Cari Kategori

Showing posts with label tesis. Show all posts
Showing posts with label tesis. Show all posts

TESIS PENGARUH KINERJA MANAJEMEN KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA SD

TESIS PENGARUH KINERJA MANAJEMEN KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA SD (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peningkatan mutu pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan mutu sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan mutu sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih bermutu antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan system evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pemberian pendidikan dan pelatihan bagi guru. Tetapi upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu indikator kekurangberhasilan ini ditunjukkan antara lain dengan NEM (UAN) siswa untuk berbagai bidang studi pada jenjang SLTP dan SLTA yang tidak memperlihatkan kenaikan yang berarti bahkan boleh dikatakan konstan dari tahun ke tahun, kecuali pada beberapa sekolah dengan jumlah yang relatif sangat kecil.
Rendahnya mutu pendidikan selama bertahun-tahun beberapa pendapat menyatakan kurikulum sebagai penyebabnya. Hal ini tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum 1984, kemudian diganti lagi dengan kurikulum 1994. kemudian diganti kurikulum 1999, timbul lagi kurikulum 1999 edisi 2004. Bahkan pembaharuan kurikulum menjadi kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum) merupakan suatu terobosan terhadap kurikulum konvensional, hingga saat ini kurikulum 2004 di revisi kembali menjadi kurikulum model KTSP (Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan). Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.
Nasanius (1988 : 1-2) mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam Melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan guru. Sedang menurut Sumargi (1996 : 9-11), profesionalisme guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Misalnya guru Biologi dapat mengajar Kimia atau Fisika. Ataupun guru IPS dapat mengajar Bahasa Indonesia. Memang jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak, tetapi mutu dan profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya yang tidak bermutu dan menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar bermutu.
Berhubungan dengan profesionalisme guru terdapat permasalahan yang merupakan masalah yang usang dan terus terjadi dalam proses pembelajaran selama ini, permasalahan kinerja mengajar guru tersebut diantaranya adalah : 
1. Guru mengajar cenderung monoton dengan menggunakan metode yang kurang inovatif.
2. Keengganan guru untuk memperbaiki proses pembelajaran melalui banyak membaca dan melakukan penelitian tindakan kelas.
3. Guru hanya menggunakan satu sumber belajar, dan pengetahuan yang diberikan hanya dari satu buku sumber.
Fakta tersebut mengungkapkan betapa guru punya peranan terhadap keberhasilan pendidikan. Guru adalah salah satu tenaga kependidikan yang mempunyai peran sebagai faktor penentu keberhasilan mutu pendidikan di samping tenaga kependidikan lainnya, karena guru yang langsung bersinggungan dengan peserta didik, untuk memberikan bimbingan yang muaranya akan menghasilkan tamatan yang diharapkan. Untuk itu kinerja guru harus selalu ditingkatkan. Upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja itu biasanya dilakukan dengan cara memberikan motivasi, mengadakan supervisi, memberikan insentif, memberikan kesempatan yang baik untuk berkembang dalam karir, meningkatkan kemampuan, gaya kepemimpinan yang baik dan upaya-upaya lainnya yang relevan. Sementara kinerja guru dapat ditingkatkan apabila yang bersangkutan mengetahui apa yang diharapkan dan kapan bisa menetapkan harapan-harapan yang diakui hasil kerjanya.
Kinerja guru atau prestasi kerja (performance) merupakan hasil yang dicapai oleh guru dalam Melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta penggunaan waktu. Kinerja guru akan baik jika guru telah Melaksanakan unsur-unsur yang terdiri kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas mengajar, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran, kedisiplinan dalam mengajar dan tugas lainnya, kreativitas dalam pelaksanaan pengajaran, kerjasama dengan semua warga sekolah, kepemimpinan yang menjadi panutan siswa, kepribadian yang baik, jujur dan obyektif dalam membimbing siswa, serta tanggungjawab terhadap tugasnya.
Mutu pendidikan dan lulusan seringkali dipandang tergantung kepada peran guru dalam pengelolaan komponen-komponen pengajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar, yang menjadi tanggung jawab sekolah. Namun demikian konsep manajemen mutu pendidikan sering diabaikan dalam dunia pendidikan, padahal konsep ini dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan mutu pendidikan. Adanya output sekolah yang tidak bermutu menunjukkan adanya kinerja guru dan tidak jelasnya sikap terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Konsep manajemen mutu pendidikan yang sudah dilaksanakan oleh sekolah belum sepenuhnya disikapi oleh guru dengan baik, ini dapat mempengaruhi kinerja guru tentunya.
