sekolah Dasar Negeri X, Kecamatan X Kabupaten X.

B. Perumusan Masalah
Sejalan dengan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, permasalahan yang dapat kami rumuskan adalah sebagai berikut :
1. Faktor apa sajakah yang mendukung pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) khususnya di Sekolah Dasar Negeri X Kecamatan X Kabupaten X ?
2. Faktor apa sajakah yang menghambat pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) khususnya di Sekolah Dasar Negeri X Kecamatan X Kabupaten X ?
3. Bagamainanakah tingkat pemahaman guru terhadap Pembelajaran Kontekstual (CTL) sebagai pendekatan pembelajaran yang dituntut oleh Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ?
4. Bagamainanakah tingkat kemampuan guru dalam merancang sebuah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebagai bentuk pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)?
5. Bagamainanakah tingkat kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran yang mendasarkan pada pendekatan Pembelajaran Kontekstual (CTL) ?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan mengacu pada tujuan yang antara lain dapat disebutkan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) khususnya di Sekolah Dasar Negeri X Kecamatan X Kabupaten X.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) khususnya di Sekolah Dasar Negeri X Kecamatan X Kabupaten X.
3. Untuk mengetahui tingkat pemahaman guru terhadap Pembelajaran Kontekstual (CTL) sebagai pendekatan pembelajaran yang dituntut oleh Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
4. Untuk mengetahui tingkat kemampuan guru dalam merancang sebuah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebagai bentuk pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
5. Untuk mengetahui tingkat kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran yang mendasarkan pada pendekatan Pembelajaran Kontekstual (CTL).

D. Manfaat Penelitian
Sejalan dengan tujuan penelitian yang telah kami kemukakan di atas, maka diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
Secara teoritis : merupakan sumbangan pemikiran yang berkaitan dengan pengalaman empirik tentang kemampuan profesional guru sebagai pengembang kurikulum di tingkat operasional pembelajaran di kelas.
2. Secara praktis antara lain :
1. Memberikan masukan kepada guru terutama tentang apa dan bagaimana yang seharusnya dilakukan dalam rangka melaksanakan tugas merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program pembelajaran sebagai wujud riil pengembangan kurikulum.
2. Memberikan masukan kepada para Pengawas TK/SD sebagai pembina teknis di lapangan, untuk dapat dijadikan sebagai bahan pembinaan dalam rangka peningkatan kualitas dan profesionalisme guru.
3. Memberikan masukan kepada Dinas Pendidikan Kebupaten, untuk dapat dijadikan sebagai landasan dalam merumuskan kebijakan dalam rangka upaya peningkatan mutu pendidikan khususnya di sekolah dasar.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:34:00

TESIS EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN CTL PADA MATERI POKOK PERBANDINGAN DAN FUNGSI TRIGONOMETRI DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL PADA SISWA KELAS X SMAN X

