Cari Kategori

Showing posts with label PTK. Show all posts
Showing posts with label PTK. Show all posts

PENERAPAN TEKNIK COURSE REVIEW HORAY (CRH) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR

PENERAPAN TEKNIK COURSE REVIEW HORAY (CRH) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR (EKONOMI KELAS VII)



BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas Sumber Daya Manusianya (SDM). Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) itu tergantung pada kualitas pendidikannya. Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang cerdas, damai, terbuka dan demokratis. Oleh karena itu, pembaharuan pendidikan harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan suatu bangsa.
Kemajuan bangsa Indonesia hanya dapat dicapai melalui penataan pendidikan yang baik. Upaya peningkatan mutu pendidikan itu diharapkan dapat menaikkan harkat dan martabat manusia Indonesia. Untuk mencapai itu, pembaharuan pendidikan di Indonesia perlu terus dilakukan untuk menciptakan dunia pendidikan yang peka terhadap perubahan zaman.
Efektifitas pembelajaran oleh guru profesional adalah faktor utama dalam peningkatan mutu pendidikan tersebut. Guru sebagai pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik membutuhkan peningkatan professional secara terus menerus. Di era kurikulum yang senantiasa mengalami pergeseran atau perubahan ini, penyelenggara pendidikan dan pembelajaran membutuhkan guru yang juga berfungsi sebagai peneliti secara most power full, yakni guru yang mampu melaksanakan tugas dan mengadopsi strategi baru.
Berdasarkan fungsi pendidikan nasional, maka peran guru menjadi kunci keberhasilan dalam misi pendidikan dan pembelajaran di sekolah selain bertanggung jawab untuk mengatur, mengarahkan, dan menciptakan suasana kondusif yang mendorong siswa untuk melakukan pembelajaran di dalam kelas. Permasalahan pendidikan selalu muncul bersamaan dengan berkembang dan meningkatnya kemampuan siswa, situasi, kondisi lingkungannya yang ada, pengaruh informasi dan kebudayaan serta berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan suatu bentuk pembelajaran yang efektif dan efisien, antara lain dengan memilih model pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan siswa serta dapat menciptakan suasana pembelajaran menjadi menyenangkan. Pemilihan model pembelajaran sangat menentukan kualitas pembelajaran. Karena dengan model yang sesuai siswa akan lebih dapat menerima materi pembelajaran, lebih dari itu dengan pemilihan model yang sesuai siswa akan lebih memahami hasil belajar yang akan bertahan dalam waktu yang relatif lama.
SMPN X merupakan sekolah yang sudah maju, hal ini dapat dilihat dari sarana dan prasarana yang cukup lengkap di sekolah tersebut, yaitu antara lain Ruang kelas : 26 termasuk 4 kelas bilingual, Laboratorium IPA, Laboratorium Lab bahasa, Laboratorium Komputer 2 Ruang, Perpustakaan, Ruang Guru, Ruang Kurikulum, Ruang Kepsek, Ruang TU, Ruang OSIS dan UKS, Ruang BP, Kantin, Lapangan Voli, Lapangan Basket, MCK, Koperasi.
Untuk mendukung originalitas penelitian yang akan dilakukan, peneliti mengkaji hasil penelitian dahulu, dari peneliti Seblow Gainau tahun 2010 tentang Peningkatan hasil belajar IPS dengan pembelajaran kooperatif tipe course review horay (CRH) di SDN Rejosalam, dapat disimpulkan bahwa setelah melakukan tindakan dengan menggunakan teknik course review horay (CRH) selama 2 siklus dapat dibuktikan adanya peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran. Yang sebelum penelitian ini dilakukan masih banyak siswa yang memperoleh nilai kurang dari standar. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa teknik course review horay (CRH) sangat tepat untuk diterapkan dalam proses belajar mengajar.
Di SMPN X khususnya kelas VII masih banyak ditemukan kasus dimana siswa kurang siap dalam mengikuti pelajaran. Siswa datang ke sekolah tanpa bekal pengetahuan tentang materi yang akan dibahas di kelas. Siswa datang ke sekolah dengan motivasi untuk bertemu dengan teman-temannya dan pada saat pelajaran berlangsung siswa hanya berharap pengetahuan tentang materi yang akan diberikan guru di kelas tanpa adanya respon balik dari siswa, dan ketika guru menjelaskan materi mereka lebih senang berbicara sendiri dan bermain dengan temannya sehingga hasil belajar peserta didik masih banyak yang rendah dibandingkan kelas-kelas lain. Apabila kondisi tersebut masih terus dibiarkan, maka kompetensi dasar dan indikator sulit tercapai secara maksimal.
Untuk menimbulkan motivasi yang akan mendorong anak agar dapat berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan belajarnya, maka diperlukan adanya peningkatan aktivitas anak. Sedangkan untuk meningkatkan aktivitas belajar anak, maka perlu adanya motivasi-motivasi guru yang sekiranya peserta didik jadi semangat dan giat dalam belajar. Salah satu alternatif yang di gunakan yaitu dengan memilih teknik yang sesuai pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung sehingga hasil pendidikan akan terwujud sesuai dengan harapan kita.
Dengan diterapkan teknik course review horay (CRH) maka akan mengubah anggapan bahwa pelajaran ekonomi menjadi pelajaran yang tidak membosankan. penerapan teknik course review horay (CRH) ini akan peneliti terapkan sebagai alternatif untuk perbaikan pembelajaran yang ada di SMPN X.
Sehubungan dengan itu maka penerapan teknik course review horay (CRH) bisa dilaksanakan karena teknik ini mempunyai ciri selain pengembangan aktifitas berfikir, memotivasikan siswa sehingga tidak bosan dan juga menuntut siswa untuk berpikir kritis seperti halnya siswa-siswa lain. Maka dengan latar belakang masalah tersebut, peneliti ingin mengadakan penelitian yang berjudul PENERAPAN TEKNIK COURSE REVIEW HORAY (CRH) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN EKONOMI KELAS VII SMPN X.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perencanaan teknik course review horay (CRH) dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi kelas VII SMPN X ?
2. Bagaimana pelaksanaan teknik course review horay (CRH) dalam upaya meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi kelas VII SMPN X ?
3. Bagaimana penilaian teknik course review horay (CRH) dalam upaya meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi kelas VII SMPN X ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada tiga permasalahan di atas, maka peneliti bertujuan untuk :
1. Mendeskripsikan perencanaan teknik course review horay (CRH) dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi kelas VII SMPN X.
2. Mendeskripsikan pelaksanaan teknik course review horay (CRH) yang efektif sehingga dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi kelas VII SMPN X.
3. Mendeskripsikan penilaian teknik course review horay (CRH) yang efektif sehingga dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi kelas VII SMPN X. 

D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama :
1. Bagi Kampus 
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan untuk meningkatkan mutu pendidikan ilmu pengetahuan sosial dan kualitas dosen dalam merealisasikan pendidikan ilmu pengetahuan sosial.
2. Bagi Lembaga (Sekolah)
a. Dapat digunakan sebagai masukan dalam mengetahui kondisi kegiatan pembelajaran ekonomi, khususnya dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
b. Dapat digunakan sebagai referensi untuk melakukan evaluasi pengajaran sekaligus guna membangun format belajar mengajar yang lebih efektif.
3. Bagi guru
Sebagai bahan pertimbangan bagi guru-guru di sekolah dalam pemilihan metode dan teknik untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran ekonomi.
4. Bagi siswa
Diharapkan penelitian ini dapat membuat siswa menjadi semakin tertarik (berminat) dalam mengikuti proses pembelajaran ekonomi dan kemampuan memahami materi mengalami peningkatan signifikan khususnya untuk mata pelajaran ekonomi.
5. Bagi peneliti
Mendapatkan wawasan dan pengalaman praktis di bidang penelitian. Selain itu hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai bekal bila sudah menjadi tenaga pendidik.
6. Bagi Peneliti Lanjutan
Sebagai bahan acuan dan tolak ukur jika akan diadakan penelitian acuan. 

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 11:02:00

PEMANFAATAN PETA KONSEP (CONCEPT MAPPING) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA TENTANG INDEKS HARGA DAN INFLASI

