Cari Kategori

Showing posts with label contoh tesis manajemen pendidikan. Show all posts
Showing posts with label contoh tesis manajemen pendidikan. Show all posts

PENGARUH SUPERVISI AKADEMIK PENGAWAS SATUAN PENDIDIKAN DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU DI SMA

PENGARUH SUPERVISI AKADEMIK PENGAWAS SATUAN PENDIDIKAN DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU DI SMA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Manajemen sumber daya manusia sangat penting bagi organisasi/lembaga dalam mengelola, mengatur, dan memanfaatkan pegawai sehingga dapat berfungsi secara produktif untuk tercapainya tujuan organisasi/lembaga. Dengan berpijak pada pendekatan sistem, manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari sebuah sistem yang lebih besar yaitu organisasi. Oleh karena itu, upaya-upaya sumber daya manusia hendaknya dievaluasi berdasarkan kontribusinya terhadap produktivitas organisasi. Dalam praktiknya, model manajemen sumber daya manusia merupakan sebuah sistem terbuka yang terbentuk dari bagian-bagian yang saling terkait.
Peran sumber daya manusia di dalam penyelenggaraan pendidikan sangat penting. Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan pendidikan dibutuhkan manajemen sumber daya manusia agar pengelolaan sumber daya manusia dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan pendidikan. Adapun pengertian sumber daya manusia menurut Flippo (1990 : 5) adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan kegiatan-kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian pengupahan, pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai berbagai tujuan individu, organisasi, dan masyarakat.
Secara sistematik, pendidikan terdiri dari berbagai komponen agar pendidikan sebagai proses dapat berlangsung. Komponen utama setelah anak didik adalah pendidik atau guru di sekolah. Peran guru di sekolah di samping strategis juga sangat menentukan karena guru adalah "the man behind the gun" yang memungkinkan proses pendidikan berlangsung.
Dalam era otonomi daerah tingkat II, peran guru menjadi lebih besar lagi karena di tangan merekalah pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya akan maju. Dalam era semacam itu guru dituntut lebih professional. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia yang memungkinkan terjadinya peningkatan profesionalisme.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan bahwa guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Oleh Karena itu, guru merupakan tokoh sentral dalam penyelenggaraan pendidikan karena bagaimanapun guru adalah pihak yang berinteraksi langsung dengan siswa dalam proses pembelajaran dan penentu utama dalam mewujudkan peserta didik yang berkualitas. Guru adalah yang bertanggung jawab langsung terhadap pembentukan watak peserta didik melalui pengembangan dan peningkatan kepribadian serta menanamkan nilai moral yang diinginkan. Guru harus menjadi teladan yang baik bagi peserta didiknya. Maka guru dituntut untuk memiliki kompetensi sosial dan kepribadian yang baik selain kompetensi mengajar. Untuk itu diperlukan pengelolaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan terutama tenaga pendidik sehingga didapatkan pendidik/guru yang memiliki kinerja yang baik sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat.
Kunci keberhasilan dalam pengelolaan kegiatan belajar mengajar adalah kemampuan profesional guru. Guru dianggap sebagai orang yang memiliki keahlian tertentu dalam bidang pendidikan, diserahi tugas dan wewenang untuk mengelola kegiatan belajar mengajar agar dapat mencapai tujuan tertentu. Keberhasilan tugas guru dalam pengelolaan pembelajaran sangat ditentukan oleh beberapa hal, diantaranya adalah : hubungan interpersonal guru dengan siswa, adanya perbedaan individual dan kemampuan siswa, tidak adanya balikan berupa saran atau kritik untuk pengembangan kompetensi profesionalnya dari teman sejawat atau guru lain, padahal apa yang sudah dilakukannya selama ini belum tentu benar.
Personil yang kompeten dan cakap serta kepemimpinan yang baik ikut menentukan ketercapaian tujuan pendidikan. Untuk itu, diperlukan pembinaan yang kontinyu dengan program-program yang terarah dan sistematis bagi setiap personil pendidikan. Program pembinaan itu disebut supervisi pendidikan.
Supervisi pendidikan merupakan usaha yang dilakukan seorang pengawas untuk memperbaiki pola kerja dan kinerja sekolah, sehingga berpengaruh positif terhadap proses dan hasil belajar mengajar serta kualitas pendidikan. Kegiatan pokok supervisi pendidikan adalah pembinaan terhadap sekolah pada umumnya dan guru khususnya, agar kualitas pembelajaran meningkat. Dampak meningkatnya kualitas pembelajaran tentu dapat meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.
Seorang Pengawas Pendidikan harus memenuhi beberapa kriteria yang sesuai dengan peran dan fungsi kepengawasan. Sebagai konsekuensi dari kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan tersebut, maka seorang pengawas harus memiliki kemampuan professional yang dilandasi oleh pengetahuan dan keterampilan tertentu.
Supervisi pendidikan adalah usaha yang dilakukan seorang pengawas untuk memperbaiki pola kerja sekolah (guru), yang berpengaruh langsung terhadap proses pembelajaran. Tugas pengawas mata pelajaran sangat strategis dalam lingkungan sekolah, mengingat guru memerlukan konsultasi dan diskusi mengenai proses belajar mengajar yang menjadi bidang tugasnya sehingga kinerja guru bisa maksimal. Oleh karena itu, seorang pengawas harus memiliki kompetensi selaku seorang pengawas.
Selain dari pada itu, prestasi kerja guru juga sangat ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolah. Adalah penting bagi seorang pemimpin untuk mengetahui bagaimana cara memotivasi bawahannya untuk berprestasi. Mempengaruhi motivasi bawahannya berarti membuat orang tersebut melakukan apa yang kita inginkan. Karena fungsi utama dari kepemimpinan adalah untuk memimpin, maka kemampuan untuk mempengaruhi orang lain adalah hal yang penting.
Dari hasil pengamatan awal yang penulis lakukan di beberapa SMA Negeri di Kabupaten X diperoleh bahwa terjadi penurunan kualitas pendidikan. Hal ini terlihat dari fenomena berikut ini, yakni kurangnya pengawasan terhadap kinerja guru yang memerlukan pembinaan, bimbingan, dan model dari seorang pengawas. Dan juga kepala sekolah belum optimal dalam memobilisasi sumber daya sekolah untuk mencapai tujuan sekolah; belum melaksanakan tugas sesuai dengan fungsi dan peranan sehingga belum mampu meningkatkan mutu sekolah khususnya kinerja/prestasi kerja guru; belum dapat menyeimbangkan fungsinya selaku pemimpin dan manajer dengan benar sehingga mengalami hambatan dalam mengelola sekolah; keputusan kepala sekolah lebih banyak yang bersifat top down dan kurang melibatkan teamwork; kurang responsif terhadap kebutuhan.
Terkait dengan masalah tersebut di atas dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, khususnya dalam rangka meningkatkan kinerja guru SMA di kabupaten X, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh supervisi akademik kepada guru-guru di SMA se kabupaten X dalam hubungannya dengan peningkatan kinerjanya, di samping meneliti pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru.

