Cari Kategori

Pengembangan Ekstrakurikuler Madrasah Diniyah di MTs. X

(Kode PEND-AIS-0022) : Pengembangan Ekstrakurikuler Madrasah Diniyah di MTs. X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Di era moderen ini, pendidikan seyogyanya merupakan kawah pembelajaran bagi anak didik, yang diandaikan mampu menjawab tantangan perubahan zaman baik dalam segi kognitif, afektif, dan psikomotoriknya. Karena pendid ikan merupakan masalah yang penting dalam kehidupan. Bukan saja sangat penting, bahkan masalah pendidikan itu sama sekali tidak dipisahkan dari kehidupan, baik kehidupan keluarga, bangsa, dan negara. Untuk itu sekolah sebagai lembaga formal pembelajaran dituntut agar lebih inovatif dan sensitif terhadap persoalan-persoalan kekinian.
Penambahan fasilitas belajar saja tidaklah cukup, lebih dari itu semua adalah bagaimana membuat anak didik kita mencintai belajar sebagai bagian yang tak terpisahkan dari hidupnya. Maka pembenahan kurikulum dan manajemen pendidikan merupakan sebuah keniscayaan, begitu juga dengan kegiatan-kegiatan di luar jam belajar yang dilakukan sekolah untuk menunjang visi pembelajaran menjadi penting.
Dalam Dictionary Of Education, pendidikan merupakan; a) proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya dalam masyarakat dimana dia hidup, b) proses sosial dimana orang dikontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga kemampuan sosial dan kemampuan individual yang optimal. 1
Tanggung jawab pendidikan diselenggarakan dengan kewajiban mendidik, secara umum mendidik ialah membantu anak didik di dalam perkembangan dari daya-dayanya dan di dalam penetapan nilai-nilai. Bantuan atau bimbingan itu dilakukan dalam pergaulan antara pendidikan dari anak didik dalam situasi pendidikan yang terdapat dalam lingkungan rumah tangga, sekolah maupun masyarakat.2
Pendidikan sebagai faktor mendasar terhadap tercapainya kualitas pembangunan disegala bidang sudah seharusnya mendapat perhatian yang serius dari semua lapisan masyarakat, terutama dari para guru sebagai pendidik dalam lembaga pendidikan formal.
Sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang merupakan suatu lembaga yang membantu bagi tercapainya cita-cita keluarga dan masyarakat, khususnya masyarakat Islam dalam bidang pengajaran yang tidak dapat secara sempurna dilakukan dalam rumah dan masjid. Bagi umat Islam, lembaga pendidikan yang dapat memenuhi harapan ialah lembaga pendidikan Islam, artinya bukan sekedar lembaga yang didalamnya diajarkan pelajaran agama Islam melainkan suatu lembaga secara keseluruhan bernafaskan Islam.
Para ahli pendidikan Islam telah sepakat bahwa maksud dari pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan ilmu yang belum mereka ketahui, tetapi maksudnya adalah mendidik akhlak dan jiwa mereka. Lebih lanjut lagi, pendidikan akhlak dan jiwa dapat disebut juga pendidikan moral. Dalam hal ini agama mempunyai peranan penting karena nilai-nilai moral yang datang dari agama sifatnya tetap, tidak berubah-ubah oleh waktu dan tempat.
Dalam Undang-undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSISDIKNAS) No. 20 Tahun 2003 pasal 37 ayat 1, ditegaskan; bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat, antara lain pendidikan agama. Ini berarti setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan disetiap sekolah wajib memberikan pendidikan agama kepada anak didik sesuai dengan agama yang dianutnya.
Adapun tujuan pendidikan Islam bukan saja berorientasi pada keakhiratan dalam bentuk mengamalkan ajaran agama dan berakhlak mulia, melainkan juga mampu mengembangakan seluruh potensi yang dimilikinya terutama aspek fisik, psikis, intelektual, kepribadian, dan sosial yang sesuai dengan tuntutan kehidupan, kemajuan ilmu dan teknologi, perkembangan budaya, perkembangan masyarakat serta cita -cita Islam itu sendiri, sehinga manusia (peserta didik) tersebut mampu menunaikan tugas hidupnya sebagai khalifah yang sekaligus sebagai insan yang mengabdi kepada Allah SWT. Dalam mewujudkan kehidupan yang rahmatan lil 'alamin.3
Spektrum di atas, selaras dengan tujuan pendidikan yang diamanatkan dalam UUD 1945, pasal 31 ayat 3, yakni "...meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa...," demikian juga tujuan pendidikan yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, yakni: "untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab".
Untuk mewujudkan tujuan pembelajaran pendidikan Islam tersebut, maka penggunaan strategi dan pendekatan dalam operasional pengajaran dan pendidikan mutlak diperlukan sebagai alternatif pemecahan dalam menjawab fenomena yang terjadi dalam kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa. Adapun salah satu pendekatan yang besar kemungkinannya akan mendukung pengembangan wawasan pengetahuan siswa tentang pengetahuan agama Islam diantaranya adalah melalui kegiatan ekstrakurikuler keagamaan.
Ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran (tatap muka) baik dilaksanakan di sekolah maupun di luar sekolah dengan maksud untuk lebih memperkaya dan memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan yang telah dimilikinya dari berbagai bidang studi. 4 Ekstrakurikuler di sekolah merupakan kegiatan yang bernilai tambah yang diberikan sebagai pendamping pelajaran yang diberikan secara intrakulikuler.
Kegiatan ekstrakurikuler sangat besar manfaatnya bagi siswa dan guru dimana hal tersebut sebagai wujud manifestasi sarana penting dalam penunjang dan menopang tercapainya misi pembangunan yang dilakukan di luar jadwal akademis sekolah.
Dan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yang menunjang dan menopang pembelajaran pendidikan agama Islam adalah Madrasah Diniyah. Karena Madrasah Diniyah ialah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran secara klasikal yang bertujuan untuk memberikan tambahan pengetahuan agama Islam kepada pelajar-pelajar yang merasa kurang menerima pelajaran agama Islam.5
Melalui Madrasah Diniyah ini, diharapkan para siswa mempunyai keyakinan bahwa tujuan mendalami ilmu adalah untuk beribadah dan mampu menjadi petunjuk dan cahaya bagi para siswa untuk menghindari kesesatan serta sebagai landasan bagi para siswa untuk berprestasi.6 Dan dengan adanya Madrasah Diniyah ini juga diharapkan para siswa memperoleh ilmu yang dapat mengangkat derajatnya yang tinggi di sisi Allah Ta'ala. Allah berfirman di dalam Al-Qur'an, surat Al-Mujadalah: 11,
Artinya:
“…Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan ”. (Q.S. Al-Mujadalah: 11)
Secara umum kegiatan ekstrakurikuler Madrasah Diniyah itu, memberikan pelajaran agama Islam yang tidak diajarkan di sekolah formal. Dimana kegiatan tersebut sangat membantu para siswa dalam mempelajari dan memahami ilmu pengetahuan agama Islam.
Sebagaimana yang telah dilakukan oleh MTs. X dalam pengayaan materi pendidikan agama Islam dan memperluas serta mempertebal pemahaman siswa tentang agama Islam, salah satunya dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler Madrasah Diniyah. Dimana kegiatan tersebut diikuti oleh seluruh siswa. Yang dilaksanakan empat kali dalam seminggu pada waktu sore hari. Tujuan dari kegiatan tersebut adalah agar para siswa mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan agama Islam yang berorientasi pada usaha meningkatkan moral atau akhlak para siswa dan juga menambah nilai pelajaran agama.
Berkaitan dengan hal di atas, maka penulis ingin mengetahui bagaimana pengembangan dan pelaksanaan ekstrakurikuler Madrasah Diniyah. Sehingga kegiatan tersebut masih berjalan lancar. Untuk itu penulis menyusun skripsi yang berjudul; “Pengembangan Ekstrakurikuler Madrasah Diniyah di MTs. X ”.

B. Rumusan Masalah
Berpijak pada latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pelaksanaan ekstrakurikuler Madrasah Diniyah di MTs. X ?
2. Faktor-faktor apa yang menjadi pendukung dan penghambat ekstrakurikuler Madrasah Diniyah di MTs. X?
3. Bagaimana pengembangan ekstrakurikuler Madrasah Diniyah di MTs. X?

C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian
1. Tujuan Penelitian Dari perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana pelaksanaan ekstrakurikuler Madrasah Diniyah di MTs. X.
b. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat ekstrakurikuler Madrasah Diniyah di MTs. X.
c. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana pengembangan ekstrakurik uler Madrasah Diniyah di MTs. X.
2. Signifikansi Penelitian
Perumusan masalah di atas, maka signifkansinya sebagai berikut:
a. Bagi penulis
Dengan penelitian ini akan menambah pengetahuan dan pengalaman khususnya yang berkenaan dengan masalah penelitian serta untuk memenuhi beban studi kredit.
b. Dengan lembaga obyek penelitian
Dapat dijadikan tolak ukur bagi lembaga pendidikan yang bersangkutan dalam mengembangkan sistem pendidikannya khususnya dalam pengajaran agama Islam.
c. Bagi pembaca
Memberikan wacana khalayak ramai tentang pentingnya ekstrakurikuler Madrasah Diniyah sebagai kegiatan pendidikan agama Islam yang berkonsentrasi pada pengajaran agama Islam dalam mengembangkan aspek afektif dan berusaha menanamkan Islam sebagai landasan hidup ke dalam diri siswa dan juga dapat digunakan sebagai bahan kajian penelitian dimasa yang akan datang.