(Kode : PASCSARJ-0012) : TESIS EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN CTL PADA MATERI POKOK PERBANDINGAN DAN FUNGSI TRIGONOMETRI DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI X (PRODI : PENDIDIKAN MATEMATIKA)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengalami perkembangan yang begitu pesat. Setiap negara berusaha mempersiapkan diri untuk dapat bersaing dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang dilakukan adalah meningkatkan sumber daya manusia yang paling tepat dilaksanakan lewat jalur pendidikan. Oleh karena itu kemajuan di bidang pendidikan sangat penting karena dapat menentukan kemajuan suatu bangsa.
Di dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No. 20 tahun 2003 telah tertuang mengenai fungsi pendidikan nasional yaitu untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan matematika yang diterapkan di sekolah saat ini merupakan dasar yang sangat penting dalam keikutsertaannya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Matematika yang diajarkan di sekolah terdiri dari elemen-elemen dan sub-sub bagian yang terdiri dari: (1) arti/hakekat pendidikan yang berfungsi untuk mengembangkan kemampuannya dan daya nalar serta pembinaan kepribadian siswa; (2) adanya kebutuhan yang nyata berupa tuntutan perkembangan real dari perkembangan hidup masa kini dan masa mendatang yang senantiasa berorientasi pada perkembangan pengetahuan seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi.
Masalah klasik yang selalu muncul pada proses pembelajaran matematika di sekolah adalah mengenai model yang digunakan yakni masih menggunakan model konvensional atau tradisional. Dalam mengajarkan matematika, guru secara aktif mengajarkan matematika kemudian memberikan contoh dan latihan. Di sisi lain siswa berfungsi seperti mesin. Mereka mendengar, mencatat, dan mengerjakan latihan yang diberikan guru.
Salah satu materi pokok dalam pelajaran matematika di SMA kelas X semester dua adalah Perbandingan dan Fungsi Trigonometri. Karena materi ini sudah dihapus dari kurikulum di SMP, sehingga materi ini merupakan materi baru bagi siswa SMA, meski ada beberapa SMP dipakai sebagai materi tambahan atau pengayaan. Materi Trigonometri termasuk materi yang sulit. Menurut pengalaman tiap tahun nilai materi trigonometri siswa kelas X maupun kelas XI rata-rata masih di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Pada tahun XXXX dan tahun XXXX nilai ulangan harian kelas X rata-rata 57 dan 66 padahal KKM 75. Pada materi pokok ini, siswa dituntut untuk memiliki kompetensi dasar yaitu: dapat menggunakan sifat dan aturan tentang fungsi trigonometri, rumus sinus, dan rumus kosinus dalam pemecahan masalah, dapat melakukan manipulasi aljabar dalam perhitungan teknis yang berkaitan dengan fungsi trigonometri, dan dapat merancang model matematika yang berkaitan dengan fungsi trigonometri, rumus sinus dan kosinus, menyelesaikan modelnya, dan menafsirkan hasil yang diperoleh. Apabila dilihat dari indikatornya maka materi pokok ini banyak menuntut siswa untuk dapat mengkonstruksikan materi yang telah diperoleh sebelumnya. Manipulasi aljabar juga memerlukan keaktifan siswa untuk berlatih. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa materi pokok Perbandingan dan Fungsi Trigonometri merupakan materi pokok yang banyak menggunakan konsep yang akan terus berkembang dan bukan materi hafalan sehingga apabila siswa belum menguasai konsep materi sebelumnya maka akan kesulitan dalam materi selanjutnya. Selama ini, proses pembelajaran matematika pada materi pokok Trigonometri sering kali masih menggunakan model konvensional atau tradisional dan ternyata masih banyak siswa mengalami kesulitan untuk memahami materi dan akibatnya mereka memiliki prestasi belajar yang rendah.