B. Rumusan dan Fokus Masalah
Ada banyak faktor yang mempengaruhi prestasi kerja atau kinerja guru. Namun, dalam penelitian ini peneliti hanya akan mengkaji masalah supervisi akademik oleh pengawas satuan pendidikan dan kepemimpinan kepala sekolah dalam rangka meningkatkan kinerja guru berdasarkan penilaian guru atas supervisi akademik oleh pengawas satuan pendidikan dan kemampuan kepemimpinan kepala sekolah di SMA Negeri se-kabupaten X. Supervisi akademik oleh pengawas satuan pendidikan dibatasi pada faktor penguasaan keterampilan teknis, hubungan kemanusiaan, dan penguasaan keterampilan manajerial.
Kepemimpinan kepala sekolah dalam peningkatan kinerja guru dibatasi pada faktor kemampuan menggunakan pengaruh, transformasional, pemberdayaan, mobilisasi, motivasi, bimbingan, dan pembentukan komitmen. Sedangkan prestasi kerja atau kinerja guru dibatasi pada perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, hubungan antar pribadi, dan pelaksanaan penilaian.
Berdasarkan uraian di atas, maka fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah "Adakah pengaruh supervisi akademik dan kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru". Fokus masalah di atas dapat dirinci menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut : 
1. Apakah supervisi akademik berpengaruh terhadap kinerja guru ?
2. Apakah kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh terhadap kinerja guru ?
3. Apakah supervisi akademik dan kepemimpinan kepala sekolah secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja guru ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran empirik tentang kinerja guru dari supervisi akademik dan kepemimpinan kepala sekolah di SMA Negeri se kabupaten X.
2. Tujuan khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengkaji mengenai : 
1. Pengaruh supervisi akademik terhadap kinerja guru di SMA kabupaten X.
2. Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru di SMA kabupaten X.
3. Pengaruh supervisi akademik dan kepemimpinan kepala sekolah secara bersama-sama terhadap kinerja guru di SMA kabupaten X.

D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang bersifat teoritis dan praktis.
1. Manfaat teoritis : 
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah pengembangan keilmuan, khususnya ilmu tentang manajemen pendidikan melalui kajian supervisi akademik dan kepemimpinan kepala sekolah dalam rangka meningkatkan kinerja guru.
2. Manfaat praktis : 
Adapun manfaat praktis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai masukan bagi kepala SMA dalam melakukan usaha-usaha meningkatkan kinerja guru dan pada gilirannya kinerja sekolah yang dipimpinnya meningkat pula. Dan peneliti mendapatkan tambahan tentang pengaruh supervisi akademik dan kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 21:06:00

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IPS BERBASIS PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP DI SEKOLAH DASAR