Keberadaan guru sebagai unsur utama tenaga kependidikan merupakan faktor yang sangat strategis dan keseluruhan penggerak pendidikan, dimana sumber daya pendidikan meliputi : sarana, anggaran, sumber daya manusia, organisasi dan lingkungan (Nanang Fattah, 1988), kinerja guru sebagai komponen pendidikan terhadap peningkatan mutu pendidikan sangat berpengaruh pada kecakapan tamatan (competence), tanggungjawab sosial (compassion) dan berakhlak mulia (conscience).
Kepala Sekolah sebagai pemegang komando di lembaga sekolah. Kepala sekolah harus menguasai dan mampu mengambil kebijaksanaan serta keputusan yang bersifat memperlancar dan meningkatkan kualitas pendidikan. Secara langsung kepala sekolah berhubungan erat terhadap kelangsungan belajar mengajar. Dalam prosesnya kepala sekolah harus dekat dengan guru-gum dan kepada siswa.
Penguasaan bidang manajemen adalah salah satu kunci sukses dalam mengemban suatu jabatan pemimpin. Manajemen tidak hanya dijumpai di perusahaan, atau instansi tertentu, melainkan di lembaga sekolah, manajemen juga sangat besar peranannya, terutama untuk menyusun program atau mengambil keputusan yang harus diterapkan dalam kelangsungan proses belajar mengajar. Salah satu peranan manajemen yang sangat penting adalah untuk menyusun program belajar mengajar dan menempatkan tugas masing-masing guru. Guru sebagai pelaksana pendidik, untuk itu kepala sekolah harus benar-benar menjalin komunikasi aktif dan setiap saat mengadakan evaluasi terhadap tugas pengajaran yang sudah dilaksanakan guru. Agar guru dapat menjalankan tugasnya dengan baik, maka sedikit banyaknya kepala sekolah harus mengetahui dan memberikan motivasi.
Dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah, baik negeri maupun swasta, masih banyak kepala sekolah yang belum dapat melaksanakan manajemen dengan baik dan optimal. Kehadiran mereka di sekolah tidak jauh berbeda dengan kehadiran guru-guru lainnya, yaitu untuk mengajar dan mengisi daftar hadir. Padahal selain kepala sekolah masih banyak tugas lain, seperti menata program pendidikan, baik yang menyangkut dengan administrasi, supervise maupun keperluan yang lainnya. Hubungan kepala sekolah dengan guru-guru harus baik, tanggung jawab, didasari dengan kejujuran, kesetiaan, keikhlasan dan kerjasama. Apabila diibaratkan dalam satu keluarga, maka hubungan kepala sekolah dengan guru-guru lainnya harus berlangsung bagaikan hubungan satu saudara dengan saudara lainnya, dan hubungan kepala sekolah dengan siswa harus seperti hubungan ayah dengan anak.
Rendahnya kinerja manajemen kepala sekolah dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya : 
1. Proses rekrutmen kepala sekolah yang belum mengikuti aturan yang seharusnya.
2. Minimnya pengetahuan tentang manajemen sehingga kepala sekolah dalam menjalankan tugasnya hanya menggunakan kebiasaan dan alamiah belaka.
Kemampuan seorang pemimpin akan memberikan dampak yang nyata terhadap mutu produk yang dihasilkan. Dalam hal ini mutu kepala sekolah sebagai pemimpin suatu lembaga pendidikan akan berdampak terhadap mutu produk pendidikan di sekolah tersebut. Mortimer J. Adler dalam Dadi Permadi (1998 : 24) menegaskan bahwa "The quality of teaching and learning that goes in a school is largely determined by the quality of principals leadership" (mutu belajar mengajar yang terjadi di sekolah adalah ditentukan oleh sebagian besar mutu kepemimpinan kepala sekolah) dengan demikian seorang pemimpin bisa dikatakan ruh sebuah lembaga atau institusi.
Kenyataan di lapangan khususnya di Kecamatan X kinerja manajemen kepala sekolah dan kinerja mengajar guru dapat dikatakan masih rendah sehingga mengakibatkan rendahnya motivasi siswa untuk belajar. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata nilai ujian sekolah selama 5 (lima) tahun terakhir yang terus menurun. Nilai rata-rata ujian sekolah terus menurun selama lima tahun terakhir. Ujian sekolah merupakan salah satu tujuan akhir dari sebuah lembaga maupun tujuan (goal) siswa belajar, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rendahnya rata-rata nilai ujian itu adalah kurangnya motivasi siswa untuk belajar. Karena menurut Barlia (2004 : 6) mengatakan bahwa "motivasi didefinisikan sebagai aktifitas siswa (proses) dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan atas dorongan perlunya pencapaian tujuan (goal) dari pengerjaan tugas tersebut."
Selain masalah menurunnya nilai rata-rata ujian sekolah terdapat juga permasalahan lain yang merupakan dampak dari kurangnya motivasi siswa untuk belajar, salah satu indikator kurangnya motivasi belajar siswa diantaranya adalah apabila siswa tidak naik kelas lebih memilih drop out (DO) dari pada mengulang belajar di kelas tersebut.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang : "PENGARUH KINERJA MANAJEMEN KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR" (PENELITIAN DESKRIPTIF KEPADA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN X).