PEMANFAATAN PETA KONSEP (CONCEPT MAPPING) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA TENTANG INDEKS HARGA DAN INFLASI (EKONOMI KELAS XII)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan IPTEK pada era globalisasi sekarang ini membuat dunia terasa semakin sempit karena segala sesuatunya dapat dijangkau dengan sangat mudah. Adanya media-media elektronik sebagai alat komunikasi seperti televisi, radio maupun internet semakin mempermudah masuknya informasi dari luar. Jika kondisi semacam ini tidak diimbangi dengan kemampuan masyarakat dalam mengelola informasi tersebut, maka yang terjadi adalah kerugian bagi masyarakat sendiri. Mereka hanya mampu menerima informasi itu secara utuh tanpa mampu menentukan mana yang berdampak positif dan mana yang berdampak negatif
Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terbesar di dunia harus cepat tanggap dengan hal semacam ini. Besarnya jumlah penduduk di Indonesia tidak cukup menjadi modal untuk memajukan bangsa jika tidak disertai dengan kualitas yang memadai. Salah satu cara untuk mempersiapkan dan mencetak SDM yang berkualitas tinggi adalah melalui proses pendidikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting karena dalam proses pendidikan masyarakat dipersiapkan mejadi manusia yang bermoral, berilmu pengetahuan serta beriman dan bertaqwa. Hal tersebut adalah modal utama dalam menghadapi segala tantangan perkembangan zaman.
Dunia pendidikan sekarang dituntut untuk senantiasa melakukan inovasi dalam pembelajaran, pada berbagai aspeknya, mulai dari visi, misi, tujuan, program, layanan, metode, teknologi, proses, sampai evaluasi. Bagi seorang guru pemilihan model pembelajaran hendaknya dilakukan secara cermat, agar pilihan itu tepat atau relevan dengan berbagai aspek pembelajaran yang lain, efisien dan menarik. Lebih dari itu, banyak pakar yang menyatakan bahwa sebaik apapun materi pelajaran yang dipersiapkan tanpa diiringi dengan model pembelajaran yang tepat pembelajaran tidak akan mendatangkan hasil yang maksimal. Kecermatan pilihan itu semakin penting jika kondisi yang dihadapi kurang kondusif.
Pengembangan pendidikan memang sangat diperlukan sebagai upaya untuk meningkatkan mutu serta kualitas sumber daya manusia. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana suatu proses pembelajaran yang berlangsung, penanganan suatu proses pembelajaran yaitu bagaimana upaya mengaktifkan siswa dalam belajar. Perlunya suatu alternatif dalam pembelajaran agar tercapai efektifitas dan berguna dalam proses belajar mengajar. Guru sebagai tenaga pendidik diharapkan mampu mengusai strategi pembelajaran.
Guru dalam Undang-undang RI no 14 tahun 2005 pasal 1 tentang Guru dan Dosen dinyatakan bahwa "Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah." Guru yang professional pun hendaknya memiliki strategi-strategi yang baik dalam pembelajaran.
Menurut Tabrani Yusran dalam Syaiful dan Zain, terdapat masalah sehubungan dengan strategi belajar mengajar yang secara keseluruhan diklasifikasi sebagai berikut : konsep dasar strategi belajar mengajar, sasaran kegiatan belajar, belajar mengajar sebagai suatu sistem, hakikat proses belajar mengajar, entering behavior siswa, pola-pola belajar siswa, pengorganisasian kelompok belajar, pengolahan atau implementasi proses belajar mengajar.
Strategi-strategi belajar mengacu kepada prilaku dan proses berpikir yang digunakan oleh siswa yang mempengaruhi apa yang dipelajari. Michel Pressley dalam Nur, strategi belajar ialah "operator-operator yang berkaitan dengan kognitif meliputi proses-proses belajar secara langsung yang terlibat dalam menyelesaikan tugas atau belajar". Strategi belajar tidak hanya dibutuhkan oleh siswa. Bagi seorang pengajar maupun pendidik diharapkan untuk melaksanakan tugas pembelajaran yang sehat, kreatif, dan bermutu, mempercepat proses pembelajaran dan efektif membutuhkan strategi pembelajaran.
Joni berpendapat "bahwa yang dimaksud strategi adalah prosedur yang digunakan untuk memberikan suasana yang kondusif kepada siswa dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran".
Strategi belajar mengajar yang dikemukakan oleh Ausebel dalam Dahar yaitu "belajar bermakna akan menjadi pengetahuan baru (konsep-konsep baru) yang dikaitkan dengan konsep yang ada yang dimaksud dengan peta konsep".
Banyaknya konsep-konsep ekonomi yang bersifat abstrak yang harus di serap oleh siswa dalam waktu yang relatif singkat dan terbatas menjadikan ilmu ekonomi merupakan suatu materi yang cukup sukar untuk dipahami, oleh karena itu, haruslah di perlukan pemahaman yang benar terhadap konsep dasar.
Menurut Amien konsep merupakan "suatu gagasan atau ide yang didasarkan pada pengalaman tertentu yang relevan dan yang dapat digeneralisasikan". Hewindati dan Suryanto menyatakan bahwa "konsep tentang suatu objek diperoleh dari hasil persepsi terhadap gejala-gejala alam, karena dari persepsi tersebut diperoleh pemahaman konseptual tentang objek tersebut". Semakin luas pengetahuan dan pengalaman yang relevan terhadap suatu objek, semakin berkembanglah konsep yang diperoleh tentang objek tersebut.
Indeks harga dan inflasi merupakan suatu bagian dari konsep pembelajaran ekonomi di SMA/MA yang relatif luas untuk di pahami. Konsep bahasan ini diajarkan di kelas X, XI, dan XII. Konsep ekonomi ini biasanya disampaikan menggunakan metode hafalan dan ceramah, hal ini akan menimbulkan beberapa masalah; seperti sukar dipahami, jenuh, dan tidak menarik untuk dipelajari materi tersebut. Dengan demikian, diperlukan strategi yang mampu mengubah paradigma suatu pembelajaran yang menyenangkan dan tidak cenderung menjenuhkan.
Peta konsep dalam proses belajar mengajar pada materi indeks harga dan inflasi berusaha menghubungkan konsep-konsep tersebut agar menjadi dan menghasilkan pengetahuan yang utuh (meaning full learning) sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan, dan proses pembentukan pemahaman akan lebih baik.
Tinggi rendahnya pemahaman siswa dapat dilihat dad proses belajar yang sedang berlangsung atau hasil belajar para siswa, karena pemahaman merupakan suatu upaya untuk mengungkapkan kembali suatu hubungan antara berbagai pengetahuan yang diperoleh oleh siswa. Indikator dari pemahaman yang dapat dipahami secara langsung seperti; kemampuan memberi contoh dan kemampuan memberikan definisi berdasarkan konsep atau simbol yang dibedakan dan kemampuan menggunakan konsep. Oleh karena itu, pemahaman yang baik akan membuat proses pembelajaran yang menarik.
Masalah di atas merupakan akibat dari strategi pembelajaran yang hanya berorientasi penyelesaian sebuah materi dan konsep-konsep, tanpa mengetahui kesinambungan antara konsep-konsep tersebut dan tidak adanya pemahaman pembelajaran untuk meningkatkan suatu pembelajaran yang menekankan pada pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan.
Berdasarkan masalah tersebut, peneliti tertarik untuk mengangkat masalah ini dengan judul PEMANFAATAN PETA KONSEP (CONCEPT MAPPING) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA TENTANG INDEKS HARGA DAN INFLASI DI MAN X.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat diidentifikasikan masalah-masalah yang relevan dengan penelitian ini adalah :
1. Peta konsep dapat berjalan efektif dalam pembelajaran ekonomi pada konsep Indeks harga dan Inflasi
2. Penerapan peta konsep dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang indeks harga dan inflasi 
3. Peta konsep tepat penerapannya pada mata pelajaran ekonomi konsep indeks harga dan inflasi
4. Peta konsep dapat membantu siswa untuk menyelesaikan masalah dalam pembelajaran ekonomi
5. Peta konsep dapat mengubah paradigma terhadap proses pembelajaran ekonomi Indeks harga dan inflasi yang kurang baik

C. Pembatasan Masalah
Banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi pemahaman siswa, khususnya dalam penggunaan strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran yang tepat akan memberikan dan membuat pemahaman siswa menjadi baik. Agar masalah di atas dapat dibahas dengan jelas dan tidak meluas, maka masalah ini harus dibatasi :
1. Peta konsep dapat berjalan efektif dalam pembelajaran ekonomi pada konsep indeks harga dan inflasi
2. Penerapan peta konsep dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang indeks harga dan inflasi

D. Perumusan Masalah
Rendahnya pemahaman siswa terhadap materi indeks harga dan inflasi dapat mencerminkan rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa. Masalah pemahaman siswa merupakan kewajiban dan tuntutan tenaga pendidik, khususnya para guru ekonomi. Dalam kaitannya dengan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah penggunaan peta konsep dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang Indeks harga dan inflasi di MAN X ?
2. Apakah penerapan peta konsep dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang indeks harga dan inflasi di MAN X ?

E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa terhadap konsep Indeks harga dan inflasi setelah diterapkan peta konsep.
2. Untuk memperdalam penerapan peta konsep dalam meningkatkan penguasaan peningkatan pemahaman siswa pada konsep Indeks harga dan inflasi.

F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna bagi para pendidik untuk memanfaatkan peta konsep untuk memanfaatkan peta konsep menjadi alternatif penggunaan media yang efektif.
1. Bagi siswa untuk membantu siswa dalam menyelesaikan masalah apabila mengalami kesulitan dalam pemahaman materi, peta konsep dapat menunjukan pemahaman siswa, dan dapat mempermudah pemahaman siswa dalam memahami konsep Indeks harga dan inflasi 
2. Bagi perkembangan ilmu dan pengetahuan dapat menjadi sumbangan yang berguna bagi para pendidik dengan menggunakan peta konsep sebagai upaya peningkatan pemahaman siswa terhadap ekonomi, maka akan memberikan sumbangan yang bagi perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri.
3. Dan bagi peneliti bermanfaat untuk mengenalkan dan menerapkan pemanfaatan peta konsep kepada siswa sebagai alternatif penggunaan media yang efektif. Serta bagi mahasiswa penelitian ini diharapkan menjadi informasi awal bagi penelitian selanjutnya, dan menjadi khazanah pengetahuan dalam bidang yang dikaji.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:45:00

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI TEKNIK PEMBERIAN TUGAS PEKERJAAN RUMAH

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI TEKNIK PEMBERIAN TUGAS PEKERJAAN RUMAH (MATEMATIKA KELAS VI)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tujuan pendidikan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No : 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN), pada Bab II Pasal 3 adalah sebagai berikut : "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab." Hal tersebut dijabarkan pula dalam visi pendidikan nasional yaitu terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Dari visi dan tujuan pendidikan nasional, terlihat bahwa pemerintah mempunyai harapan melalui pendidikan untuk menciptakan manusia yang berkualitas dan mampu menghadapi tantangan zaman di era globalisasi ini. Demikian pula orang tua dan masyarakat menginginkan bahwa lulusan sekolah haruslah relevan dengan dunia kerja di masyarakat, serta mampu menghadapi tantangan zaman.
Salah satu mata pelajaran di SD yang relevan dengan kehidupan masyarakat adalah pelajaran matematika. Oleh karena itu pemerintah, sekolah, orang tua, dan masyarakat mengharapkan prestasi hasil belajar matematika siswa dapat mencapai kriteria yang ideal.
Namun, pada kenyataannya hasil belajar matematika siswa pada umumnya masih rendah. Hal ini terlihat pada hasil ujian akhir sekolah berstandar nasional (UASBN) yang kurang dari 5,00, yaitu masih 4,50 dari rentang nilai 0,00-10,00. Berdasarkan data nilai guru khususnya hasil belajar matematika tentang perpangkatan tiga dan penarikan akar pangkat tiga bagi siswa kelas VI SD Negeri X masih cukup rendah, yaitu kurang dari 75 dari rentang nilai 0-100. Hal ini terjadi karena rendahnya konsep dasar pembelajaran matematika yang masih konvensional.
Bagi seorang guru, matematika siswa dan pendekatan kenyataan ini tidak boleh dipandang sebagai suatu hambatan yang harus disingkirkan, tetapi harus dipandang sebagai suatu tantangan yang harus dihadapi, dicari akar permasalahannya, dan dicari pula solusinya, sehingga permasalahan dapat diselesaikan, dan prestasi belajar matematika dapat tercapai sesuai harapan guru dan orang tua siswa melalui perbaikan pembelajaran yang dilakukan.
Pengembangan pembelajaran matematika dengan menggunakan teknik pemberian tugas pekerjaan rumah, merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kemampuan siswa memahami matematika. Penggunaan teknik pemberian tugas pekerjaan rumah dinilai dapat membantu siswa untuk lebih memahami matematika khususnya materi penarikan akar pangkat tiga. Karena dengan pemberian tugas pekerjaan rumah siswa dapat berlatih banyak berbagai model soal. Dengan diterapkannya teknik pembelajaran ini, maka diharapkan hasil belajar matematika siswa dapat ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan mengadakan penelitian dengan judul "PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI TEKNIK PEMBERIAN TUGAS PEKERJAAN RUMAH BAGI SISWA KELAS VI SD NEGERI X".

