(Kode EKONAKUN-0010) : Skripsi Implementasi Balanced Scorecard Sebagai Alat Pengukur Kinerja Pada PT. X
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Saat ini masih banyak perusahaan yang mengukur kinerjanya hanya berdasarkan pada tolak ukur keuangannya saja. Padahal dalam menghadapi lingkungan bisnis yang semakin kompleks seperti saat ini, pengukuran kinerja yang hanya berdasar pada tolak ukur keuangan sudah tidak lagi memadai karena mempunyai banyak kelemahan, antara lain:
1. Pemakaian kinerja keuangan sebagai satu-satunya penentu kinerja perusahaan bisa mendorong manajer untuk mengambil tindakan jangka pendek dengan mengorbankan kepentingan jangka panjang. Misalnya, untuk menaikkan profit atau ROI, seorang manajer bisa saja mengurangi komitmennya terhadap pengembangan atau pelatihan bagi karyawan, termasuk investasi-investasi dalam sistem dan teknologi untuk kepentingan perusahaan masa depan. Dalam jangka pendek kinerja keuangan meningkat, namun dalam jangka panjang akan menurun.
2. Diabaikannya aspek pengukuran non-finansial dan intangible asset pada umumnya, baik dari sumber internal maupun eksternal akan memberikan suatu pandangan yang keliru bagi manajer mengenai perusahaan di masa sekarang terlebih lagi di masa datang.
3. Kinerja keuangan hanya bertumpu pada kinerja masa lalu dan kurang mampu sepenuhnya untuk menuntun perusahaan kearah tujuan perusahaan.
Agar sukses setiap perusahaan, harus menginvestasikan dan mengelola asset intelektual mereka. Hal ini disebabkan karena asset intelektual memampukan perusahaan untuk:
- Membangun hubungan baik dengan konsumen yang akan memelihara kesetiaan dari konsumen yang ada dan memungkinkan segmen konsumen dan area pasar yang baru dapat dilayani dengan efektif dan efisien.
- Memperkenalkan produk dan jasa inovatif yang diinginkan oleh target segmen konsumen.
- Memproduksi produk dan jasa yang berkualitas tinggi pada tingkat biaya yang rendah dan dengan waktu tunggu yang singkat.
- Mengerahkan kemampuan dan motivasi karyawan untuk melakukan peningkatan secara terus menerus dalam kapabilitas proses, kualitas, dan waktu respon.
Dalam hal ini, kesuksesan perusahaan tidak dapat dimotivasi atau diukur dalam jangka pendek dengan model akuntansi keuangan tradisional saja. Balanced scorecard merupakan kerangka kerja baru untuk mengintegrasikan ukuran yang diperoleh dari strategi. Dengan tetap mempertahankan ukuran keuangan dari performance sebelumnya, balanced scorecard memperkenalkan driver tambahan yang meliputi konsumen, proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Balanced scorecard lebih dari sekedar sistem pengukuran. Perusahaan dapat menggunakan balanced scorecard sebagai dasar untuk mengatur kerangka kerja untuk proses manajemen mereka. Perusahaan dapat membangun balanced scorecard mula-mula dengan tujuan yang terbatas, misalnya untuk mendapatkan klarifikasi, konsensus, dan fokus terhadap strategi mereka, lalu mengkomunikasikan strategi tersebut kepada seluruh anggota perusahaan.
Dengan kata lain, balanced scorecard mendidik manajemen dan organisasi pada umumnya untuk memandang perusahaan dari kurang lebih empat perspektif: keuangan, pelanggan, pembelajaran dan pertumbuhan, serta bisnis internal, yang menghubungkan pengendalian operasional jangka pendek ke dalam visi dan strategi bisnis jangka panjang.
Kekuatan sebenarnya balanced scorecard terjadi saat mentransform sistem pengukuran menjadi sistem manajemen. Dengan kata lain balanced scorecard dapat digunakan untuk:
1. Mengklasifikasi dan mendapatkan konsensus (persetujuan) mengenai strategi.
2. Mengkomunikasikan strategi pada anggota perusahaan.
3. Menjelaskan tujuan tiap departemen dan individu terhadap strategi.
4. Menghubungkan tujuan strategis dengan target jangka panjang dan anggaran tahunan.
5. Mengidentifikasi dan menjelaskan inisiatif strategis.
6. Melakukan peninjauan strategis secara berkala dan sistematis.
7. Memperoleh umpan balik untuk mempelajari dan mengembangkan strategi.
Seperti yang telah disebutkan diatas, balanced scorecard mengklasifikasikan pengukuran kinerja ke dalam 4 perspektif, yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Keempat perspektif ini menawarkan suatu keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang, yaitu hasil yang diinginkan, pemicu kinerja, dan tolak ukur kinerja.
Berdasarkan kelebihan yang dimiliki balanced scorecard, maka penulis tertarik untuk mengukur kinerja suatu perusahaan dengan menggunakan instrumen-instrumen yang terdapat di dalam balanced scorecard ke dalam skripsi yang berjudul “Implementasi Balanced Scorecard sebagai alat pengukur kinerja pada PT X”.
1.2 Rumusan Masalah
Saat ini masih banyak perusahaan yang mengukur kinerjanya secara tradisional, yaitu hanya dengan menitikberatkan pada aspek keuangannya saja. Perusahaan cenderung berorientasi pada keuntungan jangka pendek dan mengabaikan kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang.
Oleh karena itu penulis mencoba menerapkan beberapa pengukuran sederhana dengan menggunakan pendekatan balanced scorecard untuk menganalisis kinerja perusahaan. Adapun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengukuran kinerja yang selama ini diterapkan di PT X?