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan motivasi belajar siswa diperlukan figur kepala sekolah yang benar-benar mempunyai kapabilitas dan kredibilitas serta daya juang yang tinggi untuk dapat memberdayakan semua komponen sekolah dalam upaya meningkatkan kinerjanya dalam kerangka peningkatan mutu pendidikan. Untuk itu diperlukan kesamaan persepsi untuk secara bersama-sama selalu meningkatkan motivasi belajar siswa. Hal lain yang perlu mendapat perhatian dan dipertimbangkan dalam meningkatkan motivasi belajar siswa adalah analisis terhadap proses kinerja manajemen kepala sekolah dan kinerja mengajar guru sekolah dasar di Kecamatan X.
Peningkatan motivasi belajar siswa memberikan harapan baru terhadap peningkatan mutu pendidikan yang saat ini sedang terpuruk, sehingga dalam implementasinya kepala sekolah sebagai manajer sekolah dan guru sebagai kunci utama dalam pembelajaran di kelas agar selalu meningkatkan kemampuan profesionalnya. Atas dasar kenyataan tersebut maka masalah-masalah yang hendak diteliti adalah sebagai berikut : 
1. Bagaimana kondisi (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) kegiatan pendidikan di Sekolah Dasar X.
2. Bagaimana persepsi kepala sekolah dan guru terhadap motivasi belajar siswa ?
3. Bagaimana kinerja manajemen kepala sekolah dan kinerja mengajar guru dalam meningkatkan motivasi belajar siswa sekolah dasar di Kecamatan X ?
4. Bagaimana persepsi guru terhadap kesiapan kinerja manajemen kepala sekolah dan kinerja mengajar guru itu sendiri terhadap peningkatan motivasi belajar siswa ?
5. Bagaimana pengaruh kinerja manajemen kepala sekolah terhadap motivasi belajar siswa sekolah dasar di Kecamatan X ?
6. Bagaimana pengaruh kinerja mengajar guru terhadap motivasi belajar siswa sekolah dasar di Kecamatan X ?
7. Bagaimana pengaruh kinerja manajemen kepala sekolah dan kinerja mengajar guru terhadap motivasi belajar siswa sekolah dasar di Kecamatan X ?

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, maka masalah dapat dijabarkan ke dalam rumusan-rumusan masalah, yaitu : 
1. Seberapa besar pengaruh Kinerja Manajemen Kepala Sekolah terhadap Kinerja Mengajar Guru ?
2. Seberapa besar pengaruh Kinerja Manajemen Kepala Sekolah terhadap Motivasi Belajar Siswa ?
3. Seberapa besar pengaruh Kinerja Mengajar Guru terhadap Motivasi Belajar Siswa ?
4. Seberapa besar pengaruh Kinerja Manajemen Kepala Sekolah dan Kinerja Mengajar Guru secara bersama-sama terhadap Motivasi Belajar Siswa ?

D. Maksud dan Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin diperoleh adalah untuk mendapatkan gambaran tentang : 
1. Besar pengaruh Kinerja Manajemen Kepala Sekolah terhadap Kinerja Mengajar Guru.
2. Besar pengaruh Kinerja Manajemen Kepala Sekolah terhadap Motivasi Belajar Siswa
3. Besar pengaruh Kinerja Mengajar Guru terhadap Motivasi Belajar Siswa.
4. Besar pengaruh Kinerja Mengajar Guru dan Kinerja Manajemen Kepala Sekolah secara bersama-sama terhadap Motivasi Belajar Siswa.

E. Kegunaan Penelitian
Kegunaan hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat berguna untuk : 
1. Kegunaan Teoritis
Yaitu sebagai bahan masukan dan informasi yang berguna untuk memverifikasi dan pengembangan konsep-konsep Kinerja Manajemen Kepala Sekolah dan Kinerja Mengajar guru serta Motivasi Belajar Siswa dalam kerangka pengembangan Ilmu Administrasi Pendidikan.
2. Kegunaan Praktis
Diharapkan dapat memberikan masukan serta kontribusi terhadap pihak kepala sekolah dan guru dalam kerangka pengembangan Ilmu Administrasi Pendidikan.
3. Kegunaan Bagi Penelitian Selanjutnya
Sebagai bahan dasar untuk pengembangan penelitian lebih lanjut dalam konteks pengembangan dan proses generalisasi.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:10:00

TESIS PENGARUH KEMAMPUAN MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH DAN KOMPENSASI TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA GURU

