Cari Kategori

Showing posts with label tesis manajemen pendidikan. Show all posts
Showing posts with label tesis manajemen pendidikan. Show all posts

TESIS PENGARUH MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN (MGMP) TERHADAP PENINGKATAN PROFESIONALISME DAN KINERJA MENGAJAR GURU SMA

PENGARUH MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN (MGMP) TERHADAP PENINGKATAN PROFESIONALISME DAN KINERJA MENGAJAR GURU SMA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan ujung tombak kemajuan suatu bangsa, dengan demikian sistem pendidikan nasional menjadi parameter yang sangat penting dalam menentukan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan diharapkan bangsa Indonesia mampu menjadi negara yang lebih maju, khususnya melalui pengelolaan pendidikan yang tepat guna.
Peningkatan mutu pendidikan merupakan kebutuhan yang harus dilakukan dan ditangani secara serius, salah satunya dengan cara mengupayakan pendidikan yang bermutu, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga diharapkan peserta didik sudah siap untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi maupun sebagai calon tenaga terampil dan ahli dalam bidangnya.
Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Hal ini sesuai dengan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Peningkatan mutu pendidikan ditentukan oleh kesiapan sumber daya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan. Guru merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya mutu hasil pendidikan mempunyai posisi strategis maka setiap usaha peningkatan mutu pendidikan perlu memberikan perhatian besar kepada peningkatan guru baik dalam segi jumlah maupun mutunya. Pengembangan profesional guru harus diakui sebagai suatu hal yang sangat fundamental dan penting guna meningkatkan mutu pendidikan. Perkembangan profesional adalah proses dimana guru dan kepala sekolah belajar meningkatkan dan menggunakan pengetahuan, ketrampilan dan nilai secara tepat.
Guru adalah pendidik profesional, mendidik adalah pekerjaan profesional, oleh karena itu guru sebagai pelaku utama pendidikan merupakan pendidik yang profesional. Sebagai pendidik profesional, guru bukan saja dituntut melaksanakan tugasnya secara profesional tetapi juga harus memiliki pengetahuan dan kemampuan profesional. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh guru adalah kemampuan mengelola proses belajar mengajar yang meliputi kemampuan mempersiapkan pembelajaran, kemampuan melaksanakan pembelajaran dan kemampuan mengevaluasi.
Untuk dapat memiliki kemampuan mengelola proses belajar mengajar tersebut, guru harus selalu mengembangkan kemampuannya agar dalam menyampaikan materi kepada para siswanya sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi saat kini.
Guru memegang peranan yang sangat strategis terutama dalam membentuk watak bangsa serta mengembangkan potensi siswa. Guru yang profesional diharapkan menghasilkan lulusan yang berkualitas. Profesionalisme guru sebagai ujung tombak di dalam implementasi kurikulum di kelas yang perlu mendapat perhatian.
Dengan adanya otonomi daerah pola pengelolaan pendidikan mengalami perubahan dari semula yang bersifat sentralisasi menjadi desentralisasi, menurut Nana Syaodih (2002 : 198) kurikulum yang bersifat sentralisasi, adalah kurikulum yang disusun oleh suatu tim khusus di tingkat pusat. Sedangkan kurikulum yang bersifat desentralisasi disusun oleh sekolah ataupun kelompok sekolah tertentu dalam suatu wilayah atau daerah. Kurikulum ini diperuntukkan bagi suatu sekolah atau lingkungan wilayah tertentu. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, mengamanatkan tersusunnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mengacu kepada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Semua itu, dilakukan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.
Nana Syaodih (2002 : 151) mengungkapkan bahwa pendidikan sesuai dengan peran dan fungsinya dituntut untuk mampu menyiapkan manusia yang berkualitas untuk menjawab tantangan dan permasalahan yang timbul pada masa sekarang dan yang akan datang. Bersamaan dengan berbagai upaya dan kebijakan untuk meningkatkan mutu pengelolaan pendidikan, ditemukan fenomena yang menggambarkan telah terjadinya penurunan kualitas moral pada peserta didik.
Kasus tawuran, penodongan di angkutan umum yang dilakukan oleh sebagian pelajar, penyimpangan prilaku seksual pada sebagian pelajar, dan pemasaran narkotika yang telah memasuki segmen pelanggan pelajar merupakan fenomena yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi tersebut di atas, mengindikasikan bahwa pendidikan dewasa ini dihadapkan pada satu ancaman yang sangat berbahaya, yakni adanya krisis nilai.
Azra (2002 : 2-4) menyatakan beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya krisis nilai dan moral pada peserta didik dewasa ini, yakni sebagai berikut : 
1. Sekolah sebagai Sistem Sosial tidak berfungsi dengan baik dalam pembinaan nilai dan moral peserta didik. Sekolah dan lingkungan tidak lagi mendidik peserta didik memahami diri untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan nilai-nilai moral dan akhlak di mana mereka mendapatkan koreksi tentang tindakannya, salah atau benar.
2. Proses pendewasaan diri peserta didik tidak berlangsung dengan baik di lingkungan sekolah. Hal ini disebabkan guru kurang paham dalam menjabarkan tugas-tugas profesionalnya.
3. Proses pembelajaran di sekolah sangat membelenggu perkembangan peserta didik. Hal ini disebabkan karena formalitas dan uniformitas sekolah, di mana sekolah berorientasi mengejar target agar siswanya lulus seratus persen.
4. Dalam proses pembelajaran di sekolah, peserta didik dihadapkan nilai-nilai yang bertentangan dimana sekolah menginformasikan nilai-nilai normatif sementara di lingkungan sekitar mereka dihadapkan pada nilai pragmatis amoral.
Ron Brant (Supriadi, 1998 : 75) menjelaskan pentingnya peranan guru dalam pendewasaan peserta didik, sebagai berikut : 
Hampir semua usaha reformasi di bidang pendidikan seperti pembaharuan kurikulum dan penerapan metode mengajar baru pada akhirnya bergantung pada guru. Tanpa guru menguasai bahan pelajaran dan strategi belajar mengajar, tanpa mereka mendorong siswa untuk mencapai prestasi yang tinggi, maka segala upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan mencapai hasil yang maksimal.
Dedi Supriadi (1998 : 97) lebih lanjut mengungkapkan bahwa mutu pendidikan bukan hanya dipengaruhi oleh guru, melainkan oleh mutu masukan (siswa), sarana, faktor instrumen lainnya. Tapi semua itu pada akhirnya tergantung kepada mutu pengajaran, dan mutu pengajaran tergantung pada mutu guru.
Kalau melihat uraian tersebut diatas, guru khususnya mempunyai peranan yang sangat penting untuk menjadikan anak didik memiliki akhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan. Pada kenyataan di lapangan ternyata sebagian anak didik tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Oleh karena itu guru yang disediakan oleh pemerintah untuk mengajar pada sekolah umum, khususnya di SMA Kota Y perlu memiliki profesionalisme dan kinerja mengajar yang baik dalam pengabdiannya untuk mengarahkan anak didik kepada yang lebih baik. Salah satu yang diharapkan agar profesionalisme dan kinerja mengajar dimiliki oleh guru yang mengajar pada sekolah umum, terdapatnya tempat musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) termasuk di dalamnya musyawarah guru per mata pelajaran yang mempunyai tujuan seperti yang dikemukakan oleh Mulyasa (2006 : 236) bahwa MGMP merupakan organisasi atau wadah yang dapat meningkatkan profesionalisme dan kinerja guru.
Musyawarah guru Mata Pelajaran (MGMP) adalah wadah untuk pertemuan para guru mata pelajaran sekolah. Lembaga ini dibentuk tidak hanya sebagai forum silaturahmi, tetapi juga sebagai forum untuk menampung berbagai permasalahan yang dihadapi guru di sekolah masing-masing sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diembannya. Musyawarah guru Mata Pelajaran (MGMP) sangat diharapkan keberadaannya, dengan jalan dapat meningkat kemampuan kompetensi guru. Kemampuan kompetensi guru merupakan salah satu program MGMP yang dapat meningkatkan profesionalisme guru. Danim (2002 : 23) mengungkapkan bahwa profesionalisme dapat diartikan sebagai komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya itu. Profesionalisme merupakan proses peningkatan kualifikasi atau kemampuan para anggota penyandang suatu profesi untuk mencapai kriteria standar ideal dari penampilan atau perbuatan yang diinginkan oleh profesinya itu.
MGMP merupakan suatu wadah bermusyawarahnya para guru mata pelajaran sejenis dalam suatu jenjang baik SMP atau SMA. Musyawarah guru Mata Pelajaran (MGMP) ini juga merupakan suatu forum atau wadah kegiatan profesionalisme guru yang kegiatan di dalamnya dari oleh dan untuk guru. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Satori (1998 : 28) bahwa : "Jalur lain yang sifatnya non struktural adalah pemanfaatan secara berhasil guna forum gugus mata pelajaran sejenis di sekolah yaitu MGMP. Wadah dari-oleh-untuk guru tersebut sangat strategis dimanfaatkan sebagai mekanisme andal dalam supervisi akademik".
Musyawarah guru Mata Pelajaran (MGMP) tingkat SMA merupakan wadah kegiatan guru pada jenjang SMA untuk memecahkan segala permasalahan dan hambatan yang terjadi di lapangan serta menyempurnakan proses pembelajaran diantaranya adalah : a) Perbedaan penguasaan materi pelajaran dan b) Hal-hal yang menunjang dan berhubungan dengan proses belajar mengajar. Kegiatan MGMP ini merupakan sarana peningkatan mutu pendidikan, melalui wadah MGMP para guru bermusyawarah untuk melakukan perbaikan dalam menyempurnakan proses pembelajaran, sehingga hal ini akan mencapai mutu pendidikan.
Kepala sekolah dan pengawas seharusnya berkewajiban membantu guru untuk meningkatkan kompetensinya, akan tetapi hal tersebut tidak bisa secara penuh dilakukan. Oleh karena itu, maka dibentuklah suatu wadah yaitu MGMP. Di dalam penyelenggaraan kegiatan MGMP adanya saling meningkatkan kompetensi antar guru peserta MGMP seperti yang dikemukakan oleh Surya (2000 : 5) bahwa : 
Kadang-kadang terutama di tingkat sekolah menengah, supervisor eksternal tidak mampu memberikan bantuan terhadap guru dalam bidang yang diajarkannya. Guru sejawat akan lebih mungkin memberikan dukungan ketimbang supervisor eksternal. Program peningkatan keterampilan dengan cara menggalakkan guru untuk menyediakan dukungan dan bimbingan kepada rekan-rekannya sambil memperbaiki pelaksanaan pengajaran mereka sendiri di kelas.
Melalui kegiatan MGMP ini, maka para guru akan mampu meningkatkan kemampuannya dalam proses pembelajaran. Segala bentuk kesulitan yang dihadapi di lapangan akan mudah mencari solusinya dari guru peserta MGMP dan para pengawas. Seperti yang dikemukakan oleh Surya (2000 : 4) bahwa : Dalam melaksanakan fungsinya, guru tidak berbuat sendirian akan tetapi harus berinteraksi dengan guru lain yang terkait melalui suasana kemitraan yang bersifat sistematik, sinergik dan simbiotik. Demikian pula antar disiplin ilmu seharusnya saling berinteraksi dan bekerjasama dalam menghadapi berbagai masalah yang muncul. Pendekatan interdisipliner dalam bentuk tim kerja merupakan suatu yang mutlak dan harus dijadikan landasan dalam kinerja guru.
Pengawas dan kepala sekolah sebagai pembina seharusnya memfungsikan MGMP secara terarah dan berkesinambungan, sehingga MGMP ini menjadi wadah yang dapat meningkatkan kompetensi guru untuk mencapai kualitas pendidikan. Lebih lanjut mengenai MGMP di tingkat SMA untuk meningkatkan profesionalisme guru diungkapkan oleh Administrator bahwa peranan MGMP tingkat SMA dalam pengembangan program di sekolah sangatlah penting karena lembaga ini merupakan wadah kegiatan profesional guru mata pelajaran dalam meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan. Selain itu melalui MGMP tingkat SMA dapat dilakukan diskusi, tukar pikiran dan pengalaman antar pengurus MGMP tingkat SMA untuk mengatasi permasalahan yang ada dan berkembang di sekolah.
Kenyataan yang ditemui di lapangan, saat ini kiprah MGMP khususnya MGMP tingkat SMA secara umum belum berjalan secara optimal sebagaimana yang diharapkan. Bahkan di beberapa tempat khususnya pada tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi hal ini tidak berjalan sama sekali.
Kenyataan ini dimungkinkan diakibatkan oleh adanya hambatan koordinasi antara pengurus MGMP tingkat SMA atau guru mata pelajaran itu sendiri dan kurang dukungan dari penentu kebijakan baik pada tingkat sekolah (Kepala Sekolah), Kabupaten/Kota (Dinas), Propinsi bahkan sampai tingkat pusat. Oleh karena itu dalam rangka mengoptimalkan kembali peranan MGMP tingkat SMA sebagai wadah koordinasi antara guru mata pelajaran di sekolah, program yang menunjang pengurus MGMP tingkat SMA menjadi sangat penting. Diketahui bahwa kecakapan guru sangat dibutuhkan untuk menjawab tantangan perkembangan dan pembaharuan pendidikan, seperti yang di kemukakan oleh Supriadi (2003 : 567) yaitu : 
Pengembangan MGMP dilatarbelakangi oleh pertama; kenyataan di lapangan yang menunjukkan bahwa unjuk kerja guru dalam melaksanakan KBM sangat bervariasi dan kualifikasi pendidikannya pun beraneka ragam, untuk mengatasi keadaan ini wadah-wadah kelompok kerja guru seperti MGMP/PKG yang telah dirintis sejak tahun 1979/1980, perlu diberdayakan kembali untuk merespon perkembangan IPTEK yang senantiasa menuntut penyesuaian dan pengembangan profesional guru. Kedua; Kepmenpan No. 26/1989 mengenai Kenaikan Pangkat dan angka kredit bagi jabatan fungsional guru menuntut guru untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan mencapai prestasi yang setinggi-tingginya dalam melaksanakan tugas sehari-hari di sekolah serta ikut mengabdikan dirinya dalam masyarakat.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, melalui wadah MGMP ini para guru dapat berkonsultasi, berkomunikasi, saling berbagi informasi dan pengalaman, serta dapat menemukan solusi dari permasalahan yang ditemukan di lapangan.
Bertitik tolak dari latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul "PENGARUH MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN (MGMP) TERHADAP PENINGKATAN PROFESIONALISME DAN KINERJA MENGAJAR GURU SMA NEGERI KOTA Y"

