(Kode PEND-AIS-0012) : Skripsi Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) Terhadap Kemandirian Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PAI Di SMP X
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Belajar mengajar adalah sebuah interaksi yang bernilai normatif. Belajar mengajar adalah suatu proses yang dilakukan dengan sadar dan bertujuan. Tujuan adalah sebagai pedoman ke arah mana akan dibawa proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar akan berhasil bila hasilnya mampu membawa perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap dalam diri anak didik.2
Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran adalah terwujudnya efisiensi dan efektifitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik.
Pihak-pihak yang terlibat dalam pembelajaran adalah pendidik (perorangan atau kelompok) serta peserta didik (perorangan, kelompok atau komunitas) yang berinteraksi edukatif antara satu dengan lainnya. Isi kegiatan adalah bahan (materi) belajar yang bersumber dari kurikulum suatu program pendidikan. Proses kegiatan adalah langkah-langkah atau tahapan-tahapan yang dilalui pendidik dan peserta didik dalam pembelajaran.3
Dalam interaksi edukatif unsur guru dan anak didik harus aktif, tidak mungkin terjadi proses interaksi edukatif bila hanya satu unsur yang aktif. Aktif dalam arti sikap, mental, dan perbuatan. Dalam sistem pengajaran dengan pendekatan keterampilan proses, anak didik harus lebih aktif daripada guru. Guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator.4
Ada tiga pola komunikasi antara guru dan anak didik dalam proses interaksi edukatif, yaitu komunikasi sebagai aksi, komunikasi sebagai interaksi, dan komunikasi sebagai transaksi.5
Komunikasi sebagai aksi atau komunikasi satu arah menempatkan guru sebagai pemberi aksi dan anak didik sebagai penerima aksi. Guru aktif, dan anak didik pasif. Mengajar dipandang sebagai kegiatan menyampaikan bahan pelajaran.
Dalam komunikasi sebagai interaksi atau komunikasi dua arah, guru berperan sebagai pemberi aksi dan penerima aksi. Demikian pula halnya anak, bisa sebagai penerima aksi, bisa pula sebagai pemberi aksi. Antara guru dan anak didik akan terjadi dialog.
Dalam komunikasi sebagai transaksi atau komunikasi banyak arah, komunikasi tidak hanya terjadi antara guru dan anak didik. Anak didik dituntut lebih aktif daripada guru, seperti halnya guru, dapat berfungsi sebagai sumber belajar bagi anak didik lain.
Namun realitas yang banyak terjadi saat ini adalah komunikasi sebagai aksi, guru masih menggunakan paradigma lama, guru mendominasi pembelajaran dan siswa dikondisikan pasif menerima pengetahuan. Guru memposisikan diri sebagai sumber pengetahuan (teacher oriented) dan siswa sebagai penyerap pengetahuan.
Untuk mengantisipasi timbulnya masalah seperti diatas, maka paradigma pembelajaran lama harus dirubah menjadi pembelajaran berpusat pada siswa (student oriented). Oleh karena itu, penguasaan dan penerapan model atau metode pembelajaran harus dapat mendorong siswa selalu aktif dan terlibat dalam setiap kegiatan pembelajaran adalah sangat penting.
Perkembangan model pembelajaran dari waktu ke waktu terus mengalami perubahan. Model-model pembelajaran tradisional kini mulai ditinggalkan berganti model pembelajaran yang lebih modern. sejalan dengan pendekatan kontruktivisme dalam pembelajaran, salah satu model pembelajaran yang kini banyak mendapat respon adalah model pembelajaran kooperatif.
Pada model pembelajaran kooperatif siswa diberi kesempatan untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan temannya untuk mencapai tujuan pembelajaran, sementara guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator aktivitas siswa. Artinya dalam pembelajaran ini kegiatan aktif dengan pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa dan mereka bertanggungjawab atas hasil pembelajarannya.
Secara sederhana "kooperatif" berarti mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu tim. Jadi, pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerjasama dan saling membantu untuk memahami mata pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai pelajaran.6
Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok kecil yang dibentuk dari siswa yang memiliki tingkat kemampuan, ras, suku, budaya dan jenis kelamin yang berbeda untuk saling membantu dalam belajar.7
Berdasarkan pengertian diatas belajar dengan model kooperatif dapat diterapkan untuk memotivasi siswa berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat teman, dan saling memberikan pendapat (sharing ideas).
Selain itu dalam belajar biasanya siswa dihadapkan pada latihan soal-soal atau pemecahan masalah. Oleh sebab itu, pembelajaran kooperatif sangat baik untuk dilaksanakan, karena siswa dapat bekerja sama dan saling tolong menolong mengatasi tugas yang dihadapinya.
Namun kenyataannya, para guru sering mengeluh bahwa hasil kegiatankegiatanya ini tidak seperti yang diharapkan. Siswa bukannya memanfaatkan waktu dengan baik untuk meningkatkan kemampuan mereka, tetapi malah memboroskan waktu dengan bermain, bergurau, dan sebagainya. Para siswa mengeluh tidak bisa bekerja sama dengan efektif dalam kelompok, siswa rajin dan pandai merasa pembagian tugas dan penilaian kurang adil, sedangkan siswa yang kurang rajin dan pandai merasa minder bekerja sama dengan temannya yang pintar.
Sebenarnya, pembagian kerja yang kurang adil tidak perlu terjadi dalam kerja kelompok jika mengajar benar-benar menerapkan prosedur model pembelajaran cooperative learning. Banyak pengajar hanya membagi siswa dalam kelompok lalu memberi tugas untuk menyelesaikan tanpa pedoman mengenai pembagian tugas. Akibatnya, siswa merasa ditinggal sendiri dan karena mereka belum berpengalaman, merasa bingung dan tidak tahu bagaimana harus bekerja sama menyelesaikan tugas tersebut. Kekacauan dan kegaduhanlah yang terjadi.8
Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa karakteristik, diantaranya :
1. Siswa belajar dalam kelompok secara bersama untuk menyelesaikan materi yang disajikan oleh guru.
2. Kelompok belajar dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
3. Kelompok belajar bila mungkin anggota kelompoknya terdiri dari ras, suku, budaya, dan jenis kelamin yang berbeda-beda.
4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.9
Dalam penelitian ini penulis menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe TAI. Hal ini dikarenakan pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah model pembelajaran individual dibantu kelompok atau TIM. Dalam penggunaan tim belajar yang terdiri dari 4-6 anggota kelompok yang berkemampuan bervariasi. TAI menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran individual.10
TAI dirancang untuk memuaskan kriteria berikut ini :
1. Dapat meminimalisasi keterlibatan guru dalam pemeriksaan dan pengelolaan rutin.
2. Guru setidaknya akan menghabiskan separuh dari waktunya untuk mengajar kelompok-kelompok kecil.
3. Operasional program tersebut akan sedemikian sederhananya sehingga para siswa dikelas dapat melakukannya.
4. Para siswa akan termotivasi untuk mempelajari materi-materi yang diberikan dengan cepat dan akurat tidak akan bisa berbuat curang atau menemukan jalan pintas.11
Namun dalam pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) bukan hanya tanggung jawab kelompok saja, tetapi masingmasing individu mempunyai tugas untuk individual. Jadi kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) adalah penggabungan antara pembelajaran individual dengan kelompok.
Disamping masalah pendekatan belajar yang masih didominasi oleh guru dan menempatkan siswa kepada obyek bukan subyek pendidikan. Pemikiran sementara adalah, pendidikan yang cocok untuk menghasilkan manusia yang hidup di dunia modern adalah pendidikan yang diarahkan untuk menghasilkan manusia yang mandiri. Mandiri adalah memiliki kebebasan batin di dalam mengenali pilihan-pilihan, mengambil pilihan-pilihan yang ada dan menanggung akibatnya, baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan.12
Sedangkan kemandirian dalam kamus bahasa Indonesia,13 arti kemandirian adalah hal atau keadaan dapat berdiri tanpa bantuan orang lain.
Adapun ciri-ciri kemandirian belajar adalah :
1. Ketidaktergantungan
Proses perkembangan dari masa bayi menjadi dewasa adalah merupakan suatu proses pertumbuhan untuk menjadi tak tergantung pada orang lain. Seorang bayi akan sepenuhnya tergantung pada dalam hal makanan, perlindungan, bimbingan, kasih sayang dari orang tuanya. Dalam hal perkembangan selanjutnya seorang anak akan lebih dapat berdiri sendiri.
2. Percaya Diri
Percaya diri adalah percaya terhadap kemampuan yang ada pada diri individu atau anak, bahwa individu mampu melaksanakan sesuatu membentuk dan menumbuhkan rasa percaya diri, anak haruslah banyak diberi kesempatan pada mereka untuk melakukan sesuatu dengan kemampuan yang dimilikinya, meskipun yang diperoleh kurang memuaskan.
3. Tanggung Jawab
Yang dimaksud tanggung jawab disini adalah bahwa anak telah mengerti tentang perbedaan antara yang benar dan salah, dan ia sadar bahwa ia harus menjauhi segala yang bersifat negatif dan mencoba membina diri untuk selalu menggunakan hal-hal yang positif.
4. Mampu Mengambil Keputusan
Dalam kehidupan sehari-hari orang tidak akan terlepas dari berbagai masalah yang harus diatasi dengan sebaiknya, kadang ada masalah yang dapat dipecahkan dengan berbagai cara alternatifnya, akan tetapi manakah yang tepat untuk dirinya dan mampu melaksanakannya. Disinilah diperlukan adanya kemampuan anak dalam mengambil keputusan.
Berangkat dari beberapa permasalahan yang ada, penulis menganggap perlu untuk mengetahui lebih lanjut tentang model pembelajaran yang lebih bisa untuk tidak menjadikan siswa hanya sebagai obyek, tetapi juga subyek. Dan agar siswa mampu merefleksikan dalam kehidupan sehari-hari dengan tidak bersikap individual saja, akan tetapi juga kelompok. Oleh karena itu peneliti mencoba mengadakan penelitian tentang “ Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) terhadap Kemandirian Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PAI di SMP X.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas tentang “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) terhadap Kemandirian Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PAI di SMP X Pelayaran X.”
Maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif tipe TAI di SMP X.
2. Bagaimana kemandirian belajar PAI yang dicapai siswa di SMP X.
3. Adakah pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) terhadap kemandirian belajar siswa pada mata pelajaran PAI di SMP X.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) di SMP X.
2. Untuk mengetahui kemandirian belajar PAI yang dicapai siswa di SMP X.
3. Untuk mengetahui adanya pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) terhadap kemandirian belajar siswa di SMP X.
Dengan menunjuk pada tujuan penelitian diatas, maka penulis berharap skripsi ini memberikan manfaat antara lain :
1. Hasil Penelitian ini nantinya dapat dijadikan suatu tambahan ilmu pengetahuan dalam dunia pendidikan.
2. Bagi sekolah yang bersangkutan agar dapat dijadikan perhatian yang serius bahwa seorang guru hendaknya mampu mengembangkan dan menerapkan model pembelajaran yang signifikan dengan dunia pendidikan saat ini, agar tidak monoton dalam KBM.
3. Diharapkan agar penulisan skripsi ini dapat menyumbangkan suatu kesimpulan yang kongkrit dan realitas yang berkaitan dengan tercapainya tujuan pendidikan Islam.
D. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami istilah judul penelitian, serta agar tidak terjadi kesimpangsiuran, maka akan dijelaskan definisi operasional dari judul penelitian “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) terhadap Kemandirian belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PAI di SMP X.
1. Pengaruh
Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang. 14
2. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan atau tim kecil, yaitu antara 4-6 orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, suku yang berbeda (heterogen).15
3. Tipe TAI (Team Assisted Individualization)
Adalah Pengajaran individual dibantu tim (kelompok) penggabungan pembelajaran kooperatif dengan pengajaran individual. 16
4. Kemandirian
Adalah Sifat yang tidak bergantung pada orang lain. Ia akan berusaha menyelesaikan masalah dalam hidupnya sendiri. Ia akan berusaha menggunakan segenap kemampuan, inisiatif, daya kreasi, kecerdasannya dengan sebaik-baiknya.17
5. Belajar
Adalah Perubahan yang relative permanen dalam hal perilaku, pemahaman atan emosi (seperti minat, sikap) sebagai akibat dari adanya pengalaman.18
Dengan demikian, dari penjelasan istilah-istilah yang terkandung dalam judul tersebut, maka dapat penulis tegaskan definisi operasional dalam penelitian ini ya itu Mengetahui Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) terhadap Kemandirian Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PAI di SMP X adalah seberapa besar hasil dari sesuatu yang telah direncanakan guru dalam pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) terhadap kemandirian belajar siswa pada mata pelajaran PAI di SMP X.
E. Hipotesis Penelitian
Dalam penelitian, hipotesis perlu ditetapkan terlebih dahulu sebagai titik tolak landasan untuk mendapatkan arah yang benar dan langkah yang tetap dalam melaksanakan penelitian. Yang dimaksud dengan hipotesis adalah dugaan yang mungkin benar atau mungkin salah. Hipotesis akan ditolak jika salah atau palsu, dan akan diterima jika fakta-fakta membenarkannya.19
Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto, hipotesis penelitian adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah penelitian sampai terbukti kebenarannya melalui data yang terkumpul.20 Penolakan dan penerimaan hipotesis dengan demikian sangat bergantung kepada hasil-hasil penelitian atau penyelidikan terhadap fakta-fakta yang terkumpul.
Bertolak dari rumusan masalah diatas, maka hipotesis yang akan dijawab dan dibuktikan dalam penelitian adalah :
1. Hipotesis Kerja/Hipotesis Alternatif (Ha) yaitu Hipotesis yang menyatakan adanya hubungan antara variabel X dan Y. 21 Dengan demikian hipotesis kerja dalam penelitian ini adalah : “Ada pengaruh antara model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) terhadap kemandirian belajar siswa pada mata pelajaran PAI di SMP X”.
2. Hipotesis Nol/Nihil (Ho) yaitu Hipotesis yang menyatakan tidak adanya pengaruh variabel X dan Y.22 Dengan Demikian hipotesis nol dalam penelitian ini adalah : “Tidak ada pengaruh antara model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) terhadap kemandirian belajar siswa pada mata pelajaran PAI di SMP X”.
