Home » Posts filed under skripsi ekonomi akuntansi
ANALISIS KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ALTMAN Z SCORE PADA PERUSAHAAN OTOMOTIF YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN SEKTOR PERTAMBANGAN DAN OTOMOTIF DI INDONESIA
ANALISIS ANGGARAN BIAYA PRODUKSI SEBAGAI ALAT PENGAWASAN
Analisis Terhadap Pilihan Penggantian Mesin Untuk Meningkatkan Produktivitas
Hubungan Biaya Sumber Daya Manusia Dan Pengukuran Nilai Sumber Daya Manusia Terhadap Pelaporan Akuntansi Sumber Daya Manusia
PERBANDINGAN PROFITABILITAS SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITIES
IMPLEMENTASI ANGGARAN BERBASIS KINERJA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN
PENGAKUAN DAN PENGUKURAN PENDAPATAN BAGI HASIL PADA BANK SYARIAH
ANALISIS PENGAKUAN PENDAPATAN DAN BEBAN PADA PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PEGADAIAN
Analisis Hubungan Antara Laba Akuntansi Dan Laba Tunai Dengan Dividen Kas Pada Industri Barang Konsumsi Di Indonesia
Skripsi Analisis Hubungan Antara Laba Akuntansi Dan Laba Tunai Dengan Dividen Kas Pada Industri Barang Konsumsi Di Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tujuan pembagian dividen untuk memaksimumkan pemegang saham atau harga saham dan menunjukan likuiditas perusahaan. Dari sisi investor dividen merupakan salah satu motivator untuk menanamkan dana dipasar modal. Investor lebih memilih dividen yang berupa kas dibandingkan dengan capital gain. Perilaku ini diakui oleh Gordon-Litner sebagai “The bird in the hand theory” bahwa satu burung di tangan lebih berharga daripada seribu burung di udara. Selain itu investor juga dapat mengevaluasi kinerja perusahaan dengan menilai besarnya dividen yang dibagikan.
Dari sisi emiten kebijakan dividen sangat penting bagi mereka, apakah sebagai keuntungan perusahaan akan lebih banyak digunakan untuk membayar dividen dibanding retain earning atau sebaliknya. Dalam penetapan kebijaksanaan mengenai pembagian dividen, faktor yang menjadi perhatian manajemen adalah besarnya laba yang dihasilkan perusahaan. Ada dua ukuran kinerja akuntansi perusahaan yaitu laba akuntansi dan total arus kas. Penelitian ini menggunakan laba akuntansi sebagai pengukur kinerja akuntansi perusahaan.
Menurut pengertian akuntansi konvensional dinyatakan bahwa laba akuntansi adalah perbedaan antara pendapatan yang dapat direalisir yang dihasilkan dari transaksi dalam suatu periode dengan biaya yang layak dibebankan kepadanya. Bila dilihat secara mendalam, laba akuntansi bukanlah definisi yang sesung¬guhnya dari laba melainkan hanya merupakan penjelasan mengenai cara untuk menghitung laba (Muqodim, XXXX:114).
Laba akuntansi adalah laba dari kaca mata perekayasa akuntansi atau ke¬satuan usaha karena keperluan untuk menyajikan informasi secara objektif dan terandalkan. Laba akuntansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah laba yang didapat dari selisih hasil penjualan dikurangi harga pokok penjualan dan biaya-biaya operasi perusahaan (laba bersih). Selain menggunakan nilai laba akuntansi dalam menentukan besarnya dividen yang akan dibagikan, seringkali perusahaan juga mempertimbangkan laba tunai yang pada dasarnya merupakan laba akuntansi setelah diperhitungkan dengan beban-beban non kas dalam hal ini; beban penyusutan dan amortisasi.