Model pembelajaran merupakan faktor penting dalam menentukan prestasi belajar matematika siswa. Hal ini disebabkan karena model pembelajaran merupakan suatu cara atau strategi yang teratur dan terencana yang digunakan dalam proses belajar-mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan, yang secara spesifik adalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Untuk itu, pemilihan model mengajar yang tepat perlu disesuaikan agar tujuan yang ingin dicapai tidak terhambat Dengan model pembelajaran matematika yang tepat dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa dan guru maka diharapkan proses belajar-mengajar dapat menghasilkan prestasi belajar matematika siswa yang optimal.
Teori belajar konstruktivisme, yang pertama kali diungkapkan oleh Piaget menegaskan bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru. Menurut teori belajar konstruktivisme, pembelajaran matematika menuntut kemampuan guru yang lebih profesional dalam bidangnya, misalnya mengenai bagaimana cara guru menciptakan kondisi pembelajaran yang dimulai dari isu-isu yang relevan dengan lingkungan anak. Selain itu guru dituntut untuk terampil memilih topik yang dapat membangkitkan motivasi anak selama pembelajaran berlangsung.
Model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. CTL merupakan sebuah strategi baru yang lebih memberdayakan siswa yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Pembelajaran berbasis CTL melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran produktif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modelling), refleksi (Reflection) dan penilaian sebenarnya (Authenthic Assessment).
Kemampuan awal yang dimiliki siswa memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan proses belajar-mengajar. Kemampuan awal merupakan bekal siswa dalam menerima materi pelajaran selanjutnya. Kesiapan dan kesanggupan dalam mengikuti pelajaran banyak ditentukan oleh kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa sehingga kemampuan awal merupakan pendukung keberhasilan belajar. Pelajaran matematika yang diberikan di sekolah telah disusun secara sistematis sehingga untuk masuk pada pokok bahasan lain, kemampuan awal siswa pada pokok bahasan sebelumnya akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Dalam kegiatan belajar-mengajar, setiap materi yang disampaikan hendaknya bisa diserap oleh siswa yang berkemampuan awal rendah sedang maupun yang berkemampuan awal tinggi. Menurut Benyamin S. Bloom seperti yang dikutip Suhaenah Suparno (2001:52): "Untuk belajar yang bersifat kognitif apabila keadaan awal dan pengetahuan atau kecakapan prasyarat belajar tidak dipenuhi maka betapapun baiknya kualitas pembelajaran tidak akan menolong siswa untuk memperoleh hasil belajar yang tinggi". Kemampuan awal di sini adalah nilai test awal sebelum penelitian, dengan materi sebelumnya sebagai materi prasyarat mengikuti materi Trigonometri.
Model pembelajaran langsung dan CTL merupakan model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme yang dimaksudkan untuk menghasilkan hasil belajar yang secara kualitatif berbeda dengan apa yang dihasilkan oleh metode-metode tradisional. Dengan menggunakan model pembelajaran CTL dan pembelajaran langsung pada pembelajaran matematika pada beberapa materi pokok Perbandingan dan Fungsi Trigonometri, siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan menemukan dan membentuk konsep. Dengan model tersebut diharapkan pembelajaran lebih bermakna dan dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.

B. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas timbul beberapa masalah yang diidentifikasi yaitu sebagai berikut:
1. Hampir semua guru-guru SMA Negeri di X masih menggunakan strategi pembelajaran langsung baru sebagian kecil menggunakan strategi pembelajaran CTL, dan hasil belajar siswa sebagian besar masih rendah. Ada kemungkinan rendahnya hasil belajar siswa pada materi pokok Perbandingan dan Fungsi Trigonometri kelas X SMA Negeri di X itu disebabkan oleh model pembelajaran langsung yang belum tepat. Terkait dengan ini, dapat diteliti apakah jika model pembelajaran langsung para guru diubah, hasil belajar materi Perbandingan dan Fungsi Trigonometri siswa SMA Negeri di X menjadi lebih baik. Namun dapat juga rendahnya hasil belajar siswa dikarenakan faktor dari dalam siswa, sehingga dapat juga diteliti apakah jika faktor internal siswa baik dan mendukung pembelajaran hasil belajar siswa meningkat. Dapat juga diteliti, apakah model pembelajaran tergantung faktor internal siswa.
2. Mengingat penguasaan materi prasyarat (kemampuan awal) mempunyai peranan yang sangat penting dalam belajar matematika maka ada kemungkinan rendahnya hasil belajar siswa materi pokok Perbandingan dan Fungsi Trigonometri diakibatkan oleh lemahnya penguasaan materi-materi sebelumnya. Pada dua tahun ini materi Perbandingan dan Fungsi Trigonometri di SMP ditiadakan, sehingga merupakan materi baru bagi siswa SMA, merupakan tantangan bagi kita untuk menggunakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.
3. Kesulitan yang dialami siswa pada materi Perbandingan dan Fungsi Trigonometri mungkin disebabkan oleh aktivitas siswa di kelas yang hanya mendengarkan, mencatat dan mengerjakan latihan soal dan mungkin juga pengaruh kemampuan awal siswa. Terkait dengan ini, dapat diteliti apakah model pembelajaran CTL dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok Trigonometri dan Fungsi Trigonometri kelas X SMA Negeri di X.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka terdapat berbagai macam masalah dan luasnya bidang penelitian. Oleh karena itu perlu adanya pembatasan agar penelitian ini mempunyai arah yang jelas dan pasti yaitu sebagai berikut:
1. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran CTL pada kelas eksperimen model pembelajaran langsung pada kelas kontrol.
2. Prestasi belajar pada penelitian ini adalah hasil belajar siswa yang dicapai setelah melalui proses belajar-mengajar pada Materi Pokok Perbandingan dan Fungsi Trigonometri.
3. Kemampuan awal siswa dibatasi pada nilai test pada materi prasyarat sebelum materi Trigonometri.
4. Objek penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri di X tahun pelajaran XXXX/XXXX.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah tersebut, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah model pembelajaran CTL menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model Pembelajaran Langsung.
2. Apakah prestasi belajar matematika siswa kemampuan awal tinggi lebih baik dari prestasi belajar matematika siswa kemampuan awal lebih rendah.
3. Apakah perbedaan prestasi belajar matematika dengan model pembelajaran CTL dan model Pembelajaran Langsung konsisten pada tiap-tiap kategori kemampuan awal dan apakah perbedaan prestasi belajar matematika antara tiap-tiap kategori kemampuan awal konsisten pada model pembelajaran CTL dan Pembelajaran Langsung.