TESIS PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IPS BERBASIS PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILL) DI SEKOLAH DASAR (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kebutuhan akan pendidikan menjadi kebutuhan utama dalam kehidupan seseorang, hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan dapat menunjukkan kualitas sumber daya yang dimiliki oleh bangsa yang bersangkutan. Dewasa ini, pendidikan telah mengalami perkembangan yang semakin pesat, hal ini mengakibatkan adanya persaingan yang sangat ketat di dunia pendidikan, karena itu untuk menghadapinya diperlukan kualitas pendidikan yang bermutu dan semakin meningkat.
Istilah Ilmu pendidikan berasal dari bahasa Yunani yaitu Paedagogia yang berarti pergaulan dengan anak-anak. Paedagogie berarti pendidikan, sedangkan Paeda artinya Ilmu Pendidikan. Paedagogiek atau Ilmu Pendidikan ialah yang menyelidiki, merenung tentang gejala-gejala perbuatan mendidik.
Semua ilmu yang ada di muka bumi ini mempunyai tujuan, baik itu ilmu pendidikan maupun ilmu yang lainnya. Setiap kegiatan pendidikan diharapkan untuk menuju tujuan yang jelas, tujuan-tujuan ini ditentukan oleh tujuan akhir yang harus dicapai oleh peserta didik dalam mengikuti semua mata pelajaran atau bidang studi yang diberikan oleh pendidik.
Tujuan Pendidikan dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3, menyebutkan bahwa "Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab".
Mutu pendidikan yang ada di Indonesia telah lama dilakukan perbaikan dari waktu ke waktu dengan menggunakan berbagai strategi. Departemen Pendidikan Nasional telah melakukan berbagai upaya guna memperbaiki mutu pendidikan nasional. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan perubahan kurikulum secara berkala diantaranya adalah diterapkannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau kurikulum 2004 sebelum ditetapkannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau kurikulum 2006. Upaya perbaikan kurikulum melalui pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004 adalah salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan agar sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Semakin berkembangnya dunia pendidikan, guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar dituntut menggunakan berbagai strategi pembelajaran yang mengaktifkan interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa serta siswa dengan lingkungannya. Dengan demikian, paradigma pembelajaran dapat dikatakan bergeser dari teacher centered ke student centered. Paradigma tersebut memberikan dasar bahwa peranan guru juga mengalami pergeseran dari satu-satunya sumber ilmu di kelas bergeser menjadi fasilitator bagi siswa. Siswa, buku-buku pelajaran, lingkungan sekitar dan teman sejawat untuk dijadikan sebagai sumber belajar.
Pelajaran yang bersifat teacher centered mengharuskan guru yang lebih aktif melatih dan menentukan apa yang harus diketahui subjek didik atau siswa. Namun, hal itu berbeda kondisinya dengan student centered yang lebih memfokuskan situasi belajar pada peranan siswa dan peranan guru hanyalah sebagai fasilitator bagi siswa dalam proses pembelajaran. Tugas guru yang utama bukan lagi menyampaikan pengetahuan, melainkan memupuk pengertian, membimbing mereka untuk belajar sendiri.
Tidak hanya itu saja tetapi selama ini peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia terus dilakukan dengan berbagai inovasi, misalnya perbaikan kurikulum, peningkatan kualitas SDM, pengadaan sumber belajar dan sarana dan prasarana lainnya. Seminar, pelatihan, dan berbagai program sosialisasi dan pembinaan telah dilakukan, namun upaya ini belum menampakkan hasil yang berarti.
Dari studi komparasi internasional menunjukkan bahwa mutu pendidikan di Indonesia kurang menggembirakan. Hasil studi Human Development Index (HDI) dengan 17 indikator, Indonesia menduduki peringkat ke 112 dari 175 negara yang disurvei, dan tiga tingkat dibawah Vietnam. Demikian pula The Political Economic Risk Consultant (PERC) melaporkan Indonesia ada pada peringkat ke 12 dari 12 negara yang disurvei dan satu tingkat lagi dibawah Vietnam. Sedangkan berdasarkan laporan UNDP tahun 2004 posisi dari 177 negara, Singapura (25), Brunei (33), Malaysia (58), Thailand (76), Filipina (83), Indonesia (111), Vietnam (112), Kamboja (130), Myanmar (132), dan Laos (135). Hal ini dapat dimaklumi karena memang permasalahan dunia pendidikan sangat kompleks, permasalahan yang masih menjadi beban/pemikiran adalah a) masalah relevansi pendidikan, b) pemerataan pendidikan, c) masih tingginya angka drop-out dan juga mahalnya biaya pendidikan, d) tingginya jumlah siswa yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan e) tantangan globalisasi.
Data tersebut menggambarkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih dipertanyakan. Sementara dari sisi perilaku keseharian siswa, banyak berdampak terhadap ketidakpuasan masyarakat. Tawuran antar siswa kini sudah menjadi berita biasa. Tawuran antar siswa kini sudah menjalar sampai ke SMP/MTs di kota kabupaten. Dari dunia usaha juga muncul keluhan bahwa bekal lulusan SD/MI kurang baik untuk memasuki SMP/MTs, kalangan SMA/MA merasa lulusan SMP/MTs tidak siap mengikuti pembelajaran di Sekolah Menegah, dan kalangan Perguruan Tinggi merasa bekal lulusan SMA/MA belum cukup untuk mengikuti perkuliahan.
Problema tentang kesiapan lulusan sekolah kita semakin berat ketika dihadapkan pada era globalisasi. Terbukanya arus informasi, komunikasi, dan transformasi peradaban dunia pada era global merupakan tantangan mereka agar siap menghadapi hidup semakin kompetitif. Lebih-lebih setelah berlakunya AFTA (Asean Free Trade Area) dan AFLA (Asean Free Labour Area) sejak 1 Januari 2003 persaingan dunia semakin ketat, baik persaingan dunia kerja yang semakin terbuka. Konsekuensinya mereka harus mampu bersaing secara terbuka dengan tenaga kerja asing. Jika tidak, mereka akan tersisih dalam hal ini akan menambah jumlah pengangguran yang sampai saat ini belum teratasi. Keadaan seperti ini akan lebih fatal jika lulusan sekolah kita tidak memiliki kesiapan mental spiritual dan bimbingan moral agama untuk bangkit berusaha, tidak putus asa, dan tetap teguh berada pada jalan hidup yang benar.
Berbagai problematika diatas menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia mempunyai banyak kendala yang perlu diperbaiki baik dari aspek kurikulum, manajemen, strategi pembelajaran, sistematika pembelajaran maupun profesionalisme guru. Dengan demikian agar pendidikan di Indonesia mengalami perubahan yang lebih baik perlu adanya upaya langkah-langkah penyempurnaan mendasar konsisten dan sistematika paradigma pendidikan yang kita bangun sesuai dengan paradigma tersebut. Penyempurnaan ini adalah pendidikan dimana dapat mengembangkan potensi anak didik agar berani menghadapi tantangan hidup sekaligus tantangan global, tanpa ada rasa tertekan, pendidikan kita harus mampu mendorong anak didik memiliki pengetahuan, keterampilan, memiliki percaya diri yang tinggi yang mampu cepat beradaptasi dengan lingkungan. Pendidikan yang ingin diwujudkan ke depan adalah pendidikan yang dapat mengarahkan dan membekali kehidupan anak didik dan tidak berhenti pada penguasaan materi secara tertulis.
Sementara hasil survei dari Balitbang Diknas tahun 2000 menyatakan bahwa mutu pendidikan di Indonesia belum menggembirakan, tantangan masa depan sangat berat. Di dalam negeri, krisis ekonomi menyebabkan angka pengangguran terus meningkat hingga mencapai 40 juta. Di dalam dunia pendidikan sendiri, tercatat 12,3% tamatan SD tidak melanjutkan, 34,4% tamatan SLTP tidak melanjutkan, dan 53,12% tamatan Sekolah Menengah tidak melanjutkan. Mereka perlu diperhatikan agar tidak menambah jumlah deretan angka pengangguran. Belum lagi para lulusan SD, SLTP, dan Sekolah Menengah, bahkan Perguruan Tinggi yang terdampar sebagai pengangguran karena tidak mampu bersaing di pasar kerja dan tidak mampu menciptakan lapangan kerja sendiri. Hal ini berarti bahwa perlu dipikirkan bagaimana pendidikan dapat berperan mengubah manusia beban menjadi manusia produktif. Bekal apa yang harus diberikan kepada peserta didik agar dapat memasuki dunia kerja atau menciptakan lapangan pekerjaan sendiri sehingga mampu menghidupi diri sendiri, syukur dapat menghidupi keluarga dan lingkungannya.
Dari urian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan di Indonesia kini menghadapi masalah yang serius, yakni (1) banyaknya peserta didik yang putus sekolah, (2) banyaknya lulusan SD, SLTP, SMU/K yang tidak mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka pelajari di sekolah ke dalam dunia kerja, sehingga mereka terasing di lingkungannya sendiri, (3) Sementara AFTA akan segera diberlakukan, tenaga kerja asing akan masuk ke Indonesia dan menggusur tenaga kerja Indonesia yang tidak profesional. Kita akan menjadi pecundang di negara sendiri.
Mengingat fungsi utama dari tujuan pendidikan adalah mempersiapkan peserta didik (generasi penerus) dengan kemampuan dan keahlian (skill) yang diperlukan agar memiliki kemampuan dan kesiapan untuk terjun ke tengah masyarakat (lingkungan). Dengan demikian diperlukan adanya pematangan peserta didik untuk mampu bersaing dan mempunyai peran aktif dalam lingkungan masyarakat. Terutama peserta didik dituntut untuk lebih mempersiapkan dirinya dengan berbagai keahlian (skill) yang kompeten dengan era globalisasi.