Depresiasi dan amortisasi merupakan biaya non kas, artinya biaya tersebut tidak lagi memerlukan pengeluaran kas sekarang ataupun di masa depan. Menurut Standar Akuntansi Keuangan, penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi. Suatu aktiva dapat dipandang sebagai kuantitas jasa ekonomi potensial yang dikonsumsi selama menghasilkan pendapatan. Penyusutan aktiva dibebankan ke pendapatan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Efendri (1993) dalam Murtanto dan Febby (XXXX) tesisnya meneliti tentang faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam kebijakan pembagian dividen kas. Penelitian dilakukan terhadap 84 perusahaan yang mengembalikan questionnaires, seluruhnya merupakan perusahaan go public sampai akhir tahun 1991. Hasilnya menyatakan bahwa faktor peningkatan dan penurunan laba termasuk faktor yang sangat penting dipertimbangkan manajemen dalam kebijakan pembagian dividen kas.
Elizabeth (XXXX) dalam penelitiannya yang menganalisis hubungan laba akuntansi dan laba tunai dengan dividen kas, dengan menggunakan koefisien korelasi Spearman Rank, ia menganalisa 25 perusahaan yang go publik di BEJ pada tahun 1992, 1993 dan 1994. Berdasarkan penelitiannya itu disimpulkan bahwa ada konsistensi hubungan yang signifikan antara laba akuntansi dan laba tunai dengan dividen kas. Pada umumnya laba akuntansi lebih mempengaruhi besarnya dividen kas yang dibagikan dari laba tunai.
Murtanto dan Febby (XXXX) dalam penelitiannya yang menganalisis hubungan antara laba akuntansi dan laba tunai dengan dividen kas. Mereka menganalisis perusahaan industri barang konsumsi pada tahun 1999, XXXX dan XXXX. Berdasarkan penelitiannya itu disimpulkan bahwa adanya hubungan yang kuat antara laba akuntansi terhadap dividen kas.
Penelitian ini merupakan replikasi penelitian Murtanto dan Febby (XXXX) dengan judul “Analisis Hubungan Antara Laba Akuntansi Dan Laba Tunai Dengan Dividen Kas Pada Industri Barang Konsumsi Di Indonesia”.
1.2 Paparan Masalah
Dari latar belakang masalah seperti telah diuraikan sebelumnya, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan antara laba akuntansi dengan dividen kas?
2. Apakah terdapat hubungan antara laba tunai dengan dividen kas?
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Laba Akuntansi, yaitu laba yang didapat dari penjualan bersih dikurangi harga pokok penjualan dan biaya-biaya operasi perusahaan. Laba akuntansi dalam penelitian ini menggunakan laba bersih (net earnings) sebagai variabel laba akuntansi. Alasan penggunaan laba bersih sebagai variabel laba akuntansi dikarenakan laba bersih adalah laba yang menunjukan bagian laba yang akan ditahan di dalam perusahaan dan yang akan dibagikan sebagai dividen.
2. Laba tunai, yaitu laba yang didapat dari laba akuntansi ditambah dengan beban penyusutan dan amortisasi.
3. Nilai dividen kas pada penelitian ini didapat dari laporan keuangan tahunan pada bagian laporan perubahan ekuitas tahun berikutnya. Apabila penulis meneliti laporan keuangan tahun XXXX, maka nilai dividen kas diperoleh dari laporan perubahan ekuitas yang disajikan pada laporan keuangan tahun XXXX. Hal ini dikarenakan bahwa penelitian ini menganalisis adakah hubungan besarnya laba akuntansi dan laba tunai mempengaruhi dividen kas yang dibagikan perusahaan.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sesuai dengan paparan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara laba akuntansi, laba tunai dan dividen kas perusahaan yang telah go public di BEJ untuk periode tahun XXXX, XXXX, XXXX.
Sedangkan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat pada :
1. Investor maupun calon investor, sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk membeli, menjual atau menahan saham bedasarkan harapan atas dividen kas yang dibagikan menggunakan informasi laba akuntansi dan laba tunai yang dilaporkan perusahaan.
2. Emiten maupun calon emiten, sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dividen agar memaksimumkan nilai perusahaan.