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya masalah yang harus diperoleh jawabannya, maka agar penelitian ini dapat mengungkapkan fakta secara mendalam perlu adanya pembatasan masalah, hal-hal yang diungkapkan dalam penelitian ini terfokus pada : 
1. Musyawarah guru Mata Pelajaran (MGMP), merupakan suatu wadah asosiasi atau perkumpulan bagi para guru mata pelajaran yang berada di suatu sanggar, sekolah kabupaten/kota yang berfungsi sebagai sarana untuk saling berkomunikasi, belajar, dan bertukar pikiran dan pengalaman dalam rangka meningkatkan kinerja guru sebagai praktisi/pelaku pembahan reorientasi pembelajaran di kelas. 
2. Profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan ketrampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif (Webster, 1989). Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen). 
3. Kinerja, Seperti yang dikutip oleh Yulian (2009 : 2439) dapat didefinisikan sebagai tingkat pencapaian hasil atau the degree Of accomplisment atau tingkat pencapaian tujuan organisasi (Rue dan Byars, 1981 : 375). Sedangkan menurut Prawirosentono (1992 : 2), kinerja didefinisikan sebagai : "Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika." Program MGMP tingkat SMA di Kota Y, sama halnya dengan program-program yang lain, mempunyai rencana yang hendak dicapai. Salah satu rencana tersebut harus sesuai dengan kebutuhan. Dari kebutuhan yang sudah diidentifikasi akan dibuat program yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme dan kinerja mengajar guru. Akan tetapi dalam program ini hanya sebatas program MGMP Tingkat SMA yang ada di Kota Y saja.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, akan dikemukakan susunan rumusan masalah penelitian sebagai berikut : 
1. Bagaimana pengaruh musyawarah guru mata pelajaran/MGMP terhadap peningkatan profesionalisme guru pada tingkat SMA di Kota Y ?
2. Bagaimana pengaruh musyawarah guru mata pelajaran/MGMP terhadap peningkatan kinerja mengajar guru mata pelajaran pada tingkat SMA di Kota Y ?
3. Bagaimana pengaruh dari pelaksanaan musyawarah guru mata pelajaran/MGMP yang sesuai dengan kebutuhan peningkatan profesionalisme guru terhadap kinerja mengajar guru mata pelajaran tingkat SMA di Kota Y ?

D. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh pelaksanaan musyawarah guru mata pelajaran/MGMP terhadap peningkatan profesionalisme dan kinerja mengajar guru pada tingkat SMA.
Secara khusus penelitian ini ditujukan untuk memperoleh gambaran tentang : 
1. Bagaimana pengaruh musyawarah guru mata pelajaran/MGMP terhadap peningkatan profesionalisme guru pada tingkat SMA Negeri di Kota Y.
2. Bagaimana pengaruh musyawarah guru mata pelajaran/MGMP terhadap peningkatan kinerja mengajar guru pada tingkat SMA Negeri di Kota Y.
3. Bagaimana pengaruh dari pelaksanaan musyawarah guru mata pelajaran/ MGMP yang sesuai dengan kebutuhan peningkatan profesionalisme guru terhadap kinerja mengajar guru mata pelajaran pada tingkat SMA Negeri di Kota Y.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan mempunyai harapan besar untuk dapat dijadikan bahan masukan pembinaan dalam meningkatkan profesionalisme dan kinerja mengajar guru dalam menambah wawasan bagi pihak yang terkait. Begitu juga penelitian ini dapat langsung dirasakan hasilnya baik bagi pengurus MGMP pada tingkat SMA, guru mata pelajaran pada tingkat SMA, peneliti sendiri, maupun bagi penelitian lebih lanjut.
1. Bagi Pengurus MGMP pada tingkat SMA di Kota Y.
Kelebihan dan kekurangan yang terdapat pada program MGMP pada tingkat SMA di Kota Y, diungkapkan melalui penelitian merupakan bahan instrospeksi untuk meningkatkan profesionalisme dan kinerja mengajar guru selanjutnya. Pada akhirnya diharapkan mampu membenahi program dan pelaksanaan pembinaan selanjutnya untuk memperbaiki/meningkatkan kualitas guru terutama dalam kegiatan belajar mengajar sesuai dengan tuntutan dan perkembangan pendidikan.
2. Guru
Bagi guru, penelitian ini merupakan sarana untuk mendapatkan Informasi yang baik sebagai masukan yang dapat dijadikan perbaikan ke depan sebagai tenaga profesional, guru akan menyadari dan mengetahui posisi masing-masing sebagai orang-orang terpenting dan berada dalam posisi terdepan dalam proses belajar mengajar.
3. Peneliti Sendiri
Bagi peneliti, kesempatan penelitian yang dilakukan ini merupakan upaya menambah wawasan berfikir ilmiah, terutama dalam rangka pembinaan profesionalisme dan kinerja mengajar guru secara teoritis dan kaitannya dengan pelaksanaan di lapangan. Dengan ditemukannya keunggulan dan kelemahan program pembinaan profesional dan kinerja mengajar guru melalui kegiatan MGMP akan mudah mengetahui akar permasalahan dari dimensi itu dan memberikan solusi bila permasalahan serupa terulang kembali.
4. Bagi penelitian lebih lanjut.
Untuk peneliti yang akan melanjutkan penelitian yang berkaitan dengan pembinaan profesionalisme dan kinerja mengajar guru melalui kegiatan MGMP dapat memanfaatkan penelitian ini sebagai bahan kajian yang relevan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 06:16:00