Era reformasi ini oleh para ahli dipandang telah menggantikan era industri. Dengan dukungan IPTEK era reformasi mampu mengubah pola kehidupan dan mempercepat pekerjaan. Kini orang harus siap menghadapi berbagai kemungkinan perubahan pada pekerjaan yang selama ini telah ditekuni. Untuk itu penyesuaian diri terhadap perubahan selalu diperlukan dengan meningkatkan kecakapan yang kompeten. Sementara semangat kompetensi yang cenderung individualistis, kini telah bergeser ke arah kolektivistik yang memerlukan kesadaran untuk bekerjasama, saling mengerti dan saling membantu. Dengan demikian perkembangan aspek sosial perlu mendapat perhatian dari pendidikan disamping aspek mental spiritual, personal, intelektual dan pekerjaan (vocational).
Problem-problem sosial-pendidikan sebagaimana telah disebutkan perlu diatasi dengan peningkatan kualitas program pendidikan yang lebih tepat guna dan efektif dalam mempersiapkan lulusan sebagai generasi yang berkepribadian tangguh, memiliki kemandirian, keberanian, dan kemampuan mencari alternatif dan memecahkan permasalahan hidup secara bertanggung jawab. Peningkatan kualitas program pendidikan ini harus dilakukan secara menyeluruh yang mencakup pengembangan dimensi manusia Indonesia seutuhnya baik jasmani maupun rohani, dengan mengembangkan aspek-aspek spiritual, moral, akhlak, budi pekerti, pengetahuan, keterampilan, seni, olah raga dan perilaku.
Selain itu, untuk bahan ajar untuk semua mata pelajaran yang beredar untuk kalangan SD/MI khususnya pada mata pelajaran IPS hanya menyangkut pelajaran IPS itu sendiri dan belum adanya berbasis yang mencerminkan tentang pendidikan Life Skill. Dimana konsep dari pendidikan Life Skill itu diintegrasikan melalui semua mata pelajaran yang ada di sekolah. Kemudian untuk sosialisasi dari pendidikan Life Skill untuk guru mengenai implementasi dan evaluasi belum sepenuhnya terealisasikan, sehingga pendidikan Life Skill itu sendiri belum optimal pelaksanaannya di sekolah. Sedangkan, untuk siswanya sendiri masih belum banyak yang mengerti mengenai pendidikan Life Skill dan diperlukan adanya penjelasan dan pemahaman terlebih dahulu.
Pengembangan aspek-aspek tersebut haruslah didasarkan pada kerangka dan bermuara pada peningkatan dan pengembangan kecakapan hidup (life skills) diwujudkan melalui pencapaian berbagai kompetensi peserta didik untuk bertahan hidup, menyesuaikan diri dan berhasil di masa mendatang, serta dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan yang menyentuh seluruh jenis dan jenjang pendidikan. Dengan demikian dalam rangka peningkatan mutu pendidikan madrasah/sekolah, perlu dilakukan pengembangan dan penyempurnaan kurikulum pada masa jenjang pendidikan yang mengintegrasikan pendidikan berbasis masyarakat luas (Broad Based school), berorientasi pada kecakapan untuk hidup (life skills), tetapi tidak mengubah sistem pendidikan yang ada. Orientasi kecakapan hidup ini merupakan sebuah paradigma dalam analisis kurikulum yang ada, sebagai alternatif pembaharuan pendidikan yang prospektif untuk mengantisipasi tuntutan masa depan. Dengan titik berat pendidikan pada kecakapan untuk hidup, diharapkan pendidikan benar-benar dapat meningkatkan taraf hidup dan martabat masyarakat.
Oleh karena itu kurikulum pada semua jenjang pendidikan dan jenis sekolah haruslah mengarah pada Pendidikan Kecakapan Hidup (life skills education) dengan porsi dan kadar yang serasi. Berbasis kecakapan hidup pada pendidikan tingkat dasar (MI/SD dan MTs/SMP) sudah tentu berbeda dengan arahnya dengan tingkat MA/SMA atau sekolah kejuruan (Vocational School). Selain itu relevansi dengan kebutuhan masyarakat dan geografisnya, sosio-budaya nasional dan lokal, serta tentang waktu ikut dipertimbangkan.
Berbasis pendidikan kecakapan hidup dalam kurikulum yang dimaksud bukanlah menempel sejumlah kecakapan hidup sebagai unsur baru, tetapi menjadikan kecakapan-kecakapan tersebut sebagai kompetensi yang mendasari dan mengarahkan pengembangan kurikulum.
Pengembangan bahan ajar pembelajaran Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill) mata pelajaran IPS ini dimaksudkan untuk mengatasi kesenjangan antara kondisi ideal dengan kondisi riil yang ada di lapangan. Kondisi ideal yang dimaksud adalah (1) Tersedianya model buku ajar pembelajaran Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill) untuk mata pelajaran IPS sesuai dengan karakteristik konsep bidang ilmu IPS untuk meningkatkan hasil pendidikan yang terpadu tidak hanya dari segi kognitif (pengetahuan), Afektif (sikap), maupun psikomotorik akan tetapi ada berbasis Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill) sehingga diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran nilai-nilai dan mempunyai kecakapan-kecakapan hidup untuk membekali peserta didik lebih mandiri dalam menghadapi problema hidup yang terjadi. (2) Hadirnya buku ajar IPS yang mengakomodir faktor-faktor yang diharapkan ada dalam sebuah buku ajar yang baik dan efektif. (3) Mengatasi kondisi pembelajaran IPS melalui ketersediaan bahan ajar yang dapat meningkatkan keefektifan, efisiensi, dan kemenarikan pembelajaran di sekolah.
Dalam studi pendahuluan yang telah dilakukan, teridentifikasi bahwa buku ajar pembelajaran IPS yang sudah dilakukan dalam proses pembelajaran adalah "IPS Terpadu Untuk Sekolah Dasar Kelas IV yang penerbit Erlangga". Adapun hasil temuan ketika dilakukan review terhadap buku ajar tersebut ditemui bahwa buku ajar yang digunakan belum menunjukkan adanya berbasis kecakapan dengan indikasi bahwa kurang memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam buku ajar yang baik dari faktor isi maupun desain.
Dari segi isi terlihat hanya mengutamakan ranah kognitif dan psikomotorik dalam pembelajaran IPS, akan tetapi belum adanya pembelajaran mengenai penanaman nilai (sikap) dan berbasis kecakapan-kecakapan yang dibutuhkan oleh peserta didik. Sehingga kesan yang ditunjukkan hanya mengutamakan pembelajaran pengetahuan yang harus dicapai oleh peserta didik, sedangkan untuk pembelajaran mengenai penanaman sikap dan kecakapan-kecakapan yang dibutuhkan oleh siswa dalam menghadapi berbagai macam problematika kehidupan belum berbasis sepenuhnya.
Dari segi desain, ilustrasi yang digunakan cenderung menampilkan gambar pendukung materi ulasan yang disajikan secara keseluruhan dalam bentuk animasi, sementara yang diharapkan adalah bahwa gambar pendukung materi yang digunakan selain mengakomodir gambar animasi sesuai ulasan juga terdapat gambar pendukung materi yang riil dalam rangka untuk memberikan pengetahuan yang nyata tentang sesuatu hal terhadap peserta didik. Dalam segi tampilan narasi atau teks yang ditampilkan terlalu padat dalam satu halaman dan penggunaan font yang terlalu kecil ukurannya sehingga terkesan padat isinya dalam satu halaman sehingga membuat peserta didik jenuh untuk membacanya. Warna yang digunakan kurang bervariasi, ragam bahasa yang digunakan cenderung menggunakan bahasa baku, sementara yang diharapkan adalah penggunaan bahasa komunikatif, karena pada dasarnya bahasa komunikatif menginginkan pembaca diajak berdialog secara intelektual melalui sapaan, pertanyaan, ajakan, dan penjelasan yang seakan berdialog dengan orang kedua itu benar-benar terjadi. Penggunaan bahasa komunikatif akan membuat siswa merasa seakan berinteraksi dengan gurunya sendiri melalui tulisan-tulisan yang disampaikan dalam buku ajar.
Terkait dengan Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill) mata pelajaran IPS yang dikembangkan melalui buku ajar akan mengakomodasi analisis kebutuhan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari dengan memberikan berbagai macam kecakapan yaitu kecakapan personal dan kecakapan sosial. Kecakapan ini dimaksudkan untuk memberikan solusi mengenai pemantapan diri peserta didik dan penanaman nilai untuk mencapai kematangan diri peserta didik untuk lebih mandiri.
Dengan demikian dengan ketersediaan buku ajar yang dikembangkan diharapkan akan membantu para guru untuk dapat memberikan yang terbaik dalam pembelajaran di kelas khususnya pembelajaran IPS, karena sebelumnya para guru belum sepenuhnya menggunakan model pembelajaran IPS dengan berbasis Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill). Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill) sesuai dengan karakteristik pembelajaran IPS dimana tujuan utama yang diajarkan kepada peserta didik adalah bagaimana mengatasi masalah secara mandiri, berkelompok dan mampu berinteraksi dengan baik.
Dari beberapa temuan yang ditemukan dalam studi pendahuluan, maka diasumsikan bahwa pengembangan terhadap buku ajar pembelajaran IPS dengan berbasis Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill) sesuai dengan karakteristik konsep bidang studi yaitu pembelajaran IPS.
Bertolak dari masalah tersebut, perlu konsolidasi agar pendidikan dapat membekali peserta didik dengan kecakapan hidup, yakni keberanian menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara kreatif menemukan solusi serta mampu mengatasinya. Pendidikan perlu mensinergikan berbagai mata pelajaran menjadi kecakapan hidup yang diperlukan seseorang. Dengan bekal kecakapan hidup tersebut diharapkan para lulusan sekolah akan mampu memecahkan masalah kehidupan yang dihadapi, termasuk mencari dan menciptakan pekerjaan. Sehingga berdasarkan permasalahan diatas, maka dipandang perlu untuk diadakan penelitian tentang "PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IPS BERBASIS PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILLS) DI SD X".