2. Bagaimana kinerja perusahaan jika diukur dengan sistem pengukuran Balanced Scorecard?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui kinerja PT X apabila diukur dengan perspektif Balanced Scorecard.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi perusahaan, untuk mendapatkan masukan tentang pengukuran kinerja dengan menggunakan Balance Scorecard serta memberikan manfaat dalam menetapkan pengukuran kinerja yang lebih komprehensif.
2. Bagi penulis, untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dalam menerapkan beberapa teori yang diperoleh dalam perkuliahan.
3. Bagi pihak lain yang berkepentingan, untuk memberikan informasi yang berkenaan dengan pengukuran kinerja perusahaan dengan menggunakan Balanced Scorecard.
1.5 Sistematika Penulisan
Skripsi ini dibagi menjadi 5 bab dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I. Pendahuluan
Bab ini menjelaskan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitan, dan manfaat penelitian. Penulis mencoba untuk memberikan gambaran mengenai kebutuhan pengukuran kinerja perusahaan dengan menggunakan perspektif-perspektif yang ada dalam Balance Scorecard.
Bab II. Tinjauan Literatur
Dalam bab ini penulis menjelaskan mengenai pengertian, tujuan, manfaat, dan karakteristik sistem pengukuran kinerja, serta mengenai balanced scorecard dan perspektif-perspektif yang ada didalamnya sebagai suatu sistem pengukuran kinerja.
Bab III. Gambaran Umum Objek Pembahasan
Pada bab ini penulis menjelaskan gambaran umum, struktur organisasi, dan ruang lingkup kegiatan PT X sebagai obyek penelitian.
Bab IV. Analisis dan Pembahasan
Pada bab ini, penulis mencoba untuk melakukan analisis data, baik data finansial maupun data nonfinansial, serta pembahasan terhadap kinerja perusahaan dengan menggunakan keempat perspektif dalam Balanced Scorecard, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pertumbuhan dan pembelajaran.
Bab V. Simpulan dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan atas analisis data yang dilakukan di PT X, selain itu penulis juga memberikan saran mengenai kemungkinan pengukuran kinerja Balanced Scorecard sebagai alternatif untuk mengukur kinerja perusahaan secara lebih akurat.
Home » All posts
Skripsi Implementasi Balanced Scorecard Sebagai Alat Pengukur Kinerja Pada PT. X
Skripsi Hubungan Pembagian Kerja Dan Wewenang Karyawan Terhadap Prestasi Kerja Pada Bank Bukopin Cabang X
(Kode EKONAKUN-0009) : Skripsi Hubungan Pembagian Kerja Dan Wewenang Karyawan Terhadap Prestasi Kerja Pada Bank Bukopin Cabang X
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perusahaan pada hakekatanya terdiri dari kumpulan orang-orang dan peralatan operasionalnya. Sehingga upaya pencapaian tujuan dalam memaksimalkan keuntungan dan berhasil atau tidaknya suatu misi perusahaan untuk mencapai tujuan ditentukan oleh individu-individu yang menjalankan manajemen yang dilaksanakan perusahaan.
Masalah Manajemen itu akan selalu ada bila perusahaan masih menjalankan aktivitasnya. Jadi manajemen sangat penting bagi seorang manajer dalam menentukan otoritas tertinggi untuk menggerakkan karyawan. Agar dapat melakukan aktivitas atau bekerja secara efektif bagi perusahaan demi tercapainya tujuan yang telah ditentukan. Seorang manajer dalam menggerakkan orang-orang untuk mendapatkan sesuatu haruslah mempunyai ilmu pengetahuan dan seni, agar orang mau melakukannya. Untuk itulah diperlukan suatu wadah yang dapat menghimpun setiap orang, wadah itulah yang disebut dengan organisasi.(Abdul Syani, 1987)
Organisasi itu sendiri merupakan alat yang paling berhubungan dengan satuan-satuan kerja, yang diberikan kepada orang-orang yang ditempatkan dalam struktur wewenang. Sehingga pekerjaan yang akan dilaksanakan dapat dikoordinasikan oleh perintah para atasan kepada bawahan dari bagian puncak manajemen sampai kebawah dari seluruh unit/bagian.
Perusahaan yang mempunyai organisasi yang baik dan teratur kemungkinan besar tidak akan mengalami hambatan-hambatan dalam mengerjakan tugasnya dengan efektif (sebaiknya/semaksimal mungkin). Dan begitu pula sebaliknya bila perusahaan tidak mempunyai organisasi yang baik dan teratur. Sehingga dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan oleh pimpinan kepada bawahan akan mengalami hambatan. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh pimpinan kepada bawahan.
Hubungan organisasi itu sangat penting bagi karyawan untuk melakukan tugasnya sehingga dapat mencapai efektivitas kerja karyawan yang diinginkan oleh pihak perusahaan, bila organisasi itu berjalan dengan baik pada perusahaan itu maka karyawan secara tidak langsung dapat melakukan tugasnya dengan semaksimal mungkin. Sehingga akan berdampak bagi kelangsungan dan perkembangan perusahaan untuk mencapai tujuan dan dapat bersaing dengan perusahaan lain. Karena itu bagi seorang pimpinan harus mampu untuk menggerakkan karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya. Disamping itu juga pemimpin harus dapat mengatasi semua masalah yang ada pada perusahaan tersebut sebaik mungkin.(Sarwoto, 1989)
PT Bank Bukopin Cabang X adalah salah satu badan usaha yang kegiatannya bergerak dibidang jasa perbankan. Yang berusaha agar tetap hidup dan berkembang sehingga dapat mencapai tujuan atau keuntungan serta tujuannya yang lain adalah dapat melayani dan memenuhi keinginan masyarakat sebaik mungkin.