3. Akademisi, untuk menambah wawasan tentang perilaku pasar modal khususnya mengenai kebijakan dividen.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan Pasca Keputusan BAPEPAM
Skripsi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan Pasca Keputusan BAPEPAM (Studi Empiris Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEJ)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pasar modal di Indonesia mengalami perkembangan yang ditandai dengan banyaknya jumlah perusahaan yang go-public dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Sejalan dengan itu, jumlah laporan yang disajikan oleh emiten juga semakin meningkat. Laporan keuangan menyediakan informasi keuangan suatu entitas yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk dasar pembuatan keputusan-keputusan ekonomi (Sutikno dan Sabeni, XXXX:226). Banyak pihak yang percaya bahwa ketepatan waktu laporan (timeliness) merupakan karakteristik penting bagi laporan keuangan, pihak-pihak tersebut misalnya akuntan, manajer dan analis keuangan. Bahkan Asosiasi profesi akuntansi pada tahun 1954 telah melakukan penelitian, penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ketepatan waktu pelaporan merupakan elemen pokok bagi catatan laporan keuangan yang memadai yang dikemukakan oleh Dyer dan McHugh (Bandi, XXXX:67). Informasi yang disajikan tidak tepat waktu akan mengurangi atau bahkan menghilangkan kemampuannya sebagai alat bantu prediksi bagi pemakainya. Informasi yang tidak disajikan secara tepat pada saat dibutuhkan, tidak akan mempunyai nilai untuk dasar penentuan tindakan pada masa yang akan datang.
Informasi yang tidak tepat waktu memang tidak menjamin bahwa informasi tersebut pasti merupakan informasi yang relevan. Namun informasi dikategorikan relevan bila informasi mempunyai tiga unsur nilai, yaitu (a) informasi mempunyai nilai prediksi (predictive value), (b) informasi mempunyai umpan balik (feedback value), dan (c) tepat waktu (timelines). Jadi, suatu informasi mustahil merupakan informasi yang relevan tanpa tepat waktu dalam penyampaiannya. Oleh karena itu tepat waktu merupakan sebuah keharusan dalam publikasi laporan keuangan sehingga ada jaminan tentang relevansi informasi yang bersangkutan (Syafrudin, XXXX:755).
Dari segi regulasi di Indonesia bahwa tepat waktu merupakan kewajiban bagi perusahaan terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) untuk menyampaikan laporan keuangan secara berkala. Pada tahun 1996, BAPEPAM mengeluarkan lampiran keputusan Ketua BAPEPAM No.80/PM/1996, yang mewajibkan bagi setiap emiten dan perusahaan publik untuk menyampaikan laporan keuangan tahunan perusahaan dan laporan auditor independennya kepada BAPEPAM selambat-lambatnya 120 hari setelah tanggal laporan tahunan perusahaan. Namun sejak tanggal 30 September XXXX, BAPEPAM semakin memperketat peraturan dengan dikeluarkannya lampiran surat Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor: Kep-36/PM/XXXX yang menyatakan bahwa laporan keuangan tahunan disertai dengan laporan akuntan dengan pendapat yang lazim harus disampaikan kepada BAPEPAM selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga (90 hari) setelah tanggal laporan keuangan tahunan.
Ada beberapa penelitian yang merupakan suatu kajian literatur mengenai ketepatan waktu pelaporan dan hasilnya dikategorikan menjadi dua tipe (Saleh, XXXX:898). Tipe pertama yang berkaitan dengan dampak ketepatan waktu pelaporan pada keragaman laba (Bandi, XXXX; Syafrudin, XXXX; Epriatin, XXXX). Tipe kedua, yang berkaitan dengan pola keterlambatan laporan dan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pelaporan tepat waktu (Uliana, 1998; Na’im,1999; Saleh, XXXX).