TESIS PENGARUH KEMAMPUAN MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH DAN KOMPENSASI TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA GURU (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Mutu pendidikan belum seperti yang diharapkan. Selain masih kurangnya sarana dan fasilitas belajar adalah faktor guru. Pertama, guru belum bekerja dengan sungguh-sungguh. Kedua, kemampuan profesional guru masih kurang, (Sukmadinata, 2006 : 203).
Guru belum dapat diandalkan dalam berbagai aspek kinerjanya yang standar, karena ia belum memiliki : keahlian dalam isi dari bidang studi, keahlian pedagogik, didaktik, dan metodik, keahlian pribadi dan sosial, khususnya berdisiplin dan bermotivasi, kerja tim antara sesama guru dan tenaga kependidikan lain, (Sanusi, 2007 : 17).
Padahal, guru memegang peranan kunci bagi berlangsungnya kegiatan pendidikan. Tanpa kelas, gedung, peralatan dan sebagainya, proses pendidikan masih dapat berjalan walaupun dalam keadaan darurat, tetapi tanpa guru proses pendidikan hampir tak mungkin dapat berjalan, (Sukmadinata, 2006 : 203).
Demikian juga, guru merupakan komponen paling menentukan, karena di tangan guru lah kurikulum, sumber belajar, sarana dan prasarana, dan iklim pembelajaran menjadi suatu yang berarti bagi kehidupan peserta didik, (Mulyasa, 2007 : 5). Menurut Darling-Hammond (2006 : 10), teori pembelajaran modern menyiratkan bahwa para guru harus menjadi pen diagnosis, organisator-organisator pengetahuan, dan pelatih-pelatih trampil untuk membantu para siswa menguasai informasi dan ketrampilan-ketrampilan yang kompleks.
Peran guru sangat penting dalam pembentukan karakter dan sikap murid, karena murid membutuhkan contoh disamping pengetahuan tentang nilai baik-buruk, benar-salah, dan indah-tidak indah. Dibutuhkan guru yang bermutu karena perannya dalam pengembangan intelektual, emosional, dan spiritual murid. "Kualitas guru merupakan komponen penting bagi pendidikan yang sukses," tulis Darling-Hammond (2006 : 5). Menurut Killen (1998 : v), "Pengetahuan, kemampuan, dan keyakinan guru memiliki pengaruh penting terhadap apa yang dipelajari siswa."
Untuk meningkatkan kinerja guru dibutuhkan kompetensi kepala sekolah yang memadai, khususnya dalam bidang manajerial. Kecuali itu, kepala sekolah harus mampu mendorong kebijakan pemberian kompensasi yang layak bagi guru-guru, sehingga mereka dapat mengembangkan kompetensinya dengan maksimal dan akhirnya bisa menjalankan tugas-tugas mereka dengan baik, tanpa kendala ekonomi.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah telah ditetapkan bahwa ada 5 (lima) dimensi kompetensi yaitu : Kepribadian, Manajerial, Kewirausahaan, Supervisi, dan Sosial.
Sejalan dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap akuntabilitas sekolah, maka meningkat pula tuntutan terhadap para kepala sekolah. Mereka diharapkan mampu melaksanakan fungsinya baik sebagai manajer dan leader.
Untuk meningkatkan kemampuan kepala sekolah dan tenaga kependidikan yang lain, pemerintah Indonesia telah menunjukkan good will, dengan memperhatikan kesejahteraan melalui beberapa langkah antara lain : pemberian gaji, kewenangan, dan otonomi yang cukup untuk memperkuat peran manajerial mereka di sekolah. Dengan diterbitkannya instrumen kebijakan baru, maka para kepala sekolah akan segera mendapat kompensasi meningkat, dukungan profesional, dan otonomi.
Persoalannya adalah untuk memperoleh sejumlah penghargaan tersebut, setiap kepala sekolah harus memenuhi standar mutu yang telah digariskan oleh pemerintah, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. Hal ini, dimaksudkan agar pemberian penghargaan tersebut terarah dan tepat sasaran.
Sebagai pemimpin pendidikan di sekolah, kepala sekolah memiliki tanggungjawab legal untuk mengembangkan staf, kurikulum, dan pelaksanaan pendidikan di sekolahnya. Di sinilah, efektifitas kepemimpinan kepala sekolah tergantung kepada kemampuan mereka bekerjasama dengan guru dan staf, serta kemampuannya mengendalikan pengelolaan anggaran, pengembangan staf, scheduling, pengembangan kurikulum, pedagogi, dan assessment.
Dalam kerangka MBS, kepala sekolah bertanggungjawab atas pelaksanaan (1) manajemen sekolah; (2) pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM); dan (3) peningkatan peran serta masyarakat dalam mendukung program sekolah.
Untuk menjalankan tugas manajerial di atas, dan juga merespon tuntutan yang terus berubah saat ini, kepala sekolah harus memiliki kepemimpinan yang kuat agar mampu melaksanakan program-program sekolah yang mereka bina secara efektif. Hal ini, mengingat kepala sekolah tidak saja bertanggungjawab mengelola guru, murid, dan orang tua, tetapi juga harus menjalin hubungan sekolah dengan masyarakat luas. Untuk mendukung pelaksanaan tanggungjawab tersebut, kepala sekolah perlu memiliki kemampuan dan keterampilan kepemimpinan.
Fred M. Hechinger (dalam Davis dan Thomas, 1989 : 17) pernah menyatakan : 
"Saya tidak pernah melihat sekolah yang bagus dipimpin oleh kepala sekolah yang buruk dan sekolah buruk dipimpin oleh kepala sekolah yang buruk. Saya juga menemukan sekolah yang gagal berubah menjadi sukses, sebaliknya sekolah yang sukses tiba-tiba menurun kualitasnya. Naik atau turunnya kualitas sekolah sangat tergantung kepada kualitas kepala sekolahnya".
Pandangan tersebut menganjurkan kepada para kepala sekolah untuk memahami tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin pendidikan secara cermat. Kompetensi kepala sekolah akan berpengaruh terhadap kinerja para guru. Demikian juga kompensasi yang diberikan sekolah akan meningkatkan kinerja guru, karena guru telah mendapatkan sesuatu yang benar-benar layak buat mereka. Menurut Abin Syamsudin (2001), variabel yang memengaruhi variabel produktivitas guru adalah : kepemimpinan, pendidikan, kemampuan (kompetensi), tanggungjawab, tingkat kesejahteraan (kompensasi), lingkungan kerja, dan kepuasan kerja.
Di antara tujuan pemberian kompensasi menurut Alma (1998 : 203) adalah bahwa ia dapat meningkatkan motivasi guru dan dapat memenuhi kebutuhan guru. Karena guru dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya, maka motivasi kerja bisa meningkat.
Fakta menunjukkan bahwa banyak guru yang bekerja di luar profesinya, sehingga waktu dan tenaga serta pikirannya tidak sepenuhnya dicurahkan untuk perbaikan mengajar dan mendidik. Hal ini karena gaji mereka belum mencukupi kebutuhan hidup mereka. Alih-alih mengembangkan kompetensi guru dengan beragam cara, sehingga kualitas mereka meningkat dan sesuai perkembangan zaman, mereka malah disibukkan dengan urusan mencari tambahan uang di luar bidang profesinya.