Dalam melaksanakan kegiatannya PT Bank Bukopin Cabang X ini menginginkan agar semua karyawan dapat melakukan pekerjaan atau tugas dengan baik. Tapi dalam hal ini PT Bank Bukopin masih mengalami suatu masalah atau hambatan yaiu bagian atau unit kerja Back Office yang mempunyai sub-bagian kliring, bagian kontrol, bagian administrasi kredit, bagian transfer, bagian pajak, bagian deposito, bagian sundris.
Pada bagian atau unit kerja ini terlihat masih adanya pembagian kerja yang kurang baik, dimana suatu pekerjaan yang dikerjakan oleh seorang karyawan bagian administrasi kredit melakukan juga pekerjaan bagian transfer, sehingga menyebabkan karyawan tersbeut tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya sesuai jadwal yang ditentukan dan sering terjadi penundaan pekerjaan sehingga bedampak pada lambatanya pelayanan bagian administrasi kredit pada PT Bank Bukopin Cabang X terhadap nasabah, sehingga nasabah merasa tidak pusa terhadap pelayanan tersebut. Ini berarti masih adanya perangkapan pelaksanaan tugas dari pembagian kerja tersebut. Sehingga fungsi dari organisasi yang sesungguhnya itu kuag berjalan dengan baik atau semestinya. Seharusnya bagian administrasi kredit melakukan tugasnya sendiri dan bagian transfer dilakukan oleh karyawan tersendiri. Karena pada masing-masing tugas memerlukan waktu dan konsentrasi dalam melaksanakan pekerjaan tersebut selesai secara maksimal. Dengan kata lain karyawan dapat bekerja secara efektif bila karyawan melakukan pekerjaan sesuai dengan pembagian kerja yang baik.
Serta masih kurang tegas dan luasnya pimpinan dalam memberikan pendelegasian wewenang kepada bawahan. Dalam hal ini pimpinan masih turut campur dalam pelaksanaan pekerjaan. Sehingga manajer operasi pada saat membuat suatu keputusan tidak dapat membuat keputusan itu sendiri dengan cepat dan mengakibatkan terhambatnya kegiatan operasional perusahaan yang lain tertunda. Akibatnya aktivitas kerja di dalam perusahaan tersebut mengalami kemacetan dan sangat jelas berdampak merugikan perusahaan. Selain itu juga mengakibatkan timbulnya karyawan tersebut menjadi merasa tidak dipercaya dan tida dapat melakukan pekerjaan dalam melaksanakan tugas yang sebelumnya telah diserahkan kepadat.
Di karenakan pembagian kerja dan pendelegasian wewenang itu sangat penting. Penulis melihat hal tersebut merupakan masalah penting bagi kelangsungan hidup organisasi perusahaan, terutama bagi karyawa dalam menjalankan tugasnya dengan efektif.
Karena masalah tersebut sangat penting bagi pelaksanaan atau aktivitas kerja untuk mencapai tujuan perusahaan maka penulis tertarik meneliti masalah tersebut yang terjadi pada PT Bank Bukopin yaitu dengan judul “HUBUNGAN PEMBAGIAN KERJA DAN WEWENANG KARYAWAN TERHADAP PRESTASI KERJA PADA BANK BUKOPIN CABANG X BULAN MEI XXXX.”
1.2 Perumusan Masalah
1. Apakah ada hubungan pembagian kerja dan wewenang karyawan secara simultan terhadap prestasi kerja karyawan ?
2. Apakah ada hubungan secara partial pembagian kerja dengan prestasi kerja karyawan ?
3. Apakah ada hubungan secara partial wewenang karyawan dengan prestasi kerja karyawan ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pembagian kerja dan wewenang karyawan terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. Bank Bukopin X.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya hubungan pembagian kerja terhadap prstasi kerja karyawan pada PT. Bank Bukopin X.
2. Diketahuinya hubungan wewenang karyawan terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. Bank Bukopin X
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian diharapkan:
1.4.1 Bagi Peneliti
Untuk membandingkan antara teori yang didapat dikelas dengan praktek yang dijalan kan perusahaan.
2.4.2 Bagi PT. Bank Bukopin, X
Memperoleh informasi didalam menilai hubungan pembagian kerja wewenang wewenang kerja terhadap prestasi kerja kaeyawan
1.4.3. Bagi Universitas X
Untuk memberikan wawasan pengetahuan tambahan dan sebagai masukan bagi rekan-rekan mahasiswa di Universitas X.
Skripsi Hubungan Audit Operasional Dan Pengelolaan Persediaan Barang Dagangan Terhadap Peningkatan Laba Pada PT X
(Kode EKONAKUN-0007) : Skripsi Hubungan Audit Operasional Dan Pengelolaan Persediaan Barang Dagangan Terhadap Peningkatan Laba Pada PT X
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dengan semakin berkembangnya suatu perusahaan menuntut pula perkembangan di bidang pemeriksaan. Pemeriksaan yang dilakukan tidak hanya pemeriksaan keuangan saja tetapi juga pemeriksaan yang menekankan penilaian sistematis dan objektif serta berorientasi pada tujuan untuk memperoleh keyakinan tentang keefektifan dan memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan yang diperiksa. Pimpinan perusahaan memerlukan audit operasional yang menyajikan informasi mengenai aktivitas operasional perusahaan dan tidak terbatas pada informasi keuangan dan akuntansi saja.
Audit operasional merupakan evaluasi atas berbagai kegiatan operasional perusahaan sedangkan sasarannya adalah untuk menilai apakah pelaksanaan kegiatan operasional telah dilaksanakan secara ekonomis, efektif dan efisien. Apabila belum dilaksanakan seperti seharusnya, maka auditor akan memberikan rekomendasi atau saran agar pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.