E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui apakah model pembelajaran CTL menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model Pembelajaran Langsung.
2. Untuk mengetahui apakah prestasi belajar matematika siswa kemampuan awal tinggi lebih baik dari prestasi belajar matematika siswa kemampuan awal lebih rendah.
3. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan prestasi belajar matematika dari masing-masing model pembelajaran konsisten pada masing-masing kategori kemampuan awal dan perbedaan prestasi belajar dari masing-masing kategori kemampuan awal siswa konsisten pada masing-masing model pembelajaran.

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Sebagai bahan informasi bagi para guru dan calon guru matematika dalam menentukan model pembelajaran yang tepat sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif selain model pembelajaran langsung agar dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa
Diharapkan dapat memperluas wawasan tentang cara belajar matematika terutama dalam mengembangkan cara belajar dengan kontekstual
b. Bagi Guru
Melalui penelitian ini diharapkan guru dapat mengenal lebih dekat tentang model pembelajaran CTL dan implementasinya terhadap hasil belajar siswa.
c. Bagi Sekolah
Melalui penelitian ini diharapkan sekolah dalam hal ini Kepala Sekolah dan pemegang otoritas di sekolah dapat memperoleh informasi sebagai masukan dalam menentukan kebijaksanaan terkait dengan proses pembelajaran matematika di kelas.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:31:00

PENGARUH MUTU PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI BANGSAL KEBIDANAN PADA BADAN RSUD X

(Kode KEBIDANN-0026) : KARYA TULIS ILMIAH (KTI) D-IV PENGARUH MUTU PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI BANGSAL KEBIDANAN PADA BADAN RSUD X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mutu Pelayanan kesehatan adalah Penampilan yang pantas dan sesuai (yang sesuai dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan, ketidakmampuan dan kekurangan gizi. (Roemer dan Aguilar, 1988)
Tujuan pelayanan kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang memuaskan harapan dan kebutuhan masyarakat melalui pelayanan yang efektif oleh pemberi pelayanan dan kebutuhan pemberi pelayanan, pada institusi pelayanan yang diselenggarakan secara efisien. Interaksi ketiga pilar utama pelayanan kesehatan yang serasi, selaras dan seimbang, merupakan panduan dari kepuasan tiga pihak, dan ini merupakan pelayanan kesehatan yang memuaskan (satisfactory healty care). (Sugito, 2001)
Indikator utama untuk mengetahui standar rumah sakit adalah kepuasan pasien terhadap pelayanan dari rumah sakit. Pelayanan yang baik dari suatu rumah sakit akan membuktikan rumah sakit tersebut bermutu baik. Ini dapat dilihat dari penanganan pasien yang cepat, tepat, dan ramah tamah dari petugas kesehatan. ( Eravianti, 2009)
Pada evaluasi mutu pelayanan rawat inap di Bangsal Anggrek RSUD Karanganyar yang dilakukan oleh Purwoko tahun 2009terdapat 52,94% pasien tidak puas dengan pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Salah satu cara untuk menarik pasien dan memenangkan persaingan adalah dengan cara memberikan jasa pelayanan yang sesuai dengan keinginan pelanggan yang dapat memberikan kepuasan. Kepuasan memberikan pengaruh terhadap pasien untuk mengulang untuk menggunakan jasa Rumah Sakit kembali. ( Kotler, 2005)
Peran Petugas Kesehatan adalah salah satu penyedia pelayanan kesehatan khususnya di bidang keperawatan, dituntut mampu memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan dapat memberi kepuasan pasien serta keluarganya dalam batas standar pelayanan profesional. ( Purwoko, 2009)
Pada penelitian yang sama dilakukan oleh Kastanto pada tahun 2005 tentang pengaruh pelayanan medis dan pelayanan non medis terhadap kepuasan pasien di Bangsal Dahlia pada Badan Rumah Sakit Umum Daerah X didapatkan hasil 46,5% pasien tidak puas. Salah satu yang mempengaruhi ketidak puasan pasien adalah segi pelayanan medis.
Rumah Sakit Umum Daerah X merupakan Rumah Sakit pemerintah tipe C. Karena letak yang strategis Rumah Sakit ini mudah dijangkau oleh masyarakat. Selain itu Rumah Sakit X juga sebagai Rumah Sakit rujukan terdekat.
Dari tahun ke tahun Rumah Sakit X sudah mengalami peningkatan pelayanan kesehatan dengan menambah fasilitas serta jumlah tenaga kesehatan. Tetapi semua ini tidak cukup jika masih banyak aspek penting yang belum ditingkatkan, seperti keramahan petugas, perawat dan dokter yang kurang komunikatif terhadap pasien dan lambannya penanganan kegawat daruratan.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka peneliti merasa tertarik untuk mengangkat permasalahan mengenai pengaruh mutu pelayanan terhadap kepuasan di Rumah Sakit Umum Daerah X.

B. Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh mutu pelayanan terhadap kepuasan pasien di Bangsal Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah X?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh mutu pelayanan terhadap kepuasan pasien yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum X.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui mutu pelayanan kesehatan.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menentukan kepuasan pasien.
c. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan.
d. Untuk mengetahui kualitas pelayanan yang bermutu yang diberikan oleh tenaga kesehatan.

D. Manfaat
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Teoritik
Untuk menambah ilmu pengetahuan tentang mutu pelayanan serta kepuasan pasien di Rumah Sakit.
2. Aplikatif
a. Bagi Rumah Sakit
Sebagai masukan dalam menentukan mutu pelayanan bagi Rumah Sakit Umum Daerah X di masa mendatang.
b.Bagi Pasien
Untuk memberikan masukan pada pasien bagaimana memilih Rumah Sakit yang bermutu/berkualitas.
c.Bagi Pihak Lain
Sebagai penambah pengetahuan dan bahan bacaan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sebagai bahan rujukan dalam penelitian selanjutnya.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 16:39:00

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KONTRASEPSI SUNTIK DENGAN KEPATUHAN JADWAL PENYUNTIKAN ULANG DI RUMAH BERSALIN X

(Kode KEBIDANN-0025) : KARYA TULIS ILMIAH (KTI) D-IV HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KONTRASEPSI SUNTIK DENGAN KEPATUHAN JADWAL PENYUNTIKAN ULANG DI RUMAH BERSALIN X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) menjadi visi untuk mewujudkan "Keluarga Berkualitas Tahun 2015". Keluarga yang berkualitas adalah yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Saifuddin, 2003).
Program pelayanan keluarga berencana (KB) mempunyai arti penting dalam mewujudkan manusia Indonesia yang sejahtera, disamping program pendidikan dan kesehatan. Kesadaran mengenai pentingnya kontrasepsi di Indonesia masih perlu ditingkatkan untuk mencegah terjadinya peningkatan jumlah penduduk di Indonesia pada tahun 2015 (BKKBN, 2008).
Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu permasalahan global yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warming, keterpurukan ekonomi, masalah pangan serta menurunnya tingkat kesehatan penduduk. Jumlah penduduk yang besar tanpa disertai dengan kualitas yang memadai, justru menjadi beban pembangunan dan menyulitkan pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional (BKKBN, 2008).
Fakta yang perlu diperhatikan adalah pola kecenderungan pemakaian kontrasepsi di Indonesia. Pemakaian metode kontrasepsi suntik memperlihatkan kecenderungan peningkatan pada beberapa kurun waktu terakhir ini. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007, pola pemakaian kontrasepsi terbesar yaitu suntik sebesar 31,6 %, pil sebesar 13,2 %, IUD sebesar 4,8 %, implant 2,8 %, kondom sebesar 1,3 %, kontap wanita (Medis Operasi Wanita-MOW) sebesar 3,1 % dan kontap pria (Medis Operasi Pria-MOP) sebesar 0,2 %, pantang berkala 1,5 %, senggama terputus 2,2 % dan metode lainnya 0,4 %. Terjadi kenaikan pemakaian metode kontrasepsi suntik dari tahun 1991 sampai 2007. Pada tahun 1991 terdapat 11,7 %, 1994 menjadi 15,2 %, 1997 menjadi 21,1 %, 2003 menjadi 27,8 % dan 2007 mencapai 31,6 % (BKKBN, 2008).
Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2005 di X terdapat 37.838 peserta aktif KB yang terdiri dari akseptor KB IUD (10.225), akseptor KB MOP (93), akseptor KB MOW (169), akseptor KB implan (574), akseptor KB suntik (18.016), akseptor KB pil (4.628), dan akseptor KB kondom (2.633).
Saifuddin (2003) menyatakan bahwa pada umumnya akseptor lebih memilih metode kontrasepsi suntik karena alasan praktis yaitu sederhana dan tidak perlu takut lupa. Kontrasepsi suntik memiliki efektifitas yang tinggi bila penyuntikannya dilakukan secara teratur dan sesuai jadwal yang telah ditentukan. Ketepatan waktu untuk suntik kembali merupakan kepatuhan akseptor karena bila tidak tepat dapat mengurangi efektifitas kontrasepsi tersebut. Kegagalan dari metode kontrasepsi suntik disebabkan karena keterlambatan akseptor untuk melakukan penyuntikan ulang. Dalam penelitian ini penulis hanya akan meneliti tentang kontrasepsi suntik Depo Medroksi Progesteron Acetate (DMPA).
Jumlah akseptor kontrasepsi suntik di Rumah Bersalin (RB) X pada bulan Januari sampai Mei 2009 sebanyak 1.223 akseptor, sedangkan akseptor yang melakukan kunjungan ulang untuk kontrasepsi DMPA 594 akseptor. Rata-rata jumlah akseptor yang melakukan kunjungan ulang untuk kontrasepsi suntik DMPA setiap bulan adalah 112 akseptor. Dari 594 akseptor kontrasepsi suntik DMPA terdapat 62 akseptor (10,44%) yang melakukan kunjungan ulang tidak sesuai pada jadwal yang telah ditentukan.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut peneliti ingin mengetahui Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Kontrasepsi Suntik DMPA dengan Kepatuhan Jadwal Penyuntikan Ulang di Rumah Bersalin (RB) X.

B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang kontrasepsi suntik DMPA dengan kepatuhan jadwal penyuntikan ulang di RB X tahun 2009?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan tentang kontrasepsi suntik DMPA dengan kepatuhan jadwal penyuntikan ulang di RB X.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan akseptor tentang kontrasepsi suntik DMPA.
b. Untuk mengetahui kepatuhan jadwal penyuntikan ulang pada akseptor kontrasepsi suntik DMPA.
c. Untuk menganalisa hubungan tingkat pengetahuan akseptor tentang kontrasepsi suntik DMPA dengan kepatuhan jadwal penyuntikan ulang.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Menambah wawasan pengetahuan yang berhubungan dengan kontrasepsi suntik Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA).
2. Manfaat aplikatif
a. Bagi profesi kesehatan
Sebagai masukan bagi profesi kesehatan umtuk memberikan konseling pada akseptor yang menggunakan kontrasepsi suntik DMPA agar melakukan penyuntikan ulang sesuai jadwal yang telah ditentukan.
b. Bagi Pemerintah
Sebagai masukan untuk mengetahui tingkat kepatuhan akseptor kontrasepsi suntik DMPA terhadap jadwal penyuntikan ulang.
c. Bagi masyarakat
Meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya akseptor kontasepsi suntik DMPA untuk melakukan penyuntikan ulang sesuai jadwal.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 16:37:00

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ZAT GIZI DENGAN KEJADIAN PREMENSTRUAL SYNDROME (PMS)