F. Metode Penelitian
1. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian diartikan sebagai strategi mengatur latar penelitian memperoleh data yang valid sesuai dengan
*** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN ***
Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian korelasi, yakni penelitian yang berkaitan dengan pengumpulan data untuk menentukan ada atau tidaknya hubungan antara dua variabel atau lebih dan seberapakah tingkat hubungannya.24
Oleh karena itu yang dibicarakan selanjutnya adalah variabel penelitian. Adapun variabel penelitian adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. 25 Adapun dalam masalah “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) Terhadap Kemandirian Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PAI Di SMP X” terdapat 2 variabel :
a. Variabel bebas/Independent Variabel
Variabel bebas/independent variabel (disimbolkan dengan X), yaitu variabel yang mempengaruhi.26 Dalam penelitian ini model pembelajaran kooperative tipe TAI (Team Assisted Individualization) dapat diidentifikasikan sebagai variabel yang keberadaannya diprediksi akan mempengaruhi terhadap kemandirian belajar siswa.
b. Variabel terikat/Dependent variabel
Variabel terikat/Dependent variabel (disimbolkan dengan Y), yaitu variabel akibat, dalam penelitian ini tingkat kemandirian belajar siswa diidentifikasi sebagai dependent variabel yang diprediksi akan di pengaruhi oleh adanya model pembelajaran kooperatif tipe TAI.
2. Jenis Data
Data adalah sejumlah informasi yang dapat memberikan gambaran tentang suatu keadaan atau masalah, baik yang berupa angka-angka (golongan) maupun yang berbentuk kategori, seperti, baik, buruk, tinggi, rendah, dan sebagainya. Data penelitian pada dasarnya dikelompokkan menjadi data kualitatif dan data kuantitatif.27
a) Data Kualitatif, yaitu data yang hanya diukur secara tidak langsung. Dalam hal ini yang dimaksud antara lain gambaran obyek penelitian, sejarah berdirinya sekolah SMP X, serta pendeskripsian hasil observasi yang dilakukan terhadap pembelajaran kooperatif yang dilakukan di SMP X.
b) Data Kuantitatif, yaitu data yang hanya dapat diukur secara langsung, dalam hal ini data yang dimaksud antara lain data hasil prosentase aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran kooperatif, aktivitas siswa, hasil kemandirian belajar para siswa, data lain yang berupa angka.
3. Sumber Data
Sumber data adalah sumber dari mana data diperoleh, adapun sumber data dari penelitian ini adalah :
a) Sumber data primer
Sumber data primer adalah sumber informasi yang langsung mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap pengumpulan data dan penyimpanan data. Dalam penelitian ini yang termasuk sebagai sumber data primer adalah siswa yang terpilih menjadi sampel.
b) Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber informasi yang tidak secara langsung mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap pengumpulan data atau penyimpanan data. Dalam penelitian ini yang termasuk sumber data sekunder adalah kepala sekolah, guru PAI SMP X, serta data-data pendukung yang diperoleh dari sekolah.
4. Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian. Dengan demikian yang dimaksud dengan populasi dalam penelitian ini adalah subyek dalam suatu daerah atau lingkungan tertentu yang akan diteliti. Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh siswa SMP X.
5. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Menurut Arikunto, mengenai penarikan sampel adalah apabila subyeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian sampel. Selanjutnya jika jumlah subyeknya besar dapat diambil antara 10%-15% atau 20%-30% atau lebih.28
Berdasarkan pengertian diatas, maka sebagai sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Taruna X, yang terdiri dari 39 siswa. Karena jumlah dari populasi kurang dari 100, maka penelitian ini menggunakan sampel secara keseluruhan sebagai obyek penelitian.
6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
a. Observasi
Observasi adalah metode pengamatan dan pencatatan secara sistematis tentang fenomena-fenomena yang diselidiki.29 Observasi ini dilakukan untuk mengetahui kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dan siswa. Dalam arti luas, observasi sebenarnya tidak hanya terbatas pada pengamatan yang dilakukan baik secara lagsung maupun tidak langsung. Pengamatan secara tidak langsung misalnya melalui Questionnaire dan test. Adapun dengan cara observasi langsung yaitu pengamatan dan pencatatan secara langsung gejala-gejala yang diselidiki dalam situasi yang sebenarnya.
Tehnik ini digunakan dalam rangka mengamati proses penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) dan Kemandirian Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PAI kelas VIII di SMP X. Adapun instrument yang digunakan berupa cheklist.
b. Interview (wawancara)
Interview adalah cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematis dalam berlandaskan pada tujuan penelitian. 30
Metode digunakan dalam penelitian ini disamping untuk meyakinkan data yang diperoleh dalam angket, juga untuk mendukung data yang tidak dapat dijangkau oleh metode angket.
Dalam hal ini interview dilakukan terhadap WAKA Kurikulum dan guru mata pelajaran PAI dikelas VIII. Untuk mengetagui alasan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI, syarat-syarat khusus dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TAI, jumlah ideal siswa, minat dan antusias dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI. Sedangkan instrument pengumpulan datanya berupa pedoman wawancara.
c. Dokumentasi
Menurut Suharsimi Arikunto dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti : buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, dan sebagainya.31
Adapun maksud digunakannya metode dokumentasi dalam penelitian ini adalah agar peneliti lebih mudah mendapatkan data, karena data telah tersedia, sehingga dapat diperoleh data dalam waktu singkat.
Dalam hal ini untuk mengetahui sejarah, letak geografis, struktur organisasi, data guru, siswa, dan karyawan, visi dan misi, serta tata tertib.
d. Angket (Quesioner)
Angket adalah suatu alat pengumpul informasi dengan cara menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis oleh responden. 32
Tehnik ini untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh dari dua variabel, pada dasarnya metode ini merupakan cara pengumpulan data dengan cara menggunakan daftar-daftar pertanyaan yang langsung diajukan kepada responden. Tehnik ini digunakan untuk memperolah data tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) dan sejauh mana kemandirian belajar siswa.
7. Analisis Data
Analisis data merupakan inti dalam penelitian.Analisis data ini dilakukan dalam suatu proses yang pelaksanaanya mulai dilakukan sejak pengumpualan data yang di lakukan dan dikerjakan secara intensif yaitu sesudah meninggalkan lapangan.apabila datanya.telah terkumpul,maka lalu dikelasifikasikan menjadi dua kelompok data,yaitu data kua ntitatif yang berbentuk angka. Dan data kualitatif yang dinyatakan dalam kata-kata atau symbol. Data kualitatif yang berbentuk kata-kata tersebut disisikan untuk sementara,karena akan sangat berguna untuk menyertai dan melengkapi gambaran yang diperoleh dari analisis data kuantitatif.
Adapun metode analisa data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Data yang bersifat kualitatif,yaitu data yang digambarkan dengan kata atau kalimat.rumus yang digunakan adalah rumus prosentase,yaitu.
P = x100%
N F 33
Keterangan :
P = prosentase
F = frekuensi
N = jumlah responden.
Setelah mendapatkan hasil berupa prosentase,hasilnya dapat ditafsirkan dengan kalimat yang bersifat kualitatif sebagai beriku :
Baik : (76%-100%)
Cukup : (56%-75%)
Kurang Baik : (40%-55%)
Tidak Baik : (dibawah 40%)
b. Data yang kuantitatif,yaitu data yang digunakan untuk memberikan kesimpulan melalui angka-angka yang diperoleh dalam analisis statistik.dalam hal ini penulis mengunakan tehnis analisis produck moment dengan rumus;
*** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN ***
Dengan rumus diatas, maka akan diperoleh nilai korelasi (r x y). nilai r ini akan dikonsultasikan dengan nilai r dengan tabel r product moment, sehingga dapat diketahui, diterima atau tidaknya hipotesis yang penulis gunakan.
No Besar Nilai Interpretasi
1. 0,00-0,20 Antara Variabel X dan Y, tidak ada korelasi atau Sangat rendah.
2. 0,20-0,40 Antara Variabel X dan Y, ada korelasi rendah.
3. 0,40-0,70 Antara Variabel X dan Y, ada korelasi agak rendah..
4. 0,70-0,90 Antara Variabel X dan Y, ada korelasi Cukup atau sedang..
5. 0,90-1,00 Antara Variabel X dan Y, ada korelasi sangat kuat.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini, maka penulis membuat sistematika pembahasan sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan, yang terdiri dari beberapa sub pembahasan, yaitu latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab II : Kajian Teori, yang terdiri dari : Pertama, pembahasan kajian teori memuat tinjauan tentang teori-teori ysng melandasi pembelajaran kooperatif, pengertian pembelajaran kooperatif, keterampilan kooperatif, dan pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization)
Kedua, pembahasan memuat tinjauan tentang kemandirian belajar siswa pada mata pelajaran PAI yang meliputi; pengertian belajar mandiri, proses perkembangan kemandirian, sebab dan akibat anak tidak mandiri, ciri-ciri kemandirian belajar pada mata pelajaran PAI.
Ketiga, pembahasan memuat tinjauan Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe TAI (team assisted individualization) dalam meningkatkan kemandirian belajar siswa pada mata pelajaran PAI. Keempat, pembahasan tentang tinjauan Pendidikan agama Islam, yang meliputi pengertian pendidikan agama islam, tujuan pendidikan agama islam.
Bab III : Laporan hasil penelitian, menggambarkan secara umum SMP X, serta pendeskripsian data baik dokumentasi, observasi, wawancara, dan angket, serta analisis data statistik yang meliputi hasil observasi dan hasil angket.
Bab IV : Berisi kesimpulan dari hasil penelitian serta saran-saran demi perbaikan untuk SMP X.
Home » All posts
Skripsi Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization Terhadap Kemandirian Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PAI SMP X
Skripsi Pengaruh Implementasi Program Percepatan Belajar (Akselerasi) Terhadap Motivasi Belajar Siswa Pada Pelajaran Pendidikan Agama Islam Di SMAN X
(Kode PEND-AIS-0011) : Skripsi Pengaruh Implementasi Program Percepatan Belajar (Akselerasi) Terhadap Motivasi Belajar Siswa Pada Pelajaran Pendidikan Agama Islam Di SMA Negeri X
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan zaman serta perkembangan ilmu dan teknologi menurut penekanan pada perkembangan sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas agar mampu bersaing di era globalisasi dunia.
Untuk merealisasikan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi diperlukan berbagai faktor penunjang, satu-satunya yang diyakini paling efektif adalah pendidikan, sebagai gerbang utama. Pendidikan selalu mendapat perhatian yang utama bagi setiap bangsa karena pendidikan di legitimasi. Sebagai sarana dalam mewariskan nilai-nilai budaya, baik secara vertikal (antar generasi) maupun horisontal (antar kelompok budaya), serta sekaligus sebagai alat dan tujuan dalam perjuangan mencapai cita-citanya. Bahkan implikasi yang baik adalah pendidikan sebagai tolak ukur kemodernan suatu bangsa, semakin moderen bangsa tersebut.1
Pada hakikatnya, ditinjau dari aspek kemampuan dan kecerdasan, siswa dapat dikelompokkan ke dalam 3 strata, yaitu yang memiliki kemampuan dan kecerdasan dibawah rata-rata, rata-rata dan di atas rata-rata kelas. Siswa yang berada di bawah rata-rata memiliki kecepatan belajar siswa pada umumnya, sedangkan siswa yang berada di atas rata-rata memiliki kecepatan belajar di atas siswa pada umumnya.
Dalam komunitas kelas, sadar atau tidak disadari selalu di dapati beberapa siswa yang memiliki kemampuan belajar di atas rata-rata kelas. Dalam penelitian jumlah mereka sekitar 10% dari keseluruhan anggota kelas. Mereka mempunyai kemampuan lebih yang tidak bisa disamakan dan diperlukan sama dengan siswa lainnya.2 Dalam kelas reguler yang tidak memperoleh penanganan secara proporsional mereka dapat mengganggu teman lainnya. Ketika siswa normal menyelesaikan tugas kelas selama misalnya 50 menit, mereka yang berkemampuan di atas rata-rata biasanya akan menyelesaikan tugasnya misalnya 35 menit, kelebihan waktu ini akan berakibat kontrak produktif yang apabila berakumulasi akan menyebabkan gangguan kelas yang serius bagi individu siswa sendiri maupun kelas. Itulah sebabnya para pakar pendidikan menyarankan ada perlakuan khusus bagi siswa unggul (gifted) dengan penyelenggaraan pendidikan tersendiri secara terpisah atau melakukan kegiatan pengayaan enrichment materi pada kelas reguler.
Bagi siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan rata-rata, selama ini diberikan pelayanan pendidikan dengan mengacu pada kurikulum tersebut disusun terutama diperuntukkan bagi anak-anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan rata-rata. Sementara itu bagi siswa yang memiliki kemampuan di bawah rata-rata karena memiliki kemampuan di bawah siswa-siswa lainnya, di berikan pelayanan pendidikan berupa remidi (Remidial Teaching) sehingga untuk menyelesaikan materi kurikulum membutuhkan waktu lebih panjang dari pada siswa-siswi lainnya, sedangkan bagi siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata kini juga telah mendapat fasilitas pelayanan pendidikan berupa program percepatan belajar (akselerasi), siswa yang memiliki kecepatan dan kecerdasan di atas rata-rata sebenarnya mempunyai kebutuhan yang berbeda dari siswa lainnya, sehingga mereka dapat berprestasi sesuai dengan bakat dan potensinya.
Program percepatan belajar (akselerasi) merupakan pelayanan pendidikan yang berdiferensiasi yaitu memberikan pelayanan pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuan dan kecerdasan siswa dengan menggunakan kurikulum yang berdiversifikasi, yaitu kurikulum standart yang diimprovisasi alokasi waktunya sesuai dengan kecepatan belajar siswa.
Pelayanan pendidikan yang berdiferensiasi dengan menggunakan kurikulum yang berdiversifikasi dapat diimplementasi melalui penyelenggaraan sistem percepatan belajar (akselerasi). Dengan sistem percepatan belajar (akselerasi), siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa diberi peluang untuk menyelesaikan studi di SD kurang dari 6 Tahun (misalnya 5 tahun), di SMP dan SMA masing-masing kurang dari 3 tahun (misalnya 2 tahun), dengan menyelesaikan semua target kurikulum tanpa meloncat kelas.
Hal ini sejalan dengan amanat MPR yang tertuang dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999, bahwa arah kebijakan pendidikan antara lain adalah melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik. Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN) yang menegaskan bahwa warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus (pasal 8 ayat 2), dan setiap peserta didik mempunyai hak menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan. (Pasal 24 Butir 6).3
Penyelenggaraan program percepatan belajar (akselerasi) bagi siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa merupakan salah satu strategi alternatif yang relevan, karena siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa memiliki kecepatan belajar dan motivasi belajar diatas kecepatan belajar dan motivasi belajar siswa lainnya. Strategi alternatif ini disamping bertujuan untuk memberikan pelayanan pendidikan sesuai dengan potensi siswa juga bertujuan untuk mengimbangi kekurangan yang terdapat pada strategi klasikal masal. Dengan adanya strategi alternatif klasikal-masal diabaikan, melainkan perbedaan terletak pada internsitas dan ekstensitas perhatian yang diberikan kepada peserta didik kondisinya.
Dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, pendidikan agama merupakan pendidikan wajib dan harus diberikan pada setiap siswanya sesuai dengan agamanya masing-masing mulai dari TK sampai Perguruan Tinggi. Hal ini sudah dirancangkan sejak tahun 1996, hasil dari sidang MPRS untuk memperkuat keputusan tersebut maka dalam sidang selanjutnya, tahun 1973, 1978 dan 1983 bahkan sampai sekarang senantiasa ditegaskan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah dalam semua tingkat dan jenjang pendidikan. 4 Hal ini bertujuan untuk melandasi pengetahuan siswa dengan nilai-nilai agama demi terciptanya manusia intelektual religius menuju pembangunan bangsa yang berkeadilan sosial.
PAI merupakan proses transformasi dan realisasi nilai-nilai ajaran Islam atau fungsi rububiyah melalui pembelajaran baik formal maupun nonformal kepada siswa untuk dihayati dipedomani, dan diamalkan dalam kehidupan seharihari, dalam rangka menyiapkan dan membimbing serta mengarahkannya agar nantinya mampu melaksanakan tugas khilafah di muka bumi dengan sebaikbaiknya. 5
Pendidikan Agama Islam mengambil peranan dalam usaha mengimbangkan potensi peserta didik menuju pembangunan manusia Indonesia seutuhnya sesuai dengan tujuan nasional yang dicita-citakan. Pendidikan Agama Islam merupakan subsistem dari sistem pendidikan nasional, sehingga pendidikan agama Islam harus diselenggarakan sebaik-baiknya dengan strategi dan perencanaan yang matang.
Secara ideal Pendidikan Agama Islam berusaha menghantarkan manusia mencapai keseimbangan secara menyeluruh, mengembangkan semua aspek dalam kehidupan manusia meliputi spiritual, intelektual, imajinasi baik dalam kehidupan individu maupun kelompok serta senantiasa memberikan dorongan bagian kedinamisan. Aspek-aspek tersebut menuju kebaikan dan pencapaian kesempurnaan hidup.
Berangkat dari realitas di atas, penulis tertarik untuk meneliti pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri X di mana ada satu program khusus, sehubungan dengan perlakuan terhadap siswa yang berprestasi, yaitu program percepatan kelas (akselerasi), program ini bertujuan untuk membantu peserta didik yang mempunyai kemampuan dan prestasi tinggi untuk lebih cepat menyelesaikan pendidikan sekolah lanjutan atas, sehingga siswa tidak harus menyelesaikan pendidikan lanjutan atasnya selama 3 tahun, melainkan cukup hanya 2 tahun.
Program percepatan belajar (akselerasi), pada dasarnya merupakan salah satu program pendidikan khusus bagi anak-anak berbakat, tapi program ini diterapkan untuk pendidikan umum sebagai gagasan baru pemerintah Indonesia dalam upaya inovasi pendidikan dan baru dilaksanakan pada tahun pelajaran 2001-2002, untuk tingkat SD, SLTP dan SMU yang diawali dengan penunjukan terhadap sekolah pada tingkat propinsi. Ada hal yang menarik dalam pelaksanaan program akselerasi ini, bahwa pendidikan Agama Islam tidak bisa dicapai hanya dengan penguasaan kognitif saja, akan tetapi perlu adanya penghayatan (afeksi) serta pengamatan (psikomotroik) dalam kehidupan sehari-hari-. Di sinilah timbul permasalahan, apakah dengan percepatan kelas yang notabene menekankan pada penguasaan kognitif Pendidikan Agama dapat dilaksanakan dengan optimal? Oleh karena itu, perlulah kiranya suatu penelitian terhadap penyelenggaraan tahun berikutnya maupun terhadap penyelenggaraan sekolah-sekolah lain.
Berangkat dari latar belakang permasalahan tersebut, maka penulis terdorong untuk mengadakan penelitian tentang implementasi program percepatan belajar (akselerasi) dalam meningkatkan motivasi belajar siswa pada pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri X. Karena di SMA Negeri X inilah program akselerasi ini diadakan dan pelaksanaan program akselerasi Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri X yang menjadi faktor peneliti ini adalah dasar dan tujuan PAI, materi, metode, media dan penerapannya.
B. Rumusan Masalah
Terkait dengan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan program percepatan belajar (akselerasi) dilaksanakan di SMA Negeri X?
2. Bagaimana motivasi belajar siswa pada pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri X?
3. Bagaimana implementasi program percepatan belajar (akselerasi) dalam meningkatkan motivasi belajar siswa pada pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri X?
C. Alasan Pemilihan Judul
1. Penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan program percepatan belajar (akselerasi) karena program ini merupakan ide baru sebagai upaya inovasi pendidikan diindonesia, khususnya pelaksanaan pembelajaran PAI.
2. Masyarakat dewasa ini banyak mengeluhkan mutu pendidikan terutama berkaitan dengan peranannya dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan kepribadian untuk memasuki era globalisasi inovasi pendidikan yang telah ditepuh selama ini belum memberikan hasil yang dicita–citakan.
3. Siswa yang mengikuti akselerasi terutama atau berlomba–lomba menjadi yang terbaik sehingga lulus SMA cuma 2 tahun.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan Penelitian
a) Untuk mengetahui pelaksanaan program akselerasi di SMA Negeri X.
b) Untuk mengetahui dan mendiskripsikan motivasi belajar siswa pada pelajaran Pendidikan Agama Islam SMA Negeri X.
c) Untuk mengetahui sejauh mana implementasi program percepatan belajar (akselerasi) dalam meningkatkan motivasi belajar siswa pada pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri X.
b. Manfaat penelitian
Adapun Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :
a) Manfaat teoritis bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam bidang pendidikan dan dapat menyumbangkan bangunan khazanah perkembangan ilmu pengetahuan
b) Manfaat sosial praktis, maksudnya hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan atau masukan bagi semua pihak yang berkepentingan terutama institusi pendidikan Islam.
c) Informasi yang diperoleh dari penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh guru bidang studi yang akan mengajar pada kelas percepatan belajar. Dengan adanya informasi tersebut diharapkan guru akan lebih memperhatikan dan menerapkan strategi yang tepat bagi siswa cerdas dan pandai yang telah terpilih masuk program percepatan belajar (akselerasi).
E. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah penjelasan apa yang dimaksudkan oleh istilah–istilah inti yang menjadi judul penelitian ini. Penjelasan ini mempunyai tujuan tertentu sebagai berikut :
1. Agar dapat diketahui mana istilah–istilah tersebut saat penelitian dilakukan dan perubahannya, jika pada masa mendatang terjadi perubahan makna atau arti sebagai hasil dari suatu perkembangan.
2. Tidak terjadi kesalahpahaman mengenai pengertian yang dipakai dan fakta yang dikaji saat penelitian dibuat.
3. Peneliti bisa memberikan diskriptif dari judul yang diangkat sebagai bahan pengetahuan yang dikaji.
Adapun penelitian ini yang berjudul ”Implementasi Program Percepatan Belajar (AKSELERASI) dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Pada Pelajaran Pendidikan Agama Islam Di SMA Negeri X”.
Istilah-istilah yang perlu dioperasionalkan yaitu :
a. Implementasi : merupakan suatu proses penerapan ide, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan, pengetahuan, keterampilan maupun nilai dan sikap.6
b. Program percepatan belajar : salah satu program layanan pendidikan khusus bagi peserta didik oleh guru telah diidentifikasi memiliki kemampuan intelektual umum pada taraf cerdas, memiliki kreatifitas dan keterkaitan terhadap tugas diatas rata-rata untuk dapat menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar mereka.7
c. Meningkatkan : meningkatkan, mempertinggi dan memperhebat.8
d. Motivasi belajar : motivasi belajar terdiri dari 2 kata yaitu “motvasi” dan “belajar”. Sedangkan yang dimaksud motivasi adalah dorongan dari dalam yang digambarkan sebagai harapa, keinginan dan sebagainya, yang bersifat menggiatkan atau menggesrkkan individu untuk bertindak atau bertingkah laku, guna memenuhi kebutuhan. 9 Sedangkan yang dimaksud belajar adalah perubahan tingkah lakuberkat pengalaman dan pelatihan positif.10
e. Pendidikan agama islam : usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.11
Berdasarkan penjabaran arti dalam judul diatas dapat diambil maksud dari penulisan skripsi ”implementasi program percepatan belajar (akselerasi) dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Pada Pelajaran pendidikan Agama Islam Di SMA Negeri X” adalah merupakan suatu proses percepatan yang dilakukan oleh tenaga pendidikan dalam rangka meningkatkan belajar bagi siswa–siswai dalam pendidikan agama Islam di SMA Negeri X.
F. Hipotesa
Hipotesa dapat diartikan dengan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian samapai terbukti melalui data yang terkumpul.12 Hal ini terbukti dia akan ditolak dan diterima jika fakta-fakta membenarkannya.
Berkaitan dengan ini penulis menggunakan hipotesa kerja sebagai kesimpulan sementara, yaitu dengan rumusan sebagai berikut :
1. Ha : hipotesa kerja atau hipotesa alternatif
Yaitu hipotesa yang menyatakan adanya hubungan antara variabel X dan Y (independent atau dsependent variabel). Jadi hipotesa kerja (Ha) dalam penelitian ini adalah :
”Ada pengaruh implementasi akselerasi dalam meningkatkan motivasi belajar siswa”.
2. Ho : hipotesa nol atau hipotesa nihil
Yaitu hipotesa yang menyatakan adanya hubungan antara variabel X dan Y (independent atau dsependent variabel). Jadi hipotesa nihil (Ha) dalam penelitian ini adalah :
”Tidak ada pengaruh implementasi akselerasi dalam meningkatkan motivasi belajar siswa”.
G. Metode Penelitian
1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Metode penelitian ini adalah cara kerja yang diambil oleh peneliti dalam usaha untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data serta memformulasikan dalam bentuk laporan.
Penelitian ini menggunkan pendekatan studi deskriptif. Deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan dan meringkaskan berbagai kondisi, situasi atau berbagai variable yang timbul di masyarakat yang menjadio objek penelitian tersebut. Kemudian menarik kepermukaan sebagai suatu cirri atau gambar tentang kjondisi, situasi atau variable tertentu.
Penelitian ini juga bersifat kuantitatif karena penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang memerlukan perhitungan atau analisis untuk memperoleh kebenaran datri hipotesis secara keseluruhan, penelitian ini akan menggarmbarkan pengaruh sabab akibat dari variable bebas terhadap variable terikat, variable dalam penelitian ini terdiri atas :
b. Variabel bebas atau independent variable (X)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah implementasi program percepatan belajar.
c. Variabel terikat atau dependent variable (Y)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah motivasi belajar siswa kelas XI di SMA Negeri X
Jenis penelitian ini penulis menggunakan korelasional. Dalam penelitian jenis ini, peneliti berusaha menghubungkan suatu variable dangan variable lain untuk memahami suatu fenomena dengan cara menentukan tingkat atau darajat hubungan diantara variable-variabel.
Kemudian mengenai rancangan penelitian, merupakan sebuah rencana yang akan dibuat si peneliti sebagai kegiatan yang akan dilaksanakan. Adapun rancangan penelitian ada beberapa tahapan diantaranya; menentukan masalah, penelitian, pengumpulan data dan analisa data.
Rancangan penelitian ini secara garis besar dibagi menjadi tiga tahap sebagai berikut :
Tahap pertama : penentuan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI akselerasi di SMA Negeri X, sample yang diambil adalah 100%.
Tahap kedua : penelitian instrument, penelitian ini menggunakan instrument berupa angket yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang implementasi program percepatan belajar (akselerasi) dalam meningkatkan motivasi belajar siswa pada pelajaran pendidikan agama islam di SMA Negeri X
Tahap ketiga : penentuan metode analisa data, analisa data yang digunakan ialah analisa data statistik product moment untuk mengetahui ada tidaknya masalah yang terjadi pada variabel-variabel penelitian.
2. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi diartikan keseluruan subjek penelitian. Populasi juga dapat diartikan sebagai kumpulan kasus yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian.13
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas XI akselerasi yang berjumlah 16 orang.
b. Sampel
Sample adalah sebagai atau wakil populasi yang akn diteliti.14 Maksudnya menjadi sumber sebenarnya dari penelitian. Pengambilan sample ini menggunakan teknik pengembilan sample, yaitu : Random (sampling acak), yaitu cara mengambil sample dari populasi dengan memberikan kesempata yanmg sama bagi anggota populasi untuk terpilih menjadi anggota sample. Cara mengambil sampel dari sampling random ini ada tiga cara, yaitu; undian, ordinal dan table bilangan random.
“untuk sekedar perkiraan maka apabila sebyeknya kurang dari 100 lebih baik diabil semua sehingga penelitian merupakan penelitian populasi selalanjutnya jika sebyeknya lebih dari 100 dapat diambil 10-15% atau 20-25 % atau lebih ”.15 dan dalam penelitian ini penulis mangambil seleruh sampel dikarenakan subyeknya kurang dari 100.
3. Instrument Penelitian
Instrument penelitian adalah alat /fasilitas yang digunakan untuk penelitian dalam menggumpulkan data-data agar pekerjaannya lebih muda dan hasilnya lebih baik dan akhir lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih muda diolah.16 Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa pedoman wawancara danm angket, pedoman wawancara berupa perkiraan pertanyaan yang adakn ditanyaakn sebagi catatan. Angket yang digunakan berupa angket berbentuk struktur dan tertutup. Angket yang dimaksud terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang sudah disertai alternative jawaban yang akan dipilih oleh responden. Responden dipersilakan memberikan tanda silang (X) pada alternatif jawaban yag tersedia sesuai dengan kondisi responden.
4. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan kuatitatif.
1) Data kualitatif adalah jenis data yang tidak dapat dihitung atau diukur, yautu dapat berupa informasi atau penjelasan yang tidak termasuk bilangan, biasa berbentuk kalimat.
Dalam penelitian ini yang termasuk data kualitatif adalah :
-Sejarah berdirinya obyek penelitian.
-Letak geografis obyek penelitian.
-Struktur organisasi obeyek penelitian.
-Data implementasi pelaksanaan program percepatan belajar
2) Data kuantitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka.
Yang termasuk data kuantitatif dalam penelitian ini adalah :
-Jumlah guru dan karyawan
-Jumlah siswa
-Jumlah sarana dan prasarana
-Hasil angket siswa
b. Sumber data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini adalah subyek dari mana data dapat diperoleh.17 Penelitian ini penulis menggunakan 3 sumber data yaitu :
1) Sumber data literature
Literature sebagai tinjauan untuk mendapatkan data dasar pemikir di dalam pemecahan suatu persoalan dan merupakan landasan pemikiran penelitian lapangan, dalam hal ini berupa buku-buku, majalah, artikel, surat kabar yang berkaitan dengan masalah penelitian.