B. Fokus Masalah
Mengacu dari penjelasan latar belakang diatas maka penulis dapat menguraikan beberapa fokus masalah, diantaranya : 
1. Apakah bahan ajar mata pelajaran IPS berbasis Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill) yang dikembangkan untuk kelas IV di SD X sudah efektif untuk diterapkan ?
2. Apakah bahan ajar mata pelajaran IPS berbasis Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill) yang dikembangkan untuk kelas IV di SD X sudah menarik dan sesuai untuk digunakan ?

C. Tujuan Pengembangan
Berdasarkan fokus masalah yang diambil maka penulis dapat menjelaskan tujuan dari penelitian, diantaranya : 
1. Untuk menganalisis tingkat efektivitas bahan ajar mata pelajaran IPS berbasis Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill) yang dikembangkan untuk kelas IV A di SD X.
2. Untuk menganalisis tingkat kemenarikan dan kesesuaian bahan ajar mata pelajaran IPS berbasis Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill) yang dikembangkan untuk kelas IV A di SD X.

D. Kegunaan Pengembangan
Dengan penelitian ini diharapkan bermanfaat terhadap pengembangan pendidikan, yaitu sebagai berikut : 
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dan untuk menambah pengetahuan dalam meningkatkan dan mengembangkan proses pendidikan kecakapan hidup (Life Skills) pada umumnya melalui proses belajar mengajar pendidikan kecakapan hidup (Life Skills) pada mata pelajaran IPS di kelas pada khususnya. 
2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Sekolah Dasar (SD) maupun Madrasah Ibtidaiah (MI) pada umumnya kemudian dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk meningkatkan General Life Skills siswa pembelajaran berbasis kecakapan hidup (Life Skills) yang akan digunakan untuk proses belajar mengajar mata pelajaran IPS di kelas di SD X pada khususnya.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 08:28:00

TESIS PENGARUH KINERJA MANAJEMEN KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA SD