E. Definisi Operasional

** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **

F. Metode Penelitian

** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **

G. Sistematika Pembahasan

** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 23:00:00

Prosedur Dan Efektifitas Pengembangan Media Pembelajaran Kitab Matnul Ghoyah Wat Taqrib Bab Haji Menggunakan Macromedia Flash 8 Di Pesantren X

(Kode PEND-AIS-0018) : Prosedur Dan Efektifitas Pengembangan Media Pembelajaran Kitab Matnul Ghoyah Wat Taqrib Bab Haji Menggunakan Macromedia Flash 8 Di Pesantren X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan merupakan realitas yang tidak dapat dipungkiri. Sepanjang sejarah yang dilaluinya, pesantren terus menekuni bidang pendidikan keagamaan dan menjadikannya sebagai fokus kegiatan. Dalam mengembangkan pendidikan, pesantren telah menunjukkan daya tahan yang cukup kokoh sehingga mampu melewati berbagai jaman dengan beragam masalah yang dihadapinya. Dalam sejarahnya itu pula, pesantren telah menyumbangkan sesuatu yang tidak kecil bagi Islam di negeri ini.1 Eksistensinya sampai sekarang tentu menjadi kebanggaan tersendiri bagi umat Islam. Di tengah arus globalisasi, individualisme, dan pola hidup materialistik yang semakin mengental, pesantren masih konsisten menyuguhkan sistem pendidikan yang khas yang oleh sebagian orang dianggap tradisional. Pesantren menurut Hasyim Muzadi mempunyai peranan yang sangat vital dari pemberdayaan dan perkembangan masyarakat.2
Pengajaran kitab-kitab kuning adalah salah satu elemen dasar dari tradisi pesantren selain kyai, pondok, masjid, dan santri. Doktrin-doktrin dalam kitab kuning merupakan salah satu roh yang menjiwai kehidupan pesantren Jika seluruh kitab kuning diteliti secara substansial, maka tentu semua itu merupakan penjabaran dari al-Qur’an dan hadith. Paling tidak referensinya mengambil legitimasi dari dua sumber ajaran ini, yang di dalamnya tidak hanya membahas bidang ibadah, fiqih, tauhid, tafsir, hadith dan akhlak saja, melainkan juga materi sejarah, peradaban, sastra, filsafat, mistisisme, pranata sosial, dan politik pun bisa menjadi materi kajian penting dalam kurikulum pendidikannya.3
Di kalangan pesantren, kitab kuning biasanya diajarkan dengan dua cara yaitu sorogan dan wetonan. Dalam cara sorogan, satu demi satu santri menghadap kyai dengan membawa kitab, kyai membacakannya dan santri mengulanginya sampai mampu membaca dan memahami maknanya. Sedangkan cara wetonan semua santri bersama-sama menghadap kyai dengan membawa kitab tertentu kemudian kyai membacakan kitab itu dengan makna dan penjelasan secukupnya, sementara para santri mencatat semua yang dikatakan kyai seperlunya.4
Namun, akhir-akhir ini kedua cara penyampaian materi kitab kuning di atas mendapat kritik dari para pemerhati pendidikan, karena memiliki kelemahan dan kurang sesuai dengan pandangan sistem pendidikan modern yang student centered. Pengajaran kitab-kitab kuning, baik secara wetonan dan sorogan, memiliki kelemahan metodologis di antaranya adalah ketika tidak terjadinya dialog antara santri dan kyai, santri menjadi pasif. Kegiatan belajar mengajar terpusat pada kyai. Akhirnya, daya kreatifitas dan aktifitas santri menjadi lemah dan dalam hal ini, kyai juga tidak segera memperoleh umpan balik tentang penguasaan materi yang disampaikan.5
Kenyataan di atas seharusnya dapat memacu mereka yang berkompeten dalam pengembangan pesantren agar melakukan langkahlangkah transformatif, bila pesantren akan dijadikan sebagai institusi pendidikan yang menjanjikan pada era modern. Sudah saatnya bagi pesantren untuk melakukan reorientasi tata nilai dan tata operasional pendidikannya, agar lebih relevan dengan dinamika kemodernan, tanpa meninggalkan nilainilai tradisional yang telah lama mengakar kuat di pesantren.6 Sebagaimana telah disebutkan dalam kaidah yang sangat terkenal di pesantren, yaitu :
Artinya :
"Memelihara keadaan yang lama yang maslahat dan mengambil yang baru yang lebih maslahat"7
Salah satu kitab kuning yang diajarkan di pesantren adalah kitab Matnul Ghoyah Wat-Taqrib karya Al-Qadhi Abu Syuja’ Ahmad bin Al Husain bin Ahmad Al-Asfihani. Dari kitab ini muncul beberapa kitab yaitu Iqna' karya Syarbini (977 H/1569 M), kitab Kifayat Akhyar karya Damsyaqi (829 H/ 1426) dan kitab Fathul Qorib karya Ibnu Qasim (918 H/1512 M).8 Di pesantren kitab ini lebih dikenal dengan nama Kitab Taqrib. Kitab yang padat menjelaskan hukum-hukum fiqh ini menguraikan 16 bab hukum fiqh mulai dari bab thaharah sampai bab ahkamul i'tqi. Salah satu bab yang menarik dibahas di dalamnya adalah bab Haji. Suatu bab yang menjelaskan hukum dan tata cara menunaikan rukun Islam yang kelima setelah syahadat, shalat, zakat dan puasa.
Namun, penyajian bab ini menggunakan metode wetonan maupun sorogan tentu masih menyisakan beberapa persoalan dalam aspek pemahaman santri seperti bagaimanakah gambaran tentang thawaf, sai, wukuf, jumroh yang sudah tentu tidak bisa dijelaskan dengan kedua metode itu saja. Adanya media yang mampu memaparkan haji dalam bentuk teks, gambar, suara, dan video (audiovisual) tentu sangat diperlukan.
Dengan melihat perkembangan pesat teknologi informasi dewasa ini maka Macromedia Flash tentu dapat menjadi tawaran pertama untuk memberikan solusi dari permasalahan diatas. Macromedia Flash merupakan gabungan konsep pembelajaran dengan teknologi audiovisual yang mampu menghasilkan fitur-fitur baru yang dapat dimanfaatkan dalam pendidikan. Pembelajaran berbasis multimedia tentu dapat menyajikan materi pelajaran yang lebih menarik, tidak monoton, dan memudahkan penyampaian. Peserta didik dapat mempelajari materi pelajaran tertentu secara mandiri dengan komputer yang dilengkapi program multimedia.9
Macromedia Flash adalah program untuk membuat animasi dan aplikasi web profesional. Bukan hanya itu, Macromedia Flash juga banyak digunakan untuk membuat game, animasi kartun, dan aplikasi multimedia interaktif seperti demo produk dan tutorial interaktif.10 Software keluaran Macromedia ini merupakan program untuk mendesain grafis animasi yang sangat populer dan banyak digunakan desainer grafis. Kelebihan flash terletak pada kemampuannya menghasilkan animasi gerak dan suara. Awal perkembangan flash banyak digunakan untuk animasi pada website, namun saat ini mulai banyak digunakan untuk media pembelajaran karena kelebihankelebihan yang dimiliki.
Akan tetapi, penggunaan Macromedia Flash sebagai media pembelajaran sangat jarang digunakan di pesantren. Padahal penggunaan media ini telah banyak diterapkan di lingkungan pendidikan di luar pesantren. Apabila dilihat dari kelebihan media ini, dan kelemahan pada sistem pembelajaran tradisional pesantren, maka sudah saatnya pembelajaran di perantren juga menggunakan Macromedia Flash. Bukankah Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum tanpa diikuti usaha untuk merubahnya?
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Quran Surat Ar-Ra’ad ayat 11 :
Artinya :
"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri."11
Di X selatan sejak 31 Agustus 2001 berdiri Pesantren X. Pesantren yang di asuh oleh KH. Ali Maschan Moesa merupakan satu diantara sekian banyak pesantren di kota X. Di pesantren inilah para santri dididik dan digembleng untuk menguasai ilmuilmu keagamaan.
Seperti kebanyakan pesantren lain, metode wetonan menjadi salah satu metode pengajaran kitab kuning di Pesantren X. Di sisi lain santri yang hampir 100% adalah mahasiswa di beberapa perguruan tinggi di X ini tentu juga memiliki tugas belajar di perguruan tinggi masingmasing. Oleh karenanya, untuk menunjang tugas belajar tersebut, kebanyakan para santri memiliki komputer di kamarnya masing-masing. Dari sinilah terbuka lebar kesempatan untuk mencoba memanfaatkan komputer juga sebagai penunjang pendidikan mereka di pesantren, tidak hanya sebagai penunjang pendidikan di kampus saja.
Berangkat dari paparan sebelumnya, maka peneliti merasa sangat perlu untuk melakukan inovasi media pembelajaran menggunakan Macromedia Flash di lingkup pesantren. Dengan melihat kelemahan metode pengajaran sistem wetonan dan kebutuhan akan media pembelajaran audiovisual pada materi Haji kitab Taqrib serta kesempatan emas tersedianya komputer yang dimiliki santri Pesantren X maka peneliti menetapkan penelitian berjudul "Prosedur dan Efektifitas Pengembangan Media Pembelajaran Kitab Matnul Ghoyah Wat Taqrib Bab Haji Menggunakan Macromedia Flash 8 di Pesantren X".