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan pentingnya ketepatan waktu dalam pelaporan keuangan, maka penulis tertarik tipe kedua dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketepatan waktu pelaporan, sehingga mengambil judul “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETEPATAN WAKTU PELAPORAN KEUANGAN PASCA KEPUTUSAN BAPEPAM NOMOR: KEP-36/PM/XXXX (STUDI EMPIRIS: PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK JAKARTA)”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka pertanyaan utama yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah “Apakah faktor rasio gearing, profitabilitas, ukuran perusahaan, umur perusahaan, item-item luar biasa dan/atau kontinjensi dan struktur kepemilikan mempengaruhi ketepatan waktu pelaporan keuangan perusahaan manufaktur pasca perubahan peraturan BAPEPAM“.
1.3. Motivasi Penelitian
Motivasi penulis adalah untuk menguji konsistensi penelitian Saleh (XXXX), dengan melakukan penelitian terhadap perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta untuk tahun XXXX. Dipilihnya perusahaan manufaktur dikarenakan mayoritas perusahaan yang terdaftar di BEJ adalah perusahaan manufaktur, sedangkan alasan dipilihnya periode waktu XXXX dalam
penelitian ini adalah karena pada tahun tersebut telah terjadi pergantian peraturan batas waktu penyampaian laporan keuangan kepada BAPEPAM dari 120 hari menjadi 90 hari, sehingga penulis tertarik untuk mengukur kembali faktor-faktor yang mempengaruhi ketepatan waktu pelaporan laporan keuangan pada perusahaan-perusahaan publik yang terdaftar di BEJ semenjak diberlakukannya peraturan yang baru tersebut.
1.4. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini pembatasan akan lebih terpusat pada ketepatan waktu pelaporan yang menitik beratkan pada:
1. Faktor-faktor yang diduga akan berpengaruh terhadap ketepatan waktu adalah rasio gearing, profitabilitas, ukuran perusahaan, umur perusahaan, item-item luar biasa dan/atau kontinjensi dan struktur kepemilikan.
2. Penelitian dilakukan terhadap perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta untuk tahun buku yang berakhir tanggal 31 Desember: XXXX.
1.5. Tujuan penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh rasio gearing, profitabilitas, ukuran perusahaan, umur perusahaan, item-item luar biasa dan/atau kontinjensi dan struktur kepemilikan terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
1.6. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:
1. Bagi Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan wacana bagi perkembangan studi akuntansi yang berkaitan dengan ketepatan waktu dalam pelaporan keuangan.
2. Bagi Praktisi
a. Bagi Manajemen Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya ketepatan waktu dalam melaporkan laporan keuangan perusahaan.
b. Bagi Investor
Hasil penelitian akan memberikan gambaran tentang pentingnya tepat waktu dalam melaporkan keadaan keuangan perusahaan.
3. Bagi Penelitian Yang Akan Datang
Dapat membantu memberikan referensi bagi kemungkinan mengadakan penelitian lebih lanjut dengan menambahkan variabel lain yang mendukung.
Analisis Perkembangan Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Kabupaten X
Analisis Perkembangan Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Kabupaten X
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Organisasi pemerintah merupakan salah satu bentuk organisasi non profit yang bertujuan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat umum yang dapat berupa peningkatan keamanan, peningkatan mutu pendidikan atau peningkatan mutu kesehatan dan lain-lain. Selain itu organisasi non profit ini merupakan organisasi yang orientasi utamanya bukan untuk mencari laba.
Apabila dibandingkan dengan organisasi lain, organisasi pemerintah memiliki karakteristik tersendiri yang lebih terkesan sebagai lembaga politik daripada lembaga ekonomi. Akan tetapi, sebagaimana bentuk-bentuk kelembagaan lainnya, lembaga/organisasi pemerintah juga memiliki aspek sebagai lembaga ekonomi. Lembaga pemerintahan melakukan berbagai bentuk pengeluaran guna membiayai kegiatan-kegiatan yang dilakukan di satu sisi, dan di sisi lain lembaga ini harus melakukan berbagai upaya untuk memperoleh penghasilan guna menutupi seluruh biaya tersebut.