Salah satu bagian dalam perusahaan yang perlu dilakukan audit operasional adalah masalah pengelolaan persedian barang dagangan karena persediaan barang dagangan merupakan bagian utama dalam neraca dan seringkali merupakan perkiraan yang nilainya cukup besar serta membutuhkan modal kerja yang besar pula. Dengan besarnya jumlah uang yang ditanamkan pada persediaan barang dagangan suatu perusahaan, jelaslah bahwa persediaan barang dagangan merupakan aktiva yang sangat penting untuk dilindungi.
Setiap perusahaan dalam melaksanakan kegiatan pemasaran tidak terlepas akan kebutuhan akan barang-barang dagangan yang menjadi faktor utama dalam menunjang jalannya aktivitas pemasaran perusahaan. Dengan terpenuhinya akan barang tepat pada waktunya, maka kegiatan suatu perusahaan akan dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Tanpa adanya persediaan barang dagangan, perusahaan akan menghadapi resiko dimana pada suatu waktu tidak dapat memenuhi keinginan dari para pelanggannya. Tentu saja kenyataan ini dapat berakibat buruk bagi perusahaan, karena secara tidak langsung perusahaan menjadi kehilangan kesempatan untuk memperoleh keuntungan yang seharusnya didapatkan.
PT X (Persero) X atau yang lebih dikenal sebagai PT X adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri pupuk. Persediaan barang dagangan yang terdapat pada PT X (Persero) X terdiri dari persediaan urea dan hasil produksi sampingannya. Untuk memenuhi kebutuhan barang-barang tersebut dan untuk menunjang kegiatan pemasaran, maka perusahaan perlu mengadakan suatu persediaan barang dagangan dalam jumlah tertentu yang disimpan dalam gudang untuk selanjutnya dikeluarkan ke truk, kapal atau alat angkut lainnya dan kemudian dikirim ke gudang unit pemasaran masing-masing daerah.
Audit operasional atas persediaan barang dagangan perlu dilakukan untuk menentukan apakah nilai persediaan yang diajukan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan apakah prosedur pengelolaan persediaan barang dagangan tersebut telah dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Audit atas persediaan adalah bagian yang paling kompleks dan memerlukan waktu yang cukup banyak untuk melakukan suatu pemeriksaan, karena pemeriksaan terdiri dari berbagai macam jenis dan tersebar di beberapa lokasi.
Audit operasional atas persediaan barang dagangan pada PT X (Persero) X dilaksanakan oleh Tim Pengawasan Operasional selaku internal auditor yang ditunjuk oleh Kepala satuan Pengawasan Intern yang merupakan departemen tersendiri. Audit operasional tersebut dilakukan secara periodik, yaitu setahun sekali pemeriksaan (per tahun), tentu saja ketentuan ini sudah ditetapkan terlebih dahulu oleh perusahaan dan tercantum dalam PKPT (Program Kerja Pemeriksaan tahunan).
Dalam melakukan audit, auditor ini mengadakan pemeriksaan ke lokasi gudang untuk melakukan pemeriksaan fisik atas persediaan barang, kemudian membandingkannya dengan laporan persediaan dan menilai pelaksanaan prosedur pengelolaan persediaan yang dilakukan oleh Dinas Pengantongan Urea dan Ekspedisi.
Pengelolaan persediaan merupakan fungsi manajerial yang sangat penting, karena pemeriksaan fisik atas persediaan ini banyak melibatkan investasi rupiah dan mempengaruhi efektifitas dan efisiensi kegiatan perusahaan. Oleh sebab itu, audit operasional atas persediaan barang sangat diperlukan untuk mengurangi resiko terjadinya selisih, kehilangan, mengantisipasi kemungkinan terjadinya kecurangan dan memastikan bahwa prosedur telah dilakukan dengan baik sehingga kemudian dapat dibuatlah suatu usulan perbaikan. Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk memilih judul:
“HUBUNGAN AUDIT OPERASIONAL DAN PENGELOLAAN PERSEDIAAN BARANG DAGANGAN TERHADAP PENINGKATAN LABA PADA PT X (PERSERO) X BULAN MEI XXXX”
1.2. Rumusan Masalah
Setiap perusahaan, termasuk PT X, dalam menjalankan usahanya bertujuan untuk mencapai tujuan perusahaan seperti maksimalisasi laba, mengembangkan perusahaan, maupun mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Dari uraian di atas, peneliti dapat mengemukakan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah ada hubungan audit operasional dan pengelolaan persediaan barang dagangan secara simultan terhadap peningkatan laba pada PT. X (PERSERO) X ?.
2. Apakah ada hubungan audit operasional secara parsial terhadap pningkatan laba pada PT. X (Persero) X?
3. Apakah ada hubungan pengelolaan persediaan barang dagangan secara parsial terhadap peningkatan laba pada PT. X (Persero) X?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan audit operasional dan pengelolaan persediaan barang dagangan secara simultan terhadap peningkatan laba di PT X (Persero) X
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya hubungan audit operasional secara parsial terhadap peningkatan laba pada PT. X (Persero) X
2. Diketahuinya hubungan pengelolaan persediaan barang dagangan pada PT. X (Persero) X
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi kesempatan bagi peneliti untuk menerapkan teori-teori yang diperoleh di bangku kuliah dan membandingkannya dengan praktek yang terjadi dalam perusahaan.
2. Bagi PT. X (Persero) X
Dapat memberikan informasi dan masukan kepada pihak perusahaan mengenai hubungan audit operasional dan pengelolaan persediaan barang dagangan terhadap peningkatan laba perusahaan.
3. Bagi Universitas X
Sebagai bahan bacaan untuk menambah pengetahuan mengenai konsep, prosedur dan teknik-teknik audit operasional dan pengelolaan persediaan barang dagangan.