B. Alasan Pemilihan Judul
1. Pembelajaran kitab kuning dengan metode tradisional belum bisa memberi gambaran menyeluruh tentang bab haji kitab Matnul Ghoyah Wat Taqrib.
2. Kebutuhan pembelajaran yang berbasis multimedia kitab Matnul Ghoyah wat Taqrib pada bab Haji untuk meningkatkan pemahaman santri.
3. Adanya kesempatan untuk memanfaatkan komputer sebagai media pembelajaran seiring pesatnya perkembangan software pembuat animasi multimedia seperti Macromedia Flash.
4. Peneliti merasa tertarik untuk mengetahui hasil penelitian pembelajaran menggunakan Macromedia Flash 8 di pesantren karena selama ini media tersebut masih digunakan di lembaga pendidikan di luar pesantren.
5. Peneliti menganggap masalah tersebut penting untuk diteliti karena hasilnya bisa dijadikan pertimbangan untuk mengadakan pembaharuan media pembelajaran di pesantren.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti mengklasifikasikan beberapa rumusan masalah, yaitu:
1. Bagaimanakah prosedur pengembangan media pembelajaran kitab Matnul Ghoyah Wat Taqrib bab haji menggunakan Macromedia Flash 8 di Pesantren X?
2. Bagaimanakah efektifitas pengembangan media pembelajaran kitab Matnul Ghoyah Wat Taqrib bab haji menggunakan Macromedia Flash 8 di Pesantren X?

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut::
1. Untuk mengetahui prosedur pengembangkan media pembelajaran kitab Matnul Ghoyah Wat Taqrib bab haji menggunakan Macromedia Flash 8 di Pesantren X.
2. Untuk mengetahui efektifitas pengembangan media pembelajaran kitab Matnul Ghoyah Wat Taqrib bab haji menggunakan Macromedia Flash 8 di Pesantren X.

E. Definisi Operasional

** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **

F. Metode Penelitian

** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **

G. Sistematika Pembahasan

** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 22:59:00

Implementasi Metode Tandur Dalam Pembelajaran Yang Menyenangkan (Joyfull Learning) Di Play Group “X” Kelurahan X

(Kode PEND-AIS-0019) : Implementasi Metode Tandur Dalam Pembelajaran Yang Menyenangkan (Joyfull Learning) Di Play Group “X” Kelurahan X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dimasa kanak-kanak, karena pengembangan kepribadian sikap mental dan intelektual sangat ditentukan banyak dibentuk pada usia dini, kualitas masa awal anak termasuk masa pra-sekolah yang merupakan cermin kualitas bangsa yang akan datang. Masa kanak-kanak merupakan masa yang tepat untuk mulai memberikan stimulus agar anak bisa berkembang secara optimal. Apa yang dipelajari seseorang diawal kehidupan akan mempunyai dampak pada kehidupan pada masa yang akan datang.
Adapun tujuan pendidikan PAUD, sebagaimana terdapat dalam garis-garis besar progam kegiatan belajar taman kanak-kanak (depdikbud, 1994). Tujuan progam kegiatan belajar kanak-kanak adalah untuk membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya. Sedangkan ruang lingkup progam yang meliputi: pembentukan perilaku melalui pembiasaan dalam pengembangan moral pancasila, agama, disiplin, perasaan/emosi, dan kemampuan bermasyarakat, serta pengembangan kemampuan dasar melalaui kegiatan yang dipersilahkan oleh guru meliputi pengembangan kemampuan berbahasa, daya pikir, daya cipta, keterampilan, dan jasmani.
Proses pembelajaran pada pendidikan anak usia dini menjadi permasalahan yang pelik di Indonesia. Hal ini disebabkan karena pembelajaran yang dilaksanakan cenderung berorentasi akademik; pembelajaran yang lebih menekankan pada pencapaian kemampuan anak dalam membaca, menulis dan berhitung. Seharusnya, pembelajaran di jenjang anak usia dini (0-6 tahun) lebih diarahkan untuk mengembangkan berbagai potensi yang terdapat dalam diri anak, seperti: fisik, kognisi, bahasa, dan sosial emosional. Kecenderungan tesebut disebabkan antara lain karena pemahaman yang keliru terhadap konsep pembelajaran pada anak.
Sebagaimana disadari, anak merupakan sosok individu yang sedang menjalani proses perkembangan yang pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Ia memiliki dunia dan karakteristik tersendiri yang jauh berbeda dengan orang dewasa. Anak selalu aktif, dinamis, antusias, bersifat egosentris, kaya akan imajinasi, fantasi, memiliki daya perhatian yang relatif pendek, dan merupakan masa potensial untuk belajar. Karena itulah, orang sering menyebutnya dengan the golden age (periode emas). Proses pembelajaran yang dilakukan guru haruslah memperhatikan perbedaan karakteristik yang dimiliki setiap tahap perkembangannya. Apabila tidak didasari pada karakteristik ini, maka anak hanya akan menjadi obyek penderita.1
Operasionalisasi pendidikan bagi anak usia dini dan anak-anak pra-sekolah (TK) akan lebih bermakna jika dilakukan melalui metode pendidikan yang menyenangkan, edukatif, sesuai dengan bakat, dan pembawaannya. Oleh karena itu Quantum Teaching menawarkan rancangan pembelajaran yang berupa “Tandur” yaitu sebuah metode pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga mempermudah siswa memahami pelajaran yang diajarkan tampa merasa adanya beban belajar dan menyenangkan sehingga tidak membuat siswa merasa jenuh di kelas, selain itu Tandur dapat memberikan jaminan kepada siswa agar tertarik dan berminat pada setiap pelajaran, metode tandur ini juga memastikan bahwa mereka mengalami pembelajaran, berlatih, menjadikan isi pelajaran nyata bagi mereka sendiri dan mencapai sukses, hal ini dikarenakan Tandur merupakan sebuah proses pembelajaran yang menyenangkan (Joyfull Learning), pembelajaran ini tidak ada hubungannya dengan kesenangan yang sebrono dan kemeriaan yang dangkal. Namun “kegembiraan” ini berarti bangkitnya minat, adanya keterlibatan penuh, dan terciptannya makna, pemahaman nilai yang membahagiakan pada diri si pembelajar.2
Kegembiraan ini jauh lebih penting daripada segala segala teknik atau metode atau medium yang sering digunakan. Joyfull learning mengembangkan suatu falsafah bahwa belajar dapat dan harus menyenangkan serta menyakini bahwa seluruh pribadi adalah penting, baik emosi, akal maupun fisik.
Pembelajaran joyfull learning adalah pembelajaran yang memanfaatkan dua belah otak yaitu, otak kiri dan otak kanan agar berkembang secara maksimal. Pembelajaran ini merupakan pembelajarn yang cepat dan tepat. Cepat karena dengan metode ini mempermudah siswa untuk memahami suatu materi. Tepat karena metode ini memanfaatkan dua belah otak sehingga berkembang secara maksimal sesuai konsep pembelajaran yang memanfaatkan dua belah otak.
Dikatakan suasana belajar yang menyenangkan (Joyfull Learning), jika siswa sebagai subyek belajar melakuakn proses pembelajaran berdasarkan apa yang dikehendaki, guru berperan seagai vasilitator yang secara demookratis member arahan peta pembelajaran yang berlangsung, peta proses pembelajaran itu menyangkut rambu rambu yang semestinya ditawarkan kepoada siswa. Oleh karena dalam Joyfull Learning mensyaratkan guru sudah mengetahui secara persis liku-liku materi pembelajaran yang akan dipelajari, siswa bersikap dewasa, terbuka, dan memiliki komitmen tinggi untuk belajar. Suasana akan terbangun secara demokratis, siswa akan merasa senang karena keinginan, keberadaanya, dan otonominya sebagai siswa diakomodasi oleh guru, perasaan senang dapat hadir seiring dengan tujuan pendidikan yang dapat diserap dengan baik dan mudah. Oleh karena itu pembelajaran yang menyenangkan sangat diperlukan.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana implementasi metode “Tandur” di Play Group “X” Kel. X?
2. Bagaimana pembelajaran yang menyenangkan (Joyfull Learning) di Play Group “X” Kel. X?
3. Apa kelebihan dan kekurangan pelaksanaan metode “Tandur” dalam pembelajaran yang menyenangkan (Joyfull Learning)?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dari rumusan masalah yang telah penulis kemukakan diatas, maka tujuan penulis adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan “Metode Tandur” yang diterapkan di Play Group “X” kel. X.
2. Untuk mengetahui apakah tandur merupakan suatu proses pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning) di Play Group “X” Kelurahan X.
Sedangkan manfaat yang dapat diambil dari penulisan skripsi ini antara lain:
1. Akademik Ilmiah
a. Untuk memberikan sumbangan dalam mengembangkan metode pendidikan agama, khususnya metode “Tandur”.
b. Untuk melatih penulis dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang bersifat teoritis dalam bentuk karya ilmiah
c. Untuk mewujudnya Tri Darma Perguruan Tinggi, khususnya di bidang penelitian.
d. Untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Progam Strata Satu (S.I) dalam bidang ilmu pengetahuan agama pada Fakultas Tarbiyah X, sebagai puncak rangkaian proses belajar yang harus ditempuh untuk menyelesaikan studi di Fakultas Tarbiyah X.
e. Bagi Fakultas Tarbiyah, untuk melengkapi perpustakaan dan tambahan koleksi ilmu pengetahuan.
2. Sosial Praktis
Dengan mengetahui implementasi metode tandur dalam pembelajaran yang menyenangkan (Joyfull Learning) di Play Group “X”kel. X, maka dapat menyumbangkan pemikiran kepada masyarakat tentang manfaat metode tandur serta dapat memberikan masukan bagi taman pendidikan terutama taman bermain/Play Group “X” kel. X.