2) Sumber data primer
Sumber data primer adalah sumber data yang langsung dalam penelitian untuk tujuan tertentu.18
3) Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang disimpulkan terlebih dahulu oleh orang yang berada diluar penelitian.19
5. Metode Pengumpula Data
Untuk memperoleh sejumlah data yang berkualitas dan valid dalam suatu peelitian maka memerlukan adanya metode pengumpulan data, sedangkan metode pengumpulan data adalah metode atau cara-cara untuk memperoleh keterangan yang ada dan berguna bagi penelitian.
a. Metode Observasi Observasi diartikan sebagai bagian guna memperoleh tolak ukur, atau menggunakan pengamatan dengan indera penglihatan, yang berarti tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan.20
Atau dalam pengertian lain, observasi ialah metode pengumpulan data dengan jalam pengamatan secara sistematik terhadap fenomena-fenomena yang ada.21
Dari teknik ini penulis menggunakannya untuk memperoleh data tentang program percepatan belajar (akselerasi) dalam meningkatkan motivasi belajar siswa pada pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri X.
b. Metode Dokumentasi
Yang tidak kalah pentingnya dari teknik pengumpulan data yang lainnya adalah dokumentasi. Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variable atau catatan transkrip, buku-buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, leger, agenda dan lain-lain.22
Pertimbangan utama pengambilan teknik ini adalah bahwa tidak semua data dapat diperoleh lewat observasi atau wawancara. Teknik ini, misalnya, digunakan untuk memperoleh data tentang profil lembaga pendidikan, jumlah guru, jumlah siswa, dan dokumen-dokumen lain yang ada terkait dengan penelitian ini.
c. Metode Wawancara
Metode wawancara adalah proses tanya jawab secara lisan yang *** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN ***
H. Sistematika Pembahasan
Agar lebih sistematis, maka penulisan ini disusun dengan sistematis sebagai berikut :
BAB I : Berupa pendahuluan, yang terdiri dari latarbelakang masalah, perumusan masalah, alasan memilih judul,tujuan penelitian,kegunaan penelitian, metodologi penelitian, sistematika pembahasan
BAB II : Merupakan landasan teori yang membahas tentang pengertian akselerasi tujuan akselerasi, landasan akselerasi, kurikulum akselerasi, pelaksanaan akselerasi, motivasi belajar meliputi,pengertian dan fungsi motivasi belajar, macam dan bentuk motivasi belajar, dan hubungan akselerasi dan motivasi belajar.
BAB III : Merupakan analisis data yang didalamnya mencakup tentang gambaran umum obyek penelitian meliputi sejarah berdirinya SMA Negeri X, visi misi dan tujuan, keadaan sarana dan prasarana, struktur organisasi, jumlah guru, pegawai dan siswa, penyajian data dan analisa data.
BAB IV : Merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran
Skripsi Pengaruh Education Games Terhadap Kreativitas Anak Usia Dini Pada Sentra Agama Di PAUD X
(Kode PEND-AIS-0010) : Skripsi Pengaruh Education Games Terhadap Kreativitas Anak Usia Dini Pada Sentra Agama Di PAUD X
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan memiliki peran yang sangat penting di masa kanak-kanak, karena perkembangan kepribadian, sikap mental dan Intelektual dibentuk pada usia dini. Kualitas masa awal anak termasuk masa Prasekolah merupakan cermin kualitas bangsa yang akan datang.
Masa kanak-kanak merupakan masa yang tepat untuk memulai memberikan berbagai stimulus agar anak dapat berkembang secara optimal. Apa yang dipelajari seseorang diawal kehidupan akan mempunyai dampak pada kehidupan di masa yang akan datang.1
Operasionalisasi pendidikan bagi anak-anak usia dini dan anak-anak Pra sekolah (TK) akan lebih bermakna jika dilakukan melalui metode pendidikan yang dapat menyenangkan, edukatif, sesuai dengan bakat, dan pembawaannya. Oleh karena itu, mereka butuh permainan sebagai media pendidikan dalam pembelajaran disekolah. Alat bermain tidak harus mahal, unsur mendidiklah yang harus diutamakan. lebih Efektif lagi jika dalam penyampaian materi pelajaran dengan pendekatan belajar sambil bermain.2
Bermain merupakan hal yang penting bagi pembangunan karakter dan kesehatan. Badan, pikiran dan jiwa secara aktif digunakan pada saat bermain dan hal ini merupakan priode yang Ideal untuk melatih dan menciptakan lingkungan yang baik.3
Pada hakikatnya semua anak suka bermain, hanya anak-anak yang sedang tidak enak badan yang tidak suka bermain. Mereka menggunakan sebagian besar waktunya untuk bermain, baik sendiri, dengan teman sebayanya, maupun dengan orang yang lebih dewasa. Bentuk permainannya pun juga beragam. Berdasarkan fenomena tersebut, para ahli PAUD menentukan bahwa bermain merupakan faktor penting dalam kegiatan pembelajaran.4
Menurut pakar pendidikan, bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang demi kesenangan.5 Bagi anak, bermain adalah suatu kegiatan yang serius, namun mengasikkan. Melalui aktivitas bermain, berbagai kegiatan terwujud.6 Di samping itu anak memperoleh pelajaran yang mengandung aspek perkembangan kognitif, sosial emosi dan fisik7.
Bermain sebagai bentuk kegiatan belajar adalah bermain yang kreatif, menyenangkan dan bersifat mendidik. Dengan demikian anak didik tidak akan canggung lagi menghadapi cara pembelajaran di jenjang berikutnya.8
Permainan adalah alat bagi anak untuk menjelajah dunianya. Melalui permainan (play and games) diharapkan anak akan memperoleh beberapa manfaat, diantaranya bermasyarakat, mengenal diri sendiri, imajinasi dapat bertumbuh, menahan gejolak emosi, memperoleh kegembiraan dan belajar taat pada aturan. Dengan demikian bentuk-bentuk aktivitas bagi siswa haruslah berbentuk permainan edukatif.9
Permainan edukatif adalah suatu kegiatan yang menyenangkan dan merupakan cara atau alat pendidikan yang bersifat mendidik. Permainan edukatif dapat meningkatkan kemampuan berfikir, berbahasa serta bergaul dengan orang lain. Selain itu, anak dapat mengguatkan anggota badan menjadi lebih terampil dan menumbuhkan serta mengembangkan kepribadian.10
Pakar pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta Prof. Dr. Soegeng Santoso mengingatkan mendidik anak cerdas, kreatif dan ketrampilan harus dimulai sejak usia dini. Usia pra sekolah (Tk) merupakan usia yang paling peka bagi anak. Karena itu, ia menjadi titik tolak paling strategis untuk mengukir kualitas seorang anak dimasa depan. Anak kaya akan daya khayal, pikir, rasa ingin tahu dan kreativitas yang tinggi. Para ahli psikologi anak menggatakan bahwa kreativitas anak dimulai sejak usia 3 tahun dan mencapai puncaknya sampai berumur 4, 5 tahun.11
Setiap anak mempunyai kreativitas. Dengan kreativitas anak dapat berkreasi dan dapat mewujudkan dirinya pada perwujudan diri termasuk salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia, kreativitas perlu dipupuk dan dikembangkan, khususnya kreativitas yang dimulai anak dapat dirangsang melalui permainan.12
Cara pembinaan pada anak usia dini harus ditempuh melalui multi cara yaitu melalui pembinaan di sekolah, di rumah dan di masyarakat. Hal ini yang perlu diperhatikan adalah porsi materi yang diberikan harus sesuai dengan kemampuan penerima informasi yang diberikan tidak hanya bersifat verbal (kata-kata) tetapi juga melalui contoh perilaku, lingkungan, majalah, video atau pengalaman. Materi dan sentuhan agama tidak boleh terpisahkan dari materi kehidupan sehari-hari tetapi harus diberikan secara integral dalam seluruh kegiatan anak, sehingga tidak akan terjadi pemisahan dunia dan akhirat.
Sudut agama diorientasikan untuk mengenalkan peribadatan (Imtak) dirancang sebagai tempat bermain sambil belajar guna mengembangkan kemampuan dasar keimanan, ketaqwaan, dan Akhlakul karimah. Oleh karena itu Sentra agama juga dintegrasikan kesemua pengembangan kemampuan dasar di semua sudut kegiatan belajar yang lainnya.13
Dalam Sentra Agama Islam permainan/Alat yang digunakan untuk melatih keimanan, melatih ibadah, membaca Al-qur’an, mengajarkan akhlak, sholat adalah dengan permainan tepuk, permainan kartu menyambung kata, Iqra’, hafalan do’a-do’a pendek, gambar tata cara wudhu dan lain-lain. Semuanya ini diterapkan di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah wahana pendidikan dan pembinaan kesejahtraan anak yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu tertentu selama orang tuanya berhalangan atau tidak memiliki waktu yang cukup dalam mengasuh anaknya karena bekerja atau sebab lain.
PAUD X merupakan tempat pendidikan anak usia dini yang menerapkan Education Games sebagai media pembelajaran, yang mana permainan ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kreativitas anak diantaranya : Plastisin, pensil warna/crayon, kertas, manik-manik, puzzle (Bongkar pasang), balok dan bahan lain yang dapat digunakan.
Permainan yang disediakan di sekolah maupun di rumah dapat digunakan untuk melakukan berbagai macam kegiatan untuk menciptakan anak yang kreatif, diantara kegiatan yang menciptakan kreatif antara lain : menggambar, menggunting, melipat, menyusun bangunan/balok, meronce manik-manik, berhitung & membaca dengan menyusun bentuk huruf dan angka dan lain sebagainya.
Dari berbagai bentuk alat permainan yang ada disekolah, penulis hanya akan membahas permainan edukatif (Education Games) yang paling sering dan tepat digunakan dalam proses belajar mengajar dan mengembangkan kreativitas anak di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) X sebagai berikut :
1. Plastisin
2. Menggambar
3. Meronce
4. Balok-balok (bombik)
5. Puzzle
6. Bentuk angka dan huruf
Berdasarkan latar belakang dan uraian diatas, maka penulis akan menulis skripsi dengan Judul : "Pengaruh Education Games Terhadap Kreativitas Anak Usia Dini Pada Sentra Agama di PAUD X."
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Pelaksanaan Education Games Di PAUD X?
2. Bagaimanakah Kreativitas anak usia dini pada sentra agama Di PAUD X?
3. Apakah ada pengaruh Education Games terhadap kreativitas anak usia dini pada sentra agama Di PAUD X?
C. Tujuan Penelitian
Dengan mengacu pada permasalahan yang ada di atas dan agar sasaran yang akan dicapai dalam penelitian ini lebih terarah, maka penulis perlu menjabarkan tujuan dan kegunaan penelitian yang akan dicapai :
1. Mendeskripsikan Pelaksanaan Education Games Di PAUD X?
2. Mendeskripsikan kreativitas anak usia dini pada sentra agama Di PAUD X?
3. Untuk mengetahui dan membuktikan ada tidaknya pengaruh Education Games terhadap kreativitas anak usia dini pada sentra agama Di PAUD X?
D. Kegunaan Penelitian
1. Untuk memperluas cakrawala berfikir yang lebih dalam, untuk mengkaji dan menelaah masalah-masalah yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Memotivasi para praktisi pendidikan terutama pada guru untuk menerapkan Education Games yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.
E. Definisi Operasional
Untuk memudahkan maksud yang terkandung di dalam judul skripsi ini, maka penulis akan memberikan penjelasan tentang istilah-istilah yang ada pada skripsi ini. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut :
Pengaruh : adalah daya yang ada/timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak dan kepercayaan atau perbuatan seseorang.14
Education Games : adalah permainan edukatif, sesuatu yang menyenangkan atau menghibur dan mengandung pendidikan/memiliki unsur mendidik. 15. Permainan yang sifatnya mendidik antara lain : Plastisin, Menggambar, Meronce, Balok-balok (bombik), Puzzle, Bentuk angka dan huruf.
Kreativitas : kemampuan pikir siswa bisa berbentuk berfikir konvergen dan divergen. Kemampuan berfikir konvergen adalah kemampuan berfikir analitis, logis, dan sistematis. Kemampuan berfikir divergen adalah kemampuan untuk mencetuskan ide-ide baru. Jadi kreativitas merupakan suatu proses yang mengungkapkan sifat dasar anak melalui produknya yang imajinatif.
Dalam permainan ini Anak dikatakan kreatif :
1. Mampu membuat berbagai macam bentuk yang terbuat dari Plastisin (lilin) seperti : Burung, Mobil-mobilan, Panda dan sebagainya,
2. Anak mampu menggambar berbagaimacam bentuk gambar & mewarnai Seperti : Kucing, Ayam dan sebagainya.
3. Anak mampu Menyusun kembali Puzzle yang telah dibongkar (berbagai bentuk & ukuran Puzzle)
4. Anak mampu membuat berbagai bentuk dari kertas seperti melipat, menggunting, menempel dengan bentuk kapal, bunga dan sebagainya.
5. Anak mampu berhitung & membaca dengan menyusun huruf & angka.
6. Anak mampu meronce dengan manik-manik dan sebagainya.
Sentra Agama : Pusat pengembangan kemampuan dasar anak yang diorientasikan untuk mengenalkan peribadatan (imtak) dirancang sebagai tempat bermain sambil belajar guna mengembangkan kemampua dasr keimanan, ketaqwaan, dan Akhlakul karimah. 16
Permainan yang diperlukan dalam Sentra agama islam di PAUD X diantaranya :
1. Untuk melatih keimanan : Permainan tepuk tugas malaikat
2. Untuk melatih ibadah : Teka-teki ibadah.
3. Untuk melatih sholat : Gambar tata cara sholat
4. Untuk mengajarkan sholat : Iqra’, Al-Qur’an.
5. Untuk mengajarkan akhlak : Cerita/dongeng.
6. Untuk mengajarkan ibadah haji : Menonton VCD manasik haji.
Usia PAUD : usia yang paling peka bagi perkembangan anak adalah pada umur 2,5-3,5 masa peka untuk belajar tertib dan teratur, pada umur 3,5-4,5 tahun anak lebih mudah belajar menulis, umur 4-5 tahun belajar membaca dan mengerti angka sedangkan dalam hal kreativitas mulai meningkat saat anak berusia 3 tahun dan mencapai puncaknya antara umur 4-5 tahun, dan usia anak didik yang ada di PAUD X mulai dari 2-4,5 tahun.
F. Hipotesa
Istilah Hipotesa (Hypothesis) berasal dari dua suku (hypo) yang artinya di bawah dan tesa (Thesist) yang artinya suatu pernyataan yang telah diakui kebenarannya.17
Dengan demikian hipotesa merupakan jawaban sementara karena masih memerlukan pengujian terlebih dahulu melalui penelitian dan analisis statistik. Dari hasil penelitian ini nantinya akan diperoleh suatu jawaban, apakah suatu hipotesa penelitian yang telah ditentukan dapat diterima atau ditolak.