TESIS PENGARUH KINERJA MANAJEMEN KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA SD (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peningkatan mutu pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan mutu sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan mutu sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih bermutu antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan system evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pemberian pendidikan dan pelatihan bagi guru. Tetapi upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu indikator kekurangberhasilan ini ditunjukkan antara lain dengan NEM (UAN) siswa untuk berbagai bidang studi pada jenjang SLTP dan SLTA yang tidak memperlihatkan kenaikan yang berarti bahkan boleh dikatakan konstan dari tahun ke tahun, kecuali pada beberapa sekolah dengan jumlah yang relatif sangat kecil.
Rendahnya mutu pendidikan selama bertahun-tahun beberapa pendapat menyatakan kurikulum sebagai penyebabnya. Hal ini tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum 1984, kemudian diganti lagi dengan kurikulum 1994. kemudian diganti kurikulum 1999, timbul lagi kurikulum 1999 edisi 2004. Bahkan pembaharuan kurikulum menjadi kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum) merupakan suatu terobosan terhadap kurikulum konvensional, hingga saat ini kurikulum 2004 di revisi kembali menjadi kurikulum model KTSP (Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan). Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.
Nasanius (1988 : 1-2) mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam Melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan guru. Sedang menurut Sumargi (1996 : 9-11), profesionalisme guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Misalnya guru Biologi dapat mengajar Kimia atau Fisika. Ataupun guru IPS dapat mengajar Bahasa Indonesia. Memang jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak, tetapi mutu dan profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya yang tidak bermutu dan menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar bermutu.
Berhubungan dengan profesionalisme guru terdapat permasalahan yang merupakan masalah yang usang dan terus terjadi dalam proses pembelajaran selama ini, permasalahan kinerja mengajar guru tersebut diantaranya adalah : 
1. Guru mengajar cenderung monoton dengan menggunakan metode yang kurang inovatif.
2. Keengganan guru untuk memperbaiki proses pembelajaran melalui banyak membaca dan melakukan penelitian tindakan kelas.
3. Guru hanya menggunakan satu sumber belajar, dan pengetahuan yang diberikan hanya dari satu buku sumber.
Fakta tersebut mengungkapkan betapa guru punya peranan terhadap keberhasilan pendidikan. Guru adalah salah satu tenaga kependidikan yang mempunyai peran sebagai faktor penentu keberhasilan mutu pendidikan di samping tenaga kependidikan lainnya, karena guru yang langsung bersinggungan dengan peserta didik, untuk memberikan bimbingan yang muaranya akan menghasilkan tamatan yang diharapkan. Untuk itu kinerja guru harus selalu ditingkatkan. Upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja itu biasanya dilakukan dengan cara memberikan motivasi, mengadakan supervisi, memberikan insentif, memberikan kesempatan yang baik untuk berkembang dalam karir, meningkatkan kemampuan, gaya kepemimpinan yang baik dan upaya-upaya lainnya yang relevan. Sementara kinerja guru dapat ditingkatkan apabila yang bersangkutan mengetahui apa yang diharapkan dan kapan bisa menetapkan harapan-harapan yang diakui hasil kerjanya.
Kinerja guru atau prestasi kerja (performance) merupakan hasil yang dicapai oleh guru dalam Melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta penggunaan waktu. Kinerja guru akan baik jika guru telah Melaksanakan unsur-unsur yang terdiri kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas mengajar, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran, kedisiplinan dalam mengajar dan tugas lainnya, kreativitas dalam pelaksanaan pengajaran, kerjasama dengan semua warga sekolah, kepemimpinan yang menjadi panutan siswa, kepribadian yang baik, jujur dan obyektif dalam membimbing siswa, serta tanggungjawab terhadap tugasnya.
Mutu pendidikan dan lulusan seringkali dipandang tergantung kepada peran guru dalam pengelolaan komponen-komponen pengajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar, yang menjadi tanggung jawab sekolah. Namun demikian konsep manajemen mutu pendidikan sering diabaikan dalam dunia pendidikan, padahal konsep ini dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan mutu pendidikan. Adanya output sekolah yang tidak bermutu menunjukkan adanya kinerja guru dan tidak jelasnya sikap terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Konsep manajemen mutu pendidikan yang sudah dilaksanakan oleh sekolah belum sepenuhnya disikapi oleh guru dengan baik, ini dapat mempengaruhi kinerja guru tentunya.
Keberadaan guru sebagai unsur utama tenaga kependidikan merupakan faktor yang sangat strategis dan keseluruhan penggerak pendidikan, dimana sumber daya pendidikan meliputi : sarana, anggaran, sumber daya manusia, organisasi dan lingkungan (Nanang Fattah, 1988), kinerja guru sebagai komponen pendidikan terhadap peningkatan mutu pendidikan sangat berpengaruh pada kecakapan tamatan (competence), tanggungjawab sosial (compassion) dan berakhlak mulia (conscience).
Kepala Sekolah sebagai pemegang komando di lembaga sekolah. Kepala sekolah harus menguasai dan mampu mengambil kebijaksanaan serta keputusan yang bersifat memperlancar dan meningkatkan kualitas pendidikan. Secara langsung kepala sekolah berhubungan erat terhadap kelangsungan belajar mengajar. Dalam prosesnya kepala sekolah harus dekat dengan guru-gum dan kepada siswa.
Penguasaan bidang manajemen adalah salah satu kunci sukses dalam mengemban suatu jabatan pemimpin. Manajemen tidak hanya dijumpai di perusahaan, atau instansi tertentu, melainkan di lembaga sekolah, manajemen juga sangat besar peranannya, terutama untuk menyusun program atau mengambil keputusan yang harus diterapkan dalam kelangsungan proses belajar mengajar. Salah satu peranan manajemen yang sangat penting adalah untuk menyusun program belajar mengajar dan menempatkan tugas masing-masing guru. Guru sebagai pelaksana pendidik, untuk itu kepala sekolah harus benar-benar menjalin komunikasi aktif dan setiap saat mengadakan evaluasi terhadap tugas pengajaran yang sudah dilaksanakan guru. Agar guru dapat menjalankan tugasnya dengan baik, maka sedikit banyaknya kepala sekolah harus mengetahui dan memberikan motivasi.
Dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah, baik negeri maupun swasta, masih banyak kepala sekolah yang belum dapat melaksanakan manajemen dengan baik dan optimal. Kehadiran mereka di sekolah tidak jauh berbeda dengan kehadiran guru-guru lainnya, yaitu untuk mengajar dan mengisi daftar hadir. Padahal selain kepala sekolah masih banyak tugas lain, seperti menata program pendidikan, baik yang menyangkut dengan administrasi, supervise maupun keperluan yang lainnya. Hubungan kepala sekolah dengan guru-guru harus baik, tanggung jawab, didasari dengan kejujuran, kesetiaan, keikhlasan dan kerjasama. Apabila diibaratkan dalam satu keluarga, maka hubungan kepala sekolah dengan guru-guru lainnya harus berlangsung bagaikan hubungan satu saudara dengan saudara lainnya, dan hubungan kepala sekolah dengan siswa harus seperti hubungan ayah dengan anak.
Rendahnya kinerja manajemen kepala sekolah dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya : 
1. Proses rekrutmen kepala sekolah yang belum mengikuti aturan yang seharusnya.
2. Minimnya pengetahuan tentang manajemen sehingga kepala sekolah dalam menjalankan tugasnya hanya menggunakan kebiasaan dan alamiah belaka.
Kemampuan seorang pemimpin akan memberikan dampak yang nyata terhadap mutu produk yang dihasilkan. Dalam hal ini mutu kepala sekolah sebagai pemimpin suatu lembaga pendidikan akan berdampak terhadap mutu produk pendidikan di sekolah tersebut. Mortimer J. Adler dalam Dadi Permadi (1998 : 24) menegaskan bahwa "The quality of teaching and learning that goes in a school is largely determined by the quality of principals leadership" (mutu belajar mengajar yang terjadi di sekolah adalah ditentukan oleh sebagian besar mutu kepemimpinan kepala sekolah) dengan demikian seorang pemimpin bisa dikatakan ruh sebuah lembaga atau institusi.
Kenyataan di lapangan khususnya di Kecamatan X kinerja manajemen kepala sekolah dan kinerja mengajar guru dapat dikatakan masih rendah sehingga mengakibatkan rendahnya motivasi siswa untuk belajar. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata nilai ujian sekolah selama 5 (lima) tahun terakhir yang terus menurun. Nilai rata-rata ujian sekolah terus menurun selama lima tahun terakhir. Ujian sekolah merupakan salah satu tujuan akhir dari sebuah lembaga maupun tujuan (goal) siswa belajar, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rendahnya rata-rata nilai ujian itu adalah kurangnya motivasi siswa untuk belajar. Karena menurut Barlia (2004 : 6) mengatakan bahwa "motivasi didefinisikan sebagai aktifitas siswa (proses) dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan atas dorongan perlunya pencapaian tujuan (goal) dari pengerjaan tugas tersebut."
Selain masalah menurunnya nilai rata-rata ujian sekolah terdapat juga permasalahan lain yang merupakan dampak dari kurangnya motivasi siswa untuk belajar, salah satu indikator kurangnya motivasi belajar siswa diantaranya adalah apabila siswa tidak naik kelas lebih memilih drop out (DO) dari pada mengulang belajar di kelas tersebut.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang : "PENGARUH KINERJA MANAJEMEN KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR" (PENELITIAN DESKRIPTIF KEPADA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN X).

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan motivasi belajar siswa diperlukan figur kepala sekolah yang benar-benar mempunyai kapabilitas dan kredibilitas serta daya juang yang tinggi untuk dapat memberdayakan semua komponen sekolah dalam upaya meningkatkan kinerjanya dalam kerangka peningkatan mutu pendidikan. Untuk itu diperlukan kesamaan persepsi untuk secara bersama-sama selalu meningkatkan motivasi belajar siswa. Hal lain yang perlu mendapat perhatian dan dipertimbangkan dalam meningkatkan motivasi belajar siswa adalah analisis terhadap proses kinerja manajemen kepala sekolah dan kinerja mengajar guru sekolah dasar di Kecamatan X.
Peningkatan motivasi belajar siswa memberikan harapan baru terhadap peningkatan mutu pendidikan yang saat ini sedang terpuruk, sehingga dalam implementasinya kepala sekolah sebagai manajer sekolah dan guru sebagai kunci utama dalam pembelajaran di kelas agar selalu meningkatkan kemampuan profesionalnya. Atas dasar kenyataan tersebut maka masalah-masalah yang hendak diteliti adalah sebagai berikut : 
1. Bagaimana kondisi (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) kegiatan pendidikan di Sekolah Dasar X.
2. Bagaimana persepsi kepala sekolah dan guru terhadap motivasi belajar siswa ?
3. Bagaimana kinerja manajemen kepala sekolah dan kinerja mengajar guru dalam meningkatkan motivasi belajar siswa sekolah dasar di Kecamatan X ?
4. Bagaimana persepsi guru terhadap kesiapan kinerja manajemen kepala sekolah dan kinerja mengajar guru itu sendiri terhadap peningkatan motivasi belajar siswa ?
5. Bagaimana pengaruh kinerja manajemen kepala sekolah terhadap motivasi belajar siswa sekolah dasar di Kecamatan X ?
6. Bagaimana pengaruh kinerja mengajar guru terhadap motivasi belajar siswa sekolah dasar di Kecamatan X ?
7. Bagaimana pengaruh kinerja manajemen kepala sekolah dan kinerja mengajar guru terhadap motivasi belajar siswa sekolah dasar di Kecamatan X ?

