Cari Kategori

Showing posts with label skripsi pendidikan matematika dan ipa. Show all posts
Showing posts with label skripsi pendidikan matematika dan ipa. Show all posts

Tingkat Penguasaan Operasi Hitung Pada Bilangan Pecahan

Skripsi Tingkat Penguasaan Operasi Hitung Pada Bilangan Pecahan

A. Latar Belakang
Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang mempunyai peranan yang cukup besar baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengembangan ilmu dan teknologi (Akib, 2001:143). Menurut Soedjadi (Akib, 2001: 143) dewasa ini matematika sering dipandang sebagai bahasa ilmu, alat komunikasi antara ilmu dan ilmuwan serta merupakan alat analisis. Dengan demikian matematika menempatkan diri sebagai sarana strategis dalam mengembangkan kemampuan dan keterampilan intelektual.
 
Pendidikan matematika pada jenjang pendidikan dasar mempunyai peranan yang sangat penting sebab jenjang ini merupakan pondasi yang sangat menentukan dalam membentuk sikap, kecerdasan, dan kepribadian anak. Karena itu Mendikbud Wardiman Djojonegoro dalam sambutannya pada konferensi Matematika Asia Tenggara IV, mengemukakan bahwa pelajaran matematika yang diberikan terutama pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dimaksudkan agar pada akhir setiap tahap pendidikan, peserta didik memiliki kemampuan tertentu bagi kehidupan selanjutnya. Namun kenyataan menunjukkan banyaknya keluhan dari murid tentang pelajaran matematika yang sulit, tidak menarik, dan membosankan. Keluhan ini secara langsung maupun tidak langsung akan sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika pada setiap jenjang pendidikan.
 
Meskipun upaya untuk mengatasi hasil belajar matematika yang rendah telah dilakukan oleh pemerintah. Seperti penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku paket, peningkatan pengetahuan guru-guru melalui penataran, serta melakukan berbagai penelitian terhadap faktor-faktor yang diduga mempengaruhi hasil belajar matematika. Namun kenyataan menunjukkan bahwa hasil belajar matematika masih jauh dari yang diharapkan.
 
Pernyataan di atas didukung oleh kenyataan di lapangan yang menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika murid SDN X masih rendah jika dibanding dengan mata pelajaran lain. Hal ini antara lain dapat dilihat pada data perolehan nilai Ujian Akhir Sekolah (UAS) murid SDN X Tahun Pelajaran X seperti yang disajikan dalam tabel berikut:
 
TABEL 1. Perolehan NEM/Nilai UAS Murid SD X dari Tahun Pelajaran X sampai dengan Tahun Pelajaran X

** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa prestasi belajar matematika yang dicapai murid SDN X selalu paling rendah di antara lima bidang studi yang diebtanaskan. Selain itu penguasaan bahan ajar matematika oleh murid belum sesuai yang diharapkan. Sedangkan Usman Mulbar (Alwi, 2001:2) mengatakan bahwa pengajaran matematika sulit diikuti oleh murid. Hal ini menunjukkan bahwa pengajaran matematika sekolah hingga dewasa ini umumnya kurang berhasil.
 
Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar matematika murid SD X, baik yang berasal dalam dalam diri murid itu sendiri maupun yang berasal dari luar diri murid. Faktor dari dalam diri murid misalnya, motivasi belajar, minat belajar, sikap terhadap matematika, serta kemampuan berfikir konvergen dan divergen. Sedangkan faktor yang berasal dari luar misalnya kemampuan guru dalam mengelola proses belajar, sarana belajar, dan lingkungan pendukung.
 
Berdasarkan kenyataan di atas, kiranya perlu diamati permasalahan mengenai kesulitan murid terhadap materi matematika, khususnya materi matematika sekolah dasar. Sesuai dengan materi yang tercantum dalam kurikulum matematika SD, maka konsep dasar berhitung yang perlu dikuasai murid antara lain: penguasaan operasi bilangan bulat dan operasi pecahan.
 
Dalam kurikulum SD Tahun 1994 murid SD sudah mulai diperkenalkan dengan operasi pecahan pada Kelas III. Operasi pecahan biasa diajarkan di Kelas III Cawu 1, 2, 3, di Kelas IV Cawu 1, 2, 3, di Kelas V Cawu 2, dan di Kelas VI Cawu 1 dan 3. sedangkan pecahan desimal mulai diajarkan di Kelas IV Cawu 1, Kelas V Cawu 3 dan diperluas pada Kelas VI Cawu 2 dan 3. namun siswa dalam mempelajari operasi hitung bilangan pecahan murid masih nampak mengalami kesulitan. Misalnya pada pelajaran penjumlahan dan pengurangan pecahan yang penyebutnya tidak sama. Dengan demikian murid akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal pada pokok bahasan lain yang dikaitkan dengan topik tersebut. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dianggap perlu untuk melakukan penelitian tentang kemampuan dan penguasaan operasi hitung bilangan pecahan murid Kelas VI SDN X.

B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka pertanyaan penelitian sebagai berikut:
“Seberapa besar tingkat penguasaan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian bilangan pecahan murid Kelas VI SDN X Tahun Pelajaran X?”

C. Tujuan Penelitian
Pada dasarnya tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan penelitian yang dirumuskan di atas, yaitu: Untuk mendapatkan informasi yang akurat tentang tingkat penguasaan murid Kelas VI SDN X pada operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian pecahan Tahun Pelajaran X.

D. Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1. Informasi tentang tingkat penguasaan murid Kelas VI SDN X terhadap masing-masing operasi hitung (penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian) bilangan pecahan dapat dijadikan masukan atau sebagai tolok ukur para guru matematika di sekolah agar dapat mempertahankan atau mencari alternatif lain pada proses pembelajaran yang digunakan selama ini, khususnya pada materi operasi hitung bilangan pecahan.
2. Sebagai masukan bagi semua pihak yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, khususnya guru yang mengajarkan matematika dalam usaha meningkatkan prsetasi belajar matematika pada umumnya.
3. Sebagai bahan informasi awal bagi peneliti lain yang berminat meneliti hal yang sama atau melanjutkan penelitian ini dengan cakupan yang lebih luas, baik tentang masalah yang diteliti maupun tentang subjek penelitian.
4. Sebagai media belajar bagi penulis untuk menyatakan serta menyusun buah pikiran secara tertulis dan sistematis dalam bentuk karya ilmiah.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:43:00

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA

SKRIPSI EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA 

 
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diberikan ditingkat pendidikan dasar dan menengah. Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang berkenaan tentang ide, struktur dan hubungannya yang diatur menurut urutan yang logis, berpola deduktif, dan berupa bahasa yang dilambangkan dengan simbol-simbol, seringkali sangat sulit dipahami oleh siswa.
 
Matematika merupakan ilmu tentang bilangan-bilangan hubungan antar bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan suatu masalah mengenai bilangan. Tujuan mata pelajaran Matematika adalah diharapkan peserta didik dapat memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam pemecahan masalah sehari-hari secara logis, analisis, sistematis, kritis, dan kreatif. Adapun tujuan utama pembelajaran Matematika adalah agar peserta didik memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. Ruang lingkup dalam pembelajaran Matematika meliputi bilangan geometri, pengukuran, dan pengolahan data.
 
Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Pelajaran Matematika merupakan salah satu mata pelajaran utama yang ada di sekolah dasar, disamping mata pelajaran IPA, IPS, Bahasa Indonesia, sehingga alokasi waktu yang diberikan cukup lama. Hampir semua mata pelajaran di SD memerlukan perhitungan matematika, sehingga penguasaan matematika sangatlah penting. Matematika sebagai alat bantu dan pelayan ilmu tidak hanya untuk matematika itu sendiri melainkan juga untuk ilmu-ilmu lainnya.
 
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tingkat SD/MI dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah bahwa Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Matematika di SD/MI merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Sesuai dengan Permendiknas No. 41 tahun 2007 tentang standar proses dijelaskan bahwa proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Standar proses meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
 
Pelaksanaan proses pembelajaran merupakan implementasi dari RPP yang terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
 
Pada dasarnya kebanyakan guru mengajar menggunakan metode ceramah dimana metode ceramah adalah metode belajar yang digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang sesuai dengan rumusan metode belajar mengajar. Sedangkan menurut Hasibuan dan Mudjiono (1981), metode ceramah adalah cara penyampaian bahan pelajaran dengan komunikasi lisan.
 
Menurut Isjoni (2011 : 20-22) bahwa model pembelajaran itu perlu diterapkan pada Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Supaya kegiatan belajar mengajar lebih aktif dan menyenangkan.
 
Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran.
 
Pengawasan proses pembelajaran, terdiri dari pemantauan, supervisi serta evaluasi. Pemantauan dan supervisi dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran oleh kepala dan pengawas satuan pendidikan. Evaluasi proses pembelajaran memusatkan pada seluruh kinerja guru dalam proses pembelajaran. Evaluasi dilaksanakan dengan cara membandingkan proses pembelajaran yang dilaksanakan guru dengan standar proses, mengidentifikasi kinerja guru dalam proses pembelajaran sesuai dengan kompetensi guru.
Pada kenyataannya jarang dijumpai kegiatan pembelajaran di Sekolah Dasar yang berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif meskipun telah memenuhi standar proses. Pembelajaran hanya berlangsung kegiatan transfer knowledge tanpa memperhatikan kebutuhan siswa. Standar proses yang telah dibuat dan ditetapkan hanya menjadi sebuah peraturan tertulis tanpa pelaksanaan secara nyata dan tepat. Menurut Aisyah (2008 : 2-17) belajar akan efektif jika dilakukan dalam suasana yang menyenangkan.
Menurut Miftahul Huda (2011 : 149-150) salah satu model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah model pembelajaran yang tepat untuk mata pelajaran IPA, Matematika, IPS dan mata pelajaran lainnya.
 
Berikut ini adalah hasil observasi ketika peneliti mengadakan observasi dengan melihat proses pembelajaran matematika di kelas V SDN X dan wawancara dengan beberapa siswa. Dari jawaban siswa dan hasil observasi peneliti dapat disimpulkan :
 
1. Pada saat pembelajaran, penggunaan model pembelajaran yang digunakan adalah ceramah yang dipadukan dengan memberikan soal kepada siswa.
 
Ceramah dan mengerjakan soal kurang sesuai jika diterapkan terus menerus pada mata pelajaran matematika karena siswa akan merasa bosan. Ketika peneliti mewawancarai 3 orang siswa tentang pelajaran matematika, inti dari jawaban mereka adalah sama yaitu "pelajaran matematika adalah pelajaran yang sulit, sulit dalam memahami materi dan soal pembelajaran.
 
2. Keterlibatan siswa dan aktivitas siswa dalam pembelajaran kurang terlihat.
Pembelajaran yang dilakukan adalah mendengarkan penjelasan guru dan menyelesaikan soal ketika guru sudah selesai menjelaskan materi pelajaran. Dalam hal ini, aktivitas siswa dalam pembelajaran kurang aktif dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran juga masih kurang.
 