B. Rumusan Masalah
Produktifitas kinerja guru sangat penting bagi tercapainya keluaran pendidikan yang diharapkan. Namun, fakta menunjukkan bahwa kinerja guru banyak menemui hambatan internal dan eksternal. Masalah kepemimpinan kepala sekolah, mutu pendidikan, kemampuan guru dan kepala sekolah, tingkat kesejahteraan guru, lingkungan dan budaya kerja, serta kepuasan kerja, merupakan factor-faktor yang sangat terkait dengan kinerja guru di sekolah.
Oleh karena itu, perbaikan kualitas dan kuantitas faktor-faktor tersebut harus segera dilakukan oleh semua pihak yang bertanggung jawab terhadap dunia pendidikan. Dengan demikian tujuan pendidikan bisa tercapai sesuai harapan. Sekolah, pemerintah, dan masyarakat harus bekerjasama untuk meningkatkan kinerja guru, karena merekalah pintu gerbang keberhasilan generasi muda Indonesia lima hingga sepuluh tahun mendatang. 
Sebagaimana penjelasan sebelumnya, bahwa banyak faktor yang berhubungan dengan tingkat produktifitas guru, maka dalam penelitian ini hanya akan mengukur hubungan kemampuan manajerial kepala sekolah dan kompensasi dengan produktifitas kinerja guru di SMA I dan II. Karena, diasumsikan bahwa kedua variabel itulah yang sangat besar pengaruhnya terhadap kinerja guru.

C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran/profil kemampuan manajerial kepala sekolah di SMAN Di Kecamatan X ?
2. Bagaimana gambaran kompensasi yang diterima guru di SMAN Di Kecamatan X ?
3. Bagaimana gambaran produktivitas kerja guru di SMAN Di Kecamatan X ?
4. Bagaimana pengaruh kemampuan manajerial Kepala sekolah terhadap produktivitas kerja guru di SMA Negeri di Kecamatan X ?
5. Bagaimana pengaruh kompensasi terhadap produktivitas kerja guru di SMA Negeri di Kecamatan X ?
6. Seberapa besar pengaruh kemampuan manajerial Kepala sekolah dan kompensasi terhadap produktivitas kerja guru di SMA Negeri di Kecamatan X ?