SUPERVISI KEPALA SEKOLAH DALAM PENINGKATAN KINERJA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SUPERVISI KEPALA SEKOLAH DALAM PENINGKATAN KINERJA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)


BAB I
PENDAHULUAN 

A. Konteks Penelitian
Pendidikan merupakan bagian yang integral dalam kehidupan manusia, dimana manusia dapat membina kepribadiannya dengan jalan mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dengan demikian dari nilai-nilai yang ada berlangsung suatu proses yang selaras dengan tujuan utama pendidikan yaitu mengembangkan kemampuan pengetahuan keterampilan dan sikap anak didik secara optimal. Proses pendidikan sangat menentukan kepribadian, skill serta budi pekerti manusia tersebut.
Pendidikan merupakan salah satu pilar kehidupan bangsa. Masa depan suatu bangsa bisa diketahui melalui sejauh mana komitmen masyarakat, bangsa atau pun negara dalam menyelenggarakan pendidikan nasional. Oleh karena itu, pendidikan menjadi faktor utama atau penentu bagi masa depan bangsa. Dalam rangka perwujudan fungsi idealnya untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia tersebut, sistem pendidikan di Indonesia haruslah senantiasa mengorientasikan diri menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul dalam masyarakat Indonesia sebagai konsekuensi logis dari perubahan.
Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang menyelenggarakan kegiatan proses belajar mengajar sebagai upaya untuk tercapainya tujuan pendidikan. Penanggung jawab dalam proses belajar mengajar yang dilakukan di sekolah ditentukan pula bagaimana akhlak dan kinerja guru. Tinggi rendahnya mutu pendidikan banyak dipengaruhi oleh kualitas proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru, karena guru secara langsung memberikan bimbingan dan bantuan kepada siswa dalam upaya mencapai tujuan pendidikan.
Kepala sekolah merupakan center leader yang me-manage aktivitas program kerja sekolah menjadi terarah, terfokus, dan mengalami peningkatan yang signifikan. Oleh karena itu, kepala sekolah berperan penting bagi peningkatan kinerja guru untuk lebih semangat dan profesional dalam mengajar mengembangkan diri dalam mentransfer ilmu kepada peserta didik.
Kepala sekolah memimpin lembaga dengan peranan yang sangat besar bagi peningkatan kemajuan sekolah. Hal ini dikarenakan tugas kepala sekolah dalam mengawasi kegiatan yang telah diprogramkan agar menjadi terarah, terfokus dan berhasil dengan baik.
Kepala sekolah juga berperan penting bagi peningkatan kinerja guru untuk lebih semangat dan profesional dalam mengajar. Dengan alasan yang sangat mendasar bahwa guru memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kualitas pengajaran yang dilaksanakan, oleh karena itu harus memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan kesempatan belajar siswa dengan memperbaiki kualitas pengajar. Hal ini menunjukkan bahwa guru diharapkan mampu berperan aktif sebagai pengelola proses belajar mengajar, bertindak sebagai fasilitator yang berusaha menciptakan organisasi kelas, penggunaan metode mengajar maupun sikap dan karakteristik guru dalam mengelola belajar mengajar.
Perangkat sekolah seperti kepala sekolah, dewan guru, siswa, pegawai/karyawan harus saling mendukung untuk bekerja sama mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sukses atau tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan sangat tergantung atas kemampuan pimpinannya untuk menumbuhkan iklim kerja sama agar dengan mudah dapat menggerakkan sumber manusia yang ada, sehingga pendayagunaannya dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
Menurut Sergiovani dan Starrat yang dikutip oleh E. Mulyasa mengatakan bahwa supervisi merupakan suatu proses yang dirancang secara khusus untuk membantu para guru dan supervisor dalam mempelajari tugas-tugasnya sehari-hari di sekolah, agar dapat menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk memberikan layanan yang lebih baik pada orang tua peserta didik dan sekolah sebagai masyarakat belajar yang lebih efektif.
Ada kecenderungan yang kuat bahwa untuk meningkatkan kualitas layanan dalam kualifikasi profesional guru yang perlu dibina dan ditata kembali kemampuannya sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk mengarahkan program guru agar menjadi sosok professional dalam pendidikan. Hal ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari supervisor. Dalam melaksanakan tugasnya pengawas berkewajiban membantu guru memberi dukungan yang dapat melaksanakan tugas dengan baik sebagai pendidik maupun pengajar. Sebagai guru yang profesional mereka harus memiliki keahlian khusus dan dapat menguasai seluk beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu.
Dalam penelitian ini supervisor efektif dalam lembaga pendidikan adalah kepala sekolah yang baik. Kepala sekolah yang merupakan center of leader dalam membantu efektivitas belajar mengajar. Sebagaimana yang telah kita ketahui, bahwa kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan tingkat operasional memiliki sentral dalam membawa keberhasilan lembaga pendidikan. Kepala sekolah berperan memandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi dan memotivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan komunikasi yang baik, memberi supervisi atau pengawasan yang efisien dengan ketentuan waktu dan perencanaan.
Keterlibatan kepala sekolah dan guru pendidikan agama Islam dalam pengembangan efektivitas pembelajaran di sekolah juga mendorong rasa kepemilikan yang lebih tinggi terhadap sekolahnya yang pada akhirnya mendorong mereka untuk menggunakan sumber daya yang ada dengan seefisien mungkin untuk mencapai hasil yang maksimal. Kemampuan sekolah untuk menciptakan situasi yang kondusif bagi siswa untuk belajar. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan hal yang sangat menarik untuk dikaji dan dipelajari sebagai upaya mendapatkan sekolah yang baik dan berkualitas. Kepemimpinan kepala sekolah meliputi kepemimpinan intern dan ekstern, sebagai wujud pengakuan legitimasi lembaga pendidikan yang dipimpinnya. Tentunya kepemimpinan yang efektif dimulai dari perbaikan kualitas sumber daya manusia.
Kesadaran terhadap pentingnya kehidupan agama bagi bangsa Indonesia diwujudkan dalam pemberian materi agama sejak TK hingga perguruan tinggi. Hal ini dilakukan karena pembangunan bangsa akan menuai keberhasilan jika para pelakunya memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, dimana salah satu indikatornya memiliki kesadaran beragama yang baik.
Sebagaimana yang dinyatakan Watik, bahwa sumber daya manusia yang berkualitas menyangkut tiga dimensi, yaitu : (1) dimensi ekonomi, (2) dimensi budaya, dan (3) dimensi spiritual (iman dan taqwa). Upaya pengembangan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan juga perlu mengacu pada pengembangan nilai tambah pada ketiga dimensi tersebut.
Kepemimpinan menurut Robert Dubin kadangkala dapat diartikan sebagai pelaksanaan otoritas dan pembuatan keputusan. Ada juga yang mengartikan suatu inisiatif untuk bertindak yang menghasilkan suatu pola yang konsisten dalam rangka mencari jalan pemecahan dari suatu persoalan bersama. Lebih jauh lagi George R. Terry merumuskan bahwa kepemimpinan merupakan aktifitas untuk mempengaruhi orang-orang agar supaya diarahkan mencapai tujuan organisasi.
Definisi kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Dari beberapa pendapat tersebut maka dapat diambil kesimpulan, bahwa pada dasarnya kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Kepemimpinan mempunyai kaitan yang erat dengan motivasi.
Hal tersebut dapat dilihat dari keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sangat tergantung kepada kewibawaan, dan juga pimpinan itu dalam menciptakan motivasi dalam diri setiap orang bawahan, kolega, maupun atasan pimpinan itu sendiri.
Kepala sekolah sebagai supervisor mempunyai tanggung jawab untuk peningkatan kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran di sekolah serta mempunyai peranan yang sangat penting terhadap perkembangan dan kemajuan sekolah. Oleh karena itu ia harus melaksanakan supervisi secara baik dan benar sesuai dengan prinsip-prinsip supervisi serta teknik dan pendekatan yang tepat. Pembinaan-pembinaan yang dilakukan kepala sekolah terhadap guru dapat meningkatkan kinerja dan dedikasi guru dalam dunia pendidikan. Guru terbantu untuk selalu melakukan inovasi pembelajaran kepada peserta didik sehingga nilai-nilai pembelajaran dapat secara maksimal terserap dan membentuk kepribadian terbaik peserta didik.
Tugas seorang supervisor adalah membantu, mendorong dan memberikan keyakinan kepada guru, bahwa proses belajar mengajar dapat memberikan pengembangan berbagai pengalaman, pengetahuan, sikap dan keterampilan guru, dan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru tersebut harus dibantu secara profesional sehingga guru dapat berkembang dalam pekerjaannya yaitu untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses belajar mengajar. Peningkatan kinerja guru dalam melaksanakan tugas mulianya tersebut adalah tanggung jawab kepala sekolah sebagai "first power motivation" kepada guru dan siswa di sekolah. Bantuan motivasi dapat berupa penghargaan terhadap guru yang berprestasi, pemberian pembinaan-pembinaan cara pembelajaran yang efektif dan menyenangkan, dan juga pemberian hukuman yang tegas sebagai pendidikan yang baik kepada para guru yang tidak melaksanakan tugas dengan baik sebagai konsekuensi logis.