Kondisi ini sesuai dengan fenomena yang terjadi pada pembelajaran matematika Kelas V SDN X. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, menyatakan bahwa masih terdapat 17 orang siswa dengan hasil belajar matematika siswa masih rendah dan belum mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) sebesar 60 pada nilai ulangan harian matematika sebelum materi perbandingan dan skala.
Berdasarkan fenomena tersebut, diperlukan perubahan kondisi model pembelajaran yang berorientasi pada siswa. Model pembelajaran yang seperti ini akan mengkondisikan siswa untuk aktif dalam membentuk pengetahuan sendiri. Mempelajari permasalahan yang dihadapi di dunia nyata, dan yang mengharuskan mereka untuk berpartisipasi secara aktif. Seperti ini akan mengkoordinasikan siswa untuk aktif dalam membentuk pengetahuan sendiri, mempelajari permasalahan yang dihadapi di dunia nyata, dan yang mengharuskan mereka untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang berorientasi pada siswa adalah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
 
Berdasarkan latar belakang masalah bahwa model pembelajaran konvensional (X1) itu perlu dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (X2). Karena dalam penelitian ini peneliti akan mencari efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Maka peneliti mengadakan penelitian dengan judul "EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA KELAS V". 

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan di SDN X dalam mata pelajaran matematika, bahwa terdapat beberapa siswa dengan hasil belajar matematika di bawah KKM. Beberapa faktor yang menjadi penyebab permasalahan ini adalah : 
1. Guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional, yaitu pembelajaran yang terpusat pada guru. Karena guru merupakan sumber informasi utama.
2. Dalam kegiatan belajar mengajar partisipasi siswa sangat rendah, siswa kurang aktif bertanya dan mengungkapkan pendapat atau bertukar pikiran dengan teman-temannya.
3. Model kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru kurang menarik perhatian siswa, karena siswa sudah merasa bosan dengan model pembelajaran yang sama.

C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, permasalahan yang berkaitan dengan judul sangat luas. Oleh karena itu perlu adanya suatu pembatasan masalah, sehingga yang diteliti akan lebih jelas dan tidak menimbulkan persepsi yang berbeda. Maka peneliti membatasi obyek-obyek penelitian sebagai berikut : 
1. Model pembelajaran matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
2. Peneliti hanya meneliti siswa kelas V SDN X semester II.
3. Aktivitas siswa hanya dibatasi pada keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan keaktifan siswa dalam pembelajaran konvensional dalam pembelajaran matematika.
4. Materi pembelajaran yang lebih ditekankan adalah materi perbandingan dan skala.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dirumuskan masalah sebagai berikut : 
"Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas V SDN X semester II ?".

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk membuktikan efektivitas penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dibandingkan dengan pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar kelas V SDN X semester II. 

F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 
1. Bagi Guru
a. Sebagai bahan masukan untuk menerapkan suatu model pembelajaran selain pembelajaran yang dilakukan oleh guru (konvensional).
b. Selain bahan masukan, diharapkan agar guru memilih model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan.
2. Bagi peserta didik
a. Dapat meningkatkan keaktifan peserta didik dalam pembelajaran matematika.
b. Dapat menumbuhkan semangat kerja sama, karena dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw keberhasilan individu merupakan tanggung jawab kelompok.
3. Bagi sekolah
a. Dapat meningkatkan SDM baru demi kemajuan pendidikan terutama dalam pembelajaran matematika.
b. Dapat meningkatkan kualitas sekolah yang diwujudkan melalui nilai yang diperoleh siswa.
4. Bagi Peneliti
a. Mengetahui perkembangan pembelajaran yang dilakukan guru terutama pembelajaran matematika.
b. Dapat menambah pengalaman secara langsung sebagaimana penggunaan strategi pembelajaran yang baik dan menyenangkan.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:24:00

PENERAPAN PEMBELAJARAN OUTDOOR ACTIVITIES PADA MATA PELAJARAN IPA

SKRIPSI PENGARUH PENERAPAN PEMBELAJARAN OUTDOOR ACTIVITIES PADA MATA PELAJARAN IPA SD

A. Latar Belakang
Dalam UUSPN (UU No 20 tahun 2003), secara umum Sekolah Dasar diselenggarakan dengan tujuan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta memper-siapkan peserta didik mengikuti pendidikan menengah. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan pendidikan dan pengajaran dari berbagai disiplin ilmu, agama, kesenian, dan keterampilan. Salah satu disiplin ilmu adalah IPA.
Sementara Standar Proses mengisyaratkan proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005).
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di SD X, Peneliti melakukan observasi di kelas III yang berjumlah 34 siswa. Pada saat observasi, peneliti melihat dalam pembelajaran guru masih banyak menggunakan pembelajaran yang konvensional khususnya pada pelajaran IPA. Dan observasi yang dilakukan peneliti di SD Y, observasi yang juga dilakukan di kelas III yang berjumlah 40 siswa. Peneliti melihat dalam pembelajaran khususnya mata pelajaran IPA guru juga masih banyak menggunakan metode ceramah. Dengan penggunaan metode yang konvensional dan kurangnya alat peraga yang tersedia sehingga penjelasan guru masih ber-sifat abstrak dan siswa masih kurang aktif dalam pembelajaran. Siswa juga cenderung pasif hanya mendengar penjelasan guru saja, mencatat dan menghafal dari apa yang dijelaskan guru dalam pembelajaran, serta ada beberapa siswa menjadi ribut sendiri, bahkan ada siswa yang mengganggu temannya yang sedang mendengar penjelasan guru. Ditambah dengan kurangnya alat peraga pembelajaran menjadi kurang menarik.
Sebelum penelitian dilaksanakan, diketahui bahwa masih ada beberapa siswa yang nilainya di bawah nilai KKM pada nilai ulangan harian siswa mata pelajaran IPA. Nilai KKM yang ditentukan dari dua SD yaitu SD X dan SD Y adalah 65. Terlihat di SD X  di kelas III yang berjumlah 34 siswa yang terdiri dari 18 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan yaitu tingkat keberhasilan siswa pada mata pelajaran IPA 68% dan 32% siswa yang belum mencapai nilai KKM dan di SD Y tingkat keberhasilan siswa pada mata pelajaran IPA 70% dan 30% siswa yang belum mencapai nilai KKM. Maka peneliti ingin mencoba melibatkan siswa secara langsung di dalam pembelajaran. Pembelajaran di luar ruangan atau yang sering dikenal den-gan istilah outdoor activities memungkinkan siswa mengalami langsung konsep yang dipelajari dikarenakan materi pembelajaran merupakan kegiatan yang dekat dengan pengalaman siswa dalam kesehariannya sehingga menjadi bermakna bagi kehidupannya. Untuk itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang  

"PENGARUH PENERAPAN PEMBELAJARAN OUTDOOR ACTIVITIES PADA MATA PELAJARAN IPA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR".

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang, di dapat identifikasi masalah sebagai berikut : 
1. Guru masih menggunakan metode konvensional, sehingga siswa cenderung pasif hanya mendengarkan penjelasan guru saja, mencatat dan menghafal dari apa yang dijelaskan guru dalam pembelajaran, serta ada beberapa siswa menjadi ribut sendiri, bahkan ada siswa yang mengganggu temannya yang sedang mendengarkan penjelasan guru.
2. Kurangnya alat peraga sehingga pembelajaran menjadi bersifat abstrak dan kurang menarik, sehingga menyebabkan hasil belajar siswa kurang optimal.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 
Apakah pembelajaran outdoor activities pada mata pelajaran berpengaruh terhadap hasil belajar siswa sekolah dasar ?

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian tentang permasalahan penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah : 
Mengetahui Adanya Pengaruh Penerapan Outdoor Activities Pada Mata Pelajaran I PA terhadap Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar.

E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis pada masyarakat luas, khususnya dibidang pendidikan. Adapun manfaat penelitian sebagai berikut : 
1. Manfaat Teoritis
Secara umum penelitian ini memberikan sumbangan perbaikan pembelajaran dalam peningkatan hasil belajar siswa dan masukan tentang pengembangan pembelajaran dengan menggunakan outdoor activities terutama pada pelajaran IPA kelas III.
2. Manfaat Praktis
Berdasarkan tujuan dari penelitian, maka penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 
a. Bagi siswa
Dapat menumbuhkan semangat kerja sama antar siswa, meningkatkan motivasi dan daya tarik siswa terhadap pembelajaran terutama mata pelajaran IPA.
b. Bagi guru
Dengan adanya pembelajaran outdoor activities guru dapat mengetahui hasil belajar siswa di sekolah dan dapat memperbaiki kegiatan belajar di luar sekolah.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:43:00

EFEKTIVITAS MEDIA PRESENTASI MICROSOFT POWER POINT TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI BANGUN RUANG MATA PELAJARAN MATEMATIKA

EFEKTIVITAS MEDIA PRESENTASI MICROSOFT POWER POINT TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI BANGUN RUANG MATA PELAJARAN MATEMATIKA

A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan mata pelajaran yang dipelajari oleh semua siswa, mulai dari jenjang pendidikan dasar, menengah bahkan juga perguruan tinggi. Sebagai guru yang mengajarkan matematika, tentunya harus dapat meyakinkan siswa mengapa matematika dipilih untuk diajarkan di sekolah. Ada beberapa alasan tentang perlunya belajar matematika di sekolah. Dari bebagai alasan, para ahli (Russefendi,1991 ; Karso,1992 ; Abdurahman,1996) tentang perlunya sekolah mengajarkan matematika kepada siswa, dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan sarana yang sangat penting bagi manusia yang berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan symbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana diketahui bahwa dalam tata kehidupan masyarakat saat ini, hampir tidak ada kegiatan yang tanpa melibatkan kemampuan dan keterampilan matematika.

Secara umum tujuan pembelajaran matematika di sekolah, selain menumbuhkembangkan kemampuan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut, adalah membantu siswa dalam mengembangkan berbagai cara atau metode yang sesuai dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan konsep matematika yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Ini berarti bahwa siswa tidak hanya mampu mendemonstrasikan kecakapan keterampilan tentang konsep-konsep matematika di kelas, melainkan siswa juga diberi kesempatan untuk menggunakan konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan tersebut dalam dunia nyata, sehingga konsep dan keterampilan yang dipelajarinya menjadi bermakna.

Berdasarkan prestasi belajar yang harus dicapai, pada dasarnya terdapat dua dimensi yang harus dipelajari siswa dalam belajar matematika sebagaimana dikemukakan oleh Lerner (Abdurahman,1996 : 219), yaitu dimensi kuantitatif dan dimensi kualitatif. Yang dimaksud dimensi kuantitatif adalah suatu pemahaman tentang konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan matematika yang meliputi aspek-aspek aritmatika (baik mengenai bilangan maupun operasinya); dan geometri (baik bangun datar, bangun ruang maupun pengukurannya) yang diperoleh siswa melalui pembelajaran. Pada dimensi ini hasil pembelajaran siswa belum mencapai yang sesungguhnya, karena apa yang dipelajarinya belum dapat difungsikan dalam kehidupannya.