Dalam penelitian ini, terdapat dua jenis hipotesa yang digunakan, antara lain adalah sebagai berikut :
1. Hipotesa Alternatif (Ha)
Bahwa Education Games mempunyai pengaruh positif terhadap peningkatan kreativitas anak usia dini pada sentra agama Di PAUD X.
2. Hipotesa Nol (Ho)
Bahwa Education Games tidak mempunyai pengaruh positif terhadap peningkatan kreativitas anak usia dini pada sentra agama Di PAUD X
G. Variabel penelitian
Variabel Penelitian adalah segala sesuatu yang menjadi obyek pengamatan bagi peneliti.
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel.
a. Variabel bebas (Independent variabel) dalam penelitian adalah Education games yang biasanya diberi Simbol X
Indikator Education Games
1. Dapat merangsang anak secara aktif berpartisipasi dalam proses, tidak hanya diam secara pasif melihat saja.
2. Dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi & meningkatkan menciptakan hal-hal baru.
3. Dapat melatih kemampuan berbahasa anak & melatih motorik-halus dan motorik-kasar anak.
4. Dapat membentuk moralitas anak & membentuk spritual anak.
5. Dapat mengembangkan sosialisasi anak.
b. Variabel terikat (Dependent variabel) dalam penelitian ini adalah
Kreativitas yang biasanya diberi Simbol Y kreativitas anak.
Indikator kreativitas anak :
1. Memiliki seribu satu jalan, mengingat cara berfikir anak kreatif itu divergen (jawa : Nyeleneh)
2. Memiliki etos kerja produktif, sebab lebih menekankan proses dari pada hasil akhirnya.
3. Memiliki daya kompetisi yang kuat
4. Memiliki kepercayaan diri.
5. Ulet dan tabah.
H. Metode Penelitian
Adapun model/bentuk penelitian yang penulis buat adalah penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang berupa menghitung data, mengolah, menganalisis dan menafsirkan angka-angka hasil perhitungan statistik.
a. Jenis data dan sumber data.
1. Jenis data
Jenis Data adalah segala fakta dan
*** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN ***
Skripsi Pelaksanaan Home Schooling Dalam Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak di Taman Pembinaan Anak Sholeh (TAPAS) X
(Kode PEND-AIS-0008) : Skripsi Pelaksanaan Home Schooling Dalam Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak di Taman Pembinaan Anak Sholeh (TAPAS) X
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan tak hanya terbatas belajar disekolah. Demikian pula, sistem pendidikan tak hanya ada dalam bentuk formal sebagaimana yang umumnya dikenal dan berkembang di masyarakat. Ada bentuk-bentuk pendidikan lain yang dikenal dan diakui dalam sistem pendidikan nasional yang berlaku di Indonesia.1 Sistem pendidikan nasional mengakui ada 3 jalur pendidikan yaitu pendidikan formal, non formal dan informal. Ketiga jalur pendidikan itu saling melengkapi dan memperkaya (pasal 13).2
Jalur pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi (pasal 1). Jalur pendidikan non formal aalah jaur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (pasal 1). Jalur pendidikan ini diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan atau pelengkap pendidikan formal. Pendidikan non formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan ketrampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan non formal adalah lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, majlis taklim serta satuan pendidikan sejenis (pasal 26). Jalur pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan (pasal 1). Secara eksplisit Undang-undang sisdiknas mengakui eksistensi pendidikan berbasis keluarga dan lingkungan. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal 27 ayat 2). 3
Belakangan ini, konsep belajar di rumah atau dikenal sebagai homeschooling nampaknya menjadi fenomena menarik dalam dunia pendidikan. Pasalnya sekolah formal selain dianggap kurang memberi perhatian besar kepada peserta didik, juga dianggap kurang efektif dan efisien dalam rangka menjawab pemenuhan kebutuhan kecerdasan siswa didik, yakni intelektual, emosional dan spiritual. 4
Homeschooling berkembang dengan banyak alasan, salah satunya pertumbuhan Homeschooling banyak dipicu oleh ketidakpuasan atas sistem pendidikan di sekolah. Keadaan pergaulan di sekolah yang tidak sehat juga memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan Homeschooling. Mereka memilih cara tersebut dengan berbagai alasan dengan keragaman, latar belakang sosial (religius, sekuler, kaya, kelas menengah, miskin, kota, pinggiran, pedesaan), dan profesi (dokter, pegawai pemerintah, pegawai swasta, pemilik bisnis, bahkan guru di sekolah umum).
Naifnya, ketika peserta didik tidak mampu menyerap pelajaran di ruang kelas, mereka diajak untuk belajar lagi di luar kelas, misalnya dengan mengikuti les, pelajaran tambahan, ataupun bimbingan belajar. Padahal bidang studi yang mereka pelajari sama dengan yang mereka pelajari di ruang kelas. Sistem belajar seperti ini tidak hanya menambah beban bagi mereka, tetapi juga akan membuat mereka merasa bosan karena ada proses pengulangan (repetisi) bahan pelajaran. Sekolah formal juga harus mencakupi target pencapaian yang hanya mementingkan nilai sehingga para siswa sering berusaha mempertaruhkan apapun untuk memperoleh nilai yang tinggi dengan cara yang curang, misalnya menyontek. Cara belajar seperti ini justru akan menghambat cara berpikir positif dan cara menghadapi masa depan kehidupannya. Mereka akan cenderung mencari jalan pintas dalam menyelesaikan persoalan hidup.5
Disamping itu, ditengah keraguan terdapat mutu pendidikan nasional sekaligus mahalnya biaya sekolah berstandar internasional, model pendidikan homeschooling dirasa bisa menjadi model sekolah alternatif. Lebih dari itu, ia juga bisa menjadi solusi jitu memerdekakan pendidikan di Indonesia yang selama ini masih terbelenggu oleh sistem kekuasaan hegemonik. Misalnya gonta-gantinya kurikulum terus berlangsung sembari merubah buku ajaran dan menaikkan biaya sekolah.
Hal itu membuat tujuan utama pendidikan menjadi terlupakan. Orang tua dan siswa serta para guru lebih mengedepankan nilai di bidang kualitas pribadi dan minat siswa.6
Homeschooling dengan konsep pendidikan berbasis rumah, seorang anak bisa lebih dekat dengan keluarga karena sejak dalam kandungan, anak telah memulai aktifitas belajarnya terutama dari ibunya dengan mengandalkan nikmat pendengarannya. Dalam perkembangan dunia, nikmat mendengar dapat berfungsi terlebih daripada penglihatan dan hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Qur'an surat Al-Insan : 2 yang berbunyi :
Artinya : ”Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.” (QS. Al-Insan : 2)
Ketika ia lahir, keberhasilan proses belajar akan di pengaruhi oleh kondisi keluarga terutama kedua orang tua.7 Karena menurut pengamat pendidikan Nibras OR. Salim, posisi ibu bagaikan madrasah bagi anak-anaknya : Al-Ummu Madrasatun (????? ???). Dalam konteks semacam itu, mereka (anak-anak) semestinya mendapat perhatian lebih dari seorang ibu, jadi mereka dapat berinteraksi secara langsung dengan buah hatinya.8
Melalui pendidikan alternatif ini diharapkan bisa mencapai tujuan proses belajar mengajar yaitu kecerdasan intelektual, emosional dan kecerdasan spiritual. Akan tetapi dalam penelitian ini, penulis hanya mengambil salah satu dari kecerdasan tersebut yaitu kecerdasan spiritual. Karena krisis akhlak yang menimpa Indonesia berawal dari lemahnya penanaman nilai terhadap anak pada usia dini. Pembentukan akhlak terkait erat dengan kecerdasan emosi. Sementara itu kecerdasan itu tidak akan berarti tanpa di topang oleh kecerdasan spiritual. Pra sekolah atau usia balita adalah awal yang paling tepat untuk menanamkan nilainilai kepada anak. Namun, yang terjadi sebaliknya, anak lebih banyak dipaksa untuk mengeksplorasi bentuk kecerdasan yang lain, khususnya kecerdasan intelaktual, sehingga anak sejak awal sudah ditekankan untuk selalu bersaing menjadi yang terbaik, sehingga menyebabkan tercerabutnya kepekaan anak.
Sementara itu, lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat kurang memberikan dukungan terhadap penumbuhan kecerdasan spiritual pada anak. Di lingkungan keluarga, anak lebih banyak berinteraksi dengan sesuatu yang justru menyebabkan semakin jauhnya kepekaan anak.
Saat ini, kita kesulitan mencari sosok manusia seperti yang pernah ditemui Umar bin Khattab dimasa pemerintahannya. Ketika itu, Umar meminta kepada seorang anak untuk menjual seekor kambing kepada Umar. Tetapi apa yang terjadi, walaupun sang pemilik kambing itu tidak mengetahui, pemuda tadi berkeberatan untuk menjual salah satu kambingnya. Dan yang menarik adalah dialog antara Umar dan pemuda tersebut kita Umar terus mendesak bahwa sang majikan tidak melihatnya, apa kata sang remaja? Dimana Allah? Sebuah jawaban yang menggetarkan hati Umar, remaja seperti ini sangat sulit kita temukan dimasa kini.
Sosok remaja dimasa Umar bukanlah sosok yang hadir begitu saja di tengah kita. Tetapi memerlukan proses pembentukan, dan usia dinilah usia emas untuk pembentukan akhlak tersebut. Orang tua dan lembaga pendidikan adalah tempat yang dapat menciptakan terciptanya anak yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi yang akan memberi dasar bagi terciptanya generasi yang memiliki akhlak mulia.9 Jadi timbul pertanyaan apakah dengan homeschooling kita bisa mengembangkan kecerdasan spiritual anak?
Dari pemaparan diatas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang ”Pelaksanaan Homeschooling Dalam Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak di Taman Pembinaan Anak Sholeh (TAPAS)X.”
B. Urgensi Masalah
Adapun urgensi masalah dalam pemilihan judul skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Ingin memberikan informasi sebagai tambahan pengetahuan dari hasil penelitian tentang judul skripsi yang penulis tentukan yaitu ” Pelaksanaan Homeschooling dalam Mengembangkan Kecerdasan spiritual Anak di TAPAS X”.
2. Adanya anggapan penulis tentang banyaknya masyarakat umum yang berpendapat bahwa homeschooling adalah sekolah mahal yang hanya untuk kalangan tertentu saja.
3. Mengingat eksistensi anak adalah sangat mendasar peranannya maka sudah sepatutnya orang tua lebih bertanggung jawab terhadap kecerdasan spiritual anak, memberikan perhatian secara khusus dan serius terhadap nilai-nilai agama karena pendidikan yang lebih utama adalah di rumah.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan Homeschooling di TAPAS X?
2. Bagaimana perkembangan kecerdasan spiritual anak di TAPAS X?
3. Bagaimana pelaksanaan Homeschooling dalam mengembangkan kecerdasan spiritual anak di TAPAS X?
D. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh penulis yaitu :
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Homeschooling di TAPAS X.
2. Untuk mengetahui perkembangan kecerdasan spiritual di TAPAS X.
3. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Homeschooling dalam mengembangkan kecerdasan spiritual di TAPAS X.
E. Kegunaan Penelitian
Berpijak dari tujuan diatas, penelitian ini di harapkan mempunyai nilai guna, yaitu :
1. Memberikan sumbangan pengetahuan sebagai khazanah keilmuan yang berorientasi pendidikan dalam ruang lingkup akademik dan ilmiah.
2. Bagi para pembaca yang mempunyai respon terhadap home schooling, maka penelitian ini sangat berguna sebagai penambahan wawasan keilmuan.
3. Bagi pihak penulis secara pribadi sangat berguna karena merupakan pengalaman yang pertama kali dalam penyusunan skripsi yang merupakan bentuk karya ilmiah yang diujikan dan merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di fakultas tarbiyah jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) IAIN X.
F. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
Bab Pertama : Memuat tentang pendahuluan yang menjelaskan latar belakang masalah. Kemudian dari latar belakans masalah tersebut penulis tertarik untuk membahas tentang homeschooling yang termuat dalam urgensi masalah. Dari urgensi masalh tersebut kemudian dirumuskan untuk mempermudah dalam pembahasan. Kemudian dilanjutkan dengan tujuan dan kegunaan hasil penelitian dan ditutup dengan sistematika pembahasan, guna memberikan arahan dan acuan awal dalam melakukan proses penulisan skripsi ini.
Bab Kedua : Tentang landasan teori yang merupakan telaah dari beberapa literatur untuk membuka wawasan dan cakrawala berfikir peneliti dalam memahami dan menganalisis fenomena yang terjadi di lapangan. Bab ini akan memuat secara teoritis tentang Homeschooling dan kecerdasan spiritual.
Bab Ketiga : Berisi tentang metodologi penelitian yang mencakup tentang rancangan penelitian, penentuan dan pemilihan lapangan penelitian, Instrumen penelitian, kemudian melakukan pengumpulan data, membuat catatan lapangan, kriteria dan teknik pemeriksaan keabsahan data kemudian ditutup dengan teknik analisa data.
Bab Keempat : Berisi tentang laporan penelitian yang memaparkan tentang gambaran umum TAPAS X, penyajian data dan analisis data.
Bab Kelima : Penulis jadikan penutup, di dalamnya berisi tentang kesimpulan yaitu hasil yang diperoleh selama proses penelitian dan saransaran yang berkenaan dengan kesimpulan tesebut.
Skripsi Penerapan Metode Proyek Dalam Meningkatkan Aspek Psikomotorik Anak Didik Pada Pelajaran PAI Di SMPN X
(Kode PEND-AIS-0009) : Skripsi Penerapan Metode Proyek Dalam Meningkatkan Aspek Psikomotorik Anak Didik Pada Pelajaran PAI Di SMPN X
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai didalam masyarakat dan kebudayaan. 1 John Dewey mengatakan bahwa pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan yang fundamental secara intelektual, emosional kearah alam dan sesama manusia.2 Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama3. Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang diajukan untuk keselamatan dan kebahagian manusia4. GBHN 1988 (BP 7 Pusat, 1990 : 105) memberikan batasan tentang pendidikan nasional sebagai berikut :
Pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila serta Undang-undang Dasar 1945 diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas, dan mandiri sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat sekelilingnya serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.5
Untuk mencapai tujuan dari pendidikan nasional diperlukan adanya Proses Belajar-Mengajar yang mengacu pada kurikulum yang telah ditetapakan oleh pemerintah. Selain itu, untuk mencapai tujuan yang efisien dan efektif dalam proses belajar-mengajar, guru hendaknya dapat memilih strategi dan metode yang digunakan dalam memberikan transformasi ilmu terhadap anak didik.