D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka secara umum peneliti bermaksud ingin mengidentifikasikan, mendeskripsikan, dan menganalisa pengaruh kemampuan manajerial Kepala sekolah dan kompensasi terhadap produktivitas kerja guru. Sedangkan secara khusus tujuan penelitian ini antara lain : 
1. Ingin mengetahui bagaimana gambaran kemampuan manajerial Kepala sekolah di SMA Negeri di Kecamatan X. 
2. Ingin mengetahui bagaimana gambaran kompensasi yang diterima guru di SMA Negeri di Kecamatan X.
3. Ingin mengetahui bagaimana gambaran produktivitas kerja guru di SMA Negeri di Kecamatan X.
4. Ingin menganalisis seberapa besar pengaruh kemampuan manajerial Kepala sekolah terhadap produktivitas kerja Guru di SMA Negeri di Kecamatan X.
5. Ingin menganalisis seberapa besar pengaruh kompensasi terhadap produktivitas kerja guru di SMA Negeri di Kecamatan X.
6. Ingin menganalisis seberapa besar pengaruh kemampuan manajerial Kepala sekolah dan kompensasi terhadap produktivitas kerja guru di SMA Negeri di Kecamatan X.

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat penelitian secara teoritis
Ditinjau dari aspek pengembangan ilmu penelitian ini diharapkan berguna untuk mengembangkan ilmu administrasi pendidikan di sekolah. yang berkaitan dengan upaya untuk menemukan berbagai konsep maupun pengertian baru ke arah pengembangan sumber daya manusia yang profesional amat diperlukan dalam menjawab tantangan mutu pendidikan Indonesia di masa depan.
2. Manfaat penelitian secara praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi : 
a. Kepala Sekolah
Sebagai pedoman dalam upaya meningkatkan kemampuan manajerialnya dan memilih pendekatan yang dapat dijadikan dasar dalam peningkatan produktivitas kerja guru melalui peningkatan : 
1) Kompensasi finansial;
2) Kompensasi non financial.
b. Guru dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja melalui peningkatan pendidikan, pengetahuan/kemampuan dan tanggungjawab.
c. Perorangan yang memerlukan gambaran tentang pendekatan yang dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan produktivitas kerja melalui kompensasi.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:05:00