(Kode KEBIDANN-0023) : KARYA TULIS ILMIAH (KTI) D-IV HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ZAT GIZI DENGAN KEJADIAN PREMENSTRUAL SYNDROME (PMS)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Beberapa saat sebelum mulai menstruasi, sejumlah wanita biasanya mengalami rasa tidak enak. Mereka biasanya merasakan satu atau beberapa gejala yang disebut sebagai kumpulan gejala sebelum menstruasi atau istilah populernya Premenstrual Syndrome (PMS) (Burns, 2000). PMS merupakan masalah kesehatan umum yang paling banyak dilaporkan oleh wanita usia reproduktif (Freeman, 2007).
Perkiraan untuk prevalensi PMS adalah sekitar 5% (Glasier, 2006). Tingginya masalah PMS pada wanita akan berdampak pada produktivitas kerja. Gejala-gejala tersebut ada yang bersifat cukup berat sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari (Mason, 2008). Gejala fisik dan psikologis yang sering dilaporkan adalah rasa kembung, pembengkakan dan nyeri payudara, ketegangan, depresi, mood yang berubah-ubah dan perasaan lepas kendali (Glasier, 2006).
Penyebab PMS belum dapat diketahui secara pasti. Namun ada beberapa teori yang menyebutkan bahwa PMS disebabkan antara lain karena faktor hormonal yakni ketidakseimbangan antara hormon estrogen dan progesteron. Penyebab lain yang kemungkinan terjadi yaitu berhubungan dengan faktor kejiwaan, masalah sosial, atau fungsi serotonin yang dialami penderita serta kekurangan zat-zat gizi (Karyadi, 2008).
Dalam suatu penelitian pada tahun 2005 yang berjudul Calcium and Vitamin D Intake and Risk of Incident Premenstrual Syndrome yang melibatkan 1057 wanita, setelah dikelompokkan sesuai usia, paritas, status merokok, dan faktor resiko lain, menunjukkan tingkat konsumsi tinggi kalsium (p=0,02, OR=0,703) dan vitamin D yang relatif tinggi dapat mengurangi terjadinya PMS (p=0,01, OR= 0,597) (Hankinson, 2005).
Menurut Badan Kesejahteraan Keluarga Berencana Nasional/BKKBN (2005), wanita usia subur (wanita usia reproduktif) adalah wanita yang berumur 18-49 tahun yang berstatus belum kawin, kawin ataupun janda. Terdapat fakta yang mengungkapkan bahwa sebagian remaja mengalami gejala-gelaja yang sama dan kekuatan PMS yang sama sebagaimana yang dialami oleh wanita yang lebih tua (Freeman, 2007).
Perempuan dengan pendidikan formal yang lebih tinggi, misalnya mahasiswi, cenderung akan mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang mempunyai tingkat pendidikan formal yang lebih rendah, sehingga akan lebih mampu serta mudah memahami arti dan pentingnya kesehatan dan gangguan-gangguan kesehatan yang mungkin terjadi (Anne, 1999).
Seorang mahasiswi kadang kala mengalami stres dalam menjalankan kegiatan perkuliahan, yang dapat berpengaruh terhadap kondisi kesehatannya (Mulyono, 2001). Faktor stres dapat memperberat gangguan PMS (Wikipedia, 2009). Di samping itu, kondisi sosial ekonomi yang berbeda antara masing-masing individu dapat mencerminkan keteraturan dan jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari yang pada akhirnya akan menunjukkan asupan zat gizi secara spesifik.
Karena latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara asupan zat gizi dengan PMS.

B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan yang bermakna antara asupan zat gizi meliputi asupan karbohidrat, vitamin B6, vitamin E, lemak, magnesium, dan kalsium dengan PMS?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara asupan zat gizi dengan PMS.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi asupan zat gizi wanita usia subur pada mahasiswi X.
b. Mengidentifikasi kejadian PMS wanita usia subur pada mahasiswi X.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritik
a. Bagi peneliti sendiri, dapat memperdalam pengetahuan tentang asupan zat gizi dan PMS.
b. Bagi institusi pendidikan, sebagai bahan masukan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tentang PMS terutama dalam hubungannya dengan status gizi.
c. Bagi profesi kebidanan, sebagai bahan kajian/informasi dalam mengkaji, menganalisa, mendiagnosa dan memberikan perawatan pada wanita yang mengalami PMS.
2. Manfaat Aplikatif
Dapat memberikan masukan bagi wanita usia reproduktif untuk mengatur kebutuhan gizi sehingga dapat meminimalkan gejala-gejala PMS.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 16:29:00