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, maka masalah dapat dijabarkan ke dalam rumusan-rumusan masalah, yaitu : 
1. Seberapa besar pengaruh Kinerja Manajemen Kepala Sekolah terhadap Kinerja Mengajar Guru ?
2. Seberapa besar pengaruh Kinerja Manajemen Kepala Sekolah terhadap Motivasi Belajar Siswa ?
3. Seberapa besar pengaruh Kinerja Mengajar Guru terhadap Motivasi Belajar Siswa ?
4. Seberapa besar pengaruh Kinerja Manajemen Kepala Sekolah dan Kinerja Mengajar Guru secara bersama-sama terhadap Motivasi Belajar Siswa ?

D. Maksud dan Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin diperoleh adalah untuk mendapatkan gambaran tentang : 
1. Besar pengaruh Kinerja Manajemen Kepala Sekolah terhadap Kinerja Mengajar Guru.
2. Besar pengaruh Kinerja Manajemen Kepala Sekolah terhadap Motivasi Belajar Siswa
3. Besar pengaruh Kinerja Mengajar Guru terhadap Motivasi Belajar Siswa.
4. Besar pengaruh Kinerja Mengajar Guru dan Kinerja Manajemen Kepala Sekolah secara bersama-sama terhadap Motivasi Belajar Siswa.

E. Kegunaan Penelitian
Kegunaan hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat berguna untuk : 
1. Kegunaan Teoritis
Yaitu sebagai bahan masukan dan informasi yang berguna untuk memverifikasi dan pengembangan konsep-konsep Kinerja Manajemen Kepala Sekolah dan Kinerja Mengajar guru serta Motivasi Belajar Siswa dalam kerangka pengembangan Ilmu Administrasi Pendidikan.
2. Kegunaan Praktis
Diharapkan dapat memberikan masukan serta kontribusi terhadap pihak kepala sekolah dan guru dalam kerangka pengembangan Ilmu Administrasi Pendidikan.
3. Kegunaan Bagi Penelitian Selanjutnya
Sebagai bahan dasar untuk pengembangan penelitian lebih lanjut dalam konteks pengembangan dan proses generalisasi.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:10:00

TESIS PENGARUH KEMAMPUAN MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH DAN KOMPENSASI TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA GURU

TESIS PENGARUH KEMAMPUAN MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH DAN KOMPENSASI TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA GURU (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Mutu pendidikan belum seperti yang diharapkan. Selain masih kurangnya sarana dan fasilitas belajar adalah faktor guru. Pertama, guru belum bekerja dengan sungguh-sungguh. Kedua, kemampuan profesional guru masih kurang, (Sukmadinata, 2006 : 203).
Guru belum dapat diandalkan dalam berbagai aspek kinerjanya yang standar, karena ia belum memiliki : keahlian dalam isi dari bidang studi, keahlian pedagogik, didaktik, dan metodik, keahlian pribadi dan sosial, khususnya berdisiplin dan bermotivasi, kerja tim antara sesama guru dan tenaga kependidikan lain, (Sanusi, 2007 : 17).
Padahal, guru memegang peranan kunci bagi berlangsungnya kegiatan pendidikan. Tanpa kelas, gedung, peralatan dan sebagainya, proses pendidikan masih dapat berjalan walaupun dalam keadaan darurat, tetapi tanpa guru proses pendidikan hampir tak mungkin dapat berjalan, (Sukmadinata, 2006 : 203).
Demikian juga, guru merupakan komponen paling menentukan, karena di tangan guru lah kurikulum, sumber belajar, sarana dan prasarana, dan iklim pembelajaran menjadi suatu yang berarti bagi kehidupan peserta didik, (Mulyasa, 2007 : 5). Menurut Darling-Hammond (2006 : 10), teori pembelajaran modern menyiratkan bahwa para guru harus menjadi pen diagnosis, organisator-organisator pengetahuan, dan pelatih-pelatih trampil untuk membantu para siswa menguasai informasi dan ketrampilan-ketrampilan yang kompleks.
Peran guru sangat penting dalam pembentukan karakter dan sikap murid, karena murid membutuhkan contoh disamping pengetahuan tentang nilai baik-buruk, benar-salah, dan indah-tidak indah. Dibutuhkan guru yang bermutu karena perannya dalam pengembangan intelektual, emosional, dan spiritual murid. "Kualitas guru merupakan komponen penting bagi pendidikan yang sukses," tulis Darling-Hammond (2006 : 5). Menurut Killen (1998 : v), "Pengetahuan, kemampuan, dan keyakinan guru memiliki pengaruh penting terhadap apa yang dipelajari siswa."
Untuk meningkatkan kinerja guru dibutuhkan kompetensi kepala sekolah yang memadai, khususnya dalam bidang manajerial. Kecuali itu, kepala sekolah harus mampu mendorong kebijakan pemberian kompensasi yang layak bagi guru-guru, sehingga mereka dapat mengembangkan kompetensinya dengan maksimal dan akhirnya bisa menjalankan tugas-tugas mereka dengan baik, tanpa kendala ekonomi.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah telah ditetapkan bahwa ada 5 (lima) dimensi kompetensi yaitu : Kepribadian, Manajerial, Kewirausahaan, Supervisi, dan Sosial.
Sejalan dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap akuntabilitas sekolah, maka meningkat pula tuntutan terhadap para kepala sekolah. Mereka diharapkan mampu melaksanakan fungsinya baik sebagai manajer dan leader.
Untuk meningkatkan kemampuan kepala sekolah dan tenaga kependidikan yang lain, pemerintah Indonesia telah menunjukkan good will, dengan memperhatikan kesejahteraan melalui beberapa langkah antara lain : pemberian gaji, kewenangan, dan otonomi yang cukup untuk memperkuat peran manajerial mereka di sekolah. Dengan diterbitkannya instrumen kebijakan baru, maka para kepala sekolah akan segera mendapat kompensasi meningkat, dukungan profesional, dan otonomi.
Persoalannya adalah untuk memperoleh sejumlah penghargaan tersebut, setiap kepala sekolah harus memenuhi standar mutu yang telah digariskan oleh pemerintah, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. Hal ini, dimaksudkan agar pemberian penghargaan tersebut terarah dan tepat sasaran.
Sebagai pemimpin pendidikan di sekolah, kepala sekolah memiliki tanggungjawab legal untuk mengembangkan staf, kurikulum, dan pelaksanaan pendidikan di sekolahnya. Di sinilah, efektifitas kepemimpinan kepala sekolah tergantung kepada kemampuan mereka bekerjasama dengan guru dan staf, serta kemampuannya mengendalikan pengelolaan anggaran, pengembangan staf, scheduling, pengembangan kurikulum, pedagogi, dan assessment.
Dalam kerangka MBS, kepala sekolah bertanggungjawab atas pelaksanaan (1) manajemen sekolah; (2) pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM); dan (3) peningkatan peran serta masyarakat dalam mendukung program sekolah.
Untuk menjalankan tugas manajerial di atas, dan juga merespon tuntutan yang terus berubah saat ini, kepala sekolah harus memiliki kepemimpinan yang kuat agar mampu melaksanakan program-program sekolah yang mereka bina secara efektif. Hal ini, mengingat kepala sekolah tidak saja bertanggungjawab mengelola guru, murid, dan orang tua, tetapi juga harus menjalin hubungan sekolah dengan masyarakat luas. Untuk mendukung pelaksanaan tanggungjawab tersebut, kepala sekolah perlu memiliki kemampuan dan keterampilan kepemimpinan.
Fred M. Hechinger (dalam Davis dan Thomas, 1989 : 17) pernah menyatakan : 
"Saya tidak pernah melihat sekolah yang bagus dipimpin oleh kepala sekolah yang buruk dan sekolah buruk dipimpin oleh kepala sekolah yang buruk. Saya juga menemukan sekolah yang gagal berubah menjadi sukses, sebaliknya sekolah yang sukses tiba-tiba menurun kualitasnya. Naik atau turunnya kualitas sekolah sangat tergantung kepada kualitas kepala sekolahnya".
Pandangan tersebut menganjurkan kepada para kepala sekolah untuk memahami tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin pendidikan secara cermat. Kompetensi kepala sekolah akan berpengaruh terhadap kinerja para guru. Demikian juga kompensasi yang diberikan sekolah akan meningkatkan kinerja guru, karena guru telah mendapatkan sesuatu yang benar-benar layak buat mereka. Menurut Abin Syamsudin (2001), variabel yang memengaruhi variabel produktivitas guru adalah : kepemimpinan, pendidikan, kemampuan (kompetensi), tanggungjawab, tingkat kesejahteraan (kompensasi), lingkungan kerja, dan kepuasan kerja.
Di antara tujuan pemberian kompensasi menurut Alma (1998 : 203) adalah bahwa ia dapat meningkatkan motivasi guru dan dapat memenuhi kebutuhan guru. Karena guru dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya, maka motivasi kerja bisa meningkat.
Fakta menunjukkan bahwa banyak guru yang bekerja di luar profesinya, sehingga waktu dan tenaga serta pikirannya tidak sepenuhnya dicurahkan untuk perbaikan mengajar dan mendidik. Hal ini karena gaji mereka belum mencukupi kebutuhan hidup mereka. Alih-alih mengembangkan kompetensi guru dengan beragam cara, sehingga kualitas mereka meningkat dan sesuai perkembangan zaman, mereka malah disibukkan dengan urusan mencari tambahan uang di luar bidang profesinya.