Skripsi Evaluasi Akuntansi Praktik Penghimpunan Dana Dan Pembiayaan Di BMT Kota X
(Kode EKONAKUN-0005) : Skripsi Evaluasi Akuntansi Praktik Penghimpunan Dana Dan Pembiayaan Di BMT Kota X (Studi Kasus Pada BMT X)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan perbankan dengan menggunakan prinsip syariah atau lebih dikenal dengan nama bank syariah di Indonesia bukan merupakan hal yang asing lagi. Mulai awal tahun 1990 telah terealisasi ide tentang adanya bank Islam di Indonesia, yang merupakan bentuk penolakan terhadap sistem riba yang bertentangan dengan hukum Islam. Riba merupakan tambahan nilai yang diperoleh dengan tanpa resiko dan bukan merupakan hadiah atau kompensasi kerja. Hal inilah yang mendorong berdirinya lebih dari 300 Baitul Maal Wa Tamwil pada akhir Oktober 1995. Di Indonesia Baitul Maal Wa Tamwil lebih dikenal dengan nama Balai Usaha Mandiri Terpadu (disingkat BMT), dan masing-masing BMT melayani 100-150 pengusaha kecil bawah.
Manajemen bank syariah maupun lembaga keuangan syariah tidak banyak berbeda dengan manajemen bank konvesional. Namun dengan adanya landasan syariah serta sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang menyangkut Bank Syariah, antara lain Undang-Undang No.7 th 1992 tentang perbankan yang telah diganti dengan Undang-Undang No.10 th 1998. Selain Undang-Undang yang berlaku tersebut, ketentuan pelaksanaan bank berdasarkan prinsip syariah ditetapkan dengan peraturan pemerintah No.30 tahun 1999, maka kita bisa melihat adanya perbedaan antara bank/lembaga keuangan syariah dengan bank konvensional, baik dari segi operasional, pendanaan, penyaluran maupun jasa keuangan yang diberikan. Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah.
Peran perbankan lebih menyentuh kepada masyarakat luas, karena terkait langsung dengan kegiatan ekonomi keseharian. Sehingga dalam perkembangannya peran lembaga keuangan syariah dalam hal ini perbankan syariah masih menunjukkan dominasi dalam mempengaruhi perkembangan ekonomi syariah. Disamping itu kemunculan bank syariah cenderung lebih disebabkan karena keinginan masyarakat untuk melaksanakan transaksi perbankan ataupun kegiatan ekonomi secara umum yang sejalan dengan nilai dan prinsip syariah.
Bank Islam atau selanjutnya disebut dengan bank syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank syariah atau biasa disebut dengan Bank Tanpa Bunga adalah lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Alqura’an dan Hadis Nabi SAW. Bank syariah adalah bank yang mekanisme kerjanya menggunakan mekanisme bagi hasil. Lembaga keuangan tersebut harus beroperasi secara ketat berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang tentunya sangat berbeda dengan prinsip yang dianut oleh lembaga keuangan non syariah. Adapun prinsip-prinsip yang dirujuk adalah :
1. Larangan menerapkan bunga pada semua bentuk dan jenis transaksi
2. Menjalankan aktifitas bisnis dan perdagangan berdasarkan pada kewajaran dan keuntungan yang halal
3. Mengeluarkan zakat dari hasil kegiatannya
4. Larangan menjalankan monopoli
5. Bekerjasama dalam membangun masyarakat, melalui aktivitas bisnis dan perdagangan yang tidak dilarang oleh Islam.
Keberadaan bank maupun lembaga syariah diharapkan dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh umat Islam untuk dapat meningkatkan taraf hidupnya melalui produk perbankan yang disediakan. Sebagaimana layaknya suatu bank, lembaga syariah juga menyediakan fasilitas penitipan uang dan pemberian kredit kapada semua sektor yang membutuhkan dana. Sesuai dengan fungsi dan jenis dana yang dapat dikelola oleh lembaga Islam yang mengembangkan konsep bebas bunga, selanjutnya melahirkan berbagai macam jenis produk pengumpulan dan penyaluran dana oleh lembaga syariah.
Lembaga keuangan syariah dengan sistem bagi hasil dirancang untuk terbinanya kebersamaan dalam menanggung resiko usaha dan berbagi hasil usaha antara: pemilik dana (rabbul maal) yang menyimpan uangnya dilembaga, lembaga selaku pengelola dana (mudharib), dan masyarakat yang membutuhkan dana yang bisa berstatus peminjam dana atau pengelola usaha.
Standar akuntansi yang berdasarkan prinsip syariah merupakan kunci sukses bagi bank/lembaga keuangan syariah untuk menjalankan sistemnya dalam rangka melayani masyarakat. Standar akuntansi tersebut akan terefleksi dalam sistem akuntansi yang digunakan sebagai dasar dalam pembuatan sistem laporan keuangan. Saat ini IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) sudah mengeluarkan PSAK Akuntansi Keuangan Syariah No.59 dan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah pada tanggal 1 juni XXXX yang berisi tentang Tujuan Akuntansi Keuangan, Tujuan Laporan Keuangan, Asumsi Dasar atas Sistem Pencatatan dasar Akrual, Karakteristik Kualitatif Laporan keuangan dan Unsur Laporan Keuangan. PSAK No.59 berisi tentang Pengakuan dan Pengukuran. Adapun karakteristik produk-produk bank syariah seperti; Mudharobah, Musyarakah, Murabahah, Salam, Istishna, Ijarah, Wadiah, Qardh, Sharf serta pengakuan dan pengukuran zakat. PSAK No.59 juga berisi penyajian komponen-komponen laporan keuangan bank syariah dan juga pengungkapan umum laporan keuangan, serta tanggal efektif untuk penyusunan dan penyajian laporan keuangan lembaga syariah.