Adapun dimensi kualitatif merupakan kemampuan siswa dalam mengaplikasikan konsep dan keterampilan yang diperolehnya dalam memecahkan persoalan (problem solving) matematika secara nyata didalam kehidupan mereka, sehingga konsep dan keterampilan tersebut menjadi fungsional. Dalam dimensi kualitatif, aplikasi konsep dan keterampilan tersebut temtama berkaitan dengan aspek mang, waktu, dan pengukuran. Operasionalisasi dari dimensi kualitatif ini diwujudkan dalam bentuk soal cerita.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan (wawancara dengan salah seorang guru matematika di Sekolah Menengah Pertama yang sekaligus sebagai Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran Matematika Kota X, diperoleh data sebagai hasil analisis evaluasi guru matematika dimana terdapat 50% dari siswa SMP kelas VIII, khususnya SMP 8 Kota X belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM yang diharapkan 7,1; sedangkan nilai yang diperoleh = 6,7); 25% dari mereka mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita temtama yang terkait dengan pengukuran bangun ruang; misalnya membaca gambar menentukan luas permukaan maupun volume limas atau prisma melalui gambar yang ditemukan. Apabila di Kota X terdapat 10 buah SMP Negeri yang masing-masing sekolah terdiri dari tujuh kelas VIII, setiap kelas terdiri dari 40 orang, dan 22 buah SMP Swasta yang tiap sekolahnya terdiri dari empat kelas VIII. Ini berarti ada 350 siswa SMP Negeri kelas VIII dan 440 siswa SMP Swasta kelas VIII (790 siswa) yang mengalami kesulitan dalam meyelesaikan soal-soal bangun ruang.

Sehubungan dengan situasi tersebut Nuriana (2007 : 1) dalam penelitiannya tentang pengamh model "Creative Problem Solving' dengan media Video Compact Disk dalam pembelajaran matematika mengemukakan bahwa : "sampai saat ini masih banyak ditemui kesulitan siswa untuk mempelajari konsep geometri temtama bangun ruang, khususnya pada siswa kelas VIII semester 2.

Berdasarkan situasi tersebut terdapat kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Disatu pihak, materi yang diajarkan sudah sesuai dengan perkembangan siswa, namun di pihak lain, prestasi yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan. Banyak faktor yang mempengaruhi pencapaian keberhasilan belajar siswa, misalnya faktor karakteristik materi atau bahan yang diajarkan, strategi pembelajaran dan atau media pembelajaran yang digunakan guru.

Ditinjau dari karakteristik materi atau bahan pelajaran, materi bangun ruang pada dasarnya merupakan materi yang besifat abstrak. Sehubungan dengan ini Fowler (Suyitno, 2000 : 37) mengemukakan bahwa :

"Matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang bilangan dan ruang yang bersifat abstrak, sehingga untuk menunjang kelancaran pembelajaran disamping pemilihan metode yang tepat juga perlu digunakan suatu media pembelajaran yang sangat berperan dalam membimbing abstraksi siswa"

Pernyataan di atas mengimplikasikan bahwa dalam mengajarkan materi bangun ruang dituntut kemampuan guru untuk dapat mengupayakan media pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk memvisualisasikan konsep tersebut sehingga memudahkan pencapaian kompetensi dasar dan indikator pembelajaran yang ditentukan.

Banyak alternatif pilihan media yang dapat digunakan guru sebagai alat bantu dalam menyelenggarakan pembelajaran yang efektif dan efisien. Salah satunya adalah media komputer. Menurut Shute & Grandell (1994 : 177) bahwa dari tahun ke tahun pembelajaran dengan menggunakan komputer semakin meningkat, lebih dari tiga dekade komputer telah menunjukkan kemajuan yang sangat berarti dalam peranannya sebagai media pembelajaran. McDonough, et. al. (1989 : 155) mengemukakan tentang beberapa keuntungan penggunaan komputer dalam pembelajaran seperti memberikan stimulus untuk belajar, menciptakan efek audio dan visual, membantu recalling (pemanggilan kembali) konsep, mengaktifkan respon siswa, mendorong cara belajar interaktif, membebaskan guru dari tugas-tugas yang berulang dan menyediakan sumber belajar yang telah dimodifikasi.

Banyak jenis program komputer yang dapat dijadikan media penunjang untuk meningkatkan motivasi, atensi serta kemampuan (kognitif, afektif, psikomotor siswa) dalam pembelajaran di sekolah. Salah satu program di antaranya adalah Micrososft (MS) Power Point. Sebagai media aplikasi, MS Power Point merupakan sebuah program pendekatan persentasi dengan menggunakan sistem grafik dan gambar dengan cara menampilkan slide yang disertai penjelasan secara lisan dari topik-topik tertentu. Program ini biasanya digunakan secara luas dalam bisnis maupun dalam pembelajaran di sekolah, kampus, serta pelatihan-pelatihan yang dirasakan sangat efektif dan efisien jika dilakukan di kelas. Selain fungsi-fungsi tersebut program ini juga dapat dijadikan latihan-latihan bagi penguatan siswa dalam penguasaan materi.

Melalui program MS Power Point, di samping siswa mendapatkan materi yang mengandung unsur gabungan dari unsur-unsur audio-visual, program ini juga memberikan pilihan menu-menu yang dikemas secara menarik dengan adanya gabungan unsur grafis, animasi, dan sound. Hal ini dilakukan untuk menarik perhatian atau atensi serta motivasi belajar siswa dalam pembelajaran yang tentunya akan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya dan dapat memberikan pengalaman yang lebih, karena pada saat media ini digunakan ada dua indera yang berperan secara bersamaan yaitu indera penglihatan dan pendengaran. Hal ini dipertegas oleh Arsyad (2003 : 148) yang mengemukakan bahwa :

"Disamping menarik dan memotivasi siswa untuk mempelajari materi lebih banyak, media audio-visual dapat digunakan untuk : 1) mengembangkan keterampilan mendengar dan mengevaluasi apa yang telah didengar maupun apa yang dilihat; 2) mengatur dan mempersiapkan diskusi atau debat dengan mengungkapkan pendapat-pendapat para ahli yang beda jauh dari lokasi; 3) menjadikan model yang akan ditiru oleh siswa; 4) menyiapkan variasi yang menarik dan perubahan-perubahan tingkat kecepatan belajar mengenai suatu pokok bahasan atau sesuatu masalah".

Oleh karena itu dengan menggunakan bantuan media MS Power Point proses pembelajaran di kelas diharapkan tidak monoton dan dapat menarik atensi belajar siswa supaya lebih aktif dalam mendalami materi yang disampaikan sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai secara optimal.
Berdasarkan uraian di atas, maka muncul permasalahan apakah media MS Power Point dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SLTP khususnya dalam kemampuan memahami bangun ruang ?. Untuk menjawab permasalahan tersebut perlu diadakan penelitian lebih lanjut.

B. Rumusan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada penggunaan media MS Power Point untuk meningkatkan prestasi siswa SMP dalam belajar matematika khususnya materi bangun ruang. Masalah penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : "Apakah terdapat perbedaan prestasi belajar antara siswa SMP kelas VIII yang menggunakan pembelajaran melalui media presentasi Microsoft Power Point dengan siswa SMP kelas VIII yang belajar tanpa menggunakan media persentasi Microsoft Power Point ?" . Untuk lebih jelas, rumusan masalah tersebut dijabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut.
1. Apakah terdapat perbedaan prestasi belajar antara siswa SMP kelas VIII yang menggunakan pembelajaran melalui media presentasi Microsoft Power Point dengan siswa SMP kelas VIII yang belajar tanpa menggunakan media persentasi Microsoft Power Point pada aspek pengetahuan tentang bangun ruang ?
2. Apakah terdapat perbedaan prestasi belajar antara siswa SMP kelas VIII yang menggunakan pembelajaran melalui media presentasi Microsoft Power Point dengan siswa SMP kelas VIII yang belajar tanpa menggunakan media persentasi Microsoft Power Point pada aspek pemahaman tentang bangun ruang ?
3. Apakah terdapat perbedaan prestasi belajar antara siswa SMP kelas VIII yang menggunakan pembelajaran melalui media presentasi Microsoft Power Point dengan siswa SMP kelas VIII yang belajar tanpa menggunakan media persentasi Microsoft Power Point pada aspek penerapan tentang bangun ruang ?

C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan media Microsoft Power Point terhadap peningkatan prestasi belajar bangun ruang pada siswa SMP. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran yang obyektif tentang :
1. Perbedaan prestasi belajar antara siswa SMP kelas VIII yang menggunakan pembelajaran melalui media Microsoft Power Point dengan siswa SMP kelas VIII yang menggunakan pembelajaran tanpa media persentasi Microsoft Power Point pada aspek pengetahuan tentang bangun ruang.
2. Perbedaan prestasi belajar antara siswa SMP kelas VIII yang menggunakan pembelajaran melalui media Microsoft Power Point dengan siswa SMP kelas VIII yang menggunakan pembelajaran tanpa media persentasi Microsoft Power Point pada aspek pemahaman tentang bangun ruang.
3. Perbedaan prestasi belajar antara siswa SMP kelas VIII yang menggunakan pembelajaran melalui media Microsoft Power Point dengan siswa SMP kelas VIII yang menggunakan pembelajaran tanpa media persentasi Microsoft Power Point pada aspek penerapan tentang bangun ruang.

D. Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam memahami teori-teori, khususnya yang terkait dengan media pembelajaran matematika dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi guru dalam menentukan pilihan media pembelajaran matematika bagi siswa Sekolah Menengah Pertama yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan mereka.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 15:33:00

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PROBLEM OPEN ENDED TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PESERTA DIDIK

SKRIPSI KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PROBLEM OPEN ENDED TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PESERTA DIDIK