Tesis Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah

Tesis Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga yang mempunyai peran yang sangat strategi dalam pembangunan Indonesia. Hal ini tidak dapat disangkal bahwa dalam mencapai tujuan pembangunan nasional yaitu untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Peran yang sangat strategis dari bank sebagai suatu badan usaha adalah bank yang mempunyai fungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana yang dihimpun tersebut kepada masyarakat.1 Bank sebagai lembaga keuangan diharapkan dapat menyerasikan, menyelaraskan, serta menyeimbangkan unsur pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional yang pada akhirnya mengarah pada peningkatan taraf hidup masyarakat dan peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Keberadaan bank sangat krusial bagi perekonomian suatu negara, karena itu asset bank dalam bentuk kepercayaan masyarakat sangat penting dijaga guna meningkatkan efisiensi penggunaan bank dan efisiensi intermediasi serta untuk mencegah terjadinya bank runs and panic. 2 Oleh Karena itu perbankan harus dapat bekerja secara profesional, mampu membaca, menelaah, dan menganalisis semua kegiatan dunia usaha serta perekonomian nasional. Mempunyai entrepreneurship dan kemampuan membaca pasar agar dapat menjalankan fungsi intermediasi dengan baik, sebagaimana dimaksud Pasal 1 Angka 2.
Untuk mencapai tujuan tersebut badan pengawas bank perlu memiliki kewenangan luas untuk mengatur dan mengawasi industri perbankan. Kewenangan tersebut antara lain kewenangan menetapkan besarnya modal yang harus dimiliki, besarnya kredit yang boleh diberikan kepada suatu perusahaan, siapa yang boleh menjadi pengurus bank dan sebagainya. Kewenangan mengawasi diberikan dengan tujuan untuk memonitor apakah bank tersebut melakukan kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Perlu dikaji untuk memberikan kewenangan penyidikan kepada badan pengawas. Kewenangan tersebut bertujuan untuk melindungi nasabah, melindungi perekonomian dan menjaga agar tidak terjadi konsentrasi bisnis. Perlindungan terhadap nasabah merupakan alasan paling dasar untuk mengawasi bank karena nasabah merupakan target yang mudah bagi pencurian oleh pengurus bank.4
4 Zulkarnain Sitompul.1, Op cit., hal.3.
Bank sebagai suatu lembaga yang hidupnya tergantung dari dana masyarakat yang disimpan pada bank. Agar nasabah bersedia menyimpan dananya kepada bank yang bersangkutan, nasabah harus memiliki kepercayaan bahwa bank tersebut, mau dan membayar kembali dana yang disimpan pada bank pada waktu dana itu ditagih oleh nasabah penyimpan dana. Pada peristiwa beberapa tahun yang lalu banyak bank dilikuidasi oleh pemerintah, para nasabah bank tersebut tidak dapat memperoleh kembali dananya ketika bank-bank tersebut dilikuidasi, maka hancurlah kepercayaan masyarakat terhadap perbankan pada saat itu yang memang berada ditingkat yang rendah. Hancurnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan ditandai dengan terjadinya rush atau bank run dimana masyarakat beramai-ramai menarik dana simpananya dari bank yang belum dilikuidasi terutama dari bank-bank swasta nasional.5
Jika melihat kenyataan pada saat itu tentu rasanya tidak adil bila nasabah harus menanggung keputusan likuidasi akibat kesalahan dalam pengurusan bank. Adalah wajar apabila deposan berhak mendapatkan seluruh dananya berikut bunganya, bukannya dipotong dengan biaya administrasi yang sangat memberatkan. Kenyataanya, bank tidak pernah memberikan agunan apa pun kepada nasabahnya, kecuali modal kepercayaan, sehingga wajar pertanggungjawaban pihak bank diperluas. 6 Untuk itu perlu diupayakan agar masyarakat berkeinginan menyimpan dananya di bank, dan keinginan masyarakat menyimpan uang di bank merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan.7
Untuk mengukur tingkat kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan tercermin dari keinginan masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan perbankan seperti menyimpan atau menginvestasikan uang, mendepositokan dan meminjam uang untuk memulai atau memperluas usaha. Peran dan partisipasi kalangan masyarakat luas ini merupakan sesuatu yang vital bagi industri perbankan itu sendiri maupun kesejahteraan masyarakat umum secara luas yang pada akhirnya berkepentingan pada pembangunan.8
Oleh sebab itu bank sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan, wajib memberikan informasi mengenai risiko kerugian akibat transaksi sebagaimana dimaksud di dalam Undang-Undang Nomor. 7 Tahun 1992 yang dirubah oleh Undang-Undang Nomor. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan khususnya pada Pasal 29 ayat 4. 9
Mengingat peranan dari lembaga perbankan tersebut, maka dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional tidak berlebihan apabila lembaga perbankan ditempatkan begitu strategis dan mendapat perhatian pemerintah melalui pembinaan yang intensif. Semuanya itu didasari oleh landasan pemikiran agar lembaga perbankan di Indonesia mampu berfungsi secara efisien, sehat, wajar dan mampu melindungi secara baik dana yang dititipkan masyarakat kepadanya, serta mampu menyalurkan dana masyarakat tersebut kebidang-bidang yang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan.
Bank sebagai suatu lembaga yang melindungi dana nasabah juga berkewajiban menjaga kerahasiaan terhadap dana nasabahnya dari pihak-pihak yang dapat merugikan nasabah. Dan sebaliknya masyarakat yang mempercayakan dananya untuk dikelola oleh bank juga harus dilindungi terhadap tindakan yang semena-mena yang dilakukan oleh bank yang dapat merugikan nasabahnya. Hal ini sangat dibutuhkan karena sebagai lembaga keuangan, bank harus mendapat kepercayaan dari masyarakat, dan kepercayaan dari masyarakat tersebut akan lahir apabila semua data hubungan masyarakat dengan bank tersebut dapat tersimpan secara rapi atau dirahasiakan. Hal demikian membawa konsekuensi kepada bank, yaitu bank memikul kewajiban untuk menjaga kerahasiaan tersebut, sebagai timbal balik dari kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada bank selaku lembaga keuangan atau sumber dana masyarakat. Sebagai suatu badan usaha yang dipercaya oleh masyarakat untuk menghimpun dana masyarakat, sudah sewajarnya bank memberikan jaminan perlindungan kepada nasabah yang berkenaan dengan “keadaan keuangan nasabah” yang lazim dinamakan dengan “Kerahasiaan Bank”. Kerahasiaan bank sangat penting karena bank memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Nasabah hanya mempercayakan uangnya kepada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila bank memberikan jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan tidak akan disalahgunakan.