D. Definisi Operasional

** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **

E. Metode Penelitian

** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **

F. Sistematika Pembahasan

** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 22:59:00

Perspektif KH Sholeh Bahruddin Dalam Meningkatkan Pendidikan Santri Di Pondok Pesantren X

(Kode PEND-AIS-0020) : Perspektif KH Sholeh Bahruddin Dalam Meningkatkan Pendidikan Santri Di Pondok Pesantren X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT. yang dibekali akal untuk dapat memikirkan segala sesuatu tentang hidup dan kehidupannya. Dengan akalnya manusia dituntut untuk dapat menelaah, menalar dan melihat segala sesuatu dengan semestinya. Akal yang dimiliki manusia dapat berkembang apabila manusia memanfaatkan dan menggunakannya dengan benar. Sebagai salah satu instrumen yang digunakan oleh manusia untuk mendekati kebenaran, wilayah kerja akal tidak cukup hanya dengan memposisikan dia secara pasif. Oleh sebab itu, akal harus secara aktif digunakan manusia dalam upayanya untuk mempersepsi kebenaran sekaligus untuk memahami betapa segala ciptaan Allah SWT. yang ada dapat didekati olehnya, walaupun terkadang penuh keterbatasan.1
Allah mempertinggi akal pikiran perseorangan dan membimbingnya, supaya berfikiran waras dan cerdas tentang kejadian alam semesta, serta mengambil I’tibar (pengajaran) dari padanya, bahwa kejadian alam yang cantik dan indah itu menjadi bukti yang nyata atas kekuasaan Allah Yang Maha Besar, pencipta alam dan pengaturnya2.
Zaman telah berubah dan akan terus berubah, peradaban umat manusia pun terus tumbuh dan berkembang sepanjang sejarah tanpa titik final. Dalam situasi demikian itu, jika hendak melihat arah perubahan dan masa depan kehidupan bangsa Indonesia dengan penduduk muslim terbesar di dunia, maka miniatur yang paling representatif adalah sistem yang diperankan oleh pendidikan pesantren dan para santrinya dalam melihat dirinya sendiri dan bangsanya. Tentu saja pembacaan atas dinamika pendidikan pesantren tidak bisa absen untuk mengikutkan berbagai pola pendidikan dan instrument-instrumen pengajaran yang ada di dalamnya.
Secara sosiologis, kaum santri memang bukan merupakan mayoritas dari hampir dua ratus juta penduduk Indonesia yang memeluk Islam. Namun wacana keagamaan (Islam) di Indonesia hampir mustahil dipisahkan dari dunia kehidupan kaum santri serta dinamika institusi pendidikan pesantren. Berbagai persoalan kebangsaan dan bagaimana mencari jalan pemecahan berbagai problem yang dihadapi bangsa ini bisa menjadi jelas dengan melihat kehidupan santri dengan dunia pesantrennya.
Pesantren sebagai te mpat hidup dan belajar para santri, bukan hanya sebagai institusi pendidikan tertua di negeri ini, tetapi juga merupakan saksi sejarah tentang berbagai perkembangan Indonesia sebagai bangsa di tengahtengah pergaulan dunia yang semakin fullgar (terbuka).
Dalam suasana damai, perang kemerdekaan, gegap gempita pembangunan, atau situasi paling kritis di akhir pemerintahan orde lama dan orde baru hingga gerakan reformasi sejak beberapa tahun lalu yang sampai saat ini belum menorehkan arah yang jelas, tidak pernah lepas dari perhatian dunia pendidikan pesantren. Walaupun kadang kala banyak orang yang tidak peduli atau memandang curiga terhadap penghuni “barak-barak” penuh kesederhanaan yang kaya kesadaran moral tersebut, sejarah menjadi saksi bahwa komunitas pesantren tidak pernah menempatkan diri di luar dinamika bangsanya.3
Di tengah krisis ekonomi dan politik yang mulai membawa ke wilayah paling fundamental, yaitu krisis moral yang membuat banyak warga negeri ini seperti putus asa dan kehilangan harapan, dunia pendidikan pesantren semakin terpanggil untuk berusaha memainkan peran membangkitkan kesadaran kebangsaan ketika banyak orang lebih peduli pada kelompoknya sendiri.
Peran yang dimainkan oleh pendidikan pesantren dan para santrinya ini, tentu saja harus diikuti dengan pembenahan kependidikannya dan dengan semakin meningkatkan dinamika internal kepesantrenannya. Disatu pihak, pesantren niscaya melakukan adaptasi terhadap kemajuan-kemajuan, baik dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang salah satunya terwujud dalam pesatnya arus informasi. Di pihak lain, pendidikan pesantren niscaya merespons khazanah sos ial-keagamaan dan sekaligus menjaga tradisi-tradisi lama yang telah ada.
Pondok Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam telah cukup jelas, berdasarkan pada tujuan dan orientasinya yang digali dari rujukan literatureliteratur Islam. Pesantren tumbuh dan berkembang atas cita-cita agama, yang mungkin saja hilang manakala motif dan corak keagamaannya hilang.
Dalam hal ini, dapat kita lihat dari makin berkurangnya para santri yang berminat menimba ilmu pengetahuan keagamaan di pesantern. Lebih dari itu peran pesantren sendiri dirasakan sangat sedikit yang memang benar-benar menjadi institusi yang mampu menghantarkan para santrinya agar memiliki kedalaman ilmu pengetahuan keagamaan.
Kondisi yang demikian menghantarkan pondok pesantren-pondok pesantren tidak lebih hanya sebagai museum reservium kelembagaan Islam, dan ia sekedar menjadi konsumsi para turis yang sedang berwisata ke Indonesia, ia tidak lagi menjadi pilar bagi tegaknya moralitas dan spiritualitas masyarakat. Oleh karena itu, pembenahan dalam pendidikan pesantren sudah harus dilakukan mulai saat ini dan seterusnya, mulai dari pembenahan kurikulum, metode sampai strategi aplikatif untuk mengamalkan pendidikan pesantren ke dalam kehidupan riil masyarakat.
Secara umum, tujuan pendidikan pesantren ini meliputi fungsi antara lain :
1. Mengkaji ilmu- ilmu agama khususnya ilmu-ilmu klasik (kitab kuning) dan mengamalkan ke dalam masya rakat.
2. Membentuk manusia muslim yang dapat melakukan ibadah mahdlah
3. Membentuk santri yang bertanggung jawab kepada masyarakat dan bangsanya dalam rangka bertanggung jawab kepada Allah SWT.
4. Menjaga sekaligus melestarikan tradisi keagamaan yang lama dan menerima pembaruan-pembaruan yang lebih konstruktif bagi pengembangan santri dan lainnya.
Berbicara banyak tentang pendidikan pesantren, maka akan menunjukkan setiap masing-masing karakteristiknya. Seperti halnya, pendidikan pondok pesantren X. Di sana santri tidak hanya mendapatkan pengajaran kitab-kitab klasik saja namun santri juga memperoleh pengetahuan yang telah dijadikan kecakapan hidup tersendiri ketika si santri berhadapan langsung dengan masyarakat riil.
Pondok pesantren X merupakan salah satu dari sekian banyak pondok yang ada di jawa timur. Ia adalah sebuah bagian dari lembaga pendidikan yang berada pada naungan Yayasan Darut Taqwa. Sebuah institusi pendidikan pesantren tradisional yang dipadukan dengan pendidikan modern yang berdiri pada tahun 1985 M dan bertempat di jalan ponpes X No. 16 Pandean Sengonagung Purwosari X. 4
Perkembangan pendidikan pesantren ditentukan dari perspektif sang kiyai dalam memahami tentang pendidikan. Dalam hal ini, pondok pesantren X di asuh oleh putra pertama dari sebelas bersaudara dari pasangan KH. Bahruddin dan Ny. Siti Shofurotun. Dilahirkan di Carat Gempol X pada tanggal 09 Mei tahun 1953 M. 5
Berangkat dari sini, penulis akan mendiskripsikan tentang perkembangan pendidikan pesantren secara khusus di pondok pesantren X, yang kemudian diekspresikan dalam sebuah karya ilmiah yang diujikan (skripsi) dalam sebuah judul “Perspektif KH. Sholeh Bahruddin Dalam Meningkatkan Santri di Pondok Pesantren X”