Pembuatan standar akuntansi bank syariah yang terpisah dari PSAK No.31 tentang perbankan konvensional disebabkan adanya perbedaan mendasar antara prinsip operasi bank/lembaga syariah dengan bank konvensional. Perbedaan yang mendasar tersebut terletak pada prinsip operasi atas konsep pembagian keuntungan dan atau kerugian yang tidak menggunakan bunga sebagaimana bank konvensional yang menggunakan bunga sebagai alat untuk memperoleh pendapatan maupun membebankan biaya atas penggunaan dana karena bunga merupakan riba yang diharamkan. Selain itu bank/lembaga syariah dapat melakukan transaksi yang tidak mungkin dilakukan oleh bank konvensional seperti jual beli dan sewa menyewa.
BMT X memiliki cabang yang terletak dipinggiran kota, seperti Bantul, Prambanan dan Sleman, sedangkan BMT X terletak di jl.Adisucipto yang mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai pengusaha menengah kebawah. Hal ini memberikan kemudahan bagi masyarakat setempat untuk menyimpan uang mereka dengan jaminan keamanan serta memberikan kemudahan bagi pengusaha menengah kebawah dalam memperoleh modal untuk mengembangkan usahanya tanpa harus kepusat kota. Berdasarkan uraian diatas maka penulis mencoba meneliti tentang penerapan akuntansi syariah pada BMT X dan BMT X yang mengkhususkan pada penerapan akuntansi syariah atas transaksi Mudharobah dan musyarokah yang dituangkan dalam bentuk skripsi berjudul “Evaluasi Akuntansi Praktik Penghimpunan Dana dan Pembiayaan di BMT X” Studi kasus pada BMT X dan BMT X.
1.2. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat ditentukan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perlakuan akuntansi transaksi penghimpunan dana mudharabah dan pembiayaan musyarokah pada BMT X dan BMT X?
2. Apakah perlakuan akuntansi transaksi penghimpunan dana mudharabah dan pembiayaan musyarokah telah sesuai dengan PSAK No.59?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui perlakuan akuntansi terhadap penghimpunan dana mudharabah dan pembiayaan musyarokah pada BMT X dan BMT X
2. Melihat kesesuaian (mengevaluasi) perlakuan akuntansi terhadap penghimpunan dana mudharabah dan pembiayaan musyarokah pada BMT X dan BMT X dengan PSAK No.59
Dari penelitian ini penulis berharap dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, antara lain:
1) Teoritis
a. Menilai sistem dan perhitungan bagi hasil pada produk penghimpunan dana mudharabah sebagai penghimpunan dana dan pembiayaan musyarokah sebagai penyaluran dana pada lembaga syariah
b. Membuktikan kesesuaian antara teori-teori yang ada dengan praktik yang sesungguhnya terjadi
c. Sebagai tambahan khasanah keilmuan khususnya dibidang akuntansi syariah
2) Praktis
a. Dapat dijadikan sebagai informasi dasar bagi penelitian lebih lanjut yang lebih luas dan spesifik untuk penulisan skripsi khususnya pada bidang akuntansi syariah
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan dan pemahaman tentang perlakuan akuntansi terhadap transaksi yang terjadi pada lembaga syariah.
1.4. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini disusun sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Membahas latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II Kajian Pustaka
Membahas topik yang relevan dengan penelitian ini yang berasal dari literatur, artikel, internet, dan bahan bacaan lainnya.
BAB III Tinjauan Objek Penelitian
Membahas mengenai objek penelitian secara komprehensif, berisi data-data objek penelitian yang mencakup data umum maupun data khusus.
BAB IV Analisa dan Pembahasan
Memuat uraian secara rinci mengenai langkah-langkah analisis data dan hasilnya serta pembahasan atas hasil yang diperoleh. Pembahasan hasil yang diperoleh dilakukan secara teoritik berdasarkan pada analisa kualitatif.
BAB V Kesimpulan dan Saran
Memuat kesimpulan dan saran-saran untuk penelitian berikutnya.
Skripsi Analisa Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Salah Satu Cara Untuk Mengukur Kinerja
(Kode EKONAKUN-0001) : Skripsi Analisa Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Salah Satu Cara Untuk Mengukur Kinerja
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penilaian kinerja yang selama ini didasarkan pada rasio keuangan yang hanya memberikan perspektif hasil usaha saat ini, keterbatasan dalam pengukuran keuangan maupun non keuangan sampai saat ini masih dihadapi oleh koperasi yaitu bentuk pengukuran beserta alat ukur yang tersedia terhadap kegiatan koperasi secara menyeluruh dan optimal.
Balanced scorecard menekankan, pengukuran keuangan dan non keuangan sebagai bagian sistem informasi bagi seluruh pegawai dari semua tingkatan dalam suatu koperasi. Data laporan tetap dipertahankan dalam pengukuran kinerja dan untuk dapat berhasil dimasa mendatang koperasi, perlu melakukan pengukuran investasi, pada pelanggan, karyawan, proses, teknologi dan investor.
Balanced scorecard meliputi tolak ukur keuangan, yang menerangkan dari aktivitas yang telah dilakukan organisasi dilengkapi dengan tolak ukur operasional terhadap kepuasan pelanggan, proses internal serta aktivitas inovasi dan perbaikan organisasi, manajer koperasi diharapkan mampu memperhatikan secara seimbang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja koperasi secara keseluruhan.
Balanced scorecard dibedakan menjadi 4 perspektif pengukuran yaitu : keuangan, pelanggan bisnis internal, proses belajar dan pertumbuhan.
Perspektif keuangan digunakan untuk melihat pandangan pemegang saham tentang kinerja keuangan suatu koperasi. Perspektif pelanggan untuk melihat bagaimana pandangan pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan oleh suatu koperasi. Perspektif proses bisnis internal menyatakan tentang segala sesuatu yang diunggulkan oleh suatu koperasi sedangkan perspektif belajar dan berkembang yaitu mengungkapkan kemampuan koperasi untuk melakukan perbaikan dan menciptakan suatu hal baru bagi koperasi yang akan dilaksanakan secara bertahap dan berkelanjutan.