B. Identifikasi Masalah
Prestasi pembelajaran Matematika siswa kelas 6 SDN X masih rendah, terutama untuk materi perpangkatan tiga dan penarikan akar pangkat tiga. Dari ulangan yang diikuti oleh 25 siswa hanya 5 siswa yang mencapai tingkat penguasaan materi di atas 60%, bahkan masih banyak siswa yang mendapat nilai di bawah 5. Dan selama proses pembelajaran berlangsung, jarang siswa yang mengajukan pertanyaan atau memberi tanggapan terhadap penjelasan guru. Berdasarkan hal tersebut, peneliti meminta bantuan teman sejawat dan supervisor untuk mengidentifikasi kekurangan dari proses pembelajaran yang dilaksanakan. Dari hasil diskusi dengan teman sejawat dan supervisor terungkap beberapa masalah yang terjadi dalam pembelajaran, yaitu : 
1. Rendahnya tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran
2. Siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran
3. Siswa tidak berani mengajukan pertanyaan
4. Siswa tidak dapat menjawab pertanyaan guru
5. Siswa tidak dapat menyelesaikan tugas dengan benar
6. Hasil belajar Matematika siswa Kelas VI SDN X belum optimal
7. Prestasi Belajar Matematika khususnya pada materi Perpangkatan Tiga dan Penarikan Akar Pangkat Tiga Bagi Siswa Kelas VI SDN X masih rendah, yaitu reratanya masih di bawah 60 dari rentang nilai 0-100
8. Kurangnya tugas yang diberikan oleh guru kepada siswa melalui pemberian tugas pekerjaan rumah
Dari sekian permasalahan yang dihadapi peneliti akan mengangkat masalah ke-6 sampai dengan masalah ke-7. Penyebab masalah ke-6 sampai dengan ke-8 tersebut timbul karena beberapa faktor yang di antaranya adalah : 
a. Penjelasan guru yang terlalu cepat dan sulit ditangkap oleh siswa.
b. Guru kurang memotivasi siswa untuk bertanya dan menjawab pertanyaan.
c. Guru dalam menggunakan metode pembelajaran kurang variatif.
d. Kurangnya latihan soal yang diberikan sebagai tugas pekerjaan rumah

C. Rumusan Masalah
Dari identifikasi masalah dan penyebab-penyebabnya, maka dirumuskan permasalahannya sebagai berikut : 
1. Apakah melalui teknik pemberian tugas pekerjaan rumah dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa khususnya tentang perpangkatan tiga dan penarikan akar pangkat tiga ?
2. Apakah melalui teknik pemberian tugas pekerjaan rumah dapat meningkatkan kemampuan guru dalam mengajar khususnya tentang perpangkatan tiga dan penarikan akar pangkat tiga ?
3. Apakah dengan teknik pemberian tugas pekerjaan rumah dapat meningkatkan hasil belajar matematika tentang perpangkatan tiga
dan penarikan akar pangkat tiga dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam mata pelajaran matematika ?

D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari Penelitian Tindakan Kelas yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut.
a. Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VI SDN X dalam mata pelajaran matematika khususnya pada materi pokok perpangkatan tiga dan penarikan akar pangkat tiga.
b. Untuk meningkatkan minat belajar siswa kelas VI SDN X dalam mata pelajaran matematika khususnya pada materi pokok perpangkatan tiga penarikan akar pangkat tiga.
c. Untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas VI SDN X dalam mata pelajaran matematika khususnya pada materi pokok perpangkatan tiga dan penarikan akar pangkat tiga. 
d. Untuk menemukan cara yang efektif dalam menerapkan teknik pemberian tugas pekerjaan rumah 
2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian tindakan kelas yang diharapkan adalah sebagai berikut :
a. Bagi Siswa SD Negeri X
1) Kompetensi siswa di bidang matematika khususnya pada materi pokok perpangkatan tiga dan penarikan akar pangkat tiga dapat dicapai.
2) Prestasi siswa kelas VI SDN X dalam mata pelajaran matematika khususnya pada materi pokok perpangkatan tiga dan penarikan akar pangkat tiga dapat meningkat.
3) Penerapan teknik pemberian tugas pekerjaan rumah dapat dikembangkan atau diterapkan pada siswa di kelas-kelas yang lain.
b. Bagi Guru SD Negeri X
1) Adanya inovasi pendekatan pembelajaran matematika dari dan oleh guru yang menitikberatkan pada penerapan teknik pemberian tugas pekerjaan rumah.
2) Merupakan sumbangan pemikiran dan pengabdian guru dalam turut serta mencerdaskan bangsa melalui profesi yang ditekuninya.
3) Dengan adanya penelitian ini maka terjalin kolaborasi sesama guru di SDN X. 
c. Bagi SD Negeri X
1) Diperoleh panduan inovatif mengenai teknik pemberian tugas pekerjaan rumah yang diharapkan dapat dipakai untuk kelas-kelas lainnya di SD Negeri X.
2) Dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di SDN X, sehingga diharapkan dapat meningkatkan prestasi SDN X.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 09:45:00

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PKN MATERI BERPERILAKU MULIA SESUAI PANCASILA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN VCT PERCONTOHAN

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PKN MATERI BERPERILAKU MULIA SESUAI PANCASILA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN VCT PERCONTOHAN (PKN KELAS II)-L