B. Rumusan Masalah
Untuk lebih memudahkan penulisan dan pembahasan skripsi, maka penulis merumuskan masalah yang akan dikaji. Adapun rumusan masalahnya adalah :
1. Bagaimana latar belakang kehidupan KH. Sholeh Bahruddin ?
2. Bagaimana perspektif KH. Sholeh Bahruddin dalam meningkatkan santri di Pondok pesantren X ?
4 Yasir Arafat dan M. Saiful Makruf, Galak Gampil: Histori, profil, Dan khazanah pondok pesantren X, (X; Madrasah diniyah al-Mu”alimat darut Taqwa, 2006)

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis mempunyai tujuan penelitian yang ingin dicapai, yaitu :
1. Untuk mengetahui latar belakang kehidupan KH. Sholeh Bahruddin.
2. Untuk mengetahui perspektif yang dimiliki KH. Sholeh Bahruddin dalam meningkatkan santri di pondok pesantren X.

D. Kegunaan Penelitian (Urgency Research)
1. Signifikansi Akademik
Dari penelitian ini diharapkan dapat menambah perbendaharaan khazanah ilmu pengetahuan, khususnya masalah peranan pesantren dalam membangun pribadi yang berilmu pengetahuan, khususnya pengetahuan keagamaan.
2. Signifikansi Sosial
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan kepada umum betapa peranan pondok pesantren dapat menopang terwujudnya pribadi yang bertangung jawab, beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.

E. Definisi Operasional

** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **

F. Metode Penelitian

** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **

G. Sistematika Pembahasan

** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 22:59:00

Pengaruh Upaya Preventif Guru Agama Terhadap Sikap Siswa Dalam Menghadapi Penyebaran Ajaran Islam Sempalan Pada Siswa Di SMA X

(Kode PEND-AIS-0017) : Pengaruh Upaya Preventif Guru Agama Terhadap Sikap Siswa Dalam Menghadapi Penyebaran Ajaran Islam Sempalan Pada Siswa Di SMA X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berjalan sangat pesat berakibat masuknya budaya-budaya asing melalui berbagai media elektronika maupun cetak telah menimbulkan pergeseran-pergeseran nilai budaya maupun nilai- nilai fundamental yang berasal dari ajaran agama.
Kemajuan dalam berbagai bidang ini menuntut bangsa Indonesia untuk mengimbangi perubahan dengan cara mengadakan seleksi dan saringan terhadap budaya asing yang masuk yang sekiranya dapat memberikan dampak negative dalam mengubah tatanan dan budaya bangsa Indonesia. Semakin cepatnya perubahan-perubahan yang terjadi, dalam era globalisasi ini menuntut peranan agama secara aktif sebagai alternative dan filter terhadap masalah tersebut.
Untuk membentuk generasi bangsa yang berkualitas itu diperlukan suatu proses yang dapat menunjang kearah pembentukan sumber daya manusia Indonesia yang utuh dalam pengertian manusia Indonesia yang memiliki indentitas kejuangan yang kuat, yang dilandasi oleh nilai- nilai keagamaan yang diyakininya. Salah satu proses pembentukan sumber daya manusia itu adalah melalui pendidikan agama.
Pada dasarnya proses pendidikan agama tidak dapat dipisahkan dari Sistem Pendidikan Nasional yang telah digariskan. Sistem Pendidikan Nasional kita mengharapkan bahwa setiap jenjang pendidikan yang ada di Indonesia di dasari dengan asas Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan sistem pendidikan inilah tujuan pendidikan nasional dapat dicapai.Yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami dan menghayati serta mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan pengajaran dan atau latihan. Dalam kurikulum tingkat SMA mata pelajaran PAI terdiri dari aqidah, fiqih, Alqur’an Hadist dan Sejarah Kebudayaan Islam. Dalam pembahasan ini PAI yang diutamakan adalah pendidikan aqidah (tauhid). Karena aqidah merupakan aspek yang sangat fundamental dalam kehudupan seseorang, Aspek inilah yang dapat melandasi keimanan seorang muslim sehingga dapat menjawab tantangan keragaman keyakinan beragama yang ada didunia.
Dalam beberapa dasawarsa ini dengan adanya transisi demokrasi yang tidak hanya memberikan kebebasan dalam ideologi politik tetapi juga kebebasan dalam keyakinan beragama membuat kehidupan beragama di Indonesia diwarnai dengan munculnya banyak aliran baru dalam Islam. Dan yang lebih parah lagi, munculnya kelompok aliran ini mengatasnamakan diri sebagai bagian Islam tetapi tidak menjalankan ibadah yang sesuai dengan tuntunan agama Islam yang syar’i.
Munculnya aliran-aliran tersebut merupakan fenomena gunung es dalam kehidupan spiritual di masyarakat. Tak sedikit dari penganut aliran ini mengaku sebagai nabi atau utusan Tuhan. Mereka menawarkan berbagai jalan keselamatan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Hal ini sesuai dengan hadist nabi yang menyebutkan bahwa umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan : Artinya : “Rasulullah SAW bersabda bahwa Yahudi terpecah menjadi 71 golongan, satu golongan masuk surga dan yang lainnya masuk neraka.Nasrani terpecah menjadi 72 golongan, satu golongan masuk surga dan yang lainnya masuk neraka.Dan umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, yang satu di surga dan yang 72 golongan di neraka. Ditanyakan kepada beliau, “Siapakah mereka yang masuk surga itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab “ Al-Jama’ah “. (HR.Ibnu Majah dan At-Turmudzi) Setelah sebelumnya umat Islam Indonesia dihebohkan dengan kehadiran
Lia Aminuddin yang mengaku mendapat wahyu dari Jibril dan mendirikan agama baru bernama “ Salamullah “. Kini yang paling baru adalah hadirnya Nabi baru pengganti Nabi Muhammad Saw yang berasal dari Gunung Bunder yang bergelar “ Al Masih Al Ma’wud “ membuat beberapa kalangan dari ormas-ormas dan lembaga sosial keagamaan (seperti NU, Muhammadiyah, FPI dan lainnya) menghujat bahwa kedua aliran tersebut dan beberapa lairan yang sejenis sebagai aliran sesat. Bahkan MUI mengeluarkan fatwa bahwa aliran ini sesat. Aliran sesat atau dalam istilah gerakan sempalan digunakan sebagai sebuatan untuk berbagai gerakan atau aliran agama yang dianggap aneh alias menyimpang dari aqidah, ibadah, amalan atau pendirian mayoritas umat. Gerakan sempalan adalah gerakan yang menyimpang atau memisahkan diri dari ortodoksi yang berlaku. Dalam kasus umat Islam Indonesia masa kini ortodoksi “ mainstream” barangkali boleh dianggap diwakili oleh badan-badan ulama yang berwibawa dan besar seperti MUI,NU dan Muhammadiyah.
Walaupun pada akhirnya aliran sempalan ini telah dinyatakan sesat oleh MUI, tetap saja masih ada dampak negatif dari berdirinya beberapa aliran sempalan. Karena ada dari beberapa aliran ini sudah berdiri lebih dari puluhan tahun dan berasal dari luar negeri. Penganut aliran-aliran sempalan ini sebagain besar adalah para mahasiswa dan pelajar yang tersebar luas di Indonesia. Al- Qiyadah Al-Islamiyah berani mengklaim bahwa penganut mereka sebanyak 40.000 ribu orang dan sebagian besar adalah mahasiswa dan pelajar.4 Mereka adalah objek dakwah yang paling potensial untuk dijadikan pengikut aliran ini. Umumnya mereka membidik kalangan kaum muslimin yang tidak menguasai dasar agama yang kuat dan notabene tidak menekuni ilmu agama di pesantren atau lembaga pendidikan Islam yang formal maupun non formal.
Oleh sebab itu, upaya pencegahan harus segera dilakukan agar pelajar tidak terjebak dalam penistaan agama. Karena masa remaja merupakan masa kegoncangan jiwa dan pencarian jati diri siswa.5 Faktor keluarga dan longgarnya system pendidikan menjadi salah satu penyebab maraknya aliran sesat .Oleh karena itu, para guru harus meningkatkan tanggung jawab moral terhadap anak didiknya.
Dengan demikian untuk pembinaan aqidah siswa dalam hal ini siswa SMA dapat dilakukan melalaui lembaga pendidikan sekolah disamping lembaga pendidikan keluarga dan masyarakat, karena lembaga pendidikan sekolah adalah usaha sadar secara sistematis dan paramatis adalam membantu anak didik agar supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran agama dan salah satu faktor pendidikan di sekolah adalah guru.
Sebagaimana dikatakan Cece Wijaya dan A.Tabrani, guru merupakan faktor yang dominan dan paling penting dalam pendidikan formal pada umumnya. Karena guru bagi siswa sering dijadikan tokoh teladan bahkan menjadi tokoh identifikasi diri.6 Guru agama dalam hal ini mempunyai tugas yang sangat berat yaitu disamping ikut serta membina pribadi siswa, juga yang paling pokok adalah mengajarkan pengetahuan agama Islam kepada siswanya. Terlebih lagi dalam melindungi siswanya dari maraknya penyebaran ajaran Islam sempalan saat ini.
Oleh karenanya guru diharapkan dapat memberikan bentuk-bentuk nyata upaya pencegahan ini secara komunikatif, edukatif dan persuasif sehingga indikator terpengaruhnya siswa terjerat dalam ajaran Islam sempalan tidak sampai terjadi. Sekali lagi di sini guru agama memiliki peran penting untuk mencegahnya melalui interaksi yang edukatif dan intensif. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini berusaha untuk menjawab sebuah pertanyaan “ apakah ada pengaruh upaya preventif guru agama terhadap sikap siswa dalam menghadapi maraknya penyebaran ajaran Islam sempalan pada siswa di SMA X “.