Permasalahan yang sering kali dijumpai dalam pengajaran, khususnya pengajaran agama islam adalah bagaimana cara menyajikan materi kepada siswa secara baik sehingga diperoleh hasil yang efektif dan efisien. Disamping masalah lainnya yang juga sering didapati adalah kurangnya perhatian guru agama terhadap variasi penggunaan metode mengajar dalam upaya peningkatan mutu pengajaran secara baik.6
Didalam firman Allah dijelaskan beberapa metode yang sering digunakan Rasulullah saw dengan para sahabat-sahabatnya dan dengan musuh-musuh islam dari golongan musyrikin dan ahli kitab. Rasulullah saw menggunakan Tanya jawab dalam banyak perkara untuk sampai kepada suatu pemikiran yang ghaib (abstrak) yang sahabat-sahabatnya tidak mampu menjawabnya. Firman Allah dalam Q.S. Al-Mu’minun : 84
“Katakanlah (hai Muhammad) untuk siapakah bumi dan siapa yang ada padanya, jika kamu mengetahui”. (Q.S. Al-Mu’minun : 84)7
Dari penjelasan ayat diatas, bahwa Allah sedang berdialog dengan Nabi Muhammad perihal bumi. Artinya, Allah menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad salah satunya dengan berdialog atau yang sekarang lebih dikenal dengan metode dialog. Maka dari itu, betapa pentingnya sebuah metode dalam mentransferkan knowledge kepada orang lain. Begitu juga dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) demi tercapainya tujuan yang efisien dan efektif.
Bertitik tolak pada pengertian metode, maka yang dimaksud dengan metode pengajaran yaitu suatu cara penyampaian bahan pelajaran untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, maka fungsi metode mengajar tidak dapat diabaikan. Karena metode mengajar tersebut turut menentukan berhasil tidaknya suatu proses belajar mengajar dan merupakan bagian yang integral dalam suatu system pengajaran. 8 Salah satu metode pengajaran atau pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran, yaitu metode proyek. Metode proyek merupakan salah satu cara pemberian pengalaman belajar dengan menghadapakan anak dengan persoalan sehari-hari yang harus dipecahkan secara berkelompok. Metode proyek berasal dari gagasan Jhon Dewey tentang konsep “learning by doing” yakni proses peralihan hasil belajar dengan mengerjakan tindakan-tindakan tertentu sesuai dengan tujuannya, terutama penguasaan anak tentang bagimana melakukan sesuatu pekerjaan yang terdiri atas serangkaian tingkah laku untuk mencapai tujuan. 9
Selain itu metode proyek juga memungkinkan siswa memperluas wawasasn pengetahuan dari suatu mata pelajaran tertentu. Pengetahuan yang diperoleh siswa menjadin lebih berarti dan Kegiatan Belajar Mengajar (PBM) lebih menarik, Karena pengetahuan itu lebih bermanfaat baginya untuk lebih mengapresiasi lingkungannya, memahami, serta memecahkan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan prinsip dari metode proyek adalah membahas suatu tema ditinjau dari berbagai mata pelaaran sehingga terbentuk suatu kaitan yang serasi dan logis antara pokok bahasan mata pelajaran. 10
Metode proyek itu sendiri mempunyai 4 aspek dalam pelaksanaanya, yaitu menentukan tujuan, merencanakan, melaksanakan, dan menilai. Keempat aspek itu terdapat dalam kegiatan anak-anak guna mencapai tujuannya.11
Tujuan merupakan hal yang ingin dicapai oleh sekolah secara keseluruhan, meliputi tujuan domain kognitif, domain afektif, dan domain psikomotorik. Hal ini dicapai dalam rangka mewujudkan lulusan dalam satuan pendidikan sekolah yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan yang berkaitan dengan aspek (domain) pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor) disebut tujuan lembaga (institusional).12
Adapun aspek psikomotorik mencakup tujuh sub kawasan dari yang tingkatan terendah hingga tingkatan yang tertinggi. Ketujuh sub kawasan tersebut adalah :
a. Perception atau persepsi. Yang dimaksud dengan persepsi di sini adalah penggunaan indera untuk memperoleh petunjuk kearah motorik.
b. Set atau kesiapan. Sub kawasan ini meliputi mental set, physical dan emotional set. Pada kawasan ini, seseorang bersedia mengambil tindakantindakan berdasarkan persepsinya terhadap stimulus atau fenomena-fenomena yang berasal dari lingkungannya.
c. Guided respon atau respon terpimpin. Pada sub kawasan respon terpimpin ini, seseorang mulai berada pada proses keterampilan yang lebih kompleks. Pada sub kawasan ini, seseorang terlibat dalam proses peniruan yang diperformansikan, selanjutnya mencoba menggunakan tanggapan dalam menangkap suatu motorik.
d. Mechanism atau mekanisme. Pada sub kawasan in, respon-respon yang telah dipelajari oleh seseorang telah berubah menjadi kebiasaan-kebiasaan dan gerakan-gerakan yang ditampilkan, dilakukan dengan penuh kepercayaan dan kemahiran.
e. Complex overt respon atau respon nyata yang kompleks. Pada sub kawasan ini, seseorang yang lagi belajar melakukan gerakan dengan mudah disamping mempunyai kontrol yang baik. Kadar motorik pada sub kawasan ini relatif cukup tinggi. Sebab gerakan-gerakan pada sub kawasan ini relatif cepat, cermat termasuk pada hal-hal yang rumit dan tepat meskipun disertai dengan energi yang minimal.
f. Adaptation atau penyesuaian. Yang dimaksud dengan penyesuian adalah sebuah keterampilan dimana seseorang dapat mengolah gerakan hingga sesuai dengan tuntutan kondisioanal dan situasional, termasuk yang problematik sekalipun.
g. Origination atau penciptaan. Sub kawasan penciptaan ini termasuk paling tingkatannya dibandingkan dengan sub kawasan-sub kawasan sebelumnya, oleh karena unsur kreativitas sudah masuk disini. Performansi seseorang yang belajar pada sub kawasan ini umumnya ditandai dengan hal-hal yang serba baru, misalnya membuat pola-pola baru, merancang hal-hal baru. 13
Dalam pembahasan materi PAI, ada beberapa istilah kunci yang seringkali digunakan secara rancu. Diantara istilah tersebut yang paling mendasar adalah Pendidikan Agama Islam (PAI), pendidikan Islam, dan pendidikan Keislaman.
Kerancuan tersebut utamanya karena tidak jelasnya batasan yang diberikan pada masing-masing istilah sehingga pada suatu saat digunakan untuk mengacu pada makna yang sama, pada saat yang lain digunakan untuk mengacu pada makna yang berbeda, dan pada saat yang lain lagi digunakan secara “interchangeable”, saling dipertukarkan. Ketidak jelasan tersebut dikarenakan ketiganya secara mendasar memiliki tujuan akhir yang sama, yakni membentuk manusia muslim yang diidealkan.14
Dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) di sekolah saat ini, tipe hasil belajar kognitif lebih dominan jika dibandingkan dengan tipe hasil belajar bidang afektif dan psikomotorik. Sekalipun demikian tidak berarti bidang afektif dan psikomotorik diabaikan sehingga tak perlu dilakukan penilaian. Terutama pada bidang atau aspek psikomotorik yang selama ini lebih banyak mendapat porsi yang sedikit dalam Proses Belajar Mengajar (PBM).
Yang menjadi persoalan ialah bagaimana menjabarkan tipe hasil belajar tersebut sehingga jelas apa yang seharusnya dinilai. Utamanya tipe ranah psikomotorik berkenaan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak setelah ia menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar ini sebenarnya tahap lanjutan dari hasil belajar afektif yang baru tampak dalam kecenderungan untuk berperilaku.
Maka dari itu, di era global seperti sekarang ini yang tidak hanya sebatas kemampuan kognitif saja yang dibutuhkan dalam mencetak anak didik yang berguna bagi masa depannya dan berguna bagi agama, negara, dan bangsa, akan tetapi kemampuan afektif dan psikomotorik juga sangat dibutuhkan. Maka dari itu, kami mencoba mengkorelasikan salah satu dari ranah tersebut, khususnya ranah psikomotorik dengan materi PAI demi mencapai anak didik yang berkualitas.
Telah kita ketahui bersama bahwa Pendidikan Agama Islam (PAI) tidak hanya terbatas pada ilmu-ilmu ke-Islaman semata, tetapi juga ilmu lain yang dapat membantu pencapaian keberagaman islam secara komprehensif. Hal ini berarti akan meliputi materi yang diantaranya, tercakup dalam bahasan ilmu-ilmu :
Tauhid (Aqidah), Fiqh (Ibadah), Akhlaq, Studi Al-Qur’an dan Hadis, Bahasa Arab, dan Tarikh Islam. Dengan mempelajari materi yang tercakup dalam ilmuilmu tersebut, diharapkan keberagaman peserta didik, yang tercermin dalam dimensi-dimensinya, akan berkembang dan meningkat sesuai dengan yang diidealkan. 15
Dari beberapa pemaparan diatas, diperlukan upaya-upaya maksimal, dengan memanfaatkan sebaik-baiknya Proses Belajar Mengajar (PBM) dalam membentuk manusia yang insanul kamil serta untuk mencapai tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Salah satunya dengan menerapkan metode proyek dalam meningkatkan aspek psikomotorik pada materi PAI di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) X adalah salah satu lembaga pendidikan menengah pertama yang tetap konsisten dalam memperhatikan perkembangan siswa, terutama dalam aspek psikomotoriknya.
Sehingga begitu anak didik keluar dari Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) X untuk memasuki jenjang pendidikan selanjutnya yaitu Sekolah menengah Atas (SMA), anak didik dapat meningkatkan motoriknya dan mempunyai pondasi ke-Islaman yang kuat.
Dari pemaparan diatas, maka penulis mengangkat judul :
“Penerapan Metode Proyek Dalam Meningkatkan Aspek Psikomotorik Anak Didik Pada Pendidikan Agama Islam (PAI) di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) X”.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep metode proyek dalam meningkatkan aspek psikomotorik anak didik pada PAI ?
2. Bagaimana penerapan metode proyek dalam meningkatkan aspek psikomotorik anak didik pada PAI di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) X ?
3. Apa kendala-kendala yang dihadapi SMPN X dalam menerapkan metode proyek dalam meningkatkan aspek psikomotorik anak didik pada PAI?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui konsep metode proyek dalam meningkatkan aspek psikomotorik anak didik pada PAI.
2. Untuk mengetahui penerapan metode proyek dalam meningkatkan aspek psikomotorik anak didik pada PAI di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) X.
3. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi SMPN X dalam menerapkan metode proyek dalam meningkatkan aspek psikomotorik anak didik pada PAI.
D. Manfaat Penelitian
Berpijak dari rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk memberikan informasi tentang konsep metode proyek dalam meningkatkan aspek psikomotorik anak didik pada PAI.
2. Memberikan informasi tentang sejauh mana penerapan metode proyek dalam meningkatkan aspek psikomotorik anak didik pada PAI di SMPN X.
3. Sebagai evaluasi terhadap lembaga pendidikan tersebut dalam hal penerapan metode proyek dalam meningkatkan aspek psikomotorik anak didik pada PAI sekaligus memberikan pandangan solutif terkait program tersebut.
E. Batasan Masalah.
Dalam penelitian ini, kami hanya membatasi pada masalah konsep metode proyek dalam meningkatkan aspek psikomotorik anak didik pada PAI, penerapan metode proyek dalam meningkatkan aspek psikomotorik pada PAI di SMPN X, dan kendala-kendala yang dihadapi SMPN X dalam menerapakan metode proyek dalam meningkatkan aspek psikomotorik anak didik pada PAI.
Sedangkan pada materi Pend idikan Agama Islam (PAI) sendiri kami hanya membatasi pada sub pokok bahasan studi Al Qur'an, terutama dalam hal BTQ (Baca Tulis Al Qur'an). Karena hal ini merupakan pondasi awal bagi anak didik untuk lebih mengenal Pedidikan Agama Islam (PAI) lebih mendalam.
F. Definisi Operasional
a. Metode
Metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan tertentu. 16
b. Metode Proyek
Secara etimologi proyek berarti rencana pekerjaan dengan sasaran khusus (pengairan, pembangkit tenaga listrik, dan sebagainya) dan dengan saat penyelesaian yang tegas.17
Sedangkan ditinjau dari segi epistimologi metode proyek merupakan metode pengajaran yang digunakan untuk memantapkan pengetahuan yang telah diajarkan dengan menerapkannya kedalam aspek kehidupan. Peserta didik diminta untuk menghubungkan sebanyak mungkin pengetahuan yang ia peroleh dengan masalah-masalah atau aspek kehidupan yang dihadapi. 18
Adapun prinsip dari metode proyek adalah membahas suatu tema ditinjau dari berbagai mata pelaaran sehingga terbentuk suatu kaitan yang serasi dan logis antara pokok bahasan mata pelajaran. 19
c. Aspek Psikomotorik
Aspek psikomotor mencakup segi keterampilan anggota badan dan kefasihan lisan serta pengalaman ajaran Islam secara nyata. Penilaian terhadap aspek ini di titik beratkan pada pelaksanaan ibadah serta kemampuan membaca Al-Qur’an. Dalam hal ini sangat ditekankan kepada kemampuan peserta didik untuk meniru, lancar, fasih, luwes dalam ucapan dan gerakan.
Bidang dalam domain psiko-motorik antara lain :
1) Keterampilan
2) Kemampuan
3) Kebiasaan dan ketrampilan fisik. 20
G. Metode Penelitian.
Metode penelitian dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Pendekatan dan jenis penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif. Adapun yang dimaksud dengan penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian sekedar untuk menggambarkan suatu variabel yang berkenaan dengan masalah yang diteliti tanpa mempersoalkan hubungan antar variabel. 21
Sedangkan menurut Menurut Bogdan dan Tylor yang dikutip oleh Lexy, penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. 22
Penelitian deskriptif ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. 23
Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif yang berlandaskan fenomenologi. Peneliti dalam pandangan fenomenoogis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situas tertentu. Adapun phenomenologis adalah fenomenafenomena yang terjadi atau realita yang ada di lapangan penelitian, yang berkaitan dengan metode proyek dalam meningkatkan aspek psikomotorik anak didik pada PAI di SMPN X dan kendala-kendala yang dihadapi SMPN X dalam menerapkan metode proyek dalam meningkatkan aspek psikomotorik anak didik pada PAI.