Dalam kegiatan supervisi pengajaran kepala sekolah bukan hanya berfungsi sebagai supervisor. Tetapi juga adanya pengawasan melekat pada diri kepala sekolah mempunyai dua hal dalam pengawasan yaitu Built in Control (pengawasan melekat) dan juga Function Control (fungsi pengawas). Senada dengan pendapat tersebut, Made Pidarta dalam bukunya supervisi pendidikan kontekstual menyatakan bahwa pengawasan yang dilakukan kepala unit atau kepala sekolah disebut pengawasan melekat. Sebab pengawasan disini merupakan salah satu kegiatan rutin sekolah ketika situasi dalam keadaan tenang atau tidak bergejolak.
Persoalan-persoalan yang timbul di lapangan yang dihadapi oleh pendidik dan tenaga kependidikannya, diusahakan untuk diatasi seketika dengan bimbingan maupun koreksi oleh kepala sekolah tidak semata-mata bersifat birokratis, tetapi bersifat klinis (pembinaan teknis edukatif). Mengingat lingkup tugas kepala sekolah sebagai supervisor mencakup berbagai aspek, maka diperlukan juga modal pengetahuan dan wawasan yang cukup luas.
Supervisi yang dilakukan kepala sekolah antara lain untuk meningkatkan kompetensi guru-guru dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga diharapkan dapat memenuhi misi pengajaran yang diembannya atau misi pendidikan nasional dalam lingkup yang lebih luas. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa masalah profesi guru dalam mengemban kegiatan belajar mengajar akan selalu dan terus berlanjut dan bantuan supervisi kepala sekolah penting dalam mengembangkan profesional guru dalam melaksanakan tugasnya secara maksimal. Kepala sekolah menghendaki dukungan kinerja guru yang selalu ada peningkatan yang konsisten dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah.
Yushak Burhanuddin mengemukakan bahwa tujuan supervisi pendidikan adalah dalam rangka mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik melalui pembinaan dan peningkatan profesi mengajar, secara rinci sebagai berikut : 
a. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi belajar mengajar
b. Mengendalikan penyelenggaraan bidang teknis edukatif di sekolah sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan kebijakan yang telah ditetapkan.
c. Menjamin agar kegiatan sekolah berlangsung sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga berjalan lancar dan memperoleh hasil optimal.
d. Menilai keberhasilan sekolah dalam pelaksanaan tugasnya. 
e. Memberikan bimbingan langsung untuk memperbaiki kesalahan, kekurangan dan kekhilafan serta membantu memecahkan masalah yang dihadapi sekolah, sehingga dapat dicegah kesalahan yang lebih jauh.
Untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut, kepala sekolah perlu memiliki berbagai kemampuan yang diperlukan. Menurut Kartz sebagaimana dikutip oleh Sudarwan Danim bahwa kemampuan manajerial itu meliputi technical skill (kemampuan teknik), human skill (kemampuan hubungan kemanusiaan), dan conceptual skill (kemampuan konseptual)
Kemampuan teknik adalah kemampuan yang berhubungan erat dengan penggunaan alat-alat, prosedur, metode, dan teknik dalam suatu aktivitas manajemen secara benar (working with things). Sedangkan, kemampuan hubungan kemanusiaan merupakan kemampuan untuk menciptakan dan membina hubungan baik, memahami dan mendorong orang lain sehingga mereka bekerja secara suka rela, tiada paksaan dan lebih produktif (working with people). Kemampuan konseptual adalah kemampuan mental untuk mengkoordinasikan, dan memadukan semua kepentingan serta kegiatan organisasi. Dengan kata lain, kemampuan konseptual ini terkait dengan kemampuan untuk membuat konsep (working with ideas) tentang berbagai hal dalam lembaga yang dipimpinnya.
Kepala sekolah memiliki peran strategis untuk meningkatkan mutu pendidikan di lembaga yang dipimpinnya. Kepala sekolah tidak saja berperan sebagai pemimpin pembelajaran, tetapi lebih dari itu ia merupakan pemimpin keseluruhan fungsi-fungsi kepemimpinan dalam suatu sekolah seperti perencanaan, pembinaan karir, koordinasi, dan evaluasi. Terlebih, pada era desentralisasi ini, kepemimpinan lembaga pendidikan dijalankan secara otonom yang memberikan keleluasaan kepada kepala sekolah untuk mengelola lembaga yang dipimpinnya sesuai dengan visi kepemimpinannya. Kepala sekolah sebagai supervisor yang bijaksana harus mampu rencana yang akan dilakukan sebagai alternatif pemecahan problematika yang terjadi di kalangan guru yang dipimpinnya secara kooperatif dan saling bekerja sama dalam menyesuaikan rencana dan situasi baru yang timbul.
Hal tersebut diperkuat oleh Permendiknas No. 13 tahun 2007 mengenai standar kepala sekolah/madrasah yang telah mencantumkan 5 kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala sekolah yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi dan juga kompetensi sosial. Rambu-rambu penilaian kinerja kepala sekolah Dirjen Dikdasmen tahun 2000 yaitu : 1) Kemampuan menyusun program supervisi pengajaran, 2) Kemampuan melaksanakan program supervisi pengajaran, serta 3) Kemampuan memanfaatkan hasil supervisi. Dan yang menjadi pokok kajian pada penelitian ini adalah supervisi yang meliputi : 1. Unsur-unsur yang disupervisi kepala sekolah terhadap guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan kinerja guru, 2. Strategi supervisi yang tepat bagi peningkatan kinerja guru pendidikan agama Islam dan 3. Feed back dan tindak lanjut supervisi kepala sekolah dalam rangka peningkatan kinerja guru pendidikan agama Islam.
Seorang guru agama dituntut untuk dapat memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap pendidikan di lingkungan sekolah terutama dalam hal belajar. Guru memegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar, oleh karena itu mutu pendidikan di suatu lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan yang dimiliki oleh seseorang guru dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Dalam sebuah lembaga sering kali bawahan dalam hal ini adalah guru merasa tertekan karena banyaknya tugas sehingga memicu munculnya kesulitan dan konflik. Untuk meminimalisir konflik, Kepala SMK Negeri X membuat jadwal pertemuan dengan guru, rapat teratur per bulan khususnya guru-guru yang menempati posisi tertentu dan memiliki permasalahan dengan tugas yang diembannya. Tujuan pertemuan tersebut adalah untuk memberikan motivasi sehingga guru-guru memiliki kepercayaan diri dalam melaksanakan tugas karena merasakan adanya perhatian dari atasan. Hal ini sangat terkait dengan peranan kepala sekolah sebagai supervisor dalam lembaga pendidikan.
Pendidikan sebagai proses pengembangan manusia secara makro meliputi proses-proses : (1) pembudayaan, (2) pembinaan Imtaq, (3) pembinaan Iptek. Proses pembudayaan adalah proses transformasi nilai-nilai budaya yang menyangkut nilai-nilai etis, estetis, dan nilai budaya serta wawasan kebangsaan dalam rangka terbinanya manusia berbudaya. Proses pembinaan imtaq ialah transformasi nilai-nilai keagamaan 
(iman, taqwa, kebajikan, akhlak, dan sebagainya) dalam rangka terbinanya manusia beragama. Secara makro, peranan pendidikan, terutama pendidikan agama Islam (PAI) di sekolah dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia yaitu sebagai proses belajar mengajar yang meliputi proses-proses : (1) alih pengetahuan (transfer of knowledge),(2) alih metode (transfer of methodology), dan (3) alih nilai (transfer of value).
Berdasarkan observasi peneliti mencoba meneliti secara cermat dan baik bagaimana peranan kepala SMKN X sebagai supervisor untuk melakukan supervisi terhadap guru pendidikan agama Islam dalam merencanakan pembelajaran, melakukan proses belajar mengajar, dan melaksanakan evaluasi pembelajarannya. Peneliti menemukan beberapa permasalahan kinerja guru pendidikan agama Islam dalam merencanakan pembelajaran, melakukan proses belajar mengajar, dan melakukan
evaluasi pembelajaran setelah mengadakan observasi yaitu belum optimalnya kinerja guru pendidikan agama Islam di lingkungan SMKN X. Sangat ironis sekali di mana SMKN X adalah sebuah lembaga pendidikan kejuruan yang akan menjadi pilot project di kota X, tetapi dari segi religi para siswanya kurang. Ini disebabkan kinerja guru pendidikan agama Islam yang belum optimal. Oleh karena itu, peneliti menganalisis dan mendeskripsikan secara kritis tugas dan aplikasi kegiatan supervisi sebagai upaya peningkatan kinerja guru pendidikan agama Islam di salah satu sekolah kejuruan di kota X.
Kekurangberhasilan guru pendidikan agama Islam menjadi pokok penting pembahasan penelitian dimana peran kepala sekolah sebagai supervisor dapat memperbaiki dan meningkatkan kinerja guru pendidikan agama Islam dalam menjalankan tugas belajar mengajar. Dengan latar belakang tersebut peneliti memberi judul tesis ini "SUPERVISI KEPALA SEKOLAH DALAM PENINGKATAN KINERJA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (Studi Kasus di SMKN X)