Dalam suatu koperasi kinerja manajemen sebagai hasil dalam suatu efektifitas operasional manajemen organisasi, bagian organisasi dan karyawan berdasarkan sasaran, standart kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya dianggap sebagai sesuatu yang sangat penting efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimum, membantu pengembangan karyawan dan menyediakan umpan balik bagi suatu karyawan mengenai bagaimana atasan mereka dalam menilai kinerja.
Koperasi AS-Sakinah sebagai salah satu koperasi yang berbadan hukum yang diharapkan mempunyai kinerja manajemen yang baik karena dalam persaingannya dengan koperasi lainnya. Memerlukan nilai tambah bagi koperasi AS-Sakinah sebagai mitra usaha. Balanced scorecard dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam penilaian kinerja manajemen koperasi “AS-Sakinah” yang memanfaatkan sebagai proses umpan balik manajemen dalam implementasi strategi dalam proses double loop sehingga manajer dapat melihat apakah pelaksanaan sudah sesuai dengan strategi dan dapat menguji apakah asumsi-asumsi yang melandasi strategi yang digunakan masih sesuai sehingga dapat berlaku dengan efektif.
Berdasarkan hal-hal dan uraian diatas dapat diketahui bahwa Balanced scorecard digunakan untuk menterjemahkan strategi kedalam tingkatan- tingkatan operasional dan untuk mengukur tingkat efektifitas dalam pelaksanaan operasional. Maka penulis mengangkat judul “Analisa penerapan balanced scorecard sebagai salah satu cara untuk mengukur kinerja ”.
B. Rumusan Masalah
Sebagaimana disinggung, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana penerapan balanced scorecard sebagai salah satu cara mengukur kinerja.
C. Batasan Masalah
Agar pembahasan masalah nantinya tidak meluas maka dalam hal ini penulis membatasi bahwa penelitian ini hanya memfokuskan pada perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal, perspektif pertumbuhan dan pembelajaran dan perspektif keuangan.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan balanced scorecard sebagai salah satu cara mengukur kinerja.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Koperasi.
Untuk memberikan masukan sebagai bahan analisa dan perkembangan langkah-langkah yang sudah dilakukan selama ini dari pengukuran kinerja manajemen serta memberikan petunjuk dan saran kepada koperasi yang mungkin dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan agar aktivitas koperasi dapat berjalan efektif dan efisien sehingga tujuan koperasi dapat tercapai.
2. Bagi Universitas.
Untuk menambah perbendaharaan perpustakaan dan sebagai acuan perbandingan khususnya mengenai balanced scorecard sebagai alat ukur kinerja juga sebagai bahan kajian untuk permasalahan- permasalahan yang sepadan dengan masalah yang diteliti.
3. Bagi Penulis.
Penelitian ini sangat berguna bagi penulis untuk berusaha menguasai teori mengenai hal yang diteliti dengan pengetahuan dan hasil penelitian.
Pesan Skripsi Ini...
Judul Skripsi Lain...
makalah dampak kebijakan subsidi BBM terhadap pihak swasta
Judul :
makalah dampak kebijakan subsidi BBM terhadap pihak swasta
Daftar Isi :
HALAMAN JUDUL, LEMBAR PERSETUJUAN, KATA PENGANTAR, DAFTAR ISI, BAB I PENDAHULUAN, 1.1. Latar Belakang, 1.2. Rumusan Masalah, 1.3. Tujuan dan Manfaat, 1.4. Metode Penulisan, 1.5. Sistematika Penulisan, BAB II KAJIAN TEORI, 2.1. Definisi BBM dan Subsidi BBM, 2.2. Kebijakan Subsidi BBM, 2.3. Tujuan Kebijakan Pemerintah pada Subsidi BBM, BAB III PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS, 3.1. Penyajian Data, 3.2. Analisis Data, BAB IV KESIMPULAN DAN PENUTUP, 4.1. Kesimpulan, 4.2. Saran, DAFTAR PUSTAKA, LAMPIRAN.
Sekilas Isi :
Definisi Subsidi BBM
Istilah subsidi mungkin juga sudah tidak asing lagi bagi kita. Bahwasanya subsidi menurut bahasa berarti tunjangan. Dan subsidi BBM adalah bayaran yang harus dilakukan oleh pemerintah pada Pertamina dalam simulasi dimana pendapatan yang diperoleh Pertamina dari tugas menyediakan BBM di tanah air adalah lebih rendah dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. (http://www.pu.go.id/publik/pengumuman/subsidi-pkps-bbm-050907.htm)
Definisi di atas menunjukkan bahwa subsidi dilakukan untuk membantu warga negara yang kurang mampu, namun kenyataannya disalahgunakan oleh kalangan kelas menengah keatas. Hal ini menyebabkan subsidi BBM salah sasaran dalam penyaluran, karena subsidi yang tujuannya diberikan oleh kelompok yang kurang mampu tapi ternyata lebih banyak dinikmati oleh golongan masyarakat kelas atas.