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mutu pendidikan di Indonesia sekarang ini masih sangat memprihatinkan. Selama ini peserta didik kurang aktif dalam pembelajaran, sehingga kemampuan pemecahan masalahnya masih kurang dan tidak berkembang. Hal tersebut menyebabkan hasil belajar peserta didik, terutama aspek pemecahan masalah, masih rendah Peningkatan dan pengembangan mutu pendidikan merupakan masalah yang selalu menuntut perhatian. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan kegiatan yang paling pokok. Keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan terutama ditentukan oleh pembelajaran yang dialami peserta didik. Peserta didik yang belajar akan mengalami perubahan baik dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, dan sikap. Agar perubahan tercapai dengan baik, maka perlu diterapkan pembelajaran yang efektif.
Pembelajaran yang efektif dapat membantu peserta didik untuk meningkatkan kemampuan sesuai kompetensi dasar yang harus dicapai. Untuk meningkatkan cara belajar yang efektif perlu diperhatikan kondisi internal, eksternal, serta strategi dan model pembelajaran yang digunakan. Pembelajaran yang efektif akan terlaksana jika guru dapat memilih strategi dan model pembelajaran yang tepat sehingga tercapai hasil yang semaksimal mungkin. Dalam pembelajaran guru harus mengajar secara efektif dan mengajar bagaimana peserta didik belajar. Dalam pembelajaran yang efektif, guru harus banyak memberi kebebasan kepada peserta didik untuk dapat menyelidiki, mengamati, belajar, dan mencari pemecahan masalah secara mandiri.
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari di sekolah. Oleh karena itu peserta didik harus dapat menciptakan suasana pembelajaran yang efektif pada saat pelajaran matematika. Proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar apabila dilakukan secara kontinyu. Di dalam proses belajar matematika, terjadi juga proses berpikir, karena seseorang dikatakan berpikir bila orang tersebut melakukan kegiatan mental dan orang yang belajar matematika mesti melakukan kegiatan mental.
Matematika merupakan kegiatan mental yang tinggi dan berkenaan dengan ide-ide/konsep-konsep yang tersusun secara hierarkis dan penalarannya bersifat deduktif (Hudojo, 1988 : 3). Pembelajaran matematika tidak hanya memberi tekanan pada keterampilan menghitung dan kemampuan menyelesaikan soal, sikap dan kemampuan menerapkan matematika merupakan penopang penting untuk membentuk kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah sehari-hari yang dihadapinya kelak. Berdasarkan kegunaan-kegunaan inilah matematika perlu diberikan kepada peserta didik pada setiap jenjang pendidikan. Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di sekolah dasar dan menengah. Matematika sekolah terdiri atas bagian-bagian matematika yang dipilih guna menumbuh kembangkan kemampuan-kemampuan, membentuk pribadi peserta didik, dan berpandu pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suyitno, 2004 : 52).
Sebagaimana tercantum dalam kurikulum matematika sekolah (dalam Suherman dkk., 2003 : 89), bahwa tujuan diberikannya matematika antara lain agar peserta didik mampu menghadapi perubahan keadaan di dunia yang selalu berkembang melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, dan efektif. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh (Budihardjo, 2006), bahwa tujuan ideal dalam pembelajaran matematika adalah agar peserta didik mampu memecahkan masalah (problem solving) yang dihadapi dengan berdasarkan penalaran dan kajian ilmiahnya. Berdasarkan teori belajar yang dikemukakan Gagne (dalam Suherman dkk., 2003 : 89) bahwa keterampilan intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah. Hal ini dapat dipahami sebab pemecahan masalah merupakan tipe belajar paling tinggi dari delapan tipe yang dikemukakan Gagne.
Pendekatan pemecahan masalah yang merupakan fokus dalam pembelajaran matematika ada beberapa tipe, yaitu (a) pemberian masalah tertutup dengan solusi tunggal, (b) pemberian masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan (c) pemberian masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Pendekatan problem open ended sesuai dengan hal tersebut, karena pendekatan problem open ended memberikan masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal atau dapat diselesaikan dengan berbagai cara oleh peserta didik.
Pembelajaran problem open ended merupakan pembelajaran yang memberikan keleluasaan berpikir secara aktif dan mampu mengundang peserta didik untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi sehingga memacu perkembangan kemampuan matematika.
Pendekatan pembelajaran merupakan salah satu faktor yang penting dalam meningkatkan suatu hasil belajar matematika, sehingga diperlukan adanya pendekatan-pendekatan yang baru dalam pelaksanaannya. Untuk melaksanakan pembelajaran matematika tersebut, guru hendaknya berupaya agar peserta didik dapat memahami ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hierarkis yang terkandung di dalam matematika itu sendiri. Menurut pendapat Heddens dan Speer (dalam Wasi'ah, 2004) pendekatan open-ended adalah salah suatu pendekatan pembelajaran yang memberi keleluasaan berpikir peserta didik secara aktif dan kreatif dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Karena itu pendekatan open ended lebih tepat digunakan dalam pembelajaran matematika.
Kemahiran matematika (Depdiknas, 2004 : 14) mencakup kemampuan penalaran, komunikasi, pemecahan masalah, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika. Hal tersebut sesuai dengan buku pedoman pembuatan laporan hasil belajar (dalam Budihardjo, 2006). Kemahiran matematika tersebut diharapkan dapat dicapai melalui pembelajaran materi matematika dalam berbagai aspek. Salah satu aspek dalam pembelajaran matematika untuk kelas VII semester II adalah Geometri dan Pengukuran. Kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik sesuai dengan aspek geometri dan pengukuran adalah mampu memahami sifat-sifat persegi panjang, persegi, jajar genjang, belah ketupat, dan layang-layang. Peserta didik juga harus mampu menghitung keliling dan luas berbagai bangun segitiga dan segi empat serta menggunakannya dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti mengadakan penelitian yang berjudul "KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PROBLEM OPEN ENDED TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PESERTA DIDIK KELAS VII SEMESTER II DI SMP".

B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah apakah kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang mendapatkan pembelajaran matematika berbasis Problem Open Ended lebih baik dibandingkan peserta didik yang mendapatkan pembelajaran konvensional ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang mendapatkan pembelajaran matematika berbasis Problem Open Ended lebih baik dibandingkan peserta didik yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi guru, sebagai bahan pertimbangan dalam memilih model pembelajaran matematika yang paling tepat agar kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah matematika bisa lebih baik.
2. Bagi peserta didik, dengan diberikannya materi menggunakan pembelajaran yang berbasis problem open ended diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah matematika, melatih peserta didik untuk aktif dan kreatif, serta meningkatkan motivasi dan daya tarik peserta didik terhadap mata pelajaran matematika.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 12:59:00

Pembelajaran Fisika Menggunakan Pendekatan Ketrampilan Proses Ditinjau Dari Kemampuan Pemahaman Konsep Terhadap Kemampuan Kognitif Siswa

Pembelajaran Fisika Menggunakan Pendekatan Ketrampilan Proses Ditinjau Dari Kemampuan Pemahaman Konsep Terhadap Kemampuan Kognitif Siswa Pada Pokok Bahasan Kinematika Gerak Lurus SMA Tahun Ajaran X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia. Pendidikan bagi manusia adalah proses, menemukan, menjadi dan memperkembangkan diri sendiri dalam keseluruhan dimensi kepribadian. Dalam dunia pendidikan formal tidak lepas dari proses pendidikan yaitu proses belajar mengajar. Pokok dari proses pendidikan adalah siswa yang belajar. “Adapun fungsi pendidikan adalah untuk membimbing anak kearah suatu tujuan yang bernilai tinggi yaitu agar anak tersebut bertambah pengetahuan dan ketrampilannya serta memiliki sikap yang benar” (Tabrani, 1989:15).
Pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil membawa semua anak didik kepada tujuan yang diharapkan. Untuk itulah guru dituntut untuk merencanakan dan melaksanakan proses belajar mengajar berdasarkan GBPP kurikulum SMA Mata Pelajaran Fisika. Untuk menjalankan fungsi tersebut beberapa unsur pokok GBPP yakni konsep dan subkonsep, tujuan pembelajaran menjadi titik tolak pengembangan kegiatan belajar mengajar dan dalam aplikasinya untuk pemilihan buku pegangan siswa yang relevan. Unsur yang tercakup dalam pendidikan sekolah (pengajaran), meliputi subyek didik (guru, siswa dan tenaga kependidikan non guru), tujuan, bahan, pendekatan, metode-strategi teknik, peralatan, penilaian, administrasi, dan pengaruh lingkungan yang perlu dijalin dalam tata hubungan yang serasi, saling mempengaruhi serta saling tergantung, yang kesemuanya berorientasi dan hendaknya berdampak positif bagi pembentukan diri siswa (Pendekatan sistem). Bahan pengajaran sebagai salah satu unsur yang tercakup dalam komponen pendidikan, dalam usaha untuk meningkatkan mutu kualitas pengajaran maka bahan pengajaran perlu ditingkatkan dalam proses penyampaian dan penyusunannya dalam pengajaran. Bahan yang disampaikan dalam pengajaran fisika haruslah menyesuaikan dengan kurikulum. Pendidikan fisika menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung dalam arti bekerja ilmiah sebagai lingkup proses.
Dalam hal ini siswa perlu dibantu untuk mengembangkan sejumlah ketrampilan proses untuk memahami perilaku atau gejala alam. Ketrampilan proses ini meliputi ketrampilan mengamati dengan indera, ketrampilan menggunakan alat dan bahan, merencanakan eksperimen, mengajukan pertanyaan, menggolongkan, menafsirkan data dan mengkomunikasikan hasil temuan untuk menguji gagasan-gagasan atau memecahkan masalah. Berdasarkan hal itu maka seseorang guru harus mampu melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efisien. Disamping itu, guru dituntut untuk memiliki kemampuan melibatkan siswa secara aktif selama kegiatan pembelajaran berlangsung dan kemampuan untuk menciptakan suasana yang menunjang tercapainya tujuan pembelajaran. Proses belajar mengajar (PBM) merupakan salah satu aktivitas pendukung bagi seorang pendidik yang sadar akan tujuan pembelajaran atau instruksional disamping tujuan kurikuler yang dapat dirumuskan dan ditetapkan sebelum berlangsungnya proses belajar mengajar yang termuat dengan jelas dan tegas pada Satuan Acara Pembelajaran (SAP). Namun demikian, masih banyak proses belajar mengajar belum dapat mencapai hasil optimal dalam keseluruhan tujuan tersebut. Umpamanya pada setiap ujian komprehensif masih ada sebagaian siswa yang mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan penguji yang menghendaki jawaban yang aplikatif atau demonstratif, seperti praktikum laboratorium. Kondisi tersebut menuntut lembaga pendidikan untuk melakukan pembaharuan dalam metode pengajarannya. Konsep metodologi pengajaran yang baik adalah multimethod, terutama adalah penggunaan metode demonstrasi dan tanya jawab yang berkesinambungan dan menyeluruh sebagai upaya pencapaian tujuan instruksional, yaitu unsur kognitif.
Metode merupakan salah satu faktor penting dalam proses belajar mengajar guna mencapai tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran itu terdiri atas unsur kognitif, unsur afektif dan unsur psikomotorik. Variasi metode juga sangat mempengaruhi model mengajar seorang pendidik. Berfungsinya metode demonstrasi dalam proses belajar mengajar memungkinkan tercapainya tujuan pengajaran unsur kognitif. Sedangkan penerapan pembelajaran metode diskusi informasi dapat dilaksanakan baik dalam kegiatan pembelajaran tatap muka maupun pembelajaran yang dimediakan. Metode pembelajaran diskusi informasi juga dapat diterapkan pada berbagai bidang studi. Dapat dilakukan pula antara guru dengan seluruh kelas, guru dengan sekelompok siswa, siswa dengan siswa dalam kelompok, dan siswa dengan siswa dalam kelas. Dengan demikian, yang dapat menjadi pemimpin diskusi tidak hanya guru, tetapi lebih baik jika guru memimbing siswa agar mampu memimpin diskusi. Kalau demikian guru dikatakan berhasil.
Tiga kategori kognitif pertama termasuk dalam tingkatan kognitif rendah dan ketiga kategori terakhir termasuk dalam tingkatan kognitif tinggi sedangkan pertanyaan yang berkaitan dengan ketrampilan berpikir siswa yaitu pertanyaan yang diajukan oleh guru selama pembelajaran yang dapat memacu siswa untuk berpikir, sehingga siswa tersebut dapat mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi materi pelajaran atau informasi sehingga akhirnya menemukan kemungkinan-kemungkinan jawaban yang tepat berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi. Pada akhirnya, pendekatan ketrampilan proses melalui metode demonstrasi dan diskusi diharapkan dapat tercapainya prestasi belajar yang tinggi dan tercapainya tujuan pembelajaran secara efektif. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul : “PEMBELAJARAN FISIKA MENGGUNAKAN PENDEKATAN KETRAMPILAN PROSES DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA POKOK BAHASAN KINEMATIKA GERAK LURUS SMA TAHUN AJARAN XXXX/XXXX”

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah maka dapat diidentifikasi permasalahannya sebagai berikut :
1. Pendidikan bagi manusia adalah proses, menemukan, menjadi dan memperkembangkan diri sendiri dalam keseluruhan dimensi kepribadian.
2. Unsur yang tercakup dalam pendidikan sekolah meliputi subjek didik guru, siswa, dan tenaga pendidikan non guru), tujuan, bahan, pendekatan, metode-teknik, peralatan, penilaian, administrasi dan pengaruh lingkungan.
3. Pendidikan fisika menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung dalam arti bekerja ilmiah sebagai lingkup proses.
4. Metode merupakan salah satu faktor penting dalam proses belajar mengajar guna mencapai tujuan pengajaran.