B. Identifikasi Variabel dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Variabel
Menurut Sumadi Suryabrata variabel adalah segala sesuatu yang menjadi obyek pengamatan.7 Dari masalah penelitian di atas dapat dikenali variabel- variabel sebagai berikut :
a.. Upaya Preventif Guru Agama
Upaya preventif guru agama merupakan variabel bebas atau yang disebut dengan independet variabel. Upaya preventif guru agama ini diperkirakan akan mempengaruhi variabel lain. Untuk selanjutnya dalam penelitian ini akan diberi simbol huruf X
b. . Sikap siswa dalam menghadapi penyebaran ajaran Islam sempalan. Sikap siswa ini diperkirakan munculnya dipengaruhi oleh variabel lain, maka dalam penelitian ini akan diberi simbol huruf Y.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan variabel-variabel dan hubungan antara kedua variabel, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana upaya preventif guru agama dalam menghadapi penyebaran ajaran Islam sempalan pada siswa di SMA X ?
b. Bagaimana sikap siswa terhadap maraknya penyebaran ajaran Islam sempalan di SMA X?
c. Adakah pengaruh upaya preventif guru agama terhadap sikap siswa dalam menghadapi penyebaran ajaran Islam sempalan di SMA X ?

C. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Masalah
Penelitian tentang pengaruh upaya preventif guru agama terhadap sikap siswa dalam menghadapi penyebaran ajaran Islam sempalan pada siswa di SMA X ini mempunyai jangkauan yang luas. Namun karena adanya keterbatasan waktu, tenaga, dana dan kemampuan yang dimiliki penulis, maka ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada masalah sebagai berikut :
1. Bentuk-bentuk upaya preventif guru agama yang dilakukan di SMA X. Adapun bentuk bentuk upaya preventif ini berupa kegiatan atau aktivitas yang dilakukan guru agama meliputi, contoh sebagai berikut : mengadakan, memberi teladan, memberikan penjelasan, melengkapi, menciptakan, dan lain sebagainya.
2. Sikap siswa-siswi SMA X dalam menghadapi maraknya penyebaran ajaran Islam Sempalan.Adapun sikap yang dimaksud penulis disini adalah sikap menolak siswa terhadap ajaran Islam sempala. Sedangkan ajaran Islam sempalan yang peneliti maksudkan disini adalah munculnya berbagai macam aliran-aliran yang dianggap sesat misalnya saja, Ahmadiyah, LDII, Al Qiyadah Al Islamiyah, Lia Eden dan lain sebagainya.

D. Alasan Memilih Judul
1. Guru dalam hal ini adalah guru agama adalah sebagai orang tua kedua yang berada di sekolah. Tidak hanya sebagai transfer of knowledge tetapi juga sebagai seorang yang bertanggung jawab dalam melindungi anak didikya dari pengaruh negatif semacam ajaran-ajaran Islam yang menyempal. SMA X adalah salah satu sekolah yang memiliki guru-guru yang kritis terhadap masalah sosial yang ada. Mereka melakukan upaya yang kreatif, inovatif serta edukatif dalam melindungi anak didiknya dari pengaruh sesat.
2. Dari segi peserta didik, karakteristik yang dimiliki oleh siswa-siswi SMA X ini cenderung agamis dan taat dalam beribadah karena sekolah ini memiliki suatu wadah kegiatan keagamaan yang selalu aktif dalam berdakwah.

E. Definisi Operasional

** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **

F. Metode Penelitian

** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **

G. Sistematika Pembahasan

** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 22:58:00

Analisis Nilai-Nilai Profetik Dengan Kerangka Filsafat Pendidikan Dan Implikasinya Bagi Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam

(Kode PEND-AIS-0016) : Analisis Nilai-Nilai Profetik Dengan Kerangka Filsafat Pendidikan Dan Implikasinya Bagi Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Studi atas Pemikiran Kuntowijoyo)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dunia yang senantiasa berkembang, berkonsekuensi pada perubahan realitas, baik yang tampak ataupun tidak tampak. Umat Islam pun mau tidak mau, suka tidak suka harus mampu menyesuaikan diri atau berdinamisasi dengan perkembangan global yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta industrialisasi yang massif. Transformasi (perubahan) sosial umat Islam guna menyelaraskan dengan tuntutan zaman, tentunya, harus tetap dalam bingkai ajaran Islam. Maka agama harus mampu menjawab persoalan-persoalan kontemporer yang muncul.
Relevansi penafsiran agama dalam merespon perubahan dunia yang begitu dahsyat menjadi sebuah tuntutan. Sebagaimana dilansir oleh Mun'im A. Sirry bahwa saat ini umumnya, agama yang kehilangan kemampuan untuk merespon secara kreatif perubahan sosial, kerap menampakkan wajah fundamentalistiknya. Jika agama gagal membimbing umatnya, maka agama akan memasung pengikutnya pada lembah kebingungan, kefrustasian, dan pada akhirnya memunculkan reaksi destruktif, konflik, dan kekerasan. Dengan kata lain, kesulitan dalam mengatasi perubahan sosial dapat menyebabkan agama kehilangan pengaruh dan relevansinya.
Menurut Kuntowijoyo, pemahaman terhadap ajaran Islam, lebih khusus lagi pada aspek teologi memerlukan penafsiran-penafsiran baru dalam rangka memahami realitas yang senantiasa berubah. Usaha melakukan reorientasi pemahaman keagamaan, baik secara individual maupun kolektif adalah untuk menyikapi kenyataan-kenyataan empiris menurut perspektif ketuhanan. Jadi, ajaran agama perlu diberi interpretasi atau tafsir baru dalam rangka memahami realitas.
Tafsir baru dalam rangka memahami realitas ini dapat dilakukan dengan cara mengelaborasi ajaran agama ke dalam bentuk suatu teori sosial. Ini dipilih karena akan mampu merekayasa perubahan melalui bahasa yang obyektif dan lebih menekankan bahwa bidang garapannya lebih bersifat empiris, historis, dan temporal. Ruang lingkup yang menjadi sasaran dari teori sosial ini adalah pada rekayasa untuk transformasi sosial. Maka muncullah konsep ilmu sosial yang dicetuskan oleh Kuntowijoyo, yaitu Ilmu Sosial Profetik (ISP). ISP adalah ilmu sosial yang tidak hanya menjelaskan dan mengubah fenomena sosial, tetapi juga memberi petunjuk ke arah mana transformasi itu dilakukan, untuk apa dan oleh siapa.
ISP secara sengaja memuat kandungan nilai- nilai dari cita-cita perubahan yang diidamkan masyarakat. Nilai ini diderivasikan dari misi historis Islam sebagaimana yang terkandung dalam Al-Qur’an Surat Al-Imran ayat 110, yang artinya :
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah”
Tiga muatan nilai sebagai karakterik ISP dari ayat di atas adalah : 1) humanisasi (menyuruh kepada yang ma’ruf atau menegakkan kebaikan), 2) liberasi (mencegah kemunkaran), dan 3) transendensi (beriman kepada Allah).5 Asal usul pemikiran ISP Kuntowijoyo ini diilhami oleh tulisan-tulisan Muhammad Iqbal dan Roger Garaudi. Dalam buku Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam karya Iqbal, diungkapkan pengalaman Nabi Muhammad yang telah sampai ke tempat yang paling tinggi, yang menjadi dambaan setiap insan, tetapi Nabi Muhammad tetap kembali ke dunia untuk menunaikan tugastugas kerasulannya. Nabi Muhammad menjadikan pengalaman itu sebagai kekuatan psikologis untuk mengubah kemanusiaan. Sunnah nabi ini yang dinamakan etika profetik . Dari Roger Garaudy, konsep filsafat profetik-nyalah yang mengilhami Kuntowijoyo, yaitu anjuran agar umat manusia memakai filsafat kenabian dari Islam dengan mengakui wahyu, karena filsafat barat sudah ‘membunuh’ Tuhan dan manusia (Garaudy, 1982 : 139-168).6
Pemaknaan atas ayat Al Qur’an yang dikemukakan oleh Kuntowijoyo di atas, dalam pandangan Abdul Munir Mulkhan, ditempatkan sebagai cara atau metode penerapan ajaran Islam dalam realitas kehidupan empirik. Jadi, bagaimana sebuah makna itu berhubungan dengan penyelesaian problem kehidupan.
Menanggapi konsep ISP Kuntowijoyo ini, M. Syafii Anwar dalam Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia menyebut pemikiran Islam Kuntowijoyo sebagai pemikiran ‘Islam Transformatik’, yaitu pemikiran yang bertolak dari pandangan dasar bahwa misi Islam yang utama adalah kemanusiaan. Ia menambahkan, bahwa transformasi Islam idealnya merujuk pada pemecahan-pemecahan masalah empiris dalam bidang ekonomi, pengembangan masyarakat, penyadaran hak-hak politik rakyat, orientasi keadilan sosial, dan lainnya sehingga masyarakat bebas dari belenggu ketidakadilan, kebodohan, dan keterbelakangan.
Senada dengan M. Syafii Anwar, Andar Nubowo menyatakan corak pemikiran Kuntowijoyo adalah sebuah teologi yang mampu menggerakkan rakyat di bawah untuk mengubah dirinya dan berperan dalam perubahan sosial yang mendasar. Di sini, Islam dimaknai sebagai sumber refleksi dan aksi gerakan transformasi sosial untuk memecahkan problem ketertindasan, keterbelakangan sebagai efek dari globalisasi dan neoliberalisasi. Islam Transformatif menghendaki agama sebagai ruang transformasi sosial yang mampu melakukan pemberdayaan (empowerment) terhadap masyarakat. Dalam konteks ini, Islam dapat menemukan ruang artikulasi baru yang mampu menciptakan praksis sejarah yang lebih adil. Sesuai dengan pesan fundamental Islam yang terbuka, Islam harus terus memiliki tafsiran-tafsiran baru yang memberikan inspirasi terhadap counter hegemony sistem yang menindas, dan berpihak pada kaum miskin yang termarginalkan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mengarahkan pada terbentuknya masyarakat industrial yang mengglobal dengan berbagai karakteristik dan persoalan yang ditimbulkan. Dalam pandangan Ian Suherlan, masyarakat industrial akan melaju di tengah-tengah mesin-mesin politik dan mesin-mesin pasar yang salah satu dampaknya adalah munculnya kekejaman kemiskinan, keangkuhan teknologi, dan pemerasan. 9 Masyarakat industri adalah masyarakat yang penuh intrik dan persaingan, penuh dengan resiko. Penindasan secara individual maupun kolektif, secara kultur atau struktur, sangat mungkin terjadi. Di sini, Islam harus mampu memperlihatkan perannya dalam mengatasi penindasan itu.
Disisi lain, kriminalitas, kemerosotan akhlaq, dan pola kehidupan yang melupakan Tuhan menjadi fenomena. Fakta ini menggambarkan seolah-olah agama tidak fungsional dalam masyarakat, tidak mampu menyelesaikan problematika kehidupan dan kemanusiaan. Menurut Kuntowijoyo, proses industrialisasi dan modernisasi akan selalu mengancam nilai-nilai agama (termasuk di dalamnya nilai-nilai kemanusiaan).
Pandangan Kuntowijoyo di atas, selaras dengan apa yang dikatakan oleh Syahrin Harahap (1998), bahwa salah satu ciri dari masyarakat industrial adalah terciptanya budaya dunia yang cenderung mekanistis, efisien, dan sekaligus tidak menghargai nilai dan norma yang secara ekonomi dianggap tidak menguntungkan.11 Implikasi lanjutannya adalah munculnya pribadi-pribadi yang miskin spiritual; menjatuhkan manusia dari makhluk spiritual ke lembah materialindividualistis; eksistensi Tuhan hanya berdiam di relung pemikiran, diskusi, khutbah-khutbah baik lisan maupun tulisan; dan mengalami frustasi eksistensial (existential frustation) dengan ciri-ciri : hasrat yang berlebihan untuk berkuasa (the will to power), bersenang-senang mencari kenikmatan (the will to pleasure) dengan uang-kerja-seks, dan perasaan hidup tanpa makna, seperti bosan, apatis, dan tak punya tujuan. Lebih jauh lagi, peran agama digeser hanya menjadi persoalan akhirat yang tidak memiliki keterpautan dengan perkembangan global dan orientasi serta pembangunan masa depan.
Dari berbagai problematika di atas, maka harus ada nilai-nilai ideal yang diharapkan mampu meng-counter atau mengatasi problematika tersebut. Agama sebagai pegangan hidup manusia serta merupakan sumber nilai menjadi harapan untuk itu. Maka disini tampak pentingnya nilai- nilai humanisasi, liberasi, dan transendensi yang dicetuskan oleh Kuntowijoyo, yang dipetik dari Al-Qur’an sebagai pedoman hidup dan sumber nilai bagi umat Islam dalam mengantisipasi dan mengatasi kecenderungan masyarakat industrial tersebut.
Humanisasi, dalam pandangan Kuntowijoyo dimaksudkan sebagai memanusiakan manusia, yaitu upaya menempatkan posisi manusia sebagai makhluk yang mulia sesuai dengan kodrat atau martabat kemanusiaannya.13 Berdasarkan pemahaman ini, maka konsep humanisasi Kuntowijoyo berakar pada humanisme-teosentris, yaitu manusia harus memusatkan diri kepada Tuhan, tetapi tujuannya adalah untuk kepentingan manusia sendiri.14 Adapun liberasi yang dimaksud Kuntowijoyo adalah nilai- nilai yang memiliki tanggung jawab profetik untuk membebaskan manusia dari kekejaman kemiskinan, pemerasan kelimpahan, dominasi struktur yang menindas dan hegemoni kesadaran palsu. 15
Transendensi adalah unsur terpenting dari ajaran sosial Islam yang terkandung dalam ISP dan sekaligus menjadi dasar dari dua unsur lainnya, yaitu humanisasi dan liberasi. Yang dimaksud transendensi dalam pandangan Kuntowijoyo adalah konsep yang diderivasikan dari tu’minuuna bi Allah (beriman kepada Allah), atau bisa juga istilah dalam teologi (misalnya persoalan Ketuhanan, makhluk-makhluk ghaib).16 Kuntowijoyo melanjutkan, transendensi ini akan memberi arah ke mana dan untuk tujuan apa humanisasi dan liberasi itu dilakukan. Adapun bagi umat Islam, transendensi tentunya beriman kepada Allah SWT. 17
Sementara dalam pandangan Muhammadun AS, saat ini perlu kiranya umat beragama meneguhkan kembali semangat profetik agama di tengah masyarakat dewasa ini, sebagaimana dicetuskan oleh Kuntowijoyo. Humanisasi (moderasi dalam pandangan Muhammadun) adalah bagaimana agama mampu menjadi perangkat dalam menegakkan kebajikan di muka bumi. Agama adalah spirit manusia untuk melakukan kerja-kerja sosial dalam rangka membawa kemaslahatan bagi semesta alam. Agama akan selalu berdiri tegak memberikan pencerahan, baik melalui ritualitas maupun transformasi sosial. Sementara liberasi adalah menempatkan agama sebagai kekuatan untuk membebaskan manusia dari berbagai ketidakadilan, kesewenang-wenangan, dan kriminalitas sosial lainnya. Spirit pembebasan yang lahir dari agama akan menjelma menjadi kekuatan revolusioner karena didukung oleh teks-teks ayat suci. Sedangkan transendensi adalah menempatkan agama sebagai ruh terhadap segala perilaku umat manusia. Misi transenden akan selalu menempatkan perilaku manusia sebagai perilaku yang mendapatkan ”legitimasi penuh” dari Sang Pencipta. Atau dengan kata lain, transendensi adalah wujud transformasi Sang Pencipta kepada alam semesta yang diwakilkan kepada makhluk-Nya yang bernama manusia.18
Upaya menanamkan dan memupuk nilai-nilai humanisasi, liberasi, dan transendensi akan lebih efektif dilakukan melalui proses pendidikan. Proses pendidikan, tidak akan pernah lepas dari penanaman nilai-nilai, guna membentuk profil manusia yang dewasa secara pola pikir, sikap, dan tingkah laku serta berakhlakul karimah.
Hal ini selaras dengan apa yang dinyatakan oleh Imam Barnadib, bahwa tugas pendidikan adalah sebagai perantara atau pembawa nilai- nilai yang ada di dalam ‘gudang’ di luar ke jiwa anak didik. Ini berarti bahwa anak didik itu perlu dilatih agar mempunyai kemampuan absorbsi yang tinggi.19
Salah satu komponen yang sangat penting dalam pendidikan adalah kurikulum. Kurikulum sebagai acuan atau program untuk mencapai tujuan pendidikan berpengaruh besar dalam membentuk output pendidikan berkualitas. Pun juga nilai- nilai yang tertanam dalam peserta didik juga bergantung pada nilainilai yang terkandung dalam kurikulum yang menjadi acuan. Terlebih lagi bila berbicara tentang Pendidikan Agama Islam (PAI), dimana penanaman nilai-nilai menjadi suatu hal yang dominan, yang akan berefek pada aspek afektif dan psikomotor sebagai wujud nyata kesalehan vertikal dan kesalehan horizontal dalam diri peserta didik.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji dan menganalisis konsep nilainilai profetik perspektif Kuntowijoyo dengan kerangka filsafat pendidikan, kemudian apa implikasinya bagi pengembangan kurikulum PAI. Yang dimaksud kurikulum PAI di sini adalah kurikulum PAI di jenjang menengah. Jenjang ini dipilih dengan asumsi bahwa output jenjang ini telah dianggap cukup dewasa secara fisik, psikis maupun intelektual dan mampu bereksistensi dalam kehidupan kemasyarakatan. Ditemukannya implikasi dari nilai-nilai profetik perspektif Kuntowijoyo terhadap pengembangan kurikulum PAI ini diharapkan dapat menjadi sebuah alternatif kriteria bagi pengembangan kurikulum PAI di masa depan.