B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 
1. Unsur-unsur apakah yang disupervisi kepala sekolah terhadap guru pendidikan agama Islam di SMKN X ?
2. Bagaimanakah strategi supervisi kepala SMKN X dalam meningkatkan kinerja guru pendidikan agama Islam ?
3. Apakah feed back dan tindak lanjut pelaksanaan supervisi kepala SMKN X dalam meningkatkan kinerja guru pendidikan agama Islam ?

C. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah peningkatan kinerja guru pendidikan agama Islam di SMK Negeri X. Sedangkan lebih khusus lagi sesuai dengan rumusan masalah yang dikaji peneliti, maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tentang : 
1. Unsur-unsur apa yang disupervisi kepala sekolah terhadap guru pendidikan agama Islam di SMKN X.
2. Bagaimana strategi supervisi kepala SMKN X dalam meningkatkan kinerja guru pendidikan agama Islam.
3. Apa feed back dan tindak lanjut supervisi kepala SMKN X dalam meningkatkan kinerja guru pendidikan agama Islam ?

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 
a. Kepala Sekolah.
Sebagai masukan terhadap pengembangan kompetensi strategi supervisi kepala sekolah dalam peningkatan kinerja guru pendidikan agama Islam di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) X. Selain itu, penelitian ini berguna untuk memberi informasi pemikiran yang konstruktif bagi kepala sekolah dalam menjalankan tugas supervisi di sekolah yang dipimpinnya. Memperbaiki proses pembelajaran dan memberikan motivasi untuk meningkatkan kinerja guru agama Islam sehingga dapat mempermudah tujuan visi misi sekolah tercapai.
b. Pengembangan Pengetahuan Pendidikan
Menambah pengetahuan dan wawasan pembaca untuk memahami pentingnya strategi-strategi supervisi kepala sekolah dalam peningkatan kinerja guru pendidikan agama Islam bagi peneliti dan calon peneliti sebagai pengalaman berharga dan pelajaran dalam menerapkan ilmu yang didapat peneliti selama menempuh studi di Pasca Sarjana Program Studi Manajemen Pendidikan Islam.
c. Bagi Instansi Pendidikan
Menambah masukan dan peningkatan lembaga dan instansi pendidikan dalam mengembangkan lembaga khususnya bidang kompetensi strategi supervisi kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru dalam menjalankan tugas-tugasnya.

E. Sistematika Penulisan
Bab pertama adalah latar belakang masalah yang menguraikan secara umum tentang unsur-unsur yang disupervisi kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru PAI, dan juga focus masalah yang kemudian dirangkaikan menjadi rumusan masalah, menguraikan tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi istilah, originalitas penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua berisi tinjauan pustaka dengan berusaha membangun konsep teoritik, sebab itu bab ini berisi tentang : Landasan yuridis dan religious supervisi pendidikan, Unsur-unsur yang disupervisi Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kinerja Guru PAI di sekolah, Tugas Pokok Guru PAI, Kinerja Guru PAI, Strategi Supervisi Kepala Sekolah, Feed Back dan Tindak Lanjut Pelaksanaan Supervisi Kepala Sekolah.
Bab ketiga membahas metode penelitian yang meliputi : Pendekatan dan Jenis Penelitian, lokasi penelitian, kehadiran peneliti, instrumen penelitian, data, sumber data, metode pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan temuan serta tahap-tahap penelitian.
Bab Ke-empat berusaha memaparkan data penelitian lapangan setelah dilakukan proses reduksi, display dan verifikasi. Paparan tersebut meliputi deskripsi singkat lokasi penelitian dan paparan data penelitian yang disusun secara sistematik sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian.
Bab kelima berisi tentang diskusi hasil studi yang terkait dengan focus atau rumusan penelitian, yaitu berupa analisa tentang unsur-unsur yang disupervisi kepala SMKN X dalam meningkatkan kinerja guru PAI, Strategi supervisi kepala SMKN X, Tindak Lanjut Pelaksanaan Strategi Supervisi Kepala SMKN X.
Bab ke-enam merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 05:57:00

PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MOTIVASI KERJA GURU DI SMP

PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MOTIVASI KERJA GURU DI SMP (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian
Kegiatan utama pendidikan di sekolah dalam rangka mewujudkan tujuannya yakni kegiatan pembelajaran, sehingga seluruh aktivitas organisasi sekolah bermuara pada pencapaian efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka kinerja guru perlu ditingkatkan. Oleh karena itu diperlukan peran dari kepala sekolah untuk mendorong bawahannya/guru-gurunya supaya berkinerja lebih tinggi lagi.
Guru mengemban peran istimewa dalam masyarakat sebagai pelaku perubahan. Guru berperan bukan hanya sebagai pelaku perubahan yang menggerakkan roda transformasi sosial dan ekonomi dalam masyarakat. Lebih dari itu guru bisa memiliki peranan utama sebagai pendidik karakter. Ia bukan saja mengubah hidup siswa, namun juga memperkaya dan memperkokoh kepribadian siswa menjadi insan berkeutamaan karena memiliki nilai-nilai yang ingin diperjuangkan dan diwujudkan dalam masyarakat. Ia bukan saja mengubah anak didik menjadi anak pandai, melainkan membekali mereka dengan keutamaan dan nilai-nilai yang mempersiapkan mereka menjadi insan yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri, orang lain, dan masyarakat. Sebagai pendidik karakter, guru membekali anak didik dengan nilai-nilai hidup yang berguna bagi hidupnya sekarang dan yang akan datang. Dengan menjadi pendidik karakter, guru mengukuhkan dirinya sebagai pelaku perubahan yang sesungguhnya.
Melihat kenyataan tersebut, mantan Menteri Pendidikan Nasional Wardiman Djoyonegoro dalam pernyataan yang dikutip Mulyasa, mengungkapkan sedikitnya terdapat tiga syarat utama yang harus diperhatikan dalam pembangunan pendidikan agar dapat berkontribusi terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), yakni : (1) sarana gedung, (2) buku yang berkualitas, (3) guru dan tenaga kependidikan yang professional.
Untuk poin yang terakhir disebutkan diatas, saat ini mendesak untuk diberdayakan dan ditingkatkan, baik dari segi profesionalitas maupun motivasi kerjanya. Walaupun memang diakui sebagai sebuah system, pendidikan tidak akan terlepas dari factor-faktor pendukung lainnya. Guru sebagai ruh sebuah lembaga pendidikan menurut pandangan penulis adalah yang paling utama keberadaannya. Dalam konteks pendidikan Islam karakteristik guru yang profesional selalu tercermin dalam segala aktivitasnya sebagai murabbiy, mu'allim, mursyid, dan mu’addib.
Mengingat guru sebagai ujung tombak yang tidak terlepas dari kekurangan dan kelebihannya, peranan kepala sekolah sebagai motivator dalam sebuah lembaga pendidikan bertanggung jawab dalam membina bawahannya untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Sesuai dengan visi dan misi yang telah ditetapkan. Terutama dalam meningkatkan motivasi kerja guru dalam membimbing dan mengarahkan siswa menjadi manusia yang berkualitas dan patut dibanggakan.
Untuk tujuan tersebut diatas, menumbuhkan motivasi kerja guru dalam sebuah lembaga pendidikan adalah kerja keras kepala sekolah. Seorang pemimpin pendidikan merupakan sentral dari kegiatan yang diprogramkan. Pemimpin merupakan decision maker dan juga teladan bagi anak buahnya. Karena itu seorang pemimpin setidaknya dapat memberikan contoh yang baik kepada anak buahnya. Sebagai pembuat keputusan dan penentu kebijakan, seorang pemimpin harus memiliki satu aspek yang memiliki peran yang sangat penting dalam memimpin organis asi bersangkutan.
Ketidakmampuan atau kegagalan seorang pemimpin dalam memimpin organisasinya menurut Sondang P. Siagian dapat berakibat kepada tiga hal yang negatif, yaitu : 
1. Para anggota organisasi akan menunjukkan perilaku yang tercermin pada tindak tanduk yang negatif, misalnya sering mangkir, kegairahan kerja dan produktifitas rendah, adanya tuntutan yang sukar diterima oleh akal sehat dan tindakan negatif lainnya. Sehingga dapat disimpulkan perilaku mereka merugikan organisasi sebagai keseluruhan.
2. Tindakan para anggota organisasi ditujukan kepada pemuasan kebutuhan dan kepentingan pribadi. Artinya mereka melakukan tindakan yang merugikan organisasi tetapi secara pribadi mungkin menguntungkan.
3. Para anggota organisasi meninggalkan organisasi, baik secara berangsur-angsur atau mendadak, dan pindah bekerja ke organisasi yang lain.
Senada dengan uraian diatas, Rupert Earls mengungkapkan bahwa seringkali seorang pemimpin tidak menyadari bahwa rendahnya kinerja dan motivasi bawahan adalah akibat tidak efektifnya seorang pemimpin dalam menjalankan tugasnya. Oleh karena itu sebagai seorang pemimpin pun harus mampu melihat bawahannya dari berbagai aspek karena pada dasarnya menjadi kepala sekolah yang professional itu tidak mudah. Banyak hal yang harus difahami, banyak masalah yang harus dipecahkan, dan banyak strategi dan teknik yang harus dikuasai.
Untuk menciptakan iklim organisasi yang kondusif, peran pemimpin memiliki andil yang cukup dominan. Sehingga seorang pemimpin perlu memiliki 4 skill berikut : (1) kemampuan memakai kekuasaan dengan efektif, dan dengan cara yang bertanggung jawab; (2) kesanggupan untuk memahami bahwa manusia itu mempunyai motivasi yang berbeda-beda pada waktu yang berbeda-beda dan dalam situasi yang berbeda-beda pula; (3) kemampuan untuk mengilhami, dan (4) kemampuan untuk bertindak dengan cara yang dapat mengembangkan iklim yang menguntungkan untuk menanggapi dan membangkitkan motivasi.
Unsur-unsur kepemimpinan diatas mengantarkan kepada sebuah pemahaman bahwa kepemimpinan seseorang akan dapat menggerakkan bawahannya untuk dapat berbuat yang terbaik bagi organisasi. Karena dengan demikian berarti pentingnya kepala sekolah dalam menerapkan pendekatan personal, dan strategi lainnya sehingga mampu mengetahui kebutuhan-kebutuhan mendasar bahwasanya sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya setiap bawahan memiliki karakter dan kebutuhan yang berbeda. Dan disinilah kemampuan seorang pemimpin diuji dalam kepemimpinannya, karena maju mundurnya sebuah organisasi tidak terkecuali tergantung kepada pimpinannya. Dalam hal ini kepala sekolah adalah yang paling berperan dan bertanggung jawab dalam mengantarkan organisasinya menjadi organisasi yang berkualitas.
Fenomena diatas menarik untuk diteliti karena dalam keterbatasan SDM dan finansial SMP X dapat memposisikan dirinya setara dengan sekolah lain, penelitian ini mengambil tema "Peran Kepala Sekolah dalam Peningkatan Motivasi Kerja Guru di SMP X".