Dalam melaksanakan aktivitas ekonominya, organisasi atau lembaga pemerintah membutuhkan jasa akuntansi untuk pengawasan dan menghasilkan informasi keuangan yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan-keputusan ekonominya. Akan tetapi, karena sifat lembaga pemerintahan berbeda dari sifat perusahaan yang bertujuan mencari laba, maka sifat akuntansi pemerintahan berbeda dari sifat akuntansi perusahaan. Dengan adanya akuntansi pemerintahan maka pemerintah harus mempunyai rencana yang matang untuk suatu tujuan yang dicita-citakan sesuai dengan penerapan akuntansi pemerintahan di Indonesia.
Dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 jo Undang-Undang No. 32 tahun XXXX tentang Pemerintah Daerah serta Undang-Undang No. 25 tahun 1999 jo Undang-Undang No. 33 tahun XXXX tentang Perimbangan Keuangan antara pusat dan daerah akan dapat memberikan kewenangan atau otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah secara secara proporsional. Hal ini diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan daerah dan pusat secara demokratis, peran serta masyarakat, pemerataan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keragaman daerah, terutama kepada Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota. Tujuan pemberian keuangan dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah adalah guna meningkatkan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan sosial.
Menurut Undang-Undang No. 32 tahun XXXX pasal 1 ayat 5. Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berkaitan dengan hal tersebut peranan pemerintah daerah sangat menentukan berhasil tidaknya menciptakan kemandirian yang selalu didambakan Pemerintah Daerah. Terlepas dari perdebatan mengenai ketidaksiapan daerah di berbagai bidang untuk melaksanakan kedua Undang-Undang tersebut, otonomi daerah diyakini merupakan jalan terbaik dalam rangka mendorong pembangunan daerah. Menggantikan system pembangunan terpusat yang oleh beberapa pihak dianggap sebagai penyebab lambannya pembangunannya di daerah dan semakin besarnya ketimpangan antar daerah.
Di dalam pelaksanaan Otonomi Daerah terdapat empat elemen penting yang diserahkan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Ke empat elemen tersebut menurut Cheema dan Rondinelli (dalam Anita Wulandari, XXXX:17), adalah Desentralisasi Politik, Desentralisasi Fiskal, Desentralisasi Administrasi dan Desentralisasi Ekonomi. Keempat elemen tersebut menjadi kewajiban daerah untuk mengelola secara efisien dan efektif. Sehingga dengan demikian akan terjadi kemampuan/kemandirian suatu daerah untuk melaksanakan fungsinya dengan baik. Salah satu elemen yang diserahkan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah adalah desentralisasi fiskal. Desentralisasi fiskal yang merupakan komponen utama dari desentralisasi pelaksanaan otonomi daerah dan menandai dimulainya babak baru dalam pembangunan daerah serta masyarakatnya dalam mengelola sumber daya/segenap potensi yang dimiliki untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemajuan daerah.
Dengan adanya otonomi daerah, kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan semakin besar sehingga tanggung jawab yang diembannya akan bertambah banyak. Implikasi dari adanya kewenangan urusan pemerintahan yang begitu luas yang diberikan kepada daerah dalam rangka otonomi daerah dapat menjadi suatu berkah bagi daerah. Namun disisi lain bertambahnya kewenangan daerah tersebut juga merupakan beban yang menuntut kesiapan daerah untuk pelaksanaannya, karena semakin besar urusan pemerintah yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Oleh karena itu ada beberapa aspek yang harus dipersiapkan antara lain sumber daya manusia, sumber daya keuangan, sarana dan pra sarana daerah. Aspek keuangan merupakan salah satu dasar kriteria untuk dapat mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri. Kemampuan daerah yang dimaksud adalah sampai sejauh mana daerah dapat menggali sumber-sumber keuangan sendiri guna membiayai kebutuhan keuangan daerah tanpa harus menggantungkan diri pada bantuan dan subsidi dari pemerintah pusat.
Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan tercermin dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai kegiatan pelaksanaan tugas pembangunan, serta pemerataan dan keadilan dengan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah.