C. Pembatasan Masalah
Masalah pada penelitian dibatasi pada hal sebagai berikut :
1. Aspek pemahaman konsep merupakan aspek yang mengacu pada kemampuan makna materi yang dipelajari.
2. Pendekatan dalam pengajaran yang digunakan adalah ketrampilan proses dan dalam menyampaikan materi pelajaran menggunakan metode demonstrasi dan metode diskusi.
3. Prestasi belajar yang dibatasi pada pencapaian peningkatan kemampuan kognitif siswa melalui seperangkat tes tentang kinematika gerak lurus.
4. Materi yang disampaikan dalam penelitian ini yaitu pokok bahasan kinematika gerak lurus.

D. Perumusan Masalah
Masalah dalam penelitian penulis rumuskan sebagai berikut :
1. Adakah perbedaan pengaruh antara siswa yang mempunyai tingkat kemampuan pemahaman konsep tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif siswa ?
2. Adakah perbedaan pengaruh pendekatan ketrampilan proses metode diskusi dan metode demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa ?
3. Adakah interaksi pengaruh antara tingkat kemampuan pemahaman konsep dengan pendekatan ketrampilan proses terhadap kemampuan kognitif siswa ?

E. Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan umtuk mengetahui :
1. Ada tidaknya perbedaan pengaruh antara siswa yang mempunyai tingkat kemampuan pemahaman konsep tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif siswa.
2. Ada tidaknya perbedaan pengaruh pendekatan ketrampilan proses metode diskusi dan metode demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa.
3. Ada tidaknya interaksi pengaruh antara tingkat kemampuan pemahaman konsep dengan pendekatan ketrampilan proses terhadap kemampuan kognitif siswa.

F. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian adalah :
1. Menambah wawasan penulis
2. Memberi gambaran tentang pentingnya penerapan pendekatan dalam pengajaran yang tepat dengan metode demonstrasi dan diskusi informasi sehingga mampu meningkatkan kemampuan kognitif siswa.
3. Sebagai masukan dalam meningkatkan mutu proses belajar mengajar di SMA khususnya dalam pengajaran fisika pada pokok bahasan kinematika gerak lurus.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 22:34:00

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN DEMONSTRASI BERBANTU MEDIA PUZZLE TERHADAP HASIL BELAJAR IPA

SKRIPSI PENGARUH METODE PEMBELAJARAN DEMONSTRASI BERBANTU MEDIA PUZZLE TERHADAP HASIL BELAJAR IPA



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Menurut Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomer 20 Tahun 2003 bab 1 pasal 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Salah satu tujuan pendidikan nasional bangsa Indonesia di dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pencapaian tujuan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dilakukan melalui pendidikan. Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai jenjang pendidikan tinggi.
Penerapannya, IPA juga memiliki peranan penting dalam perkembangan peradaban manusia, baik dalam hal manusia mengembangkan berbagai teknologi yang dipakai untuk menunjang kehidupannya, maupun dalam hal menerapkan konsep IPA dalam kehidupan bermasyarakat, baik aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan. Oleh karena itu, struktur IPA juga tidak dapat dilepaskan dari peranannya dalam hal tersebut.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi memberikan pengertian bahwa IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inquiry dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang abstrak. IPA merupakan mata pelajaran penting dan wajib yang ada di setiap jenjang pendidikan dasar dan menengah. Namun sampai sekarang masih banyak siswa yang kurang berminat maupun kesulitan dalam mengikuti pembelajaran pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran pokok yang menggunakan pola pikir konkret dan berlanjut pada pemahaman secara mata pelajaran ini, sehingga membawa dampak pada hasil belajar IPA menunjukkan hasil yang belum optimal.
Walaupun upaya dari pemerintah untuk mengatasi hasil belajar IPA yang rendah sudah dilakukan, seperti penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku paket, peningkatan kemampuan guru-guru melalui penataran, serta melakukan berbagai penelitian terhadap faktor-faktor yang diduga mempengaruhi hasil belajar IPA, namun kenyataannya hasil belajar pada mata pelajaran tersebut masih jauh dari yang diharapkan.
Setelah peneliti melakukan observasi, peneliti menemukan permasalahan yang ada pada sebuah satuan pendidikan. Permasalahan ini terjadi pada mata pelajaran IPA di kelas V SDN X.
Namun dapat dilihat dari pengalaman guru di SDN X menunjukkan bahwa dalam penyampaian materi IPA pada siswanya masih mengalami banyak kesulitan, terutama yang berhubungan dengan pemahaman konsep dan penyelesaian soal-soal yang berkaitan dengan materi benda dan sifatnya dalam pembelajaran IPA.
Menurut guru kelas V SDN X, hasil belajar IPA khususnya pada benda dan sifatnya masih kurang maksimal karena masih ada beberapa siswa yang belum mencapai nilai KKM saat tes harian. Guru mempunyai peran aktif dalam menyampaikan isi materi karena guru dalam menyampaikan pelajaran IPA sangat berpengaruh terhadap keberhasilan dan pemahaman siswa.
Tugas utama guru adalah menciptakan suasana menyenangkan di dalam proses belajar mengajar agar terjadi interaksi belajar mengajar yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa, misalnya guru memilih suatu media dan metode pembelajaran yang lain dari biasanya. Metode mengajar yang guru gunakan dalam setiap kali pertemuan kelas bukanlah asal pakai, tetapi setelah melalui pemilihan yang sesuai dengan perumusan Tujuan Instruksional Khusus (Djamarah, 2010 : 75)
IPA merupakan mata pelajaran yang memiliki objek konkrit oleh karena itu dalam pembelajaran hendaknya dimulai dari situasi yang nyata bersifat kontekstual, dan dalam pembelajaran hendaknya seorang guru menggunakan media yang dapat membantu siswa menguasai konsep IPA dan menghilangkan verbalisme. Karena konsep IPA yang tergolong abstrak, merupakan salah satu penyebab IPA di Sekolah Dasar dipandang sulit.
Peneliti dalam hal ini akan mengkaji sebuah materi dalam mata pelajaran IPA, yakni benda dan sifatnya di kelas V SD. Salah satu metode pembelajaran yang menarik untuk digunakan adalah metode demonstrasi berbantuan media puzzle.
Metode demonstrasi adalah metode pembelajaran dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pembelajaran yang relevan dengan pokok bahasan yang sedang disajikan. Tujuan pokok penggunaan metode demonstrasi dalam proses pembelajaran adalah untuk memperjelas pengertian konsep dan memperlihatkan cara melakukan sesuatu atau proses terjadinya sesuatu.
Penggunaan metode demonstrasi dibantu dengan media puzzle akan menjadi semakin menarik, sehingga diharapkan bisa mempengaruhi hasil belajar siswa. Pembelajaran demonstrasi dengan bantuan puzzle ini akan membantu siswa berfikir cepat.
Berdasarkan rumusan diatas pembelajaran demonstrasi dengan puzzle sangat diperlukan dalam pembelajaran khususnya pada mata pelajaran IPA. metode demonstrasi yang dibantu puzzle ini bisa menciptakan suasana yang menyenangkan dan membantu siswa berfikir kreatif. Untuk itu peneliti mencoba menggunakan metode demonstrasi berbantuan puzzle untuk mengetahui pengaruh metode demonstrasi berbantuan media puzzle terhadap hasil belajar IPA kelas V SD.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut : 
1. Siswa merasa jenuh terhadap mata pelajaran IPA.
2. Siswa masih menganggap mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang sulit.
3. Siswa masih belum optimal untuk mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal.
4. Kurangnya penggunaan metode, model, dan media pembelajaran dalam mata pelajaran IPA

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang dan identifikasi masalah tersebut maka dapat dikemukakan rumusan masalahnya, yaitu "Apakah terdapat pengaruh terhadap metode pembelajaran demonstrasi berbantuan media pembelajaran puzzle terhadap hasil belajar mata pelajaran IPA dalam materi benda dan sifatnya ?”.
Agar masalah yang dikemukakan tidak terlalu luas maka permasalahan dalam penelitian ini hanya membatasi pada pengukuran "pengaruh metode pembelajaran demonstrasi berbantuan media pembelajaran puzzle terhadap hasil belajar mata pelajaran IPA dalam materi benda dan sifatnya di kelas V SDN X".

E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah untuk melihat seberapa besar pengaruh metode pembelajaran demonstrasi berbantuan media pembelajaran puzzle terhadap hasil belajar mata pelajaran IPA dalam materi benda dan sifatnya di kelas V SDN X.

F. Manfaat penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Diperolehnya pengetahuan baru tentang cara mengajar pada mata pelajaran IPA melalui penerapan metode pembelajaran demonstrasi berbantuan media puzzle pada siswa di kelas V SDN X.
b. Diperolehnya dasar penelitian baru yang lebih baik.
c. Terjadinya pergeseran dari paradigma mengajar yang lama menuju paradigma mengajar yang mengutamakan proses untuk mencapai hasil belajar siswa. 
2. Manfaat Praktis 
- Bagi siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap mata pelajaran IPA, serta materi benda dan sifatnya akan diingat lebih lama karena siswa mengaplikasikannya dengan ilustrasi media yang nyata.
- Bagi mahasiswa
Berdasarkan penelitian ini maka mahasiswa akan terbiasa dan lebih mahir dalam membuat karya ilmiah, sehingga kelak lulus dapat menjadi guru yang profesional.
- Bagi guru
Berdasarkan pelaksanaan penelitian ini guru dapat mengembangkan kreatifitas untuk menciptakan kegiatan pembelajaran yang menarik di dalam kelas, selain itu guru dapat memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran di kelas.
- Bagi sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperbaiki hasil belajar siswa kelas V SDN X.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 22:39:00

KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN KESIAPAN GURU SMA DALAM MENDUKUNG IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