Subsidi BBM adalah salah satu contoh suatu kebijakan ekonomi yang tidak adil. Menurut data dari sebuah survei misalnya, pemilik mobil pribadi rata-rata menikmati subsidi dari BBM sebesar 1,2 juta perbulan, sangat tidak sebanding dengan apa yang diterima oleh masyarakat yang kurang mampu terutama yang tidak mempunyai kendaraan bermotor. (http://arsipnalarekonomi.blogspot.com/2008/06)
Subsidi memang sangat membantu masyarakat kurang mampu untuk menjangkau harga BBM. Tapi kalau dibiarkan terus menerus, subsidi yang diberikan oleh pemerintah akan menggerogoti keuangan negara dalam APBN. Karena ternyata subdisi tersebut salah sasaran. Masyarakat kelas atas yang sebenarnya mampu membeli BBM yang secara normal ternyata malah disubsidi. Sedangkan kendaraan-kendaraan roda dua milik masyarakat kurang mampu biasanya membeli BBM yang dijual di kios-kios eceran yang harganya pasti lebih mahal dari SPBU. Harga BBM yang bersubsidi di kios-kios. Jadi jika subsidi ini diteruskan saya rasa hanya akan buang-buang uang dari APBN karena hanya kalangan menengah ke atas saja yang menikmati subsidi ini.
2.2. Kebijakan Subsidi BBM
Di zaman modern, mesin sangat penting untuk menunjang mobilitas manusia yang semakin tinggi. Hal ini menyebabkan BBM sangat vital bagi perekonomian suatu negara. Karena tanpa BBM dunia seakan berhenti berdenyut.
Setelah sekian lama masyarakat difasilitasi oleh pemerintah dengan subsidi BBM, akhirnya di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diberlakukan gebrakan yang sangat sensasional. Mulai dari menaikkan BBM industri di tahun 2007, pengurangan subsidi di awal 2008 dan akhirnya dihapus pada akhir 2008.
makalah pengaruh jenjang pendidikan terhadap perolehan pekerjaan
Judul :
makalah pengaruh jenjang pendidikan terhadap perolehan pekerjaan
Daftar Isi :
HALAMAN JUDUL, LEMBAR PERSETUJUAN, MOTTO, KATA PENGANTAR, DAFTAR ISI, BAB I : PENDAHULUAN, A. Latar Belakang, B. Rumusan Masalah, C. Tujuan dan Manfaat Penelitian, D. Sistematika Penulisan, BAB II : KAJIAN TEORI, A. Faktor Yang Merangsang Peserta Didik Miskin untuk Sekolah, B. Penerapan Teori Motivasi dalam Pendidikan, BAB III : PENYAJIAN DATA, ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH, A. Penyajian Data, B. Analisis dan Pemecahan Masalah, BAB IV : KESIMPULAN DAN PENUTUP, A. Kesimpulan, B. Penutup, DAFTAR PUSTAKA.
Sekilas Isi :
Tuntutan kualitas pendidikan dalam era global, memerlukan kerja sama bahu-membahu antara pemerintah dengan masyarakat. Usaha untuk mendorong partisipasi masyarakat yang lebih luas dalam proses penentuan kebijakan dan pelaksanaan pendidikan masih sangat jauh dari yang dicita-citakan. Usaha untuk mendorong partisipasi masyarakat tersebut antara lain diwujudkan dengan mulai disosialisasikannya pembentukan Dewan-Pendidikan/Dewan-Sekolah di tingkat Kabupaten/Kota serta diperkuatnya Komite Sekolah di tingkat sekolah agar mampu merencanakan, mengarahkan, menentukan kebijakan, dan melakukan pengawasan (check and balance) terhadap jalannya kegiatan belajar mengajar di setiap sekolah. Sampai pertengahan tahun 2001 ini, meskipun sosialisasi Dewan-Pendidikan/Dewan-Sekolah serta penguatan Komite Sekolah tersebut telah mendapatkan sambutan yang sangat menggembirakan di berbagai kalangan masyarakat di daerah, namun perintisan pembentukannya masih dihadapkan kepada banyak kendala, terutama disebabkan belum dilakukannya sosialisasi secara besar-besaran serta belum terkaitnya program tersebut dengan kegiatan-kegiatan pelaksanaan kebijakan pendidikan yang sedang berjalan.
Kualitas sumber daya manusia Indonesia yang masih rendah, ditunjukkan oleh angkatan kerja yang sekitar 63,5 persen tamatan SD atau bahkan tidak lulus SD. Dari Human Development Report 2001 yang diterbitkan oleh United Nation Development Programme (UNDP), index pengembangan sumber daya manusia (Human Development Index) Indonesia berada pada peringkat 102 dari 162 negara yang diukur. Hasil kajian The Third International Mathematics and Science Study 1999 (TIMMS) menunjukkan, kemampuan siswa kelas dua SLTP dalam bidang IPA dan matematika berada pada peringkat 32 dan 34 dari 38 negara yang dikaji. Kemudian dari data yang dipaparkan oleh Asia Week, pada jenjang pendidikan tinggi di kawasan Asia, diantara 77 perguruan tinggi yang disurvey, empat perguruan tinggi terbaik di Indonesia menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73, dan ke-75.
Dalam hal pemerataan dan akses memperoleh pendidikan, gambarannya juga belum menggembirakan, terutama pada jenjang SLTP-MTs, SMU-SMK-MA, dan perguruan tinggi. Pada tahun 1999/2000 angka partisipasi murni (APM) pendidikan di SD-MI dan SLTP-MTs masing-masing sebesar 94,44 persen dan 54,81 persen. Sementara itu, angka partisipasi kasar (APK) SD-MI, SLTP-MTs, SM (SMU, SMK dan MA), dan PT berturut-turut 111,99 persen, 71,87 persen, 38,95 persen, dan 11,76 persen. Angka buta huruf masih cukup tinggi yaitu 16 persen untuk penduduk usia 10 tahun keatas yang perempuan, dan 7,1 persen untuk penduduk usia 10 tahun keatas yang laki-laki. Dari gambaran APK SLTP-MTs yang sebesar 71,87 persen dan masih tingginya putus sekolah di tingkat SD-MI, serta tingginya angka buta huruf, mencerminkan bahwa pencapaian Wajar Dikdas Sembilan Tahun secara nasional masih memerlukan waktu beberapa tahun lagi untuk dapat diwujudkan.