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global, sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Pengertian pendidikan, pendidikan nasional dan sistem pendidikan nasional dapat dijumpai dalam Undang-undang Nomor. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan nasional didefinisikan sebagai "pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan pendidikan nasional adalah "keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Dalam pandangan Demokratis, Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu pendidikan yang bertujuan untuk mendidik para generasi muda dan mahasiswa agar mampu menjadi warga negara yang demokratis dan partisipatif dalam pembelaan negara. Dalam hal ini pendidikan kewarganegaraan merupakan suatu alat pasif untuk membangun dan memajukan sistem demokrasi suatu bangsa. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan Berdasarkan Keputusan. Dirjen Dikti No. 267/Dikti/2000, mencakup Tujuan Umum, untuk memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar kepada siswa mengenai hubungan antara warga negara agar menjadi warga negara yang diandalkan oleh bangsa dan negara. Tujuan Khusus, Agar siswa dapat memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara santun, jujur, dan demokratis serta ikhlas sebagai warga Negara Indonesia yang terdidik dan bertanggung jawab, Agar siswa menguasai dan memahami berbagai masalah dasar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta dapat mengatasinya dengan pemikiran kritis dan bertanggung jawab yang berlandaskan Pancasila, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan Nasional, Agar siswa memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kejuangan, cinta tanah air, serta rela berkorban bagi nusa dan bangsa (Born : 2008).
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu pendidikan yang penting dan dibutuhkan siswa untuk membentuk watak dan tingkah laku manusia sebagai warga negara Indonesia. Tujuan PKn pada dasarnya adalah menjadikan warga negara yang cerdas dan baik serta mampu mendukung keberlangsungan bangsa dan negara (Hidayat dan Azra dalam Ubaidillah, 2008 : 4).
Dalam perkembangannya, Pendidikan Kewarganegaraan mengalami perubahan-perubahan yang bertujuan untuk memperbaiki isi dan tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan itu sendiri. Pada awalnya Pendidikan Kewarganegaraan muncul dengan istilah Pendidikan Kewiraan yang mulai berlaku pada tahun ajaran 1973/1974. Kemudian terus mengalami perubahan hingga berubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan Kewarganegaraan juga memiliki keterkaitan kurikulum dengan Pendidikan Pancasila, Pendidikan Moral Pancasila dan cabang Pendidikan lainnya. Pendidikan Kewarganegaraan sudah diajarkan pada tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah atas sejak tahun 1969 dengan sebutan kewargaan negara. Kemudian pada tahun 1975 sampai 1984 mengalami perubahan dengan nama Pendidikan Moral Pancasila. Pada tingkat Perguruan Tinggi berganti nama dengan istilah Pendidikan Kewiraan. Pada tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah berganti nama dengan nama PPKN (Born, 2008).
Pada tahun 2000, setelah Indonesia masuk dalam era reformasi maka bidang pendidikan pun mengalami perubahan. Adanya tuntutan bahwa pengetahuan yang didapatkan di sekolah harus bisa menopang kebutuhan skill yang terus bertambah maka lahirlah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Tahun 2000 ini mengalami perubahan menjadi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Tahun 2004 kurikulum PKn SD diintegrasikan dengan mata pelajaran IPS menjadi PKPS (Pendidikan Kewarganegaraan dan Pengetahuan Sosial) Dalam KBK, sementara di tingkat SMP dan SMA merupakan mata pelajaran yang berdiri sendiri. KBK Kewarganegaraan tampak telah mengarah pada tiga komponen PKn yang bermutu, seperti yang diajukan oleh Centre for Civic Education pada tahun 1999 dalam National Standard for Civics and Government. Ketiga komponen tersebut yaitu civic knowledge (Pengetahuan kewarganegaraan), civic skills (ketrampilan kewarganegaraan) dan civic disposition (karakter kewarganegaraan). Tahun 2006, perubahan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, PKn tidak lagi terintegrasi dengan mata pelajaran IPS, melainkan berdiri sendiri menjadi mata pelajaran PKn (Fathurochman dan Wuryandari, 2011 : 7).
Paradigma baru PKn adalah suatu model atau kerangka berpikir yang digunakan dalam proses Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia. Sejalan dengan dinamika perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara yang ditandai oleh semakin terbukanya persaingan antar bangsa yang semakin ketat, maka bangsa Indonesia mulai memasuki era reformasi di berbagai bidang menuju kehidupan masyarakat yang lebih demokratis (Fathurrohman, 2011 : 9). Tugas PKn sebagai paradigma baru yaitu mengembangkan tiga fungsi pokok, yakni mengembang civic intelligence(mengembangkan kecerdasan warga negara), civic responsibility (membina tanggung jawab warga Negara), civic participation (mendorong partisipasi warga Negara) (Fathurrohman, 2011 : 10). Model pembelajaran PKn dengan paradigma baru memiliki karakteristik yaitu membelajarkan dan melatih siswa berpikir kritis dan membawa siswa mengenal, memilih dan memecahkan masalah (Fathurrohman 2011 : 11).
Menurut Winataputra, (2006 : 5.44), bahwa Ciri utama PKn adalah tidak lagi menekankan pada mengajar tentang PKn, tetapi lebih berorientasi pada membelajarkan PKn atau pada upaya-upaya guru untuk melaksanakan PKn. Oleh karena itu, dalam pembelajaran PKn siswa dibina/dibimbing untuk membiasakan atau melakoni isi pesan materi PKn. Jadi, sekali lagi dalam proses pembelajaran tekanannya diarahkan pada bagaimana belajar. Dengan demikian, alangkah baiknya apabila guru memahami tipe-tipe belajar.
Jacwues Delors dalam Winataputra, (2006 : 44), mengemukakan empat tipe dasar belajar yaitu Learning to know, Learning to do, Learning to live together, dan Learning to be. Pembelajaran PKn akan berjalan dengan baik jika seorang guru PKn menjadi teladan dalam meningkatkan aspek afektif dan aspek psikomotor dengan menunjukkan contoh-contoh perilaku yang diharapkan ditiru dan dilaksanakan siswa dalam kehidupan di sekolah dan kehidupan sehari-hari di masyarakat.
PKn adalah mata pelajaran yang menekankan pada sikap dan mental Siswa. Karakteristik siswa SD berada pada tahap operasional konkrit, atau siswa masih kesulitan memahami hal-hal yang bersifat abstrak. Oleh sebab itu materi yang bersifat abstrak dapat menggunakan contoh dalam bentuk gambar dan foto.
Model pembelajaran afektif atau biasa disebut model Value Clarification Technique (VCT) adalah strategi pendidikan afektif yang memang berbeda dengan strategi pembelajaran kognitif dan psikomotor. Pembelajaran Afektif berhubungan dengan nilai yang sulit di ukur dikarenakan berkaitan erat dengan kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam dirinya.
Pola pembelajaran VCT menurut A. Kosasih Djahri dalam Udin, S. dkk, (2006 : 5.45) dianggap unggul untuk pembelajaran afektif (sikap) karena : Pertama, mampu membina dan mempribadikan nilai moral, Kedua, mampu mengklarifikasikan dan mengungkapkan isi pesan nilai moral yang disampaikan. Ketiga, mampu mengklarifikasikan dan menilai kualitas nilai-nilai moral diri siswa dan nilai moral dalam kehidupan nyata. Keempat, mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama potensi afektualnya. Kelima, memberikan pengalaman belajar bagi kehidupan. Keenam, mampu menangkal, meniadakan, berbagai nilai moral yang tidak baik dalam nilai moral diri siswa. Model pembelajaran VCT meliputi : (1) Percontohan, (2) Analisis nilai, (3) VCT daftar, (4) VCT kartu keyakinan, (5) VCT teknik wawancara (6) VCT yurisprudensi, (7) VCT inquiry dan (8) VCT role playing. Untuk VCT Percontohan yaitu model pembelajaran khusus yang diterapkan untuk kelas I sampai dengan kelas III karena disesuaikan dengan karakteristik siswa yang masih perlu menggunakan contoh-contoh dalam bentuk nyata seperti gambar atau foto untuk memahami hal-hal yang bersifat tidak nyata.
Dalam pembelajaran PKn, penggunaan model pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik tujuan pembelajaran, materi, perkembangan belajar siswa dan lingkungan belajarnya. Ketidakmampuan dalam menggunakan model pembelajaran akan mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Selama ini model pembelajaran PKn yang sering digunakan adalah model pembelajaran yang hanya menggunakan metode ceramah, sehingga guru lebih dominan. Hal ini dapat berakibat siswa tidak semangat atau pasif dalam mengikuti pembelajaran, pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran kurang dan hasil belajar siswa menjadi rendah.
Terbukti pada tema Berperilaku Mulia Sesuai Pancasila kelas II SDN X yang hasil belajar siswanya masih rendah. Dari keseluruhan siswa kelas II yang berjumlah 43 siswa, hanya 13 siswa atau 30,23% yang memperoleh nilai baik dan 30 siswa atau 69,76% yang memperoleh nilai dibawah nilai KKM 64.
Berdasarkan hasil belajar siswa dan pengamatan di SDN X maka guru dituntut memiliki kemampuan untuk mengembangkan model pembelajaran yang tepat, sehingga kualitas hasil belajar siswa meningkat, baik aspek afektif, kognitif dan psikomotor. Melihat kelebihan yang ada pada pola pembelajaran VCT maka peneliti mengadakan penelitian dengan judul "PENINGKATAN HASIL BELAJAR PKN MELALUI PEMBELAJARAN VCT PERCONTOHAN PADA MATERI BERPERILAKU MULIA SESUAI PANCASILA PADA SISWA KELAS II SDN X".

B. Perumusan Masalah dan Pemecahan Masalah
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada pengamatan di SDN X, masalah utama pembelajaran PKn adalah masih rendahnya kemampuan guru dalam menggunakan model pembelajaran, model VCT akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa, maupun keberhasilan belajar siswa dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotornya. Pemilihan model pembelajaran juga harus disesuaikan dengan karakteristik siswa. Dikarenakan siswa kelas rendah, khususnya kelas II masih sangat memerlukan contoh-contoh yang divisualisasikan dalam bentuk gambar dan foto untuk memahami hal-hal yang bersifat abstrak atau tidak nyata.
Dari uraian di atas maka yang menjadi permasalahan adalah "Bagaimanakah meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas II SDN X melalui model pembelajaran VCT percontohan ?"
2. Pemecahan Masalah
Untuk dapat memecahkan masalah yang terjadi, maka yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah "Meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas II SDN X melalui model pembelajaran VCT Percontohan".

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan kualitas belajar siswa pada mata pelajaran PKn baik aspek kognitif, afektif dan psikomotor agar dapat diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari.
b. Membantu guru dalam menganalisis kinerjanya supaya mampu memperbaiki model pembelajaran di kelas, sehingga pembelajaran dapat lebih berkualitas.
2. Tujuan Umum
a. Meningkatkan aktivitas siswa.
b. Meningkatkan hasil belajar siswa dan meningkatkan performansi guru.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini akan memberikan manfaat baik bagi siswa, guru dan sekolah
1. Bagi Siswa
Dapat meningkatkan kualitas belajar dalam pembelajaran PKn, sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 
2. Bagi Guru
Dapat meningkatkan profesionalisme guru dan juga dapat mengoptimalkan dalam pembelajaran PKn. 
3. Bagi Sekolah
Meningkatkan mutu sekolah di mata masyarakat dengan meningkatnya kualitas belajar siswa.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 09:48:00

APLIKASI MODEL PEMBELAJARAN TERPADU DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA SISWA

APLIKASI MODEL PEMBELAJARAN TERPADU DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA SISWA (BAHASA INDONESIA KELAS I)



BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan isi yang tertuang dalam pasal 1 dan 2 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 24 tahun 2006 dalam Muslich (2009 : 15) tentang pelaksanaan peraturan menteri pendidikan nasional tentang Standar isi dan standar kompetensi, mulai tahun 2006 semua tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah harus mengembangkan dan menerapkan kurikulum berbasis kompetensi yang telah ditetapkan pemerintah secara kreatif dan sesuai dengan kebutuhan dengan memperhatikan panduan yang disusun Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Chasmijatin 2008 : 6-8). Dalam kurikulum 2006, terdapat tugas guru sebagai pembuat tujuan pembelajaran. Tugas guru dalam membuat tujuan pembelajaran adalah menjabarkan kompetensi yang ada dalam kurikulum ke dalam indikator, yang diperkirakan dapat membawa siswa mencapai kompetensi dasar tersebut. Hal ini tidaklah mudah karena setiap mata pelajaran memiliki karakteristik yang berbeda. Karakteristik mata pelajaran merupakan pertimbangan dalam penentuan tujuan pembelajaran, karena masing-masing mata pelajaran memiliki ciri-ciri yang berbeda satu sama lain (Chasmijatin 2008 : 7-9).
Karakteristik bahasa Indonesia adalah mata pelajaran yang menekankan pada keterampilan berbahasa dan belajar sastra. Belajar berbahasa adalah berkomunikasi. Sedangkan belajar sastra adalah belajar menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaan. Berdasarkan fungsi dan tujuannya maka pembelajaran bahasa diarahkan dalam ruang lingkup mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis (Chasmijatin 2008 : 7-9).
Menurut Zuchdhi dan Budiasih (2001 : 56) membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa tulis yang reseptif. Disebut reseptif karena dengan membaca, seseorang akan dapat memperoleh informasi, memperoleh ilmu pengetahuan dan pengalaman-pengalaman baru. Pembelajaran membaca mempunyai peranan penting dalam meningkatkan diri. Pembelajaran membaca di kelas I dan II merupakan pembelajaran membaca tahap awal. Keterampilan membaca ini disebut membaca permulaan. Keterampilan membaca yang diperoleh pada membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap keterampilan membaca selanjutnya dan juga sangat berpengaruh dalam keberhasilan pembelajaran.
Keberhasilan pembelajaran selain ditentukan oleh faktor kemampuan, motivasi dan keaktifan peserta didik serta fasilitas belajar juga sangat tergantung dari keterampilan-keterampilan yang dimiliki oleh seorang guru sebagai fasilitator bagi siswa. Keterampilan mengajar yang dimaksud meliputi keterampilan menjelaskan, bertanya, menggunakan variasi, memberi penguatan, membentuk kelompok kecil dan besar, membuka dan menutup pelajaran, mengelola kelas dan keterampilan memimpin diskusi (Sumantri dan Permana 2001 : 229).
Salah satu keterampilan guru adalah keterampilan penggunaan variasi. Keterampilan penggunaan variasi adalah kemampuan guru menggunakan bermacam kemampuan untuk mewujudkan tujuan belajar peserta didik sehingga mengatasi kebosanan dan menimbulkan minat, gairah serta aktivitas belajar yang efektif. Salah satu contoh keterampilan penggunaan variasi adalah variasi dalam penggunaan media dan penggunaan model pembelajaran yang sesuai dengan siswa (Sumantri dan Permana 2001 : 237).
Dalam proses belajar mengajar di kelas terdapat keterkaitan yang erat antara guru, siswa, sarana dan prasarana. Guru mempunyai tugas untuk memilih model dan media yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan (Muslich 2009 : 221). Menurut Rifa'i dan Anni (2010 : 238) menyatakan bahwa salah satu landasan pemikiran dari pendekatan kontekstual adalah pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta yang tak terpisah, namun menerapkan keterampilan yang dapat diterapkan.
Menurut Joys (dalam Trianto 2007 : 5) setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Dengan menguasai berbagai model pembelajaran maka seorang guru mendapat kemudahan dalam pelaksanaan pembelajaran sehingga tujuan yang akan dicapai sesuai dengan yang diharapkan (Trianto 2007 : 10).
Adanya keterbatasan-keterbatasan seperti keterbatasan fisik, psikologis, kultural maupun lingkungan dapat menyebabkan proses pembelajaran menjadi tidak maksimal. Untuk meredam, memperkecil, mengatasi atau menghilangkan beragam keterbatasan tersebut dapat digunakan alat perantara yang disebut media pengajaran (Sumantri dan Permana 2001 : 156).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dantes, dkk. tahun 2004 (dalam Muslich 2009 : 6) menunjukkan bahwa pemahaman guru tentang kurikulum berbasis kompetensi masih rendah. Hanya 1,2 % sekolah yang menyatakan bahwa guru sudah sangat paham dengan kurikulum berbasis kompetensi. Hal tersebut berdampak pada tataran operasional. Selain itu ada penelitian dari Drost (2005) yang menyatakan bahwa di berbagai sekolah guru tidak siap dengan penerapan KBK. Dalam praktiknya, guru masih bingung mengajar dengan model KBK. Salah satu kesalahan adalah guru hanya mengartikan dengan apa adanya isi materi dari standar isi. Padahal seharusnya guru tersebut mengkaji terlebih dahulu isi materi dari standar isi mata pelajaran bahasa Indonesia. 
Guru melaksanakan materi dari standar isi tanpa mengembangkannya berdasarkan pembelajaran dan standar kompetensi selanjutnya. Pada akhirnya pula guru hanya menggunakan model yang menekankan keaktifan guru, sehingga pembelajaran tersebut menjadi kurang variatif, kreatif, dan inovatif. Pembelajaran yang dilakukan guru juga terkotak-kotak dalam mata pelajaran, padahal anak pada usia 7-11 yang masih belum bisa memisah-misahkan suatu mata pelajaran. Siswa menjadi kurang tertarik materi pada membaca, sehingga murid tidak tertarik pada pembelajaran secara keseluruhan.
Contoh pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia di atas, merupakan gambaran yang sedang terjadi di SDN X. Berdasarkan refleksi awal yaitu dari observasi peneliti tentang keterampilan guru di SDN X, guru masih belum menggunakan 8 keterampilan mengajar dengan maksimal. Keterampilan yang sudah mereka terapkan adalah keterampilan menjelaskan berupa ceramah yang menuntut siswa diam dan mendengarkan penjelasan dari guru. Guru juga kurang dalam keterampilan menggunakan variasi dalam pembelajaran. Terlihat saat pembelajaran, siswa menjadi cepat bosan karena guru tersebut tidak menggunakan media atau model pembelajaran lain selain ceramah. Selain itu guru juga kurang dalam menggunakan keterampilan memberi penguatan, baik verbal maupun nonverbal. Lebih banyak memberikan hukuman terhadap siswa.
Ketidakmaksimalan penggunaan 8 keterampilan guru tersebut membuat aktivitas siswa menjadi tidak maksimal pula. Lebih dari 50% siswa melakukan aktivitas yang tidak sesuai dengan pembelajaran. Ada siswa yang berbicara dengan temannya dengan topik yang tidak sesuai pelajaran, ada siswa yang bermain sendiri di bangku belakang, ada siswa yang memperhatikan pada hal-hal yang di luar pembelajaran, ada siswa yang mengganggu siswa lain sehingga memecah konsentrasi siswa lainnya. Selain itu terdapat siswa yang memperhatikan namun saat diberikan pertanyaan yang sesuai pembelajaran tidak bisa menjawab.
Hal di atas yang akhirnya membuat nilai pembelajaran pada umumnya dan nilai pembelajaran bahasa Indonesia pada khususnya terutama keterampilan membaca menjadi kurang. Berdasarkan pengambilan nilai awal dari 39 siswa terdapat 57% siswa yaitu 22 siswa mendapat nilai di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum). Yang dapat dirinci 33,6% yaitu 17 siswa nilainya di bawah 50, 6 siswa yaitu 15,4% mendapat nilai 50-64. Terdapat 5% yaitu 2 siswa yang mendapat nilai 65-85. Dan siswa yang mendapat nilai 86-100 ada 36% yaitu 16 siswa. Selain nilai awal juga terdapat data-data dokumen yang dimiliki guru sebelum dilakukan penelitian. Setelah dianalisis dari hasil penilaian membaca tersebut siswa sulit mengucapkan r, q, j, y, v, z. Ada pula yang tidak bisa membedakan huruf n dan m, huruf b, p, d,. Serta sering salah mengucapkan f, p, v.
Melalui diskusi serta pembahasan bersama bahwa keterampilan membaca siswa sangatlah kurang hal ini disebabkan media yang menarik serta kurang inovatifnya guru, sehingga siswa kurang aktif dan malas mendengarkan. Hal ini didukung dari data pencapaian hasil observasi dan evaluasi keterampilan membaca siswa kelas 1 masih di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) yang ditetapkan sekolah yaitu 65. Dengan melihat data hasil belajar dan pelaksanaan mata pelajaran bahasa Indonesia serta pembelajaran lainnya yang diadakan secara terpisah-pisah dan terkotak-kotak, maka perlu diadakan peningkatan kualitas proses pembelajarannya, agar siswa sekolah dasar dapat meningkatkan keterampilan membaca, sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi pembelajaran bahasa Indonesia sebelumnya dari SDN X yang lebih dari 50% siswanya belum memenuhi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum). Untuk memecahkan masalah pembelajaran tersebut, tim kolaboratif menetapkan alternatif tindakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, yang dapat mendorong keterlibatan siswa dalam pembelajaran dan meningkatkan kreativitas guru. Maka tim kolaboratif menetapkan salah satu model pembelajaran yang holistik. Yaitu dengan model pembelajaran terpadu dengan media audio visual. Pada pendekatan ini menekankan bahwa pembelajaran harus disajikan secara utuh atau tidak terpisah-pisah. Pembelajaran terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang memperhatikan dan menyesuaikan pemberian konsep sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Pendekatan ini menolak teori drill system sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak (Depdikbud dalam Trianto 2009 : 7). Pembelajaran terpadu dapat dilaksanakan dengan cara mengajarkan beberapa materi pelajaran disajikan tiap pertemuan. Pembelajaran terpadu sebagai suatu konsep dapat dikatakan sebagai suatu pendekatan yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman bermakna kepada anak didik. Anak akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengamatan langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang mereka pahami (Trianto 2009 : 7).
Selain model pembelajaran yang sesuai harus pula memilih media yang dapat mengaktifkan siswa. Media Audio Visual adalah media yang bukan hanya dapat dipandang ataupun diamati namun juga dapat didengar (Sumantri dan Permana 2001 : 161). Media ini memberikan pengalaman belajar secara visual dan audio sehingga daya tangkap siswa menjadi lebih tinggi.

B. Rumusan Masalah dan Pemecahan Masalah
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimanakah cara meningkatkan keterampilan membaca siswa kelas 1 SDN X ?
Adapun rumusan masalah tersebut dapat dirinci sebagai berikut : 
a. Apakah aplikasi model pembelajaran terpadu dengan media audio visual dapat meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran ?
b. Apakah aplikasi model pembelajaran terpadu dengan media audio visual dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran ?
c. Apakah aplikasi model pembelajaran terpadu dengan media audio visual dapat meningkatkan keterampilan membaca siswa kelas 1 SDN X ?
2. Pemecahan Masalah
Untuk memecahkan masalah pembelajaran pada siswa kelas 1 SDN X maka dapat diterapkan model pembelajaran terpadu dengan media audio visual. Karena dalam merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran, guru sekolah dasar perlu menekankan pada prinsip keterpaduan atau integrasi. Hal ini disebabkan anak-anak lebih mudah menguasai keseluruhan lebih dulu, baru kemudian memahami detail atau rincian. Keterpaduan tersebut meliputi keterpaduan dalam bidang studi itu sendiri ataupun keterpaduan antara bidang studi satu dengan yang lain (Sumantri dan Permana 2001 : 161).
Pada dasarnya langkah-langkah (sintaks) pembelajaran terpadu mengikuti tahap-tahap yang dilalui dalam setiap model pembelajaran yang meliputi tiga tahap yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, tahap evaluasi (Prabowo dalam Trianto 2009 : 15). Menurut Prabowo (Trianto 2009 : 17), langkah-langkah (sintaks) pembelajaran terpadu secara khusus dapat dibuat tersendiri berupa langkah-langkah baru dengan ada sedikit perbedaan sebagai berikut : 
a. Tahap Perencanaan
1) Menentukan Kompetensi Dasar
2) Menentukan Indikator dan Hasil Belajar
b. Langkah yang ditempuh Guru
1) Menyampaikan konsep pendukung yang harus dikuasai siswa.
2) Menyampaikan konsep-konsep pokok yang akan dikuasai oleh siswa.
3) Menyampaikan keterampilan proses yang akan dikembangkan.
4) Menyampaikan alat dan bahan yang dibutuhkan
5) Menyampaikan pertanyaan kunci
c. Tahap Pelaksanaan
1) Pengelolaan kelas
2) Kegiatan proses
3) Kegiatan pencatatan data
4) Diskusi
d. Evaluasi
1) Evaluasi proses
2) Evaluasi hasil
3) Evaluasi psikomotorik

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penelitian ini adalah : 
- Untuk meningkatkan keterampilan berbahasa siswa kelas I SDN X.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah : 
a. Meningkatkan keterampilan guru dengan aplikasi model pembelajaran terpadu dengan media audio visual dalam pembelajaran
b. Meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan aplikasi model pembelajaran terpadu dengan media audio visual
c. Meningkatkan keterampilan membaca melalui aplikasi model pembelajaran terpadu dengan media audio visual