SKRIPSI ANALISIS KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN KESIAPAN GURU SMA DALAM MENDUKUNG IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kurikulum merupakan hal penting dalam sistem pendidikan Indonesia. Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan perkembangan peserta didik, kebutuhan pembangunan nasional, serta perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. Kurikulum yang digunakan sekarang yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dinilai masih terdapat permasalahan dalam pelaksanaannya. KTSP dinilai belum tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global (Kemendikbud 2012). Standar penilaian KTSP dinilai belum mengarah pada penilaian berbasis kompetensi. Hal tersebut bertentangan dengan penjelasan pasal 35 UU nomor 20 Tahun 2003 bahwa kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan ketrampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati.
Permasalahan pendidikan yang muncul membuat Kemendikbud menilai perlu dikembangkan kurikulum baru yaitu Kurikulum 2013. Pengembangan kurikulum 2013 dilakukan karena adanya tantangan internal maupun tantangan eksternal (Kemendikbud 2013a). Tantangan internal terkait tuntutan pendidikan yang mengacu pada 8 Standar Nasional Pendidikan dan faktor perkembangan penduduk Indonesia. Tantangan eksternal berkaitan dengan tantangan masa depan, kompetensi yang diperlukan di masa depan, persepsi masyarakat, perkembangan pengetahuan dan pedagogik, serta berbagai fenomena negatif yang mengemuka. Hasil analisis PISA menunjukkan hampir semua siswa Indonesia hanya menguasai pelajaran sampai level 3 saja, sementara negara lain banyak yang sampai level 4, 5, bahkan 6 (Kemendikbud 2013b). Selain itu, fenomena negatif akibat kurangnya karakter yang dimiliki peseta didik menuntut pemberian pendidikan karakter dalam pembelajaran. Pernyataan tersebut didukung persepsi masyarakat bahwa pembelajaran terlalu menitikberatkan pada kognitif, beban siswa terlalu berat, dan kurang bermuatan karakter.
Perubahan kurikulum memiliki tujuan meningkatkan rasa ingin tahu dan keaktifan siswa. Bahan uji publik Kurikulum 2013 menjelaskan standar penilaian kurikulum baru selain menilai keaktifan bertanya, juga menilai proses dan hasil observasi siswa serta kemampuan siswa menalar masalah yang diajukan guru sehingga siswa diajak berpikir logis. Elemen perubahan Kurikulum 2013 meliputi perubahan standar kompetensi lulusan, standar proses, standar isi, dan standar penilaian (Kemendikbud 2012). Standar kompetensi lulusan dibedakan menjadi domain yaitu sikap, ketrampilan, dan pengetahuan. Rancangan Kurikulum 2013 menyebutkan adanya pengurangan mata pelajaran di tingkat SD dan SMP. Perubahan lain yaitu penambahan jam pelajaran, komponen kurikulum seperti buku teks dan pedoman disiapkan pemerintah, adanya integrasi mata pelajaran IPA dan IPS di tingkat SD, serta rencana penjurusan lebih awal di tingkat SMA.
Perubahan KTSP menjadi Kurikulum 2013 mengundang berbagai pendapat dari berbagai pihak. Pihak yang kurang sependapat dengan perubahan kurikulum menganggap perubahan terlalu tergesa-gesa. Evaluasi penerapan kurikulum sebelumnya (KTSP) penting lebih dahulu dilakukan agar dapat menjadi panduan menyusun serta implementasi kurikulum baru. Fakta di sekolah menunjukan banyak guru belum sepenuhnya mengimplementasikan KTSP, namun sekarang harus mengimplementasikan Kurikulum 2013 yang memiliki prinsip mengintegrasikan banyak materi. Hasil observasi yang dilakukan ditemukan banyak guru yang belum mengenal mengenai kurikulum baru. Sebagian besar guru mengetahui perubahan kurikulum justru dari media massa atau media online. Kurangnya keterlibatan guru dalam sosialisasi Kurikulum 2013 membuat berbagai pihak menganggap implementasi Kurikulum 2013 tidak akan berjalan mulus.
Di sisi lain, pihak yang mendukung perubahan kurikulum menganggap perubahan tersebut perlu untuk memenuhi tantangan perkembangan zaman. Bila kurikulum tidak diubah, lulusan yang dihasilkan adalah lulusan usang yang tidak terserap di dunia kerja (Kemendikbud 2012). Selain itu pemerintah melakukan beberapa hal untuk menanggapi permasalahan dalam implementasi kurikulum baru. Pemerintah melakukan uji publik melalui dialog tatap muka di beberapa daerah, secara online di website Kemendikbud, dan secara tertulis yang dikirim ke beberapa perguruan tinggi dan dinas pendidikan. Selanjutnya, diadakan sosialisasi di berbagai kota besar mengenai implementasi kurikulum 2013. Berdasarkan hasil uji publik yang dilakukan 29 November-25 Desember 2012 menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyetujui implementasi kurikulum 2013. Sebanyak 71 % responden menunjukan setuju terhadap justifikasi dan SKL kurikulum 2013. Selain itu sebanyak 81 % responden menyetujui mengenai penyiapan guru dalam implementasi kurikulum 2013.
Berbagai pendapat yang berkembang dengan adanya perubahan kurikulum menunjukkan bahwa guru memegang peran penting dalam perubahan kurikulum. Sebaik apapun kurikulum yang dibuat, jika guru yang menjalankan tidak memiliki kemampuan yang baik, maka kurikulum tersebut tidak akan berjalan dengan baik. Yusuf (2007) menyatakan dalam implementasi KTSP, kesiapan sekolah mencakup kesiapan materiil dan non materiil. Kesiapan tersebut meliputi kesiapan perangkat kurikulum, sarana prasarana sekolah, kesiapan anggaran pendidikan, dan terakhir kesiapan guru. Hal tersebut sedikit berbeda dengan kesiapan dalam implementasi kurikulum 2013 yang tidak berdasarkan tingkat satuan pendidikan. Sisdiknas (2012) menyatakan sedikitnya ada dua faktor besar dalam keberhasilan kurikulum 2013. Faktor penentu pertama yaitu kesesuaian kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) dengan kurikulum dan buku teks. Faktor penentu kedua yaitu faktor pendukung yang terdiri dari tiga unsur, yaitu : (i) ketersediaan buku sebagai bahan ajar dan sumber belajar yang mengintegrasikan standar pembentuk kurikulum; (ii) penguatan peran pemerintah dalam pembinaan dan pengawasan; dan (iii) penguatan manajemen dan budaya sekolah.
Kurikulum baru menuntut guru untuk melaksanakan pembelajaran yang berbasis tematik integratif. Guru juga dituntut untuk tidak hanya memiliki kompetensi profesional, namun juga harus memiliki kompetensi pedagogik, sosial, dan kepribadian. Kurikulum 2013 juga menuntut guru untuk melakukan pembelajaran berbasis pendekatan sains. Kompetensi pedagogik guru perlu untuk diketahui karena kompetensi tersebut berkaitan dengan pengembangan kurikulum serta proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas. Selain itu, dalam kompetensi pedagogik, guru dituntut untuk memahami karakteristik peserta didik, sehingga guru dapat menerapkan pendidikan karakter secara spontan dalam setiap proses pembelajaran agar siswa dapat memenuhi kompetensi sikap. Setelah diketahui mengenai kompetensi pedagogik guru, diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian lanjutan mengenai kompetensi lain yaitu kepribadian, sosial, dan profesional. Untuk mengetahui faktor penentu keberhasilan kurikulum yang pertama mengenai kesesuaian kompetensi pendidik khususnya kompetensi pedagogik terhadap Kurikulum 2013 serta kesiapan guru melaksanakan perubahan dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013 pada pembelajaran Biologi maka perlu dilaksanakan analisis kesesuaian kompetensi pedagogik guru dan kesiapan guru Biologi dalam mendukung implementasi Kurikulum 2013.

B. Fokus Penelitian
Untuk memberikan kejelasan dan menghindari penafsiran yang salah pada penelitian, maka fokus penelitian ini diuraikan sebagai berikut :
1. Kompetensi pedagogik guru
Kompetensi pedagogik yang menjadi fokus penelitian adalah kemampuan guru mengelola pembelajaran yang terdiri dari pemahaman terhadap siswa, perencanaan, implementasi pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan mengaktualisasikan segenap potensi siswa (PP RI nomor 19 tahun 2005). Kompetensi pedagogik yang diteliti disesuaikan dengan Permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan potensi guru.
2. Kesiapan guru
Kesiapan guru yang menjadi fokus penelitian adalah pemahaman guru terhadap Kurikulum 2013. Pemahaman guru mengenai Kurikulum 2013 dapat menunjukkan seberapa besar kesiapan guru mengimplementasikan Kurikulum 2013. Pemahaman guru yang diteliti meliputi pengetahuan mengenai alasan pengembangan, aktualisasi informasi, struktur dan strategi pengembangan, dan respon terhadap perubahan kurikulum menjadi Kurikulum 2013.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian, permasalahan dalam penelitian ini sebagai batasan penelitian adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana kesesuaian kompetensi pedagogik yang dimiliki guru biologi dengan tuntutan dalam implementasi Kurikulum 2013 ?
2. Bagaimana kesiapan guru mengimplementasikan Kurikulum 2013 dalam pembelajaran Biologi ?

D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan kesesuaian kompetensi pedagogik yang dimiliki guru biologi dengan tuntutan dalam implementasi Kurikulum 2013.
2. Menganalisis kesiapan guru mengimplementasikan Kurikulum 2013 dalam pembelajaran Biologi.

E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian antara lain.
1. Bagi Dinas Pendidikan
Memberikan informasi mengenai kesesuaian kompetensi guru dan kesiapan guru mengimplementasikan Kurikulum 2013 dalam pembelajaran. Informasi tersebut diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan dan menetapkan kebijakan sesuai dengan kondisi daerah setempat.
2. Bagi Guru
Memberikan bahan masukan pada guru untuk meningkatkan kemampuan profesional dalam pembelajaran dan kompetensi sesuai tuntutan Kurikulum 2013.
3. Bagi Peneliti
Memberikan informasi dan pengetahuan tentang kesiapan dan kesesuaian kompetensi guru terhadap tuntutan Kurikulum 2013. Sehingga dapat menjadi bahan acuan atau dasar penelitian lanjutan mengenai kesesuaian, kompetensi dan kesiapan guru terhadap tuntutan Kurikulum 2013. 