B. Fokus Penelitian
Dari konteks penelitian diatas, penelitian ini akan difokuskan pada persoalan yang menurut peneliti cukup penting untuk dikaji secara mendalam yakni : 
1. Bagaimana motivasi kerja guru di SMP X ?
2. Bagaimana peran kepala sekolah dalam meningkatkan motivasi kerja guru di SMP X ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian diatas maka tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut : 
a. Mengetahui motivasi kerja guru di SMP X.
b. Mengetahui peran kepala sekolah dalam meningkatkan motivasi kerja guru di SMP X.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini sesuai dengan masalah yang penulis teliti pada konteks penelitian, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis akan berkontribusi kepada pada teori-teori kepemimpinan terutama kepemimpinan kepala sekolah dalam manajemen sumber day a manusia. Adapun secara praktis akan berkontribusi sebagai bahan masukan kepala sekolah dalam memberikan arahan dan motivasi bawahannya. Selain itu manfaat penelitian akan dijadikan sebagai pedoman bagi kepala sekolah dan komite sekolah dalam mengambil kebijakan-kebijakan lembaga khususnya yang berkenaan dengan manajemen sumber daya manusia di SMP X.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 05:56:00

MANAJEMEN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DASAR ISLAM

MANAJEMEN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DASAR ISLAM (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)


BAB I
PENDAHULUAN 

A. Konteks Penelitian
Dalam beberapa tahun terakhir, ada arus pemikiran dan kebutuhan baru dalam dunia pendidikan untuk memberikan perhatian yang proporsional terhadap dimensi-dimensi afektif dari tujuan pendidikan, bersama-sama dengan aspek pengetahuan dan keterampilan. Sejak akhir dasawarsa 1970-an, para ahli pendidikan mulai secara sungguh-sungguh mengembangkan teori pendidikan yang memberikan perhatian pada aspek nilai dan sikap. Dalam referensi Barat, kita menemukan munculnya teori yang dikenal dengan confluence education, affective education, atau values education yang menjadi gerakan sebagai wujud kepedulian pendidikan terhadap pengembangan afektif peserta didik.
Di Indonesia, kecenderungan ke arah tersebut mulai populer di tahun 1970-an dengan dikembangkannya pendidikan humaniora, yang kemudian disusul dengan populernya pendidikan nilai (value education). Dimana tujuan yang dicita-citakan oleh pendidikan nasional adalah mengembangkan nilai dan sikap serta membentuk kepribadian peserta didik (character building).
Jika kita menoleh sekilas pada sejarah, gagasan pembangunan bangsa unggul melalui perbaikan pendidikan sebenarnya telah ada sejak kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Presiden pertama kita, Soekarno, telah menyatakan perlunya nation and character building sebagai bagian integral dari pembangunan bangsa. Soekarno menyadari bahwa karakter suatu bangsa berperan besar dalam mempertahankan eksistensi bangsa.
Selain pernyataan yang diungkapkan oleh Soekarno, kita mendapati baik dalam ketetapan MPR, Undang-Undang dan Peraturan Perundang-undangan lain, tujuan pendidikan nasional adalah untuk melahirkan manusia Indonesia yang berjiwa Pancasilais dan pembentukan karakter kebangsaan (nation dan character building) selalu menjadi titik fokus.
Dalam ketetapan MPRS tahun 1960 disebutkan : "Politik dan sistem pendidikan nasional, baik yang diselenggarakan pihak pemerintah maupun swasta dari pendidikan prasekolah sampai pendidikan tinggi, supaya melahirkan warga Negara Indonesia yang berjiwa Pancasilais yang berjiwa patriot komplit, dan tenaga-tenaga kejuruan yang ahli dan berjiwa revolusi Agustus 1945."
Ketetapan MPRS di atas, terulang kembali namun dengan sedikit perubahan redaksi dalam Penetapan Presiden No. 19 tahun 1965 yang berbunyi : "Tujuan Pendidikan Nasional kita, baik yang diselenggarakan pihak pemerintah maupun swasta dari pendidikan prasekolah sampai pendidikan tinggi, supaya melahirkan warga sosialis Indonesia yang susila, yang bertanggungjawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia, adil dan makmur, baik spiritual maupun materiil dan yang berjiwa Pancasila."
Selanjutnya dalam ketetapan MPRS tahun 1966 disebutkan : "Tujuan pendidikan nasional adalah : Membentuk manusia Pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, dan isi daripada UUD tersebut, dimana isi pendidikan nasional tersebut meliputi : 1) Mempertinggi mental moral-budi pekerti dan memperkuat keyakinan-keyakinan beragama, 2) Membina atau mengembangkan fisik yang kuat dan sehat."
Format manusia terdidik dalam perspektif UUSPN No. 20/2003 menyatakan : Manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Fondasi yang kuat ini kemudian menjadikan bangsa Indonesia terus berbenah untuk mencapai tujuan dan keinginan yang telah diimpikan sejak nenek moyang Indonesia hingga kini. Salah satunya pada paruh terakhir tahun 2010, pihak Kementerian Pendidikan Nasional, mencetuskan gagasan untuk mereaktualisasikan penyelenggaraan pendidikan karakter bangsa.
Hal ini dilakukan, karena Kementerian Pendidikan Nasional menyadari bahwa bangsa Indonesia saat ini sedang menghadapi dua tantangan besar, yaitu desentralisasi atau otonomi daerah yang sudah dimulai, dan era globalisasi total yang akan terjadi pada tahun 2020. Kedua tantangan tersebut merupakan ujian yang cukup berat yang harus dilalui dan dipersiapkan oleh bangsa Indonesia. Kunci sukses dalam menghadapi tantangan berat itu terletak pada tersedianya kualitas sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang handal dan berkarakter. Oleh karenanya, peningkatan kualitas SDM sejak dini merupakan hal signifikan yang harus dipikirkan secara sungguh-sungguh. Salah satu cara, adalah melalui dunia pendidikan yang menjadi tempat untuk membentuk generasi yang memiliki nation and character building yang kuat.
Paradigma "Build Nation Build School” telah menjadi pegangan para pemimpin Negara-negara maju, seperti Thomas Jefferson, Abraham Lincoln (Amerika Serikat), Kaisar Meize (Jepang), dan Ottofon Bismack (Jerman). Menurut Soedijarto dalam Saridjo menyatakan bahwa paradigma ini juga dianut oleh Soekarno-Hatta, tetapi sangat disayangkan tidak diikuti oleh para penerusnya. Paradigma "Build Nation Build School" ini hilang ketika masa pemerintahan orde baru.
Seiring dengan berjalannya waktu, paradigma yang sempat tidak di indahkan ini kembali terangkat ke permukaan. Muhammad Nuh beserta seluruh staf Kementerian Pendidikan Nasional bersama-sama menata pendidikan Indonesia untuk menciptakan dan menyiapkan generasi yang handal, salah satunya dengan program pendidikan karakter dari jenjang pra sekolah hingga jenjang perguruan tinggi, atau bahkan pada titik yang tak terbatas (never ending process).
Kepala bagian Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Kementerian Pendidikan Nasional Mansyur Ramli menyatakan, pendidikan karakter bukanlah hal yang baru dalam dunia pendidikan, karena selama ini telah ada pada kurikulum beberapa mata pelajaran. Namun melihat pada evaluasi yang telah dilaksanakan, ditemukan bahwa pendidikan karakter yang ada lebih menekankan pada domain kognitif saja. Oleh karenanya, ke depannya akan lebih menekankan pada domain afektif dan psikomotor.
Fenomena yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini sangat mendesak untuk adanya aktualisasi program pendidikan karakter. Degradasi moral melanda para generasi muda Indonesia, bahkan sebagian pakar menyebutkan bahwa Indonesia sedang pada posisi krisis multidimensional. Sebagaimana pendapat Thomas Lickona, yang dikutip oleh Ratna Megawangi, mengungkapkan bahwa ada sembilan tanda-tanda zaman yang harus diwaspadai karena jika tanda-tanda ini sudah ada, itu berarti bahwa sebuah Bangsa sedang menuju jurang kehancuran. Tanda-tanda yang dimaksud antara lain : 
1. Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, seperti tawuran.
2. Penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, seperti mengolok-olok teman sebayanya, atau berkata tidak sopan pada pendidik/guru.
3. Pengaruh peer-group yang kuat dalam tindak kekerasan.
4. Meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas.
5. Semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk.
6. Menurunnya etos kerja.
7. Semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru.
8. Rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, membudayanya ketidakjujuran, dan 
9. Adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama.
Fenomena-fenomena tersebut menciptakan suasana yang semakin tidak sehat di Indonesia. Belum lagi beberapa hal yang berkaitan dengan rendahnya mutu pendidikan, dilihat dari daya saing SDM Indonesia saat ini dibandingkan dengan Negara-negara tetangga. Hasil survey yang dilakukan oleh "Trend in Internasional Mathematic and Sciences Study" (TIMSS) yang dimuat pada harian kompas tanggal 22 Desember 2004 dan kompas 10 Januari 2005 mengemukakan bahwa berbagai hasil survey yang dilakukan oleh beberapa lembaga internasional mendapati prestasi peserta didik Indonesia pada posisi bawah. 
Garin Nugroho dalam Masnur menegaskan bahwa pendidikan di Indonesia kini sudah kehilangan ruh-ruh yang diwariskan oleh nenek moyangnya. Pendidikan kita saat ini lebih mengedepankan pada pemuasan pasar, atau dapat dibahasakan dengan berburu peminat yang banyak, bukan pada kualitas lulusan yang berkarakter.
Lebih lanjut Garin menegaskan sebagian besar lembaga pendidikan di Indonesia tidak mengarah pada pembentukan karakter sebagaimana yang pernah dilakukan oleh nenek moyang. Lembaga pendidikan kita lebih memilih meluluskan seluruh siswanya meskipun tidak memenuhi syarat hanya untuk mencari pasaran saja, namun tidak memikirkan pada pencitraan dan pertumbuhan karakter yang tidak baik pada lulusan.
Hal ini dapat dilihat dengan adanya ketidak jujuran yang sering terjadi di UN (Ujian Nasional) beberapa tahun terakhir ini. Satu fenomena ini mencerminkan bahwa sebagian besar lembaga pendidikan kita masih beranggapan bahwa dengan meluluskan seluruh siswanya, akan berakibat pada banyaknya peminat yang akan masuk dalam lembaga tersebut. Namun, melupakan karakter buruk yang timbul pada lulusan yang dipaksakan lulus tersebut. Fenomena ini sudah merebak dan lambat laun merusak karakter peserta didik yang merupakan "agent of change" dan sekaligus sebagai penerus kelangsungan hidup bangsa Indonesia.
Beberapa kasus di atas semakin memperkuat alasan Kementerian Pendidikan Nasional untuk mengaktualisasikan program pendidikan karakter secara serentak diseluruh jenjang pendidikan. Hal ini dapat dimulai dengan mendisiplinkan mereka dalam beribadah, menghargai waktu dengan datang tepat waktu di sekolah, mentaati dan patuh terhadap orang tua dan guru, menghargai dan mengasihi teman, serta mengerti dan mencintai alam sekitarnya, memiliki rasa tanggungjawab terhadap segala perbuatan yang dilakukannya, dan mencintai bahasa dan kebudayaan Indonesia (nation).
Sebagaimana yang dirumuskan oleh Ratna Megawangi, menyebutkan sembilan pilar karakter nilai-nilai luhur universal yang perlu ditanamkan kepada anak sejak dini usia prasekolah, yaitu : 
1. Karakter cinta Tuhan Allah dengan segala ciptaan-Nya (Love Allah, trust, reverence, loyalty)
2. Kemandirian dan tanggung jawab (responsibility, excellence, self reliance, discipline, orderliness)
3. Kejujuran/amanah, diplomatis (trustworthiness, reliability, honesty)
4. Hormat dan santun (respect, courtessy, obedience)
5. Dermawan, suka menolong, gotong royong, kerjasama (love, compassion, caring, empathy, generosity, moderation, cooperation)
6. Percaya diri dan pekerja keras (confidence, assertiveness, creativity, resourcefulness, courage, determination, and enthusiasm)
7. Kepemimpinan dan keadilan (justice, fairness, mercy, leadership)
8. Baik dan rendah hati (kindness, friendliness, humility, modesty)
9. Karakter toleransi, kedamaian dan kesatuan (tolerance, flexibility, peacefulness, unity).
Dengan demikian, maka keterpurukan Indonesia yang disebabkan degradasi moral yang dapat merusak karakter bangsa akan dapat ditanggulangi dengan mempersiapkan generasi muda yang benar-benar berkarakter, serta dilaksanakan secara tersistem di lembaga pendidikan sejak dini.
Pada permasalahan yang berkaitan dengan karakter ini, upaya perbaikan pendidikan tidak hanya membutuhkan perbaikan pada sisi manajerial, dibutuhkan juga usaha perbaikan pendidikan yang bersifat pemberian keterampilan peserta didik atau biasa disebut dengan soft skill, pengembangan diri dan pembinaan karakter melalui pemberian kegiatan-kegiatan yang akan membentuk karakter dalam ekstra kurikuler.
Pernyataan di atas semakin dikuatkan dengan adanya sebuah penelitian di Harvard University Amerika Serikat, yang membuktikan bahwa kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Dalam penelitian ini diungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard skill dan sisanya 80% oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa penerapan pendidikan karakter pada peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Karenanya, Kemendiknas Pendidikan Nasional menegaskan dengan setegas-tegasnya tentang kewajiban penerapan program pendidikan karakter diseluruh jenjang pendidikan, terlebih pada sekolah yang secara kemampuan manajerialnya sudah mapan. Dengan tujuan output dari pendidikan tersebut memiliki kecerdasan yang kaffah.
Melihat dari beberapa fenomena yang telah diungkapkan pada jabaran sebelumnya, dan juga memperhatikan tentang core pendidikan Indonesia saat ini, yaitu penanaman karakter dan perilaku yang baik terhadap peserta didik. Sesuai dengan UUSPN no 20/2003 yang menyatakan bahwa manusia terdidik adalah manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Maka pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Pendidikan Nasional sudah mencanangkan penerapan pendidikan karakter untuk semua tingkat pendidikan, dari Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi (PT).
Guna merespon serta mendukung program pendidikan karakter sebagaimana yang telah dijabarkan sebelumnya, maka peneliti tergugah untuk melaksanakan penelitian yang akan dilaksanakan di tingkat Sekolah Dasar. Argumen dan alasan mengapa memilih Sekolah Dasar sebagai tempat penelitian yakni berangkat dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh Universitas Otago, di Dunedin New Zealand, pada 1000 anak yang diteliti selama 23 tahun dimulai pada 1972. Penelitian ini dilakukan sebanyak tiga kali, yakni pengamatan pada waktu anak berusia 3 tahun, 21 tahun dan terakhir pada waktu berumur 26 tahun. Hasil penelitian tersebut menyatakan : 
Anak-anak yang ketika berusia 3 tahun telah didiagnosa sebagai "uncontrollable toddlers" (anak yang sulit diatur, pemarah, dan pembangkang), ternyata ketika umur 18 tahun mereka menjadi remaja yang bermasalah, agresif, dan memiliki masalah dalam pergaulan. Ketika pada usia 21 tahun mereka sulit membina hubungan sosial dengan orang lain, bahkan ada yang terlibat dalam tindak kriminal. Begitu juga sebaliknya, anak-anak usia 3 tahun yang sehat jiwanya "well-adjusted toddlers" ternyata setelah dewasa menjadi orang-orang yang berhasil dan sehat jiwanya.
Selain penelitian di atas, seorang pakar ahli dalam pendidikan karakter Thomas Lickona dalam Megawangi menyebutkan : a child is only known substance from which a responsible adult can be made. (seorang anak adalah satu-satunya "bahan bangunan" yang diketahui dapat membentuk seorang dewasa yang bertanggung jawab).
Hasil penelitian inilah yang kemudian membuat peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian tentang pelaksanaan program pendidikan karakter di tingkatan Sekolah Dasar.
Oleh karena itu, berangkat dari latar belakang dan fenomena yang telah digambarkan di atas, maka menarik untuk dikaji dan diadakan penelitian (research), dengan ini peneliti mengambil judul penelitian "Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar Islam".