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan
b. Dijadikan sebagai salah satu acuan dalam kegiatan pembelajaran membaca permulaan
2. Manfaat Praktis
a. Siswa
Dengan penerapan model pembelajaran terpadu dengan media audio visual siswa dapat menerima pembelajaran bahasa yang utuh. Serta menerima pembelajaran yang bervariasi sehingga dapat meningkatkan keterampilan membaca siswa, meningkatkan aktivitas belajar siswa, meningkatkan hasil belajar siswa.
b. Guru
Dengan menerapkan model pembelajaran terpadu dan media audio visual adalah meningkatkan kreativitas guru, meningkatkan kemampuan guru dalam merancang pembelajaran dan meminimalisasi hambatan dalam pembelajaran, serta memberikan acuan terhadap masalah yang sama dengan yang dihadapi.
c. Lembaga
Dengan menerapkan model pembelajaran terpadu dengan media audio visual maka keterampilan membaca permulaan siswa meningkat dan juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Maka lembaga tersebut akan meningkat pula kredibilitasnya.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:00:00

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THE POWER OF TWO UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THE POWER OF TWO UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN (MATEMATIKA KELAS III)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 24 Tahun 2006 tentang pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah atau yang dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan langkah konkret dalam rangka mewujudkan pencapaian tujuan pendidikan nasional. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing -masing satuan pendidikan (Muslich, 2007 : 4)
Sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan, kurikulum merupakan acuan dalam menyelenggarakan pendidikan dan sebagai tolok ukur dalam pencapaian tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan tersebut meliputi tujuan pendidikan nasional yang sesuai dengan kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan siswa. Dengan demikian, diharapkan pendidikan yang diselenggarakan dapat disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik serta kondisi masing-masing daerah.
Matematika merupakan ilmu pasti yang semuanya berkaitan dengan penalaran. Matematika menjadi salah satu bidang studi yang mempunyai peranan penting dalam pendidikan. Tujuan mata pelajaran matematika adalah membantu peserta didik untuk membekali dan meningkatkan kemampuan berpikir logis, sistematis, analitis, dan kreatif serta kemampuan bekerja sama (Chamisijatin, 2008 : 6.18)
Adapun tujuan utama pembelajaran matematika adalah meningkatkan kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Ruang lingkup dalam pembelajaran matematika mencakup bilangan, geometri dan pengukuran, serta pengolahan data. Pengukuran adalah salah satu konsep matematika yang mempunyai peranan penting dan erat kaitannya dengan manusia dalam kehidupan sehari-hari untuk memecahkan dan menyelesaikan suatu masalah (Depdiknas, 2006).
Proses pembelajaran merupakan komponen pendidikan. Kegiatan tersebut melibatkan peserta didik dan guru. Pada proses pembelajaran terdapat interaksi antara guru dan siswa sebagai peserta didik. Guru mempunyai peran penting saat berlangsungnya pembelajaran. Tugas guru tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan, tidak menjadikan siswa sebagai objek pembelajaran melainkan sebagai subyek pembelajaran, sehingga siswa tidak pasif dan dapat mengembangkan pengetahuan sesuai dengan bidang studi yang dipelajari. Oleh karena itu, guru harus memahami materi yang akan disampaikan kepada siswa serta dapat memilih model pembelajaran yang tepat untuk menyampaikan suatu materi.
Pada dasarnya belajar matematika merupakan belajar konsep. Konsep-konsep pada matematika menjadi kesatuan yang bulat dan berkesinambungan, dari konsep sederhana menuju konsep yang lebih sukar, dari hal yang konkret menuju semi konkret kemudian ke semi abstrak dan berakhir pada abstrak. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran guru harus dapat menyampaikan konsep tersebut kepada siswa dan bagaimana siswa dapat memahaminya. Pengajaran pada matematika dilakukan dengan memperhatikan urutan konsep dimulai dari yang konkret ke abstrak.
Namun sampai saat ini di sekolah-sekolah dasar, matematika masih menjadi masalah bagi siswa dan menjadikan matematika sebagai mata pelajaran yang sulit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Abdul Hanif (2009) menunjukkan bahwa masih banyak permasalahan dalam proses pembelajaran. Siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran matematika, sehingga hasil belajar matematika siswa cenderung tidak maksimal.
Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan bahwa pelaksanaan pembelajaran matematika kelas III SDN X masih belum maksimal. Rendahnya hasil belajar matematika siswa disebabkan karena kurangnya pemahaman siswa terhadap pembelajaran matematika yang selama ini terlalu dipengaruhi pandangan bahwa matematika adalah alat yang siap pakai. Pada pembelajaran kelas III guru melakukan pembelajaran secara terpisah, belum menggunakan pembelajaran tematik yaitu mengaitkan mata pelajaran lain dengan menggabungkan pada suatu jaringan tema. Selanjutnya, guru cenderung mentransfer pengetahuan yang dimiliki ke pikiran anak dan anak menerimanya secara pasif dan tidak kritis. Siswa cenderung pasif dan kurang tertarik dalam proses pembelajaran matematika. Adakalanya siswa menjawab soal dengan benar namun mereka tidak dapat mengungkapkan alasan atas jawaban mereka. Siswa dapat menggunakan rumus tetapi tidak tahu dari mana asalnya rumus itu dan mengapa rumus itu digunakan. Keadaan demikian terjadi karena di dalam proses pembelajaran tersebut siswa kurang diberi kesempatan dalam mengungkapkan ide-ide dan alasan jawaban mereka sehingga kurang terbiasa untuk mengungkapkan ide-ide atau alasan dari jawabannya.
Selain itu penyebab lain rendahnya hasil belajar matematika siswa yaitu disebabkan karena selama ini guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional atau dapat dikatakan ketinggalan jaman jika diterapkan pada proses pembelajaran di sekolah saat ini. Guru menyampaikan pembelajaran dengan membacakan atau membawakan bahan yang disiapkan sedangkan siswa mendengarkan, mencatat dengan teliti dan mencoba menyelesaikan soal sesuai contoh dari guru. Dalam pembelajaran guru masih kurang dalam mengkondisikan kelas. Selain itu media yang digunakan guru kurang bervariasi sehingga proses pembelajaran kurang menarik perhatian siswa.
Hal itu didukung data dari hasil belajar matematika pada siswa kelas III SDN X. Pada pembelajaran matematika, hasil belajar siswa kelas III kurang maksimal atau masih dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 60, sehingga pembelajaran masih belum optimal. Hal itu didukung data hasil belajar yaitu, dari 38 sebanyak 25 siswa atau sebesar 65,78% tidak mencapai ketuntasan hasil belajar, sedangkan sebanyak 13 siswa atau sebesar 34,22% sudah mencapai ketuntasan hasil belajar. Data hasil belajar ditunjukkan dengan nilai terendah 10 dan nilai tertinggi 100 dengan rerata kelas 41,57. Dengan melihat hal tersebut, perlu sekali untuk meningkatkan proses pembelajaran agar siswa sekolah dasar tersebut mampu meningkatkan aktivitas dan hasil belajar serta guru dapat meningkatkan aktivitas dalam mengajar sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika, maka dilaksanakan perbaikan pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Di sisi lain kenyataan saat ini menunjukkan bahwa siswa mempunyai cara belajar yang variasi. Kebiasaan tersebut perlu diperhatikan oleh guru supaya dapat membantu siswa belajar maksimal. Berdasarkan diskusi peneliti dengan guru kelas III, untuk memecahkan masalah tersebut tim kolaborasi menetapkan alternatif tindakan yang diharapkan dapat meningkatkan aktivitas siswa dan aktivitas guru serta hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran. Maka peneliti menggunakan salah satu model pembelajaran kooperatif tipe the power of two, dimana dalam pembelajaran tersebut siswa dituntut untuk saling bekerja sama antar teman sehingga memudahkan pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan.
Model pembelajaran kooperatif tipe the power of two ini terdiri dari dua orang sehingga kerjasama dan komunikasi lebih terjalin dengan baik menurut Mafatih (dalam Ramadhan, 2009) menambahkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe The Power of Two termasuk bagian dari belajar kooperatif adalah belajar dalam kelompok kecil dengan menumbuhkan kerjasama secara maksimal melalui kegiatan pembelajaran teman sendiri dengan anggota dua orang di dalamnya untuk mencapai kompetensi dasar. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe The Power of Two ini antara lain siswa tidak terlalu bergantung kepada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan dan kemampuan berfikir siswa, meningkatkan partisipasi dan berkesempatan memberi kontribusi masing-masing anggota kelompok sehingga interaksi lebih mudah.
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika, dimana siswa lebih aktif, kreatif, dan termotivasi dalam proses pembelajaran. Selain itu bagi guru juga dapat meningkatkan aktivitasnya dalam proses pembelajaran dan cara mengajar lebih bervariasi lagi serta hasil belajar siswa dapat meningkat.
Dari ulasan latar belakang tersebut diatas maka peneliti akan mengkaji melalui penelitian tindakan kelas dengan judul “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THE POWER OF TWO UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA SISWA KELAS III SDN X”.

B. Perumusan Masalah dan Pemecahan Masalah
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimanakah cara meningkatkan kualitas pembelajaran matematika pada siswa kelas III SDN X ?
Adapun rumusan masalah tersebut dapat dirinci sebagai berikut : 
a. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe The Power of Two dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas III SDN X dalam pembelajaran matematika ?
b. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe The Power of Two dapat meningkatkan aktivitas guru dalam proses pembelajaran ?
c. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe The Power of Two dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas III SDN X dalam pembelajaran matematika ?
2. Pemecahan Masalah
Untuk memecahkan masalah di atas dapat diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe The Power of Two. Model pembelajaran kooperatif tipe The Power of Two adalah kegiatan dilakukan untuk meningkatkan belajar kolaboratif dan mendorong munculnya keuntungan yang dilakukan oleh dua orang.
Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe The Power Of Two sebagai berikut : 
a. Guru memberikan satu atau lebih pertanyaan kepada peserta didik yang membutuhkan renungan dalam menentukan jawaban.
b. Guru meminta siswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan secara individual.
c. Setelah semua siswa menjawab dengan lengkap semua pertanyaan, siswa diminta untuk berpasangan dan saling bertukar jawaban satu sama lain dan membahasnya. Pasangan kelompok ditentukan menurut daftar urutan absen atau bisa juga diacak
d. Guru meminta pasangan untuk berdiskusi membuat jawaban baru untuk setiap pertanyaan, sekaligus memperbaiki jawaban individual mereka.
e. Guru meminta siswa untuk mendiskusikan hasil diskusi atau jawaban baru. Dalam proses pembelajaran, siswa berdiskusi secara klasikal untuk membahas permasalahan yang belum jelas atau yang kurang dimengerti. Semua pasangan membandingkan jawaban dari masing-masing pasangan ke pasangan yang lain.
f. Guru bersama-sama dengan siswa menyimpulkan materi pembelajaran. 