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 22:37:00

KESULITAN BELAJAR SISWA DALAM MEMAHAMI KONSEP BIOLOGI PADA KONSEP MONERA

SKRIPSI ANALISIS KESULITAN BELAJAR SISWA DALAM MEMAHAMI KONSEP BIOLOGI PADA KONSEP MONERA



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan. Maka dalam pelaksanaannya berada dalam suatu proses yang berkesinambungan dalam setiap jenis dan jenjang pendidikan, semuanya berkaitan dalam suatu sistem pendidikan yang integral.
Belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia. Dengan belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup manusia tidak lain adalah hasil dari belajar. Belajar itu bukan sekedar pengalaman, akan tetapi belajar adalah suatu proses, dan bukan suatu hasil. Karena itu belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu tujuan.
Pendidikan memang sangat diperlukan oleh manusia, karena dengan pendidikan, manusia dapat mengarahkan perkembangan fisik, mental, emosional, sosial, dan etikanya menuju ke arah yang lebih baik dan menuju ke arah kematangan dan kedewasaan.
Seperti tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 bab II pasal 3 yang berbunyi : 
"Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab."
Proses pencerdasan bangsa bisa terlaksana jika dilakukan melalui jalur pendidikan, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai faktor yang sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan. Keberhasilan atau kegagalan proses pendidikan sangat tergantung pada faktor peserta didik, instrument pembelajaran, instrument penunjang, dan penggerak proses pendidikan.
Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, para pendidik dihadapkan dengan sejumlah karakteristik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.
Menurut Burton "seseorang diduga mengalami masalah atau kesulitan belajar, apabila yang bersangkutan tidak berhasil mencapai taraf kualifikasi hasil belajar tertentu, dalam batas waktu tertentu". Banyak diantara siswa yang tidak dapat mengembangkan pemahamannya terhadap konsep Biologi tertentu karena antara perolehan pengetahuan dengan prosesnya tidak terintegrasi dengan baik dan tidak memungkinkan siswa untuk menangkap makna secara fleksibel.
Penguasaan konsep-konsep biologi akan mampu membentuk sikap positif terhadap Biologi pada kelas-kelas awal (kelas X) di MAN. Sikap positif terhadap Biologi ini merupakan prasyarat keberhasilan belajar Biologi dan meningkatnya minat siswa terhadap Biologi pada kelas-kelas selanjutnya. Dengan kata lain jika penguasaan konsep-konsep dan prinsip-prinsip Biologi di kelas-kelas awal sangat rendah disertai dengan sikap negatif terhadap pelajaran Biologi, sulit diharapkan siswa akan berhasil dengan baik dalam pembelajaran Biologi di kelas-kelas selanjutnya.
Untuk mencapai tujuan agar siswa mempunyai minat dan kemampuan yang baik terhadap Biologi berimplikasi pada tugas dan tanggung jawab yang sangat strategis pada guru-guru pengajar Biologi di kelas-kelas awal di MAN. Mereka dituntut membantu siswa untuk mendapatkan pemahaman yang baik terhadap konsep-konsep dan prinsip-prinsip Biologi untuk memudahkan mereka mempelajari Biologi di kelas yang lebih tinggi. Ini berarti proses pembelajaran Biologi yang dilakukan guru hendaknya memungkinkan terjadinya pengembangan pemahaman konsep, sikap, dan meningkatkan minat siswa terhadap pelajaran Biologi.
Kenyataannya, para pelajar seringkali tidak mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak memperoleh perubahan tingkah laku sebagaimana yang diharapkan. Sementara itu, setiap siswa dalam mencapai sukses belajar, mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada siswa yang dapat mencapainya tanpa kesulitan, akan tetapi banyak pula siswa mengalami kesulitan, sehingga menimbulkan masalah bagi perkembangan pribadinya. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat tergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau di lingkungan keluarganya.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis dan wawancara dengan guru Biologi MAN X, menunjukkan bahwa hasil belajar konsep Monera (Bakteri) selalu relatif lebih rendah dibandingkan dengan materi Biologi yang lain pada semester gasal.
Hal tersebut disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut : diantaranya : 
1. Kurangnya ketertarikan siswa dalam mempelajari pelajaran biologi.
2. Siswa menganggap bahwa materi pembahasan tentang konsep monera lebih sulit bila dibandingkan dengan konsep yang lain berdasarkan pengalaman guru biologi, banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mempelajarinya, karena menuntut siswa untuk dapat menguasai pemahaman konsep Monera yang banyak terdapat bahasa latin dan bersifat abstrak sehingga siswa menjadi cepat lupa.
3. Waktu yang digunakan dalam kegiatan belajar konsep monera sangat terbatas hanya dua kali pertemuan sedangkan yang harus dipelajari berupa pemahaman konsep dan praktikum.
Berdasarkan pengamatan penulis, masih banyak diantara siswa tersebut yang mendapat nilai rendah yang masih jauh berada di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) berdasarkan ketetapan atau patokan yang diambil oleh guru mata pelajaran Biologi di sekolah tersebut, yaitu sebesar 65. Menurunnya hasil belajar ini dapat dilihat dari rendahnya hasil latihan, baik latihan di kelas maupun pekerjaan rumah dan menurunnya hasil ulangan harian atau post test yang ditandai dengan diperolehnya nilai-nilai yang rendah. Berdasarkan hal-hal di atas penulis mengasumsikan sebagai faktor-faktor penyebab kesulitan dalam belajar yang dialami oleh siswa yang dapat diartikan sebagai kesukaran siswa dalam menerima atau menyerap pelajaran pada konsep Monera di sekolah.
Berdasarkan pemaparan di atas penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kesulitan belajar siswa kelas X, dalam memahami konsep monera. Oleh karena itu penulis mengangkat penelitian ini dengan judul "ANALISIS KESULITAN BELAJAR SISWA DALAM MEMAHAMI KONSEP BIOLOGI PADA KONSEP MONERA".

B. Identifikasi Masalah
Kesulitan belajar merupakan suatu gejala yang nampak dalam berbagai pernyataan. Beberapa penyebab dan gejala yang menunjukkan adanya kesulitan belajar dalam memahami konsep Biologi pada konsep Monera antara lain : 
1. Materi konsep Monera lebih sulit dibandingkan dengan konsep lain.
2. Kurangnya ketertarikan siswa dalam mempelajari pelajaran Biologi.
3. Nilai siswa di bawah KKM.
4. Siswa kesulitan dalam memahami istilah-istilah bahasa ilmiah.
5. Alokasi waktu pembelajaran yang terbatas.

C. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari pembiasan dalam memahami pembahasan skripsi ini. maka penulis membatasi permasalahannya kepada : 
1. Analisis kesulitan siswa dibatasi pada kesulitan siswa dalam memahami konsep Monera.
2. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan dengan hasil belajar yang rendah di bawah nilai KKM 65.
3. Faktor kesulitan belajar dibatasi pada aspek minat, pemahaman bahasa ilmiah dan alokasi waktu pembelajaran.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah tersebut di atas, maka perumusan masalah dalam skripsi ini adalah : Bagaimanakah tingkat kesulitan belajar siswa kelas X MAN X dalam memahami konsep monera ?

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan praktis dalam upaya perbaikan pembelajaran biologi, yaitu : 
1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan dan sebagai alat untuk memotivasi diri dalam mencapai penguasaan tentang konsep Monera secara maksimal dengan mengetahui analisis kesulitan belajar siswa.
2. Berguna untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan kepada pembaca serta bermanfaat sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya dan kebijakan pendidikan selanjutnya.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 13:41:00

Efektivitas Metode Pembelajaran TAI (Team Assisted Individualization) Yang Didukung Diagram V (Ve) Dan TAI Didukung Peta Konsep

Skripsi Efektivitas Metode Pembelajaran TAI (Team Assisted Individualization) Yang Didukung Diagram V (Ve) Dan TAI Didukung Peta Konsep Pada Materi Pokok Hukum-Hukum Dasar Kimia Dengan Memperhatikan Keingintahuan Siswa Kelas X Semester Genap SMA X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan dalam bidang pendidikan mendapat perhatian yang besar dari pemerintah. Hal ini wajar karena untuk mencapai salah satu tujuan Nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu bangsa Indonesia menaruh harapan besar pada perkembangan pendidikan karena pendidikanlah yang mampu mempersiapkan warga negaranya agar siap menjadi agen pembangunan didalam masyarakat dan Negara. Hal ini terlihat dengan banyaknya dibangun sarana dan prasarana sekolah yang mendukung.
Dalam draf Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dikatakan : “Pendekatan apapun yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar sains, sudah semestinya mendudukkan siswa sebagai pusat perhatian. Peranan guru dalam menentukan pola kegiatan belajar mengajar di kelas bukan ditentukan oleh didaktik metodik “apa yang akan dipelajari” saja, melainkan juga pada bagaimana menyediakan dan memperkaya pengalaman belajar anak. Pengalaman belajar diperoleh melalui serangkaian kegiatan untuk mengeksplorasi lingkungan melalui interaksi aktif dengan teman, lingkungan, dan nara sumber lain.” (Balitbang Kurikulum, 2001 : 11).
Sebelum diberlakukan kurikulum 2004, pembelajaran yang dianut oleh guru didasarkan atas asumsi bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran siswa. Oleh karena itu, para guru memfokuskan diri pada upaya penuangan pengetahuan ke dalam kepala siswa tanpa memperhatikan bahwa mereka saat memasuki kelas mempunyai bekal kemampuan dan kesiapan yang tidak sama.
Metode pembelajaran yang dijalankan adalah pembelajaran satu arah dimana siswa hanya sebagai obyek pendidikan, mereka ke sekolah hanya melaksanakan prinsip 3D, Datang, Duduk, Diam sehingga keaktifan siswa sangat kurang saat proses belajar mengajar berlangsung. Kurikulum 2004 disebut juga Kurikulum Berbasis Kompetensi. Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah sebuah konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar perfomansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh siswa, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu (Nurhadi, 2004 : 18).
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa kurikulum 2004 ini menekankan pada pencapaian kompetensi siswa bukan tuntasnya materi, sehingga mau tidak mau siswa dituntut aktif selama proses belajar pembelajaran karena siswa sebagai pusat pembelajaran.
Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan suatu metode pengajaran yang diharapkan dapat digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan ilmu pengetahuan untuk siswa secara efektif. Penerapan metode-metode mengajar yang bervariasi akan dapat mengurangi kejenuhan siswa dalam menerima pelajaran. Pada dasarnya, penerapan metode mengajar yang bervariasi berupaya untuk meningkatkan keberhasilan siswa dalam belajar dan sekaligus sebagai salah satu indikator peningkatan kualitas pendidikan. Namun perlu diketahui bahwa tingkat keberhasilan siswa dalam menangkap pelajaran dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari luar maupun faktor dari dalam siswa itu sendiri. Metode pengajaran yang baik hendaknya disesuaikan dengan karakteristik materi pokok yang akan disampaikan.
Kimia merupakan salah satu pelajaran IPA yang pada hakekatnya merupakan pengetahuan yang berdasarkan fakta, hasil pemikiran dan produk hasil penelitian yang dilakukan para ahli, sehingga untuk kemudian perkembangan ilmu kimia dirahkan pada produk ilmiah, metode ilmiah dan sikap ilmiah yang dimiliki siswa dan akhirnya bermuara pada peningkatan prestasi belajar siswa. Namun dari data yang diperoleh dari DIKPORA X menunjukkan bahwa prestasi hasil belajar kimia masih rendah.

** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **

Dari Tabel 1. terlihat bahwa nilai rata-rata ujian akhir di SMA X adalah 6,47 untuk tahun ajaran X. Hal ini menunjukkan bahwa siswa-siswa di SMA X belum sepenuhnya memahami materi kimia dengan baik. Dalam hal ini khususnya materi Hukum-hukum Dasar Kimia, sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam memahaminya. Hal ini mengacu pada batas tuntas di SMA X pada materi tersebut adalah 6,50, dimana sebagian besar siswa masih berada di bawah batas tuntas tersebut. Rendahnya prestasi belajar siswa khususnya pada mata pelajaran kimia ini, dimungkinkan karena proses belajar mengajar yang hanya terpusat pada guru, sehingga siswa tidak ikut terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar tersebut.
Berkaitan dengan hal di atas, perlu diupayakan suatu bentuk pembelajaran yang tidak hanya mampu secara materi saja, tetapi juga mempunyai kemampuan khusus, sehingga selain diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajar siswa diharapkan juga model pembelajaran yang diterapkan dapat membuat siswa aktif terlibat dalam proses kegiatan belajar semaksimal mungkin
Berkaitan dengan semakin perlunya reformasi model pembelajaran dan mengingat pentingnya interaksi kooperatif tersebut, maka pembelajaran strategi pembelajaran kooperatif dalam pendidikan menjadi sangat penting. Pembelajaran kooperatif mempunyai syarat-syarat untuk mencapai hasil yang maksimal, yaitu : adanya perbedaan etnik/ras, bersifat heterogen, adanya rasa tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok.
Oleh karena itu untuk mencapai tujuan dari salah satu anggota, maka salah seorang anggota tersebut harus membantu kelompoknya dengan melakukan apa saja yang dapat membantu kelompok itu berhasil (Slavin, 1995 : 5). Maka perlu adanya pembelajaran yang berpusat pada siswa sehingga siswa aktif dalam Kegiatan Belajar Mengajar. Hal tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain : diskusi, presentasi, debat pendapat dan sebagainya sehingga KBM yang berlangsung aktif dan siswa tidak cepat mengalami kebosanan.
Pembelajaran kooperatif adalah aktivitas belajar kelompok yang diatur sehingga kebergantungan pembelajaran pada struktur sosial pertukaran informasi antar anggota dalam kelompok dan tiap anggota bertanggung jawab untuk kelompoknya dan dirinya sendiri dan dimotivasi untuk meningkatkan pembelajaran lainnya (Carolyn Kessler, 1992 : 8). Adapun beberapa metode pembelajaran kooperatif, antara lain : STAD (Student Taems Achievement Division), TGT (Teams Games Tournament), CIRC (Cooperatif Intregated Reading and Composition), Jigsaw dan TAI (Teams Assisted Individualization).
Salah satu metode kooperatif adalah TAI (Team Assisted Individualization) yang digunakan peneliti adalah metode TAI (Team Assisted Individualization). Metode TAI merupakan metode pengajaran secara kelompok dimana terdapat seorang siswa yang lebih mampu berperan sebagai asisten yang bertugas membantu secara individual siswa lain yang kurang mampu dalam suatu kelompok. Dalam hal ini peran pendidik hanya sebagai fasilitator dan mediator dalam proses belajar mengajar. Pendidik cukup menciptakan kondisi lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya. Pada pengajaran TAI akan memotivasi siswa saling membantu anggota kelompoknya sehingga tercipta semangat dalam sistem kompetensi dengan lebih mengutamakan peran individu tanpa mengorbankan aspek kooperatif.
Metode pengajaran TAI (Team Assisted Individualization) dapat diterapkan untuk materi hitungan dan materi yang adanya suatu kegiatan praktikum. Materi Hukum-Hukum Dasar Kimia bersifat hitungan sehingga untuk metode TAI ini dapat diterapkan. Metode TAI sendiri dapat didukung dengan Diagram V dan Peta Konsep, dengan berdasar atas materi pokok Hukum-Hukum Dasar Kimia tersebut. Kesulitan pemahaman materi yang tidak dapat dipecahkan secara individual dapat dipecahkan bersama dengan ketua kelompok serta bimbingan guru. Kesulitan pemahaman konsep-konsep awal yang berkaitan dengan materi dapat dipecahkan secara bersamasama karena keberhasilan dari tiap individu ditentukan oleh keberhasilan kelompok. Pengajaran TAI dapat menghemat waktu presentasi guru sehingga waktu pembelajaran lebih efektif dan dititkberatkan pada keaktifan siswa.
Dalam pengajaran IPA pencapaian tujuan pendidikan kimia lebih didukung adanya kegiatan laboratorium dan kokurikuler, terutama untuk menggiatkan keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar (Saroso Purwadi, 1980 : 14). Kiranya tidak dapat disangsikan lagi bahwa praktikum yang merupakan salah satu kegiatan laboratorium, sangat berperan dalam menunjang proses belajar mengajar IPA, dapat melatih ketrampilan berpikir ilmiah, dapat menanamkan dan mengembangkan sikap ilmiah, dapat menemukan dan memecahkan masalah baru mengenai metode ilmiah dan sebagainya (Moh. Amin, 1988 : 89). Diagram V merupakan sebuah alat untuk membangun struktur ilmu pengetahuan. Diagram V menghubungkan antara perkembangan ilmu pengetahuan atau penemuan dari prosedur aktivitas di laboratorium dengan konsep dan ide-ide teori yang mengarah pada pertanyaan. Diagram V membantu praktikan “melihat” hubungan antara struktur ilmu pengetahuan yang dikembangkan selama di laboratorium dan konsep ilmu pengetahuan yang dihasilkan dari proses penyelidikan.
Diagram V memberikan gambaran yang benar untuk menampilkan dan memilih kejadian, objek, konsep tertentu yang relevan dalam memahami konsep tertentu dengan memberikan fokus pada hubungan yang ada. Diagram V memperkecil kemungkinan kesalahan dalam mengambil catatan yang salah atau gagal sebab dengan diagram V ini praktikan selalu diajak untuk “melihat” antara sisi konsep dan sisi metode dalam mendapatkan pemahaman kerjanya.
Peta konsep digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi-proposisi. Proposisi-proposisi merupakan dua atau lebih konsep-konsep yang dihubungkan oleh kata-kata dalam suatu unit. Dalam bentuknya yang paling sederhana, suatu peta konsep hanya terdiri dari dua konsep yang dihubungkan oleh satu kata penghubung untuk membentuk suatu proposisi. Sejumlah konsep yang sama dapat tersusun dengan hierarki itu. Setiap peta konsep memperlihatkan kaitan-kaitan konsep yang bermakna bagi orang yang menyusunnya.
Setiap orang merasa ingin tahu dari waktu ke waktu, khususnya bila dihadapkan pada sesuatu situasi baru atau hal-hal yang menarik. Pengalaman istimewa yang dimiliki seseorang pada keadaan seperti itu dapat dipandanag sebagai suatu keadan ingin tahu. Tetapi beberapa individu lebih aktif mencari pengalamanpengalaman yang baru daripada yang lain. Para eksplorer (orang yang suka berpetualang) sebagai contoh para ilmuwan, tampak termotivasi oleh suatu kepribadian tertentu yang tampak seperti pada para peneliti dipandang sebagai suatu pembawaan yang kuat untuk ingin tahu yang analog dengan konsep keadaan dan sifat kebimbangan.
Selanjutnya dalam draft yang sama mengenai rambu-rambu pengajaran bidang studi kimia dirumuskan : “Dalam melakukan kegiatan penyelidikan / percobaan atau “kerja ilmiah” selalu dikembangkan sikap dan nilai, seperti rasa ingin tahu, tekun, terbuka, jujur, bekerjasama, dan menghargai pendapat orang lain. Disamping itu dalam melakukan kegiatan tersebut sebaiknya siswa diarahkan untuk membuat laporan dan mempresentasikannya”. (Balitbang Kurikulum, 2001 : 11).
Berdasar hal di atas, maka siswa perlu mengembangkan rasa keingintahuannya terhadap sesuatu. Keingintahuan merupakan keinginan untuk mengetahui secara alami, bila pada diri siswa telah ada keinginan ini, maka siswa akan memiliki motivasi dalam belajar. Keingintahuan sendiri menuntut agar siswa dapat menemukan fakta dan membangun konsep diri, sehingga akan menggeneralisasikan teori untuk menerangkan satu peristiwa.
Dari latar belakang yang telah di kemukakan di atas, maka pada penelitian ini akan dicoba untuk dikembangkan metode pembelajaran kimia secara kooperatif. Terdapat beberapa metode pembelajaran kooperatif. Pada penelitian ini akan dicoba untuk mengembangkan metode pembelajaran kooperatif tipe TAI yang didukung Diagram V dan Peta Konsep dengan memperhatikan Keingintahuan siswa pada materi pokok Hukum-Hukum Dasar Kimia.

B. Identifikasi Masalah
Dari berbagai uraian di atas yang menjadi latar belakang masalah, dapat dimunculkan berbagai pertanyaan yang mungkin timbul sebagai masalah, antara lain :
1. Apakah siswa sudah mengenal Diagram V dan Peta Konsep?
2. Adakah kemungkinan penggunaan metode TAI yang didukung peta konsep dalam menyampaikan materi Hukum-Hukum Dasar Kimia dapat meningkatkan prestasi belajar siswa ?
3. Adakah kemungkinan penggunaan metode TAI yang didukung Diagram V dalam menyampaikan materi dapat meningkatkan prestasi belajar siswa ?
4. Adakah perbedaan proses belajar antara siswa yang diajar dengan metode TAI melalui penggunaan peta konsep dan Diagram V untuk materi pokok Hukum- Hukum Dasar Kimia ?
5. Bagaimanakah rasa keingintahuan yang dimiliki para siswa berbeda satu sama lain terhadap suatu materi pelajaran?
6. Apakah faktor keingintahuan siswa terhadap materi kimia dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa?
7. Apakah ada pengaruh antara keingintahuan siswa dengan metode pembelajaran TAI didukung Diagram V dan Peta Konsep terhadap prestasi belajar siswa?
8. Apakah ada pengaruh antara keingintahuan siswa dengan metode pembelajaran TAI didukung Diagram V terhadap prestasi belajar siswa?

C. Pembatasan Masalah
Mengingat berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti, dan tidak memungkinkan setiap masalah yang ada untuk diteliti, maka penelitian ini hanya dibatasi:
1. Dalam penelitian ini, model pembelajaran dibatasi pada TAI yang didukung Diagram V dan Peta Konsep sebagai 2 kelompok eksperimen.
2. Materi pelajaran yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi pada materi pelajaran kimia kelas X semester genap pada materi pokok Hukum-Hukum Dasar Kimia.
3. Penilaian yang digunakan adalah aspek kognitif dan aspek afektif.
4. Siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA X.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identififkasi masalah dan pembatasan masalah tersebut maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah ada perbedaan prestasi belajar siswa yang diberi model pembelajaran TAI didukung Diagram V dengan TAI didukung Peta Konsep pada materi pokok Hukum-HukumDasar Kimia kelas X semester genap SMA X tahun ajaran X?
2. Apakah ada perbedaan prestasi belajar bagi siswa yang mempunyai keingintahuan tinggi dengan yang rendah pada materi pokok Hukum-Hukum Dasar Kimia kelas X semester genap SMA X tahun ajaran X?
3. Adakah interaksi antara model pembelajaran TAI didukung Diagram V dan TAI didukung Peta Konsep dengan keingintahuan siswa terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok Hukum-Hukum Dasar Kimia kelas X semester genap SMA X tahun ajaran X?

E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui perbedaan prestasi belajar siswa yang diberi model pembelajaran TAI didukung Diagram V dengan TAI didukung Peta Konsep pada materi pokok Hukum -Hukum Dasar Kimia kelas X semester genap SMA X tahun ajaran X.
2. Mengetahui perbedaan prestasi belajar bagi siswa yang mempunyai keingintahuan tinggi dengan yang rendah pada materi pokok Hukum-Hukum Dasar Kimia tahun ajaran X.
3. Mengetahui interaksi antara model pembelajaran TAI didukung Diagram V dan TAI didukung Peta Konsep dengan keingintahuan terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok Hukum-Hukum Dasar Kimia kelas X semester genap tahun ajaran X.

F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai :
1. Memberi masukan kepada tenaga pengajar khususnya tenaga pengajar SMA X dalam mengembangkan suatu metode pembelajaran yang berorientasi pada keterlibatan aktif siswa pada kegiatan belajar mengajar dengan guru berfungsi sebagai fasilitator, yang membantu agar siswa dapat mengikuti proses pembelajaran secara efektif sehingga dapat mencapai kompetensi secara optimal.
2. Memberi masukan kepada tenaga pengajar khususya pengajar di SMA X dalam menerapkan pembelajaran yang berorientasi pada keterlibatan secara aktif siswa dalam proses belajar mengajar sesuai yang diharapkan pada kurikulum 2004.
3. Bahan acuan bagi para praktisi pendidikan untuk penelitian metode pembelajaran kooperatif lebih lanjut.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 22:37:00