Salah satu ciri utama daerah mampu dalam melaksanakan otonomi daerah menurut Yuliati (XXXX:22), adalah terletak pada kemampuan keuangan daerah untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat mempunyai proporsi yang semakin mengecil dan diharapkan bahwa PAD harus menjadi bagian terbesar dalam memobilisasi dana penyelenggaraan pemerintah daerah. Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu faktor yang penting dalam pelaksanaan roda pemerintahan suatu daerah yang berdasar pada prinsip otonomi yang nyata, luas dan bertanggung jawab. Peranan Pendapatan Asli Daerah dalam keuangan daerah menjadi salah satu tolak ukur penting dalam pelaksanaan otonomi daerah, dalam arti semakin besar suatu daerah memperoleh dan menghimpun PAD maka akan semakin besar pula tersedianya jumlah keuangan daerah yang dapat digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Otonomi Daerah.
Anita Wulandari (XXXX), melakukan penelitian tentang kemampuan keuangan daerah di kota Jambi dalam pelaksanaan Otonomi Daerah. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan Otonomi Daerah, kota Jambi dihadapkan pada kendala rendahnya kemampuan keuangan daerah, yang dilihat dari rendahnya kontribusi Pendapatan Asli Daerah.
Widodo (XXXX), melakukan penelitian tentang Analisis Rasio Keuangan APBD Kabupaten Boyolali. Hasilnya menunjukkan bahwa kemandirian pemerintah daerah Boyolali dalam memenuhi kebutuhan dana untuk penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan sosial kemasyarakatan masih relatif rendah dan cenderung menurun.
Dengan mengacu pada penelitian sebelumnya, tentu saja disesuaikan dengan kemampuan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, penulis ingin mereplikasi dan mengembangkan penelitian-penelitian tersebut. Akan tetapi terdapat beberapa perbedaan, antara lain:
1. Periode penelitian. Penelitian ini dilakukan pada periode tahun XXXX-XXXX, sedangkan penelitian sebelumnya pada periode sebelum tahun XXXX.
2. Daerah penelitian. Penelitian ini mengambil daerah penelitian di Kabupaten X, sedangkan peneliti terdahulu mengambil daerah penelitian di kota Jambi, Boyolali, dan Sragen.
Berdasarkan uraian sebelumnya, penulis tertarik unuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul :
”ANALISIS PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN X”
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang akan dibahas dalam penilitian ini adalah: ”Apakah tedapat perkembangan kemampuan keuangan daerah di kabupaten X dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah?”
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penelitian ini lebih terfokus pada perkembangan APBD di Kabupaten X tahun anggaran XXXX-XXXX.
D. Tujuan Penelitian
Berdasar latar belakang masalah tersebut diatas, maka tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui tingkat perkembangan kemampuan keuangan di Kabupaten X dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Menjadi bahan masukan bagi perencanaan pembangunan dan pengambilan keputusan pembangunan dalam rangka meningkatkan pelaksanaan otonomi daerah.
2. Dapat dijadikan acuan atau referansi untuk penelitian berikutnya.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran penelitian yang lebih jelas dan sistematis agar mempermudah bagi pembaca dalam memahami penulisan penelitian ini. Dari masing-masing bab secara garis besar dapat diuaraikan sebagai berikut
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisi pembahasan tentang akuntansi pemerintahan, otonomi daerah, tinjauan keuangan daerah, anggaran pendapatan belanja daerah (APBD), analisis rasio APBD dan tinjauan penelitian terdahulu.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini berisi tentang jenis penelitian, obyek penelitian, data dan sumber data, serta metode analisis data.
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini membahas tentang gambaran umum Kabupaten X, baik kondisi geografis maupun segi ekonomi dan hasil analitis data serta pembahasannya.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini berisi tentang kesimpulan hasil analisis data dan pembahasan serta saran-saran yang dapat diberikan kepada pemerintah kabupaten X.