C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah : 
- Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika pada siswa kelas III SDN X.
Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah : 
1. Meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe The Power of Two.
2. Meningkatkan aktivitas guru dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe The Power of Two.
3. Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe The Power of Two.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang dilaksanakan diharapkan dapat memberikan manfaat kepada banyak pihak. Adapun manfaat yang ingin dicapai yaitu : 
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan pembelajaran matematika supaya kualitas pembelajaran matematika dapat meningkat.
2. Manfaat praktis
a. Bagi siswa
Dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe The Power of Two siswa dapat menerima pengalaman belajar yang bervariasi sehingga dapat meningkatkan keaktifan dalam pembelajaran matematika, serta siswa lebih termotivasi dan berminat pada proses pembelajaran.
b. Bagi guru
Mengembangkan kreativitas dalam usaha pembenahan proses pembelajaran serta memberikan wawasan tentang model dan strategi pembelajaran sesuai materi yang diberikan sehingga guru dapat menciptakan suasana belajar yang bervariasi.
c. Bagi sekolah
Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe The Power of Two dapat meningkatkan mutu pendidikan suatu sekolah serta dapat menciptakan suasana belajar yang lebih menarik dan bervariasi.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:06:00

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) PADA SISWA

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) PADA SISWA (IPS KELAS III)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tingkat SD/MI dalam peraturan menteri pendidikan nasional nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah bahwa standar kompetensi ilmu pengetahuan sosial dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Hal ini dikarenakan di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat akibat kehidupan masyarakat global yang selalu mengalami perubahan setiap saat. Mata pelajaran IPS bertujuan untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan sosial dan juga berupaya membina dan mengembangkan peserta didik menjadi sumber daya manusia yang berketerampilan sosial dan intelektual sebagai warga masyarakat dan warga negara yang memiliki perhatian, kepedulian sosial yang bertanggung jawab.
Tujuan pembelajaran IPS menurut Nursid Sumaatmadja dalam Hidayati (2008 : 24) adalah untuk membina anak didik menjadi warga negara yang baik yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat. Dan Ruang lingkup mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial meliputi aspek-aspek di antaranya 1) Manusia, tempat, dan lingkungan. 2) Waktu, keberlanjutan, dan perubahan. 3) Sistem, sosial dan budaya. 4) Perilaku ekonomi dan kesejahteraan (Depdiknas, 2006 : 575).
Berdasarkan tujuan dari pendidikan IPS, dibutuhkan suatu pola pembelajaran yang mampu menjembatani tercapainya tujuan-tujuan tersebut. Menurut Azis Wahab (1986) dalam Trianto, kemampuan dan keterampilan guru dalam memilih dan menggunakan berbagai model, metode dan strategi pembelajaran senantiasa terus ditingkatkan agar pembelajaran IPS benar-benar mampu mengkondisikan upaya pembekalan kemampuan dan keterampilan dasar siswa untuk menjadi manusia dan warga negara yang baik. Hal ini dikarenakan pengkondisian iklim belajar merupakan aspek penting bagi tercapainya tujuan pendidikan (2010 : 174).
Dan hasil observasi yang dilakukan pada PPL 1 dan PPL 2 di SDN X pada bulan September dan Oktober menunjukkan bahwa pembelajaran IPS siswa kelas 3 SDN X masih kurang optimal. Hal ini disebabkan karena minimnya strategi yang dilakukan guru saat mengajar. Cara mengajar guru menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Sedangkan pada saat tanya jawab hanya siswa-siswa yang pandai saja yang mau menunjukkan jari untuk menjawab pertanyaan dari guru. Selain itu guru kurang memanfaatkan media, sehingga mengakibatkan minat belajar siswa rendah. Hal tersebut menyebabkan nilai hasil belajar siswa masih kurang. Hal ini ditunjukkan dengan 63,6% siswa atau 7 dari 11 siswa mengalami ketidaktuntasan belajar, sedangkan 36,4% atau 4 dari 11 siswa mengalami ketuntasan belajar. Nilai ketuntasan minimal mata pelajaran IPS di SDN X adalah 60. Dan rata-rata kelas sebesar 53,6 dengan nilai terendah adalah 15 dan tertinggi adalah 95.
Dengan melihat data hasil belajar dan pelaksanaan mata pelajaran IPS pada kelas tiga SDN X maka perlu sekali adanya peningkatan kualitas pembelajarannya, agar hasil belajar IPS pada kelas tiga dapat meningkat. Hal ini senada dengan pendapat Soewarsono yang menyebutkan bahwa perbaikan pengajaran sangat penting bagi guru untuk meningkatkan hasil belajar yang baik bagi siswa (Sugiarti, 2009 : 4). Dan setelah melihat permasalahan yang ada pada pembelajaran IPS di kelas tiga SDN X maka peneliti menetapkan alternatif pemecahan masalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yaitu dengan model cooperative learning (pembelajaran kooperatif) tipe Teams Games Tournament (TGT). Dan pelaksanaan pembelajaran IPS dalam kelas III tersebut dilakukan secara tematik bersama dengan mata pelajaran lain yang masih berkaitan. Hal ini sesuai dengan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 bahwa pembelajaran untuk kelas I, II dan III dilaksanakan dengan pendekatan tematik (Trianto, 2010 : 78).
Teams Games Tournament (TGT) merupakan salah satu model pembelajaran dalam pendekatan pembelajaran kooperatif (cooperative learning) yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku ras yang berbeda. TGT menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan si stem skor kemajuan individu, di mana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik mereka setara (Slavin, 2009 : 163-165).
Adapun manfaat dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan dan mengembangkan pembelajaran IPS agar lebih bermakna bagi siswa dalam pengalaman belajarnya. Selain itu guru juga dapat mengasah kreativitasnya untuk menemukan hal-hal yang baru sehingga anak tidak merasa bosan dalam belajar dengan pola pengajaran yang sama. Dari ulasan latar belakang tersebut, maka peneliti akan mengkaji dengan judul "PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) PADA SISWA KELAS III SDN X".

B. Perumusan Masalah dan Rencana Pemecahan Masalah
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana cara meningkatkan kualitas pembelajaran IPS pada siswa kelas 3 SDN X ?
Adapun rumusan masalah tersebut dapat diperinci sebagai berikut : 
a. Apakah melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran IPS dengan materi jual beli dan uang di kelas 3 SDN X ?
b. Apakah melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPS dengan materi jual beli dan uang di kelas 3 SDN X ?
c. Apakah melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran IPS dengan materi jual beli dan uang di kelas 3 SDN X ?
2. Pemecahan Masalah
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dengan beberapa tahap siklus, setiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah pembelajaran IPS dengan Pendekatan Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT). Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) meliputi : 
a. Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran.
b. Guru menyajikan informasi kepada siswa.
c. Guru membentuk kelompok belajar untuk mendiskusikan materi dan membantu setiap kelompok yang belum mampu menguasai materi.
d. Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan lembar kerja.
e. Guru menjelaskan peraturan turnamen dan mengatur penempatan meja untuk turnamen
f. Guru mengawasi jalannya turnamen
g. Penghitungan perolehan skor dari tiap siswa dan kelompok belajar
h. Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

C. Tujuan Penelitian
Bertolak dari rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai sehubungan dengan tindakan yang akan dilakukan adalah : 
1. Tujuan umum
Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPS pada siswa kelas 3 SDN X.
2. Tujuan khusus
a. Meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran IPS materi uang pada kelas 3 SDN X.
b. Meningkatkan aktivitas siswa dalam mata pelajaran IPS materi uang pada kelas 3 SDN X.
c. Meningkatkan hasil belajar IPS materi jual uang pada siswa kelas 3 SDN X.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dapat dikemukakan
sebagai berikut : 
1. Manfaat Praktis 
a. Siswa
Melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPS. Selanjutnya diharapkan hasil belajar akan meningkat.
b. Guru
Memberikan wawasan pengetahuan dan pengalaman tentang model pembelajaran yang inovatif sehingga guru dapat menciptakan suasana belajar yang bervariasi.
c. Sekolah
Dengan menerapkan Pendekatan Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT), kita dapat memberikan masukan bagi kepala sekolah dalam usaha perbaikan proses pembelajaran para guru. Selain itu dengan peningkatan hasil belajar siswa, sekolah dapat menaikkan KKM mata pelajaran IPS. 
2. Manfaat Teoritis 
a. Peneliti
Berguna untuk menambah wawasan tentang pembelajaran dengan Pendekatan Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) khususnya mata pelajaran IPS.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 10:03:00

MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN TEMATIK MELALUI LESSON STUDY

MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN TEMATIK MELALUI LESSON STUDY (MATEMATIKA KELAS II)



BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran, (UU RI no. 14 2005 : 8). Dunia pendidikan di negeri ini mengalami krisis tentang mutu pembelajaran yang rendah dan output dan outcome yang kualitasnya rendah, Sa'dun Akbar & Luluk Faridatuz Z (2009 : 2). Masalah tersebut merupakan sebagian masalah yang memicu dikembangkannya kurikulum dari behavioristik dan kognitivistik ke arah konstruktivistik. Agar siswa-siswa dapat belajar secara konstruktivistik maka pada KTSP mengarahkan praktik pembelajaran di kelas rendah dilakukan secara tematik dengan pemanfaatan situasi kehidupan real.
Krisis pembelajaran yang melanda dunia pendidikan saat ini membuat kekhawatiran tersendiri bagi perkembangan kualitas generasi penerus di negeri ini. Lemahnya tingkat berfikir siswa menjadi sebuah tantangan besar bagi para pendidik. Oleh karena itu guru dituntut untuk mampu merancang dan melaksanakan program pengalaman belajar dengan tepat agar siswa memperoleh pengetahuan secara utuh sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. Bermakna disini berarti bahwa siswa akan dapat memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan nyata.
Guru memegang peranan penting dalam kegiatan pembelajaran guna menentukan dan mengarahkan segala kegiatan belajar mengajar. Kegiatan belajar mengajar tersebut diarahkan dan diupayakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah direncanakan, bukan sekedar formalitas saja akan tetapi harus diikuti dengan kemampuan pendidik itu sendiri sesuai tugas-tugasnya. Seorang guru yang berinteraksi dengan anak didik di sekolah tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan melainkan juga menanamkan sikap serta nilai-nilai moral dan keterampilan yang baik. Keberhasilan suatu proses belajar mengajar erat kaitannya dengan pola dan strategi pendidikan yang diterapkan oleh guru dalam mengorganisasikan dan mengelola kelas. Sehubungan dengan hal tersebut maka wawasan, pengetahuan serta keterampilan mengajar guru harus terus ditingkatkan. Melalui kolaborasi antara guru dengan dosen dalam melakukan penelitian dimungkinkan dapat meningkatkan wawasan, pengetahuan serta keterampilan mengajar guru.
Kenyataan di lapangan menunjukkan pembelajaran yang dilakukan masih berpusat pada guru dan berorientasi pada materi dan disajikan tanpa konteks. Materi pembelajaran seolah-olah berdiri sendiri tidak berhubungan dengan konteks kehidupan siswa. Dengan demikian, materi pembelajaran dipelajari siswa bukan menjadi wahana untuk pencapaian kompetensi, namun lebih sebagai sesuatu yang dihafal, diingat sebanyak mungkin. Hal ini menjadikan pembelajaran tidak menarik bagi siswa dan siswa menjadi tidak mampu menerapkan ilmu yang dipelajarinya untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
Selama ini proses pembelajaran tematik di Kelas II SDN X guru dalam mengajar belum menerapkan pembelajaran tematik ataupun membuat RPP tematik dan guru juga tidak menggunakan alat peraga untuk mengaktifkan siswa, guru hanya menjelaskan materi kepada siswa setelah itu memberikan tugas sebagai kegiatan akhir pembelajaran, sehingga keaktifan siswa selama proses pembelajaran kurang tampak. Selain hal di atas didapati strategi pembelajaran kurang bervariasi tidak melibatkan partisipasi aktif siswa. Dengan metode pembelajaran tersebut terlihat aktivitas pada saat proses belajar sedang berlangsung kurang dan rendahnya tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan sehingga berdampak pada kualitas pembelajaran rendah. Kondisi seperti itu tidak akan meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami pelajaran yang diajarkan dan tidak akan meningkatkan hasil belajar. Akibatnya pencapaian nilai akhir siswa tidak seperti yang diharapkan. 
Dalam Permendiknas No.22 Tahun 2006 (2006 : 845) disebutkan bahwa pembelajaran pada kelas I sd. III dilaksanakan melalui pendekatan Tematik, sedangkan pada kelas IV sd. VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran. Oleh karena itu para guru khususnya di kelas rendah harus melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan tematik.
Beberapa ciri khas dari pembelajaran tematik antara lain : 1) Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar; 2) Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa; 3) Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; 4) Membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa; 5) Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya; dan 6) Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain (Puskur dalam Wahyuningsih, 2010 : 1).
Dengan pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan tema ini, diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya : 1). Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu, 2). Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama; 3). pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan; 4). kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa; 5). Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas; 6) Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari mata pelajaran lain; 7). Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan (Depdiknas, 2007 : 37).
Di sisi lain untuk mengatasi dan meningkatkan mutu pendidikan matematika yang selama ini sangat rendah. Guru merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya mutu pendidikan. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan oleh guru dalam mempersiapkan siswa dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Khususnya pembelajaran matematika dapat ditunjukkan melalui kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran, mulai dari pemahaman terhadap landasan kurikulum, pengembangan silabus, penyusunan rencana, pelaksanaan pembelajaran dan LKS, sampai pada penyusunan adalah evaluasi pembelajaran yang berorientasi pada permasalahan tersebut. Dalam rangka mewujudkan kondisi ideal guru dan pembelajaran, maka melalui kegiatan pembinaan profesi guru diharapkan dapat mengatasi hal-hal tersebut. Salah satu upaya pembinaan profesi guru melalui pengkajian pembelajaran yang berfokus pada upaya pemberdayaan guru sesuai dengan kapasitas serta permasalahan yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan proses-proses guru bekerja sama untuk merencanakan, mengajar, dan mengamati suatu pembelajaran yang dikembangkan secara kooperatif. Sementara itu, seorang guru mengimplementasikan pembelajaran dalam kelas, yang lain mengamati, dan mencatat pertanyaan dan pemahaman siswa. Penggunaan proses LS dengan program-program pengembangan yang profesional tersebut merupakan wahana untuk mengembalikan guru kepada budaya mengajar yang proporsional, Lewis & Tsuchida dalam Santyasa, I Wayan (2009 : 3).
Adapun pendapat menurut Mulyana, Slamet dalam Sudrajat, Akhmad (2010 : 1) memberikan rumusan tentang Lesson Study sebagai salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Lewis, Caterine dalam Sudrajat, Akhmad (2010 : 3-4) mengemukakan bahwa Lesson Study sangat efektif bagi guru karena telah memberikan keuntungan dan kesempatan kepada para guru untuk dapat : (1) memikirkan secara lebih teliti lagi tentang tujuan, materi tertentu yang akan dibelajarkan kepada siswa, (2) memikirkan secara mendalam tentang tujuan-tujuan pembelajaran untuk kepentingan masa depan siswa, misalnya tentang arti penting sebuah persahabatan, pengembangan perspektif dan cara berfikir siswa, serta kegandrungan siswa terhadap ilmu pengetahuan, (3) mengkaji tentang hal-hal terbaik yang dapat digunakan dalam pembelajaran melalui belajar dari para guru lain (peserta atau partisipan Lesson Study), (4) belajar tentang isi atau materi pelajaran dari guru lain sehingga dapat menambah pengetahuan tentang apa yang harus diberikan kepada siswa, (5) mengembangkan keahlian dalam mengajar, baik pada saat merencanakan pembelajaran maupun selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran, (6) membangun kemampuan melalui pembelajaran kolegial, dalam arti para guru bisa saling belajar tentang apa-apa yang dirasakan masih kurang, baik tentang pengetahuan maupun keterampilannya dalam membelajarkan siswa, dan (7) mengembangkan "The Eyes to See Students" (kodomo wo miru me), dalam arti dengan dihadirkannya para pengamat (observer), pengamatan tentang perilaku belajar siswa bisa semakin detail dan jelas.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pembelajaran tematik melalui Lesson Study dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Diantaranya pada penelitian yang dilakukan oleh Suherneti, Nita memperoleh hasil bahwa Pelaksanaan tahapan Lesson Study menunjukkan peningkatan karena sudah memahami makna sebagai observer dan penyempurnaan kekurangan siklus ke 1 tahapan Lesson Study. Pelaksanaan Lesson Study berbasis KKG dapat menumbuhsuburkan kegiatan gugus sekolah, dan ditindaklanjuti untuk menjadi Lesson Study berbasis sekolah dan dapat melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas, sehingga pada akhirnya setiap guru dapat melaksanakan Open Lesson. Selain itu penelitian yang juga dilakukan oleh Sudrajat, Akhmad memperoleh hasil bahwa Lesson Study merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang dilaksanakan secara kolaboratif dan berkelanjutan oleh sekelompok guru. Sedangkan penelitian yang lain oleh Akbar, Sa'dun & Z, Luluk Faridatuz mendapatkan hasil bahwa Penerapan pembelajaran tematik dengan tema lingkungan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, meningkatkan aktivitas belajar siswa, meningkatkan kreativitas siswa, menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, meningkatkan kualitas interaksi dalam proses pembelajaran, dan meningkatkan pemahaman konsep tentang lingkungan di kelas 3 SDN X.
Berdasarkan permasalahan tersebut diketahui bahwa faktor utama penyebab rendahnya kualitas pembelajaran adalah guru kesulitan merancang strategi pembelajaran untuk mengaktifkan siswa. Untuk mengatasi permasalahan kesulitan belajar siswa dalam mempelajari materi guru harus memberikan pengajaran lebih mudah dan menggunakan metode yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga siswa dapat menerima, mengerti dan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, peneliti merasa penting untuk melakukan Penelitian dengan judul “MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN TEMATIK MELALUI LESSON STUDY PADA SISWA KELAS II SDN X”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian yaitu : 
1. Apakah pembelajaran tematik melalui Lesson Study dapat meningkatkan aktivitas guru SDN X ?
2. Apakah pembelajaran tematik melalui Lesson Study dapat meningkatkan aktivitas siswa SDN X ?
3. Apakah pembelajaran tematik melalui Lesson Study dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas II SDN X ?

C. Pemecahan masalah
Untuk mengatasi masalah tersebut di atas, maka peneliti menerapkan Lesson Study dalam pembelajaran tematik.
Berkenaan dengan masalah tersebut menurut Mulyana, Slamet dalam Sudrajat, Akhmad (2010 : 4) mengemukakan tiga tahapan dalam Lesson Study, yaitu : (1) Perencanaan (Plan); (2) Pelaksanaan (Do) dan (3) Refleksi (See).
Dalam penelitian ini juga mempersiapkan instrument pengumpulan data. Seperti : lembar pengamatan, alat tes, catatan lapangan, dan dokumentasi.

D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang akan di capai dalam PTK ini adalah : 
1. Untuk meningkatkan aktivitas guru dalam pembelajaran tematik melalui Lesson Study pada SDN X.
2. Untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran tematik melalui Lesson Study pada SDN X.
3. Untuk meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran tematik melalui Lesson Study pada siswa kelas II SDN X.

E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang dapat diperoleh melalui penelitian ini adalah sebagai berikut : 
1. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru
Sebagai umpan balik atau bahan masukan bagi guru agar dapat meningkatkan kreatifitas dan mengadakan perbaikan.
b. Bagi Siswa
Melalui penelitian ini siswa dapat meningkatkan hasil belajar.
c. Bagi Kepala Sekolah
Sebagai masukan bagi sebuah instansi yang dipimpinnya untuk menyelenggarakan pembelajaran yang lebih baik.
2. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk mendapatkan teori baru guna menunjang peningkatan kualitas pembelajaran tematik melalui Lesson Study pada siswa kelas II.

Posted by: Admin Indeks Prestasi Updated at: 09:56:00