Dengan adanya jaminan kerahasian bank atas semua data-data masyarakat dalam hubungannya dengan bank, maka masyarakat mempercayai bank tersebut, kemudian selanjutnya mereka akan mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank. Kepercayaan masyarakat lahir apabila dari bank ada jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabah tidak disalahgunakan, dengan adanya ketentuan tersebut ditegaskan bahwa bank harus memegang teguh rahasia bank. 13
Hubungan antara bank dengan nasabah ternyata tidaklah seperti hubungan kontraktual biasa, tetapi dalam hubungan tersebut terdapat pula kewajiban bagi bank untuk tidak membuka rahasia dari nasabahnya kepada pihak lain manapun jika ditentukan lain oleh perundang-undangan yang berlaku, karena itu dapat dikatakan bahwa hubungan antara lawyer dengan klien, atau dokter dengan pasiennya.14
Dengan adanya ketentuan tersebut ditegaskan bahwa bank harus memegang teguh rahasia bank. Ketentuan rahasia bank berlaku bagi pihak-pihak terafiliasi dalam operasional bank. 15 Dengan demikian, istilah rahasia bank mengacu kepada rahasia dalam hubungan antara bank dengan nasabahnya. Sedangkan rahasia-rahasia lain yang bukan merupakan rahasia antara bank dengan nasabahnya, sesungguhnya pun bersifat “rahasia“ tidak tergolong ke dalam istilah ”rahasia bank” menurut undang-undang perbankan.16 Rahasia-rahasia lain yang bukan rahasia bank tersebut misalnya rahasia mengenai data dalam hubungan dengan pengawasan bank oleh Bank Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Ayat (3), dan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.17
Seiring dengan kemajuan teknologi dewasa ini salah satu wujud kerahasian dan perlindungan nasabah bank adalah dengan diluncurkannya kartu ATM (Anjungan Tunai Mandiri) sebagai salah satu fasilitas yang disediakan oleh bank. Banyak bank saat ini telah menyediakan fasilitas kartu ATM sebagai wujud rahasia dan perlindungan terhadap nasabahnya. 18
Sutan Remy Sjahdeini mengatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki ketentuan ketat mengenai kerahasiaan bank. Pelanggaran terhadap kerahasiaan bank adalah merupakan tindak pidana, karena begitu ketatnya ketentuan rahasia bank di Indonesia, hakim yang memeriksa dan mengadili perkara pidana yang berhubungan dengan rahasia bank harus memperoleh izin dari Menteri Keuangan. Tentu saja ini bertentangan dengan Pasal 24 Undang Undang Dasar 1945, 19 Karena menurut ketentuan didalam Undang-Undang Dasar 1945 bahwa di dalam mengadili suatu perkara baik pidana maupun perdata hakim memiliki kekuasaan yang merdeka, dalam ketentuan ini mengandung pengertian bahwa kekuasaan kehakiman bebas dari segala campur tangan pihak kekuasaan ekstra yudisial 20. Ketatnya ketentuan rahasia bank di Indonesia memungkinkan terjadinya tindak pidana pencucian uang (money laundering) seperti peredaran uang-uang hasil perdagangan narkotika, perjudian, penyuapan, terorisme dan lain-lain. Oleh sebab itu ketentuan rahasia bank perlu diperlonggar.
Thomas Suyatno mengatakan bahwa ketentuan rahasia bank sangat diperlukan di dalam operasional bank, tetapi penerapannya jangan terlalu kaku. Masalah rahasia bank berhubungan dengan prilaku bankir dan pihak lain yang terlibat. Ketentuan rahasia bank yang tercantum pada Bab VII Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang kemudian dirubah oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, sebab bank harus melindungi dana nasabahnya. Bank yang membocorkan informasi layak dikenakan sanksi berat.
Untuk mengurangi risiko itulah maka setiap bank diwajibkan untuk menerapkan prinsip kehati-hatian. Salah satu upaya dalam melaksanakan prinsip kehati-hatian adalah penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Costumer Prinsiple). 23 Selain prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Costumer Principle) dalam operasional perbankan prinsip keterbukaan juga dibutuhkan dalam melindungi nasabah. Berdasarkan hal-hal di atas, penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini untuk diteliti dan dibahas yang pada akhirnya menjadikan penelitian ini berjudul “Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah untuk dibahas dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Mengapa bank wajib menjaga kerahasiaan dalam melindungi nasabahnya?
2. Apakah terdapat hubungan antara penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Costumer Principle) dengan rahasia bank dalam melindungi nasabah?
3. Perlukah ketentuan rahasia bank diperlonggar untuk mencegah/memberantas kejahatan.

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini mempunyai tujuan penelitian yang diinginkan dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui alasan bank menjaga kerahasiaan dalam melindungi nasabahnya.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan ruang lingkup rahasia bank telah memberikan perlindungan kepada nasabah.
3. Untuk mengetahui perlu tidaknya ketentuan rahasia bank diperlonggar dalam mencegah/memberantas kejahatan

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari Penelitian ini dapat dilihat dari 2 (dua) sisi yaitu :
1. Secara teoritis, Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bidang ilmu pengetahuan hukum perbankan Indonesia terutama yang berhubungan dengan kerahasiaan bank (confidencia bank).
2. Secara praktis, memberikan sumbangan pemikiran bagi masyarakat dan pihak-pihak yang berhubungan dengan kerahasiaan bank (confidential bank) sebagai wujud perlindungan nasabah.

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi dan penelusuran yang dilakukan diperpustakaaan khususnya pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas X, penelitian dengan judul “Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah”, belum pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya dengan demikian penelitian ini adalah baru pertama kali.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 20:30:00