B. Rumusan Masalah
Produktifitas kinerja guru sangat penting bagi tercapainya keluaran pendidikan yang diharapkan. Namun, fakta menunjukkan bahwa kinerja guru banyak menemui hambatan internal dan eksternal. Masalah kepemimpinan kepala sekolah, mutu pendidikan, kemampuan guru dan kepala sekolah, tingkat kesejahteraan guru, lingkungan dan budaya kerja, serta kepuasan kerja, merupakan factor-faktor yang sangat terkait dengan kinerja guru di sekolah.
Oleh karena itu, perbaikan kualitas dan kuantitas faktor-faktor tersebut harus segera dilakukan oleh semua pihak yang bertanggung jawab terhadap dunia pendidikan. Dengan demikian tujuan pendidikan bisa tercapai sesuai harapan. Sekolah, pemerintah, dan masyarakat harus bekerjasama untuk meningkatkan kinerja guru, karena merekalah pintu gerbang keberhasilan generasi muda Indonesia lima hingga sepuluh tahun mendatang. 
Sebagaimana penjelasan sebelumnya, bahwa banyak faktor yang berhubungan dengan tingkat produktifitas guru, maka dalam penelitian ini hanya akan mengukur hubungan kemampuan manajerial kepala sekolah dan kompensasi dengan produktifitas kinerja guru di SMA I dan II. Karena, diasumsikan bahwa kedua variabel itulah yang sangat besar pengaruhnya terhadap kinerja guru.

C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran/profil kemampuan manajerial kepala sekolah di SMAN Di Kecamatan X ?
2. Bagaimana gambaran kompensasi yang diterima guru di SMAN Di Kecamatan X ?
3. Bagaimana gambaran produktivitas kerja guru di SMAN Di Kecamatan X ?
4. Bagaimana pengaruh kemampuan manajerial Kepala sekolah terhadap produktivitas kerja guru di SMA Negeri di Kecamatan X ?
5. Bagaimana pengaruh kompensasi terhadap produktivitas kerja guru di SMA Negeri di Kecamatan X ?
6. Seberapa besar pengaruh kemampuan manajerial Kepala sekolah dan kompensasi terhadap produktivitas kerja guru di SMA Negeri di Kecamatan X ?

D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka secara umum peneliti bermaksud ingin mengidentifikasikan, mendeskripsikan, dan menganalisa pengaruh kemampuan manajerial Kepala sekolah dan kompensasi terhadap produktivitas kerja guru. Sedangkan secara khusus tujuan penelitian ini antara lain : 
1. Ingin mengetahui bagaimana gambaran kemampuan manajerial Kepala sekolah di SMA Negeri di Kecamatan X. 
2. Ingin mengetahui bagaimana gambaran kompensasi yang diterima guru di SMA Negeri di Kecamatan X.
3. Ingin mengetahui bagaimana gambaran produktivitas kerja guru di SMA Negeri di Kecamatan X.
4. Ingin menganalisis seberapa besar pengaruh kemampuan manajerial Kepala sekolah terhadap produktivitas kerja Guru di SMA Negeri di Kecamatan X.
5. Ingin menganalisis seberapa besar pengaruh kompensasi terhadap produktivitas kerja guru di SMA Negeri di Kecamatan X.
6. Ingin menganalisis seberapa besar pengaruh kemampuan manajerial Kepala sekolah dan kompensasi terhadap produktivitas kerja guru di SMA Negeri di Kecamatan X.

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat penelitian secara teoritis
Ditinjau dari aspek pengembangan ilmu penelitian ini diharapkan berguna untuk mengembangkan ilmu administrasi pendidikan di sekolah. yang berkaitan dengan upaya untuk menemukan berbagai konsep maupun pengertian baru ke arah pengembangan sumber daya manusia yang profesional amat diperlukan dalam menjawab tantangan mutu pendidikan Indonesia di masa depan.
2. Manfaat penelitian secara praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi : 
a. Kepala Sekolah
Sebagai pedoman dalam upaya meningkatkan kemampuan manajerialnya dan memilih pendekatan yang dapat dijadikan dasar dalam peningkatan produktivitas kerja guru melalui peningkatan : 
1) Kompensasi finansial;
2) Kompensasi non financial.
b. Guru dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja melalui peningkatan pendidikan, pengetahuan/kemampuan dan tanggungjawab.
c. Perorangan yang memerlukan gambaran tentang pendekatan yang dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan produktivitas kerja melalui kompensasi.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:05:00