2. Lokasi Penelitian
Peneliti sengaja memilih SMPN X sebagai lokasi penelitian, karena SMPN X merupakan salah satu lembaga yang tetap eksis dengan standar nasional dan mampu mencetak out put yang berwawasan luas serta bersaing ditingkat daerah maupun tingkat nasional. Sesuai dengan topik yang penulis ajukan yaitu, “Penerapan Metode Proyek Dalam Meningkatkan Aspek Psikomotorik Anak Didik pada PAI”, maka diharapkan peneliti menemukan hal-hal baru dan bermakna disekolah ini.
3. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data diperoleh. 24 Menurut Lofland dan Lo fland, sumber data yang utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya seperti sumber data tertulis, foto dan statistik merupakan data tambahan sebagai pelengkap atau penunjang data utama.25
Data utama diperoleh dari informan, yakni orang-orang yang terlibat langsung dalam kegiatan yang menjadi fokus penelitian, maupun yang mengetahui atau memiliki otoritas terkait dengan kegiatan tersebut. Data utama adalah kepala sekolah, pendidik atau guru dan anak didik. Sedangkan data pendukung adalah orang yang merasakan langsung terhadap proses pembelajaran yang ada di SMPN X, seperti : anak didik dan karyawan. Sesuai dengan klasifikasi data yang telah dikemukakan diatas, maka sumber data penelitian ini diperoleh dari :
a. Kata-kata dan Tindakan
Kata-kata dan tindakan ini diperoleh peneliti dengan melakukan pengamatan dan wawancara terhadap pihak-pihak terkait yang meliputi :
kepala sekolah, guru, dan anak didik di SMPN X. Sedangkan untuk anak didik, kami lebih me mfokuskan pada anak didik kelas VIII.
b. Sumber tertulis
Meskipun sumber tertulis merupakan sumber kedua atau tambahan akan tetapi hal ini tidaklah dapat diabaikan. Dilihat dari segi sumber data bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip dan dokumen pirbadi, serta dokumen resmi yang berkaitan dengan penerapan metode proyek dalam meningkatkan aspek psikomotorik anak didik pada PAI di SMPN X.26
4. Tehnik Pengumpulan Data.
a. Observasi
Observasi adalah tehnik pengambilan data yang mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan, dan sebagainya. Pengamatan memungkinkan pengamat untuk melihat dunia sebagaimana dilihat oleh subyek penelitian, hidup saat itu, menangkap arti fenomena dari segi pengertian subyek, menangkap kehidupan budaya dari segi pandangan dan panutan para subyek pada keadaan waktu itu. Pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subyek sehingga memungkinkan pula peneliti menjadi sumber data. Pengamatan memungkinkan pembentukan pengetahuan yang diketahui bersama, baik dari pihaknya maupun dari pihak subyek.27
Metode ini, peneliti gunakan untuk mengadakan pengamatan mengenai : lokasi letak gedung SMPN X, sarana dan prasarana lainnya yang mendukung keberadaan SMPN X dalam menerapakan metode proyek dalam meningkatkan aspek psikomotorik anak didik pada PAI.
b. Wawancara
Menurut S. Margono, wawancara (interview) adalah alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. Ciri utama interview adalah kontak langsung antara pencari informasi (interviewer) dan sumber informasi (interviewee).28
Wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara tersrtuktur dengan memakai pedoman wawancara sebagai alat bantu untuk memperjelas alur pembahasan. selain peneliti juga melakukan wawancara yang bersifat informal terhadap pihak-pihak yang memiliki relevansi informasi dengan rumusan masalah. Hal ini dilakukan untuk lebih memperoleh data yang lengkap tentang informasi-informasi yang ada kaitannya dengan rumusan masalah.
Metode ini peneliti gunakan untuk memperoleh data mengenai SMPN X dan proses penerapan metode proyek dalam meningkatkan aspek psikomotorik anak didik pada PAI.
c. Dokumentasi
Ialah pengambilan data yng diperoleh melalui dokumendokumen, terutama aesip-arsip, buku-buku tentang pendapat teoriteori, dalil, hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan penelitian. 29 Metode ini peneliti gunakan untuk memperoleh data mengenai struktur kepengurusan, jumlah pegawai, jumlah peserta didik dan perkembangan-perkembangan yang dicapai oleh SMPN X.
5. Analisis Data
Proses analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara simultan dengan pengumpulan data, artinya peneliti dalam mengumpullkan data juga menganalisis data yang diperoleh dilapangan.
Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam analisis data ini, adalah sebagai berikut :
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian, penyederhanaan, pengabstrakan dan transparansi data kasar yang muncul dari catatan lapangan. Oleh karena itu langkah-langkah yang dilakkukan oleh peneliti aalah kemudian menyederhankan dan mengabstrasikan. Dalam reduksi data ini, peneliti melakukan proses living in (data yang terpilih) dan living out (data yang terbuang) baik dari hasil pengamatan, wawancara maupun dokumentasi di SMPN X.
b. Sajian Data (display data)
Sajian data merupakan suatu proses pengorganisasian data sehingga mudah dianalisis dan disimpulkan. Penyajian data dalam penelitian ini berbentuk uraian narasi serta dapat diselingi dengan gambar, skema, matriks, tabel, rumus, dan lain-lain. Hal ini disesuaikan dengan jenis data yang terkumpul dalam proses pengumpulan data, baik dari hasil observasi, wawancara, maupun studi dokumentasi di SMPN X.
c. Verifikasi dan Simpulan Data
Verifikasi data dan simpulan merupakan *** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN ***
H. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam skripsi ini meliputi :
Bab pertama, memuat pendahuluan yang meliputi : latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, batasan masalah, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, memuat landasan teori yang meliputi : pertama, konsep metode proyek, terdiri dari : pengertian merode proyek, langkah-langkah penerapan metode proyek. Kedua, Konsep aspek psikomotorik, beberapa tingkatan aspek psikomotorik. Ketiga, metode proyek dalam meningkatkan aspek psikomotorik anak didik pada PAI.
Bab ketiga, menjelaskan tentang Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) X, penerapan metode proyek dalam meningkatkan aspek psikomotorik dan kendala-kendala yang duhadapi Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) X dalam menerapkan metode proyek dalam meningkatkan aspek psikomotorik anak didik pada PAI.
Bab keempat, memuat simpulan dan saran.
Skripsi Modernisasi Pendidikan Pondok Pesantren (Studi Problematika Dan Upaya Menanganinya Di Pondok Pesantren X)
(Kode PEND-AIS-0007) : Skripsi Modernisasi Pendidikan Pondok Pesantren (Studi Problematika Dan Upaya Menanganinya Di Pondok Pesantren X)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Balakang
Obyektif pendidikan Indonesia terpotret pada dualisma pendidikan yaitu pendidikan Islam tradisional dan pendidikan modern. Pendidikan Islam tradisional diwakili pesantren yang bersifat konservatif dan hampir steril dari ilmu pengtahuan umum. Sedangkan pendidikan modern diwakili oleh lembaga pendidikan umum yang disebut sebagai warisan kolonial serta madarsahmadrasah yang dalam perkembangannya telah berafiliasi dengan system pendidikan umum.1
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh-kembangkan potensi sumber daya manusia (SDM)2. Dari kedua lembaga pendidikan tersebut pesantren adalah system pendidikan yang tumbuh dan lahir dari kultur Indonesia yang bersifat Indegenous. Lembaga inilah yang dilirik kembali sebagai model dasar pengembangan konsep pendiddikan (baru) Indonesia, tetapi realitasnya lembaga ini memunculkan bebearapa sikap kekecewaan.
Pesantren terdiri dari lima elemen pokok yaitu, kyai, santri, masjid, pondok, dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik.3. Kelima elemen tersebut merupakan ciri khusus yang dimiliki pesantren dan membedakan pendidikan pondok pesantren dengan lembaga pendidikan dalam bentuk lain. Penggalian hasanah budaya Islam melalui kitab-kitab klasik salah satu unsur yang terpenting dari keberadaan sebuah pesantren yang berperan sebagai pusat transmisi dan desiminasi ilmu ke Islaman. Maka pengajaran “kitab-kitab kuning” telah menjadi karakteristik dan merupakan ciri khas dari proses belajar mengajar di pondok pesantren4
Dari segi sikap terhadap tradisi, pesantren dibedakan kepada jenis pesantren Salafy dan Khalafy. Pesantren Salafi merupakan jenis pesantren yang tetap mempertahankan system sorogan dan weton dan pengajaran kitab-kitab klasik sebagai inti pendidikannya, dipesantren ini pengajaran pengetahuan umum tidak diberikan, tradisi masa lalu sangat dipertahankan, pemakaian system Madrasah hanya untuk memudahklan system sorogan seperti yang dilakukan dilembaga-lembaga pengajaran bentuk lama5.
Eksistensi pesantren dengan kondisi yang ada sekarang talah malahirkan output santri dengan segala potensi akademisnya hanya bagaikan menghadirkan “koleksi busana”, tetapi orang lain tidak menyukainya, atau mereka tidak tahu kalau memang itu baik untuk digunakan. Kendati inipun lahir dari ungkapan kesenjangan intelektual dari kultur antara pesantren dan dunia luar, artinya harus diakui bahwa dunia pesantren yang menyimpan beberapa potensi tidak dapat hadir secara okomodif dan memainkan peranan yang maksimal di zaman mutakhir ini.
Pesantren Khalafy tampaknya menerima hal-hal baru yang dinilai baik disamping tetap mempertahankan tradisi lama yang baik, pesantren sejenis ini mengajarkan pelajaran umum di madrasah dengan system klasikal dan membuka sekolah-sekolah umum di lingkungan pesantren, tetapi pengajaran Islam klasik masih tetap dipertahankan. Bentuk pesantren ini diklasifikasikan sebagai pesantren modern
Untuk mengeahui faktor penyebab permasalahan pondok pesantren dalam menghadapi tantangan global, Nurcholish madjid7 telah mengidentifikasikan beberapa hal, antara satu dengan yang lain saling berkaitan, yaitu : lingkungan, santri, kurikulum, kepemimpinan, alumni, dan prinsip kehidupan pesantren secara umum.
Beberapa persoalan diatas memperlihatkan jurang yang menganga antara dunia pesantren disatu sisi dan alam real disisi lain, padahal pesantren adalah bagian dari dunia itu. Kesenjangan ini tidak jarang telah melahirkan dikotomi kepada pendidikan Islam. Pesantren yang bersifat ‘konservatif” lebih diidentikkan dengan lembaga pendidikan tradisional, sedangkan lembaga pendidikan yang “mewarisi” system kolonial diklaim sebagai lembaga pendidikan modern8.
Apabila pada masa orde baru pembangunan lebih diarahkan pada pemerataan pendidikan yang berimplikasi pada tidak terimbangnya peningkatan kuantitas oleh kualitas, maka globalisasi memaksa Indonesia untuk merubah orientasi pendidikannya menuju pendididkan yang berorientasikan kualitas, kompetensi, dan skill. Artinya yang terpenting kedepan bukan lagi memberantas buta huruf9, lebih dari itu membekali manusia terdidik agar dapat berpartisispasi dalam persaingan global juga harus dikedepankan. Berkenaan dengan ini, standar mutu yang berkembang di masyarakat adalah tingkat keberhasilan lulusan sebuah lembaga pendidikan dalam mengikuti kompetisi pasar global.
Pada aras ini, selain sebagai agen pemberdayaan masyarakat bermoral dan beretika, pesantern juga diharapkan mampu meningkatkan peran kelembagaannya sebagai kawah candradimuka. Generasi muda Islam dalam menimba ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sebagai bekal dalam menghadapi era globalisasi.
Permasalahan dalam dunia pendidikan pesantren, tidak mungkin dapat dipecahkan hanya sekedar malalui perluasan (ekspansi) linear dari system pendidikan yang ada. Juga tidak akan dipecahkan dengan jalan penyesuaian tekhnis administratife disana-sini, bahkan tidak bisa diselesaikan pula dengan pengalihan konsep pendidikan dari tekhnologis pendidikan yang berkembang demikian pesat. Lebih dari semua itu, yang diperlukan sekarang adalah memimpin kembali konsep dan asumsi yang mendasari seluruh system pendidikan Islam baik secara makro maupun mikro.
Sejalan dengan itu, mengembalikan pesantren kepada fungsi pokoknya yang sebenarnya juga harus segera diwujudkan. Sebagaimana diketahui setidaknya terdapat tiga fungsi pokok peantren10 :
1. Transmisi ilmu pengetahuan Islam (transmission of Islamic knowledge), dimaksud tentunya tidak hanya meliputi pengetahuan agama, tetapi juga mencakup seluruh pengetahuan yang ada.
2. Pemeliharaan tradisi Islam (maintenance of Islamic tradition),
3. Pembinaan calon-calon ulama (reproduction of ulama). Untuk hal ini, Pesantren dituntut untuk melakukan terobosan sebagai berikut11 :
1. membuat kurikulum terpadu, gradual, sistematis, egaliter, dan bersifat buttom up (tidak top down).
2. Melengkapi sarana penunjang proses pembelajaran, seperti perpustakaan buku-buku klasik dan kontemporer.
3. Memberi kebebasan kepada santri yang ingin mengembangkan talenta mereka masing-masing, baik yang berkenaan dengan ilmu pemikiran, ilmu pengetahuan, teknologi, maupun kewirausahaan.
4. Menyediakan wahana aktualisasi diri ditengah-tengah masyarakat.
Berangkat dari pengalaman di atas, nampaknya KH Abd Fatah Ahmad Faqih dan Drs. H. M Tohir Abd Rahman M.M, selaku pendiri dan pengasuh pondok pesantren di Desa X Kec. X Kab. X telah menyadari sepenuhnya kelebihan dan kekurangan dualisme pendidikan tersebut, sehingga solusi yang ditawarkan dalam memodernisasikan pendidikannya di Pondok Pesantren X adalah memadukan dari kedua system pendidikan ini dengan mengambil perangkat system yang positif dari keduanya.
Lembaga pendidikan seperti ini yang dapat memadukan yang Liberal yakni tradisi belajar klasik dengan gaya modern yang diwujudkan secara baik dalam system pengajaran maupun mata pelajarannya. System pendidikan pada Pondok Pesantren X, dijadikan sebagai model dalam memodernisasi pendidikan yang digagas oleh KH Abd Fatah Ahmad Faqih dan Drs. H. M Tohir Abd Rahman M.M. Di pondok pesantren ini telah di selenggarakan beberapa kelembagaan ya itu :
1. Taman Kanak-kanak X (TKNK)
2. Madrasah Ibtidaiyah X (MINK)
3. Madrasah Tsanawiyah X (MTsNK)
4. Madrasah Aliyah X (MANK)
Kelembagaan pendidikan yang di selenggarakan tersebut berada di bawah naungan besar lembaga Pondok Pesantren X yang di dirikan di Desa X Kec. X Kab. X
Dari sisi yang lain, peran pesantren menemukan momentumnya terutama dalam menjawab tantangan zaman atau proses modernisasi yang terus berlangsung12. Sebagai lembaga pendidikan, pondok pesantren X tentunya menemukan beberapa momentum dalam menjawab tuntutan global dengan berbagai macam problematika yang hadapi untuk memodernisasi pondok pesantren tersebut baik yang bersifat intern maupun ekstren.