B. Fokus Penelitian
Dari konteks penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan "Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar ", fokus tersebut dijabarkan dalam beberapa sub fokus sebagai berikut : 
1. Bagaimanakah perencanaan pendidikan karakter di Sekolah Dasar X ?
2. Bagaimanakah pelaksanaan pendidikan karakter di Sekolah Dasar X ?
3. Bagaimanakah evaluasi pendidikan karakter di Sekolah Dasar X ?

C. Tujuan Penelitian
Dari beberapa sub fokus yang telah dijabarkan diatas, maka tujuan dari penelitian ini antara lain : 
1. Mendeskripsikan dan mengetahui secara mendalam proses perencanaan pendidikan karakter di Sekolah Dasar X.
2. Mendeskripsikan dan mengetahui secara mendalam proses pelaksanaan pendidikan karakter di Sekolah Dasar X.
3. Mendeskripsikan dan mengetahui secara mendalam proses evaluasi pendidikan karakter di Sekolah Dasar X.

D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang mendalam dan komprehensif terhadap peneliti khususnya dan instansi-instansi pendidikan yang sedang dan akan mengembangkan pendidikan karakter di sekolah. Dan secara ideal, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa aspek, diantaranya : 
a. Secara Teoritis
1) Memberikan sumbangan keilmuan terhadap perkembangan ilmu manajemen pendidikan terutama berkenaan dengan manajemen sekolah dalam melaksanakan pendidikan karakter di sekolah.
2) Sebagai bahan referensi bagi peneliti-peneliti lain yang akan melakukan penelitian yang serupa pada masa yang akan datang.
b. Secara Praktis
1) Bagi institusi yang diteliti, sebagai masukan yang konstruktif dalam mengelola program pendidikan karakter di sekolah.
2) Menjadi bahan masukan dan sekaligus referensi bagi kepala sekolah, beserta wakil kepala sekolah, guru, komite sekolah dan seluruh warga sekolah dalam mengembangkan pendidikan karakter di sekolah.
3) Bagi para pengambil kebijakan, sebagai salah satu acuan dalam mengambil keputusan dan kebijakan tentang pengembangan pendidikan karakter di sekolah. 