B. Rumusan Masalah
Untuk menfokuskan kajian dan menghasilkan penelitian yang utuh, sistematis, dan terarah, maka penulis membatasi masalah yang dikaji yaitu Analisis Nilai- Nilai Profetik dengan Kerangka Filsafat Pendidikan dan Implikasinya Bagi
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Studi Atas Pemikiran Kuntowijoyo) sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep nilai- nilai profetik perspektif Kuntowijoyo?
2. Bagaimana analisis nilai-nilai profetik dengan kerangka Filsafat Pendidikan?
3. Bagaimana implikasi nilai-nilai profetik terhadap pengembangan kurikulum PAI?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian atau pengkajian ini sengaja dilakukan dengan tujuan :
1. Untuk mengetahui konsep nilai- nilai profetik perspektif Kuntowijoyo
2. Untuk mengetahui hasil analisis nilai- nilai profetik dengan kerangka Filsafat Pendidikan.
3. Untuk mengetahui implikasi dari nilai- nilai profetik terhadap pengembangan kurikulum PAI.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Ingin memberikan wawasan kepada seluruh elemen masyarakat, khususnya pelaku dan pemerhati pendidikan Islam tentang konsep nilai-nilai profetik perspektif Kuntowijoyo. Penulis ingin memberikan gambaran secara lugas dan gamblang tentang konsep nilai-nilai profetik yang diusung oleh Kuntowijoyo, dan penulis ingin menyampaikan bahwa perkembangan peradaban manusia dengan kemajuan pesat di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, serta industrialisasinya, menuntut respon yang komprehensif dari dunia pendidikan Islam, agar disatu sisi, pendidikan Islam tidak terlindas dan mampu beradaptasi dengan tuntutan zaman, sementara disisi lain, pendidikan Islam masih tetap memegang teguh nilai- nilai moral, etika, dan spiritualitas.
2. Ingin memberikan pengetahuan yang konstruktif kepada para akademisi dan pemikir pendidikan Islam, bahwa salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan kualitas pendidikan Islam adalah kurikulum. Maka pengembangan kurikulum yang komprehensif dan mampu berdialog dengan realitas global, mampu berdinamisasi dengan tuntutan zaman, serta responsif terhadap kecenderungan perubahan masyarakat, adalah sesuatu yang perlu (bahkan suatu keharusan)
3. Ingin memberikan sumbangsih pemikiran kepada praktisi dan akademisi pendidikan Islam dalam hal pengembangan kurikulum PAI. Bahwa pengembangan kurikulum PAI yang berbasiskan nilai-nilai profetik merupakan suatu keniscayaan dalam dunia pendidikan Islam agar output pendidikan ini mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan globalisasi tanpa kehilangan ruh keislamannya.

E. Definisi Operasional

** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **

F. Metode Penelitian

** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **

G. Sistematika Pembahasan

** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 22:56:00

Tugas Akhir D3 - Proses Penyiaran Acara Berita Kilas Peristiwa Di Radio X

(Kode ILMU-KOM-0027) : Tugas Akhir D3 - Proses Penyiaran Acara Berita Kilas Peristiwa Di Radio X

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Berita merupakan sesuatu yang baru (news) yang mengandung makna penting (significant) dan ada pengaruhnya terhadap siapa pun yang mendengarnya, serta menarik bagi pendengar. Radio merupakan media dengar, murah, merakyat dan bisa di dengarkan dimana-mana. Radio berfungsi sebagai media ekspresi, komunikasi, informasi, pendidikan dan hiburan. Radio memang memiliki kekuatan yang luar biasa dibandingkan media massa lainnya. Dimana hanya Radio yang mampu memberikan berita atau kabar paling baru untuk disiarkan pada pendengarnya.
Berdasarkan hal tersebut sebuah Stasiun Radio Berita X FM yang merupakan satu-satunya radio berita di wilayah X, dan bersemboyan “Jendela Informasi Terkini”, mempunyai sebuah Program acara yaitu Kilas Peristiwa.
Kilas Peristiwa adalah acara berita yang aktual, cepat, dan terpercaya. Yang diambil dari berbagai sumber dan belum dikeluarkan di media cetak, dimana berita dalam Kilas Peristiwa sangat berfungsi bagi masyarakat. Karena sebagai penyampai berita, hanya media elektronik yang dapat menyampaikan berita secara tepat, jelas dan aktual. Di sisi lain, hanya media eletronik Radio yang dapat selalu memperbarui berita dan menyiarkan berita terkini kepada Masyarakat.
Kilas peristiwa merupakan salah satu acara unggulan di Radio X FM, dimana program acara ini disiarkan setiap hari dari pukul 07.00 sampai dengan pukul 22.00 WIB, tetapi pada pukul 17.00 WIB Kilas Peristiwa ditiadakan, karena diganti dengan acara Buletin Sore. Acara Kilas Peristiwa ini banyak dinanti oleh pendengar, karena selalu menyajikan berita terkini yang sudah diringkas sehingga mudah untuk dipahami serta dimengerti dan belum sempat disiarkan oleh media cetak. Dalam acara Kilas Peristiwa, pihak X FM juga bekerjasama dengan pihak Dinas perhubungan, jadi pada acara Kilas Peristiwa pendengar juga bisa mendengarkan pantauan lalu lintas di sekitar Kota X dan sekitarnya, selain itu acara Kilas Peristiwa juga menyajikan Live Report, dimana para reporter X FM yang sedang bertugas di lapangan, menyiarkan secara langsung laporan mereka di daerah X dan sekitarnya melalui telepon dan On Air langsung pada acara Kilas Peristiwa.
Berbagai hal tersebut yang membuat program acara Kilas Peristiwa lebih unggul dari acara lainnya, dan lebih mendapat tempat di hati pendengar.

B. PERUMUSAN MASALAH
Radio berita merupakan media auditif (hanya bisa didengar). Tetapi murah, merakyat dan bisa dibawa kemana-mana. Radio berfungsi sebagai media ekspresi, komunikasi, informasi, pendidikan dan hiburan. Hingga saat ini memang belum ada definisi yang sangat tepat untuk menggantikan istilah radio News, kecuali kesepakatan bahwa news is big business. Dalam hal ini penulis mencoba untuk membahas Siaran Radio Berita X FM.

C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang ingin penulis bahas dalam perumusan masalah tersebut diatas antara lain sebagai berikut :
1. Tujuan Akademis
a. Untuk mempeluas wawasan pengetahuan penulis, khususnya di bidang pemberitaan Radio dan dunia produksi siaran radio pada umumnya yang nantinya bisa bermanfaat bagi penulis setelah lulus dan diterapkan pada dunia kerja.
b. Menerapkan dan mengaplikasikan ilmu teoritis yang telah didapat di bangku kuliah ke dalam praktik yang sesungguhnya
c. Mengetahui pola kerja dan perilaku pekerja profesional di X FM, dengan harapan dapat memiliki pengalaman dan belajar dari pengalaman tersebut.
2. Tujuan Administratif
Untuk memenuhi kewajiban sebagai Mahasiswa Diploma III Komunikasi Terapan dengan minat utama Penyiaran Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas X dalam memperoleh gelar Profesional Ahli Madya pada bidang Penyiaran.

D. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN PENELITIAN
Waktu :
Tempat :
Guna memenuhi Kuliah Kerja Media, maka penulis melaksanakan magang pada bagian Penyiaran Radio X FM terhitng mulai tanggal XXXX sampai pada tanggal XXXX. Penulis memilih Radio X FM sebagai tempat magang, dengan pertimbangan bisa mempelajari dunia keradioan khususnya radio berita. Karena dengan slogannya “Jendela Informasi Terkini”, Radio X FM berusaha memberikan informasi yang up to date tanpa mengesampingkan unsur intertain (menghibur) yang sekarang ini juga banyak dikembangkan oleh radio-radio lain di X. Namun karena fasilitas keradioan yang lengkap, maka penulis dapat lebih mendalami ilmu broadcast secara maksimal khususnya dalam program pemberitaan dan produksi siaran lain pada umumnya dengan berbagai fasilitas yang ada.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 22:52:00