Adapun dari beberapa problematika yang diidentifikasikan dalam menghadapi tuntutan global, pondok pesantren ini menjumpai berbagai problema, hal ini dapat dilihat dari beberapa segi sebagai berikut :
a. Kultur atau tradisi pulau Madura pada umumnya, hal ini mempangaruhi pada implementasi-stimulasi system pondok pesantren X.
b. Sarana dan prasarana, yakni dalam menampung santri atau siswa pada khususnya atau dalam menfasilitasi program pondok pesantren pada umumnya.
c. Metode pembelajaran yang berbentuk sorogan dan weton, yang dalam hal ini siswa atau santri masih terpengaruh pada budaya atau tradisi lama tanpa bisa mengkorabolasikan dengan masa sekarang yakni bebas menentukan pilihan sendiri.
d. Tradisi masyarakat yang bersifat agamis dan system kerajaan, tanpa kesadaran pendidikan yang diperlukan oleh bangsa dan negara Indonesia pada khusunya dan dunia umumnya.
e. Sulitnya memperoleh koleksi buku-buku umum sebab pondok pesantren ini terletak di pedesaan.
f. Perbedaan kebijakan pemimpin dalam mengarahkan pondok pesant ren, dan lain sebagainya.
Deskripsi di atas telah menginspirasi peneliti dalam menemukan, mengetahui, dan menganalisis problematika yang dihadapi lembaga pendidikan pondok pesantren ini dalam menghadapi tantangan global dunia pendidikan untuk dijadikan sebuah penelitian dengan judul skripsi : “MODERNISASI PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN” (Studi Problematika Dan Upaya Menanganinya Di Pondok Pesantren X).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah bentuk problematika dalam memodernisasi pendidikan pondok pesantren di Pondok Pesantren X?
2. Bagaimanakah upaya dalam menangani Problematika yang di hadapi dalam memodernisasi pendidikan Pondok Pesantren di pondok pesantren X?
C. Pembatasan Masalah
Di pandang obyek penelitian bersifat global maka peneliti akan membatasi penelitian ini pada beberapa item atau beberapa permasalahan saja. Adapun yang akan menjadi obyek bagi peneliti pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Intern
a. Tradisi pesantren pada umumnya, eksis sebagai lembaga yang identik dengan pengajaran kitab klasik (kitab-kitab kuning), etika atau tradisional pesantren, bahkan pada pemerkosaan kekuasaan.
b. Sistem kependidikan pondok pesantren, yang dalam hal ini peneliti fokuskan kepada materi atau kurikulum (kurikulum yang terpadu, gradual, sistematis, egaliter) pendidikan yang berlangsung diajarkan, metodologi pembelajaran, sarana dan prasarana di pondok pesantren X
2. Ektern
a. Situasi dan kondisi keberadaan ponpes tersebut, pastinya di desa X kec, X kab, X.
b. Sistem kependidikan nasional, yakni dalam menghadapi kebijakan pemerintah atau persaingan pasar era globalisasi.
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui adakah problematika dalam memodernisasi pendidikan pondok pesantren di pondok pesantren X
2. Untuk mengetahui apakah problematika dalam memodernisasi pendidikan pondok pesantren di pondok pesantren X
3. Untuk mengetahui bagaimanakah upaya menangani Problematika yang dihadapi dalam memodernisasi pendidikan pondok pesantren di pondok pesantren X.
E. Manfaat Penelitian
1. Sebagai sumbangsih kepada sebuah lembaga khususnya dilingkungan pondok pesantren untuk lebih memperhatikan secara intensif tentang pendidikan siswa.
2. Menelaah kembali problema yang dihadapi di pondok pesantren untuk dijadikan evaluasi oleh lembaga itu.
3. Sebagai bahan pertimbangan bagi Departemen Pendidikan Nasional untuk senantiasa menempatkan pondok pesantren pada tempat yang layak.
4. Sebagai study perbandingan dalam mengaplikasikan materi yang diasumsi dibangku kuliah dengan realita pendidikan di lapangan.
F. Definisi Operasional
Definisi operasional itu dimaksud untuk memperjelas dan mempertegas kata-kata atau istilah-istilah kunci yang berkaitan dengan judul penelitian supaya tidak terjadi kekeliruan dalam menafsirkan makna. Maka istilah-istilah yang dioperasionalkan adalah :
1. Modernisasi
Modernisasi berasal dari kata modern yang berarti sikap dan cara serta cara bertindak yang sesuai dengan tuntutan zaman13. Jadi memodernisasi adalah gerakan yang betujuan menafsirkan kembali doktrin tradisional, menyesuaikannya dengan aliran-aliran modern dalam filsafat sejarah dan ilmu pengetahuan14
Jelasnya pondok pesantren X yang digagas oleh KH Abd Fatah Ahmad Faqih dan Drs. H. M Tohir Abd Rahman M.M, yang dalam hal ini tentunya peneliti lebih mengarah kepada system kependidikan yang distimulasi oleh pendidik dan pengasuh atau pembina.
2. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh-kembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) menurut Dr. Marimba pendidikan adalah bimbingan dan pimpinan secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani siterdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama15
3. Pondok Pesantren
Pondok Pesantren merupakan suatu tempat yang dihuni oleh para santri yang terdiri dari lima elemen pokok yaitu, kyai, santri, masjid, pondok, dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik. Pondok pesantren di bedakan dengan pondok pesantren Salaf dan pondok pesantren Khalaf.
Pondok pesantren salaf adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab klasik sebagai inti pendidikannya. Di pesantren ini pengajaran pengetahuan umum tidak diberikan, tradisi masa lalu sangat dipertahankan, pemakaian sistem madrasah hanya untuk memudahkan system sorogan seperti yang dilakukan dilembaga-lembaga pengajaran bentuk lama16.
Pondok pesantren modern adalah pesantern yang menerima hal-hal baru yang dinilai baik disamping tetap mempertahankan tradisi lama yang baik, pesantren sejenis ini mengajarkan pelajaran umum dimadrasah dengan system klasikal dan membuka sekolah-sekolah umum di lingkungan pesantren, tetapi pengajaran Islam klasik masih tetap dipertahankan. Bentuk pesantren ini diklasifikasikan sebagai pesantren modern17.
4. Problematika
Problematika berasal dari kata problem yakni situasi yang tidak pasti, meragukan, sukar dipahami jadi problematika adalah masalah yang memerlukan pemecahan18.
Hal dimaksud peneliti disini adalah masalah-masalah yang dihadapi Pondok Pesantren X dalam memodernisasi ponpes tersebut.
5. Upaya
Upaya adalah cara untuk mencapai maksud, mencari jawaban keluar19. yakni cara dalam mengatasi permasalahan atau fenomena yang dihadapi.
6. X
X adalah salah satu nama lembaga atau yayasan pendidikan berstatus pondok pesantren di desa X kec. X Kab. X.
G. Alasan Memilih Judul
Sebagaimana pondok pesantren telah diasumsikan sebagai lembaga yang ektrim terhadap budaya modern bahkan menyesatkan bagi golongan modernisme yang telah mengikuti perkembangan budaya barat, di sebuah pesantren juga diasumsikan sebagai lembaga pendidikan yang hanya mengikuti tradisi atau budaya Islam ala masa kuno. Akan tetapi persepsi tersebut berbeda dengan realitas kelembagaan di pondok pesantren X, lembaga tersebut mempunyai profesi untuk memiliki mutu kelulusan siswa sebagai kaderisasi yang berkualitas, berkompetensi, dan memiliki skill yang sesuai dengan tuntutan zaman. Lembaga ini telah menjadi pengaruh besar dalam persaingan kelembagaan yakni kependidikan khususnya di kec. X Kab. X dan diseluruh lembaga di Indonesia pada umumnya.
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, menurut kirk dan puiller, penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sosial yang fundamental pada pengamatan manusia pada kawasannya sendiri dan hubungan dengan orang lain dalam bahasanya maupun dalam peristilahannya20
Penelitian kualitatif akan menghasilkan data deskriptif yaitu berupa kata-kata tertulis atau lisan dari prilaku yang diamati terutama terkait dengan bagaimana proses modernisasi pendidikan yang di kembangkan oleh lembaga pendidikan pondok pesantren X.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi atau obyek dalam penelitian ini berada di sebuah yayasan pendidikan pondok pesantren X yang terdapat di pulau kecil Indonesia yaitu pulau Madura, berlokasi di pedesaan yang bisa dilalui dengan berkendaraan umum, desa X kec. X Kab. X.
3. Jenis Data
Jenis Data adalah subyek dari mana data akan diperoleh, dalam hal ini akan peneliti bedakan menjadi dua kelompok.
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya dalam hal ini data kata dan tindakan peneliti peroleh dengan cara melakukan pengamatan dan wawancara terhadap pihak-pihak terkait yakni pendiri ponpes dan pengasuh ponpes beserta bagan yang terkait dengan penelitian ini.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data penunjang dari data primer yang berasal dari buku bacaan meliputi buku-buku, perpustakaan, arsip sarta dokumen-dokumen lainnya yang behubungan dengan penilitian ini21.
Adapun data sekunder itu ada dua :
1. Sumber Intern
Sumber Intern adalah data yang tersedia di Pondok Pesantren Nuruk Karomah X Meliputi program kerja ponpes.
2. Sumber Ekstern
Sumber ekstern adalah data yang diperoleh dari dari luar seperti buku-buku perpustakaan dan lain sebagainya
4. Sumber Data
a. Responden
Yaitu orang yang memberikan tanggapan secara langsung atau memberikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang di berikan peneliti melalui wawancara. Responden tersebut adalah kepala atau pengasuh yayasan Pondok Pesantren X.
b. Informan
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi ditempat penelitian. Informasi wajib secara suka rela menjadi anggota penelitian walaupun hanya bersifat informan, dan ia sebagai anggota dengan kebaikannya dan kesukarelaannya ia dapat memberikan pandangan dari segi orang dalam penilaian, sikap, bangunan, proses, dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat.
Dalam penelitian informan ini peneliti perlu memulai dari informan tertentu atau dari situasi sosial tertentu untuk diwawancarai, dimana dari informan supaya dapat bergilir menggelundung laksana bola. Informan pertama itulah hasilnya perlu dinyatakan dalam usulan atau rancangan penelitian kualitatif, proses bergilir bergelinding dalam pengambilan informan lebih lanjut tentunya akan berhenti bila mencapai titik tertentu22. Dalam hal ini peneliti mengambil pengasuh Pondok Pesantren X sebagai informan awal kemudian pembina Pondok Pesantren X dan bidang tertentu yang terkait dengan bentuk penelitian ini.
5. Tahapan-Tahapan Penelitian
a. Tahapan Invention
Tahapan ini adalah tahap pra lapangan, menurut Lexy Moeleong (1995 : 88) menyebutnya dengan tahap orientasi, tahapan ini digunakan untuk mendapatkan deskripsi secara global dari obyek penelitian yang pada akhirnya akan menghasilkan rancangan penelitian. Dalam tahapan ini terdapat enam tahapan yang di identifikasikan oleh peneliti, yaitu :
1. Menyusun perencanaan penelitian
2. Memilih lapangan penelitian
3. Mengurus perizinan penelitian
4. Menjajaki atau menilai keadaan tempat penelitian
5. Memilih dan memanfaatkan informan
6. Menyusun kelengkapan penelitian
b. Tahapan Discovery
Tahapan ini adalah dalam tahapan eksplorasi secara terfokus sesuai dengan pokok permasalahan yang dipilih sebagai fokus penelitian, tahapan ini merupakan pekerjaan dilapangan dimana peneliti memasuki lapangan dengan melakukan interview, pengamatan, dan pengumpulan data serta dokumentasi. Setelah memperoleh data kemudian peneliti mencatat dengan cermat dan menganalisis data yang diperoleh dari lapangan secara intensif setelah memaksimalkan penelitiannya.
c. Tahapan Explanation
Pada tahapan ini peneliti menelaah kembali seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu wawancara, pengamatan, dan pengumpulan data serta dokumentasi. Setelah itu peneliti mengorganisir kembali hasil yang telah ditelaah untuk dianalisis dengan mendiskripsikan data-data untuk mencari kesimpulan hasil penelitian.
6. Subyek Penelitian
Adalah sumber untuk memperoleh informasi, baik dari orang maupun dari sesuatu23 dalam penelitian ini yang menjadi obyek penelitian adalah problematika pendidikan yang dihadapi pondok pesantren dalam memordenisasi yayasan, di yayasan Pondok Pesantren X.
7. Prosedur Pengumpulan Data
Dalam hal ini peneliti menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut :
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki24. Adapun metode pengamatan yang peneliti gunakan dalam hal ini adalah observasi nonparticipant yaitu peneliti tidak langsung terlibat dalam situasi yang sedang diamati.
b. Wawancara/Interview
Wawancara/Interview adalah alat mengumpulkan data untuk memperoleh informsi langsung dari sumbernya25. Dalam tekhnik ini peneliti menggunakna metodologi.
1. Wawancara/interview terpimpin Wawancara/interview terpimpin adalah wawancara yang menggunakan pertanyaan yang diajukan menurut daftar pertanyaan yang telah disusun secara rapi oleh peneliti26.
2. Wawancara/interview tidak terpimpin
Wawancara/interview tidak terpimpin adalah wawancara yang bentuk pertanyaannya bebas (pertanyaan langsuang tanpa daftar yang telah disusun sebelumnya.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkip, buku27
8. Analisis Data
Analisis Data menurut patron adalah *** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN ***
I. Sistematika Pembahasan
BAB I : Pendahuluan
Bahasan peneliti dalam bab ini adalah latar belakang masalah, rumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional, dan metode penelitian.
BAB II : Landasan Teori
Landasan teori ini mencakupi modernisasi pendidikan, proses penyusunan pendidikan modern, posisi pondok pesantren dalam dunia pendidikan dan budaya, dan lain sebagainya.
BAB III : Laporan Hasil Penelitian
Dengan kajian literature penelitian ini nantinya akan dilaporkan dengan stimulasi-sistematis dengan gambaran umum obyek penelitian, perkembangan pondok pesantren,
BAB IV : Penyajian data, fenomonologi dan problema kependidikan, upaya menangani problematika, dan analisis data.
BAB V : Kesimpulan dan Saran
Akhir dari penelitian ini nantinya akan diketahui hasilnya setelah peneliti menyimpulkan hasil dari penelitiannya, serta akan memberikan saran atau kritik terhadap delegasi yang bersangkutan baik secara intern maupun ektren.