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 05:55:00

MANAJEMEN EVALUASI KINERJA GURU DI SEKOLAH DASAR

MANAJEMEN EVALUASI KINERJA GURU DI SEKOLAH DASAR X (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM)


BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan yang mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk aspek sosial, ekonomi, politik dan kultural dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara keseluruhan. Dalam proses pembangunan tersebut peranan pendidikan amatlah strategis. Berdasarkan peran strategis pendidikan dalam pembangunan itu, tak mengherankan apabila kemudian pemerintah dan masyarakat memberi perhatian yang cukup besar terhadap masalah pendidikan. Perhatian besar pemerintah dan masyarakat itu salah satunya tampak dalam upaya mewujudkan masyarakat yang dapat mengenyam pendidikan secara merata, artinya baik pemerintah maupun masyarakat mengupayakan adanya sarana pendidikan berupa sekolah atau madrasah dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan menengah, sehingga dengan adanya sarana tersebut masyarakat dapat menikmati proses pendidikan dalam suatu lembaga formal.
Dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, guru yang juga disebut sebagai pendidik dan merupakan salah satu tenaga kependidikan, menempati kedudukan yang sangat penting. Dengan profesionalismenya serta hubungan yang dekat dengan peserta didik ia berperan dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Undang-undang no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil belajar, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Tenaga kependidikan yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar yang pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disebut guru. Di dalam pembelajaran, proteksionisme guru tercermin pada kemampuannya membuat desain instruksional yang berkualitas atau rancangan pembelajaran sebelum mengadakan pertemuan dengan siswanya. Kemampuan guru dalam membuat desain instruksional akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan siswa khususnya hasil belajar yang akan dicapai. Jadi tugas profesional guru yang sangat penting dan erat sekali dengan kegiatan pembelajaran adalah pembuatan desain instruksional atau rancangan pembelajaran yang harus dikuasai oleh setiap guru.
Kemampuan guru dalam mengajar dituntut selalu meningkat selaras dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi agar kegiatan interaksi belajar-mengajar semakin hidup. Upaya untuk peningkatan kemampuan guru secara individu telah banyak dilakukan oleh guru yang bersangkutan dengan cara melanjutkan belajar ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi seperti S-l bahkan S-2 dan S-3. Pemerintah juga telah berusaha meningkatkan kemampuan dan kelayakan guru, dimulai dari pendidikan pra jabatan atau yang biasa pre-service training hingga pendidikan setelah meniti jabatan guru atau in-service training seperti penataran, seminar, loka karya, pelatihan dan studi lanjut di lembaga pendidikan formal. Bahkan saat ini pemerintah mewajibkan seorang guru harus memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani serta harus memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. 
Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau diploma empat. Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Sertifikasi profesi guru adalah proses untuk memberikan sertifikat kepada guru yang telah memenuhi standar kualifikasi dan standar kompetensi. Sertifikasi guru merupakan upaya peningkatan mutu guru dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan guru sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan.
Evaluasi kinerja guru dianggap suatu hal yang penting karena dengan adanya evaluasi akan dapat meningkatkan profesionalitas dan kualitas guru dalam menjalankan tugasnya. Dengan diadakannya evaluasi akan dapat membantu guru-guru dalam mengenai tugas dengan lebih baik, sehingga guru akan dapat menjalankan proses belajar mengajar seefektif mungkin untuk kemajuan siswa dan pendidikan. Di samping itu evaluasi juga dapat memberi masukan yang berharga dalam membantu memenuhi kebutuhan guru akan pengembangan profesi dan kariernya, misalnya melalui latihan dalam tugasnya. Evaluasi tidak dimaksudkan untuk mengkritik dan mencari kesalahan, melainkan mendorong guru dalam pengertian yang konstruktif untuk mengembangkan diri menjadi lebih profesional yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pendidikan siswa. Hal ini menuntut perubahan perilaku dan kesediaan guru memeriksa diri secara berkelanjutan.
Penilaian kinerja guru dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan siswa dengan membantu para guru menyadari potensi mereka dan dapat melaksanakan tugas seefektif mungkin. Penilaian terhadap kinerja guru difokuskan pada usaha untuk meningkatkan prestasi kerja mereka. Setiap guru hendaknya mempunyai uraian tugas yang jelas, karena guru mempunyai peranan sangat penting dalam mewujudkan keberhasilan siswa. Dengan adanya evaluasi kinerja guru tersebut, seorang guru akan lebih berhati-hati dalam segala hal. Terutama dalam mengemban amanah dari Allah. Dalam al-Quran sendiri tentang evaluasi kinerja ini sudah disebutkan dalam surat al Hashr ayat 18, sebagai berikut,
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dari ayat tersebut dapat difahami bahwa yang mengevaluasi terhadap pekerjaan kita bukanlah hanya pimpinan di mana kita bekerja saja, tetapi yang lebih berat adalah bahwa Allah juga mengevaluasi apa yang kita perbuat selama kita hidup. Oleh karena itu kita harus tetap hati-hati dalam melakukan segala hal karena Allah selalu mengawasi kita. Sebagaimana disebutkan dalam surat al-Taghabun ayat 4, yang berbunyi : 
Artinya : tidak ada satu jiwa pun (melainkan) ada penjaganya
Dalam penelitian ini, hal yang akan diulas adalah program evaluasi kinerja guru yang merupakan suatu bentuk penilaian. Evaluasi kinerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penilaian tentang kedewasaan mental, intelektual dan psikologis secara obyektif. Hasil evaluasi ini akan dipertanggungjawabkan di hadapan kepala sekolah atau tim yang ditunjuk dalam rangka untuk memverifikasi hasil evaluasi tersebut.
Hasil evaluasi yang diperoleh oleh para guru dapat digunakan untuk menentukan nasib guru tersebut di masa mendatang. Sebagai contoh apabila hasil evaluasi guru dianggap baik, atau memenuhi kriteria yang ditentukan, maka guru tersebut akan berhak mendapatkan imbalan berupa kenaikan gaji atau jabatan tertentu. Namun sebaliknya, apabila nilai guru dianggap kurang memuaskan atau bahkan cenderung menurun, maka pihak sekolah dapat melakukan tindakan-tindakan yang dapat menghambat karir sang guru atau dalam kasus tertentu guru tersebut akan dialihfungsikan bahkan diberhentikan dari pekerjaannya.
Format penilaian yang dilakukan oleh SDI X memiliki perbedaan dengan penilaian yang pernah dilakukan oleh lembaga pendidikan lain, Seperti, seorang guru swasta di lembaga pendidikan negeri evaluasi dilakukan langsung oleh kepala sekolah, apabila dianggap bagus maka akan diberikan imbalan yang biasanya berupa kenaikan gaji atau diberikan kepercayaan untuk menyelesaikan tugas tertentu yang dianggap bisa dilaksanakan dengan baik. Sedangkan seorang guru maupun dosen pegawai negeri, mekanisme evaluasinya dilakukan oleh bagian kepegawaian yang hasilnya akan diberikan ketika terjadi kenaikan pangkat saja. 
Lembar evaluasi ini disebut dengan Daftar Penilaian Prestasi Pegawai (DP3). Informasi yang penulis dapatkan, salah satu narasumber menyatakan bahwa mereka dinilai oleh pengawas dari kecamatan atau biasa disebut dengan Pengawas Pendidikan Agama Islam (PPAI) untuk madrasah. Tetapi informasi yang penulis peroleh dari salah satu dosen pengajar di Universitas Negeri X yang baru beberapa tahun diangkat, beliau mengatakan bahwa tidak mengetahui bagaimana mekanisme penilaian yang dilakukan. Beliau hanya diberi tahu bahwa nilai yang didapatkan harus selalu lebih bagus dari sebelumnya. Apabila terjadi penurunan nilai maka harus siap untuk tidak naik pangkat. Di dalam Undang-undang Guru dan Dosen Bab XII pasal 78, juga disebutkan bahwa evaluasi kinerja pendidikan yang dilakukan oleh satuan pendidikan sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan demikian evaluasi kinerja tenaga pendidikan telah diundang-undangkan namun belum semua satuan pendidikan melaksanakannya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, fokus utama penelitian ini adalah bagaimanakah penyelenggaraan evaluasi kinerja guru di SDI X Full Day School ? Selanjutnya fokus penelitian tersebut dijabarkan dalam beberapa butir sub fokus yang mencakup kegiatan (1) perencanaan evaluasi kinerja guru, (2) pengorganisasian evaluasi kinerja guru, (3) pelaksanaan evaluasi kinerja guru, (4) pengawasan pelaksanaan evaluasi kinerja guru di Sekolah Dasar Islam X Full Day School.

C. Tujuan Penelitian
Penelitian dimaksudkan untuk mendeskripsikan tentang program penyelenggaraan evaluasi kinerja guru di SDI X Full Day School, yang mencakup kegiatan perencanaan evaluasi kinerja guru, pengorganisasian evaluasi kinerja guru, pelaksanaan evaluasi kinerja guru dan pengawasan pelaksanaan evaluasi kinerja guru di Sekolah Dasar Islam X Full Day School.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat teoritis dan praktis. Secara teoritis, penelitian ini akan memberikan kontribusi penting dalam pengembangan ilmu pendidikan khususnya yang terkait dengan manajemen pendidikan. Evaluasi kinerja guru merupakan salah satu topik krusial dalam ilmu manajemen sumber daya manusia yang bertujuan untuk menciptakan tenaga-tenaga profesional di bidangnya.
Secara praktis, penelitian ini dapat memberi manfaat kepada para guru, bagi sekolah yang diteliti, bagi penulis sendiri serta calon peneliti berikutnya. Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut : 
1. Bagi guru
Manfaat penelitian ini bagi guru ialah mereka akan mendapatkan masukan konstruktif untuk bahan peningkatan kualitas kinerja mereka, sehingga mereka akan berusaha lebih baik dalam melaksanakan tugasnya.
2. Bagi sekolah
Manfaat penelitian ini bagi sekolah yang diteliti yaitu akan dapat merumuskan lebih konkrit tentang perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan serta evaluasi program.
Selain itu penelitian ini akan dapat digunakan secara langsung oleh sekolah-sekolah lain yang hendak melaksanakan evaluasi kinerja guru sehingga dapat meningkatkan kualitas sekolah.
3. Bagi penulis
Manfaat penelitian ini bagi penulis sendiri adalah untuk bekal penulis secara langsung dalam dunia pendidikan setelah masa studi.
4. Bagi calon peneliti selanjutnya
Manfaat penelitian ini bagi calon peneliti selanjutnya adalah sebagai bahan penelitian awal bagi mereka yang tertarik dengan masalah tersebut.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 05:55:00